Anda di halaman 1dari 67

T

(. • l

LAPORAN PENELITIAN
RAGAM MITODA PENiliTIAN ARKEOLOGI
dalam SKPJPSI KARYA MAHASISWA
ARKEOLOGI UGM

OLEH:
DAUD ARIS TANUDIRJO
MENGETAHUl

FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS GADJAH HADA
YOGYAKARTA
1989
DAFTAR lSI

LEHBAR JUDUL i

PRAKATA • • . . • • . . • . • . • • . . • • . . • . • . . • • . . • • . . . • . . . • • . . . ii

INTI SARI . •. . •••. . . . . . . •. •••. . . •. . . . . . . . •. . . ••. . •. . . i v

BAB

1.. PENGANTAR ........................... 1

I I. CARA PENELITIAN • . • • • . . . . • . . • • • • . • . . . • . • . • . • . • 10

III. HASIL PENELITIA.N DAN PEHBAHASAN • • • . . • . . . . • . . • 16

A. RAGAM HETODA PENELITIAN ARKEOLOGI •••....•• 16

B. HASIL TELAAH KARYA-KARYA SKRIPSI •...•••.• • 37

IV. KESEIHPULAN • • • • . . . • . . . • . . • • . . . • • . . . • • • • . . . • • 52

DAFTAR PUSTAKA •..••.•••••••...•.••••..••..•••.••••• 57

LAHPI RAN-LAHPI RAN • • • • • • • • • • • . • • . • • • • • • • • • . . • • . . . • • • 59

."
P R AKAT A

Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Haha Esa, akhirnya

karui dapat me~yelesaikan laporan penelitian ini. Untuk itu

semua dipanjatkan puji dan syukur ke HadiratNya.

Lap oran penelitian ini disusun berdasarkan . telaah

kami ternadap ragam-ragam metoda penelitian . arkeologi yang

digunakan dalam penyusunan karya-karya : ~kripsi sarjana

mahasiswa Jurusan Arkeologi, Fakultas Sas'"tra


... o: ·
. Universitas

' Gadjah Hada . Penelitian ini bersifat e~aluasi terhadap

penerapan
.ragam-ragam metoda pene.litian arkeo log i,

olehkarena itu diharapkan hasilnya dapat menjadi masukan

yang berguna bagi · pengembangan metoda penelitian arkeologi

selanjutnya.

Kami sadar sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini

bukanlah karya yang sempurna. Banyak harnbatan yang kami

ternui dalam proses penelitian yang kami lakukan.

Keterbatasan dana dan waktu yang singkat, tidak

memungkinkan un~uk dilakukannya kajian yang benar-benar

teliti dan ~endalam, seperti yang direncanakan semula. Di

samping itu, banyak k&rya-karya skripsi yang ternyata tidak

dapat diperoleh di Perpustakaan J urusan Arke o logi maupun

Perpustakaan Fakultas Sastra UGM . Hal itu dapat diketahui

setelah dilakukan penelusuran karya skripsi sarjana yang

pernah dicatat oleh J urusan Arkeologi, Fakultas Sastra ,

UGH. Henyadari akan kekurangan tersebut, maka kami akan

ii
sangat berterima kasih apabila ada saran dan kritik yang

dapat disampaikan untuk menyempurnakan hasil penelitian

in i.

Banyak bantuan yang sudah kami terima selama kami

melakukan penelitian. Kepada Bapak Rektor Universitas

Gadjah Hada dan Bapak Dekan Fakultas Sastra diucapkan

terima kasih atas dana dan Kesempatan yang sudah diberikan

kepada kami sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.

Kepada Ketua Jurusan Arkeologi dengan seluruh stafnya, karui

mengucapkan terima kasih atas dorongannya dan kel~luasaan

kami dalam melakukan penelitian, khususnya untuk menelusuri

karya-karya skripsi yang pernah diujikan. Ucapan terima

kasih jug8 dihaturkan untuk Perpustakaan Fakultas Sastra

dan Perpustakaan Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Hada

yang telah memberi kesempatan dan kemudahan pada kami untuk

meneliti koleksi karya-karya skripsi yang ada.

Akhirnya kami hanya dapat berharap agar hasil

penelitian ini bermanfaat. Semoga.

Penyusun

Daud Aris Tanudirjo

111
lHTISAHJ

Metoda penelitian arkeologi semakin beragam sesuai

dengan perkembangan disiplin ilmu tersebut. Namun demikian,

perkembangan ters~but tidak selalu dapat diikuti oleh semua

pakar arkeologi di dunia. Olehkarena itu, kiranya sangat

perlu diteliti tentang ragam-ragam metoda penelitian

arkeologi yang diterapkan di lndonesia. Untuk ·~


luU, pad a

kesempatan ini akan diteliti ragam metoda yang diterapkan

dalam karya-karya skripsi sarjana Jurusan Arkeologi UGM.

Dari pelbagai bahan kepustakaan diperoleh gambaran

adanya berbag~i ragam metoda penelitian arkeologi, baik itu

berdasarkan penalaran, tujuan atau sifat, strategi, ada

tidaknya hipotesis, teknik analisis, dan cara perolehan

datanya. Ragam-ragam metoda penelitian tersebut kemudian

dipakai sebagai kerangka acuan untuk menelaah karya-karya

skripsi Jurusan Arkeologi UGH.

Berdasarkan telaah tersebut dapat dikemukakan

beberapa hal. Pertama, penalaran induktif dengan strategi

penelitian interpretasi-teoritis banyak digunakan dalam

karya tulis tersebut. Kedua, masih terjadi banyak kerancuan

dalam menerapkan metoda-metoda tertentu. Ketiga, penelitian

bernalar deduktif jarang digunakan.

Gejela tersebut tidak dapat dilepaskan dari kenyataan

bahwa kecenderungan Arkeologi Indonesia memang masih pada

upaya ruenyusun sejarah budaya dan bukan pada kajian proses

budaya.

iv
BAB I

P E N G A N T A R

Tidak dapat disangkal lagi bahwa disiplin Arkeologi

di Indonesia saat ini telah menempatkan diri sebagai suatu

disiplin ilmu yang mandiri. Hal itu tersirat dari kenyataan

terdapatnya berbagai macam lembaga yang secara khusus

dibentuk sebagai pengelola kepurbakalaan di Indonesia dan

tidak berada di bawah lembaga keilmuan lainnya. Kenyataan

itu barangkali tidak dapat dilepas kan dari keadaan negara

ini yang mempunyai kandungan kepurbakalaan yang sangat

potensial dan tersebar luas. Kekayaan kepurbakalaan di

Indonesia telah menyediakan lada n g penelitian yang tidak

akan habis-habisnya untuk digarap. Keadaan i ni setidak-

tidaknya telah menjadi salah satu landasan yang kuat untuk

mendorong semakin berkembangnya di s iplin tersebut.

Namun demikian, bagaimana pun juga harus disadari

bahwa tersedianya bahan kajian yang amat berlimpah tidak

menjamin suatu arah perkembangan yang maju ke depan, jika

sarana-sarana yang digunakan untuk menggarapnya tidak

dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Dalam khanasah ilmu

pengetahuan, sarana yang t~rpenting untuk dapat melakukan

penelitian yang ilmiah adalah metoda penelitian .

Istilah · metoda ' berasal dari kata Yunani methodes

yang berarti cara atau jalan. Dalam kaitannya dengan dunia

keilmuan , metoda berarti tata c ara kerja yang dilakukan

dalam suatu bidang ilmu untuk dapat memahami obyek yang

1
menjadi sasaran kajian bidang ilmu tersebut. Sedangkan

pengetahuan tentang rangkaian tatacara kerja dalam suatu

bidang ilmu tertentu disebut se6agai metodologi (Fuad

Hassan dan Koentjaraningrat, 1977).

Setiap disiplin ilmu selalu mencoba mengembangkan

tatacara kerja masing-masing, demikian pula halnya dengan

disiplin Arkeologi . Sebagaimana halnya dengan disiplin ilmu

lainnya, perkembangan metodologi Arkeologi tidak dapat

dilepaskan dari sejarah perkembangan disiplin -ilmu itu

sendiri.

Hunculnya disiplin Arkeologi sebenarnya mempunyai

latar belakang sejarah yang amat panjang. Bidang ilmu yang

mendasarkan kajiannya pada tinggalan-tinggalan manusia ini

dapat dikatakan berakar dari kegemaran manusia untuk

mengumpulkan barang-barang kuno yang unik dan bernilai seni

tinggi. Kegemaran itu menjadi semakin meningkat dengan

didukung ole h minat untuk men j elaj ah daerah-daerah baru .

Banyak peminat benda-benda antik tersebut, khususnya di

Eropa, yang ruelakukan perjalanan-perjalanan jauh untuk

memperoleh benda-benda tersebut. Dalam perjalanan, mereka

juga tertarik pada monumen-monumen purba yang kemudian

dijadikan sebagai salah satu sumber benda-benda kuno . Di

situlah mereka mulai melakukan penggalian-penggalian untuk

mendapatkan benda-benda kuno . Sebagian para penjarah benda-

benda kuno itu rupanya sampai pada suatu kesadaran akan

nilai ilmiah benda-benda tersebut bagi penyusunan sejarah

manusia . Hereka , yang j umlahnya tidak b anyak, mulai

melakukan pen c atatan-pencatatan seperlunya dan memberikan

2
gambaran umum tentang kepurbakalaan yang ditemuinya.

Perintis-perintis pada tahap ini antara lain adalah William

Camden (1551- 1623), John Aubrey (1926-1697), dan William

Stukeley (1687-1765). Hereka ini ma sih dikelompokkan

sebagai para Antiquarian (para peminat barang antik),

walaupun mereka juga telah mencoba menafsirkan benda-benda

purbakala dan monumen-monumen lewat perbandingan dengan

kehidupan masyarakat yang masih liar di beberapa pelosok

dunia pada saat itu. Hereka menganggap benda-benda kuno itu

sebagai sisa-sisa kehidupan manusia Eropa ketika masih

dalam taraf kehidupan liar atau sa\·BQer,..·. Pada tahap ini

tentunya belum berkembang metodologi ilmiah, kecuali

terbatas pada deskripsi benda dan upaya interpretasi yang

terbatas ( Fagan, 1975; Daniel, 1967).

Hinat pencarian benda-benda kuno kemudian bergeser

untuk lebih banyak mencari kepurbaan manusia itu sendiri.

Hal ini berkaitan erat dengan penafsiran munculnya manusia

menurut kitab suci agama Kristen. Para peminat mencoba

mengaitkan gejala-gejala yang ditemukan di lapangan dengan

cerita-cerita Alkitab tentang ' banjir besar Nuh ' atau

bahkan menghitung kapan manusia diciptakan Tuhan. Hereka

juga melakukan penggalian-penggalian ' liar' pada beberapa

kubur kuno, khususnya di wilayah Laut Utara. Satu hal yang

perlu dicatat pada tahap ini adalah mulainya diperhatikan

lapisan-lapisan tanah yang digali, misalnya saja oleh

William 'S trata' Smith (1769 -1 839) yang berhasil menetapkan

lapisan-lapisan bumi dengan fosil-fosil yang dikandungnya.

Jacques Boucber de Perthes memberanikan diri untuk

3
menerbitkan gagasannya tentang temuan fosil dan batu-batu

di Sungai Somme yan.g diduganya sebagai peralatan manusia

purba. Tahap ini juga ditandai dengan munculnya teori-teori


baru tentang asal-usul manusia yang didukung dengan
penelitian geologis maupun biologis, misalnya saja oleh

Charles Lyell dan Charles Darwin. Dalam tahapan ini,


penelitian-penelitian arkeologi dapat dikatakan terarah
dengan bantuan hasil penelitian bidang ilmu yang lain,
khususnya geologi dan biologi, sesuai dengan tujuannya

mencari asal-usul manusia. Sifat penelitiannya tentu saja


lebih banyak eksplorasi, walaupun upaya interpretasi juga

banyak dilakukan (Ibid . ; Howell, 1980).


Perkembangan Arkeologi selanjutnya lebih ban yak

dipengaruhi oleh munculnya teori-teori dalam bidang ilmu


eksakta, seperti Teori Newton atau Teori Kant, yang
amat mempengaruhi pandangan tentang manusia. Di samping

i tu , mun cu lnya -minat t erhadap kehidupan manusia tradisional


di berbagai belahan bumi yang dikunjungi oleh para
petualang yang menjelajahi berbagai wilayah di luar Eropa

juga membawa dampak yang sangat berarti. Pola-pola


rekonstruksi fungsi benda dan kehidupan manusia yang
mendukungnya banyak diilhami dengan bentuk-bentuk kehidupan
manusia yang 'primitif'. Berdasarkan kerangka pemikiran

itu, para ahli akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa


kehidupan budaya manusia berkembang dari tahap liar
(scn··ager~· ) menuju tahap ' pen jinakan' (t.amE>ness), dan
akhirnya kebebasan (frE-edom) ( Fagan, 1975).

4
Sejak akhir abad XIX hingga per~mpatan pertama abad

XX , d is i p 1 in Arkeologi banyak terbawa oleh teo r i-teori

sosial budaya yang muncul pada saat itu, misalnya Teori

Difusi dan Fungsionalisme serta tentu saja Teori Evolusi

yang sudah dikembangkan menjadi gagasan perkembangan

budaya . Data yang diperoleh melalui penggalian maupun

laporan perj alan an dipadukan dengan gagasan-gagasan

teoritis yang ada.

Sekitar tahun 1920-an, Arkeologi mulai menunjukkan

perkembangannya di Amerika . Para peneliti yang berada

di bawah disiplin Antropologi banyak melakukan penelitian

pada suku-suku bangsa Indian. Hereka juga mengamati hasil-

hasil budaya bendawi (mc:1ter~e.l cLdt.uno') yang menjadi bahan

kajian Arke ologi. Pada tahap inilah, pendekatan analogi

etnografi khususnya kes inambungan budaya ( mengenai hal ini

baca Daud Aris Tanudirjo, 1987) mulai berkembang. Pola-pola

kehidupan masyarakat Indian dipakai untuk kerangka

interpretasi temuan-temuan situs Indian yang sudah tidak

dihuni lagi . Sementara itu di Eropa, Gordon Childe

mengemukakan gagasan-gagasannya tentang perkembangan budaya

Eropa hingga mencapai peradaban yang tinggi. Gagasan-

gagasan itu diperolehnya setelah ia melakukan identifikasi,

klasifikasi, dan menyusun kronologi data arkeologis yang

dikajinya secara intensif (Fagan , 1975; Clarke, 1960).

Perkembangan yang amat penting dalam sej arah

perkembangan Arkeologi terjadi sekitar tahun 1960. Pada

saat itulah muncul suatu gerakan yang disebut sebag ai

Arkeologi Pembaharuan (T he Ne•.-J Arc."'aectlog~·). Gerakan ini

5
muncul terutama di Amerika. Pada pokoknya, gerakan ini

menuntut adanya suatu perubahan dalam pola berpikir para


ahli arkeologi. Hereka beranggapan bahwa disiplin Arkeologi

sudah selnyaknya tidak hanya bertujuan untuk menyusun


sejarah k.e budayaan (cultural hi~tor}' ) dan mengungkapkan

kehidupan manusia masa lampau ( rFcons truction of the> oast


lite lo'ICI.}'S} , tetapi hendaknya men j adi suatu disiplin yang

menghasilkan dali l -dalil yang dapat menjelaskan hubungan ·

antara budaya bendawi dengan tingkah laku manusianya


(Schiffer, 1976) . Arkeolo~i harus dipandang sebagai bagian
dari ilmu Antropologi yang mempelajari kaitan antar a
tindakan dan gagasan manusia dengan budaya bendawinya
(Binford , 1976) . Dengan dali l-dalil semacam itulah maka

Arke ologi akan bersifat ilmiah (sc:.tentJfic), Bagi para

pakar Arkeologi Pembaharuan ini, dalil-dalil yang berhasil


dirumuskan akan mampu dijadikan sebagai kerangka ramal an
( predJ c t ~ems) untuk menj e laskan proses-proses peru bahan
budaya (cultural proces:. ).

Di samping itu, mereka mengecam para arkeologi

' tradisional' yang menggunakan pendekatan sejarah budaya .


Bagi para pendukung Arkeologi Pemba haruan, pe ndekatan itu

dianggap tidak ilmiah. Pendekatan sejarah budaya tidak


lebih daripada narasi atau deskripsi yang lebih didasari

penjelasan yang didapat dari pengalaman-pengalaman


keseharian (common sense) tanpa penelitian yang khusus

(Trigger, 1978). Dengan dasar-dasar pemikiran tersebut,


maka gerakan ini menyarankan digunakannya penelitian-
pene lit ian eksplanatif untuk menjelaskan gejala-gejala dan

6
data arkeologis yang ada. Hereka juga mengingatkan bahwa

penelitian-penelitian eksplanasi harus dibuat dengan

prosedur-prosedur yang eksplisit sehingga pengujian dan

penilaian kembali terhadap hasil kajian akan dapat

dilakukan oleh para peneliti lainnya (Watson, et.al., 1971;

Fritz and Plog, 1970).

Di Indonesia, perkembangan disiplin Arkeologi rupanya

mempunyai kesepadanan dengan perkembangan Arkeologi pada

umumnya. Hinat terhadap benda-benda yang unik mengawali

perkembangan disiplin ini di Indonesia. Pada tahun 1705,

G.E. Rumphius telah menerbitkan hasil pengamatannya

terhadap beberapa kapak perunggu, nekara dan beliung-


. -
beliung batu. Ia juga mencoba menjelaskan temuan itu dengan

legenda-legenda yang terkait pada benda-benda tersebut

( Heine Geldern, 1945). Sementara itu, C.A . Lons yang

mengunjungi beberapa daerah di Jawa Tengah melaporkan juga

adanya reruntuhan sebuah bangunan kuno, yang sekarang

dikenal sebagai Candi Lorojonggrang (Soediman, 1969). Pad a

akhir abad XIX, seiring dengan meningkatnya minat terhadap

sisa-sisa bangunan dan tinggalan-tinggalan rnasa pengaruh

Hindu (Hasa Klasik), penelitian terhadap manusia purba dan

prasejarah Indonesia juga meningkat. Pada tahun 1889,

tercatat penemuan Hanusia Wadjak oleh van Reischoten di

daerah Tulungagung, dan dua tahun kemudian Eugene Dubois

berhasil menggali sisa-sisa manusia purba Pithecanthropus

Erectus di Trinil, dekat Ngawi, Jawa Timur (Heine Geldern,

1845).

7
Awal abad XX, Arkeologi di Indonesia memasuki tahap

yang sudah cukup mantap. Dalam bidang prasejarah dimulai

penggalian-penggalian sistematik oleh Fritz dan Paul

Sarasin pada situs-situs gua Toala di Sulawesi Selatan pada

tahun 1904-1905, dan penggalian sistematik di Guwa Lawa

Sampung oleh van Stein Callenfels pada tahun 1926-1931

(Ibid). Perkembangan bidang Arkeologi Klasik ditandai

dengan sejumlah penelitian dan pemugaran bangunan-bangunan

candi, di samping kajian terhadap temuan prasasti tetap

dilakukan. Bangunan-bangunan peninggalan masa pengaruh

Islam dan peninggalan pengaruh Eropa pun mendapat perhatian

yang cukup.

Penelitian-penelitian tersebut tetap berlangsung

hingga masa sesudah Perang Dunia II, di samping semakin

mantapn ya lembaga-lembaga pengelola bidang kepurbakalaan.

Namun demikian, rupanya perkembangan gagasan-gagasan

tentang kepurbakalaan tidak banyak berubah. Olehkarena

sebagian besar peneliti kepurbakalaan Indonesia adalah

orang-orang Eropa, maka tidak mengherankan jika gagasan-

gagasan yang dikembangkan mengikuti pola-pola yang

berkembang di benua tersebut . Teori-teori difusi, migrasi ,

atau kolonisasi masih menjadi tema yang utama dalam

menjelaskan perkembangan budaya di Indonesia, baik itu pada

masa prasejarah, pengaruh Hindu maupun pengaruh Islam.

Kecenderungan untuk penelitian-penelitian yang bersifat

pengumpulan data masih tetap memberi warna yang kuat

perkembangan Arke ologi di Indo nesia sampai beberapa saat

terakhir ini.

8
Gejala yang teramati itu telah mendorong dilakukannya
.
penelitian ini. Pada · kesempatan ini akan dicoba diungkapkan

sejauh mana perkembangan Arkeologi Indonesia ditinjau dari


segi metodologi. Sebagai . cuplikan penelitian akan digunakan
skripsi-skripsi tingkat sarjana yang ditulis oleh mahasiswa

Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah

Mada. Pemilihan ini didasari dengan asumsi bahwa

perkembangan suatu bidang keilmuan dimulai dari perguruan


tinggi, olehkareha itu mengkaji karya tulis mahasiswa

merupakan salah satu jalan yang baik untuk mengetahui


perkembangan bidang ilmu tersebut .
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan

masukan yang bermanfaat bagi perkembangan disiplin


Arkeologi. Di samping itu, hasil penelitian ini tentunya
akan amat bermanfaat bagi penentuan kebijakan-kebijakan

yang mungkin perlu disusun guna meningkatkan perkembangan


metodologi Arkeologi serta dapat dipakai sebagai
pertimbangan dalam penyempurnaan kurikulum program studi

ini. Penyempurnaan dalam metodologi dan kurikulum pada


gilirannya akan meningkat hasil guna dan daya gun a

penelitian Arkeologi pada umumnya, sehingga hal ini juga

akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

pembangunan bangsa dan negara, khususnya di bidang ilmu


pengetahuan.

9
BAB II

CARA PENELITIAN

Tujuan penelitian ini pada hakekatnya adalah untuk

menemukan dan menilai kembali ragam penelitian arkeologi,

serta ketepatan pilihan ragam penelitian tersebut .

Olehkarena itu penelitian ini dapat disebutkan pula sebagai

penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi · yang diterapkan

pada kesempatan ini lebih bersifat evaluasi formatif, yaitu

melihat dan meneliti pelaksanaan program, dalam hal ini ·

adalah ragam penelitian, serta mencari umpan balik untuk

memperbaiki jika program tersebut dianggap kurang berhasil

(Hasri Singarimbun dan Sofian Effendi , 1982 ).

Sebagai suatu penelitian evaluasi, maka langkah

pertama yang diambil adalah menentukan kerangka acuan

sebagai tolok ukur pembahasan. Kemudian langkah berikutnya

adalah menerapkan kerangka acuan pada bahan-bahan kajian,

serta membahas hasil-hasil pengukuran tersebut dengan

menafsirkan beberapa kemungkinan yang dapat dipakai sebagai

penjelasan sementara.

Untuk membentuk kerangka acuan akan dilakukan kajian

pustaka yang berisi ragam-ragam penelitian arkeologi dan

didukung pula dengan kepustakaan yang memuat ragam

penelitian secara umum serta epistemologi. Kajian pustaka

ini kemudian akan disusun sehingga menjadi suatu kerangka

yang utuh tentang ragam penelitian berdasarkan pada

penalaran, tujuan atau sifat penelitian, pilihan strategi

10
penelitian, dan cara perolehan data. Di samping itu, secara

implisit akan dilihat pula kemungkinan-kemungkinan

pendekatanbaru yang muncul dalam bahan-bahan kajian berupa

skripsi tersebut. Rumusan kerangka acuan inilah yang

nantinya dipergunakan untuk menilai kembali ragam-ragam

penelitian yang digunakan .

Selama proses penelusuran ragam-ragam penelitian

melalui kajian pustaka seringkali ditemui hambatan. Salah

satu hambatan yang ditemui adalah untuk menyatukan gagasan-

gagasan yang amat beragam dari beberapa istilah yang diberi

makna berbeda. Tidak jarang satu istilah yang sama diberi

penjelasan yang amat berbeda pada beberapa sumber acuan.

Hal ini barangkali ditimbulkan oleh perbedaan sudut pandang

dari para penulisnya . Sebagai jalan keluarnya maka kerangka

acuan t e rsebut akhirn~a disusun dengan menyarikan pokok-

pokok pikiran yang cenderung dianut oleh pakarnya .

Keputusan ini tentunya akan membawa suatu konsekuensi akan

ter j adinya sedikit tumpang tindih , ata.u kurang fTi utually

enclusive (Ibid.). Sebagai suatu contoh adalah tidak adanya

batas yang benar-benar tegas antara penelitian yang

bersifat eksplorasi dengan penelitian deskriptif. Di

kalangan para pakar epi~temologi sekali pun, t idak ada

kesepakatan akan batas-batas yang jelas antara keduanya .

J. Vredenbregt, misalnya, menyatakan dalam kenyataan

penerapannya tidak jarang terjadi tumpang-tindih antara

jenis penelitian t ertentu, penelitian eksploratif sering

kali mencapai hasil yang representatif, sehingga mendekati

penelitian deskrip t if ( Vredenbregt, 1980).

11
Sebagai langkah kedua, kerangka acuan yang telah

diperoleh tadi akan diterapkan pada bahan-bahan kajian,

yaitu skripsi-skripsi tingkat sarjana mahasiswa Jurusan

Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. Untuk

dapat memberikan gambaran yang agak lengkap maka

dipelajari terlebih dahulu catatan-catatan skripsi yang

sudah pernah diterima oleh Jurusan Arkeologi . Dari catatan

ini dapatlah diketahui judul-judul skripsi yang pernah

dikumpulkan sejak tahun 1969 hingga tahun 1988. Setelah itu

dilakukan inventarisasi skripsi-skripsi yang tercatat

dengan melacaknya ke perpustakaan. Dalam hal ini pelacakan

dilakukan di dua perpustakaan yaitu Perpustakaan Jurusan

Arkeolog i dan Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas

Gadjah Hada.

Pelacakan skripsi-skripsi yang dimaksud pada kedua

perpustakaan tersebut berhasil menemukan 97 karya skripsi

sarjana. Pada mulanya pelacakan d ilakukan d i Perpustakaan

Jurusan Arkeologi yang menyimpan 86 karya skripsi sarjana.

Ternyata skripsi-skripsi yang terdapat di perpustakaan ini

tidak lengkap, sebagaimana yang tercantum dalam daftar

penerimaan skripsi sarjana di J urusan Arkeologi. Olehkarena

itu, pelacakan judul-judul skripsi yang tidak ditemukan di

perpustakaan tersebut dilanjutkan dengan pelacakan di

Perpustakaan Faku ltas Sastra. Di perpustakaan ini diperoleh

tambahan 11 karya skripsi. Namun demikian menurut catatan

penerimaan skripsi sarjana yang dijadikan pedoman, setidak-

tidaknya ada 6 judul skripsi yang tidak ditemukan. Empat di

antara skripsi yang tidak d itemukan itu ditulis antara

12
tahun "1969 hingga tahun 1971, sedangkan dua buah sisanya

ditulis pada tahun 1984 dan tahun 1986.


Kumpulan skripsi tersebut kemudian ditelaah dengan
dasar kerangka acuan yang sudah dirumuskan pada langkah
sebelumnya. Hasil telaah itu secara garis besar dapat
dilihat dalam lampiran II.

Untuk mempermudah pelacakan skri?si-skripsi bahan


kajian tersebut perlu dilakukan kodifikasi. Kode yang akan
dipergunakan terdiri dari empat satuan yang masing-masing
dipisahkan dengan titik (.). Kode pertama merupakan asal
bahan , diikuti dengan kode topik, kemudian kode tahun
pengesahan, dan terakhir kode inisial nama dan nomor
pengarang .

Kode asal bahan terdiri dari dua yaitu J untuk


skripsi yang dikumpulkan dari Perpustakaan Jurusan
Arkeol ogi, dan kode F yang dikumpulkan dari Perpustakaan

Fakultas Sastra.

Kode to~ik terdiri dari pilihan topik, yang

rinciannya dapat dilihat pada lampiran I.

Kode tahun pengesahan akan terdiri dari dua angka


yang _ mewakili aiau menunjukkan tahun pada saat skripsi
tersebut diuji dan disahkan.

Kode inisial nama dan nomor urut akan terdiri dari


dua komponen yaitu huruf dan angka arab . Kode huruf akan
merupakan huruf awal penulis, sedangkan satu atau dua angka
di belakangnya menunjukkan urutan skripsi yang ditulis oleh
penulis yang mempunyai huruf awal yang sama. Penulisan kode
ini disesuaikan dengan kode yang dianut oleh Perpustakaan

13
Jurusan untuk skripsi-skripsi yang dikumpulkan dari

perpustakaan tersebut. Sedangkan untuk skripsi-skripsi yang

dikumpulkan di Perpustakaan Fakultas dibuat dengan mulai

menggunakan angka satu lagi. Jadi tidak mengikuti atau

meneruskan urutan angka dari Perpustakaan Jurusan

Arkeologi.

Sebagai contoh (fiktif):

1. Skripsi J.04.85.P4 berarti skripsi tersebut

dikoleksi di Perpustakaan Jurusan, dengan topik

megalitik, disahkan pada tahun 1985, merupakan

skripsi urutan empat dari penulis yang mempunyai

huruf awal nama P ( misalnya : nama penulis Pikatan)

2. Skripsi F.07 . 72.P1 berarti skripsi yang ada di

Perpustakaan Fakultas Sastra, dengan topik

gerabah, disahkan tahun 1972, merupakan skripsi

urutan 1 dari penulis yang mempunyai huruf awal

nama P (misalnya: Prasetya).

Setelah semua bahan kajian dikodifikasi dan ditelaah,

maka hasil-hasilnya akan dibahas . Berkaitan dengan

pembahasan tersebut akan dicoba dikemukakan kemungkinan-

kemungkinan penyebab gejala-gejala yang tampil dari hasil

telaah tadi . Perbandingan dengan kecenderungan-

kecenderungan yang umum dalam khasanah penelitian Arkeologi

Indonesia, yang pernah terungkap dari beberapa · penelitian

lain, akan digunakan untuk mendapatkan kemungkinan-

kemungkinan tersebut

Proses penelitian evaluasi ini dapat digambarkan

da lam skema berikut ini.

14
Bahan Kajian Pus- Skripsi-skripsi
taka ttg. Ragam Sarjana Jurusan
Metoda Penelitian Arkeologi UGH
Arkeologi

Kajian Pustaka Inventarisasi


~------------------~

Kodifikasi

Kerangka Acuan Bahan Kaj ian


Penelitian

I Penilaian dan Pembahasan I

Hasil Akhir

15
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEHBAH.ASAN

Sesuai dengan cara penelitian maka hasil penelitian

yang diperoleh akan disajikan dalam dua bagian. Bagian

pertama akan memuat hasil kajian bahan kepustakaan tentang

ragam-ragam penelitian yang pada umumnya digunakan dalam

penelitian arkeologi. Hasil penelitian ini akan dipakai

sebagai tolok ukur dalam menentukan jenis ragam yang

digunakan oleh para peneliti-penyusun skripsi . Bagian kedua

dari sajian hasil penelitian ini akan memuat hasil telaah

terhadap karya-karya skripsi mahasiswa Jurusan Arkeologi

Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Hada dengan parameter

haEil kajian kepustakaan pada bagian pertama .

Sementara itu, bagian pembahasan akan menyajikan suatu

sintesa dari kedua hasil penelitian tersebut di atas. Pada

bagian ini juga akan dicoba ditafsirkan kemungkinan-

kemungkinan latar belakang munculnya gejala seperti yang

terungkap dari hasil penelitian ini.

A. Ragam Metoda Penelitian Arkeologi

Tidak berbeda dengan disiplin ilmu yang lain,

Arkeologi mendasarkan metoda penelitiannya pada kaidah-

kaidah keilmuan atau epistemologi. Pada hakekatnya suatu

penelitian ilmiah adalah serangkaian tindakan untuk

mengungkapkan dan menjelaskan suatu gejala dengan landasan

kerangka berpikir tertentu yang sistematis. Kerangka

16
penelitian ilmiah itu tidak akan lepas dari suatu daur

ulang (sik lus atau c y cle) proses berpikir yang dikenal

sebagai penalaran induktif dan deduktif. Daur ulang

berpikir il mia h tersebut ( Cycl e of Scie n c e) dapat

dijelaskan lewat skema di bawah ini (G ibb on, 1984; Masri

Singarimbun dan Sofian Effendi, 1982).

~TEDRI~
perumus~ dedukSi
hipftes~s

GENERALIS.AS.I - - -
1
HIPOTESIS
EMPIRIS
i
penyimpulan
1. _
statistik interpret asi

1 1
PERIITRAAN
RIS.ALAH IM,P LIKASI
CUPLIKAN PEJiGUJIAN
t
deskripsi
l
operasio-
statistik .n .al:isasi

~OBSERVASI~

17
Seperti terlihat dalam skema tersebut, daur ulang

ilmiah tersebut terdiri dari berbagai kompenen penelitian

yang tersusun secara sistematik. Komponen-komponen

penelitian di belahan kiri adalah komponen-komponen

penelitian yang berpenalaran induktif, sedangkan komponen-

komponen di belahan kanan merupakan bagian dari penalaran

deduktif. Penelitian yang bersifat induktif diawali dengan

observasi atau pengamatan, yang akan menemukan fakta-fakta

atau gejala dalam alam nyata. Fakta-fakta dan gejala-gejala

tersebut kemudian dapat disajikan secara terukur sehingga

menjadi data (Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, 1977). Data

yang diperoleh kemudian disajikan dengan cara statistik

deskripsi. Cara ini pada hakekatnya cara . menyajikan . data

yang benar-benar ada secara sistematis. Hasilnya adalah

ris:alah cuplikan ( sample ~unmtC:.<t-·y ) yang memberikan uraian

atau deskripsi data secara padat tetapi mencakup isi yang

luas. Risalah cuplikan akan menjadi suatu generalisasi

empiris setelah melalui proses penyimpulan statistikal.

Proses penyimpulan statistikal adalah suatu penalaran yang

menyimpulkan suatu risalah atau deskripsi cuplikan menjadi

risalah atau deskripsi populasi berdasarkan anggapan

kemungkinan ( probab~llty' ). Jadi gambaran tentang cuplikan

dianggap berlaku juga sebagai gambaran keseluruhan populasi

walaupun tidak semua anggota populasi itu diamati. Gambaran

keseluruhan populasi itulah yang disebut sebagai

generalisasi empiris (Gibbon, 1984 ). Proses dari observasi

hingga memperoleh generalisasi empiris seringkali disebut

sebagai induktif dalam arti yang sempit (nr;<~·ro .., inductiv·e) .

18
Dalam daur ulang ilmiah, generalisasi empiris

kemudian dikembangkan menjadi teori melalui proses

pe:mbentukan hipotesLs dan konse'P atau pembentukan suatu

model. Pembentukan hipotesis adalah proses mengabstraksikan

hubungan dua variabel yang berhasil diperoleh dari

generalisasi empiris. Apabila hasil proses pembentukan

hipotesis atau konsep itu membuahkan abstraksi yang lebih

luas meliputi beberapa gagasan yang universal dan

menyeluruh maka dapat disebut sebagai teori (ibid.).

Kadangkala secara sederhana teori dijelaskan sebagai

hubungan sistema tis an tara beberapa konsep (Hasri

Singarimbun dan Sofian Effendi, 1982 ) ' a tau tidak j arang

disebutkan pula bahwa pad a hakekatnya teori adalah

hip o t es i s -hipotesis yang sudah cukup banyak mendapat

konfirmasi ( Vredenbregt, 1985; Fuad Hassan dan

Koentjaraningrat, 1977 ). Teori dapat juga dianggap sebagai

hubung a n antara prinsip-prinsip tingkat tinggi (high-level

princ~ple~) atau dalil-dalil (law~) yang dapat menyediakan

kerangka penjelasan terhadap suatu gejala yang luas

(Salmon , 1982) .

Proses yang dijalani dari generalisasi empiris menuju

suatu teori disebut proses abduksi ( abd uct~on). Penyimpulan

semacam i tu dilandasi dengan suatu argumentasi yang

bersifat analogi induktif ( induct~ve an~logical arg ument)

( Gibbon , 19 ~ 4) . Keseluruhan proses dari observasi menjadi

teori, ya ng berarti meliputi induktif sempit dan abduksi,

secara umum dikenal sebaga i proses induktif dalam arti yang

luas .

19
Sebenarnya masih cukup banyak perdebatan di antara

para pakar filsafat ilmu berkenaan dengan munculnya teori.

Beberapa pakar filsafat i l mu beranggapan bahwa teori tidak

harus diperoleh lewat pengamatan dan generalisasi empiris.

Teori dapat juga diperoleh lewat inovasi gagasan yang

mandiri (Ibid.).

Hasalah ini menjadi penting apabila dikaitkan dengan

penelitian berdasarkan penalaran deduktif. Penalaran

deduktif memang bertitiktolak dari suatu teori atau gagasan

konsep tertentu yang dijabarkan atau dipakai untuk

menjelaskan suatu gejala yang lebih khusus atau kasus

tertentu ( Vredenbregt, 1985; Salmon, 1984; Gibbon, 1984;

Fuad Hassan dan Koentjaraningrat, 1977).

Pada skema belahan kanan , dapat dilihat bahwa teori

menjadi pangkal dari penelitian deduktif. Teori-teori yang

ada, baik yang muncul dari gagasan inovatif maupun hasil

abduksi generalisasi empiris, harus dijabarkan kembali

dalam pernyataan-pernyataan yang dapit diukur atau sering

pula disebut variabel. Jadi sebenarnya teori-teori itu

dioper as ionalisasikan menjadi hipotesis kembali, lewat

mekanisme deduksi. Hipotesis inilah yang kemudian akan

diuj i kebenarannya melalui seperangkat penelitian

pengujian hipotesis.

Pada hakekatnya hipotesis yang benar akan selalu

mengandung rumusan 'j 1 k a. • • • • • • ma J: C< ..•.• '(Watson,

et.al., 1971; Mely G. Tan, 1977). Sebenarnya rumusan

tersebut tidak dimaksudkan sebagai rumusan pernyataannya

(kalimat-kalimat hipotesis), tetapi rumusan berpikirnya.

20
Apabila dijabarkan secara luas dapat dikemukakan sebagai

berikut : jika hipotesis benar, maka implikasi-implikasi

yang disyaratkan harus terpenuhi. Implikasi-implikasi yang

dimaksud tidak lain adalah konsekuensi logis dari variabel-

variabel yang ada dalam hipotesis. Olehkarena itu, langkah

setelah perumusan hipotesis adalah menentukan implikasi-

implikasi yang seharusnya terjadi berdasarkan pada kerangka

teori yang digunakan serta logika deduksi (misalnya,

silogisme). Setelah diperoleh implikasi-implikasi tadi maka

tahap berikutnya adalah mengoperasionalisasikannya melalui

perangkat definisi operasional dan pengertian-pengertian

konseptual, sehingga semuanya dapat dirumuskan sebagai data

yang diharapkan akan diperoleh jika hipotesis benar.

Langkah berikutnya ~dalah menentukan cara-cara pengukuran

dan pengumpulan data yang relevan untuk pembuktian

hipotesis tersebut. Sampai dengan tahap ini masih dapat

dilihat bahwa keseluruhan proses belum me libatk an gejala-

gejala atau fakta-fakta dalam dunia empiris. Semuanya masih

dapat dikaji dan ditentukan berdasarkan proses penalaran

semata. Baru pada tanap terakhir, pengujian hipotesis

dilakukan dengan mencocokkan segala hal yang sudah

dirancang dengan apa yang ditemukan di dunia empiris .

Apabila semua hal yang dirancang telah terpenuhi maka

hipotesis akan ter uji atau terbukti benar. Sebaliknya

apabila syarat-syarat yang sudah dirancang tidak terpenuhi

maka hipotesis dianggap gugur, dengan demikian teori juga

mengalami penyangkalan atau falsifikasi (Vredenbregt, 1985;

Watson et.al., 1971; Salmon, 1982 ; Gibbon, 1984; Fritz and

21
Plog, 1970).

Daur ulang ilmiah sebagaimana yang telah diuraikan,

apabila diterapkan dalam Arkeologi tentu harus disesuaikan

dengan sifat-sifat disiplin itu sendiri. Arkeologi pada

hakekatnya merupakan disiplin yang mengkaji tinggalan-

tinggalan manusia untuk mencoba memahami segala aspek

kehidupannya. Tinggalan-tinggalan manusia dapat terdiri

dari artefak, ekofak, feature , situs, atau hubungan antara

unsur-unsur tersebut (Sharer and Ashmore , 1979) yang

merupakan gejala yang sudah terjadi atau post-facto.

Sementara itu, aspek -aspek kehidupan manusia seperti yang

tercermin dalam wujud-wujud kebudayaannya terdiri dari

gagasan-gagasan, tindakan -tindakan, dan budaya bendawi

( mc.1 ter ~a 1 cuJ tun:·) . Dengan dasar pemikiran semacam itu,

maka daur ulang ilmiah dalam penelitian arkeologi dapat

digambarkan sebagai berikut (Gibbon, 1984)

Systemic
or Cultural
Context
1 I
- - ------..L-------
Archaeological
or Material
Context
1 :

22
Belahan atas disebut sebagai konteks budaya atau

konteks sistem, sedangkan belahan bawah disebut sebagai

konteks arkeologis atau konteks bendawi (ma terial). Henurut

Schiffer (1976) suatu benda yang masih ada di dalam suatu

budaya yang masih dapat diamati tindakan-tindakan yang ada

di dalamnya disebut berada dalam konteks sistem. Sementara

itu, konteks tempat benda-benda hasil budaya yang sudah

tidak dalam konteks sistem, atau sudah terendapkan sebagai

tinggalan - tinggalan manusia, disebut konteks arkeologi atau

konteks bendawi.

Sepanjang garis lingkaran at as daur ulang itulah

berlangsung segala sesuatu yang berkaitan gagasan-gagasan

dan tindakan-tindakan yang sifatnya abstraktif, sebagaimana

halnya dengan proses abduksi dan deduksi. Bagian inilah

yang sebenarnya menjadi tujuan disiplin Arkeologi yaitu

mengungkapkan aspek-aspek kehidupan (bud aya) manusia.

Olehkarena itu, pada bagian ini pula dikembangkan gagasan-

gagasan hasil rekonstruksi kehidupan manusia maupun

perubahan budaya berupa teori-teori, konsep, dan hipotesis.

Belahan bawah dari daur ulang penelitian arkeologis

itu mewakili dunia empiris. Fakta-fakta dan gejala-gejala

arkeologis dalam bentuk tinggalan-tinggalan manusia yang

bersifat bendawi terdapat pada belahan irii. Segala sesuatu

begitu nyata sehingga dapat diukur _dan dapat dipaparkan

seperti apa adanya dan menjadi data bagi arkeologi.

Bentuk ideal dari suatu penelitian tentunya adalah

p enelitian yang menjalani seluruh proses dalam daur ulang

induktif-deduktif tersebut . Namun demikian, dalam

23
kenyataannya penelitian yang benar-benar ideal semacam itu

hampir tidak mungkin dilakukan dalam suatu paket penelitian


yang ringkas, apalagi dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Biasanya penelitian dalam bidang ilmu-ilmu

sosial yang mencakupi penalaran induktif-deduktif


diterapkan dalam penelitian-penelitian yang bersifat
mendasar ( g ro unded resea rch). Pene 1 it ian in i sebenarnya
merupakan kritik terhadap penelitian yang cenderung
melakukan pengujian hipotesis atau te o ri saja dan
penelitian yang hanya mengumpulkan data tanpa melahirkan
teori . Olehkarena i tu, penelitian dasar mencoba menggali
data yang kemudian dikembangkan menjadi teori, dan teor i
tersebut langsung diuji kembali di lapangan. Jadi daur

ulang i lmiah itu terus berlangsung selama penelitian di


1 apangan ( Hasr i S ingar imbun dan Sof ian Effendi, 1982 ) .
Tidak mengherankan jika penelitian semacam itu membutuhkan

suatu proses yang berkesinambungan, dan seringkali dalam


jangka waktu yang cukup lama.

Seperti umumnya dalam bidang-bidang ilmu lain, dalam


bidang Arkeologi pun penelitian-penelitian tidak selalu
meliputi jalur daur ulang induktif-deduktif yang lengkap .
Sebagian para peneliti menekankan pada penelitian-
peneliti a n pada jalur belahan atas dan peneliti yang lain
lebih banyak melaksanakan kajian abstraktif pada jalur
belahan atas ( Gibb on, 1984 ).

Berdasarkan pemahaman keadaan tersebut di atas,


kiranya dapat dipahami apabila dalam kenyataannya
pene li tian arkeolog is akan meliputi beberapa tahapan .


24
Henurut James Deetz (1967) pada pokoknya penelitian

arkeologi terdiri dari tiga tahapan utama yaitu . koleksi

a tau observasi (collection atau obse rv-ation), integrasi

a tau deskripsi (integration atau description), dan

penyimpulan (drawing inferences) a tau eksplanasi

(eksplanation). Pada tahap koleksi, biasanya data

dikumpulkan lewat ekskavasi atau penggalian sistematik.

Kemudian data tadi diintegrasikan atau dideskripsikan

dengan memasukkannya dalam kerangka bentuk (form), ruang

(space), dan waktu (time). Data yang sudah tersusun rapi

atau terintegrasi dapat menyediakan bahan untuk

penyimpulan. Hasil penyimpulan itulah yang dianggap sebagai

eksplanasi terhadap benda atau gejala tersebut dalam

kerangka sistem budaya.

Tahapan yang dikemukakan oleh Deetz memang tampak

sederhana sekali . Tahapan itu sekaligus menunjukkan

kecenderungannya yang tradisional dengan beranggapan bahwa

penelitian itu berhenti pada tahap penarikan kesimpulan

dari data yang sudah diintegrasikan. Banyak ahli tidak

sependapat dengan pengertian eksplanasi seperti yang

dikemukakan oleh Deetz. Eksplanasi dalam rumusan Deetz

sebenarnya adalah interpretasi yang bersifat induktif,

sehingga sebenarnya belum mempuny ai sifat yang eksplanatif.

Lewis R. Binford (1972) juga mencoba merangkai

tahapan penelitian arkeologi dalam tiga tahapan juga,

tetapi dengan rumusan yang agak berbeda. Henurut sarjana

ini, dalam kedudukannya sebagai disiplin yang bertujuan

menggambarkan dan menjelaskan kesamaan dan perbedaan dalam

25
data arkeologi, disiplin Arkeologi harus melakukan tiga

aktivitas penelitian utama yaitu eksplorasi, eksplikasi,

dan eksplanasi. Penelitian eksplorasi bertujuan untuk

mendapatkan ~an mengenali adanya data arkeologi di suatu

tempat. Dalam hal ini para peneliti kadangkala sudah

berbekal pengetahuan dasar tertentu, tetapi bukan suatu

·hipotesis. Para peneliti hanya sekedar ingin memperoleh

jawaban atas keingintahuan akan sesuatu yang baru atau

bertujuan menjajagi. Keingintahuannya itu bisa jadi timbul

karena gagasan dasarnya (e x pe ctati o n) tidak sesuai dengan

kenyataannya, sehingga ~da dorongan untuk menggali lebih

jauh apa yang sernentara ini didapatkannya.

Penelitian eksplikasi pada hake katnya adalah upaya

untuk memberikan gambaran atau deskripsi yang sistematik

tentang suatu fakta atau gejala. Biasanya di sini seorang

peneliti arkeologi dituntut untuk rnenguraikan keseluruhan

gejala atau fakta rnenjadi bagian-bagian dan rnenunjukkan

hubungaan di antaranya. Ura1an tentang fakta atau gejala

arkeologis itu dapat rneliputi keragaman dalam organisasi

atau distribusinya. Keragaman dalam organisasi mengacu pada

semua hubungan dan keterkaitan dalam arti adanya kesamaan

yang berulang sehingga akan menunjukkan kesatuan tertentu,

hubungan antar kesatuan atau menampakkan suatu ciri yang

dimiliki oleh data yang dapat ditentukan secara struktural.

Keragaman distribusi mengacu pada pola yang tampil apabila

suatu satuan atau ciri yang dikenali diletakkan secara

keruangan ( ~patial p l o t t inp) atau ke dalam populas i bahan

yang diteliti. Hisalnya, memasukkan suatu temuan dalam

26
kerangka kronologi tertentu.

Penelitian eksplanasi merupakan jawaban atau tindak

lanjut dari ketidaksesuaian antara dugaan dasar dengan

kenyataan yang ditemui. Ketidaksesuaian tersebut mendorong

peneliti untuk mengganti gagasan dasarnya dengan gagasan-

gagasan lain yang mungkin dapat menjelaskan gejala yang

tidak sesuai dengan gagasan dasar semula. Dengan demikian,

penelitian eksplanasi ruembutuh suatu pandangan a tau

perspektif baru untuk dapat menjelaskan gejala · atau fakta

tadi. Pandangan atau perspektif tadi dapat diperoleh dalam

kerangka teori, proposisi , model, atau dalil tertentu.

Olehkarena itu eksplanasi tidak jauh berbeda dengan

pengujian hipotesis (Hasri Singarimbun dan Sofian Effendi,

1982 ; Watson, et.al., 1971) .

. Penelitian eksplorasi atau observasi jelas merup akan

bagian dari induksi, olehkarena itu hasilnya bersifat

hipotetis dan tidak konklusif. Hal in i disebabkan karena

penel1t1an in1 belum mendapat duKungan darl data banding

lainnya, sehi ngga hasilnya hanya bersifat menyarankan atau

merangsang penelitian lebih lanjut. Penelitian e ksplikasi

atau deksripsi dalam a rk eologi bertujuan menggambarkan atau

menya jikan fakta atau gejala menjadi data yang tersusun

sistematis. Penelitian ini pada hakekatnya bertujuan

men jawab masalah : Apa, Dimana, dan Kapan ? Jadi biasanya

penelitian ini tidak mengandung unsur pengujian hipotesis

bahkan kadang tidak sampai pada perumusan hipotesis .

Penelitian eksplanasi berusaha untuk memperoleh penjelasan

terhadap suatu fakta atau gejala yang diteliti. Banyak ahli

27
sependapat bahwa penelitian eksplanasi adalah bagian dari

deduksi (Gibbon, 1984). Jadi jelas bahlila penelitian

eksplanasi dilandasi oleh kerangka teori untuk menguji

hipotesis . Penel it ian ini kadangkala disebut cov·ering law

explanation (Watson, et.al .. , 1971).

J en is-j en is penelitian yang diuraikan di at as

dibedakan atas dasar tujuannya. Di samping itu, para

peneliti arkeologi juga mempunyai beberapa strategi

penelitian yang sebenarnya juga tidak dapat dilepaskan dari

tujuan penelitian itu sendiri . Keragaman strategi

penelitian ini lebih didasari oleh pilihan terhadap jenis

isi atau kualitas komponen-komponen penelitiannya~

Salah satu strategi penelitian dalam Arkeologi adalah

kajian instrumental-nomological (G ibbon, 1984) . Strategi

ini memusatkan penelitian pada pembentukan atau pengujian

terhadap perangkat pengukur analisis yang men j adi patokan

baku. Perangkat pengukuran yang dimaksud meliputi perangkat

pengukuran konseptual maupun perangkat pengukuran !'l.Slk.

Perangkat konseptual misalnya adalah pengukur konsep

trac!.!..:i, sedangkan perangkat fisik misalnya adalah skala

kekerasan Hohs atau pertanggalan Radiocarbon ( C14) yang

pernah direvisi ( men genai revisi C-14, lihat Ralph, et.al.,

1973) .

Strategi yang lain adalah ~ nte>l-pr!"ta.s:: -t:eor it.. is

(Gibbon, 1984) . St rategi ini menekankan pada kaj ian

komponen penel itian data empiris, identitas fakta,

hipotesis dan bentuk informasi lai n yang seluruhnya

dianggap sebagai "data·. Strategi ini dipergunakan untuk

28
mencapai suatu sintesa baru dengan melakukan penafsiran-

penafsiran terhadap sejumlah jenis komponen penelitian yang

dianggap "data" tadi . Jadi sasarannya adalah penem~kan

hubung an-hub ungan baru dari "data ' yang ada dan menyarankan

penafsiran baru . Penelitian ini jelas bersifat eksploratif,

hanya saja ragam "data' yang digunakan lebih banyak .

Pengertian 'data ' di sini diberi arti yang lebih luas,

tidak hanya mengacu pada fakta dan gejala empiris.

Strategi berikutnya adalah deduksi-hipotesis

( .~:-pothetico-o'eductive ) (Giqbon, 1984; Salmon, 1982).

Sebenarnya strategi ini merupakan gabungan penelitian

ekspl o rasi atau interpretasi-teoritis dengan pengujian

hipotesis. Sasaran utamanya adalah perumusan hipotesis .

Tahapan - tahapan yang disyaratkan untuk pene l itian ini

adalah sebagai berikut: mene lit i data awal yang ada,

merumu skan hipotesis interpretif untuk menjelaskannya,

merumuskan implikasi pengujian apabila hipotesis benar,

menguJ l implikasl h1potes1s dengan data tambahan,

merumu skan kembali hipotesis. Banyak ahli berpendapat bahwa

strategi inilah yang memenuhi kriteria ilmiah karen a

melipu t i penalaran induktif-deduktif . Namun, gagasan

semacam itu dian ggap picik, karena pada hakekatnya semua

penelitian yang merupakan bagian daur ulang penalaran yang

dilakukan dengan sistematis menurut kaidah-kaidah yang

berlaku mempunyai harkat ilmiah ( Gibbon, 1984 ).

Strategi lainnya adalah deduksi dalil umum

( d e d u ct;ve- nomo l ogice l)(i bid. ) . Strategi ini merupakan

bentuk eksplanasi yang mencoba menjelaskan suatu gejala

29
dengan menggunakan dalil-dalil yang bersifat umum atau

pernyataan menyerupai dalil yang diperoleh dari


konseptualisasi generalisasi empiris. Strategi ini terdiri
dari dua komponen utama yaitu eksplanan dan eksplanadum .

Ekspalanan adalah dalil-dalil yang dipakai untuk


men je laskan dan keadaan awal dari gejala yang dijelaskan.

Eksplanadum adalah gejala yang akan dijelaskan.


Eksplanasi dengan strategi yang agak lebih lemah
dapat dilakukan melalui strategi deduksi dalil statistikal
( o'eo'Lrc. ti \··e-·s ta tl.s t iced) (Ibid. ) . Pad a pr ins i pnya, stra tegi

ini sarua dengan strategi deduksi dalil umum. Perb~daannya

terletak pada kualitas dalil penjelasnya atau eksplanan.


Dalil yang digunakan di sini adalah dalil yang bersifat

probabilistik atau statistikal. Dalil statistikal adalah


dalil yang berlaku hanya pada sebagian anggota dari

populasi (Sa lmo n, 1982). Hisalnya : Kebanyakan candi di Jawa


Tengah menghadap timur: Olehkarena, sifat dalilnya yang
hanya berlaku pada sebagian anggota populasi, maka
penjelasan dengan dalil ini mempunyai kemungkinan salah.

Strategi eksplanasi yang lebih lemah lagi adalah


strategi induksi dalil statistikal ( ~nductiv·e-stat.istical)

( Watson, et . al., 1971; Salmon, 1982). Dalam hal ini


penjelasan didasari oleh kesimpulan induktif statistikal
semata yang s ifatnya hanya berlaku untuk satu kasus, tidak
berlaku untuk seluruh populasi, dan tentunya belum

terkonfirmasikan .
Selain berdasarkan tujuan penelitian atau pilihan
strateginya, ragam metoda arkeologi juga dapat ditunjukkan

30
lewat cara pengumpulan data primer. Data primer yang

dimaksud di sini adalah informasi-informasi yang menjadi

bahan kajian pene litian tersebut. Dalam kaitan dengan cara

perolehan data primer, ragam penelitian arkeologi dapat

dikelompokkan dalam beberapa kelompok, yaitu berdasarkan

data survai, ekskavasi, koleksi, dan pustaka .

Disiplin Arkeologi mempunyai peran yang amat penting

sebagai disiplin yang menyediakan data primer bagi ilmu

yang lain, seperti sejarah dan antropologi, karena sebagian

besar data primernya bersifat bendawi. Untuk mendapatkan

data tersebut, para peneliti haruslah bekerja di lapangan.

Tahap yang paling awal untuk memperoleh data tersebut

adalah survai (Hole and Heiser, 1973). Survai dalam

Arkeologi adalah upaya untuk memperoleh data di lapangan

tanpa harus melakukan penggalian atau memodifikasi lahan

tempat ditemukannya data arkeologis tersebut (S harer and

Ashmore, 1979; Joukowsky, 1980). Dalam penelitian survai

1n 1 termasuk Juga upaya penJ 8J agan ( n:•conr:a ~Eo:-ance) dan

observasi benda temuan di lapangan . Penjajagan dapat

dilakukan dengan berbagai cara, antara lain adalah foto

udara . Pengertian observasi dalam bagian ini berarti

pengamatan data arkeologi langsung di lapangan, sehingga

konteks temuan data tersebut masih dapat diketahui.

Observasi biasanya merupakan kegiatan meng identifikasi dan

melakukan pencatatan lengkap data yang ada (Piggott,

1959) . Tujuan survai pada umumnya untuk memberikan gambaran

yang sebaik- baiknya tentang situs tertentu yang sedapat-

dapatnya mewakili kandungan data yang ada di dalamnya .

31
Penelitian arkeologi juga dapat didasarkan pada hasil

penggalian sistematik atau ekskavasi (Hole and Heiser,

1973; Joukowsky, 1980; Sharer and Ashmore, 1979). Ekskavasi

merupakan kegiatan utama yang khas dari metoda penelitian

arkeologi untuk menemukan kembali dan mengumpulkan data

tentang masa lampau yang ada di dalam tanah. Hasil

penelitian melalui ekskavasi biasanya lebih berkualitas

jika dikaitkan dengan konteks temuan dan asosiasinya.

Sementara itu, bahan-bahan dokumen dan naskah

seringkali digunakan juga sebagai bahan kajian arkeologis.

Pengertian bahan-bahan dokumen di sini meliputi juga

prasasti, arsip, peta kuno, dan laporan perjalanan yang

berisi deskripsi tinggalan-tinggalan arkeologis (Sharer and

Ashmore, 1979 ; Clark, 1960) . Bahan kajian tersebut akan

dikelompokkan sebagai cara perolehan data lewat pustaka .

Bahan kajian arkeologis tidak hanya terbatas pada

hasil survaj, ekskavasi dan pustaka saja, tetapi juga

benda-benda karya manus1a yang sudah terkumpul d1 museum

a tau para kolektor . Suatu studi koleksi yang amat

monumental dilakukan oleh C.J. Thomsen terhadap koleksi

museum nasional di Kopenhagen. Berdasarkan bahan-bahan

dasar koleksi museum ini, Thomsen berhasil membuat

klasifikasi yang dikenal dengan Sistem Tiga Jaman ( Three

Aqe Svstem) ( Clark , 1960; Daniel, 1967) . Namun penggunaan

data semacam ini akan bersifat te~batas, karena seringkali

koleksi tersebut sudah tidak lagi diketahui konteksnya.

Sejarah perkembangan penelitian arkeologi telah

membuktikan bahwa sejak semula arkeologi telah menerapkan

32
.teknik-teknik analisis baik yang bersifat kualitatif maupun

kuantitatif. Teknik analisis kualitatif mencoba menjabarkan

dan menjelaskan persoalan atau masalah yang menjadi sasaran

penelitian berdasarkan data yang tidak dapat diukur dengan

angka-angka . Sedangkan teknik analisis kuantitatif

menerapkan pengukuran-pengukuran yang berdasarkan angka-

angka . Dalam kenyataannya memang teknik kualitatif lebih

banyak digunakan dalam penelitian arkeologi, terutama pada

tahap perkembangannya yang awal. Hal ini dapat dipahami

mengingkat arkeologi pada saat itu masih dianggap bagian

dari disiplin-disiplin humaniora yang memang lebih

menekankan pada analisis kualitatif. Walaupun demikian,

upaya untuk menerapkan perhitungan-perhitungan statistik

yang sederhana telah dilakukan oleh Pitt-River, 1887-1898,

dalam laporan hasil penggalian yang dilakukannya (Richards

and Ryan, 1985 ) . Cara-cara analisis kuantitatif akhirnya

menghantar para peneliti arkeologi untuk menggunakan jasa

alat-alat komputer dalam berbaga~ keg~atannya.

meningkatnya penggunaan komputer telah muncul sejak tahun

1971, ketika para snrjana Universitas Arizona memanfaatkan

alat ini untuk membantu penelitian di penampungan Indian

Navajo di Arizona (Wilson, 1974). Kuantifikasi data

arkeologi sebenarnya lebih penting dalam taraf penelitian

penjajagan daripada untuk pengujian atau konfirmasi

(Richards and Ryan, 1971). Dengan latar belakang seperti,

maka penelitian arkeologi dapat dibedakan berdasarkan

teknik analisisnya yaitu kualitatif dan kuantitatif.

33
Berdasarkan hasil kajian pustaka tentang ragam-ragam

metoda penelitian arkeologi terurai di atas, kiranya dapat

disusun suatu kerangka acuan untuk mengevaluasi karya-karya

skripsi arkeologi di Universitas Gadjah Hada. Ada pun

kerangka acuan tersebut dapat disusun sebagai berikut.

PEN ALA RAN


lnduktif. Penalaran ini bergerak dari kajian fakta-fakta
atau gejala-gejala khusus untuk kemudian disimpulkan
sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi
empiris. Penalaran ini semestinya menjadi dasar penelitian-
penelitian yang mengutamakan pengajian data sebagai pangkal
tolak penyimpulan. Bisa jadi ketika penelitian dilakukan
sudah ada konsep-konsep dan definisi operasional, tetapi
kompenen itu hanyalah pengarah dalam penelitian.
Deduktif. Penalaran ini bergerak dari kajian konseptual
atau teoritik yang bersifat umum untuk diuji atau untuk
menjelaskan suatu gejala atau fakta yang bersifat khusus
(kasus) . Penalaran ini menjadi dasar penelitian yang
bersifat pengujian suatu kerangka berpikir atau menjelaskan
suatu gejala dalam kerangka pikir tertentu . Jadi titik
tolak dari penelitian biasanya adalah gagasan-gagasan asli,
teori-teori, atau konsep-konsep yang berfungsi
mengendalikan penelitian.

TUJUAN ~ SIFAT PENELITIAN


liksploratori. Penelitian ini bersifat penJajagan, artinya
belum banyak data yang terungkap dari bahan-bahan yang akan
dikaji, sehingga sifatnya mencoba-coba untuk menemukan
sesuatu hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya.
Jadi di sini kajian dasarnya adalah data, tentunya konsep,
hipotesis atau teori tidak boleh mengendalikan penelitian
ini, karena tujuan yang utama adalah menggali sebanyak-
banyaknya gejala yang dapat diungkap dari beberapa segi.

Deskripsi. Penelitian ini pada pokoknya bertujuan untuk


memberikan gambaran tentang suatu fakta atau gejala
tertentu yang diperoleh dalam penelitian. Dalam bidang
arkeologi biasanya dikaitkan dengan kerangka ruang, waktu,
dan bentuk dari fakta atau gejala yang ada. Jadi penelitian
ini masih mengutamakan kajian data daripada menerapkan
konsep-konsep, hipotesis atau teori tertentu. Jika ada
hipotesis, maka hipotesis tersebut bersifat "liar' atau
dugaan-dugaan lepas.

Eksplanasi. Penelitian ini merupakan usaha untuk


menjelaskan suatu gejala atau fakta dalam suatu kerangka

34
pikir tertentu. Dengan demikian, titik tolak pengajian
adalah teori, konsep, atau generalisasi empiris yang
dijadikan hipotesis. Ekspalanasi bersifat pengujian, karena
apabi la gejala yang dijelaskan tidak sesuai dengan
implikasi yang sudah diturunkan secara deduksi maka
kerangka pikir yang digunakan harus diubah.

STRATEGI PENELITIAN .
Instrumental-nomological. Penelitian ini bertujuan menguJl
perangkat ukur _yang telah berlaku secara umum. Perangkat
ukur tersebut meliputi perangkat ukur konseptual dan
perangkat ukur fisik.

Interpretasi-teoritis . Penelitian ini bertujuan untuk


melakukan interpretasi baru terhadap berbagai macam
informasi yang pernah didapatkan. Informasi yang dimaksud
adalah data lama, konsep-konsep, hipotesis, teori, atau
hasil interpretasi lama . Semuanya itu kemudian disintesakan
untuk mendapatkan penafsiran yang baru. Olehkarena semua
bentuk informasi itu dapat dianggap sebagai 'data', maka
dasar penalarannya adalah induktif.

Deduksi-hipotetis. Strategi penelitian ini hampir


mengikuti daur induktif-deduktif. Tujuan utamanya adalah
merumuskan hipotesis baru. Penelitian ini diawali dengan
meneliti kembali data yang ada, kemudian merumuskan
hipotesis yang bersifat interpretatif untuk menjelaskannya,
merumuskan akibat-akibat jika hipotesis benar, dan
akhirnya menerapkannya pada data tambahan. Dari proses itu
kemudian lahirlah hipotesis yang baru. Walaupun terlihat
adanya daur induktif-deduktif, namun strategi ini dapat
dimasukkan sebagai · deduktif, karena sebagian besar
tatakerjanya mengikuti penalaran deduktif.

Deduksi Dalil Umum . Penelitian ini adalah penelitian yang


bersifat eksplanasi. Gejala yang ada dicoba dijelaskan
dengan menerapkan dalil-dalil umum yang ada, sehingga jelas
didasari dengan penalaran deduktif. Prosedur kerjanya
dimul ai dengan merumuskan masalah , mencari dan menentukan
dalil-dalil umum yang relevan , merumuskan hipotesis,
merumuskan akibat-akibat yang akan terjadi jika hipotesis
benar, dan menerapkan pada data atau gejala yang
dij elaskan. Penelitian ini bersifat penguJlan hipotesis
karena apabila dalil yang diturunkan menjadi hipotesis dan
diterapkan pada gejala itu tidak sesuai maka hipotesis atau
dalil tadi harus diubah.

Deduksi Dalil Statistikal. Strategi ini pada pokoknya sama


dengan strategi deduksi dalil umum, tetapi perbedaannya
terletak pada kualitas dalil yang dipakai untuk
menjelaskan . Dalam strategi ini, dalil yang digunakan
adalah dalil yang bersifat statistikal . Ciri dalil
statistikal adalah adanya sebagian anggota dari populasi
gejala yang dijelaskan yang tidak menuruti dalil yang

35
diterapkan.

Induksi Dalil Statistikal. Walaupun penamaan yang


digunakan mengandung ungkapan ' induksi ', namun sebenarnya
strategi ini berdasarkan pada penalaran deduktif, sehingga
masih berupa upaya eksplanasi . Strategi ini cenderung lemah
karena dalil yang digunakan belum mendapat konfirmasi, jadi
lebih mirip dengan sebuah generalisasi empiris yang
dianggap sebagai dalil.

HIPOTESIS

Untuk dapat menilai benar tidaknya strategi penelitian


diterapkan dalam suatu penelitian, maka perlu dilihat pula
ada tidaknya hipotesis yang dikemukakan pada awal
penelitian. Pada hakekatnya hipotesis yang akan digunakan
atau diuji harus eksplisit. Hal itu penting untuk menilai
benar tidaknya hipotesis yang diuji dan amat penting juga
untuk menentukan pengukuran - pengukuran yang akan ditetapkan
dan dipergunakan.

TEKNIK ANALISIS

Kualitatif. Teknik kualitatif tidak menerapkan lambang-


lambang angka untuk pengukuran-pengukuran fakta atau gejala
yang ada. Teknik ini semata-mata mendasarkan atas asumsi
mutu data yang digunakan atau dianalisis .

Ku antitaif. Teknik kuantitatif mencoba menganalisis dengan


bantuan lambang-lambang angka yang sering disebut sebagai
statistik. Deskripsi fakta atau benda yang dikaitkan dengan
ukuran dimensional metrik tidak termasuk dalam analisis
kuantitatif ini. Teknik kuantitatif tidak jarang hanya
berbentuk statistik sederhana, tetapi juga dapat menerapkan
statistik tingkat tinggi dengan bantuan komputer.

CARA PEROLEHAN ~

Survai at au observasi l apangan . Perolehan data melalui


survai berarti melakukan observasi di tempat temuan atau
gejala berada. Cara perolehan ini ditandai dengan masih
adanya konteks temuan berupa keadaan tempat ~emuan dengan
lingkungannya. Su rv ai . hanya bersifat pengamatan di
permukaan, tanpa rnelakukan perubahan lahan ternpat fakta
atau gejala didapatkan .

Ekskavasi . Data diperoleh dengan melakukan perubahan pada


lahan yang mengandungnya, yaitu lewat penggalian
sistematis. Data y ang diperoleh sangat orisinal, karena
konteks temuan teramati dengan baik. Pengertian data
ekskavasi ini juga meliputi kajian terhadap publikasi
khusus hasil ekskavasi dengan dukungan pengamatan hasil-
hasil · te muan dalam ekskavasi.

36
Pustaka. Pengertian pustaka di sini lebih ditekankan pada
naskah-naskah kuno atau prasasti (atau transkripsinya),
berita-berita asing, dokumen kuno, termasuk di dalamnya
peta lama, laporan (perjalanan) yang menceritakan tentang
data arkeologi, Sumber-sumber ini harus dijadikan pokok
kajian. Jadi telaah kepustakaan untuk menunjang penelitian,
jadi tidak berfungsi sebagai pokok kajian, tidak · termasuk
di dalamnya.

Koleksi . Data sebagai bahan kajian pokok dapat diperoleh


juga dengan mengamati koleksi temuan di museum-museum atau
koleksi pribadi. Pada umumnya , data dari koleksi atau
himpunan temuan tertentu tersebut telah terlepas dari
konteksnya, sehingga penggunaannya harus lebih hati-hati.

ltulah kerangka acuan yang nantinya akan digunakan

untuk pedoman dalam menganalisis karya-karya skripsi yang

ada.

B. HASIL TELAAH KARYA-KARYA SKRIPSI

Setel ah diperoleh kerangka acuan tentang ragam-ragam

metoda penelitian dalam Arkeologi, maka sebagai langkah

berikutnya akan ditelaah karya-karya Skripsi yang sudah

tiiinventarisasikan . Karya-karya skripsi tersebut adalah

karya para mahasiswa tingkat sarjana pada Jurusan Arke ologi -

UGH yang disimpan dan dapat dibaca di Perpustakaan Jurusan

Arkeologi dan Perpustakaan Fakultas Sastra UGH . Hasil-hasil

telaah tersebut akan diuraikan pada bagian ini, sedangkan

rekapitulasinya terdapat pada Lampiran II .

Berdasarkan telaah pada 97 karya skripsi, ternyata

sebagian besar karya tersebut dilandasi dengan penalaran

induktif . Sejumlah 77 karya skripsi atau 79,38

menggunakan penalaran induktif. Penalaran deduktif

37
digunakan dalam 11 karya skripsi atau 11,34 %, dan

penalaran induktif-deduktif ditemukan dalam 5 karya skripsi

atau 5,15 %, sedangkan sisanya, yaitu 4 karya skripsi atau

4,12 %, tidak jelas penalarannya.

Suatu gejala yang yang menarik didapatkan dari

kelompok karya yang menggunakan penalaran induktif. Dalam

kelompok ini ternyata terdapat 37 karya yang menggunakan

hipotesis kerja . Ini berarti bahwa 48,05 % karya para

peneliti menyalahi kaidah penalaran itu sendiri. Dalam

penalaran induktif sebenarnya tidak diperlukan hipotesis

kerja.

Semen tara itu berdasarkan tujuan penelitiannya,

telaah yang dilakukan berhasil memperoleh data sebagai

berikut . Karya skripsi yang bertujuan untuk deskripsi

ternyata berjumlah paling banyak yaitu 69 karya atau

meliputi 71,13 %. Peringkat berikutnya adalah skripsi

b ertu j uan eksplanasi sejuml a h 18 karya atau 18 , 57 %,

kemudian skripsi bertujuan eksploratori sejumlah 9 karya

atau 1 , 03 %. Sebuah karya yang lainnya (1,03 %) sulit

diidentifikasikan.

Perlu dikemukakan pula di sini kecilnya jumlah

penelitian bertujuan eksplorasi bisa jadi merupakan suatu

bias , karena

ketidakt e gasan batasan serta kecenderungan para peneliti

untuk melampaui tujuan semula, yaitu eksplorasi, menjadi

penel i tian deskripsi. Olehkarena itu, tidak mengherankan

walaupun tujuan penelitian yang dikemukakan adalah

eksplorasi, namun dalam kenyataannya peneliti sudah

38
mencapai ke taraf deskripsi . Dalam hal yang demikian

penelitian ini dimasukkan dalam penelitian deskripsi,

sehingga jumlah skripsi bertujuan deskripsi bertambah.

Hasil telaah berdasarkan strategi yang dipilih

menunjukkan dominasi cara penelitian interpretasi-teoritis.

Skripsi yang menerapkan strategi ini mencapai jumlah 85

karya atau 87,63 %. Skripsi berdasarkan strategi induksi

dalil statistikal sejumlah 7 karya atau 7,22 %, berdasarkan

deduksi dalil umum sebanyak 3 karya atau 3,09 %, dan

berdasarkan strategi deduksi dalil statistikal berjumlah 2

karya atau 2,06 %. Tidak terdapat sebuah karya skripsi pun

yang menggunakan strategi instrumental-nomological atau

deduksi-hipotetis.

Strategi penelitian interpretasi - teoritis pada

hakekatnya adalah penelitian induktif, sehingga sebenarnya

tidak memerlukan htpotesis kerja . Namun demikian, dalam

kenyataannya terdapat 46 karya skripsi atau 54,12 %, dari

8~ karya skr1ps1 yang menggunakan strategi ini, merumuskan

hipotesis pada awal penelitiannya. Dicantumkannya hipotesis

dalam awal penelitian atau penulisan skripsi agak

menyulitkan telaah yang dilakukan. Kadangkala sulit

ditentukan apakah sebenarnya pene l iti ingin menguji

hipotesis tersebut, tetapi memilih strategi yang keliru.

Atau mungkin, strategi penelitiannya benar tetapi hipotesis

hanya seb&gai pelengkap saja .

Apabila ditinjau dari ada atau tidaknya hipotesis

dalam keseluruhan karya-karya skripsi tersebut akan

diperoleh data sebagai berikut. Terdapat 53 karya, atau

39
54,64 %, yang menyebutkan sebuah atau beberapa buah

hipotesis. Sedangkan karya-karya yang tidak menyebutkan

hipotesis berjumlah 37 karya atau 38,14 %, dan sisanya

yaitu 7 karya atau 7,22% tidak secara jelas menyebutkan

hipotesis.

Kecenderungan menggunakan hipotesis dalam karya-karya

skripsi ternyata baru muncul sejak tahun 1981. Hulai tahun

itu hingga tahun 1983 ditemukan sebaran yang sporadis

karya-karya yang mencantumkan hipotesis. Hal ini dapat

berarti bahwa pada kurun waktu itu perumusan hipotesis

masih belum cukup dikenal. Tetapi, rupanya kecenderungan

tersebut meningkat setelah itu, karena dari hasil telaah

yang dilakukan dapat ditunjukkan semakin menjamurnya

penggunaan hipotesis dalam skr i psi.

Sayang sekali bahwa ditetapkannya hipotesis pada awal

penelitian tidak diikuti dengan prosedur penelitian yang

benar. Dalam prosedur yang benar apabila hipotesis yang

ditetapkan akan diuji atau sebagai proses deduksi untuk

menjelaskan suatu gejala tertentu, maka dituntut rumusan

syarat atau implikasi yang akan d ite mukan , jika hipotesis

benar. Henurut telaah yang dilakukan setidak-tidaknya

terdapat 39 karya atau 40,21 % yang melakukan kesalahan

ini . Untuk itu karya-karya skripsi yang ditulis oleh

peneliti yang melakukan kesalahan semacam ini dikelompokkan

dalam karya yang memiliki kesalahan tipe I.

Dalam kaitannya dengan pilihan tujuan dan strategi

penelitian serta ada tidaknya hipotesis, ternyata ditemukan

adanya kecenderungan untuk rnelakukan bentuk kesalahan yang

40
lain . Pad a awal penelitian, yang terungkap lewat

sistematika penulisan, peneliti menjabarkan beberapa

gagasan yang dipakai sebagai kerangka teori. Dari kajian

teoritis ini diturunkan hipotesis untuk eksplanasi. Pada

langkah berikutnya, peneliti kembali melakukan kajian

terhadap data empiris secara induktif, dan selanjutnya

hasil pengajian data empiris tersebut ditafsirkan

berdasarkan kerangka teori atau gagasan-gagasan yang

sebelumnya dipergunakan untuk menurunkan hipotesa. Tentu

saja, hasil akhir penelitian semacam itu akan selalu

memberikan konfirmasi atau pembenaran terhadap hipotesis

yang diajukan . Kesalahan ini dapat disebut kesalahan tipe

II dan ditemukan dalam 14 karya skripsi yang ditelaah.

Berdasarkan telaah pengukurannya, 59 karya atau

60,82% menggunakan teknik analisis kualitatif. Pengukuran

dengan cara gabungan kualitatif-kuantitatif digunakan dalam

6 karya atau 6,18 %. Sebuah karya (1,03 %) menggunakan

teknik analisis kuantitatif, sedangkan sebuah karya lainnya

tidak jelas .

Teknik analisis kuantitatif rupanya mulai diterapkan

sejak tahun 1984. Namun skripsi "pertama' yang menyebutkan

analisis kuantitatif dalam metoda penelitiannya, ternyata

dalam prakteknya belum melaksanakannya. Analisis kuantitaif

pada tahun - tahun sesudah itu cenderung meningkat, bahkan

beberapa di antaranya telah menggunakan Jasa komputer.

Hanya saja dalam uraian penjabarannya rumusan-rumusan

analisis data dengan komputer tidak dijelaskan, sehingga

penilaian terhadap keabsahan cara kerja atau program yang

41
diterapkan belum dapat dilakukan.

Dari segi cara perolehan datanya, karya-karya

tersebut dapat dipilah-pilahkan sebagai berikut.

Survai saja 51 karya (52, 58 %)


Ekskavasi saja 2 karya ( 2,06 %)
Pus taka saja 3 karya ( 3,09 %)
Koleksi saja 11 karya (11,34 %)
Survai Ekskavasi 2 karya ( 2,06 %)
Survai - Pus taka 17 karya (17,53 %)
Survai - Koleksi 7 karya ( 7,22 %)
Pus taka - Koleksi 4 karya ( 4,12 %)
Survai - Pus taka - Ekskavasi 1 karya ( l , 03 %)

Rupanya perolehan data melalui survai merupakan

pilihan yang utama . Barangkali hal ini dikaitkan pula

dengan kemudahan untuk memperoleh data dengan cara ini .

Dalam kaitan dengan pilihan menggunakan cara perolehan data

melalui ekskavasi, perlu dicatat pula bahwa di antara 2

karya tersebut sebenarnya hanya sa.tu karya yang

kcunggul~n pcrclch~n d~tc

Seperti telah dikemukakan bahwa keunggulan perolehan data

melalui ekskavasi adalah didapatkannya konteks temuan

yang cenderung asli. Namun dalam salah satu karya skripsi

yang perolehan datanya melalui ekskavasi, data kontekstual

tidak terlalu penting, karena bahasannya adalah teknologi

pembuatan artefak.

Selain hasil-hasil yang dapat dicapai dengan

menerapkan kerangka acuan yang telah ditetapkan, ternyata

dapat diperoleh juga hasil sampingan, yaitu kecenderungan

pemilihan pendekatan melalui teori tertentu. Sejak tahun

42
1985, ada beberapa karya skripsi yang menggunakan kerangka

teori tertentu misalnya latarbelakang munculnya pertanian,

pola pemukiman, arkeologi lingkungan, teori-teori perubahan

budaya, di samping beberapa pendekatan teknis seperti foto

udara dan komputerisasi.

Apabila diamati secara lebih cermat, tersirat pula

adanya perkembangan pemikiran para mahasiswa penulis

skripsi. Sampai dengan tahun 1981, pilihan ragam me toda

yang dipilih cenderung sederhana. Biasanya tujuan yang

ingin dicapai adalah eksplorasi yang menginjak pad a

deskripsi . Tujuan ini secara tepat didukung oleh penalaran

induktif dengan cara-cara pengukuran kualitatif yang

sederhana pula. Namun setelah itu, rupanya metoda yang

dipilih lebih beragam dan agak rumit. Hanya saja, hasrat

mener apkan tatacara penelitian yang lebih berbobot belum

disertai dengan pemahaman-pemahaman metodologi yang cukup.

Sebagai akibatnya, muncul berbagai mac am kerancuan baik

dalam penalaran maupun pilihan strateginya.

Salah satu gejala yang dapat menunjukkan hal itu

adalah banyaknya karya-karya skripsi yang menyebutkan

diterapkannya cara penelitian historis-deskriptif d~

historis komparatif. Pengertian historis-deskriptif yang

dimaksud di sini ternyata adalah penelitian yang

men ggunakan data berupa tinggalan-tinggalan manus~a atau

kejadian - kejadian di masa lampau untuk me mberikan gambaran

suat~ gejala . Sedangkan penelitian historis komparatif

dimaksudkan sebagai penelitian yang menggunakan data

tinggalan manu sia atau sejarah untuk memahami suatu gejula

43
dengan cara perbandingan. Tentu saja, batasan - batasan itu

lebih tepat digunakan dalam penelitian-penelitian yang

bukan arkeologis. Jika pengertian di atas benar, maka

sebenarnya hampir semua penelitian arkeologis termasuk

penelitian historis-deskriptif maupun historis-komparatif.

Hal ini tentunya harus dikaitkan dengan bahan kajian utama

dalam arkeologi yang merupakan tinggalan-tinggalan manusia

dari masa lampau. Kajian disiplin arkeologi memang selalu

bersifat post-facto atau kejadian yang telah lampau

(Gibbon, 1984).

C. BAHASAN HASIL PENELITIAN

Salah satu gejala yang menarik dari ha s il penelitian

yang telah di s ajikan di bagian s ebelum adalah banyaknya

penelitian yang bersifat indukt i f . Walaupun gejala-gejala

tumbuhnya minat penelitian secara deduktif sudah tampak ,

tetapi ke c enderungan untuk melakukan penelitian secara

induktif masih sangat kuat , sejak dari berdirinya Jurusan

Arkeologi hingga saat ini ( 1988).

Beberapa hal mungkin dapat ditafsir kan dari gejala

ini . Salah satu tafsiran ter s ebut barangkali dapat

dikaitkan dengan arah perkembangan Arkeologi di Indonesia

h i ng ga saat ini. Sebag ai bagian dari dunia Arkeologi

Indonesia mungkin saja para mahasiswa penulis skripsi

44
sangat terpengaruh oleh para pakar yang sudah terjun dalam
masyarakat baik sebagai peneliti, pendidik, maupun
praktisi pengelola lembaga kepurbakalaan tertentu. Para
pakar itu, khususnya pendidik, tidak jarang menjadi panutan

para mahasiswa untuk melakukan penelitian. Kiblat para


pakar Arkeologi Indonesia kiranya dapat ditelusuri lewat
karya-karya ilmiah yang d isa,i ikan dalam berbagai
kesempatan. Henurut penelitian Hundardjito (1986), yang

meneliti karya-karya ilmiah yang disajikan dalam Pertemuan


Ilmiah Arkeologi I, II, III (1977, 1980, 1983), tidak ada

sebuah makalah pun yang didasari penalaran deduktif.


Penelitian lain yang d i lakukan oleh Bugie H.H.
Kusumohartono juga menunjukkan gejala yang sama. Dengan
bahan kajian yang sama, yaitu karya-karya i lmiah dalam

Pertemuan Ilmiah Arkeologi, dapat ditunjukkan kec enderungan


penggunaan penelitian eksploratif dan deskriptif. Hanya

satu karya ilmiah yang mencoba menerapkan penelitian


eksplanatif (B ugie H.H. Kusumohartono, · 1987). Hasil
penelitian terakhir ini memang cukup representatif, tetapi
apabila dikaji lebih jauh lagi satu penel it ian bersifat
eksplanatif yang dimaksud masih diragukan kebenarannya. H~l

ini didasari dengan kenyataan bahwa dalam karya tersebut

tidak ada implikasi-implikasi hipotesis yang ingin

dibuktikan.
Dari bandingan kedua hasil penelitian tersebut , tidak
salah ji ka kemungkinan bahwa banyaknya minat penelitian
menggunakan penalaran induktif di kalangan mahasiswa
dipeng aruhi pula oleh kecenderungan para pakarnya. Lebih

45
jauh dapat ditafsirkan pula, bahwa mahasiswa kemungkinan

besar lebih berminat pada bacaan-bacaan yang disajikan oleh

para pakar Arkeologi Indonesia sendiri, dalam bahasa

Indonesia.

Penelitian yang lebih banyak mendasarkan pad a

penalaran yang induktif semacam ini telah mendapat banyak

kritik dari para pakar Arkeologi Pembaharuan. Mereka

beranggapan bahwa cara-cara semacam itu tidak dapat

dikatakan suatu cara penelitian yang ilmiah (sc.·J·. entific),

tetapi mereka hanya sampai penafsiran-penafsiran yang

sempit atau kelompok yang disebut

(Watson, et.al., 1971).

Alasan lain yang barangkali menjadi latar belakang

pilihan penalaran induktif adalah kesulitan untuk melakukan

penelitian bernalar deduktif . Seperti telah dikemukakan

bahwa penelitian bernalar deduktif membutuhkan seperangkat

komponen penelitian yang kadangkala dianggap sulit.

Komponen ter sebut antara lain adalah kerangka teori.

Kerangka teori ini secara bertahap kemudian dideduksikan

menjadi hipotesis dan implikasi atau syarat pengujian

hipotesis. Prosedur inilah yang amat jarang dilakukan ole h

para peneliti, walaupun pada mulanya telah dirumuskan

hipotesisnya . Hal ini tampak dari besarnya jumlah

skripsi yang merumuskan hipotesis pada roulanya,

dalam kenyataannya tidak mengarah pada prosedur pengujian

hipotesis yang sebena rnya (kesalahan tipe I).

Menurut para ahli metod olog i penelitian, sebenarnya

penelitian bernalar induktif tidak membutuhkan hipotesis.

46
Hemang dapat saja terjadi bahwa sebelum penelitian,

peneliti telah mempunyai gagasan-gagasan ten tang

kemungkinan hasil, tetapi sejauh gagasan-gagasan tersebut

tidak diuji. maka gagasan-gagasan itu hanya termasuk apa

yang disebut sebagai " hipotesis liar" (Vredenbregt, 1985) .

Artinya. 'hipotesis-hipotesis" tersebut tidak secara

eksklusif masuk dalam proses penelitian. Jadi tidak lebih

dari angan-angan peneliti. Justru dengan adanya angan-angan

pene l iti inilah kadangkala penelitian menjadi bias. Seluruh

kajian data seolah diarahkan untuk membuktikan kebenaran

hipotesis. Kecenderungan semacam itu sesuai benar dengan

kenyataan bahwa dalam karya-karya skripsi yang ditelaah

terdapat setidak-tidaknyi 14 karya skripsi yang melakukan

ke s alahan ini ( kesalahan tipe II) . Hal ini jauh berbeda

dengan pengujian hipotesis yang eksplisit . Pada pengu j ian

ini , jenis data yang dibutuhkan memang sudah ditentukan

lewat deduksi, tetapi data di dunia nyata ( empiris) tidak

harus disesuaikan dengan data yang dibutuhkan, karen a

bagaimana pun juga penilaian terhadap · proses deduksi masih

dapat dilakukan . Kalau pun data yang dibutuhkan dirumuskan

sesuai dengan data empiris. maka pengujian harus pada

penalaran deduksinya .

Gejala lain yang juga cukup menarik dari hasil telaah

karya-karya skripsi ini adalah sangat besarnya pilihan

terhadap strategi penelitian interpretasi-hipotetis. Gejala

ini sebenarnya menyiratkan hal yang sama dengan

kecenderungan pilihan penalaran induktif, karena sebenarnya

strategi ini sesuai dengan penalaran induktif. Penelitian

47
interpretasi-hipotetis pada hakekatnya menjajaki kembali

kemungkinan-kemungkinan lain dengan menelaah kembali data

lama, hipotesis, konsep-konsep, dan sedikit data tambahan.

Semua komponen-komponen penelitian itu kemudian

disintesakan agar dapat dirumuskan hipotesis baru. Dalam

telaah yang dilakukan terhadap karya-karya skripsi,

perlu dicatat pula bahwa sebenarnya strategi penelitian

semacam itu tidak dilakukan dengan tepat, walaupun pada

umumnya (87,63 %) dari keseluruhan karya skripsi ' dapat '

dimasukkan strategi ini. Ketidaktepatan itu terletak pada

batasan hipotesis . Dalam kaitannya dengan penelitian

interpretasi-teoritis, pengertian hipotesis adaJah gagasan-

gagasan yang pernah dikemukakan atau dirumuskan oleh

peneliti sebelumnya tentang gejala yang akan dibahas.

Sehingga hipotesis di sini pada hakekatnya s udah ada dan

menjadi semacam kerangka pikir yang kedudukannya justru

menjadi bahan kajian. Dalam prakteknya, pengertian

hipotesis semacam itu seringkali justru tidak ada . Sebagian

besar para mahasiswa pene liti menganggap hipotesis tersebut

harus mereka bentuk seb~lum penelitian dilakukan . Jadi

seolah-olah hipotesis itu mere ka ciptakan untuk · diuji ,

padahal mereka justru tidak melakukan prosedur tersebut.

Gejala semacam itu barangkali dilatarbelakangi o leh

kerancuan berpikir dalam menerapkan kemungkinan-kemungkinan

strategi atau cara penelitian. Tidak tertutup kemungk inan

bahwa kerancuan itu disebabkan oleh kurang dipahaminya

proses daur ulang berpikir ilmiah (cycle of sc~ence ), dan

beberapa pengertian isti lah yang digunakan di dalamnya.

48
Dugaan semacam itu semakin besar jika dikaitkan

dengan kesalahan tafsir dalam menggunakan metoda yang

disebut metoda historis (baik deskriptif maupun

kompara t if) . Seperti telah dikemukakan pada bagian hasil

penelitian, banyak peneliti yang memilih metoda historis

in i. Namun sebenarnya, ~pabila metoda itu dirumuskan

sebagai penelitian berdasarkan bahan tinggalan-tinggalan

manusia atau sejarah, maka pada hakekatnya arkeologi sudah

dengan sendirinya melakukan hal itu. Karena seperti

disebutkan dalam batasannya, disiplin Arkeologi adalah

disiplin yang berusaha merekonstruksi segala aspek

kehidupan manusia mas a lampau lewat peninggalan-

peninggalannya . Dengan demikian, sudah dengan sendirinya

selalu menggunakan metoda historis . Sebenarnya metoda

historis lebih tepat jika dipergunakan dalam penelitian

yang bertujuan mengungkapkan suatu gejala (yang diteliti)

dengan melihat peristi~a-peristiwa atau kejadian-kejadian

yang mengakibatkan gejala tersebut ada.

Apabila dirangkumkan gejala umum yang tampil dalam

ragam penelitian Arkeologi yang diterapkan pada karya-karya

skripsi yang ditelaah, berdasarkan berbagai tinjauan

seperti penalaran~ya, tujuannya, strateginya, dan ada atau

tidaknya hipotesa, maka ragam penelitian pilihan yang umum

adalah ragam-ragam penelitian yang dimasukkan dalam

Rancangan Penelitian Tradisional ( T l~c.c:'ition.=d

Desiqr.) oleh Fritz dan Plog ( 1970). Rancangan penelitian

ini disusun menurut la ngkah-langkah sebagai berikut.

1. Persiapan : melakukan persiapan penelitian dengan

49
merumuskan masalah atau sasaran penelitian, yang

dilakukan dengan memeriksa kembali hasil


penelitian yang pernah dilakukan dan merancang

teknik penelitian di lapangan.


2. Hencari data yaitu proses mekanis untuk
mendapatkan data dari lapangan untuk dipelajari

dan dianalisis .
3. Analisi s data : yaitu meneliti data yang didapat
dengan meletakkan data arkeologi dalam kerangka
tempat dan waktu.
4. lnterpretasi dengan cara ini para · peneliti

berusaha untuk mengungkapkan atau merekonstruksi


pembuatan dan penggunaan suatu artefak a tau

h i mpun an artefak dalam suatu tempat dan waktu.

5. Integrasi yaitu merekonstruksi dan sintesa.


Herekonstruksi dalam hal ini bertujuan untuk
menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia
yang dapat disimpulkan dari data . Sintesa, artinya
meJJasuk kan gambaran yang diperoleh · dalam

rekonstruksi ke dalam suatu kerangka budaya yang

lebih besar.

Hemang harus diakui bahwa perkembangan arkeologi


di Indonesia belumlah mengalami peningkatan yang pesat.
Dari hasil telaah yang _s udah dilakukan masih tampak bahwa
Arkeologi Indonesia masih berjalan di teJJpat. PerkeJJbangan
disiplin Arkeologi di berbagai tempat di manca negara tidak
sepenuhnya mendor ong kemajuan Arkeologi di Indonesia.

50
Arkeologi di Indonesia rupanya masih tetap bertahan dengan

tujuan yang lama yaitu menyusun sejarah budaya dan

menggamba r kan pola ke h idu pan manusia mas a lampau, dan belum

berkembang ke arah perumusan dalil-dalil perubahan budaya

yang sebenarnya lebih bermanfaat. Dugaan ini berkaitan erat

dengan hasil telaah dan penelitian karya ilmiah dari

berbagai hasil pertemuan i lmiah. Henurut Sharer and

Ashmore, pola-pola penelitian yang induktif dengan prosedur

penelitian pe n carian data - analisis data - sintesa dan

interpretasi deksripsi perumusan hipotesis

pembentukan teori atau model, adalah perangkat penelitian

yang digunakan dalam paradigma sejarah budaya ( cultw-e

h~story). Sedangkan penelitian deduksi dengan prosedur

teori hipotesis - pencarian data analisis data

sintesa dan interpretasi - eksplanasi, adalah perangkat

pene 1 i tian dalam parad igma pr o ses-proses budaya ( n.d ture

proce:~).

Namun demikian, bagaimana pun juga gej ala

perkembangan baru sudah mulai tampil ke permukaan . Beberapa

penelitian yang bernalar deduktif sudah mulai betmunculan

walaupun belum sempurna. S etidak - tidaknya, gejala ini

merupakan petunjuk kecenderungan baru. Di samping i tu, cara

analisis yang lebih baik melalui teknik kuantifikasi juga

sudah mulai diterapkan, antara lain dengan bantuan

kompu t er . Pendekatan-pendeka t a n yang berkaitan dengan

proses perubahan budaya sudah mulai mendapat tempat dalam

kajian-kaj ian yang disajikan dalam karya-karya skripsi,

meski pun masih dalam taraf yang belum mantap .

51
KE S I HP UL AN

Dalam suatu penelitian bersifat ilmiah, metoda adalah

komponen yang amat penting. Penerapan metoda yang benar

akan memberikan hasil yang berbobot. Sebaliknya, apabila

metoda yang diterapkan tidak sesuai atau salah dalam

pelaksanaannya tentu hasil penelitian pun akan tidak banyak

berarti . Olehk arena itu, penelitian evaluasi metoda

penelitian akan merupakan salah satu kebutuhan untuk

mendapatkan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan metoda

y ang ada.

Dalam bidang Arkeologi, perkembangan metoda yang

digunakan .ternyata mengalami perkembangan yang sejalan

dengan perkembangan disiplin itu sendiri. Ketika arkeologi

belum berkembang roenjadi disiplin ilmu, cara penelitian

yang d i lakukan juga bersifat serampangan. Karena, pada

umumnya peminatnya hanyalah para kolektor benda antik.

Namun dengari semakin tingginya kesadaran para peminat itu,

dan didukung oleh perkembangan ilmu yang lain, ~rkeologi

kemudian mampu taropil sebagai bidang ilmu yang diakui.

Pada awal perkembangan ilmu ini, rupany a metoda yang

dikembangkan juga bersifat eksploratif dan deskriptif. Hal

itu sejalan dengan paradigroa arkeologi untuk menyusun

sejarah budaya manusia, dan mencoba roerekonstruksi pola-

pola kehidupan masa lampau. Baru sekitar tahun 1960 mulai

muncul suatu gerakan p embaharuan dalam bidang arkeologi .

Gerakan 1n1 mencoba memantapkan disiplin arkeologi menjadi

52
disiplin yang benar-benar ilmiah c~c~enti fic ). Berkaitan

dengan tujuan tersebut, para pakar pendukung gerakan itu

mencoba menandaskan dan menyebarluaskan tatacara penelitian

eksplanasi. Penelitian semacam inilah yang disebutnya

sebagai bernilai ilmiah. Dengan cara ini, disiplin

arkeologi tidak saja akan dapat menyusun sejarah budaya

manusia dan mer e konstruksi pola-pola kehidupan manu sia masa

lampau yang kadang tidak teru ji, tetapi arkeologi juga akan

menjadi disiplin ilmu yang menghasilkan dalil-dalil tentang

hubungan tindakan-tindakan manusia dengan budaya bendawi

yang dit.asilkan, dalam kerangka p roses-proses budaya.

Dengan adanya kemajuan yang pesat itu, ragam metoda

yang dipnkai dalam disiplin Arkeologi pun bertambah banyak.

Berdasarkan telaah kepustakaan, berhasil didapatkan

beberapa ragam metoda penelitian arkeologi yang dikaitkan

dengan segi-segi tertentu, antara lain dasar penalaran ,

tuj uan , strategi penelitian, ada tidaknya hipotesis, teknik

analisis, serta cara perolehan datanya. Ragam-ragam metoda

penelitian ini k em udian dicoba diterapkan pada 97 karya

skripsi mahasiswa J urusan Arkeologi, Fakultas Sastra, UGH.

Upaya penelitian evaluasi ini ternyata berhasil

mengungkapkan beberapa gejala yang menarik . Penel itian pada

umumnya didasari dengan penelitian induktif dengan pilihan

st rategi interpretasi-teoritis. Banyaknya penelitian yang

didasarkan pada penalaran induktif diduga disebabkan oleh

beberapa keadaan. Perkembangan arkeologi di Indonesia yang

bel um dapat dikatakan meningk at mungkin menjadi salah satu

sebab. Kecenderungan pola penelitian para pakar untuk

53
menggunakan penalaran induktif dengan strategi

interpretasi-teoritis, rupanya menjadi panutan para

mahasiswa yang pada umumnya lebih banyak meminati karya

ilmiah bisa diikuti secara mudah, dari segi bahasa yang

digunakRn.

Di samping itu, masih amat terasa bahwa Arke ologi

Indonesia masih terpancan g pada pola-pola penelitian yang

lama berdasarkan paradigma sejarah budaya, sehingga dapat

dipahami apabila dalam penelitiannya cenderung menggunakan

pena laran induktif. Namun demikian, dalam karya-karya

skripsi mahasiswa Jurusan Arkeologi tahun-tahun terakhir

ini , sudah mulai tampak adanya penelitian dengan

pen dekat an -p endekatan yang lebih baru, · bai k dari · segi

teoritis maupun t.eknis perolehan dan peng olahan data.

Bagaimana pun kecilnya indikator ini, tetapi setidak-

tid&knya sudah ada tunas-tunas yang diharapkan akan menjadi

generasi haru dalam proses pembaharuan Arkeologi Indonesia.

Alasan lain yang menyebabkan keengganan untuk memakai

penelitian de n gan penalara n deduktif barangkali dikarenakan

ada kesan sulitnya p rosedur yang haru s dilaksanakan, Hemang

dalam penel i tian dedukstif atau eksplanasi selalu djtuntut

kerangk a teori yang jelas, proses deduksi menjadi

hipotesis, perumusan i mplika si atau syarat pembenaran

hip otesis, dan pengujiannya. Barangkali adanya kesan yang

rumit dari penelitian tersebut menjadikan latar belakang

sedikitnya penelitian deduktif.

Adanya kerancuan dan kekurangpa haman akan proses

bernalar dalam penelitian tidak jarang menjadi kendala

54
untuk melakukan pilihan terhadap ragam penelitian yang ada.

Gejala semacam itu mungkin saja telah menjadi salah satu

sebab adanya beberapa kesalahan dalam penerapan ragam

metoda yang dipilih. Banyak karya skripsi yang menyajikan

hipotesis pada awalnya, tetapi akhirnya hipotesis semacam

itu tidak teruji. Apabila ada pembenaran hipotesis,

ternyata cars pengujiannya tidak memenuhi syarat. Pada

umumnya hipotesis yang dikemuKakan merupakan "hipotesis

liar · yang lebih banyak merup akan angan-angan peneliti.

Adanya hipotes is semacam ini seringkhli mer1gakibatkan bias

dalam penelitian. · Di s amping i tu, dalam penelitian yang

~enderung deduktif masih terdapat keengganan merumuskan

implikasi atau syarat pengujian hipotesis secara eksplisit.

Pad a hal kriteria keilmiahan suatu penelitian justru

terletak pada kemampuan · peneliti untuk rnenya ji kan dan

men jalan prosedu r penelitian dengan sebaik-baiknya.

Peru mu san implikasj pengujian hipotesis merupakan salah

satu bentuk nyata dari kem ungkinan penilaian atau pengujian

penalaran oleh peneliti atau pakar yang lain.

Hal-hal yang dikemukakan tersebut membuktikan bahwa -

metod a- metod a penelitian arkeologi belum diterapkan dengan

sebaik-baiknya di Indonesia. Olehkarena itu, sudah barang

tentu gejala ini perlu mendapat perhatian dari para pakar

arke ologi Indonesia. Barangkali para pakar arkeologi yang

berkecimpung dalam dunia pendidikan mendapat tugas yang

paling berat untuk dapat meluruskan kaidah-kaidah

penelitian di antara mahasis ws didikannya, sehingga mer eka

dapat melakuka n penelitian dengan se]ayaknya. Tugas sernacam

55
itu tentunya cukup berat, namun sebaliknya merupakan suatu

tantangan. Walau bagaimana pun, kon~telasi dunia Arkeologi

lndonesia mempunyai peran yang amat menentukan dalam prpses

pembentukan penalaran penelitian yang baik . Para praktisi

arkeologi yang sudah terjun di lapangan tidak jarang

menj ad i panu tan para mahasi swa yang mas i h dal an1 proses

mencari, olehkarenanya kiblat para praktisi itu a lum

ruembawa dampbk yang cukup berarti bagi peningkatan kualitas

penelitian.

Suatu hal yang cukup menggembirakan, di sela-sela

berbagai kendala untuk melakukan penelitian secara layak,

telah tampak adanya kecenderungan, yang ruasih terbatas,

untuk ruencoba pendekatan-pendekatan baru dalam penelitian

untuk l~arya sk:ripsi. llpay8 peneli tian denean penge>mbangan

metoda atau kerangka pendekatan yang baru memang harus

seger8 dilakukan, agar penelitian arkeologi tidak mengalami

kemandegan.

56
DAFTAR PUSTAKA

Binford, Lewis R. (1972). ' Archaeology as Anthropology·,


An ~rc.~,MeC!i':Ja:t.ccl NE>w York:
F'en=·P !E:CtJ.\'£' . Academic
Press. Hlm. 20-32 .
(1972). ' Hode l Building Paradigms, and the
Current State of Palaeolithic Research ' , An
f·.~·:: h a eo .! ocd c. al Pt:t rr:~ pe :: t::..\·'E= . New York Academic
Press. Hlm. 252-284.
Bugie H . H . Kusumohartono. (1987). 'Eksploratif-Deskriptif-
Ek~planatif dalan1 Kaj ian Arkeologi Indonesia · , f.1~Ti.~.u.
~r~eo~ogi , vol . Vlil, no. 2, Sept, 1987.
CJa::-ke, Grahame. (1960). ,:.····:::ttic e:::,_~q.,,. c..nLf E.:oc.J.£>~v . London:
HE>thuen & Co. ·
Daniel, Glyn. (1967). 7·t-: or~~-r ._,,..,c· ~., ·ow·:t: :::-·r
~~=n~~oloqv , Hiddlesex: Penguin Books .
Oaud Aris Tanudirjo. (1987). Laporan Penelitian Penerapan
Etnoarkeologi d i Indonesia. Faku 1 tas Sastra IIGM .
Fa~an, Brian H . ( 1975) . 1r: T'?t:.· i-:E=·f:J.-unnr: ar· J.n:·rc;nur~:rcn
to a.rc<2nF.>olor;p.. · . 13oston : Little, Brown and Co .
Fritz, John H . and Fred T. Plog . (1970). ' The Nature of
Archaeological Explanation', -ltl•E'I""JC.~r Rr~Hu.>~~- . vo l.
35, no. 4 , October 1870.
Fuad Hassan dan Koentjaraningrat. ( 1977) . '£-,eberapa Azas
Hetodclogi I lmiah ' , d::dam !'lf incte:•-~n,e•(.::.,c'-::> 1-·c-.:r,!£·.!. . !.. ..i. ar,
:'i2S}'c:.wakc1'! , ed. Koentjaranin~rat. Jakarta: Gramedia.
Hlm. 6-23.
Geld ern, Robert von Heine. ( 184 ~). · Preh is tor ic Research
in the Netherlands-Indies · , dalam 8c J &nce inc
S=J.e!t~i.!:t.!-: in ·:..t')e Nf.:r·e·-J~~::::!:£-l'"'!::!:..e:: , e-ds. Peter Honig
and Frans Verdoorn. ~ew York : The Board for the
Netherlands-lndies, Surinam, and Curacao . Hlm . 139-167
Gibbon, Guy. ( 1984 ). An.._r,~::q:·ci oc~ca 1 Arctti<ec..: C•g:.· . New
York : Columbia University Press.
Hole, Frank and Robert F . Heizer. ( 1973) . 4n ln-::..rochr='-.lc>r·
-::::~ P.-e .r-;· ~ stor~c Ar::n!!'eolo(J'!>' . New York : Holt, Rinehart
and Winston, Inc.
Howell, F. Clark. (J980). ~'iim u~ .:.Ci !'t.(•-t··ct , Jakarta: ?ustaka
Ala.m Life .
..loukowsky, Hartha. ( 1980). k C'Jrr. pl F· t ~ /"lc:..'luc-J o 1• F'i£:J.c
.:.trcn aec•.Zoq }' . NE>w Je-rsey: Prentice Hall.
Hasri Singarimbun dan Sofian Effendi , eds. (1982) . ."le-t.c·:::ie
t=-·p n elJ. t ia n St.<n..·-:<~. Jakarta.: LP3ES.
Hely G. Tan. (1977 ). 'Hasalah Perencanaan Penelitian·,
d a lam ">~ t:=.r>e--m:? t o.--:iF- f=.·F·ne) ~ t. J -=: r• .">e:; ~- ·~ v-.r: i, c< '!:: , ed .
Kn entjaraningrat . Jakarta : Gramedia . Hlm. 24-60.
Hundarcj ito . ( 1986 ). · · Penalaran Indu kti f -Dedukt if da lam
Arkeologi ' , ~·rrPmui<n Jl &~a~ ~rtP~109~ JV. Jakarta
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Piggott, Stuart . ( 1959) . 4~o~D~::t to Pr=~~Polo9v . London
Adam and Charles Black.

57
Richards,· J . D. and N.S. Ryan . (1985). l>e<ta Proces~~ng ~n
~rchaeology, London : Cambridge University Press.
Salmon, Harilee H. (1982) . Philosophy and Archaeoloqv, New
York : Academic Press .
Schiffer, Hichael B. (1976). Bena vi oral Archeolom,·. New
. York : Academic Press.
Sharer, Robert J . and Wendy Ashmore. (1979). Fundamen~al5
of Archaeol ogy , California : The Benjamin/Cummings
Publishing Co. .
Soediman. ( 1969) . Chanai Lartidjonrgrrang cl t a Gl.:tnce .
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Trigger , Bruce G. (1978). T~me and Tt-aclit~ons. New York
Columbia Universjty Press.
Vredenbergt, J . ( 1980). 1'1etode- o'an Tekn:..J. Pene·l ~ t~an
·Ne.sva rakat. Jakarta : Gramedia.
- -- -- - · (1985). t..·~ ...,ganr:al- 1'1~t:.odoioQi untLik 1.1mL1-Jlmu
Empiri s.Jakarta : Gramedia.
Watson, Patty Jo , Steven A. LeBlanc, and Charles L.
Redman. (1971 ). Explana~zon ~n Rrcheology, New York
Columbia University Press .
Wilson, David. (l974) . 1hc New ~rcha~olo~y. New York
Heridian Books .

58
LAHPIRAN I : DAFTAR KODE TOPIK SKRIPSI

01 = Latarbelakang keagarnaan dan Pendirie.n Candi


02 = Ikonograf'i
03 = Perubahan budaya
04 = Neg ali tik
05 = Perdagangan
06 = Arti simbolis - Hotif Hias atau Artefak tertentu
07 = l~er?Jnolot;i, l"~'.nc:,~i dcrJ. TeknoloGi gero.bnh
08 = Ke seni an
09 = Fungsi, Tel:nologi, d2J1 Tipologi r.elik
(manik-manik, artefnk batu, clE.t besi, dll.)
10 ::: r:eadaan sosiel-ekonomi
11 = Pola Permul::iman
12 = l~ajian l~ronologi - pertan~galan -periodisasi
13 = Eonografi situs at au prasasti
14 = Bah as an tent anc tokoh-tol~oh tertentu
15 = Arsi tel::tur
16 = Kajian Etno£rafi
17 = Pert ahanan,. lfemili teran, d~ Poli tik
18 = Tel::nologi pert ani an
LAMPIRAN I : REKAPITULASI HASIL P~LITIAN

~- _Ko.diLSkripal _ Penalfll'~- Tujuan S~rategl ._llplL l'eDIPIImun. j•; .:l'ilrl:tbb!!n Da.h~ . K•h- - -
• I ;- ··- - . 1-L
- __!_ 2 4 , 0 1. 8 9 10 11 12 1} 14J.:..~. ~ .!I _!15_ .!i rangan -
...:,_;___;_i...:1+.:.. _ ___*____._ f - --t--~~1--*- f - _ _ _ _ 1_
' J::..·~7'-'1~,•c..:1_,.,'f'.:.:Rc..;.1_···_·_. _. ·-*- _ _ __ _*___ - *- ·1- - - -- -
2 ~ J,7_1,04,H2
---,'--+~F--.-::7:'-:1-,-:-0-7-4-
.~
* * * - .·
S 1 --'--I--,,.- - - - - - - - ,.- - - ---l·-.=-1--ll---1--1--+---1---:,.=--+---l--,*=- - - - - - ·- 1- - - --
* ·- * .' .
- - - -11---- - -- -11- - 1- - ·- -- -- -- - - -- - - t - - - t - - - l - - - - 1 - - 4 - - - 1 -- - - - - - - -
4 F,71,09,11 *
---5-+-~-.--'7-,-.-,.:...,...;..-1-1--+.-.- - - - - .- - -
*
- -
*
- - ·1-.::--1---11---1--+--li---1--.-+---11- .-
• • - - - - - -- - - -- --
- --6-=-,+-J-.•-7-,-.-,-1-.-,-,-;--11
_ _ _
-.-
..:...1-.:...:..---"-"-----·-~ -
-- -- -- "--.-- _
- - -- -
,_ .-1--- ----
- - - -· - - - - - - - -
- - -1--.--1----1--.-
- - - 1-- - . J - - -
- - - - - --·1- - - - --

7
- ---11-J,76,03.T1 - -
•- - - --
• -
* • • •
; _ - - -J---11--- - - - - - - - -1-- - -- -
8 J,79.1},H1
- - - - t-- - - - ----1-- -
* - - -
* -
* * *
- - - - ! - - -· - - - - - - 1- --+---·1---1-- -1- - ' - - - -· - - - - -
'9 J,79,09.W1 * *
- - -=--·-..:..:.:::..:...:..::...:__;._ __.__.•__ - - - - - - - - - - 1- * - - - - 1 - - 1 - -·1- -- *
--- - - - • - - ---1-- -1- - - --
10
- - - - + -'-- J, ?,O},U1 * *
- - - - - - - -- - - *
- - -- - - *
- -- - - - - *
- - - - -*-. - - - - - - -
11 J,81,01,S1 * * * * *
12 J,81,10,D6 * - - - - .- - - - .--- - - - - - ---t----II--::*-+-- - • - - - - - - ----- --
*
--- ,.,
- I- -J-.-8-1-, 0-9-.-K - -1- - - .- 1- - - • - - -.- - - - - - - - - - .- - . - - - -- -- - - --. - t
- --- - - -1---·-- 11--1-- - - - -- - - f---

--- 14 J,92,15,S8 7
---·-
• • ? '
• *
15 J,9},09,S9 * * - I - --
* - -1 - - - - - - - -
?
- ·-

- --
*
-- *
- -- - ·- - - - -- - - - - 1 - - - -
16 J,93,04,B1 * * • + * *
- -- - 1 - - - - - - - - - -- - - - - - - - - ----~ ·- - -- ·- -
17 J,B},06,B4 * • * • •
• •
-- ·--=- ~---1 *
- 1199 - J,B},1},H} *
- - - - _!!o8l!~L5~·:L.:.
20 J,8},16,&2
--- - - --- - ---
1_•_1-
1 _ _1

-- •

• - -- -- - -
-•- -- -
- ·- - ·1- -*-1-- -
-·-•
___2_1_ 1 ---..:.J..:.•_8.:;..,.:..•0_1...:•:.....H.;.1_ _ +--· -I- - __ __ _*______ ~ __ ____ ---l ·-~-ll--*- , _ - *-
IETERAlfGAJf LAKP.IRA,l!
__ 2~- J,B,,01,S2 * _ _ ____ ~ - ~ __ _•_____ __ __ _ _ - _ ,__*--1--- - t -*.,.......
--' ----
2} J,B},07 ,S} * • * -
--- -- -- •
-- ---- ----- • 1
2

Indukt1f

Dedaktir
24 • • • • • } •
lnduktir-dedukt1t

..•
4 •
Ekaplorad
25 J,8,,04.R}
... ..- *
. - -· ·--
• • II
• II
5 • Dellki'1psi '.
•·
.• •
~--

26 P,8,, t},H1 1 + • 6 • Eksplanasl


7 • Instrumental Nomological
-- ..-·- -
----· •· •
- -· -
27 F.8,,1},R1
- --------- - * --- --- - 8 • lnterpretasi teori·t111
9 Deduks1-h1poteti ll
28
----1--~ - - -----
F,8,,o6,N1 1 ? ? + • 10 • Dedukai 01111 Omum
--~ _ J,8!!_04,A_
1 _ _ -~ _ _ _ ~ __ • +
--~ --'-- • kuantl t111tlt?
11 • DedulrU DaHl Stathtikal /
_ _..::,.o_
.c ~!!04.! ~ _•_ _ _ - - f --- ~ -- c- ~ -- __ + ·--• - -- - -•- - - -- 12 • lnduksi DaHl Statilltika.l ·
}1 -~·a!.O~.!.!J_1__ ~- _ __ _ _ ~ __ ! __7__ • • ,., • Ada tidaknJa Bipotea1a
+ • Ada
• •
.,
- --
}2


!I + •
*
• 14
- • 'ridak ada
Kual1tat1f
15 • Kuantitatir
16 • Survai
- - - - r----- - - - -- 11 - - - 17 • Ekaka7 as1
18 • Puat Ilk a
- ·--· .. - -- -·1- - - - 19 Kolekd.
- 1 - -· - - -- - f - - r - - -
- -1-- - - ------- ---· _,. __
' ,.
( lnnjutan L-:tmpiran I)

_'_K~•- _J{od!LSiu:ipai..__ _ ~en&h~~ Tujuan s~r..!!tea! llpta.. Peng'llkul:l!ll .. ~ . fi~Pltlllll ~!!L- . l!tl- - -
- J ~ .1. T7oC[ lf J ~ _!_! _g .l' _.!1. - _!2 _ .:.!!: TI -ur -,g- _rangan

~--''~4......:__,_.:.
J~t.02...1L::..:- ~ - - _·_ -- __!_ - _!_ - - - - - - - __.7__ - ·- - -- - - *-
'' J.B4.16.L2 • -- -- --~----__!___ __ __ _ _ _ _ + * -*- - - - - - - ·- - - -
'6 J.B4.og.r~2 * • __ ·-- _•_______ + .....
-*- - -
37 J.84.18.S5 • • -- - - -
-- -- *- --- --·- - - .......:*~+--!1------
38 J.B4.10.S4 tl

--=-- ·-=..:....:...:~=~-- 1 --11--1-- 11--1-- - - - - - - - - - -
tl
• *
• _ _ _*_ _ _ _
_ __:3:...:9:__1_J;._:•:..:8:...:4..:.•_.:1':...·;....R....:4:___-I __ _*_____ + • tl

--- - --1-- ----
40 J.84.09.P2 * * - -
- - ·- -
-.......!...:=-----Ji----=-:..:..!.~~:..__---l:._-1-- - t1 - - ·- - + -• - -- tl
-- - - - - - -
41 J.84.01.B1 •
-----'---1---'-- - - - - -1- - f - - - - - - - -
• • +
- - - - - - - - - - - - - --
tl
• -------
- - -*- - - - -
____:_42 J.84.09.S10 * ----- • - -• 1 - - - - - - - - - - - - - • • •
- - 44
__1_..:....:._~~;;.___;___+--tt
___.§L ~..M~1.__ ___.!.__ - -
- - - J.84 .09.S6
- ~ - - - - •- - - - - - - - - __t c _ - -•- -
* r - - - - - -*- -- - - - *- - - - - - - - - - --
+
- -• -- •
-- --·- - - - --- - -
__4L _1.&4 .07.~_,_ _ 1 ~ _ _ __ __ * • + • • - - - - - -·,
__ _!~ J.84.09.T2 __ __•_____ __ " __ * +
* •
___fl__ ..!.!84~1.!_!2
___ __!_ - · - - -
I
• • _ t_ _ • •
_ ___!!_ F.84.04.~1 ~t-- ~ -- _ _ ~-- tl +
* * - - r-·- -- -
----~L -~•!:!5,Qt• .,B..._~_-+_.;;.*_I-- _ _ • • _ _? _ _ __!_ _ _..ll_

--- ~~- _!!85!-=09=·-"-1- -+ - - 1- - * * * + •


---
51 J • 85 • 0). DY,
---~'-'----1--
tl • • •
- - ------ •+ •
52 J.B5.01.E2
- - - - ----- * ---
- - - - -- • • -- *-
+ - -- • •
• ---- - - - - •
+ • •
- - - I- - - - - - - +-- -*- - -- - •


• -- - ... ~--- ____ + • •
-·--


• • • • •
- •- ---
J.a6.ot .B4 +
- - 57
-------------
..
I

-:~ ~~-- -~~~~!Q~!!,_ _ - ·- - - • + tl



-~L ~86.09.H5 --- ? ? • + tl

__!.. ~q _ - ~~~!Q'h!!~---- -- ~ - * • ? + • •
61 J.B6.10.K1 • • * • • •
1
_ L __ _

_! -~~ __!
- - - - - - - - - -- -

!.!!~~~~!!_
2 __ -~-
,____ -

-
--
• • . • •
- ---6J-- * • • •
64 • + tl
*
65 . "!~~04!.~ • • ? ·• + tl
*
-~-
66
- ---
J.87 • .B'j • * • * • penguJlan ?

- -- -
- ----- ---- ---
- - - - ------- - --
{lanjutan Lampiran I)
r
-~ ·

1
67· ' J ~.Q5 ~UD44---1!-,-:*~ - - - - ·- ~ - - - ~ -- - - --- ~ - --- - - ·- - ---f---·-·-- ~ - -- - - -
! 68 J,8J,06 .•~E~3!,____ 1 __*_ - - - - - -· - - - - - - -·- - - - - - - - - -- + * _._ - - - -1--·- ·- - - - --
69 J.87,01,E5
-----"""---1-~.>:<.l...!..><..'-'-"CL.----,1--* - - - - - - --* - - - --* 1 - - - - - · - - ---·---4~-'1--
+ • •
- - - -- - - -
_ __,7._,0,__ __L 87 09 y 1
1 t • - - -- --- - -- • - - -- -~ -- - - - - ___ _
, _ __:_+_+--*-f---1---l- - - 1- - -1--·-·- - - - - -
71 J,87, 11,119 • • - - - -*- - -- - - • •
+ -1- -- 1 - - - 1- - - - - - - - - - - - - - - -
1--- - -
:---'-7.:::2_._J...:':...;8...:1...:•..:.0-=9...:~..:.H:..:7_.:.__·.:...·~-I -- I _ *_ _ _ _
·· 7 7 7 * • •
_• _ -- - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - -- -- - --- --- - - -----
73 J,87 , 07~H4 ·• * • + • • - - - - •·
Lab,
- ---'----- -
74 J,8J,02,E7 • * • • •
-- - - -- -- -- - - -- -- - - · - --1----·- -- ---+---1---1--- ·- - - - - - - -
_ _ 7,_,5'--+.::.J-'-'.::.8_,_7 "-"..:.
7 7 • •
1..:.1.::•" ='---1- - ~ - - - - _7_. - -• - - -- - - - - - - - - - -· - - - - -- - - - - - - - - 1- -lf -- -- -
• + • • •
f--__.7_,6_ 1_.LB.l&L.I_._1,L1_ _ 1__• _ _ _
• __ _ • ·- - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -1- -- - - -
·_ _1_1_ _L.[l ~.115 • • • - • *
- - - - - - 1- - -- -- - - - - -
,- 1.!!__ J .87, 17, A5_ _ _ _*___ *
7 7 • • •
79 J,87.02,D5 • • 7 7 + • * *
·__ eo_ J • .81 .. 0J ...W_6_ ___._ __ • 7 • •
81 ~.~Q2..T4 ~- _ ___ __ _!__ • • *
__BL_ _!1..]1, 10,T3 * ____ ~ _ • • *
- - '8,_,3'-- .1'•81,09, A1_ _ _ __ ·- * _____ * • •+ • • •
84 F,.[Z,J5..Bl__ _ _!__ __ _ • • * *
___82_ _J.B!!J2.t.~7_ _ _ ___ * • • + • • *
I 86--~!~~!.l! ·J2 _ _ _ ~ * • -+ * •
87 J.B8,10 , A6 • • • -
+ • ---
- - - - - - - 1-- -- 1- -· - ·-
• - * •
+ • •
8_8 __ -~·88,12, T_5_ _ 1~ __
---"- • * - -- --- - - - - - -·-
_ __ !!9_ -~·~-~~02~ ~ --- • • • • •
__2Q.._ _}. ._
1}!!! ~U.! ~5 __ • • •· •· •
---~1 - _ J.~~!~~!!L_ • • * -
•- - 1-- -· *•·
_ _E._ __ J!88~_h!3_ _ _ *__7___ • • + •
_.t.ee.H.3U _ _ ___ • • + • •
r---9' - -~

• + .. * • •
~L _ l.~!!!! ,_Q~! ~'---- -- ~- -- -
____ _gs_ - J.!!~.Q1.!J~-- -~ - - - - - - _! __ • • + * •
96 J.8B.15.Z1 * f-- _ _ ~ • + • •
--- --- - -
97 • • • • •

-------1- - - -- -
- - - - > - -- - -- - -- --1--

Anda mungkin juga menyukai