Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegaluhan tentang Identifikasi Temuan Arkeologis
Berhubungan dengan Kegaluhan
Dosen Pengampu :
Di susun oleh:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penemuan Arkeologi" dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kegaluhan. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang kegaluhan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ghea Andriany Hervista, S.Pd., M.Pd., selaku
guru Mata Kuliah Kegaluhan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................I
DAFTAR ISI............................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................2
2.1 Arkeologi.....................................................................................................................2
2.2 Filosofi Pada Arkeologi Galuh....................................................................................4
2.3 Jenis-Jenis Arkeologi pada Galuh...............................................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan................................................................................................................15
3.2 Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Galuh adalah sebuah kerajaan kuno yang terletak di bagian barat Pulau Jawa,
Indonesia. Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada abad ke-7 Masehi dan mencapai puncak
kejayaannya pada abad ke-8 hingga awal abad ke-9. Galuh terletak di wilayah yang
sekarang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Situs-situs arkeologis di
Galuh telah memberikan wawasan yang berharga tentang kehidupan dan budaya
masyarakat Galuh pada masa lalu. Beberapa temuan penting termasuk artefak, struktur
bangunan, dan peninggalan kultural.
Misalnya, situs Cibuaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, telah menghasilkan
temuan-temuan arkeologis yang berkaitan dengan keberadaan Galuh. Temuan-temuan
arkeologis di Galuh mencakup berbagai jenis artefak seperti tembikar, ukiran batu, arca,
dan lain sebagainya. Analisis dan interpretasi temuan-temuan ini dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sehari-hari, struktur sosial, dan aktivitas
ekonomi masyarakat
Galuh pada masa lalu. Selain itu, penelitian arkeologi di Galuh juga dapat membantu
memahami hubungan budaya dan perdagangan antara Galuh dengan kerajaan-kerajaan
tetangga di wilayah Nusantara pada masa itu. Namun, penting untuk diingat bahwa
informasi lebih rinci mungkin diperlukan untuk menyusun makalah secara mendalam.
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arkeologi
1. Warisan Benda
A) Arkeologis Pada Galuh
Sejarah arkeologi di Galuh meliputi upaya penelitian yang dimulai
pada paruh pertama abad ke-20, ketika para ahli arkeologi pertama kali
2
tertarik untuk mempelajari situs-situs kuno di wilayah Jawa Barat,
termasuk Galuh. Salah satu penggalian awal yang signifikan dilakukan
pada tahun 1935 di situs Cibuaya oleh ahli arkeologi terkemuka, Dr. N.J.
Krom, yang menghasilkan temuan-temuan penting seperti arca dan artefak
kuno lainnya. Penelitian lanjutan oleh tim arkeolog dari dalam dan luar
negeri selanjutnya menghasilkan temuan-temuan berharga, termasuk
berbagai jenis artefak seperti tembikar, ukiran batu, dan struktur bangunan
kuno, yang memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan
masyarakat Galuh pada masa lalu.
Pentingnya temuan-temuan arkeologis di Galuh tidak hanya terletak
pada kontribusi terhadap pemahaman sejarah Jawa Barat, tetapi juga pada
pengembangan metode dan teknologi modern dalam arkeologi, yang terus
ditingkatkan oleh para ahli untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi
dalam penggalian dan analisis situs-situs Galuh. Pemeliharaan dan
pelestarian situs arkeologi di Galuh juga merupakan aspek krusial dalam
upaya untuk mempertahankan integritas fisik situs dan artefak yang
ditemukan, memastikan bahwa warisan budaya ini dapat terus dinikmati
dan dipelajari oleh generasi mendatang.
B) Artefak arkeologis yang telah ditemukan di Galuh
Candi Batujaya Salah satu situs arkeologi terpenting di Galuh
adalah Candi Batujaya. Situs ini terletak di Desa Batujaya, Kecamatan
Pakisjaya, Kabupaten Karawang. Candi Batujaya terdiri dari beberapa
candi Buddha yang berasal dari abad ke-4 hingga ke-7 Masehi. Situs ini
memberikan gambaran tentang keberadaan agama Buddha di wilayah
Galuh pada masa itu. Batu Tulis Ciaruteun Batu Tulis Ciaruteun adalah
salah satu peninggalan arkeologis penting di Galuh. Terletak di Desa
Ciaruteun, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Batu Tulis Ciaruteun
berupa prasasti batu yang berasal dari abad ke-5 Masehi. Prasasti ini berisi
inskripsi berbahasa Sunda Kuna dan berhubungan dengan pemerintahan
Raja Wretikandayun.
Prasasti Pohjajar Prasasti Pohjajar adalah prasasti batu yang
ditemukan di Desa Pohjajar, Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis.
3
Prasasti ini berasal dari abad ke-8 Masehi dan memberikan informasi
tentang pemerintahan Raja Sanjaya di Galuh. Arca-arca dan Benda Kuno:
Selain prasasti, beberapa arca dan benda-benda kuno telah ditemukan di
wilayah Galuh, seperti arca-arca Buddha dan artefak-artefak keramik.
C) Upacara Adat
Upacara adat dapat diartikan sebagai salah satu tradisi yang dimiliki
oleh masyarakat tradisional di mana ada nilai kental dan terlepas untuk
kebutuhan masyarakat yang mendukung akan upacara tersebut. Berikut ini
beberapa pengertian upacara adat menurut ahli.
Upacara adat memiliki hubungan dengan berbagai macam ritual
keagamaan, atau bisa disebut dengan ritus. Ritus merupakan alat bersifat
religius untuk melaksanakan adanya perubahan. Upacara adat juga
dikatakan sebagai agama atau ritual dalam bentuk tindakan dan agama.
(Ghazali, 2011)
Upacara adat atau ritual keagamaan dilaksanakan atas dasar
keberadaan kekuatan gaib yang masih tetap dilaksanakan oleh sebagian
kelompok. Hal-hal itu berupa Rita selamatan atau syukuran, tolak
bala, ruwetan, dan sebagainya.
Jadi upacara adat memiliki kaitan dengan ritual keagamaan dan
dilaksanakan sebagai sebuah simbol agama maupun atas keberadaan
kekuatan gaib yang tetap dilaksanakan oleh sebagian kelompok.
A) Candi Batujaya
4
rohaniah. Manifestasi Kosmologi dan Arsitektur Sakral: Desain dan tata letak
candi-candi di Batujaya mungkin mencerminkan kosmologi dan konsep
arsitektur sakral dari masa itu. Mungkin terdapat simbolisme geometris atau
astronomis yang mencerminkan pandangan dunia dan hubungan antara manusia,
alam, dan alam semesta.
5
memiliki elemen simbolis atau pesan-pesan keagamaan yang memberikan
wawasan tentang kepercayaan dan praktik spiritual masyarakat Galuh pada masa
lalu. Penghormatan Terhadap Pemimpin atau Raja: Prasasti-prasasti batu juga
sering kali digunakan untuk memperingati atau memuliakan penguasa atau
pemimpin agung. Filosofi di balik Batu Tulis Ciaruteun mungkin terkait dengan
penghormatan terhadap tokoh penting dalam sejarah Galuh.
D) Prasasti Pohjajar
6
Upacara Adat Ngikis merupakan warisan budaya tak benda (intangible) yang
sampai sekarang masih dipertahankan oleh masyarakat Desa Karangkamulyan.
Upacara Adat Ngikis adalah kegiatan rutin sejak dulu sampai kini yang
dilaksanakan oleh Masyarakat Desa Karangkamulyan menjelang Bulan Suci
Ramadhan di Situs Karangkamulyan. Ngikis mempunyai makna filosofis
yaitu membersikan diri dari sifat kotor dalam hati serta dalam diri sebelum
melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadhan, dengan syimbol seluruh
masyarakat Desa Karangkamulyan membersihkan, menyapu, memagar situs
(batu pancalikan) dengan bergotong – royong, menyataan banyu suci dari setiap
kabuyutan dan berdo’a bersama , musapaha lalu makan bersama nasi tumpeng
dan memakan buah hasil dari Desa Karangkamulyan. Upacara adat ini
berlangsung turun-temurun sebagai refleksi penghormatan kepada leluhur yang
telah meninggal dunia atau patilasannya. Upacara Adat Ngikis telah berlangsung
sejak lama dan tetap dipertahankan oleh masyarakat Karangkamulyan. Hal ini
disebabkan karena masyarakat Karangkamulyan menyadari betul tentang nilai-
nilai kearifan lokal yang terkadnung dalam Upacara Adat Ngikis ini memilki arti
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Karangkamulyan.
Nilai-nilai budaya lokal yang unggul harus dipandang sebagai warisan
budaya yang sangat penting. Manakala budaya tersebut diyakini memiliki nilai
yang berharga bagi kebanggaan dan kebesaran martabat bangsa, maka transmisi
nilai budaya kepada generasi penerus merupakan suatu keniscayaan. Maka dari
itu perlu adanya pengkajian lebih jauh sebagai salah satu upaya pelestarian nilai-
nilai kearifan lokal Upacara Adat Ngikis.
F) Merlawu
Upacara Adat Merlawu merupakan kegiatan masyarakat untuk mengingat
jasa para leluhur Desa Kertabumi dengan cara berziarah ke makam leluhur
tersebut. Selain itu, upacara adat Merlawu juga dapat diartikan membersihkan
diri karena pada hari itu masyarakat yang hadir saling meminta maaf sebelum
datangnya bulan suci Ramadhan atau biasanya disebut dengan acara munggahan.
Bagi masyarakat Islam Sunda acara munggahan merupakan bentuk rasa hornat
mereka dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan.
7
Seiring dengan perkembangan zaman Munggahan hanya diartikan sebagai
makanmakan atau kumpul-kumpul bersama keluarga dan yang lainya, tapi pada
tradisi Merlawu yang dikaitkan dengan munggahan tersebut dijadikan sebagai
ajang untuk mempererat tali silaturahmi serta sebagai waktu untuk saling
memaafkan diantara kaum Muslim terutama dengan kerabat, dengan maksud
untuk membersihkan jiwa dari segala dosa manusia. Dari hal tersebut yang
menjadi tujuan utama dilaksanakannya tradisi Merlawu yaitu medoakan leluhur
yang telah meninggal dunia dan saling meminta maaf diantara sesama manusia
khususnya masyarakat Desa Kertabumi. Diharapkan untuk menyucikan jiwa dari
dosa dengan sesama manusia, yang intinya untuk mempersiapkan diri memasuki
Bulan Ramadhan. Masyarakat yang berziarah, selain untuk mendoakan juga
bermaksud menyucikan diri dan mengingatkan diri pada kematian.
1. Warisan Benda
1) Candi Batujaya
8
peneliti untuk mendapatkan wawasan tentang kehidupan dan kepercayaan
masyarakat Galuh.
Artefak dan Benda Kuno: Artefak dan benda-benda kuno yang ditemukan
di situs Batujaya memberikan wawasan tentang kehidupan sehari-hari,
kebudayaan, dan agama yang dianut oleh masyarakat pada masa tersebut. Ini
termasuk arca-arca, patung, potongan-potongan keramik, dan benda-benda
serupa. Analisis Stratigrafi Studi stratigrafi melibatkan analisis lapisan-lapisan
tanah dan material di situs arkeologi untuk memahami urutan kronologis dari
aktivitas manusia yang terjadi di sana. Ini membantu dalam menentukan sejarah
penggunaan dan perkembangan situs.
9
3) Prasasti Pohjajar
Prasasti Pohjajar adalah prasasti batu yang ditemukan di Desa Pohjajar,
Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Indonesia. Prasasti ini
diperkirakan berasal dari abad ke-8 Masehi dan berisikan inskripsi berbahasa
Sunda Kuna. Artefak ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi karena
menyediakan wawasan tentang periode penting dalam sejarah Jawa Barat.
Prasasti ini memiliki karakteristik dari prasasti legal atau hukum, dan diduga
berkaitan dengan pemerintahan Raja Sanjaya dari Kerajaan Galuh. Isinya
mencakup ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku pada masa itu. Selain
itu, prasasti ini juga menyebutkan beberapa nama individu dan kelompok yang
memiliki peran dalam pemerintahan atau administrasi.
Struktur bahasa dalam inskripsi menunjukkan pengaruh kuat bahasa
Sanskerta, yang menunjukkan bahwa saat itu, kebudayaan dan agama Hindu-
Buddha telah mempengaruhi wilayah tersebut. Dalam inskripsi, mungkin juga
terdapat kutipan dari ajaran agama atau norma-norma moral yang menjadi
panduan dalam kehidupan sehari-hari
Prasasti Pohjajar memberikan informasi penting tentang sistem hukum dan
tata pemerintahan pada masa Galuh. Ini mencakup hal-hal seperti hak-hak dan
kewajiban warga, serta aturan-aturan terkait kepemilikan tanah atau sumber daya
alam lainnya. Hal ini juga menunjukkan kompleksitas administratif dan struktur
sosial pada masa itu. Penelitian lebih lanjut dan analisis epigrafi yang mendalam
diperlukan untuk memahami secara menyeluruh makna dan konteks Prasasti
Pohjajar. Para ahli juga dapat melakukan studi lebih lanjut terkait kebudayaan
dan agama yang mempengaruhi masyarakat pada masa itu berdasarkan informasi
yang tersedia dalam inskripsi.
Upacara Adat Ngikis merupakan upacara adat yang sudah ada sejak lama,
yaitu sejak sekitar 150 tahun lalu. Upacara Adat Ngikis ini sudah dilaksanakan
secara turun-temurun oleh seluruh masyarakat Karangkamulyan dari dulu hingga
sekarang. Ngikis berasal dari bahasa Sunda yaitu “kikis” yang berarti pager awi
10
anu kerep (pagar bambu yang rapat) (Satjadibrata, 1948: 147). Ngikis secara
harfiah berarti memagar. Pada masa lalu Ngikis lebih bersifat fisik yakni
mengganti pagar singgasana Raja di situs Pangcalikan. Warga dari berbagai dusun
datang sembari membawa bambu untuk digunakan memagari singgasana raja,
yang rutin dilaksanakan setiap satu tahun sekali menjelang bulan suci Ramadhan.
Selain itu Ngikis juga dimaknai sebagai sarana untuk memagari dan
membersihkan diri dari perilaku buruk dan hawa nafsu jahat, sehingga ketika
masuk bulan Ramadhan diri dalam keadaan bersih (suci) dan dapat terhindar dari
sifat-sifat tercela. Dimana inti dari puasa adalah memagari hawa nafsu, baik nafsu
lahir (makan, minum) juga nafsu batin (sex, iri, dengki dan menganiaya orang).
Sejak kapan Ngikis ini dimulai, tidak dapat ditetapkan secara pasti. Tanpa
menyebutkan mengenai titik awal dimulainya Upacara Adat Ngikis. Memang
sukar ditetapkan angka tahun yang relatif tepat. Sepanjang penelaahan yang
peneliti lakukan, sampai sekarang belum ada bukti-bukti otentik yang dapat
dijadikan landasan untuk menetapkan angka tahun sejak kapan Upacara
Adat Ngikis itu ada, karena untuk Upacara Adat Ngikis ini tidak ada dokumen
tertulis yang membahasnya. Namun, dari beberapa penjelasan narasumber yang
penulis wawancarai, dapat diperkirakan bahwa Ngikis ini sudah ada sejak sekitar
tahun 1800-an, Upacara Ngikis sudah dilaksanakan kurang lebih oleh 8 orang
kuncen, yang terdiri atas 1) Wangsa Di Kara; 2) Karta Wisastra; 3) Haji Jakaria;
4) Jaya; 5) Basri; 6) Eundan Sumarsana; 7) Perdi; 8) Kistia. Jika dihitung mundur
dari seberapa lama kuncen itu menjabat, maka dapat diperkirakan Ngikis sudah
ada sejak tahun 1800-an atau sejak sekitar 150 tahun silam.
Ngikis ini merupakan upacara adat hasil akulturasi antara Islam, Hindu
dengan kebudayaan asli, dimana proses akulturasi tersebut terjadi melalui
pertemuan dari budaya Hindu, Islam dan kepercayaan asli masyarakat
Karangkamulyan sendiri. Hal tersebut berdasarkan sejarah Situs Karangkamulyan
yang sudah ada sejak masa Hindu. Sehingga dari akulturasi budaya tersebut
menghasilkan sebuah Upacara Adat Ngikis. Upacara Adat Ngikis dilaksanakan
sebagai bentuk penghormatan masyarakat Karangkamulyan terhadap nenek
moyang mereka. Geertz (1981: 103) mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek
moyang dewasa ini, tidak lebih dari suatu pernyataan hormat yang tulus kepada
11
almarhum (orang yang sudah meninggal dunia), ditambah suatu kesadaran yang
hidup tentang perlunya berlaku baik terhadap almarhum (nenek moyang) dan
menjamin bahwa sekadar nasi dan bunga-bungaan akan disampaikan kepada
mereka. Apa yang disampaikan Greetz dalam bukunya ini sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Karangkamulyan melalu Upacara
Adat Ngikis sebagai bentuk pernyataan hormat dan kesadaran dari orang yang
hidup tentang perlunya berbuat baik terhadap orang yang sudah tiada (meninggal)
yaitu nenek moyang mereka, karena mereka menyadari bahwa perlunya menggali
tradisi agar tidak “putus wekas” (putus jejak/keturunan) atau pareumeun obor.
Upacara Adat Ngikis merupakan upacara adat yang diciptakan berdasarkan
pertimbangan keindahan, seni, emosi (perasaan) dan akhlak serta adat istiadat
masyarakat Karangkamulyan. Upacara Adat Ngikis lebih mendekati bagian dari
ritual keagamaan yang merupakan hasil dari proses akulturasi antara Hindu, Islam
dan kepercayaan asli (animisme, dinamsme). Masyarakat Tatar Galuh
(Karangkamulyan) meyakini bahwa siapa pun yang telah meninggal, rohnya akan
selalu ada di sekitar masyarakat (Aip, wawancara 19 Maret 2018). Ini merupakan
kepercayan asli (animisme dinamisme) yang sampai sekarang masih tertanam dan
diyakini oleh masyarakat Karangkamulyan. Ngikis adalah bagian dari
penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal dunia, terutama leluhur Galuh
yang tersebar di Tatar Galuh khususnya Situs Karangkamulyan.
2) Merlawu
12
masyarakat yang menjadi bagian dari warga kerajaan Galuh Kertabumi sangat
menghormati rajanya yaitu Raja Prabudimuntur memberikan penghormatan
terhadap segala jasanya dengan selalu mendatangi makamnya untuk berziarah.
Berziarah merupakan salah satu praktik sebagian umat beragama yang memiliki
makna moral yang penting. Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat
yang suci dan penting bagi keyakinan dan kepentingan orang yang bersangkutan.
Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, meneguhkan iman atau menyucikan
diri.
Upacara Adat Merlawu, berasal dari kata Merlawu yaitu Lalawuh yang
diartikan sebagai makanan hasil pertanian berupa umbi- umbian, kacang-
kacangan dan labu. Hal tersebut berkaitan dengan pemberian nama kegiatan yang
dilaksakan oleh masyarakat Kertabumi pada zaman dulu (Sri Pajriah & Mia
Sumiari Dewi: 199). Tradisi tersebut dinamakan Merlawu pada saat seseorang
yang memimpin jalannya kegiatan di Desa Kertabumi dalam pidatonya
menyebutkan kata “Lalawuh”. Saat itu jamuan makan yang digunakan pada
kegiatan tersebut merupakan makanan hasil pertanian, oleh sebab itu maka
kegiatan tersebut dinamakan Merlawu. Masyarakat membawa makanan dari hasil
pertaniannya sendiri kemudian pada saat kegiatan Merlawu dikumpulkan untuk
nantinya dimakan bersama-sama dengan masyarakat yang lainnya.
Tradisi Merlawu merupakan bentuk kegiatan yang digelar sejak zaman
Galuh Kertabumi. Mulai dari Pangeran Rangga Permana yang kemudian bergelar
Prabu Dimuntur (1585-1602 M) yang makamnya terletak di Dusun
Sukamulya, berbatasan dengan Dusun Bunder, Desa Kertabumi. Setelah wafatnya
Prabu Dimuntur, masyarakat Kertabumi setiap tahunnya selalu berziarah ke
makamnya untuk mendoakaan dan mengenang jasa-jasanya. Hal ini menjadi
kebiasaan dan lahir sebuah tradisi Merlawu yang masih dilaksakan setiap
tahunnya sampai saat ini.
Tradisi Merlawu adalah ritual yang dilaksanakan pada bulan Ruwah, 7
(tujuh) hari sebelum Ramadhan, pada hari Senin atau hari Kamis di bulan itu yang
dilaksanakan di dua tempat yaitu di Situs Makam Prabu Dimuntur dan di Situs
Gunung Susuru. Upacara Merlawu yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa
Kertabumi diselenggarakan pada bulan Ruwah dimaksudkan bulan tersebut
13
merupakan bulan sebelum bulan suci Ramadhan. Diharapkan sebelum datangnya
bulan suci Ramadhan khususnya bagi masyarakat Desa Kertabumi dapat saling
membersihkan diri dengan meminta maaf diantara yang satu dengan yang lainnya,
menjadikan tradisi upacara adat Merlawu tersebut merupakan kegiatan yang tepat
sebagai suatu wadah berkumpulnya masyarakat Desa Kertabumi dalam satu
tempat dan bersma-sama mengikuti kegiatan budaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
Candi Batujaya. Situs ini menyimpan jejak-jejak keagamaan dan kebudayaan
yang kaya, termasuk arca-arca, prasasti, dan artefak lainnya yang mencerminkan
kehidupan spiritual dan kepercayaan masyarakat Galuh. Analisis lebih lanjut
terhadap prasasti-prasasti yang ditemukan di Candi Batujaya memberikan
informasi tentang pemerintahan, agama, dan tata sosial pada masa tersebut. Situs
lain yang memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi adalah Candi Cangkuang, yang
diyakini memiliki kaitan dengan Kerajaan Galuh. Temuan-temuan di situs ini juga
memberikan wawasan tentang kepercayaan agama dan praktik keagamaan
masyarakat pada masa itu. Temuan arkeologis di Galuh juga mencakup artefak-
artefak seperti arca-arca, patung, potongan-potongan keramik, dan benda-benda
kuno lainnya. Analisis lebih mendalam terhadap artefak ini memberikan gambaran
tentang kehidupan sehari-hari, kerajinan, perdagangan, dan kebiasaan masyarakat
pada masa itu.
3.2 Saran
Saran kami dalam melestarikan peniggalan sejarah oleh leluhur kita. Kita
harus menjaga dan menjadikan monument itu sebagai pembalajaran agar Indonesia
tahu bagaimana sejarah terciptanya situs situs yang terkenal salah satunya di
Kerajaan Galuh itu sendiri.
15
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Shakti. 2020. Ngikis. Oleh Kemendikbud.go.id
Soeroso. 1995. Penelitian Tentang Lingkungan di Candi Batujaya. Oleh Pustaka Unpad
Vogel, J.Ph. 1925. The Earliest Sanskrit Inscription of Java Oleh Pesona Indonesia.
LAMPIRAN