Anda di halaman 1dari 10

1.

RUKAN CENDRAWASIH

Bangunan rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di kompleks


Cendrawasih Permai, Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda
Kalimantan Timur runtuh pada tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan
yang menyebabkan 12 pekerjanya tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan
panjang 100 m dengan biaya konstruksi senilai kurang lebih 15 Milyar rupiah.

Dari observasi yang dilakukan penyebab keruntuhan bangunan ini sangatlah


kompleks diantaranya:
(1) Pertama, Kegagalan pondasi. Hal ini didasarkan keterangan bahwa pengerjaan
pengerukan lahan sampai lantai 1 selesai dikerjakan hanya memerlukan waktu
enam bulan. Padahal kondisi tanah eksisting adalah rawa dan merupakan tanah
lempung sehingga memerlukan waktu lama untuk terkonsolidasi jika tanpa
penanganan khusus seperti vertical drain.
(2) Kedua, Kegagalan Struktur Utama. Struktur utama yang dimaksud adalah balok-
kolom. Hal ini didasarkan fakta bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek
kolom yang retak di lantai 2. Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan
lokasi keretakan akan tetapi hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa
ada masalah dengan struktur yang sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan
pada filosofi desain struktur yang benar yaitu “strong column- weak beam” yang
artinya kolom tidak boleh mengalami kegagalan struktur terlebih dahulu daripada
balok. Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena adanya deviasi antara
perencanaan dan pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi dimensi kolom dan
jumlah tulangan yang dipakai.
(3) Ketiga, Kesalahan sistem perancah pengecoran lantai. Penyebab awal keruntuha
adalah lantai 3 yang sedang dikerjakan secara tiba- tiba roboh. Selain karena kolom
yang mengalami kegagalan, maka sistem perancah yang dipakai juga patut
dicurigai tidak dirancang dengan benar. Dari dokumentasi yang ada terlihat bahwa
sistem perancah yang digunakan menggunakan scafolding besi dan beberapa
menggunakan kayu dolken. Bekisting dan sistem perancah seharusnya didesain
secara detail baik dalam desain maupun metode pemasangannya. Inspeksi harus
dilakukan secara ketat termasuk pengecekan terhadap kekuatan beton yang telah
dicor yang akan menopang perancah tersebut.
(4) Keempat, organisasi proyek tidak benar. Proyek rukan ini diketahui tidak memiliki
konsultan perencana. Desain bangunan yang digunakan tidak diketahui darimana
dibuatnya. Pengawasan proyek ini pun hanya dilakukan oleh mandor dari
pemborong.
(5) Kelima, adanya pengalihan pekerjaan secara serampangan. Kontraktor proyek
rukan ini semula PT. Firma Abadi yang beralamat di Surabaya menyerahkan
sepenuhnya pekerjaan kepada perseorangan/ individu yang merupakan pemborong
berinisial NI yang beralamat di Samarinda yang kemudian menyerahkan lagi
kepada mandor yang berinisial S. Pengalihan pekerjaan ini meliputi keseluruhan
pekerjaan dan sama sekali tidak ada pengawasan dari Kontraktor utama.
2. JEMBATAN PENGHUBUNG GEDUNG PERPUSTAKAAN DAERAH
DKI

Bangunan jembatan penghubung ini menghubungkan gedung Badan


Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal
3 November 2014.

Keruntuhan terjadi diakibatkan sistem perancah yang mengalami kegagalan.


Scafolding yang digunakan merupakan scafolding besi dengan kondisi yang sudah
tidak layak pakai:

 Kondisi scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah
bolong.
 Pemasangan scafolding tidak dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding
tidak stabil.

Adanya perlemahan scafolding yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk
kendaraan dibawah struktur yang sedang dibangun.
3. MENARA SAIDAH

Menara Saidah adalah nama sebuah gedung yang berfungsi sebagai


pusat perkantoran dan terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Indonesia.
Sebelumnya nama gedung ini adalah Gedung Grancindo dan didirikan lama
sebelum kemudian direnovasi besar besaran menjadi Menara Saidah. Nama yang
diberikan pada gedung ini diambil dari nama pemiliknya, Saidah Abu Bakar Ibrahim.
Gedung ini diresmikan pada tahun 2001.

Pada tahun 2007 gedung ini resmi ditutup untuk umum karena pondasi
gedung tidak tegak berdiri dan miring beberapa derajat serta dianggap
membahayakan keselamatan penghuni gedung. Konstruksinya dianggap
bermasalah sejak awal, namun dari pihak pemilik maupun Suku Dinas
Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak ada yang bersedia memberikan
penjelasan. Rahmat, salah satu petugas keamanan yang pernah bekerja selama delapan
tahun di gedung tersebut menuturkan pada tahun 2007 pemutusan hubungan
kerja dilakukan secara sepihak, dan hingga hari ini ratusan karyawan belum
memperoleh pesangon.
Karena lokasinya yang strategis banyak penawaran masuk, termasuk dari
Universitas Satyagama pada tahun 2011. Keterangan yang diberikan oleh salah satu
petugas keamanan, Rahmat, pindah tangan pemilik tidak terjadi karena
pemilik awal tidak bersedia menunjukkan gambar struktur gedung. Menara Saidah
pada tahun 2012 oleh pemilik kemudian diserahkan dalam pengawasan Polsek
Cawang, Jakarta Timur dimana setiap pagi polisi dari Cawang datang, dan
menandatangan daftar. Masalah keamanan, termasuk kebakaran sepenuhnya
tanggung jawab polisi.

Pada tahun 2012 gedung dalam keadaan tidak terawat karena jalan akses masuk
dan keluar gedung sudah banyak yang pecah, dalam keadaan gelap, dan hanya taman
depannya yang masih dibersihkan menyewa jasa petugas kebersihan jalan raya.
Ketidak jelasan status gedung ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal disekitar
khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lurah setempat, Shalih
Nopiansyar, mengatakan permintaan bertemu dengan pemilik terkait kelangsungan
bangunan tidak berhasil, begitu pula pihak yang tertarik membeli gedung yang selalu
terhenti di tengah jalan dan tak ada kabar lagi. Pemda setempatpun belum menerima
laporan mengenai rencana terkait bangunan Menara Saidah. Dua pengamat pengamat
perkotaan, Yayat Supriyatna dan Nirwono Joga menyatakan bahwa Pemerintah (Dinas
P2B) dan pemilik harus bertanggung jawab terhadap pembiaran gedung.

Nirwono menyatakan miringnya Menara Saidah dapat dikategorikan sebagai


gagal bangunan dimana terjadinya kemiringan atau masalah sedikit sudah
dikategorikan gagal bangunan karena ada keteledoran. Selama ini kecelakaan karena
faktor struktur gedung tidak pernah diproses hukum sampai ke pengadilan karenanya
pemilik gedung juga tidak terlalu mengindahkan syarat-syarat pendirian gedung sesuai
dengan aturan. Walaupun dilakukan audit bangunan, apabila ada korban pun kasus
selesai setelah memberikan uang kerohiman, dan tidak diproses hukum. Sementara
Yayat menyatakan kasus Menara Saidah sebagai pelajaran dalam proyek pembangunan
gedung lainnya dalam melakukan pengawasan yang baik, termasuk juga konstruksinya.
Pihak pengelola Gedung Menara Saidah, Dami Okta (Manajer Umum) PT
Gamlindo Nusa, membantah pemberitaan Tempo pada tahun 2013 bahwa gedung itu
miring. Menurut mereka, gedung itu sengaja dikosongkan sampai masa sewa penyewa
habis dan skema penyewaan pada calon penyewa berikutnya adalah satu gedung secara
keseluruhan.
4. JEMBATAN SIAK III PEKANBARU

Komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ''menghabisi'' para


penyedot uang rakyat mulai dipertanyakan. Pasalnya, kasus gagal konstruksi Jembatan
Siak III, Pekanbaru, Riau yang sangat merugikan warga di kota ini, belum juga
ditangani KPK.
''Dengan adanya gugatan dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi
Kontraktor Konstruksi Indonesia (AKSI) dimana saksi ahli sudah jelas menyatakan
proyek itu gagal konstruksi dan diduga juga menggunakan material yang tidak sesuai
dengan perencanaan, sudah menjadi dasar bagi KPK untuk melakukan proses hukum
atau menangkap pihak-pihak terkait'' ujar Direktur Badan Advokasi Publik, M Rawa
El Amady kepada GoRiau.com, Jumat (14/2/2014).
Menurutnya, dugaan korupsi proyek strategis dalam kehidupan masyarakat
tersebut, harus disikapi dengan proses hukum terhadap pihak-pihak yang
bertanggungjawab sebagai upaya penyelamatan uang negara sekaligus ''warning'' bagi
pejabat dalam melaksanakan kegiatan publik.
''Kegagalan proyek ini juga menjadi peringatan bagi instansi terkait ke depan,
saat membangun jembatan dan gedung-gedung tinggi lainnya di Riau. Selain
merugikan negara juga membahayakan masyarakat,'' tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya Jembatan Siak III Pekanbaru yang merupakan
salah satu akses vital di Pekanbaru. Jembatan ini harus segera diganti karena ternyata
gagal konstruksi.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Kontraktor Konstruksi
Indonesia (AKSI) Syakirman menyebutkan, dalam persidangan di Pengadilan Negeri
(PN) Pekanbaru, dua saksi ahli dari Kadin Daerah Riau Prof Sugeng Wiyono dan Prof
Iswandi Irwan dari ITB telah mengakui Jembatan Siak III memang gagal konstruksi.
''Berdasarkan Pasal 43 Undang-undang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999,
kegagalan konstruksi atau sebuah bangunan bukan diperbaiki, tetapi harus diganti.
Perbaiki Jembatan Siak III yang sekarang itu adalah akal-akalan Kadis PU. Karena
kesaksian kedua saksi ahli itu sudah memenuhi unsur bagi masyarakat yang ingin
melaporkan Kadis PU SF Harianto,'' tegas Syakirman usai menghadiri persidangan di
PN Pekanbaru, Kamis (13/2/2014)
Dia menambahkan, dalam Undang-undang Jasa Konstruksi itu juga ditegaskan
apabila terjadi kegagalan produksi, kesalahan dari perencanaan didenda 5 persen dari
kontrak perencanaannya dihukum penjara 5 tahun. Apabila kesalahan berada di
kontraktor perencana didenda 5 persen dihukum 5 tahun penjara. Apabila terjadi dari
pengawasan didenda 7 persen dan dipenjara 5 tahun penjara.
Ketua DPN AKSI ini menyebutkan, undang-undang itu baku dan tidak ada
penafsiran lain. Artinya, tidak ada terjemahan lain, karena tidak ada dikatakan undang-
undang ini selanjutnya diatur peraturan ini.
''Kalau terjadi kesalahan konstruksi, salah dari bagian yang tiga itu, bagi tim
PPATK, KPA dan penerima barang, seluruh sertifikatnya harus dicabut dengan waktu
yang tidak ditentukan,'' ucapnya.
Syakirman menilai kegagalan pembangunan Jembatan Siak III kebanyakan
terjadi pada pelaksanaan. Artinya, kontraktor pelaksana dan kontraktor pengawas
merupakan pihak yang sangat bertanggung jawab atas kegagalan konstruksi Jembatan
Siak III tersebut. Sehingga kedua kontraktor ini mesti didenda sesuai Undang-undang
Jasa Konstruksi
5. JEMBATAN MAHAKAM II

Jembatan yang merupakan tipe Gantung (Suspension Bridge) ini memiliki


panjang total 710 m. Keruntuhan terjadi pada tanggal 26 November 2011 sekitar
sepuluh tahun setelah diresmikan.

Identifikasi penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang


dilakukan oleh tim LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah
kejadian) yang laporan lengkapnya dapat anda unduh disini. Berdasarkan fakta yang
ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan beserta hangernya
terjadi akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal
(clamps and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami


kegagalan diantaranya:

 Kurang baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat


penggantung kabel vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi
kemungkinan adanya kerusakan dini.
 Kelelahan (fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal
akibat kesalahan desain dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan
beban rencana (over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi
kekuatan.
 Kualitas bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama
yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
 Kesalahan prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan
dalam menyusun standar operasional dan perawatan konstruksi yang
direncanakan.
 Kemungkinan terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan
karena seharusnya konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada
kabel penggantung yang disambungkan dalam kabel utama.
 Kesalahan desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat
penyambung kabel penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas
iron) atau kesalahan dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai