Anda di halaman 1dari 26

13

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gaya Mengajar
1. Pengertian Gaya Mengajar
a. Gaya
Secara bahasa istilah gaya dalam bahasa Inggris disebut style, yang berarti
corak, mode atau gaya (Desmita, 2012:145). Kata “gaya” bermakna (1) kekuatan:
kesungguhan berbuat, (2) kuat, (3) sikap, gerakan (4) irama dan lagu, (5) ragam,
(6) cara melakukan gerakan (Yuandito, 2000:126). Sedangkan gaya yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ragam, sikap dan gerakan.
b. Mengajar
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik atau murid
di sekolah (Oemar Hamalik, 2013:44). Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar (Sardiman, 2012: 48). Pupuh dan
Sobry (2014:8) menuliskan bahwa mengajar menurut pengertian mutakhir
merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks
dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen
yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan
pengajaran.
Mengajar merupakan kegiatan di mana keterlibatan individu anak didik
mutlak adanya. Apabila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar.
Hal ini perlu sekali disadari guru agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap
kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang
sudah baku dan menyatu dalam konsep pengajaran atau pendidikan. Menurut
Nana Sudjana (1991) dalam Pupuh dan Sobry (2014:9) sama halnya dengan
belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat
menumbuhknan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap
berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan pada anak didik
dalam melakukan proses.
14

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya mengajar


merupakan proses pemberian atau transformasi ilmu dari seorang guru kepada
peserta didik dalam satu kegiatan dan lingkungan belajar tertentu dan
membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c. Gaya mengajar
Mengajar pada hakikatnya bermaksud mengantar siswa mencapai tujuan
yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam praktek, perilaku mengajar yang
dipertunjukan guru sangat beraneka ragam, meskipun maksudnya sama. Aneka
ragam perilaku guru mengajar ini jika ditelusuri akan diperoleh gambaran tentang
pola umum interaksi antara guru, isi, atau materi pembelajarandan siswa. Menurut
Lapp (1975) dalam Sumiadi dan Asra (2009:74) pola umum ini oleh Dianne Lapp
dan kawan-kawan diistilahkan dengan “Gaya Mengajar” atau Teaching Style
(Lapp dkk, 1975:1).
Manen dalam Marzuki (1999:21), mengemukakan bahwa gaya mengajar
adalah ciri-ciri kebiasaan, kesukaan yang penting hubunganya dengan murid,
bahkan gaya mengajar lebih dari suatu kebisaan dan cara istimewa dari tingkah
laku atau pembicaraan guru atau dosen. Gaya mengajar guru mencerminkan
bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan yang dipengaruhi
oleh pandanganya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang
digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.
Gaya mengajar dipandang sebagai dimensi atau kepribadian yang luas
yang mencakup posisi guru, pola perilaku, modus kinerja, serta sikap terhadap diri
sendiri dan orang lain. Penelope Peterson dalam Allan C. Ornstein (1990:526)
mendefinisikan gaya mengajar sebagai gaya guru dalam hal bagaimana guru
memanfaatkan ruang kelas, pilihan kegiatan pembelajaran dan materi, dan cara
mengelompokan siswa mereka (Abdul Majid, 2013:273).
Berikut ini beberapa pengertian lain gaya mengajar:
1) Menurut Thoifuri, (2008:81) “Gaya mengajar adalah bentuk penampilan
guru saat mengajar, baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya
yang bersifat kurikuler adalah guru yang mengajar disesuiakan dengan
tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu. Sedangkan gaya mengajar yang
15

bersifat psikologis adalah gaya mengajar yang disesuaikan dengan motivasi


siswa, pengelolaan kelas dan evaluasi hasil belajar”.
2) Menurut Suparman S, (2010:63) “Gaya mengajar adalah suatu metode yang
dipakai oleh guru ketika sedang melakukan pengajaran guru biasanya sangat
erat kaitanya dengan gaya belajar anak didik”.
3) Menurut Ali, (2004:57) “Gaya mengajar adalah gaya mengajar yang
dimiliki oleh seorang guru mencerminkan pada cara melaksakan pengajaran,
sesuai dengan pandanganya sendiri. Disamping itu, landasan psikologis,
terutama teori belajar yang dipegang serta kurikulum yang dilaksanakan
juga turut mewarnai gaya mengajar guru yang bersangkutan”. Hal ini senada
dengan yang disampaikan oleh Ornstein (1980: 252-253) bahwa:
“gaya mengajar dapat dilihat dari dua aspek pembahasan yaitu: aspek
ekspessif dan aspek instrumental. Aspek ekspresif adalah gaya mengajar
berkaitan dengan hubungan emosional yang berkembang antara guru
dengan siswa secara keseluruhan yang meliputi dimensi kehangatan,
autoritas, simpati, ketergantungan dan aspek-aspek lain tentang keadaan
emosional yang dilaksanakan oleh guru. Aspek instrumental dari peran
mengajar menggambarkan bagaimana peran guru menjalankan tugasnya
untuk membantu siswa belajar, bagaimana mereka mengorganisasikan
belajar, menentukan standar di dalam kelas dan menentukan apakah para
siswanya telah memenuhi standar tersebut.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar adalah ciri-ciri


kebiasan guru yang ditunjukan saat mengajar sesuai dengan pandanganya
mengenai teori mengajar, kurikulum yang dilaksanakan dan kebutuhan siswa.
d. Definisi Konseptual dan Operasional
2. Macam-Macam Gaya Mengajar
Hermawan dkk (2007:58) dalam Abdul Majid, (2013:279-280)
mengelompokan gaya mengajar guru yang diterapkan dalam proses pembelajaran
menjadi empat yang diturunkan dari aliran pendidikan, yaitu gaya mengajar
klasik, teknologis, personalisasi, dan interaksional.
a. Gaya Mengajar Klasik
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai
satu-satunya cara belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru
masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk
16

aktif, sehingga akan menghambat perkembangan siswa dalam proses


pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya disalahkan saat kondisi
kelas mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi kelas yang
mayoritas siswanya pasif. Dalam pembelajaran klasik, peran guru sangat
dominan, karena dia harus menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu,
guru harus ahli (expert) pada bidang pelajaran yang diampunya. Dalam model
pembelajaran seperti ini, siswa cenderun bersikap pasif (hanya menerima materi
pembelajaran).
b. Gaya Mengajar Teknologis
Guru menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi bahan
perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinya bahwa setiap guru
dengan gaya mengajar tersebut mempunyai watak yang berbeda-beda, kaku,
moderat dan fleksibel. Gaya ini mensyaratkan seorang guru untuk berpegang pada
berbagai sumber media yan tersedia. Guru mengajar dengan memerhatikan
kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulun untuk mampu menjawab segala
persoalan yang dihadapi. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minat masing-masing, sehingga
memberi banyak manfaat pada diri siswa.
c. Gaya Mengajar Personalisasi
Pembelajaran personalisasi dilakukan berdasarkan atas minat, pengalaman,
dan pola perkembangan mental siswa. Dominasi pembelajaran ada di tangan
siswa, dimana siswa dipandang sebagai suatu pribadi. Guru yang menerapkan
gaya mengajar personalisasi menjadi salah satu kunci keberhasilan pencapaian
prestasi belajar siswa. Guru tidak hanya memberikan materi pelajaran untuk
membuat siswa lebih pandai, melainkan agar siswa menjadi dirinya lebih pandai.
Guru dengan gaya megajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajar
siswa dan senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat
memaksakan siswa untuk menjadi sama dengan gurunya, karena siswa tersebut
mempunyai minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing.
17

d. Gaya Mengajar Interaksional


Dalam pembelajaran interaksional, peran guru sangat dominan. Guru dan
siswa berupaya memodifikasi berbagai ide atau ilmu yang dipelajari untuk
mencari bentuk baru berdasarkan kajian yang dipelajari. Guru dengan gaya
mengajar interaksional lebih mengedepankan dialog dengan siswa sebagai bentuk
interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau siswa dengan siswa saling
ketergantungan, artinya mereka sama-sama menjadi subjek pembelajaran, dan
tidak ada yang dianggap paling baik atau paling jelek.
Gaya mengajar yang dilakukan oleh setiap guru berbeda-beda sesuai
dengan kebiasaan dan cara mereka dalam mengajar. Namun setiap guru pada
prakteknya tidak hanya menunjukan satu macam gaya dalam proses pembelajaran.
Jika guru yang memahami kemampuannya dalam mengajar serta memahami
kebutuhan peserta diidiknya maka guru akan dengan mudah melakukan variasi-
variasi dalam mengajar.
3. Landasan Gaya Mengajar
Ada emapat macam gaya mengajar, yaitu gaya mengajar klasik,
teknologis, personalisasi dan interaksional. Menurut Sumiati dan Asra (2009: 77-
80) masing-masing dari gaya mengajar tersebut mempunyai landasan, yaitu:
a. Pembelajaran Klasik dan Landasanya
Pendidikan klasik lebih menekankan guru sebaga model. Siswa dituntut
meniru aya guru. Hal ini berlandaskan teori bahwa siswa akan menirukan apa
yang diamati dan telah memperoleh reinforcement. Jadi, siswa akan meniru guru.
Proses peniruan terjadi terutama melalui bahasa. Oleh karenanya belajar
dilakukan secara verbal, dan guru berusaha menajarkan bagaimana melatih
kemampuan berfikir melalui bahasa.
Gaya mengajar klasik mempunyai dua macam aliran, yaitu:
1) Aliran Perenialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang
berpusat pada kemanusiaan (humanity).
Aliran ini berpandangan bahwa setiap generasi harus dididik dengan
budaya yang dianggap benar dan sahih (valid). Isi pembelajaran lebih
banyak mengenai dasar pembentukan intelek dan komunikasi dengan
18

dunia luar, karena hal ini dianggap sebagai upaya “memanusiakan


manusia.” Manusia dibedakan dari jenis makhluk hidup lain karena ia
mempunyai intelektual. Oleh karenanya upaya memanusiakan manusia
dilakukan dengan mengembangkan inteleknya. Pembelajaran dasar yang
dianggap paling penting adalah “The three R‟s” untuk tingkat Sekolah
Dasar yaitu Reading (membaca), Writing (menulis), dan Arrithmatics
(berhitung). Tujuan pendidikan perenialism adalah memperbaiki intelek
dengan mendisiplin mental.
2) Aliran Essensialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang
berkenaan dengan science.
Berbeda dengan perenialism, aliran ini lebih realistis, tidak filisofis.
Budaya yang disampaikan dalam pembelajaran hanya berisi informasi
yang bersifat praktis, dengan tujuan mendidik keterampilan yang esensial
dan berguna untuk hidup produktif. Oleh karenanya menekankan pada
science dan keterampilan produktif. Pandangan penganut aliran ini adalah
bahwa tujuan pendidikan diarahkan agar siswa dapat bekerja dengan baik.
Ini dijadikan ukuran penilaian kebaikan pendidikan. Disamping itu
pendidikan juga bertujuan mengantarkan siswa untuk dapat bergaul pada
semua lapisan masyarakat dan memperoleh sukses finansial. Mereka
menganggap pendidikan adalah jalan menuju sukses. Sedangkan sukses itu
sendiri diukur dari segi materi.
b. Pembelajaran Teknologis dan Landasanya
Para penganut aliran teknologis yakin bahwa pendidikan merupakan
cabang terpenting dari scientific technology. Pendidikan teknologis memandang
manusia dari tingkah lakunya yang dapat diamati. Tingkah laku ini dijadikan
dasar perumusan tujuan. Dengan demikian tinggallah dipikirkan bagaimana
memanipulasi lingkungan agar siswa dapat mencapai tujuan itu. Untuk itu dapat
digunakan perangkat baik hardware (seperti mesin, televisi dan sebagainya)
ataupun software (seperti programa, modul, dan sebagainya). Perangkat itu dapat
berfungsi sebagai guru. Dengan demikian guru bukan lagi dipandang sebagai
elemen sentral dalam pembelajaran, juga dalam proses belajar mengajar.
19

c. Pembelajaran Personalisasi dan Landasanya


Gaya pembelajaran personalisasi bersifat Child Centered (berpusat pada
siswa). Ini didasarkan pada teori pendidikan yang menyatakan bahwa, pendidikan
sesungguhnya berpusat pada siswa serta pengalaman yang disadarinya. Kegiatan
pendidikan didasarkan atas minat dan kebutuhan atau keinginan siswa.
Ada dua aliran dari personalisasi, yaitu Aliran Proressive dan Aliran
Romantik. Golongan progressive memandang bahwa situasi mengajar berfungsi
menentukan disiplin dan arah pengalaman belajar yang dapat menuntun atau
menentukan struktur intelegensi. Dalam pelaksanaanya pendidikan membimbing
dan mengarahkan kegiatan siswa dalam memenuhi kebutuhan yang tidak
disadarinya. Tokoh Progressivism ialah John Dewey.
Golongan Romantic (tokohnya J.J Russeau) memandang bahwa siswa
harus bebas (ide tentang kembali ke alam). Pendidikan harus mengisolasi siswa
dari lingkungan masyarakat, karena pendidikan merupakan proses individual,
bukan proses sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar memberi informasi
atau keterampilan, tetapi merupakan proses perkembangan pribadi sepanjang
hayat. Peran guru adalah menyiapkan lingkungan agar siswa dapat memperoleh
pengalaman.
d. Pembelajaran Interaksional dan Landasanya
Pembelajaran interaksional menekankan pada proses yang bersifat
dialogis. Dalam hal ini guru menyodorkan masalah kepada siswa, selanjutnya
dengan proses diskusi, siswa mengemukakan pandangan, pendapat, argumentasi,
juga menanggapi dan menyela atau mendukung pendapat yang lain, sehingga
ditemukan kesimpulan tentang masalah yang dibahas itu.
Dasar pandangan pembelajaran interaksioanal adalah bahwa hasil belajar
diperoleh melalui interaksi antara guru-siswa, dan siswa-siswa lain, juga interaksi
antara siswa dengan materi pembelajaran yang dipelajari, serta antara pikiran
siswa dengan kehidupanya. Pandangan ini berakar dari falsafah yan memandang
bahwa pada hakikatnya manusia sudah mempunyai kemampuan untuk
memikirkan dan menemukan jawaban terhadap masalah kehidupan yang dihadapi.
Fungsi pembelajaran dalam hal ini adalah menumbuhkan dan mengungkap
20

kemampuan itu melalui upaya penciptaan kondisi dan kemungkinan untuk


tumbuh dan berkembangnya hal itu. Oleh karenanya pembelajaran tidak dilakukan
dengan cara “mengajar” tetapi dengan mengembangkan suasana dialogis.
4. Karakteristik Gaya Mengajar
Gaya mengajar guru dalam proses pembelajaran berbeda-beda antar satu
dengan yang lainnya. Karakteristik guru dalam mengajar dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Karakteristik gaya mengajar guru yang positif
1) Menguasai materi pelajaran secara mendalam
2) Mempunyai wawasan luas
3) Komunikatif
4) Dialogis
5) Menggabungkan teori dan praktik
6) Bertahap
7) Mempunyai variasi pendekatan
8) Tidak memalingkan meteri pelajaran
9) Tidak terlalu menekan dan memaksa
10) Humoris tapi serius (jamal Ma‟mur Asmani, 2009:115-137)
b. Karakteristik gaya mengajar guru yang negatif
1) Duduk diatas meja ketika mengajar
2) Mengajar sambil merokok
3) Mengajar sambil main hp
4) Tidur sewaktu mengajar
5) Menganggap diri paling pandai
6) Mengajar secara monoton
7) Sering bolos mengajar
8) Tidak disiplin
9) Berpakaian tidak rapi
10) Membiarkan murid saling menyontek
11) Suka memberi PR tanpa mengoreksi (Masykur Arif Rahman,
2011:5-6).
21

Dari karakter-karakter tersebut diatas setiap guru tidak mungkin memiliki


semua karakter positif dan begitu pula sebaliknya tidak semua guru memilki
karakter yang negatif. Ada guru yang memiliki sebagian dari karakter yang positif
yang sering nampak pada tingkah lakunya ketika proses pembelajaran tetapi
sesekali menunjukan karakter negatifnya, maka siswa sebagai orang yang
memberi perhatian penuh pada guru akan menyimpulkan guru tersebut
berkarakter positif karena yang sering nampak pada guru tersebut adalah hal-hal
yang positif, begitu pula sebaliknya.
Guru jarang menyadari bahwa setiap perilaku yang nampak dihadapan
peserta didik akan menimbulkan anggapan atau penilaian bagi mereka. Sehingga
akan menghasilkan kesimpulan mengenai karakter guru tersebut. Jadi sudah
selayaknya seorang guru sebisa mungkin untuk selalu mempertahankan karakter
positifnya dan meminimalisir hal-hal negatif yang akan mempengaruhi peserta
didik dalam proses pembelajaran.
5. Tujuan dan Manfaat Variasi Mengajar
Pengertian „Variasi‟ menurut kamus ilmiah populer adalah „selingan‟,
„selang-seling‟, atau „pergantian‟. Menurut Udin S. Winataputra (2004) dalam
Pupuh dan Sobry (2014:91) mengartikan „variasi‟ sebagai keanekaan yang
membuat sesuatu tidak monoton. Variasi dapat berwujud perubahan-perubahan
atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan atau dibuat untuk memberikan
kesan yang unik. Adapun variasi mengajar merupakan keanekaragaman dalam
penyajian kegiatan mengajar.
Proses pembelajaran adakalanya siswa atau guru mengalami kejenuhan.
Hal ini tentu menjadi problem bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Kejenuhan
siswa dalam proses pembelajaran dapat diamati selama proses belajar mengajar
berlangsung seperti kurang perhatian, mengantuk, mengobrol dengan sesama
teman atau pura-pura ke kamar kecil hanya untuk menghindari kebosanan.
Karenanya pengajaran yang bervariasi sangat penting sehingga situasi dan kondisi
belajar mengajar berjalan normal. Tujuan dan manfaat variasi mengajar adalah
sebagai berikut:
22

a. Tujuan variasi mengajar


Menurut Syaifudin bahri Djamarah dan Azwan Zain (2002:181-185)
variasi mengajar bertujuan untuk:
1) Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi
proses belajar mengajar.
2) Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi.
3) Membentuk siskap positif terhadap guru dan sekolah.
4) Memberi kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual.
5) Mendorong anak didik untuk belajar.
b. Manfaat variasi mengajar
Menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (1995: 65) dalam Hendri Budiyanti
(2012: 23) manfaat variasi mengajar adalah:
1) Memelihara dan meningkatkan siswa yang berkaitan dengan aspek
belajar.
2) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi ingin tahu melalui
kegiatan investigasi dan eksplorasi.
3) Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
4) Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi
keindahan belajar.
5) Mendorong aktifitas belajar dengan cara melibatkan siswa dengan
berbagai kagiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berbagai
tingkat kognitif.
Jika dilihat dari tujuan dan manfaat variasi mengajar di atas peserta didik
merupakan objek yang nantinya menjadi ukuran dalam mengetahui variasi
mengajar guru yang dilakukan. Jika ingin mengetahui bagaimana guru melakukan
variasi dalam mengajar maka lihatlah tujuan dan manfaat yang didapat dan dirasa
oleh peserta didik.
6. Komponen Variasi Gaya Mengajar
Keterampilan mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan
meliputi tiga aspek, yaitu variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam
23

menggunakan media dan bahan pengajaran, dan variasi dalam interaksi antara
guru dengan siswa.
a. Variasi gaya mengajar
Guru dalam proses pembelajaran hendaknya memiliki variasi gaya
mengajar. Menurut Syaiful bahri Djamarah (2002:188), variasi gaya mengajar
tersebut adalah:
1) Variasi Suara
Suara guru ketika menyampaikan materi dalam proses pembelajaran bisa
bervariasi dalam intonasi, nada, volume dan kecepatan. Ketika mengajar penting
bagi guru untuk memahami bagaimana dia menyampaikan materi dengan
penjelasanya. Guru yang biasa memakai suara datar dalam menyampaikan materi
akan mempengaruhi minat mendengar siswanya. Sehingga seorang guru
hendaklah memberikan penjelasan dengan intonasi, nada, volume dan kecepatan
yan serasi dan sesuai.
2) Penekanan (Focusing)
Berfungsi untuk memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu aspek
yang paling penting atau aspek kunci. Penekanan dilakukan kepada beberapa
peristiwa atau kata kunci dalam materi pelajaran yang tengah disampaikan agar
siswa memahami aspek-aspek yang terpenting dari materi pelajaran yang
diterimanya. Misalnya guru menggunakan kalimat “sekali lagi bapak/ibu
tekankan” atau “coba anda perhatikan” dan sebagainya. Hal ini akan
menimbulkan perhatian siswa sehingga pandangan siswa akan tertuju dan fokus
pada guru yang tengah menyampakan materi yang dipelajari dalam proses
pembelajaran.
3) Pemberian Waktu (Pausing)
Setelah guru menyampaikan meteri pelajaran, siswa perlu diberi waktu
untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Untuk menarik
perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi
sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam, dari akhir bagian
pelajaran ke bagian berikutnya. Peserta didik dalam keadaan seperti ini biasanya
24

selain memberikan perhatian penuh pada guru juga akan memiliki waktu untuk
berusaha memahami materi yang disampaikan.
4) Kontak Pandang
Guru dapat membantu anak didik dengan menggunakan matanya
menyampaikan informasi, dan dengan pandanganya dapat menarik perhatian anak
didik. Selama menyampaikan materi pelajaran, tidak dibenarkan seorang guru
hanya memandang ke luar, ke atas atau ke siswa tertentu saja. Jadi guru dalam
berinteraksi dengan siswa pandanglah semua siswa yang sedang mengikuti
pembelajaran, sehingga mereka akan merasa diperhatikan.
5) Gerakan Anggota Badan
Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang
penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja tetapi juga
menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan. Dalam berkomunikasi gerak
tubuh akan mempengaruhi apa yang disampaikan karena pada hakikatnya ketika
kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain semuanya ikut berbicara
termasuk anggota badan kita.
6) Pindah Posisi
Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas ketika proses pembelajaran
dapat menarik perhatian siswa. Karena selama proses pembelajaran guru menjadi
pusat perhatian siswanya. Dengan bergerak, berarti guru tidak berada dalam satu
posisi saja, malainkan ia berpindah-pindah. Perpindahan posisi ini selain
bermanfaat bagi guru itu sendiri agar tidak jenuh, juga agar perhatian siswa tidak
monoton. Seorang guru hendaknya bisa menguasi kelas dan bebas menjangkau
seluruh ruang kelas. Bukan berarti guru selalu berpindah-pindah saat proses
pembelajaran tetapi berpindahlah sesuai dengan kebutuhan. Misal ketika siswa
yang duduk di belakang mulai tidak memperhatikan maka guru dekati dan pindah
posisi agar anak bisa fokus kembali.
b. Variasi media dan bahan pengajaran
Penggunaan media akan menghindari kejenuhan siswa terhadap gurunya
atau terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru. Melalui media ada alih
pandang, dengar dan objek perhatian yang mungkin lebih menarik dibandingkan
25

dengan guru yang hanya berceramah saja. Ada tiga komponen dalam variasi
media, yaitu:
1) Variasi media pandang
Alat pandang yang dapat digunakan sebagai media pengajaran
diantaranya: buku, majalah, globe, peta, film, film strip, TV, radio, recorder,
gambar, mode, demonstrasi, dan sebagainya. Alat ini berguna untuk:
a) Membantu pemahaman konsep yang abstrak kepada penjelasan yang
konkret.
b) Agar anak didik memiliki perhatian optimal terhadap materi pelajaran.
c) Membantu penumbuhan watak kreatif dan mandiri siswa.
d) Mengembangkan cara berfikir siswa yang konsisten dan
berkesinambungan.
e) Memberikan pengalaman baru dan unik.
2) Variasi media dengar
Guru yang hanya mengandalkan suara saja tampaknya tidak cukup bagi
proses belajar anak didik. Karena itu diperlukan media lainnya yang
memungkinkan anak lebih konsentrasi dan merasa ada pengalaman baru terhadap
suara itu. Hal ini bisa dilakukan dengan guru merekam suaranya di rumah atau
merekam suara lain yang patut didengarkan dan mempunyai relevansi dengan
materi pelajaran.
3) Variasi media taktik
Penggunaan media ini pada dasarnya merangsang siswa untuk kreatif.
Misalnya guru memperlihatkan dan menjelaskan tata cara berwudhu, setelah itu
siswa disuruh untuk menggambarkan tata cara tersebut. Cara ini akan meudahkan
siswa untuk mengingat urutan tata cara wudhu dan sebagainya.
c. Variasi interaksi
Variasi interaksi yang lazim dilakukan guru ada dua hal yaitu:
1) Siswa belajar atau melakukan aktifitas lainnya dalam ruang lingkup
pembelajaran secara bebas tanpa campur tangan dari guru.
2) Siswa hanya mendengarkan secara pasif sedangkan guru berbicara secara
aktif sehingga seluruh proses belajar mengajar didominasi guru.
26

Namun di antara dua jenis tersebut jenis yan pertama akan lebih baik.
Sekalipun yang ideal adalah guru dan siswa memiliki peranan yang
proporsional. Dalam arti, guru tidak mendominasi kelas, dan siswa juga
memilki kebebasan tanpa berarti tidak ada kendali guru. Maka dalam
konteks interaksi ini hendaklah guru berdiri di tengah-tengah.
B. Minat Belajar
1. Pengertian minat belajar
a. Minat
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri dengan sesuatu dari luar diri (Djaali, 2013:121). Minat
sebagaimana dirumuskan dalam “Encyclopedia of Psychology” adalah faktor yang
ada dalam diri seseorang, yang menyebabkan ia tertarik atau menolak terhadap
objek, orang dan kegiatan dalam lingkunganya (Zainudin Arif, 2012:19).
Menurut pandangan para ahli, minat itu dimaknai secara beragam,
berbeda-beda, sesuai dengan cara dan sudut pandang mereka masing-masing
(Makmun Khairani, 2014:136-137). Sebagian dari pandangan tersebut adalah:
1) John Holland, ahli yang banyak meneliti mengenai minat memberi
pengertian minat sebagai aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan
perasaan ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan.
Minat dapat menjadi indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu
dimana ia akan termotivasi untuk mempelajarinya dan menunjukan kinerja
yang tinggi.
2) Menurut Kamisa (1997) minat diartikan sebagai kehendak, keinginan
atau kesukaan.
3) Menurut Sutjipto (2001) bahwa minat adalah kesadaran seseorang
terhadap suatu objek, orang, masalah, atau situasi yang mempunyai
kaitan dengan dirinya. Artinya minat harus dipandang sebagai sesuatu
yang sadar. Karenanya minat merupakan aspek psikologis seseorang
untuk menaruh perhatian yang tinggi terhadap kegiatan tertentu dan
mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
27

4) Menurut Zakiah Daradjat dkk (2011), minat adalah kecenderungan jiwa


yang tetap ke jurusan sesuatu hal yang berhara bagi orang. Sesuatu yang
berharga bagi seseorang adalah yang sesuai dengan kebutuhanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa minat adalah gejala psikologis yang
menunjukan bahwa minat adanya pengertian subyek terhadap obyek yang menjadi
sasaran karena obyek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan
senang sehingga cenderung kepada obyek tersebut.
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu (Ngalim Purwanto, 1988: 64). Jadi minat menjadi
salah satu faktor penting untuk seseorang melakukan sesuatu karena ingin
tercapainya tujuan. Minat timbul bersamaan dengan adanya ketertarikan serta
kesenangan seseorang terhadap sesuatu, sehingga kegiataan atau sesuatu yang
akan menimbulkan minat harus dapat membuatnya tertarik sehingga memilki
kecenderungan terhadapnya.
b. Belajar
Pengertian belajar menurut beberapa ahli (Ngalim Purwanto, 2013:84-85)
1) Gagne, dalam buku the condition of learning (1977) menyatakan
bahwa:” belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
2) Hilgard dan bower dalam buku theories of Learning (1975)
mengemukakan.” Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yag disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecendererungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-
keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan
sebagainya).”
3) Morgan, dalam buku introduction to psychology (1978)
mengemukakan: ”belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap
28

dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.”
4) Witherington, dalam buku educational psychology mengemukakan:
”belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan
diri sebgai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan
dengan adanya elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar,
yaitu bahwa:
1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik,
tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih
buruk.
2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar,
seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang banyi.
3) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,
harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup
panjang. Berapa periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan
pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu
periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan,
adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya
berlangsung sementara.
4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti:
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berfikir,
keterampilan, percakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
29

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa


belajar adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam lingkungan
tertentu untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Usaha yang
dilakukan memilki tujuan yang pasti dan melalui waktu serta tahapan-tahapan
tertentu.
c. Minat belajar
Menurut Gie (1998) dalam Makmun Khairani (2014:142), minat berarti
sibuk, tertarik atau terlihat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari
pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian minat belajar adalah keterlibatan
sepenuhnya seorang siswa dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh
perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang
pengetahuan ilmiah yang dituntutnya di sekolah.
Sedangkan menurut Hardjana (1994) dalam Makmun Khairani (2014:142),
minat dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan sebagai hasil dari keikutsertaan
dalam suatu kegiatan. Karena itu minat belajar adalah kecenderungan hati untuk
belajar untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, kecakapan melalui usaha,
pengajaran atau pengalaman.
Menurut Makmun Khairani (2014:148-149) Kurangnya minat belajar
siswa dimungkinkan salah satunya karena kurang menariknya pembelajaran yang
mereka harus hadapi setiap hari di sekolah. Salah satu hal yang menyebabkan
kurang menariknya proses pembelajaran adalah sikap guru. Guru selaku figur atau
tokoh teladan yang dibanggakan, tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi
objek “keluhan” peserta didiknya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari
ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai materi pelajaran yang akan
diajarkan, guru yang mengantuk dan tertidur di meja. Selain itu, sikap sering
terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan peserta didik tertentu
saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar
semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi peserta didik tertentu.
30

2. Ciri-ciri Minat Belajar


Minat belajar memiliki beberapa ciri, menurut Elizabeth Hurlock dalam
(Susanto, 2013:62) menyebutkan ada tujuh ciri minat belajar, yaitu sebagai
berikut:
a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental.
b. Minat tergantung pada kegiatan belajar.
c. Perkembangan minat munkin terbatas.
d. Minat tergantung pada kesempatan belajar.
e. Minat dipengaruhi oleh budaya.
f. Minat berbobot emosional.
g. Minat berbobot egoisentris, artinya jika seseorang senang terhadap
sesuatu, maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.
Menurut Slameto (2003:57) siswa yang berminat dalam belajar adalah
sebagai berikut:
a. Memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus.
b. Ada rasa suka dan senang terhadap sesuatu yang diminati.
c. Memperoleh sustu kebanggaan dan kepuasan pada suatu yang
diminati.
d. Lebih menyukai hal yang menjadi minatnya daripada hal yang
lainnya.
e. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memilki minat
belajar maka ia akan memberikan perhatian penuh terhadap pelajaran, responsif
ketika proses pembelajaran berlangsung dan kecenderungan memperhatikan dan
fokus terhadap pelajaran yang tengah berlangsung.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar
Minat sebagai salah satu aspek psikologi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik yang bersifat dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Dilihat dari
dalam diri siswa, minat dipengaruhi oleh cita-cita, kepuasan, kebutuhan, bakat dan
kebiasaan. Faktor luar tersebut dapat berupa kelengkapan sarana dan prasarana,
31

pergaulan dengan orang tua dan persepsi masyarakat terhadap suatu objek serta
latar belakang sisial budaya (Slameto: 1995). minat belajar membentuk sikap
akademik tertentu yang bersifat sangat pribadi pada setiap siswa. Menurut Syah
(2003:132) dalam minat belajar seorang siswa memiliki faktor-faktor yang
mempengaruhi minat belajar yang berbeda-beda, perbedaan tersebut dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
a. Faktor internal
Adalah faktor dari dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi dua aspek
yaitu:
1) Aspek fisiologis
Kondisi jasmani dan tegangan otot (tonus) yang menandai tingkat
kebugaran tubuh siswa, hal ini dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam pembelajaran.
2) Aspek psikologis
Aspek psikologis merupakan aspek dari dalam diri siswa yang terdiri
dari intelegensi, bakat siswa, sikap siswa, minat siswa, motivasi siswa.
b. Faktor eksternal siswa
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Terdiri dari
dua macam yaitu:
1) Lingkungan sisial
Lingkungan sosial terdiri dari sekolah, keluarga, masyarakat dan teman
sekelas.
2) Lingkungan nonsosial
Lingkungan nonsosial terdiri dari gedung sekolah dan letaknya, faktor
materi pelajaran, waktu belajar, keadaan rumah tempat tinggal, alat-alat
belajar.
c. Faktor pendekatan belajar
Faktor pendekatan belajar yaitu segala cara atau strategi yang digunakan
siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi
tertentu. Dalam hal ini sikap guru dalam mengajar harus bisa mengimbangi
dengan melakukan pendekatan pembelajaran dengan tepat. Selaku figur atau
32

tokoh teladan yang dibanggakan, tidak jarang sikap guru di sekolah jiga menjadi
objek “keluhan” peserta didiknya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari
ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai materi pelajaran yang akan
diajarkan, guru yang mengantuk dan tertidur di meja. Selain itu, sikap sering
terlambat masuk kelas disaat mengajar, bercanda dengan peserta didik tertentu
saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar
semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi peserta didik tertentu
(Makmun Khairani, 2014:149).
4. Indikator minat belajar
Menurut Djamarah (2002:132) indikator minat belajar yaitu rasa suka atau
senang, pernyataan lebih menyukai, adanya rasa ketertarikan, adanya kesadaran
untuk belajar tanpa disuruh, berpartisispasi dalam aktivitas belajar, serta
memberikan perhatian.
Menurut Slameto (2010:180) beberapa indikator minat belajar yaitu: perasaan
senang, ketertarikan penerimaan dan keterlibatan siswa. Dari beberapa indikator
diatas, dalam penelitian ini menggunakan mengelompokan indikator-indikator
tersebut dalam beberapa dimensi, yaitu:
a. Kesukaan
Dalam dimensi kesukaan memiliki indikator:
1) Gairah
Gairah atau keinginan akan dimilli oleh siswa apabila dia merasa tertarik
atau berminat terhadap suatu barang atau kegiatan tertentu. Maka tidak
akan ada keterpaksaan dalam mengikuti proses pembelajaran. Misal:
merasa senang saat mengikuti pelajaran, selalu antusias menghadiri
pelajaran.
2) Inisiatif
Inisiatif adalah kemampuan untuk memutuskan dan melakukan sesuatu
yang benar tanpa harus diberi tahu, mampu menemukan apa yang
seharusnya dikerjakanterhadap sesuatu yang ada di sekitas, berusaha
untuk terus bergerak untuk melakukan beberapa hal walau keadaan terasa
33

semakin sulit. Misal: mencari sumber belajar lain selain buku panduan
yang biasa digunakan saat pembelajaran.
b. Ketertarikan
Dalam dimensi ketertarikan memiliki indikatot:
1) Responsif
Responsif adalah kesadaran akan tugas yang harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Kepekaan yang tajam dalam menyikapi berbagai hal
yang dihadapinya dan kepahaman makna tanggungjawab yang harus
dipikul adalah ciri utaa kperibadiannya. Misal: cepat menjawab jika guru
bertanya mengenai materi pembelajaran.
2) Kesegeraan
Kesegeraan adalah suatu perlakuan atau sikap yang dilakukan dengan
segera tanpa menunda-nunda. Misal: segera mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru tanpa guru harus mengulang-ualang perintahnya.
c. Perhatian
Dalam dimensi perhatian memilki indikator:
1) Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan perhatian, pikiran, jiwa dan fisik pada
sebuh objek. Konsentrasi belajar siswa merupakan suatu perilaku dan
fokus perhatian siswa untuk dapat memperhatikan dengan baik dalam
setiap pelaksanaan pembelajaran, serta dapat memahami setiap materi
pelajaran yang telah diberikan. Misal: fokus dan perhatian penuh pada
guru yang sedang memberikan penjelasan mengenai suatu materi
pelajarn.
2) Ketelitian
Ketelitian yaitu melakukan sesuatu kegiatan atau memperhatiakn
suatu objek dengan seksama atau cermat. Misal: berusaha
memperhatikan dan memahami penjelasn guru ataupun jika guru
mempraktikan sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran, contoh ketika
guru mencontohkan tata cara wudhu yang benar maka ia akan
berusaha memperhatikannya dengan teliti dan hati-hati.
34

d. Keterlibatan
Dalam dimensi keterlibatan memiliki indikator:
1) Kemauan
Kemauan merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang
untuk mengerjakan suatu hal dalam kehidupan nyata. Kemauan
merupakan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri. Dorongan
dapat juga dkatakan sebagai kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan
tertentu. Dalam belajar kemauan merupakan faktor penting karena jiak
tidak ada kemauan maka belajar akan dilakukan dengan keterpaksaan
dan akan sulit untuk mencapai tujuan pemleajaran. Misal: dengan
senang hati mengumpulkan tugas teman-teman atau belajar bersama
dengan teman-teman untuk mendiskusikan sesuatu yang berkaitan
dengan materi pelajaran.
2) Kerja keras
Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-
sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target atau
tujuan tercapai dan selalu mengutamakan atau memeperhatikan
kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Dalam kegiatan
pembelajaran siswa yeng bekerja kears akan selalu berusaha
memahami materi yang disampaikan oleh gurunya agar tujuan
pembelajaran tercapai. Misal: berusaha mengerjakan pekerjaan
rumah atau tugas-tugas yang dberikan guru semaksimal mungkin.
C. Urgensi Gaya Mengajar Guru PAI terhadap Minat Belajar Siswa
Pembelajaran atau kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan
yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapain tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar
dirancang dan dijalankan secara profesional. Dalam hal ini kebiasaan guru dalam
mengajar menjadi penting untuk diperhatikan sehingga akan menimbuhkan minat
belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Agar lebih dapat
memahami betapa pentingnya peran guru dalam pembelajaran maka kita harus
35

mengetahui lebih jauh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profesi keguruan
khususnya.
Metode memang penting dalam proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran akan tetapi guru jauh lebih penting dari pada metode,
sebagaimana kaidah pendidikan dalam Islam yang menyebutkan bahwa:
َ ‫س أ َ َه ُّم ِمهَ ال‬
‫ط ِز ْيقَ ِة‬ ُ ‫ط ِز ْيقَةُ أ َ َه ُّم ِمهَ ال َمدَّ ِة َوال ُمدَ ِ ّر‬
َ ‫ال‬
“Metode itu lebih penting daripada materi tetapi guru itu lebih penting daripada
metode.”
Dalam proses belajar mengajar jika materinya bagus tetapi metode atau
cara penyampaianya kurang, maka jauh dari keberhasilan. Akan tetapi
bagaimanapun arahan guru jauh lebih penting daripada belajar otodidak meskipun
paham metode. Oleh sebab itu, gaya mengajar guru menjadi faktor penting dalam
proses pembelajaran dan dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus
dilakukan secara benar. Islam mementingkan profesionalisme, keberhasilan Nabi
sebagai pendidik didahului dengan bekal kepribadian (personality) yang
berkualitas unggul. Begitu juga dengan guru yang merupakan pendidik
profesional harus melakukan pekerjaanya dengan benar.
Guru Pendidikan Agama Islam atau lebih sering disebut dengan GPAI
diharapkan dalam menjalankan tugas-tugas kependidikanya dapat berhasil secara
optimal. Guru PAI pada intinya terkait dengan aspek personal dan profesional.
Aspek personal menyangkut pribadi guru itu sendiri. Aspek personal ini
diharapkan dapat memancar dalam dimensi sosialnya, dalam hubungan guru
dengan peserta didiknya, teman sejawat dan lingkungan masyarakatnya karena
tugas mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan. Sedangkan aspek
profesional menyangkut peran profesi dari guru, dalam arti ia memiliki kualifikasi
profesional sebagai seorang guru (GPAI).
Atas dasar itulah, maka asumsi yang melandasi keberhasilan GPAI dapat
diformulasikan sebagai berikut: ”Guru Pendidikan Agama Islam akan berhasil
menjalankan tugas kependidikannya bilamana ia memilki kompetensi personal-
religius, dan kompetensi profesional-religius.” Kata religius selalu dikaitkan
36

dengan kompetensi tersebut yang menunjukan adanya komitmen GPAI bahwa


ajaran Islam sebagai kriteria utama sehingga segala masalah perilaku
kependidikannya dihadapi, dipertimbangkan, dipecahkan dan didudukkan dalam
perspektif Islam (Abdul Majid, 2012:99-100).
Oleh karena itu Guru PAI memilki tanggungjawab lebih dalam proses
pembelajaran. Selain mentransformasi atau menyampaikan ilmu kepada peserta
didik juga membangun pemahaman peserta didik mengenai ajaran agama Islam
yang merupakan ajaran yang sangat kompleks membahas segala aspek kehidupan.
Proses pembelajaran tidak lepas dari peran guru dan siswa. Menurut Abdul
Majid (2012:109) secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna
sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui
berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah
pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang
sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk
membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar.
Kegiatan pembelajaran harus ada hubungan yang saling berkesinambungan
antar peserta didik, pemberi materi atau pendidik serta materi yang akan
disampaikan. Tanpa ada ketiga aspek tersebut, maka pembelajaran tidak dapat
berjalan. Disini peran guru menjadi sangat penting. Guru dalam pembelajaran
salah satunya berperan sebagai motivator, dimana seorang guru harus dapat
membangakitkan semangat belajar siswa.
Guru dalam proses pembelajaran menjadi pusat perhatian siswanya. Oleh
karena itu, kebiasaan guru dalam mengajar akan memberikan dampak pada siswa.
Dampak yang ditimbulkan bukan hanya yang positif tapi juga negatif. Guru yang
menyadari pearannnya sebagai motivator akan selalu berusaha mengembangkan
kemampuan dalam mengelola pembelajaran, membuat inovasi-inovasi baru dalam
mengajar serta berusaha menemukan kebiasaan baik dalam mengajar yang
menjadikan cirinya dalam mengajar dan membuat perhatian siswa meningkat dan
menumbuhkan minat belajar. Siswa dalam proses pembelajaran sebagai pihak
37

yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya
secara optimal.
Guru dan murid atau siswa memegang peran penting dalam proses
pembelajaran. Peserta didik atau siswa adalah pribadi yang “unik” yang
mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses
berkembang itu siswa membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak
ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan brsama
dengan individu-individu yang lain.
Fungsi murid dalam interaksi belajar mengajar adalah sebagai subjek dan
objek, karena murid menentukan hasil belajar dan sebagai objek, karena muridlah
yang menerima pelajaran dari guru. Guru mengajar dan murid belajar. Jika tugas
pokok guru adalah “mengajar”, maka tugas pokok murid adalah “belajar”.
Keduanya amat berkaitan dan saling bergantungan, satu sama lain tidak
terpisahkan dan berjalan serempak dalam proses belajar mengajar.
Sebagai objek, murid menerima pelajaran, bimbingan dan berbagai tugas
serta perintah dari guru atau sekolah dan sebagai subjek, ia menentukan dirinya
sendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam rangka mencapai hasil
belajar. Tugas- tugas murid sebagai subjek senantiasa berkaitan dengan
kedudukannya sebagai objek.
Dengan dasar pandangan tersebut di atas, maka tugas murid dapat dilihat
dari berbagai aspek, sejalan dengan aspek tugas guru, yaitu aspek yang
berhubungan dengan belajar, aspek yang berhubungan dengan bimbingan, dan
aspek yang berhubungan dengan administrasi. Selain dari itu muridpun bertugas
pula untuk menjaga hubungan baik dengan guru maupun dengan sesama
temannya dan untuk senantiasa meningkatkan keefektifan belajar bagi
kepentinganya sendiri (Zakiah Daradjat, 2014:268-269).
Seorang siswa yang menyadari bahwa dirinya memerlukan ilmu, maka dia
akan senantiasa memanfaatkan waktu belajarnya dengan baik. Jika dia tidak
memahami hal yang diajarkan maka danjurkan untuk bertanya kepada gurunya,
karena guru dipandang sebagai seorang yang berilmu dan lebih mengetahui
dibandingkan dengan dirinya. Dalam Islam juga sebaga salah stu bentuk
38

pendidikan, siswa sebagai peserta didik dan orang yang belum mengetaui ilmu
dianjurkan untuk bertanya kepada ahlinya sebagaimana Allah berfirman dalam
surah al-Nahl ayat 43:
َ‫فَ ْسئَلُوا أ َ ْه َل ال ِذّ ْك ِز إِن ُكنت ُ ْم الَت َ ْعلَ ُمون‬...
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.”
Murid atau siswa lebih mengetahui kebutuhanya, dalam hal ini berarti
kebutuhan dalam belajar. Kebutuhan dalam belajar biasanya tercipta dari kegiatan
yang membuat perhatian meningkat sehingga berminat pula untuk melakukan
pembelajaran dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai