Anda di halaman 1dari 194

1

KAWAH TEKUREP:
PERSPEKTIF ARKEOLOGI DAN SEJARAH

Penulis:
Aldy Hidayat Pratama, Annisa Meidonia, Aisyah Luthfie Naufal, Ari
Gunawan, Akhmad Fikri Renaldi, Budi Aswar, Holiza, M. Rizky Arjuni,
Suryo Arief Wibowo, Widia Ningsih

Editor:
Retno Purwanti
Titet Fauzi Rachmawan
Amilda

i
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta

Pasal 2 :
Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan pidana
Pasal 72 :
Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan pembuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan
(2) dipidana dengan pidanan penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan


atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaraan Hak cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dipidana dengan pidanan penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

***************************************************
Hak Cipta, Januari 2021
PENERBIT AKSARA PENA

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dengan


cara apapun, termasuk dengan menggunakan mesin fotocopi dan
Peralatan elektronik lainnya, tanpa seizin dari penerbit.

ii
KAWAH TEKUREP;
PERSPEKTIF ARKEOLOGI DAN SEJARAH
@F-P-AKSPEN
Cetakan Pertama, Januari 2021
Halaman viii+ 146 ukuran: 16 x 24 cm

Penulis
Aldy Hidayat Pratama, Annisa Meidonia, Aisyah Luthfie
Naufal, Ari Gunawan, Akhmad Fikri Renaldi, Budi Aswar,
Holiza, M. Rizky Arjuni, Suryo Arief Wibowo, Widia Ningsih

Editor
Retno Purwanti
Titet Fauzi Rachmawan
Amilda

Layout/ isi dan Penata Letak :


Tim Design Penerbit Aksara Pena

Didistribusikan Oleh :
PENERBIT AKSARA PENA

ISBN: 978-623-95847-1-9
Jalan KH. Azhari nomor 789, Palembang, Sumatera Selatan.

Telp/Fakx. 0711-5742322
Aksarapena online Bookstore:
Email: keranjangaksarapena@gmail.com
Instagram @penerbitaksarapena
Facebook @aksarapena

iii
iv
SAMBUTAN

KEPALA BALAI ARKEOLOGI SUMSEL


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah
SWT atas nikmat iman, Islam, sehat, dan sempat. Salawat serta salam kita
haturkan kepada manusia agung, nabi Muhammad SAW. Kedua, kami
ucapkan selamat atas terbitnya buku “Kawah Tekurep: Perspektif Arkeologi
Dan Sejarah” yang diterbitkan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Raden Fatah..
Buku ini merupakan kompilasi dari beberapa tulisan mahasiswa dan
dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah. Bahan tulisan
merupakan hasil penelitian arkeologi Balai Arkeologi Sumatera Selatan
dengan melibatkan mahasiswa dan dosen Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Raden Fatah di situs kompleks makam Kawah Tekurep, Palembang.
Penelitian Balar Sumsel bersama mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
merupakan salah satu bentuk kerjasama yang telah ditandatangani antara
Balar Sumsel dan Fakultas Adab dan Humaniora.
Penerbitan buku ini merupakan ajang latihan menuangkan
ide/gagasan/pikiran dalam bentuk tulisan ilmiah bagi mahasiswa,
khususnya mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah.
Mahasiswa sejak di bangku kuliah harus dibiasakan menulis (ilmiah, semi
ilmiah atau popular) dan menulis diharapkan menjadi suatu kebiasaan dan
kebutuhan. Dengan sering menulis diharapkan para mahasiswa mempunyai
nilai lebih yang bisa menjadi modal, apabila ingin berkiprah di bidang
akademis (peneliti, dosen) maupun bidang lainnya.

v
Keberadaan Kawah Tekurep sebagai salah satu situs masa islam di
Palembang, dapat dikaji dari berbagai perspektif (arkeologi, sejarah,
arsitektur, wisata). Buku ini karena merupakan hasil dari penelitian
arkeologi sehingga perspektif arkeologi lebih banyak dibahas. Pembahasan
arkeologi terkait dengan pola pembagian halaman; perubahan bangunan;
ragam hias; cagar budaya; dan kaligrafi lebih mengemuka dibanding dengan
pembahasan tentang sejarah tokoh yang dimakamkan maupun sebagai
destinasi wisata religi.
Penerbitan buku ini diharapkan menjadi titik awal dari penerbitan
buku-buku selanjutnya. Balar Sumsel sangat mendukung penerbitan buku ini
dan siap melibatkan mahasiswa pada kegiatan penelitian selanjutnya. Insya
allah pada penerbitan buku selanjutnya dapat dibahas data (arkeologi)
dengan perspektif yang lebih kaya. Semoga.

Palembang, Januari 2021


Kepala Balai Arkeologi Sumsel

Drs. Budi Wiyana

vi
SAMBUTAN

DEKAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


Segala Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
yang maha pengasih dan maha penyayang. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan sholawat dan salam-Nya kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW kepada seluruh keluarga serta semua sahabat-sahabatnya.
Alhamdulillah, setelah melalui proses diskusi, Tim Penyusun Buku
yang berjudul “KAWAH TEKUREP: PERSPEKTIF ARKEOLOGI DAN
SEJARAH”, dapat menyelesaikannya dengan baik. Penulis buku ini terdiri
dari mahasiswa Prodi SPI yang berkolaborasi dengan Dosen SPI Fakultas
Adab Dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang serta Peneliti dari Balai
Arkeologi Sumatera Selatan.
Buku ini adalah hasil (output) dari kegiatan Praktikum Penelitian
Lapangan (PPL) mahasiswa Prodi SPI Fakultas Adab Dan Humaniora yang
dibimbing langsung oleh Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan serta
Dosen Prodi SPI. Hasil dari penelitian ini semoga memberi manfaat bagi
Civitas Akademika Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Raden Fatah
Palembang khususnya dan masyarakat secara luas pada umumnya.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada penyusun dan semua
pihak yang terlibat dalam proses penyusunan buku ini.
Palembang, Januari 2021
Dekan

Dr. Endang Rochmiatun. M. Hum

vii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... I
SAMBUTAN KEPALA BALAI ARKEOLOGI SUMSEL ...................... V
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA....... VII
DAFTAR ISI............................................................................................. VIII
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... X
Pola Halaman Pada Kompleks Makam Kawah Tekurep
Aldy Hidayat Pratama, Retno Purwanti, Amilda ........................................ 1
Arsitektur Kompleks Makam Kawah Tekurep
Annisa Meidonia, Retno Purwanti, Sholeh Khuddin................................. 23
Perubahan Bangunan Kompleks Makam Kawah Tekurep Dari dari
Abad 19 – Awal Abad 20
M. Rizky Arjuni, Retno Purwanti, Amilda ................................................. 47
Makam Kawah Tekurep Perspektif Cagar budaya
Budi Aswar, Retno Purwanti, Amilda ....................................................... 59
Kaligrafi Pada Nisan Di Komplek Makam Sultan Muhammad
Bahauddin (Studi Pada Makam Kawah Tekurep Palembang)
Akhmad Fikri Renaldi, Retno Purwanti, Sholeh Khudin ........................... 77
Jenis Kaligrafi Pada Nisan Komplek Makam Kawah Tekurep
Aisyah Luthfie Naufal, Retno Purwanti, Sholeh Khudin ........................... 97
Kaligrafi Di Komplek Makam Sultan Najamudiin Di Kawah Tekurep
Ari Gunawan, Retno Purwanti, Amilda .................................................. 109
Ragam Hias Di Situs Makam Kawah Tekurep: Kelangsungan Pada
Motif Songket
Widia Ningsih, Retno Purwanti, Sholeh Khudin ..................................... 121
Menyelusuri Jejak Pangeran Penghulu Nata Agama Akil (1831-1839 M)
Suryo Arief Wibowo, Retno Purwanti, Amilda........................................ 131

viii
Kawah Tekurep Sebagai Destinasi Wisata Religi Di Palembang
Holiza, Retno Purwanti, Sholeh Khudin ................................................. 151
BIODATA PENULIS................................................................................ 169
LAMPIRAN............................................................................................... 181

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Denah Kompleks Makam Kawah Tekurep ........................................... 10


Gambar 2. Makam Kompleks Raden Hanan .......................................................... 12
Gambar 3. Makam Kompleks Raden Mad ............................................................. 13
Gambar 4. Makam Kompleks Raden Cek Mad ...................................................... 14
Gambar 5. Makam Kompleks Raden Satar ............................................................ 14
Gambar 6. Makam Raden Hasan, beserta Istri dan Keluarganya ........................... 15
Gambar 7. Makam Sultan Mahmud Badaruddin dan Keluarganya ........................ 16
Gambar 8. Makam Pangeran Ratu Kamuk, beserta istri dan Guru besarnya ......... 17
Gambar 9. Makam Sultan Ahmad Najamuddin I, beserta susuhunannya .............. 18
Gambar 10. Makam Sultan Muhammad Bahauddin, beserta istri dan Guru
besarnya ................................................................................................................... 19
Gambar 11. Makam Pangeran Nato Diradjo, beserta istri dan Guru besarnya ....... 19
Gambar 12. Denah Komplek Utama Makam Kawah Tekurep ............................... 29
Gambar 13. Bangunan cungkup 1 .......................................................................... 31
Gambar 14. Bangian depan pintu bangunan cungkup 1 ......................................... 32
Gambar 15. Pintu pagar bangunan cungkup 1 ........................................................ 32
Gambar 16. Dinding dan kubah bagian dalam cungkup 1...................................... 32
Gambar 17. Bagian kubah dan mustaka cungkup 1 ............................................... 32
Gambar 18. Bangunan cungkup 2 tampak samping ............................................... 33
Gambar 19. Bangunan cungkup 2 tampak depan ................................................... 34
Gambar 20. Bangunan cungkup 3 bangian depan .................................................. 36
Gambar 21. Bagian bawah / kaki bangunan cungkup 3 ......................................... 36
Gambar 22. Pintu masuk makam cungkup 3 persamaan bentuk dengan Pintu
Gobyok rumah Jawa................................................................................................. 37
Gambar 23. Bagian dalam cungkup 3 arah timur ................................................... 37
Gambar 24. Bagian depan cungkup 4..................................................................... 39
Gambar 25. Dinding berlubang/jendela pada bagian depan cungkup 4 ................. 39
Gambar 26. Bagian atap cungkup 4........................................................................ 40
Gambar 27. Dinding berlubang/jendela pada bagian timur cungkup 4 .................. 40
Gambar 28. Bagian dalam sisi utara-timur cungkup 4 ........................................... 40
Gambar 29. Bagian dalam sisi timur-selatan cungkup 4 ........................................ 40
Gambar 30. Bagian depan pintu cungkup 4 ........................................................... 41
Gambar 31. Tampak dalam di sisi barat cungkup 3 & 4 ........................................ 41
Gambar 32. Tampak depan bagian sisi selatan depan cungkup 4 .......................... 42
Gambar 33. Bagian dalam pagar luar di sisi selatan ............................................... 42
Gambar 34. Bagian depan pagar luar ..................................................................... 42

x
Gambar 35. Halaman Depan .................................................................................. 51
Gambar 36. Sketsa Komplek Makam Kawah Tekurep .......................................... 52
Gambar 37. Makam Ahmad Najamuddin II (Raden Husein) ................................. 55
Gambar 38. Di Belakang Cungkup 1 Dan Pangeran Ratu Kamuk ......................... 55
Gambar 39. Halaman Depan .................................................................................. 56
Gambar 40. Lokasi Komplek Kawah Tekurep ....................................................... 65
Gambar 41. Halaman Dalam Kawah ...................................................................... 67
Gambar 42. Makam Sultan Mahmud Badaruddin III ............................................. 68
Gambar 43. Perubahan makam dan nisan .............................................................. 69
Gambar 44. Kerusakan dan kebersihan .................................................................. 70
Gambar 45. Tsulut aady ......................................................................................... 84
Gambar 46. Tsulut Jaliy ......................................................................................... 84
Gambar 47. Denah Makam..................................................................................... 85
Gambar 48. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 86
Gambar 49. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 86
Gambar 50. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 87
Gambar 51. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 88
Gambar 52. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 88
Gambar 53. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 89
Gambar 54. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 89
Gambar 55. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 90
Gambar 56. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 90
Gambar 57. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 91
Gambar 58. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 91
Gambar 59. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 92
Gambar 60. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 92
Gambar 61. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 93
Gambar 62. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 93
Gambar 63. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 94
Gambar 64. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan ........................................................ 94
Gambar 65. Khat Khufi ........................................................................................ 102
Gambar 66. Khat Nasakh ..................................................................................... 102
Gambar 67. Khat Tsulus ....................................................................................... 103
Gambar 68. Khat Farisi ........................................................................................ 103
Gambar 69. Khat Riq’ah....................................................................................... 104
Gambar 70. Khat Diwani ...................................................................................... 104
Gambar 71. Nisan Jenis Kaligrafi Riq’ah............................................................. 105
Gambar 72. Nisan Jenis Kaligrafi Tsulus ............................................................. 106
Gambar 73. Nisan Jenis Kaligrafi Tsulus ............................................................. 106
Gambar 74. (1) Nisan Bagian Kaki (2) Khat Tsulus ............................................ 117

xi
Gambar 75. (1) Motif tumpal pada nisan (2) Motif tumpal pada songket ............ 126
Gambar 76. (1) Motif meru pada nisan (2) Motif meru pada songket .................. 127
Gambar 77. (1) Motif geometris pada jirat (2) Motif Geometris pada songket .... 128
Gambar 78. (1) Motif bunga berante pada nisan (2) Motif bunga Berante pada
songket ................................................................................................................... 128
Gambar 79. Cungkup Makam Pangeran Nata Diraja (Bagian Depan) ................. 137
Gambar 80. Nisan Kepala Makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akil........... 137
Gambar 81. Inskripsi Nisan Pangeran Penghulu Nata Agama Akil ..................... 138
Gambar 82. Sketsa Cungkup Makam Pangeran Nata Diradja .............................. 139
Gambar 83. Cungkup Makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akib ................ 144
Gambar 84. Makam Pangeran Penghulu Nata Agama M. Akib........................... 144
Gambar 85. Medalion Makam Pangeran Penghulu Nata Agama M. Akib .......... 145
Gambar 86. Sketsa Kompleks Makam Cinde Welan (di dalamnya terdapat Makam
Penghulu Nata Agama Akib) ................................................................................. 145
Gambar 87. Para penziarah yaitu Masyarakat, Pelajar dan Mahasiswa ............... 146
Gambar 88. Toilet/Wc .......................................................................................... 146
Gambar 89. Tempat Air di Bangunan Cungkup I ................................................ 162
Gambar 90. Buku Tamu Cungkup I ..................................................................... 162
Gambar 91. Hand Sanitiser dan Tempat Cuci Tangan ......................................... 163
Gambar 92. Tempat pos satpam ........................................................................... 164

xii
Pola Halaman Pada Kompleks Makam Kawah Tekurep

Aldy Hidayat Pratama1, Retno Purwanti2, Amilda3

A. PENDAHULUAN

Menggali sisa-sisa peninggalan manusia pada masa lampau


merupakan ciri utama sebuah kajian arkeologi. Arkeologi merupakan cabang
ilmu yang mempelajari benda-benda purbakala sebagai peninggalan sejarah.
Arkeologi memberikan penjelasan terhadap benda-benda peninggalan
manusia yang sudah terkubur sehingga benda-benda tersebut bisa berfungsi
sebagai sumber penulisan sejarah. Arkeologi mengarahkan kajian pada benda-
benda peninggalan manusia bersifat material untuk dihadirkan kembali
sebagai benda berbicara yang mewakili dunia masa lampau yang gelap. Dalam
kaitan inilah arkeologi secara sederhana dipahami sebagai ilmu untuk menulis
sejarah berdasarkan sumber-sumber material atau sebagai studi yang
sistematik terhadap kepurbakalaan dan sebagai alat untuk merekonstruksi
masa lampau. Sejarah hanya mengerjakan bagian-bagian masa lampau
manusia yang meninggalkan tulisan, sedangkan bagian masa lampau yang
hanya benda-bendanya semata, diserahkan kepada disiplin arkeologi.

Arkeologi mengungkapkan aspek-aspek kehidupan manusia masa


pengaruh Islam melalui peninggalan kepurbakalanya. Dalam Pertumbuhan
dan perkembangan Islam di Indonesia merupakan suatu bagian dari
kebudayaan nasional dalam tinggalan arkeologi dan sejarah lazim disebut

1
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
2
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
3
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang

1
arkeologi Islam Indonesia. Tujuan dari arkeologi Islam tidak hanya
mempelajari perayaan keagamaan, dan sistem pemakaman saja, tetapi juga
mempelajari tempat-tempat yang dimana dikuburkan, situasi dan kondisi
makam, makam-rumah, serta nisan kubur.4

Palembang, ibukota Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu


kota penting dan mempunyai sejarah panjang di Indonesia. Sejak dahulu kota
Palembang telah dikenal sebagai pusat perdagangan yang cukup maju bahkan
sebelumnya dipercaya sebagai pusat kerajaan besar nusantara Sriwijaya.
Posisi Palembang yang dilalui oleh sungai Musi semakin strategis sebagai
pusat perdagangan yang senantiasa ramai oleh kedatangan berbagai suku-suku
bangsa di dunia. Baik hanya untuk tujuan berdagang, maupun untuk
penyebaran agama. Interaksi antar bangsa ini kemudian memungkinkan
berkembangnya berbagai tradisi dari latar belakang budaya bangsa yang
berbeda.5

Menurut Anthony Catanese dan Snyder, dalam pemanfaatan sungai


untuk sarana transportasi, keperluan irigasi, dan pertahanan menjadi faktor
utama dalam menentukan sebuah kota. Namun, keberadaan sungai tidak hanya
sekadar mempengaruhi perkembangan sebuah kota. Melalui sungai dan
kawasan di sekitarnya, identitas dan etnisitas masyarakat mengalami peroses
pembentukannya. Identitas kota Palembang. misalnya, adalah salah satu
contohnya. Palembang, yang terletak di tepi Sungai Musi, merupakan wilayah
yang cukup penting dalam sejarah Nusantara.

4
Effie Latifundia, “Struktur Makam Kuna Islam Di Kawasan Luragung Kabupaten
Kuningan,” Jurnal Purbawidya Vol. 3, no. 1 (Juni 2014): hlm. 54.
5
Firdaus Marbun, “Ziarah Kubra di Palembang : Antar Kesadaran Religi dan Potensi
Ekonomi Kubra Pilgrimage in Palembang,” Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 3,
no. 1 (Juni 2017): hlm. 637.

2
Dukungan dari Sungai Musi itulah yang menjadikan Palembang
pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Selama dalam kurun
beberapa abad Sriwijaya pernah menjadi pusat peradaban dunia pada masa
silam. Kebesaran Palembang di masa Sriwijaya tidak lepas dari peran yang
dimainkannya dalam berbagai bidang kehidupan, seperti politik dan ekonomi.
Furnivall menggambarkan Palembang sebagai ibukota Sriwijaya merupakan
sebuah kota peradaban yang sangat kaya, dan menjadi pusat imperium
komersial yang menguasai kawasan Nusantara. Pada masa inilah kota
Palembang sudah menjadi kota penghubung antara pusat-pusat perniagaan
trans-Asia atau pusat jalur perdagangan. Oleh karena itu, kota Palembang juga
digambarkan sebagai penguasa jaringan lalu-lintas kapal-kapal “antar Asia”.
Hal ini tentu tidak terlepas dari lokasi geo-politik Palembang yang sangat
strategis.6

Kesultanan Palembang Merupakan salah satu institusi pemerintahan


yang pernah ada di Palembang khususnya dan Sumatera Selatan pada
umumnya. Kesultanan Palembang ini bertahan sampai tahun 1821 karena
Benteng Kuto Besak berhasil dikuasai oleh Kolonial Belanda dan Sultan
Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate. Kesultanan Palembang
dihapuskan pada tahun 1823 oleh Belanda. Dengan demikian, kesultanan
Palembang telah berlangsung selama 272 tahun jika dihitung sejak tahun
berdirinya kerajaan Palembang (1549-1821).7

Selama kurun waktu itu kesultanan Palembang ini telah meninggalkan


jejak-jejaknya melalui peninggalan-peninggalan arkeologis. Peninggalan-

6
Ida Farida, Endang Rochmiatun, and Nyimas Umi Kalsum, “Peran Sungai Musi
Dalam Perkembangan Peradaban Islam Di Palembang: Dari Masa Kesultanan Sampai Hindia-
Belanda,” JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) 3, no. 1 (2019): hlm. 50.
7
Retno Purwanti, “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang),” Jurnal
Siddhayatra, Vol. 9, No. 1 (Mei 2004): hlm. 20.

3
peninggalan arkeologis tersebut berupa Keraton, Benteng Kuto Besak, Masjid
Agung, dan Kompleks Makam Kawah Tekurep. Pada kota Palembang
terdapat tidak kurang dari 8 kompleks makam para sultan yang semuanya
terletak di daerah sebelah Ilir. Ketujuh makam tersebut adalah kompleks
Makam Cinde Walang, Sabokingking, Kebon Gede, Kawah Tekurep,
Kompleks Makam Ki Gede Ing Suro di 3 Ilir, Makam Madi Ing Angsoka di
Jalan Candi Angsoka dan Makam Madi Alit di belakang RS. Charitas dan
kompleks Makam Sultan Agung di 3 Ilir. Jumlah tersebut akan bertambah lagi
jika dimasukkan makam-makam raja yang terletak di Indralaya, yaitu Makam
Pangeran Sedo Ing Rejek di Dusun Sakatiga dan makam para sultan yang
diasingkan oleh Belanda di Ternate maupun di Cianjur.

Dalam hal ini salah satu makam yang dibahas adalah kompleks makam
kawah Tekurep. Kompleks makam Kawah Tekurep ini terletak di Kelurahan
3 Ilir, Kecamatan Ilir II Palembang, terletak sekitar 100 meter di sebelah Utara
Sungai Musi. Pada kompleks makam ini dibatasi dengan pagar-pagar yang
dibangun dari bata yang menghadap ke arah sungai.

Keberadaan kompleks makam Kawah Tekurep ini dibangun pada masa


pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I yang berkuasa pada tahun 1724
sampai dengan 1756 M. Pembangunan kompleks makam ini diperkirakan
dibangun pada tahun 1728 M. Fakta ini diperkuat dengan tulisan orang
Belanda yang menyebutkan kompleks makam Kawah Tekurep merupakan
kompleks makam yang terdiri dari atas bangunan persegi empat terbuat dari
batu dan atapnya berupa kubah serta memiliki sebuah pintu masuk yang
terbuat dari kayu. Pembangunan kompleks makam Kawah Tekurep ini

4
dimaksudkan untuk pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin I beserta
keluarga dan keturunannya.8

Pada pembahasan mengenai pola halaman pada kompleks makam


Kawah Tekurep sangat menarik sekali untuk dibahas dan menjadi tulisan, agar
orang lain tahu bahwa pola-pola atau letak-letak denah halaman di kompleks
makam Kawah Tekurep ini sesuai letak nya itu benar dan sangat beraturan
dalam posisi letak makamnya.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini membutuhkan khazanah referensi yang relevan maupun


tinjauan dari beberapa penelitian terdahulu untuk menganalisa terkait
penelitian Pola Halaman Pada Makam Kawah Tekurep. Secara umum
penelitian pada makam Kawah Tekurep sudah banyak dilakukan peneliti
sebelumnya. Namun tidak menitikberatkan pada penelitian pola halaman pada
kompleks Makam Kawah Tekurep, sehingga dalam penulisan dan pengkajian
secara sistematis masih terbatas.

Pertama, penelitian oleh Setyo Nugroho dalam laporan penelitian,


“Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah di Kelurahan 1 Ilir,
Palembang” pada tahun 2005, kajian penelitian ini memberikan gambaran
tentang kompleks makam para sultan di Palembang. Penelitian ini
memberikan informasi tentang denah makam Kawah Tekurep serta makam-
makam sultan yang lainnya.9

Kedua penelitian oleh Retno Purwanti dalam Jurnal Siddhayarta Vol.


9 No 1 yang berjudul, “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan

8
Ibid., hlm. 20-21
9
Setyo Nugroho, Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah di Kelurahan 1 Ilir,
Palembang, pdf, hlm. 8. Lihat di http://eprints.unsri.ac.id/3741/1/Linkage2005_02.pdf.

5
Kesultanan Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan
Palembang)” pada tahun 2004. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai
letak makam para sultan Palembang yang dikaitkan dengan situasi politik
maupun kondisi sosial, sehingga memberikan pemahaman penulis terhadap
fungsi dan tata letak makam.10

Ketiga penelitian oleh Sudarsih dalam Skripsi yang berjudul,


“Akulturasi Budaya di Situs Kawah Tengkurep” pada tahun 2016, yang
menggambarkan tentang akulturasi budaya di situs makam Kawah Tengkurep
dan memperlihatkan nilai-nilai sejarah pada masa Hindhu Budha di
Palembang sampai masa Islam. Selain itu skripsi ini juga menjelaskan bahwa
tiang-tiang yang terdapat pada bangunan Kawah Tekurep mendapat pengaruh
dari budaya Eropa.11

Berdasarkan hasil tinjauan peneliti, mengenai penelitian yang


sebagaimana dijelaskan diatas, yaitu sama-sama dalam penelitian mengenai
makam Kawah Tekurep. Namun terdapat perbedaan dalam penelitian tersebut
dalam pembahasan tentang gambaran kompleks makam para kesultanan di
Palembang. Saat ini belum ada yang meneliti tentang pola halaman pada
kompleks makam Kawah Tekurep dari semua tinjauan pustaka yang
digunakan. Semua tinjauan pustaka ini hanya memberikan gambaran tentang
keadaaan geografis dan tata letak makam, bentuk nisan, serta ornamen yang
melekat pada bangunan saja. Untuk itu penulis memfokuskan dalam penelitian
ini tentang pola halaman pada kompleks makam Kawah Tekurep saja.

10
Retno Purwanti, “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang),” Jurnal
Siddhayatra, Vol. 9, No. 1 (Mei 2004).
11
Sudarsih, Akulturasi Budaya di Situs Kawah Tengkurep, (Palembang: Universitas
Persatuan Guru Republik Indonesia, 2016)

6
C. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini mempraktikkan metode penelitian arkeologi pada


umumnya, yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengumpulan data,
pengolaha data, dan penafsiran data. Pada pengumpulan data pelaksanaannya
dilakukan dengan teknik survei. Survei dilakukan dengan cara mengumpulkan
data baik data yang berupa data lapangan yang merupakan data utama maupun
data kepustakaan yang merupakan data pendukung.

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara mendeskripsikan


semua obyek penelitian beserta keadaaan lingkungannya. Pada pengumpulan
data kepustakaan, langkah kerja yang dilakukan adalah mengumpulkan buku-
buku yang dapat dijadikan referensi yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian yang dibahas. Selain itu data kepustakaan juga berupa peta atau
denah pola makam, foto, dan gambar.

Setelah pengumpulan data selesai, selanjutnya adalah pengolahan data.


Langkah kerja yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis data
berdasarkan dimensi bentuk, ruang dan waktunya. Selain itu data yang
terkumpulkan akan dikritisi dengan sumber acuan tertulis yang terkait dengan
permasalahan pola halaman pada kompleks makam kawah tekurep. Data
arkeologis yang mencerminkan sisa-sisa bendawi dari proses aktifitas di masa
lampau akan diintegrasikan dengan sumber-sumber tertulis yang relevan.
Dengan demikian akan diperoleh historiografi yang relatif lengkap mengenai
pola halaman pada kompleks makam kawah tekurep.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Sejarah Kompleks Makam Kawah Tekurep

Mengenai sejarah kompleks makam Kawah Tekurep, wilayah


kompleks makam ini sudah termasuk ke dalam wilayah administrasi yang

7
beralamat di Kelurahan 3 Ilir, kecamatan Ilir Timur II dan berjarak 100 M
dari sungai musi. Melihat keadaan dan keletakkan geografis pemakaman
Kawah Tekurep ini adalah

Keberadaan kompleks pemakaman ini tidak bisa terlepaskan dari


Kesultanan Palembang Darussalam. Kesultanan ini berdiri tahun 1675
sebagai sebuah kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Abdurrahman
(1659-1706). Pada tahun 1823 kesultanan ini dihapus oleh kolonial
Belanda. Kompleks pemakaman ini merupakan bukti bahwa nilai-nilai
Islam begitu sangat kuat di masa Kesultanan Palembang Darussalam dan
pengaruhnya pun masih terasa hingga saat ini.

Sejak masa kepemimpinan pemerintah Sultan Mahmud Badaruddin I


(SMB) yang memerintah pada tahun 1724-1756 M dengan mengambil
alihkan posisi Sultan Agung pada masa pembangunannya baik dalam
bidang fisik, ekonomi maupun tata sosial dalam membangun Kesultanan
Palembang Darussalam ini agar lebih baik dan terjaga. Ketika
pembangunan yang dilaksanakannya mempunyai visi modern, dan religius
maka hal ini bisa dibangunkan dengan baik dalam suatu pembangunan
yang dipmpinnya.12

Pada masa Sultan Mahmud Badaruddin I (SMB) tidak ada bangunan-


bangunan yang terbuat dari batu. kecuali Keraton, Masjid Agung, dan
kompleks pemakaman dari raja dan keluarganya. Karena raja menganggap
bahwa dirinyalah satu-satunya pemilik tanah dan rakyat hanya diberikan
pinjaman saja dan tidak ada jaminan dari raja bahwa jika pemilik rumah

12
Iskandar Mahmud Badaruddin, Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam
(Palembang: Keraton Kesultanan Palembang Darussalam, 2008), hlm. 24.

8
telah meninggal atau rumahnya hancur raja tidak mencabut kembali
kepemilikan tanah tersebut.13

Pada awal masa kepemimpinan pemerintahan Sultan Mahmud


Badaruddin I (SMB), memerintahkan pembangunan makam yaitu
kompleks Makam Kawah Tekurep.14 Bangunan ini merupakan bangunan
batu pertama yang dibuatnya, sebelum memerintahkan pembangunan
Kuto Tengkuruk dan Masjid Agung. Mengenai tahun pembuatan
diperkirakan pembuatannya yaitu sekitar tahun 1728 M, jauh sebelum
Sultan Mahmud Badaruddin I (SMB) yang wafat pada tahun 1756 M.

Ada tiga orang sultan yang dimakamkan di kompleks ini, yaitu Sultan
Mahmud Badaruddin I, Sultan Mahmud Badaruddin II, dan Ahmad
Najamuddin. Makam ketiga sultan tersebut memiliki cungkup (bangunan)
dan didampingi oleh makam permaisuri dan Imam Sultan. Seluruh makam
mempunyai nisan tipe Demak-Troloyo, kecuali makam Imam Sultan
Bahauddin yang bertipe Aceh.

2. Pola Halaman Kompleks Makam Kawah Tekurep

Bentuk pola halaman makam Kawah Tekurep yaitu segi empat.


Dengan memiliki beberapa kompleks makam yang ada di pemakaman
Kawah Tekurep. salah satu bentuk denah kompleks makam Kawah
Tekurep ini.

13
Van Sevenhoven, Lukisan Tentang Ibukota Palembang (Jakarta: Bhratara, 1971),
hlm. 22.
14
Fakta ini diperkuat dengan tulisan orang Belanda yang menyebutkan kompleks
Makam Kawah Tekurep adalah nama sebuah kompleks Makam Sultan Mahmud Badaruddin
I. sebuah bangunan persegi empat dari batu, yang tutup atasnya berbentuk kubah. Lihat, Van
Sevenhoven, Lukisan Tentang Ibukota Palembang, (Jakarta: Bharatara, 1971)

9
Makam
Makam Pangeran
SMB I
Ratu Kamuk

Utara
Makam Sultan
Ahmad Najamuddin I
Makam Pangeran
Nato Diradjo
Sultan Muhammad
Bahauddin

Kompleks Makam
Raden Hanan

Kompleks Makam
Raden Mad

Kompleks Makam
Raden Satar Kompleks Makam
Raden Cek Mad

Gambar 1. Denah Kompleks Makam Kawah Tekurep

(Sumber: Dokumen Pribadi)

Pada gambar pola halaman diatas menunjukkan letak-letak kompleks


makam yang ada di kawasan kompleks makam Kawah Tekurep. Beberapa
diantaranya arah depan masuk ke dalam kawasan kompleks Kawah
Tekurep ada 5 kompleks makam, yaitu di bagian kiri pada denah di atas
ada kompleks makam makam Raden satar, di samping kanan makam

10
Raden Satar ada makam Raden Cek Mad, diatas kompleks makam Raden
Cek Mad ada kompleks makam Raden Mad, dan diatas nya kompleks
makam Raden Hanan serta pada bagian kanan pada denah peta ada makam
Sultan Ahmad Najamuddin II.

Pada gambar pola halaman yang terletak di Makam Kawah Tekurep


terdapat beberapa letak makam yang ada di kompleks Makam Kawah
Tengkurep. Beberapanya diantara luar area pintu masuk kompleks
makam-makam sultan, yaitu: Penamaan kompleks ini berdasarkan cerita
dari juru kunci yang didasari oleh zuriat atau ahli waris makam.

1. Kompleks Makam Raden Hanan

Posisi letak Kompleks Makam Raden Hanan pada denah peta


diatas yang sudah dibuatkan itu letaknya paling atas pada daerah luar
kompleks yang berada di kawasan kompleks makam Kawah Tekurep.
Raden Hanan Bin Raden Hanafiah Lahir di Palembang, 05 November
1898 dan Wafat di Palembang, 31 Oktober 1979. Raden Hanan ini
merupakan Wali Kota Palembang, pada tahun 1955. Jumlah makam
yang ada di kompleks makam Raden Hanan ini ada 14 makam yang
dimakamkan. Makam yang sudah lama dimakamkan di kompleks
makam Raden Hanan ini ada 2 makam. Bentuk makam dalam
kompleks ini seperti kuburan biasa yang berbentuk keramik segi empat
panjang dengan posisi kepala nisan menghadap ke arah utara pintu
masuk serta posisi badan dan kaki nya menghadap ke arah pelabuhan
Boom Baru.

11
Gambar 2. Makam Kompleks Raden Hanan
(Sumber: Dokumen Pribadi)

2. Kompleks Makam Raden Mad


Posisi letak Kompleks Makam Raden Mad pada denah peta diatas
yang sudah dibuatkan itu letaknya dibawah leatk kompleks makam
Raden Hanan. Raden Mad ini merupakan ahli waris Cek Mad yang
pada waktu itu masih tinggal di daerah Bukit, Palembang. Raden Mad
ini punya toko baju sekolah di pasar 16 Ilir. Dalam kompleks ini Raden
Mad dimakamkan beserta keluarganya. Jumlah makam yang ada di
kompleks makam Raden Mad ini ada 64. Makam yang sudah lama di
kompleks makam Raden Hanan ini ada 8 makam. Bentuk makam
dalam kompleks ini berbentuk segi empat panjang Ada makam yang
dikuburkannya menyatu satu bagian, dalam berbentuk keramik segi
empat panjang makamnya. Ada makam yang nisan nya memakai batu
bulat besar yang di makamkan dengan tanah biasa, tidak di makamkan
dengan keramik segi empat panjang dan posisi kompleks makam
Raden Mad, kepala nisan menghadap ke arah utara pintu masuk
kawasan makam para sultan serta posisi badan dan kaki nya
menghadap kearah sungai pelabuhan Boom Baru.

12
Gambar 3. Makam Kompleks Raden Mad
(Sumber: Dokumen Pribadi)

3. Kompleks Makam Raden Cek Mad

Posisi letak Kompleks Makam Raden Cek Mad pada denah peta
diatas yang sudah dibuatkan itu letaknya dibawah leatk kompleks
makam Raden Mad. Raden Cek mad ini adalah makam pindahan dari
Seberang Ulu yang di pindahkan ke kawasan makam kompleks Kawah
Tekurep. Raden Cek Mad merupakan saudara atau keluarga dari Raden
Mad. Makam Cek Mad ini di pindahkan, karena dari keluarganya ingin
dimakamkan di dekatt keluarganya atau sudaranya yaitu Raden Mad.
Jumlah makam yang ada di kompleks makam Raden Cek Mad ini ada
36 makam. Makam yang sudah lama di kompleks makam Raden Cek
Mad ini ada 3 makam. Ada 1 makam yang memiliki tipe nisan yang
berinskripsi dan ada 4 makam juga yang memakai batu bulat besar.
Sisa makam lainnya yang berada di kompleks makam Raden Cek Mad
berbentuk segi empat panjang dengan posisi makam dengan kepala
nisan menghadap utara pintu masuk kawasan makam para sultan dan
posisi badan serta kaki makam ini menghadap ke arah sungai
pelabuhan Boom Baru.

13
Gambar 4. Makam Kompleks Raden Cek Mad
(Sumber: Dokumen Pribadi)

4. Kompleks Makam Raden Satar

Posisi letak Kompleks Makam Raden Satar pada denah peta diatas
yang sudah dibuatkan itu letaknya disamping letak kompleks makam
Raden Cek Mad. Raden Satar merupakan ketua para kiayi Palembang
pada masa Palembang Darussalam. Beliau merupakan penuntun ilmu
agama islam yang baik. Jumlah makam yang ada di kompleks makam
Raden Satar ini ada 18 makam. Makam ini semuanya baru dan
perkiraan sekitar tahun 1990 an. Ada 2 makam yang nisannya
berinskripsi dan ada 2 makam juga yang memakai batu bulat besar.
Sisa makam lainnya yang berada di kompleks makam Raden Satar
berbentuk segi empat panjang dengan posisi makam dengan kepala
nisan menghadap ke arah utara pintu masuk kawasan makam para
sultan serta posisi badan dan kakinya menghadap ke arah pelabuhan
Boom Baru.

Gambar 5. Makam Kompleks Raden Satar


(Sumber: Dokumen Pribadi)

14
5. Kompleks makam Raden Hasan

Posisi letak Kompleks Makam Raden Cek Mad pada denah


peta diatas yang sudah dibuatkan itu letaknya disamoing kanan
letak kompleks makam Raden Satar. Pada makam kompleks
pemakaman ini, berada di samping cungkup bangunan pada
makam Sulltan Muhammad Bahauddin. Kompleks makam Raden
Hasan ini tidak memiliki cungkup khusus seperi makam Sultan
Mahmud Badaruddin I, Pangeran Ratu Kamuk, Sultan Ahmad
Najamuddin I, dan Sultan Muhammad Bahauddin. Pada kompleks
ini Raden Hasan dimakamkan beserta istri dan para keluarganya.
Raden Hasan, wafat pada tanggal 02 November 2001. Raden
Hasan merupakan keturunan dari Sultan Ahmad Najamuddin I.

Gambar 6. Makam Raden Hasan, beserta Istri dan Keluarganya


(Sumber: Dokumen Pribadi)

6. Cungkup I

Di dalam cungkup bangunan ini dimakamkan Sultan Mahmud


Badaruddin I beserta keturunannya. Pada cungkup I ini terdapat 6
makam dengan posisi penempatan 4 makam berderet ke arah barat,
dan kemudian 2 makam lagi ke arah timur, berada di samping
kanan dan kiri pintu masuk. Di antara nya, yaitu:

a. Makam Sultan Mahmud Badaruddin I, wafatnya tahun


pada tahun 1756.

15
b. Ratu Sepuh, istrinya yang pertama dari Jawa Tengah.
c. Ratu Gading, istirnya yang kedua dari Kelantan.
d. Makam Masayu Ratu (Liem Ban Nio), istrinya yang ketiga
dari Cina.
e. Nyai Mas Naimah, istrinya yang keempat dari Palembang.
f. Imam Sayid Idrus Al-Idrus dari Negara Yaman Selatan.

Gambar 7. Makam Sultan Mahmud Badaruddin dan Keluarganya


(Sumber: Dokumen Pribadi)

7. Cungkup II

Pada cungkup kedua, makam ini sebelahan dengan cungkup I


yaitu dari makam Sultan Mahmud Badaruddin I beserta
keluarganya. Pada cungkup II ini terdapat beberapa makam yang
dimakamkan, diantaranya yaitu:

a. Pangeran Ratu Kamuk atau nama aslinya Raden Zailani,


wafatnya pada tahun 1755.
b. Ratu Mudo, Istri dari Pangeran Ratu Kamuk.
c. Imam Sayid Yusuf Al-Angkawi, merupakan guru besar
dari Pangeran Ratu Kamuk.

16
Gambar 8. Makam Pangeran Ratu Kamuk, beserta istri dan Guru besarnya

(Sumber: Dokumen Pribadi)

8. Cungkup III

Pada bangunan cungkup III ini adalah terletak makam Sultan


Ahmad Najamuddin I. Letak makam ini berada dibawah bangunan
cungkup II kalua dilihat posisi denah peta yang sudah dibuatkan
diatas dan bangunan pada cungkup III bangunannya menyatu
dengan bangunan cungkup IV makam Sultan Muhammad
Bahauddin. Masing-masing cungkup tersebut memiliki atap yang
berlainan dan letaknya juga berdekatan. Secara keseluruhan pada
2 makam ini terdapat 2 arsitektur campuran Eropa tradisional. Hal
ini terlihat dari bentuk dindingnya yang berukuran tinggi terbuat
dari semen dan batu. Pada pintu masuknya dibentuk dengan
lengkungan dan pilaster. Gaya doria yang merupakan seni
arsitektur Eropa klasik dan bentuk bangunannya berbentuk seperti
rumah limasan (tradisional)15. Ada beberapa makam yang
dimakamkan, diantaranya:

a. Sultan Mahmud (Ahmad) Najamuddin, wafat pada tahun


1776.

15
Arip Muhtiar, “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tengkurep,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Raden Fatah Palembang, 2018),
hlm. 29

17
b. Imam Sayid Abdurrahman Maulana Toga’ah, dari Yaman
Selatan.16
c. Ratu Sepuh, istri dari Sultan Mahmud Najamuddin.
d. Pangeran Adipati Banjar Ketumah.

Gambar 9. Makam Sultan Ahmad Najamuddin I, beserta susuhunannya


(Sumber: Dokumen Pribadi).

9. Cungkup IV

Pada bangunan cungkup IV ini adalah terletak makam Sultan


Muhammad Bahauddin. Letak makam nya itu dalam cungkup atau
bangunannya menyatu dengan bangunan cungkup III makam
Sultan Ahmad Najamuddin I dalam posisi denah peta yang telah
dibuatkan diatas. Pada bangunan cungkup empat, adalah makam
Sultan Muhammad Bahauddin. Pada makam ini letaknya berada di
sebelah Selatan makam Sultan Ahmad Najamuddin I. Dalam
makam pada cungkup empat ini, terdapat beberapa makam,
diantaranya:

a. Sultan Muhammad Bahauddin, wafat pada tahun 1803.


b. Ratu Agung, Istri Sultan Muhammad Bahauddin.
c. Datuk Murni Hadat, dari Saudi Arabia.17

16
Hanafiah, Perang Melawan VOC, hlm. 15.
17
Ibid., hlm. 16.

18
Gambar 10. Makam Sultan Muhammad Bahauddin, beserta istri dan Guru besarnya
(Sumber: Dokumen Pribadi).

10. Makam Pangeran Nato Diradjo

Pada bangunan makam Pangeran Nato Diradjo ini terletak


makam nya beradaa disamping bangunan cungkup IV makam
Sultan Muhammad Bahauddin. dalam posisi denah peta yang telah
dibuatkan diatas letak bangunan makam Pangeran Nato Diradjo
tidak terlalu jauh jaraknya. Pada bangunan ini berdenah seperti
huruf L dan dibangun dengan bahan kayu dan bata. Dalam
bangunan ini, terdapat beberapa makam yang di makamkan pada
cungkup ini, diantaranya yaitu:

a. Pangeran Nato Diradjo, wafat pada tahun 1769.


b. Raden Ayu Nato Diradjo.
c. Pangeran Penghulu Nato Agomo Muhammad Akil.
d. Raden Ayu Salimah Binti Sultan Mahmud Badaruddin.

Gambar 11. Makam Pangeran Nato Diradjo, beserta istri dan Guru besarnya
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

19
E. KESIMPULAN

Secara umum, makam Kawah Tekurep memiliki luas mencapai 1


hektar, yang terdiri dari 6 bangunan makam yang diperuntukkan bagi Sultan
dan orang-orang terdekatnya. Sedangkan makam yang berukuran kecil yang
ada di bagian depan bangunan utama makam Kawah Tekurep merupakan
makam yang diperuntukan bagi anak-anak keturunan, abdi dalam, dan para
panglima.

Pola halaman pada kompleks makam Kawah Tekurep ini bisa kita lihat
dalam denah yang telah di buatkan penulis mengenai letak-letak posisi makam
yang ada pada kompleks makam Kawah Tekurep ini. dibagian arah depan
pintu masuk kompleks makam Kawah Tengkurep ada 5 kompleks makam
yang di makamkan yaitu bagian kiri denah peta di atas yang sudah di buatkan
paling bawah kiri ada kompleks makam Raden Satar, samping kanannya ada
kompleks makam Raden Cek Mad, diatas makam Raden Cek Mad ada makam
Raden Mad dan diatasnya lagi ada makam Raden Hasan.

Pada bagian dalam kawasn kompleks makam Kawah Tekurep terdapat


5 cungkup bangunan makam dan 1 tidak memiliki bangunan yaitu ada
cungkup I makam Sultan Mahmud Badaurddin I beserta keluarganya,
disamping cungkup I ada cungkup II makam Pangeran Ratu Kamuk beserta
keluarganya, dibawah nya dalam peta denah diatas ada cungkup III makam
Sultan Ahmad Najamuddin I beserta keluarganya dan bangunan pada cungkup
III ini bergabung bangunannya dengan cungkup IV dari makam Sultan
Muhammad Bahauddin beserta keluarganya dan di samping bangunan
cungkup IV ada makam Pangeran Nata Diradjo beserta keluarganya. Ini dapat
kita lihat bahwa pola halaman pada kompleks makam-makam tersebut
berbeda dalam posisinya dan bentuk bangunan nya juga.

20
F. DAFTAR PUSTAKA

Badaruddin, Iskandar Mahmud. Sejarah Kesultanan Palembang


Darussalam. Palembang: Keraton Kesultanan Palembang
Darussalam, 2008.

Farida, Ida, Endang Rochmiatun, and Nyimas Umi Kalsum. “Peran


Sungai Musi Dalam Perkembangan Peradaban Islam Di
Palembang: Dari Masa Kesultanan Sampai Hindia-Belanda.”
JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) 3, no. 1 (2019).

Hanafiah, Djohan, ed. Perang Melawan VOC. Palembang: Karyasari,


1996.

Latifundia, Effie. “Struktur Makam Kuna Islam Di Kawasan


Luragung Kabupaten Kuningan.” Purbawidya Vol. 3, no. 1
(2014).

Marbun, Firdaus. “Ziarah Kubra di Palembang : Antara Kesadaran


Religi dan Potensi Ekonomi Kubra Pilgrimage In
Palembang :” Penelitian Sejarah dan Budaya Vol. 3, no. 1
(2017).

Muhtiar, Arip “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks


Makam Kawah Tengkurep,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan
Humaniora, UIN Raden Fatah Palembang, 2018).
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang
Darussalam Sejarah dan Warisan Budaya, (Jember:
Terutama Nusantara, 2016).

Rochmiatun, Endang. Ulama Dan Perkembangan Lektur Islam Di


Palembang. Edited by Ria Anggraini. Palembang: Noer Fikri

21
Offset, 2014.

Purwanti, Retno. “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan


Kesultanan Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak
Makam Sultan Palembang).” Siddhayatra Vol. 9, no. 1
(2004).

Sevenhoven, Van. Lukisan Tentang Ibukota Palembang. Jakarta:


Bhratara, 1971.

Setyo Nugroho, Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah di


Kelurahan 1 Ilir, Palembang,PDF, Lihat di
http://eprints.unsri.ac.id/3741/1/Linkage2005_02.pdf.

Sudarsih, Akulturasi Budaya di Situs Kawah Tengkurep, (Palembang:


Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia, 2016).

22
Arsitektur Kompleks Makam Kawah Tekurep

Annisa Meidonia18, Retno Purwanti19, Sholeh Khuddin20

A. PENDAHULUAN

Arsitektur secara sederhana adalah seni membangun. Dalam pengertian


yang lebih luas, arsitektur diartikan sebagai seni dan proses membangun yang
disertai kemampuan tenaga dan intelektual tinggi. Arsitektur juga dapat
diterjemahkan sebagai perubahan mengenai struktur, bentuk, dan warna
rumah, bangunan keagamaan ataupun bangunan umum.21 Arsitektur makam
juga merupakan indikator tingkat kemajuan suatu masyarakat dimana makam
tersebut ditemukan.22 Arsitektur merupakan salah satu produk budaya hasil
pemikiran manusia yang mampu menggambarkan secara komprehensif
bagaimana hubungan dirinya dengan konteks sosial maupun seting
23
lingkungan yang ada. Makam berasal dari kata "maqam" (bahasa Arab)
yang berarti tempat berdiri, kemudian arti makam itu berkembang menjadi
bangunan kecil dan sebuah kuburan yang keramat. Pengertian makam dalam
bahasa Indonesia adalah tempat tinggal atau tempat bersemayam. Secara garis
besar kata makam mengandung arti tempat bersemayam orang yang telah
meninggal. Secara umum makam biasanya didirikan di sebuah lahan datar,
lereng gunung, puncak bukit, atau lahan yang sengaja ditinggikan. Adakalanya

18
Mahasiswi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden fatah Palembang
19
Peneliti Balai Arkeologi Sumatera Selatan
20
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
21
Metode Penelitian Arkeologi, Departemen Pendidikan Nasional Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional, 1999. hlm. 83
22
Parlindungan Siregar, Seni Arsitektur Makam Pada Masjid-Masjid Kuno Jakarta:
Pendekatan Arkeologi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, artikel jurusan SKI Fakultas Adab
dan Humaniora. hlm. 5
23
Dimas Wihardyanto, Sudaryono, Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia Dalam
Konteks Sejarah Filsafat Dan Filsafat Ilmu, Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 7, No.
1, Tahun 2020. hlm. 42

23
makam didirikan di sekitar mesjid. Makam dapat juga berupa makam individu
dan kompleks.24

Palembang menjadi ibukota Kasultanan Palembang Darussalam dari tahun


1553 hingga 1814. Masa kejayaan Kesultanan Palembang berlangsung pada
abad ke-17 dan ke-18. Pada masa kejayaannya ini Palembang tampil sebagai
poros penting dalam jaringan perdagangan di perairan Malaka dan pantai utara
Jawa.25 Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I Kota
Palembang dibangun menjadi sebuah kota modern. Upaya ini dilakukan
dengan melakukan penataan kampung-kampung. Sultan Mahmud Badaruddin
I juga meletakkan pembangunan bangunan-bangunan monumental Palembang
abad ke-18.26 Beberapa bangunan pada masa pemerintahan beliau yaitu masjid
Agung, Komplek Makam Talang Kerangga, Komplek Makam Kawah
Tekurep dan beberapa bangunan lainnya.

Pada masa akhir pemerintahan sultan Mahmud Badaruddin I dibuatlah


Kompleks Makam Kawah Tekurep untuk sang sultan, maka tidak heran
bentuk dan arsitekturnya unik juga mempunyai makna tersendiri dalam setiap
sisinya. Komplek Makam Kawah Tekurep merupakan data arkeologis yang
berkenaan dengan masa penyebaran Islam yang begitu luas di Palembang.
Arsitektur bangunan Makam Kawah Tekurep ini pada dasarnya tidak ubahnya
seperti makam-makam raja yang ada di Palembang, namun demikian,
keunikan yang ditonjolkan pada cungkup makam ini terletak pada bentuk dan
fisiknya dan simbol-simbol yang melekat padanya27. Tentu menarik jika

24
Metode Penelitian Arkeologi, Departemen Pendidikan Nasional Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional. hlm. 94-95
25
Nawiyanto, Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam – Sejarah
Dan Warisan Budayanya, Jember: jember university press, 2016. hlm. 36.
26
Ibid,. hlm. 38
27
Arip Muhtiar, Ornamen Bangunan Cungkup 1 Pada Kompleks Makam Kawah
Tengkurep, Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2018. hlm. 3

24
Komplek Makam Kawah Tekurep mempunyai perpaduan seni arsitektur yang
tidak biasa dengan makam pada umumnya yang terdapat 4 cungkup utama di
dalam pagar Komplek Makam Kawan Tekurep. Terdapat dua bagian pada
Komplek Makam Kawah Tekurep yaitu bagian dalam atau komplek utama
dan bagian luar, dan yang menjadi objek penelitian adalah bagian dalam yang
menjadi komplek utama pada wilayah Makam Kawah Tekurep dan penulis
tertarik melihat bentuk arsitektur pada bangunan kompleks utama Makam
Kawah Tekurep yang akan dibahas pada tulisan ini. Sebuah seni tak hanya
pada bangunan megah yang tinggi ataupun tempat yang indah tetapi sebuah
bangunan bisa mempunyai makna dan arti tersendiri pada masanya seperti
bangunan Kompleks Makam bersejarah yang pasti mempunyai nilai
sejarahnya.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pada penelitian ini membutuhkan berbagai sumber referensi dengan


mengambil beberapa rujukan dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, tetapi untuk membahas tentang arsitektur pada kompleks makam
kawah tekurep hanya terdapat pada hasil skripsi yang ditulis oleh Arip Muhtiar
tentang ornamen bangunan cungkup 1 pada Kompleks Makam Kawah
Tengkurep dengan menganalisis tentang bangunan cungkup 1 saja. Tetapi
karena penelitian ini berkaitan dengan arsitektur maka perlu referensi yang
serupa dengan penelitian ini, maka akan digunakan beberapa referensi yang
berkaitan dengan arsitektur.

Pada buku Metode Penelitian Arkeologi bahwa analisis bangunan klasik


mengacu pada tinggalan arsitektur masa Hindu Buddha, antara abad IV
sampai dengan abad XV. Secara umum bangunan masa klasik biasa disebut
dengan istilah candi, yang bentuknya dapat berapa bangunan suci keagamaan
maupun pintu gerbang. Adapun yang ditelaah dalam arsitektur bangunan

25
Islam adalah peninggalan, baik yang berapa bangunan sakral maupun profan
yang dimulai dari periode Islam hingga masuknya pengaruh Barat. Tinggalan-
tinggalan tersebut terutama berapa bangunan masjid, rumah tinggal, benteng,
keraton/istana, dan makam. Selain itu bangunan-bangunan masa Klasik dan
Islam ada juga yang berapa rumah, menara, kolam, parit, saluran air dan lain-
lain. Secara umum bangunan-bangunan pada masa Islam juga mendapat
pengaruh kebudayaan dari bangsa asing yang telah mengadakan kontak
dengan bangsa Indonesia seperti Eropa dan Cina.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Luqman Arifin Siswanto dalam


artikelnya yang berjudul Arsitektur Makam Siti Fatimah binti Maimun Gresik
dengan menelaah Makam Siti Fatimah binti Maimun berada dalam sebuah
cungkup berbentuk empat persegi panjang dengan atap berbentuk limasan
yang mengerucut. Cungkup ini merupakan bangunan utama dan terbesar.

Penelitian selanjutnya yaitu sebuah artikel yang berjudul Seni Arsitektur


Makam Pada Masjid-masjid Kuno Jakarta: Pendekatan Arkeologi yang ditulis
oleh Parlindungan Siregar. Penelitian ini membahas seni arsitektur makam
kuno yang ada di Jakarta pada sebuah masjid bukan kompleks makam, dan
penelitian ini dilakukan beberapa tempat yang ada di Jakarta.

C. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode arkeologi


dengan pendekatan teknik analisis arsitektur, yaitu dengan melakukan
penelitian secara langsung pada bangunan komplek utama di Kompleks
Makam Kawah Tekurep. Dalam penelitian ini menggunakan data primer dan
data sekunder, data primer yang digunakan penulis yaitu bangunan komplek
utama Makam Kawah Tekurep untuk mengidentifikasi arsitektur pada
bangunan makam tersebut, dan untuk sumber sekunder penulis menggunakan

26
beberapa sumber buku, jurnal, artikel, dan wawancara langsung bersama
peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesultanan Palembang merupakan merupakan sebuah kerajaan Islam yang


berkedudukan di Palembang dan mulai memainkan peranannya dalam sejarah
Indonesia pada pertengahan abad ke-16, dan berakhir pada abad ke-19 setelah
secara sistematis dan berencana dapat dikuasai Belanda. Sultan pertama
Kesultanan Palembang Darussalam ialah Sultan Abdurrahman,28 dari masa
beliau penyebaran Islam di Palembang sangat pesat dan menumbuhkan
pengaruh Islam di setiap elemen masyarakat, hingga pengaruh budaya pada
bangunan yang ada di Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya
Wikrama (1724-1757) misalnya, telah mendirikan Masjid Agung termegah
pada tahun 1738 yang bangunannya merupakan perpaduan budaya khas dan
spesifik. Terdapat empat buah bangunan monumental yang didirikannya,
antara lain adalah: Gubah Talang Kerangga (1728), Gubah Kawah Tekurep
(1728), Keraton Kuto Lamo/Benteng Kuto Kecik (1737), dan Masjid Agung
(1738).29 Tinggalan bangunan dari sang sultan menjadi jejak kesultanan yang
masih ada hingga sekarang dan tetap terjaga seperti bangunan Komplek
Makam Kawah Tekurep yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Sultan
Mahmud Badaruddin 1 Jayo Wikramo. Pada kompleks ini pun terbagi menjadi
dua yaitu kompleks utama yang terdapat di dalam pagar dengan 4 cungkup
didalamnya dan kompleks makam yang berada diluar.

28
K.H.O. Gajahnata, Sri edi Swasono, Masuk dan Berkembangnya Islam Di
Sumatera Selatan, Jakarta: UI Press, 1986. hlm. 149
29
Kemas Andi Syarifuin, Ahmad Zainuri, Najib Haitami, Mufti Palembang Rekaman
Kehidupan & Peranan Ulama Kepenghuluan Masa Kesultanan dan Kolonial, Palembang:
Rafah Press, 2018. hlm. 4

27
a. Sejarah dan Letak Geografis Komplek Makam Kawah Tengkurep
Kompleks Makam Kawah Tekurep Merupakan Makam Para
Sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Palembang Darussalam
dan juga terdapat makam keluarga, ulama dan keturunannya.
Kompleks Makam Kawah Tekurep terletak di daerah 3 Ilir kecamatan
Ilir Timur II kelurahan Sukabangun kota Palembang dan dekat sekali
dengan Sungai Musi dengan titik kordinat –
2o58’55.887”S/104o47’2.754”E. Pembangunan kompleks makam
diperkirakan pada tahun 1728 M.30 Sultan yang dimakamkan di satu
komplek Makam Kawah Tengkurep yaitu Sultan Mahmud Badaruddin
Jaya Wikrama bin Sultan Muhammad Mansyur Jaya Ing Laga, Sultan
Ahmad Najamuddin Adi Kesuma bin Sultan Mamud Badaruddin Jaya
Wikrama, Sultan Muhammad Bahauddin bin Sultan Susuhunan
Ahmad Najamuddin Adi Kesumo. Makam-makam sultan tersebut
didampingi makam ulama beserta isterinya. Pada komplok utama
Makam Kawah Tekurep terdapat juga makam pangeran Ratu Kamuk.
Awalnya Sultan Mahmud Badarudiin I ingin membuat makamnya
sendiri dan melihat makam para raja dan sultan Palembang
sebelumnya yang berpisah-pisah tempatnya maka sang Sultan
membuat Komplek Makam untuknya dan juga Sultan sesudahnya
beserta keluarganya.31 Tetapi yang dimakamkan di Komplek Makam
Kawah Tekurep terdapat 3 sultan yaitu Sultan Mahmud Badaruddin I,
Sultan Ahmad Najamuddin dan Sultan Muhammad Bahauddin

b. Arsitektur Kompleks Utama Makam Kawah Tekurep

30
Wahyudi Hermawan, Muhamad Idris, Eva Dina Chairunisa, Cagar Budaya di
Palembang Ilir Timur Sebagai Sumber Penulisan Buku Saku Sejarah di Palembang, Jurnal
Kalpataru, Volume 6, Nomor 1, Juli 2020. hlm. 70
31
Wawancara bersama Retno Purwanti Balai Arkeologi Sumsel

28
U
1 2

Keterangan:
1 = cungkup 1 = Pintu
2 = cungkup 2 = Cungkup
3 = cungkup 3 = Pagar dalam
4 = cungkup 4 = Pagar luar

Gambar 12. Denah Komplek Utama Makam Kawah Tekurep


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Kompleks Makam Kawah Tekurep terdapat dua komplek yaitu


komplek utama dan komplek yang berada diluar. Kompleks Makam
Kawah Tekurep berbentuk persegi dengan batas pagar dalam yang
terdapat 4 cungkup utama didalamnya. Pada cungkup 1 adalah makam
Sultan Mahmud Badaruddin I, istrinya dan Ulamanya Imam Sayid
Idrus Al-Idrus. Pada cungkup ke 2 terdapat makam dari Pangeran
Kamuk dan keluarganya. Pada cungkup ke 3 terdapat Sultan Ahmad

29
Najamuddin 1, istrinya, ulama dan keluarganya. Cungkup ke 4 terdapat
makam dari Sultan Mahmud Bahauddin, istri, ulama dan keluarganya.
Kompleks Makam Kawah Tengkurep yang dirancang oleh Ki Ronggo
Wirosantiko dan menjadi arsitek bangunan pada cungkup 1

1. Cungkup 1
Pada cungkup ini merupakan makam dari Sultan
Mahmud Badaruddin I, Ratu Sepuh, Ratu Gading, Masayu
Ratu, Nyai Mas Naimah dan Imam Sayid Idrus Al-Idrus.
Bentuk bangunan cungkup 1 berupa dinding persegi terbuat
dari bata dan semen. Pada bagian dalam cungkup 1 ini tidak
mempunyai sudut persegi pada sisi atap, gambar 5
menunjukkan bentuk ruangan bagian dalam ini langsung
membentuk ke atap yang menggunakan atap berbentuk
kubah dengan puncak kubah bagian luar terdapat mustaka
anggrek berkelopak 4 di bagian puncaknya. Pada mustaka
yang terletak paling atas memiliki warna emas dan
berukuran paling kecil, kemudian pada bagian kubah kedua
atau ditengah memiliki ukuran lebih besar yang berfungsi
sebagai penopang keindahan memiliki warna putih, lalu
pada kubah ke tiga atau terletak di bagian bawah berwarna
hijau memiliki ukuran paling besar dan mempunyai
tonjolan batu koral, kubah itu adalah sebuah konstruksi
atap sebagai pelindung makam, itulah tujuan dari bangunan
ini.32 Kubah ini awalnya tak bertotol (polos) atau

32
Arif Muhtiar, Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tengkurep. hlm. 34

30
mengalami penambahan dengan diberikan tonjolan koral
seperti yang terlihat pada gambar 6.
Pada cungkup 1 memiliki 2 pilar persegi yang sekarang
telah direnovasi dan pintu masuk terlihat pada gambar 3
yang menghadap selatan terbuat dari kayu dengan memiliki
motif suluran dan bunga melati. Pintu ini dipasang dengan
cara di pasak pada bagian atas dan bawahnya. Awalnya
pintu ini dipakaikan sebuah engsel besi. Terdapat juga
pintu pagar pada gambar 4 yang terbuat dari kayu unglen.
Bentuk pintu dari cungkup 1 bertipe rolak datar. Bagian
lantai awalnya hanya tanah biasa namun sekarang telah
diubah menjadi keramik dan dibagian belakang lebih tinggi
daripada bagian depan pintu yang seperti terdapat 2
tingkatan. Terdapat tangga tepat didepan pintu yang
mulanya terbuat dari kayu dan sekarang diubah berbahan
beton. Pada bagian pintu mengalami penambahan pilar
beratap yang awalnya bentuk cungkup 1 ini berdinding
rata.

Gambar 13. Bangunan cungkup 1

(Sumber: Dokumen Pribadi)

31
Gambar 14. Bangian depan pintu bangunan cungkup 1
(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 15. Pintu pagar bangunan cungkup 1


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 16. Dinding dan kubah bagian dalam cungkup 1


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 17. Bagian kubah dan mustaka cungkup 1


(Sumber: Dokumen Pribadi)

32
2. Cungkup 2
Cungkup 2 merupakan makam dari Pangeran Ratu
Kamuk atau Raden Zailani, Ratu Mudo, Imam Sayid Yusuf
Al-Angkawi, beserta keluarganya. Cungkup ini berpagar
kayu ulen memiliki atap limasan. Pada gambar 7
menunjukkan cungkup ke 2 tidak memiliki dinding, bentuk
bangunan ini seperti pondok kayu, tetapi dindingnya
terbuat dari kayu. Pagar ini disebut pagar tenggalung.
Istilah pagar Tenggalung yakni ornamen bagian luar rumah
dengan motif stilasi dari anak bambu yang dinamakan
pucuk rebung. Kisi-kisi Pagar Tenggalung terpasang
diantara sento-sento atau tiang kecil yang terhubung
belandar dilantai bawah hingga balok bawah atap. Tiang
tiang kecil ini di tatah atau dibentuk dan puncaknya diukir
serta di cat emas.33 Terlihat pada gambar 8 bangunan ini
memiliki tangga untuk masuk ke dalam makam. Lantai
pada cungkup 2 telah direnovasi menggunakan keramik.

Gambar 18. Bangunan cungkup 2 tampak samping


(Sumber: Dokumen Pribadi)

33
Muhammad Lufika Tondi, Sakura Yulia Iryani, Nilai dan Makna Kearifan Lokal
Rumah Tradisional Limas Palembang Sebagai Kriteria Masyarakat Melayu, Jurnal Langkau
Betang, Vol. 5, No. 1, Tahun 2018. hlm. 22

33
Gambar 19. Bangunan cungkup 2 tampak depan
(Sumber: Dokumen Pribadi)

3. Cungkup 3
Cungkup 3 terdapat makam Sultan Ahmad Najamuddin
I, Imam Sayid Abdurrahman Maulana Toga’ah, Ratu
Sepuh, Pangeran Adipati Banjar Ketumah dan para
keluarganya. Bangunan cungkup 3 pada gambar 9
berbentuk persegi dengan atap limasan seperti rumah
Limas Palembang. Rumah tradisional Palembang memiliki
pengaruh kebudayaan Jawa dan agama Islam yang dibawa
oleh Kerajaan Majapahit di masa Kesultanan Palembang
Darusalam Disamping itu juga dipengaruhi oleh
kebudayaan Cina terutama dalam penggunaan bahasa yang
digunakan untuk memberi nama ruang-ruang dalam
Rumah Limas Palembang seperti ‘pang-keng’ yang berarti
kamar atau bilik, ‘bo-te-kan’ yang berarti anyaman petak,
dan lain-lain.34

34
Prisca Yeniyati, Bentuk dan Makna Simbolis Ornamen Atap Rumah Limas
Palembang, Seminar Nasional SCAN#6:2015, Finding The Fifth Elemen After Water, Earth,
Wind, and Fire, Local Wisdom and Cultural Sustainability. hlm. 33

34
Pada bagian dinding terbuat dari bata dan semen. Pada
dinding bagian selatan langsung menyambung pada
bangian cungkup 4 dan diantara cungkup diberi
pagar/gapura sebagai pintu masuk bagian dalam menuju
cungkup 1, 2, dan 3. Bentuk dinding dan jendela pada
cungkup 3 bergaya arsitektur Eropa. Pintu pada cungkup 3
ini berada sedikit kedalam dan memiliki tangga masuk dan
terbuat dari kayu yang berbentuk seperti pintu gebyok pada
rumah Joglo yang berasal dari Jawa. Pada gambar 11
bentuk pada pintu ini di bagian pilaster bagian atasnya yang
memiliki lengkungan sama seperti bentuk lengkungan pada
pintu rumah joglo. Pintu pada cungkup ini memiliki ukiran
suluran dan bunga.
Gambar 12 menunjukkan bagian dalam cungkup
terdalam pilar/tiang penyangga atap limasan yang
berjumlah 3 buah dan terbuat dari kayu. Jendela pada
cungkup ini hanya terdapat satu jedela yang memiliki celah
atau lubang kecil, jendela ini terbuat dari kayu, bentuk
jendela ini berarsitektur indis. Arsitektur indis merupakan
bentuk perpaduan antara arsitektur modern Eropa dan
arsitektur setempat yang muncul di Hindia Belanda kira-
35
kira tahun 1920. Lantai bangunan ini telah direnovasi
menggunakan keramik. Pada bangunan cungkup ini
terdapat kaki candi atau dapat pengaruh dari kaki candi
yang ada pada bagian bawah bangunan cungkup 3 dan 4

35
Agustinus David, Bentuk dan Gaya Bangunan Balai Kota di Cirebon, Depok:
Universitas Indonesia, Skripsi Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2010.
hlm. 23

35
terlihat dari gambar 10. Kaki candi melambangkan
bhurloka yaitu dunia bawah, tempat kehidupan manusia.36

Gambar 20. Bangunan cungkup 3 bangian depan


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 21. Bagian bawah / kaki bangunan cungkup 3


(Sumber: Dokumen Pribadi)

36
Sekilas Tentang Bangunan Candi, Diakses melalui
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/sekilas-tentang-bangunan-candi/. Pada
tanggal 11 November 2020 pukul 20.25 WIB.

36
(1) (2)

Gambar 22. Pintu masuk makam cungkup 3 persamaan bentuk dengan Pintu Gobyok
rumah Jawa
(Sumber: (1) Dokumen Pribadi (2) Dokumentasi Jurusan Arsitektur FT UMJ, 2004) 37

Gambar 23. Bagian dalam cungkup 3 arah timur


(Sumber: Dokumen Pribadi)

4. Cungkup 4
Pada cungkup 4 terdapat makam Sultan Muhammad
Bahauddin, Datuk Murni Hadad, Ratu Agung, dan
keluarganya. Bentuk bangunan cungkup 4 sama dengan
bangunan cungkup 3 dan bersebelahan langsung dengan
cungkup 3. Terlihat pada gambar 15, sama halnya dengan
bangunan cungkup 3 yang menggunakan atap limasan dan
memiliki ornamen simbar atau mahkota rumah Limas.

37
Anisa, Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Aspek Vernakularitas Pada Rumah Kilungan
Di Kota Lama Kudus, Jurnal Arsitektur NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020. hlm.109

37
Simbar Limas Palembang berbentuk tanduk menjangan
karena berasal dari simbar menjangan. Simbar menjangan
adalah tumbuh-tumbuhan jenis pakis yang menempel pada
cabang pohon kayu lain.38 Pada atap bentuk limas ini
terdapat juga hiasan tanduk kambing. Tanduk kambing
merupakan elemen pendukung untuk mempertegas
keberadaan simbar atau sebagai hiasan pengapit, tanduk
kambing memiliki makna tersendiri tergantung pada
jumlah tanduk pada atap limas. Jika jumlah tanduk 3 buah
mengingatkan akan kelengkapan kuasa Tuhan yaitu
matahari, bulan dan bintang, jika tanduk berjumlah 4
mengingatkan akan 4 sahabat rasul yaitu Abu Bakar, Umar,
Usman dan Ali, jika tanduk berjumlah 5 maka
menggambarkan rukun islam.39
Gambar 17 pada bagian dalam bangunan terdapat 3
pilar yang menyangga atap limasan dan terbuat dari kayu.
Bagian pintu pada cungkup ini terbuat dari kayu yang
bermotif sama dengan pintu bangunan cungkup 3. Tetapi
untuk daun pintunya sendiri sangat berbeda pada pintu
cungkup 3. Gambar 19 menunjukkan pintu cungkup 4
bergaya arsitektur Eropa. Gambar 18 pada bagian lantai
bangunan terbuat dari keramik yang telah direnovasi.
Gambar 14 terdapat jendela yang berlubang atau memiliki
celah-celah berjumlah 3 jendela pada bagian sisi selatan,
barat dan timur yang sama saja bentuknya seperti jendela

38
Prisca Yeniyati, Bentuk dan Makna Simbolis Ornamen Atap Rumah Limas
Palembang, Seminar Nasional SCAN#6:2015, Finding The Fifth Element… After Water,
Earth, Wind, and Fire, Local Wisdom and Cultural Sustainability. hlm. 34
39
Ibid,. hlm. 36

38
pada cungkup ke-3. Gambar 13 dan 14 pada bagian dinding
dekat dengan pintu dan jendela terdapat tiang bergaya
Eropa, dinding eksterior menggunakan batu agar terlihat
halus. Pada masa ini kolom-kolom Yunani dan Romawi
digunakan kembali, namun hanya digunakan sebagai
hiasan bukan sebagai penopang struktur.40 Bentuk kolom
atau tiang ini sama dengan kolom tipe gothic arsitektur
Eropa klasik.

Gambar 24. Bagian depan cungkup 4


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 25. Dinding berlubang/jendela pada bagian depan cungkup 4


(Sumber: Dokumen Pribadi)

40
Rizky Aulia, Arsitektur Klasik,dalam artikel yang diakses melalui
https://www.academia.edu/12509025/Sejarah_Perkembang_Arsitektur_klasik. hlm 41. Pada
tanggal 15 November 2020, pukul 22.00 WIB

39
Gambar 26. Bagian atap cungkup 4
(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 27. Dinding berlubang/jendela pada bagian timur cungkup 4


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 28. Bagian dalam sisi utara-timur cungkup 4


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 29. Bagian dalam sisi timur-selatan cungkup 4


(Sumber: Dokumen Pribadi)

40
Gambar 30. Bagian depan pintu cungkup 4
(Sumber: Dokumen Pribadi)

5. Pagar Dalam
Pagar ini hanya terdapat didepan cungkup 1, 2, dan 3,
juga menyambung ke tembok pemisah antara cungkup 3
dan 4. Pagar dalam memiliki pintu gerbang utama untuk
masuk ke kawasan cungkup 1, 2, terlihat di gambar 20 dan
cungkup 3 di gambar 21. Bentuk arsitektur pagar dalam ini
merupakan arsitektur Eropa. Pada pintu yang berbentuk
tapal kuda, dan juga dipengaruhi kelokalan yang ada pada
puncak pagar dalam ini seperti bentuk mustaka.

Gambar 31. Tampak dalam di sisi barat cungkup 3 & 4


(Sumber: Dokumen Pribadi)

41
Gambar 32. Tampak depan bagian sisi selatan depan cungkup 4
(Sumber: Dokumen Pribadi)

6. Pagar luar
Bangunan pagar luar mempunyai bentuk yang sama
dengan bangunan pagar dalam pada pintu gerbangnya
tetapi bagian dinding pagar luar berbeda dengan dinding
pagar dalam yang dibuat rata dan tanpa celah, sedangkan
pagar luar ini berbentuk banyak celah atau lubang yang
berbentuk lupis. Gaya arsitekturnya merupakan perpaduan
dari Eropa dan lokal tradisional.

Gambar 33. Bagian dalam pagar luar di sisi selatan


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 34. Bagian depan pagar luar


(Sumber: Dokumen Pribadi)

42
E. KESIMPULAN

Kompleks Makam Kawah Tekurep dirancang oleh Ki Ronggo


Wirosantiko. Pada halaman dan bangunan cungkup komplek makam utama
arsitektur bangunan menggunakan perpaduan budaya yaitu Eropa dan
tradisional Palembang. Pada Kompleks Makam Kawah Tekurep terdapat 4
cungkup yang 3 diantaranya adalah Sultan Kesultanan Palembang Darussalam
dan 1 cungkup merupakan saudara Sultan atau Pangeran. Bangunan cungkup
1 berkubah dan 3 cungkup lainnya bangunan limas. Kompleks utama ini
dikelilingi oleh pagar dalam dan luar yang merupakan perpaduan arsitektur
dari Eropa dan lokal tradisional. Pada komplek utama ini yang memiliki unsur
Eropa terdapat pada bangunan cungkup 1, cungkup 3 dan cungkup 4 terlihat
di bagian dinding, pintu dan jendela. Unsur lokal pada cungkup 1 terletak di
bagian mustaka atau mahkota yang terletak di puncak kubah. Cungkup 2
merupakan bangunan arsitektur lokal tradisional, terlihat pada atap limasan
dan bangunan yang menyerupai pondok kayu. Unsur lokal pada cungkup 3
dan 4 pada bagian atap yang berbentuk limasan dan pintu cungkup 3 dengan
lengkungan yang sama seperti pintu rumah joglo. Pintu cungkup 3 dan
cungkup 4 terbuat dari kayu berukir suluran dan bunga. Terdapat juga
pengaruh bangunan kaki candi di bagian bawah bangunan cungkup 3 dan 4.

43
F. DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Aspek Vernakularitas Pada Rumah


Kilungan Di Kota Lama Kudus, Jurnal Arsitektur NALARs
Volume 19 Nomor 2 Juli 2020.
David, Agustinus David. Bentuk dan Gaya Bangunan Balai Kota di
Cirebon, Depok:Universitas Indonesia, Skripsi Jurusan Arkeologi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2010.
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,
Metode Penelitian Arkeologi, 1999
Gajahnata, K.H.O. Sri edi Swasono. Masuk dan Berkembangnya Islam
Di Sumatera Selatan,Jakarta: UI Press, 1986
Hermawan, Wahyudi. Muhamad Idris, Eva Dina Chairunisa, Cagar
Budaya di Palembang Ilir Timur Sebagai Sumber Penulisan Buku
Saku Sejarah di Palembang, Jurnal Kalpataru, Volume 6, Nomor
1, Juli 2020.
Muhtiar, Arip. Ornamen Bangunan Cungkup 1 Pada Kompleks Makam
Kawah Tengkurep,Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2018.
Nawiyanto, Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam
– Sejarah Dan Warisan Budayanya, Jember: jember university
press, 2016.
Syarifudin, Kemas Andi. Ahmad Zainuri, Najib Haitami, Mufti
Palembang Rekaman Kehidupan & Peranan Ulama
Kepenghuluan Masa Kesultanan dan Kolonial, Palembang: Rafah
Press, 2018.
Siregar, Parlindungan. Seni Arsitektur Makam Pada Masjid-Masjid
Kuno Jakarta: PendekatanArkeologi, Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, artikel jurusan SKI Fakultas Adab dan Humaniora.

44
Tondi, Muhammad Lufika. Sakura Yulia Iryani, Nilai dan Makna
Kearifan Lokal Rumah Tradisional Limas Palembang Sebagai
Kriteria Masyarakat Melayu, Jurnal Langkau Betang, Vol. 5, No.
1, Tahun 2018.
Wihardyanto, Dimas. Sudaryono. Arsitektur Kolonial Belanda Di
Indonesia Dalam Konteks Sejarah Filsafat Dan Filsafat Ilmu,
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 7, No. 1, Tahun 2020
Wawancara bersama Retno Purwanti Balai Arkeologi Sumsel
Yeniyati, Prisca. Bentuk dan Makna Simbolis Ornamen Atap Rumah
Limas Palembang, Seminar Nasional SCAN#6:2015, Finding The
Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire, Local
Wisdom and Cultural Sustainability.

Internet
Aulia, Rizky. Arsitektur Klasik, dalam artikel yang diakses melalui
https://www.academia.edu/12509025/Sejarah
Perkembang_Arsitektur_klasik. Hlm. 41. Pada tanggal 15 November
2020, pukul 22.00 WIB
Sekilas Tentang Bangunan Candi, Diakses melalui
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/sekilastentang-
bangunan-candi/. Pada tanggal 11 November 2020 pukul 20.25
WIB.

45
46
Perubahan Bangunan Kompleks Makam Kawah Tekurep
Dari dari Abad 19 – Awal Abad 20

M. Rizky Arjuni41, Retno Purwanti42, Amilda43

A. PENDAHULUAN

Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan


sekaligus sebagai kota terbesar serta pusat kegiatan sosial ekonomi di wilayah
Sumatera Selatan. Secara geografis, posisi Kota Palembang terletak antara 20
52’ sampai 30 5’ Lintang Selatan dan 1040 37’ sampai 1040 52’ Bujur Timur
dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Kota
Palembang ini cukup strategis karena dilalui oleh jalur jalan lintas Pulau
Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu, di
Kota Palembang juga terdapat Sungai Musi yang berfungsi sebagai sarana
transportasi dan perdagangan antar wilayah dan merupakan Kota Air.

Kawah Tekurep merupakan komplek bangunan yang ada di tepi sungai


musi, terletak di Kelurahan 3 ilir, Kecamatan Ilir II, Palembang, terletak
sekitar 100 meter disebelah Utara Sungai Musi. Komplek makam ini dibatasi
dengan pagar-pagar yang dibangun dari batu bata menghadap kearah sungai.
Kompleks ini dibangun pada tahun 1728 jauh sebelum Sultan Mahmud
Badaruddin I yang wafat pada tahun 1756.

Pada awal berdirinya bangunan komplek makam Kawah Tekurep ini


dimaksudkan untuk pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin I beserta

41
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
42
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
43
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang

47
keluarganya. Pada zaman kolonial terjadi intervensi terhadap Sultan
Palembang di dalam elit politik kesultanan palembang untuk kepentingan
monopoli perdagangan maka untuk membuat satu komplek pemakaman
Kesultanan Palembang tidak terlaksana. Belanda menobatkan salah satu elit
politik kesultanan Palembang sebagai penguasa dengan menyingkirkan elit
politik lainnya keluar daerah Palembang sampai meninggalnya. Dengan
demikian para penguasa Palembang Sultan Muhammad Bahauddin
dimakamkan di Kawah Tekurep. saat meninggal tidak dimakamkan di
kompleks Makam Kawah Tekurep, tetapi dimakamkan di tempat
pengasingannya masing-masing. Sultan Mahmud Badaruddin II dimakamkan
di Ternate, sementara Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom wafat di
Manado.44 Proses pengasingan inilah yang akhirnya menjadikan kompleks
Makam Kawah Tekurep ini hanya terdapat 4 cungkup bangunan makam saja,
tetapi pada saat ini terdapat makam Sultan Mahmud Najamuddin II dan
beberapa bangunan baru dibangun pada komplek Makam Kawah Tekurep.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada abad 19
sampai abad ke-20 dan batasan masalah dari penelitian ini adalah perubahan
bangunan yang ada pada sekarang di komplek makam Kawah Tekurep.
Sehingga penulis tertarik untuk menulis perubahan bangunan pada komplek
makam Kawah Tekurep pada abad 19 sampai abad ke-20.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum penelitian komplek makam Kawah Tekurep telah


dilakukan peneliti sebelumnya, namun tidak fokus kepada perubahan
bangunan yang ada pada komplek makam Kawah Tekurep, maka dari
penelitian ini dapat memperkaya khazanah informasi pada komplek makam

44
Retno Purwanti. “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang).” Siddhayarta. Vol.
9. (2004). hlm. 31.

48
Kawah Tekurep. Maka dari itu peneliti meninjau penelitian-penelitian
sebelumnya dari beberapa tinjauan seperti penelitian berikut.

Arip Muhtiar tahun 2018 skirpsi berjudul “Ornamen Bangunan


Cungkup 1 pada komplek makam Kawah Tekurep”. Skiripsi ini memberikan
gambaran tentang bangunan cungkup 1 di komplek makam kawah tekurep.45

Ardiansyah, Iwan Muraman Ibnu, Sri Lilianti Komariah 2019 Artikel


berjudul “Kajian Morfologi Arsitektur Makam Ki Gede Ing Suro Terkait
Penelusuran Bangunan Candi Di Palembang”. Artikel ini membahas tentang
aspek morfologi dan tata spasial komplek pemakaman yang memiliki karakter
bangunan Candi pada Makam Ki Gede Ing Suro.46

Ira Miyarni Sustianingsih, Risa Marta Yati, Yongky Iskandar 2019


Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam berjudul “Peran Sultan Mahmud
Badaruddin I Dalam Pembangunan Infrastruktur Di Kota Palembang (1724-
1758)”. Jurnal ini memngambarkan tentang Kemajuan dalam bidang
pembangunan Infrastruktur pada masa Sultan Mahmud Badaruddin I
Kesultanan Palembang Darussalam tahun 1724-1758.47

C. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan peneliti menggunakan data observasi yang


dilakukan pada tanggal 7 September 2020 sampai dengan 15 September 2020
bersama para peneliti Balai Arkeologi Sumatera Selatan di lokasi makam
Kawah Tengkurep. Selain itu menggunakan data kualitatif dan deskriptif

45
Arip Muhtiar, “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep,” Fakultas Adab dan Humaniora (2018): 45–55.
46
Iwan Muraman Ibnu et al., “Kajian Morfologi Arsitektur Makam Ki Gede Ing Suro
Terkait Penelusuran Bangunan Candi Di Palembang” (2019): 23–24.
47
Ira Miyarni Sustianingsih, Risa Marta Yati, and Yongky Iskandar, “Peran Sultan
Mahmud Badaruddin I Dalam Pembangunan Infrastruktur Di Kota Palembang (1724-1758),”
TAMADDUN: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam 19, no. 1 (2019): hlm. 49–62.

49
teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan bangunan di makam
Kawah Tengkurep dan pengukuran dan pendalaman teoritis terhadap
bangunan yang berubah maupun bertambah. Adapun mahasiswa dan dosen
yang bekerja sama dalam melakukan pengkuran makam dan pengamatan
langsung di lapangan.

1. Observasi
Observasi, adalah melakukan pengamatan terhadap obyek
penelitian. peneliti dan bekerja sama dengan Balai Arkeologi Sumatera
Selatan Peneliti melakukan pengamatan lapangan di dalam maupun di luar
lingkungan komplek makam Kawah Tekurep. Pengamatan yang dilakukan
peneliti adalah mengukur dan mengidentifikasi bangunan yang ada pada
komplek makam Kawah Tekurep. Selain itu peneliti melakukan wawancara
langsung dan pencatatan serta rekaman audio visual. Maksud dari rekaman
agar setelah wawancara tidak ada data yang terlewatkan.
2. Dokumentasi
Dalam penelitian kualitatif peran dokumentasi sangat besar,
dokumentasi yang dilakukan peneliti menggunakan media handphone dan
dilakukan pada saat observasi berlangsung. Objek yang di dokumentasikan
oleh peneliti adalah bangunan yang ada di komplek makam Kawah Tekurep.
data dari dokumentasi berguna untuk membantu menampilkan kembali
beberapa data yang mungkin belum dapat diperoleh.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Bangunan Cungkup 1 (Sultan Mahmud Baddarudin 1)

50
Berdasarlan hasil penelitian perubahan bangunan komplek makam
kawah tekurep terdapat penambahan dan pengurangan pada bangunan
tersebut. Hasil dari pengamatan peneliti dan membandingkan dokumen yang
ada pada tahun 1880, 1900, sampai sekarang terdapat perubahan yaitu pada
dokumentasi tahun 1880 pada bagian cungkup 1 di sisi depannya belum
terdapat teras dan dilihat pada dokumentasi tahun 1900 baru terdapat teras
yang terbuat dari genteng di sisi depan cungkup 1 sampai pada 2020 dari
pengamatan yang dilakukan peneliti terdapat perubahan bahan pada teras
terbuat dari semen pada sisi depan cungkup 1 komplek Kawah Tekurep.

B. Bangunan Komplek Makam Kawah Tekurep

(1) (2)

Gambar 35. Halaman Depan

(Sumber: (1) KITLV Universiteit Leiden 1900. (2) Dokumen Pribadi 18 September 2020)

Selain itu, Pada bangunan Pangeran Kamuk terdapat perubahan yaitu


dilihat dari dokumentasi tahun 1900 bangunan Pangeran Kamuk ada pada
posisi bangunan tinggi dan pada tahun 2020 dari pengamatan lapangan posisi
bangunan rendah terdapat perbedaan yang terjadi dari gambar 1 dan 2.

51
C. Sketsa Denah Komplek Makam Kawah Tekurep

Gambar 36. Sketsa Komplek Makam Kawah Tekurep


(Sumber F. M. Schnitger, 1936. “Oudheidkundige Vondsten In Palembang”. Leiden: E.J.
Brill. 1936)

Pada sketsa denah Komplek makam kawah tekurep dari tahun 1936
diatas terdapat beberapa keterangan diantara nya:

(I) : terdapat beberapa makam yang ada disekitar halaman utara dari
denah pada komplek makam komplek makam kawah tekurep.

(II) : Dilihat dari sketsa denah 1936 beberapa makam yang ada disekitar
halaman barat pada komplek makam kawah tekurep.

(III) : Bangunan cungkup 1 yang merupakan tempat makam Sultan


Mahmud Baddarudin 1 dan para istrinya.

52
(IV) : Bangunan yang merupakan tempat makam pangeran Ratu
Kamuk Raden Zaelani dan istrinya.

(V) : Bangunan cungkup 2 yang merupakan tempat makam


Najamuddin I dan istrinya.

(VI) : Bangunan cungkup 3 yang merupakan tempat makam


Bahauddin dan istrinya.

(VII) : Terdapat bangunan di halaman timur dari denah komplek


makam kawah tekurep.

(VIII) : Terdapat makam di depan bangunan cungkup 3.

(IX) : Terdapat bangunan persegi yang terbuat dari bata yang disusun.

Tahun 2020

53
Pada sketsa denah Komplek makam kawah tekurep dari tahun 1936
diatas terdapat beberapa keterangan diantara nya:

(I) : Tidak ditemukan lagi beberapa makam yang ada disekitar halaman
utara dari denah pada komplek makam komplek makam kawah tekurep.

(II) : Masih ditemukan beberapa makam yang ada disekitar halaman


barat dari denah pada komplek makam kawah tekurep.

(III) : Bangunan cungkup 1 yang merupakan tempat makam Sultan


Mahmud Baddarudin 1 dan para istrinya.

(IV) : Bangunan yang merupakan tempat makam pangeran Ratu


Kamuk Raden Zaelani dan istrinya.

(V) : Bangunan cungkup 2 yang merupakan tempat makam


Najamuddin I dan istrinya.

(VI) : Bangunan cungkup 3 yang merupakan tempat makam


Bahauddin dan istrinya.

(VII) : Tidak ditemukan bangunan dan hanya terdapat beberapa


makam di halaman timur dari denah komplek makam kawah tekurep.

(VIII) : Terdapat beberapa makam di depan bangunan cungkup 3.

(IX) : Terdapat bangunan persegi yang terbuat dari bata yang disusun.

(X): Terdapat bangunan di utara cungkup 2 (Pengeran Ratu Kamuk


Raden Zaelani)

(XI) : Terdapat bangunan makam makam Sultan Ahmad Najamuddin


II (Raden Husein)

54
(XII) : Terdapat banyak makam di halaman utara komplek makam
kawah tekurep.

D. Transformasi Bangunan Makam

Gambar 37. Makam Ahmad Najamuddin II (Raden Husein)


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Bangunan yang ada pada gambar di atas merupakan bangunan makam yang
dipindahkan dari Manado ke Palembang dan buat bangunan untuk makam
Ahmad Najamuddin II, perubahan dan penambahan bangunan pada Komplek
Makam Kawah Tekurep ini merupakan perusakan Cagar Budaya.

Gambar 38. Di Belakang Cungkup 1 Dan Pangeran Ratu Kamuk


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Komplek makam yang ada pada gambar diatas merupakan pindahan makam
yang ada di depan Komplek Makam Kawah Tekurep (tepat di jalan raya
belabak) ke belakang Komplek Kawah Tekurep (tepat di belakang Cungkup
1). Pemindahan makam terjadi karena tidak memungkinkannya tempat awal
yang sudah di bangun pelabuhan pusri.

55
Halaman Utama Komplek Makam Kawah Tekurep

(1) (2)

Gambar 39. Halaman Depan

(Sumber: (1) KITLV Universiteit Leiden 1880. (2) Dokumen pribadi 18 September 2020

Terdapat perbedaan dari gambar halaman utama komplek makam


Kawah Tekurep pada tahun 1880 dengan gambar 2020. Pada tahun 1880
terdapat bangunan di depan komplek makam Kawah Tekurep sedangkan pada
komplek makam Kawah Tekurep sekarang bangunan makam tersebut tidak
ada. Pada bagian dalam komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin tahun
1880 tidak terdapat bangunan di depan komplek makam. Sketsa tahun 1936
ada bangunan berbentuk segi empat yang menyambung ke cungkup makam
Sultan Muhammad Bahaudin

Sketsa tahun 1936

56
E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya perbedaan dari gambar


komplek makam kawah tekurep dari tahun 1880 sampai dokumentasi 2020.
Dari bentuk atap teras cungkup I sampai penambahan bangunan makam pada
halaman depan komplek makam kawah tekurep.

Dilihat dari pengamatan peneliti bentuk teras cungkup I bertranformasi


dari tahun 1880,1900, sampai 2020. Pada tahun 1880 belum berbentuk teras,
pada tahun 1900 berbentuk sederhana dari genteng dan kayu, dan pada 2020
dari hasil pengamatan dan observasi lapangan bentuk teras telah diubah
menjadi semen dan bergaya modern. Selain itu pada cungkup II dari hasil
perbandingan gambar dari tahun 1900 dan 2020 terdapat perbedaan pada
tinggi bangunan, pada tahun 1900 bangunan cungkup II tinggi dibanding
dokumentasi tahun 2020 bangunan terlihat pendek.

Selain itu, terdapat penambahan dan pengurangan bangunan dari


pengamatan yang dilakukan peneliti yaitu pada halaman utara dilihat pada
sketsa denah kawah tekurep tahun 1936 bersumber dari buku F. M. Schnitger,
1936. “Oudheidkundige Vondsten In Palembang”. bahwa pada sketsa tersebut
terdapat keterangan makam di sekitar halaman utara komplek makam kawah
tekurep, sedangkan tinjauan yang dilakukan peneliti pada saat observasi
lapangan terdapat beberapa makam yang ada. Selain itu pada halaman timur
pada sketsa denah 1936 komplek makam kawah tekurep terdapat keterangan
bangunan tetapi pada pengamatan yang dilakukan peneliti bangunan tersebut
tidak ada dan hanya beberapa makam yang ada.s

Pada halaman selatan pada komplek makam kawah tekurep terdapat


penambahan bangunan tetapi dilihat dari sketsa tahun 1936 tidak ada
keterangan bangunan tersebut, sedangkan pengamatan yang dilakukan peneliti
tedapat bangunan makam Ahmad Najamuddin II (Raden Husein).

57
F. DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, Ki Hadjar, and Surakarta E-mail. “Deskripsi Kualitatif


Sebagai Satu Metode Dalam Penelitian Pertunjukan.” Harmonia:
Journal of Arts Research and Education Vol. 11, No. 2 (2011)

Ibnu, Iwan Muraman, Sri Lilianti Komariah, Program Studi, Teknik


Arsitektur, Fakultas Teknik, and Universitas Sriwijaya. “Kajian
Morfologi Arsitektur Makam Ki Gede Ing Suro Terkait
Penelusuran Bangunan Candi Di Palembang” (2019)

Muhtiar, Arip. “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks


Makam Kawah Tekurep.” Fakultas Adab dan Humaniora (2018):

Mulyadi, Mohammad. ”Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta


Pemikiran Dasar Menggabungkannya”. Jurnal Studi Komunikasi
Dan Media. Vol. 15 No. 1. (2011).

Purwanti, Retno. “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan


Kesultanan Palembang (Tinjauan berdasarkan Tata Letak Makam
Sultan Palembang).” Siddhayarta. Vol. 9 .(2004).

Rusdi Tjahjono dan Joko Triwinarto, “Tipologi Kontruksi Tradisional


Pada Cungkup Prapen”. Jurnal Ruas. Vol. 2 No. 1. (2014).

Sustianingsih, Ira Miyarni, Risa Marta Yati, and Yongky Iskandar.


“Peran Sultan Mahmud Badaruddin I Dalam Pembangunan
Infrastruktur Di Kota Palembang (1724-1758).” TAMADDUN:
Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam Vol. 19, No. 1. (2019).

Schnitger, F. M. “Oudheidkundige Vondsten In Palembang”. Leiden:


E.J. Brill. 1936.

Semiawan, Conny R. “Metode penelitian kualitatif”. Grasindo. 2010.

58
Makam Kawah Tekurep Perspektif Cagar budaya

Budi Aswar48, Retno Purwanti49, Amilda50

A. PENDAHULUAN

Palembang merupakan sebuah kota yang berada di negara Indonesia.


Palembang memiliki berbagai situs atau peninggalan bersejarah seperti
makam, masjid, benteng dan lain-lain. Kawah Tekurep adalah nama sebuah
kompleks makam sultan yang menguasai kota Palembang pada adab 18.
Sultan Mahmud Badarudin I salah seorang dari raja Palembang yang
memerintah pada abad ke-18. Sultan yang dimakamkan di komplek ini ialah
Sultan Mahmud Badarudin I, Sultan Ahmad Najamudin, Pangeran Kamuk,
Sultan Bahaudin serta Nato Diradja.
Kawah Tekurep ini terletak di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir II,
Palembang. Dari sungai musi, kompleks pemakaman ini berjarak 100 meter.
Secara geografis berada pada koordinat 02o 58’ 45.6” Lintang Selatan dan
104o 46’ 56. 3” Bujur Timur. Wilayah ini merupakan lahan kering dan tidak
terpengaruh oleh luapan air. Kompleks makam ini dikelilingi oleh pagar-pagar
tembok bata.51”.
Di dalam undang-undang cagar budaya dalam melindungi situs-situs
peninggalan sejarah dituntut agar mampu tidak hanya menjadikan sebuah situs
menjadi cagar budaya tetapi dituntut mampu menjaga dan melestarikannya.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992 tentang

48
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
49
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
50
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
51
Arif Muhktiar, “Ornamen Bangunan Cungkup 1 Pada Komplek Makam Kawah
Tekurep,” Fakultas Adab dan Humaniora 15, no. April (2018): 1-110,

59
benda cagar budaya bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya
pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan
kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan bahwa
cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu
dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran
serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan
cagar budaya52. Kawah Tekurep termasuk cagar budaya nomor registrasi
20040303.04.000669. Surat keputusan penetapan ialah surat keputusan
menteri nomor KM.09/PW.007/MKP/2004 dan Situs Kawah Tekurep
ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat kabupaten/kota, yaitu Kota
Palembang. Adapun pemilik dan pengelola adalah Balai Pelestarian Cagar
Budaya Jambi dan Dinas Kebudayaan kota Palembang.
Menurut Wahyu Adhifani Arkeologi Sumatra Selatan, Kawah tekurep
merupakan sejarah kota Palembang yang lebih berumur 50 tahun sehingga
perlu adanya perlindungan dengan menetapkan dasar hukum yakni UU no 5
th 1992, selain itu kawah tekurep merupakan situs-situs makam Kesultanan
Kota Palembang dan secara bukti sejarah mereka ada dan bukan hanya
cerita53. Selain itu, menurut Retno Purwanti makam Kawah Tekurep adalah
makam yang erat kaitannya dengan Kesultanan Kota Palembang dan
tujuannya untuk menyatukan dzuriat Sultan dan keturunannya yang ada di
Kota Palembang. Selain itu, kawah tekurep perlu dilestarikan serta dilindungi

52
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar
Budaya, “Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan,” Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya (2010), hlm. 1.
53
Wawancara dengan Wahyu Rizky Adhifani pada selasa 13 Oktober 2020

60
sehingga ditetapkan sebagai benda cagar budaya dengan amanat undang-
undang no 5 tahun 199254. Jadi Kawah Tekurep ditetapkan sebagai situs cagar
budaya karena ada harapan dengan ditetapkan cagar budaya serta berlakunya
UU no 5 tahun 1992 kawah tekurep lebih diperhatikan dalam pengolahannya.
Dari penjelasan diatas peneliti melihat celah untuk mengkaji Kawah Tekurep
dalam perspektif cagar budaya. Dengan melihat permasalahan konsep
pelestarian dalam konsep cagar budaya kawah tekurep. Arah penelitian ini
adalah untuk melihat bagaimana Kawah Tekurep dalam perspektif cagar
budaya. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui makam Kawah Tekurep
dalam perpektif cagar budaya dan undang-undang cagar budaya.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan penelitian atau tulisan terdahulu, baik
skripsi, tesis, disertasi, maupun buku teks dan sebagainya yang terkait dengan
topik penelitian yang akan diteliti.55 Dalam penelitian menggunakan beberapa
tinjauan pustaka untuk melihat informasi penelitian terdahulu serta menjadi
bahan referensi atau rujukan dalam penelitian.

Penelitian pertama oleh Adang Sujana tentang Adaptasi Bangunan


Cagar Budaya Perspektif Indonesia. Di dalam literaturnya secara umum ialah
menjelaskan perubahan paradigma pelestarian cagar budaya terkini yang
memasukkan unsur pemanfaatan, selain pelindungan dan pengembangan pada
kegiatan pelestarian cagar budaya turut mempengaruhi tujuan pelestarian
tersebut, dimana kesejahteraan masyarakat juga diwadahi dalam pelestarian.
Hal ini sangat berbeda dengan paradigma sebelumnya yang hanya
menitikberatkan pada kegiatan perlindungan saja. Bangunan cagar budaya
adalah bangunan heritage yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Selain

54
Wawancara dengan Retno Purwanti 14 Oktober 2O2O
55
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora
(Palembang: Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Raden Fatah Palembang, 2013), hlm. 19

61
itu, perlakuan terhadap bangunan cagar budaya berbeda dengan bangunan
heritage pada umumnya karena sudah terikat dan diatur perlindungan dan
pelestariannya dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2010 Tentang Cagar budaya.56
Penelitian kedua yaitu dari Deky Akbar dengan judul Pelestarian Situs
Cagar Budaya Plawangan Rembang Perspektif Undang-Undang Cagar
Budaya pada tahun 2O14 dengan menjelaskan situs Plawangan Rembang
dalam pandangan undang-undang cagar budaya. Situs plawangan ini
mengalami banyak kerusakan, terabaikan bahkan mengalami kehilangan.
Dengan mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang
Cagar budaya. Disebutkan juga secara sosiologis, perhatian masyarakat
terhadap Situs Plawangan kurang antusias dan kurang memperhatikan untuk
melakukan pelestarian Situs Plawangan. Oleh sebab itu, model pelestarian
situs Cagar Budaya Plawangan yang relevan karena mengkritik undang-
undang cagar budaya no 11 tahun 2010.57
Tinjauan ketiga selanjutnya tentang konsep cagar budaya dalam UU
no 11 menjelaskan bahwa cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air
yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan. Dijelaskan pula bahwa pengelolaan cagar budaya
merupakan upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pe-

56
Adang Sujana, “Adaptasi Bangunan Cagar budaya Perspektif Indonesia,” 2017.
57
Deky Akbar, ‘’Pelestarian Situs Cagar budaya Plawangan Rembang Perspektif
Undang-Undang Cagar Budaya’’ dalam Jurnal Unnes ac.id, Vol 9, No 2 Januari 2O14, (
Semarang: Universitas Semarang, 2O14), hlm, 202

62
laksanaan, dan pengawasan untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu, pelestarian
cagar budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar
budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya 58.
Penelitian ke empat dalam skripsi Arip Muhktiar dengan judul
Ornamen Bangun Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah Tekurep pada
tahun 2O18. Dalam pembahasannya saudara Arip menjelaskan ornamen-
ornamen yang ada pada cungkup I dengan arsitektur eropa. Ormanen terlihat
pada kubah yang menggambarkan ornamen Islam. Selain itu, penelitian ini
juga menjelaskan geografis Kawah Tengkurep.59
Dari beberapa tinjauan di atas peneliti ingin melihat bagaimana sebuah
situs Kawah Tekurep dalam konsep pelstarian serta perlindungan dalam
perspektif undang-undang cagar budaya. Penelitian ini menarik karena
melihat kondisi situs ini mengalami perubahan serta kurangnya penerapan
fungsi undang-undang cagar budaya.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dan bersifat


deskriptif Adapun pengumpulan data pada penelitian ini ialah observasi
langsung dan wawancara. Berdasarkan analisis tersebut didapatkan informan
kunci yang dibutuhkan adalah dari akademisi atau pakar yang memahami
tentang sejarah Kawah Tekurep. Teknik pengumpulan data yang digunakan
melalui wawancara mendalam serta pengamatan di lapangan (observasi).
Wawancara ini dilakukan dengan kriteria orang-orang yang ahli dalam sejarah
Kawah Tekurep, ahli arkeologi, akademisi serta orang yang bekerja pada

58
Khalid Rosyadi et al., “Pemerintah Daerah ( Studi Pada Pengelolaan Dan
Pelestarian Situs Majapahit Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto )” 2, no. 32 (2005):
830–836.
59
Muhktiar, “Ornamen Bangunan Cungkup 1 Pada Komplek Makam Kawah
Tekurep.”

63
Dinas Kebudyaan. Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara mendalam (indept interview). Wawancara dilakukan
dengan santai, informal, dan masing-masing pihak seakan tidak punya beban
psikologis. Wawancara mendalam akan memperoleh kedalaman data yang
menyeluruh dan lebih bermanfaat.60 Dalam penelitian ini, teknik analisis yang
digunakan yaitu teknik analisa deskriptif kualitatif yakni penelitian yang
berusaha menggambarkan situasi dalam pandangan penulis.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Undang-undang no 11 tahun 2010 no 1 pasal 1, konsep cagar


budaya ialah adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya,
dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan61. Kawah
Tekurep masuk dalam satu dari sekian banyak cagar budaya yang ada di Kota
Palembang. Kawah Tekurep diresmikan menjadi cagar budaya pada tahun
2OO4 karena memiliki beberapa kriteria memiliki nilai pengetahuan dan
memiliki beberapa situs. Situs yang dimaksudkan yaitu situs cungkup satu
yakni situs Sultan Mahmud Badarudin 1, situs cungkup dua yakni Pangeran
Kamuk, cungkup tiga, Situs Ahmad Najamudin, situs cungkup empat di isi
situs Bahaudin dan kelima situs Nata Dirajo.

60
Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2012), hlm. 214
61
Undang-undang cagar budaya no 11 tahun 2010

64
Gambar 40. Lokasi Komplek Kawah Tekurep62

Dalam surat keputusan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan no


KM.09/PW.007/MKP/2004 tentang penetapan wilayah Kawah Tekurep.
Letak-letak Kawah Tekurep meliputi sebelah barat berbatasan dengan jalan
raya Belabak, sebelah selatan berbatas dengan jalan raya Belabak, sebelah
timur berbatasan dengan pemukiman serta sebelah utara berbatasan dengan
jalan raya Belabak. Luas keseluruhan komplek kawah tekurep ialah 1,4 Ha63.
Dengan batas dan luasnya area komplek Makam kawah Tekurep perlu adanya
pengurus yang jelas sehingga dalam usaha perlindungan dan pengawasan
dilapangan dapat terwujud di amanat undang-undang cagar budaya.

Didalam usaha pelestarian dan pemanfaatan dalam undang-undang


sehingga pemerintah dapat memaksimalkan pasal-pasal tersebut. Pemanfaatan
artinya pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

62
Schnitger, F. 1936. Oudheidkundige Vondsten In Palembang. Leiden E J Brill
63
Surat Keputusan mentri pariwisata dan kebudyaan tahun 2004, hlm. 5

65
Revitalisasi yaitu kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar budaya dengan penyesuaian
fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai
budaya masyarakat. Adaptasi yaitu upaya pengembangan cagar budaya untuk
kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan
perubahan terbatas64. Jadi pemanfaatan dalam pelestarian harus mampu
dilaksanakan dengan menggunakan konsep pelstarian yang baik. Sehingga
situs-situs peninggalan sejarah yang ditetapkan sebagai peninggalan
bersejarah dapat dilestarikan.

Dengan ditetapkannya luas wilayah serta undang-undang no 5 tahun


1992, seharusnya pemerintah dalam hal ini sebagai pemilik harus mampu
melestarikan Kawah Tekurep. Menurut UU cagar budaya no 5 tahun 1992
pasal 2 berbunyi bahwa perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan
melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional
Indonesia.65 Sudah jelas pemerintah harus lebih melestarikan memanfaatkan dan
memperkenalkan ke masyarakat dalam mengelola Kawah Tekurep. Menurut
Lisa Surya Andika, tahun 2015 Dinas Kebudyaan dan Pariwisata Kota
Palembang pernah melakukan perbaikaan di pedapuran yakni rehab pada
makam. Bentuk perlindungan lainnya yakni pembersihan makam yang telah
ditetapkan pegawainya66 Rehab dalam hal ini melakukan perawatan guna
melindungi makam.

Dewasa ini pembersihan pada makam Kawah Tekurep kurang dilakukan


karena sewaktu kami melalukan survey kami melihat dedaunan dan lantai yang
berdebu. Pembersihan dalam pengelolaan kurang giat dilakukan penjaga

64
“Tinjauan Tentang Cagar Budaya 1.”
65
Undang-Undang Cagar Budaya no 5 tahun 1992
66
Wawancara Lisa Surya Andika mantan Ketua Bidang Kebudayaan Dinas Budaya
dan Pariwisata

66
maupun pemerintah setempat. Dalam pasal 3 UU no 5 tahun 1992 berbunyi
bahwa lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi benda cagar budaya,
benda yang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui
pemiliknya, dan situs. Artinya dari pasal 2 dan 3 dapat disimpulkan bahwa
pemerintah harus melestarikan serta melindungi. Kondisi Kawah Tekurep
setelah menjadi cagar budaya. Kawah tekurep mengalami prubahan dan
bahkan mengalami penambahan serta ini tidak sesuai dengan undang-undang
cagar budaya nomor 5 tahun 1992. Perubahan warna pada makam di halaman
kawah ini merupakan bentuk metode pemugaran yang kurang baik.

1. Halaman Komplek Kawah Tekurep

Gambar 41. Halaman Dalam Kawah


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 1 adalah halaman di area dalam komplek pemakaman Kawah Tekurep


yang mengalami perubahan warna pada tahun 2018. Didalam UU Cagar
Budaya pasal 4 no 11 tahun 2010 disebutkan lingkup pelestarian cagar budaya
meliputi pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya di
darat dan di air. Dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa kondisi makam
tidak boleh di ubah. Selain itu dalam pasal 2 no 5 tahun 1992 disebutkan bahwa
perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan melestarikan dan
memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Dari dua
pasal ini sudah dinyatakan bahwa didalam perlindungan tidak boleh mengubah
bahkan merusak. Langkah yang diambil dalam mengubah warna pada makam
dapat memudarkan tulisan pada nisan. Alangkah baiknya jika warna pada

67
makam lama atau makam ketika ditetapkan cagar budaya tetap dipertahankan.
Perubahan warna menurut Bapak Ihksan, pengecatan makam atau bangunan
biasanya setahun sekali dan pengecatan warna makam di halaman khususnya
pada makan para abdi kesultanan merupakan kemauan masyarakat yang
menginginkan hijau tua67. Selain gambar 1 ada juga makam baru yang
mencederai konsep cagar budaya yaitu tidak mengutamakan undang-undang
dalam pelestariannya.

2. Makam Sultan Badarun III

Gambar 42. Makam Sultan Mahmud Badaruddin III


(Sumber: Dokumen pribadi)

Makan sultan Badarudin III ini tergolong makam baru. Beliau wafat pada 9
September 2O17. Makam Kawah Tekurep ini sudah ada sejak pada tahun
2O17. Letak makam ini di depan area cungkup sultan Bahaudin. Makam baru
ini merupakan penambahan yang sudah tidak mengindahkan lagi UU cagar
budaya dalam perlindungan di pasal 2 no 5 tahun 1992. Konsep cagar budaya
salah satunya ialah tidak boleh menambah atau mengurangi di lingkup cagar
budaya. Dalam pasal 6 UU no 5 tahun 1992 disebutkan bahwa benda cagar
budaya tertentu dapat dimiliki atau dikuasai oleh setiap orang dengan tetap
memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam undang-undang ini. Pemerintah telah mengabaikan UU ini
karena tidak memperhatikan UU yang berlaku, disebutkan tidak boleh

67 Wawancara dengan Ikhsan pada minggu 11 Oktober 2020

68
menambah atau mengurangi. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan
dalam menjaga situs Kawah Tekurep. Menurut pak Ikhsan saat ditemui alasan
zuriat memakamkan Sultan Badarudin III di area dalam ini ialah karena beliau
adalah raja dan dilingkup pemakaman ini merupakan sanak dan keluarganya
dan beliau mengingatkan agar baiknya di makamkan di area luar komplek
karena menurut beliau ini suatu kesalahan dan termasuk menyimpang dari
cagar budaya68. Dapat disimpulkan perlakuan terhadap Kawah Tekurep ini
kesalahan dan menyimpang dari undang cagar budaya baik UU no 5 tahun
1992 serta UU no 11 tahun 2O1O serta kurangnya perhatian pemerintah.

3. Perubahan makam dan contoh nisan di pugar

Gambar 43. Perubahan makam dan nisan


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Makam gambar 3 ini merupakan makam yang terletak di area komplek makam
Kawah Tekurep yang berada di area belakang. Makam ini diyakini saat
observasi dalam pengamatan dan membandingkan nisan lama yang umumnya
memakai kayu unglen. Namun saat ditemukan nisan ini sudah berubah dengan
penambahan semen. Dalam pasal 4 UU No. 11 tahun 2O1O konsep pelestarian
yakni tidak boleh mengubah bahkan mengganti karena langkah ini bisa
menjadi kebohongan turun-temurun. Perubahan ini menandakan khususnya
bagian nisan telah mengalami perubahan. Menurut Pak Ikhsan awalnya

68
Wawancara dengan Ikhsan pada minggu 11 Oktober 2020

69
makam ini di pindahkan dari tepian sungai pada tahun 1983 ke belakang area
kawah tekurep dan setelah itu dipugar menjadi makam baru dengan
mengunakan unsur semen-semen pada tahun 2O1869. Perubahan didalam
perbaikan yang dilakukan perseorang maupun pemerintah dalam pemindahan
dan perbaikan makam tidak sesuai dengan amanat UU benda cagar budaya no
5 tahun 1992 maupun UU cagar budayano 11 tahun 2010.

4. Kerusakan bangunan

Gambar 44. Kerusakan dan kebersihan


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Sekilas dalam penggambaran dari beberapa gambar yang diambil kita


dapat berasumsi bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang
belum sepenuhnya melaksanakan pasal-pasal dalam UU Cagar Budaya.
Walaupun sudah dilakukan pembersihan namun saat di lapangan masih
terdapat daun-daun dan lantai berdebu. Pemerintah BPCB Jambi sebagai
pengelola Kawah Tekurep juga pernah menyalurkan bantuan ke makam

69
Wawancara dengan Ikhsan pada selasa 11 Oktober 2020

70
Kawah Tekurep sebelum tahun 2017 dengan memperbaiki beberapa makam70.
Dalam pasal 6 UU no 5 tahun 1992 yakni benda cagar budaya tertentu dapat
dimiliki atau dikuasai oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi
sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-
undang ini, sudah jelas baik pemerintah Kota Palembang maupun elemen
masyarakat harus ikut andil dalam menjaga kawah tekurep sama halnya dengan
pasal 11 juga dikatakan setiap orang yang memiliki atau menguasai benda cagar
budaya wajib melindungi dan memeliharanya. Kalaupun penyimpangan
dilakukan pemerintah harus mampu melindungi dan menegur elemen
masyarakat tersebut. Sesuai dengan pasal 14 UU no 5 tahun 1992 dalam hal
orang yang memiliki atau menguasai benda cagar budaya tertentu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 tidak melaksanakan kewajiban melindungi dan
memelihara sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Pemerintah memberikan
teguran.

Kemudian dalam UU perlindungan disebutkan dalam pasal 15 UU no 5


tahun 1992 setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta
lingkungannya. Tanpa izin dari Pemerintah setiap orang dilarang: membawa
benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia; memindahkan benda
cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya; mengambil atau memindahkan
benda cagar budaya baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali dalam keadaan
darurat; mengubah bentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya;
memisahkan sebagian benda cagar budaya dari kesatuannya; memperdagangkan
atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya. Beberapa
undang-undang perlindungan seharusnya mampu dimaksimalkan dengan baik
sehingga upaya dalam melindungi dapat terealisasikan. Konsep pelestarian
harus diutamakan dalam menjaga dan memelihara sebuah peninggalan leluhur

70
Wawancara Lisa Surya Andika 23 Oktober 2020

71
yang memuat nilai pengetahuan. Kerusakan-kerusakan yang terdapat pada
gambar di atas merupakan kerusakan yang disebabkan alam dan kurangnya
perhatian pemerintah dalam mengelola serta melindungi. Cagar budaya
seyogyanya dipelihara baik dari tangan manusia yang kurang bertanggung
jawab maupun alam. Dalam pasal 6 UU no 5 tahun 1992 berbunyi benda cagar
budaya tertentu dapat dimiliki atau dikuasai oleh setiap orang dengan tetap
memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam undang-undang ini.71 Pemerintah sebagai pemilik sampai saat
ini belum ada informasi hal-hal yang telah dilakukan pemerintah dalam
mengelola, serta melestarikan. Namun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sudah
melakukan langkah dalam melindungi yakni dengan memerintahkan penjaga
makam dalam pembersihan. Pak Ihksan berharap kepada pemerintah maupun
elemen yang peduli sejarah makam islam, tuturnya makam ini merupakan nilai
sejarah Kota Palembang dan seharusnya pemerintah harus lebih
memperhatikannya baik memelihara maupun melestarikannya72. Selain itu
Retno Purwanti seorang ahli arkeologi berharap kepada pemerintah selaku
pengelola makam ini agar lebih mengedepankan konsep cagar budaya serta
dalam melestarikan situs makam Kawah Tekurep. Konsep cagar budaya dan
undang-undang cagar budaya harus perlu di pahami setiap pengelola dan
pememilik cagar budaya. Selain itu beliau menambahkan makam-makam
peninggalan dari Kesultanan Palembang harus lebih mendapat perhatian
khusus dari pemerintah Kota Palembang dalam pengembangan serta
pelestarianya73. Makam Kawah Tekurep merupakan sebuah situs sejarah yang
memiliki nilai sejarah khususnya Kota Palembang. Makam ini harus dijaga
dan dilestarikan sehingga generasi selanjutnya dapat melihat situs peninggalan

71
Undang-undang no 5 tahun 1992
72
Wawancara dengan Ikhsan pada minggu 11 Oktober 2020
73
Wawancara dengan Retno Purwanti pada rabu 14 Oktober 2020

72
islam yakni dari kesultanan Palembang. Dinas Kebudyaan dan Pariwisata
Kota Palembang harus mampu merawat dan melestarikan peninggalan
Kesultanan Palembang.

Dalam penetapan situs Kawah Tekurep sebagai Cagar Budaya yang


dilindungi pada tahun 2004 dengan luas area 1,4 ha serta pemilik kota
palembang. Pemerintah Kota Palembang maupun Dinas BPCB jambi
seharusnya lebih mengedepankan amanat undang-undang cagar budaya antara
UU cagar budaya no 5 tahun 1992 dengan UU no 11 tahun 2010 keduanya
sejalan dalam usaha perlindungan, pengawasan, pemanfataan namun kedua
lembaga tersebut tidak mengedepankan amanah UU tersebut. Sehingga dapat
dilihat kondisi Kawah Tekurep sekarang yang kurang mendapat perhatian baik
Pemerintah Kota Palembang maupun Dinas BPCB Jambi.

Menurut peraturan daerah sumatra selatan no 4 tahun 2017.


Pemerintah Kota Palembang sebagai pemilik situs serta pengelola dari Kawah
Tekurep mempunyai tugas-tugas dan wewenang dalam perda no 4 tahun 2017
tersebut. Adapun tugas dan wewenang pemerintah Kota Palembang dalam
upaya pelestarian cagar budaya secara umum tertuang pada pada pasal 4 yakni
ruang lingkup pelestarian mencangkup upaya perlindungan, pengembangan,
pemanfatan, pengelolaan serta pengawasan. dipasal 5 no 4 thn 2017 secara
umum disebutkan tugas dan wewenang pemerintah adalah merencanakan dan
melaksanakan pelestarian cagar budaya secara garis besar dalam pasal 5 ini
pemerintah harus mampu mewujudkan serta mengembangkan situs cagar
budaya serta mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian cagar
budaya.74 Dari dua pasal tersebut sudah jelas pemerintah Kota Palembang

74
Peraturan daerah Sumatera Selatan no 4 tahun 2017. hlm.7

73
mempunyai kewajiban dalam upaya pelestarian dengan tujuan
mengembangkan potensi cagar budaya.

Di dalam upaya pemeliharaan pada pasal 17 no 4 tahun 2017


disebutkan bahwa setiap orang wajib ikut dalam upaya pemeliharaan
tujuannya agar situs cagar budaya tidak dirusak bahkan hilang. Selain itu,
dalam pasal 17 pada point 4 disebutkan setiap orang yang melanggar
ketentuan perlindungan cagar budaya wajib mendapat hukuman tujuannya
agar orang tidak melakukan kejahatan.

Didalam upaya pengamanan agar tidak dirusak atau hilang perda pasal
13 no 4 tahun 2017 dikatakan bahwa pengamanan adalah tanggung jawab
pemilik atau yang menguasainya. Artinya Kawah Tekurep menjadi tanggung
jawab perorangn dan pemerintah. Dari beberapa perda tersebut dapat
digunakan dalam upaya menjaga, melindungi serta melestarian situs Kawah
Tekurep. Kewajiban pemerintah harus mampu melaksanakan upaya
pelestarian dengan mengalokasikan dana dalm pengolaan dan pengembangan.
Selain upaya pelestarian pemerintah juga wajib memberikan penjagaan khusus
di situs Kawah Tekurep agar peninggalan bersejarah ini aman dari tangan-
tangan tidak bertanjung jawab.

E. KESIMPULAN

Kawah Tekurep merupakan situs bersejarah dari Kota Palembang yang


sudah menjadi cagar budaya pada tahun 2004. Kawah Tekurep memiliki
beberapa cungkup yang pertama cungkup Sultan Mahmud Badarudin I, kedua
cungkup Pangeran Kamuk, ketiga cungkup Sultan Ahmad Najamudin,
keempat cungkup Sultan Bahaudin dan kelima cungkup Nato diradjo. Situs
Kawah Tekurep ditetapkan sebagai cagar budaya tujuannya agar situs
bersejarah ini mendapatkan perlindungan, pengelolaan serta pengawasan yang
lebih dari pemerintah. Bahkan walaupun sudah ditetapkan sebagai situs cagar

74
budaya pada tahun 2004 tetap saja konsep pelestarian tidak sesuai dengan
undang-undang no 5 tahun 1992. Banyak kesalahan yang melanggar dari
amanat undang-undang tersebut dan bahkan walaupun undang-undang no 5
tahun 1992 diganti dengan undang-undang no 11 tahun 2010 tetap saja
pemerintah maupun dinas badan pengelola cagar budaya Kota Jambi kurang
memberikan perlindungan, pengelolaan, pengawasan serta pelestarian.

F. DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Deky ‘’Pelestarian Situs Cagar budaya Plawangan Rembang


Perspektif Undang-Undang Cagar Budaya’’ dalam Jurnal Unnes
ac.id, Vol 9, No 2 Januari 2O14, (Semarang: Universitas
Semarang, 2O14)

Endaswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press, 2012)

Muhtiar, Arip. “Ornamen Bangunan Cungkup 1 Pada Komplek Makam


Kawah Tekurep.” Fakultas Adab dan Humaniora 15, no. April
(2018)

Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, “Kesultanan Palembang


Darusalam Sejarah Dan Warisan Budidaya.” sejarah dan warisan
budayanya (2016)

Rosyadi, Khalid, Mochamad Rozikin, Jurusan Administrasi Publik,


Fakultas Ilmu Administrasi, and Universitas Brawijaya.
“Pemerintahan Daerah ( Studi Pada Pengelolaan Dan Pelestarian
Situs Majapahit Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto )” 2,
no. 32 (2005)

75
Schnitger, F. 1936. Oudheidkundige Vondsten In Palembang. Leiden E J Brill

Sujana, Adang. “Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Perspektif


Indonesia,” 2017.

Tentang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010,


and Cagar Budaya. “Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan.”
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Cagar Budaya (2010)

“Tinjauan Tentang Cagar Budaya 1.” (2010)

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab dan


Humaniora (Palembang: Fakultas Adab dan Humaniora IAIN
Raden Fatah Palembang, 2013)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang


Cagar Budaya, “Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan,”
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992
Tentang Cagar Budaya (2010)

Non Buku
Wawancara dengan Pak Ikhsan pada 11 Oktober 2020
Wawancara Retno purwanti pada 14 Oktober 2020
Wawancara dengan Wahyu adhifani 13 Oktober 2020
Wawancara sdengan Lisa Surya Andika 23 Oktober 2020

76
Kaligrafi Pada Nisan Di Komplek Makam Sultan
Muhammad Bahauddin (Studi Pada Makam Kawah Tekurep
Palembang)

Akhmad Fikri Renaldi75, Retno Purwanti76, Sholeh Khudin77

A. PENDAHULUAN
Kesultanan Palembang merupakan salah satu institusi
pemerintahan yang pernah ada di Palembang khususnya dan Sumatera
Selatan umumnya. kesultanan Palembang ini bertahan sampai tahun
1821, karena Benteng Kuto Besak berhasil di kuasai oleh Kolonial
Belanda dan Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate.
Kesultanan Palembang dihapuskan pada tahun 1823 oleh Belanda.
Dengan demikian, kesultanan Palembang telah berlangsung selama 272
tahun jika dihitung sejak tahun berdirinya kerajaan Palembang (1549-
1821).78 Dalam kurun waktu tersebut, banyak peninggalan jejal-jejak
arkeologis berupa berupa keraton, Benteng Kuto Besak, Masjid Agung
dan salah satunya adalah kompleks Makam Kawah Tekurep.
Komplek Makam Kawah Tekurep terletak di Kelurahan 3 ilir,
Kecamatan Ilir II, Palembang, terletak sekitar 100 meter disebelah Utara
Sungai Musi. Komplek makam ini dibatasi dengan pagar-pagar yang
dibangun dari batu bata menghadap kearah sungai.

75
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang.
76
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel.
77
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang.
78
Retno Purwanti,” Konfilk Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang),
Jurnal,”Siddhayatra V. 9, No. 1 (Mei 2004), hlm.20.

77
Keberadaan makam Kawah Tekurep dibangun pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud Badarudin I yang berkuasa pada tahun
1724 sampai dengan 1757. Pembangunan kompleks makam ini di bangun
oleh Sultan Mahmud Badarudin I pada tahun 1728. Sultan Mahmud
Badaruddin I bermaksud menyatukan makam raja-raja dan keluarganya
dari Kesultanan Palembang. Hal ini disebabkan sebelumnya makam raja-
raja menyebar diberbagai wilayah di Kota Palembang. Contohnya,
makam Sultan Komaruddin di Palembang Lamo, Sultan Abdul Rahman
di Cinde Walang, dan makam Sultan Mansyur di Kebon Gede. Di
pemakaman Kawah Tekurep, bersemayam tiga orang sultan yaitu Sultan
Mahmud Badaruddin I, Ahmad Najamudin I, dan Muhammad
Bahauddin.79

Letak makam Sultan Mahmud Baha’uddin berada di sebelah


selatan makam Sultan Mahmud Nadjamudin I. Makam Sultan Mahmud
Badaruddin I berada di Cungkup I, sedangkan makan Sultan Muhammad
Bahauddin berada di Cungkup IV. Masing-masing cungkup tersebut
memiliki atap berlainan dan letaknya berdekatan. Secara keseluruhan
bangunan makam memiliki bentuk arsitektur campuran Eropa dan
tradisional. Hal ini terlihat dari bentuk dinding berukuran tinggi terbuat
dari plasteran semen batu bata, pintu masuk berada di sebelah selatan dan
barat dibentuk dengan lengkungan dan plaster yang merupakan ciri
arsitektur Eropa yang klasik dan bentuk atap bangunan berbentuk limasan
(tradisional). Pada halaman sebelum pintu masuk terdapat tembok
keliling dibuat dengan bata berplaster semen dilengkapi dengan gapura.

79
Simposium Nusantara 9, The 9 Th Regional Symposium Of The Malay World,
Revisit Islamic Civilization and Bulit Environment in The Malay World, Al-Khawarizmi
Lecture Hall UITM (Perak), 11 dan 12 Desember 2012, hlm 9.

78
Nisan pada suatu makam sebagai salah satu objek arkeologis
adalah mengenai bentuk, pengerjaan, bahan, dan persebaran bentuk-
bentuk di berbagai wilayah, baik di pesisir maupun di pedalaman. Namun
sering kali nisan makam ini dapat uraian-uraian tentang pola hias, bahkan
tidak luput pula tinjauan segi filsafat pola hias.80 Pada nisan suatu makam
juga terdapat tulisan kaligrafi yang merupakan sumber informasi sejarah
seseorang atau tokoh yang dimakamkan.

Kaligrafi atau tulisan merupakan sumber informasi penting


sebagai warisan catatan tentang sejarah masa lampau. Kaligrafi
merupakan tulisan indah atau seni tulis-menulis. Sesungguhnya kaligrafi
tidak terbatas pada aksara Arab, tetapi dalam pengertian khusus biasanya
dikaitkan dengan khat (kaligrafi bertuliskan Arab) sebab kaligrafi, aksara
serta bahasa Arab merupakan salah satu konstribusi Islam terhadap entitas
budaya di Indonesia, khususnya di wilayah Palembang, Sumatera Selatan.
Demikian halnya dengan kaligrafi yang terdapat pada nisan makam di
komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin yang memiliki nilai
sejarah.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penyusunan


laporan PPL ini perlu membuat kajian tentang tulisan kaligrafi pada nisan
di komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin yang berada di makam
Kawah Tekurep. Tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu
persyaratan untuk mata kuliah Praktek Penelitian Lapangan (PPL).

80
Santosa, Halina Budi. “Catatan Tentang Perbandingan Nisan Dari Beberapa daerah
di Indonesia”. Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) I. Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta, 1980, hlm. 486.

79
B. TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum penelitian tentang Kawah Tekurep di Palembang
sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, Namun tidak
menitikberatkan pada jenis kaligrafi di komplek makam sultan
Muhammad Bahauddin, sehingga penulisan dan pengkajian secara
sistematis masih terbatas. Dalam hal ini, peneliti melakukan riset dari
beberapa penelitian yang sudah ada, sehingga bisa menjadi acuan untuk
mengetahui bagian mana dalam penelitian sebelumnya yang belum
tersentuh, dan tidak terjadinya plagiasi, sehingga dapat merugikan pihak-
pihak tertentu.
Pertama: penelitian oleh Arip Muhtiar tahun 2018, skripsi berjudul
Ornamen Bangunan Cungkup 1 pada komplek makam Kawah Tekurep”.
Skiripsi ini memberikan gambaran tentang bangunan cungkup 1 di
komplek makam kawah tekurep.81
Kedua: penelitian oleh Disna Megawati pada tahun 2004 skripsi
yang berjudul Persepsi Masyarakat Palembang tentang Makam Kawah
Tekurep. Skripsi ini membahas anggapan masyarakat terhadap makam
dan perilaku peziarah yang datang berkunjung ke makam. Dalam kajian
ini membahas tentang persepsi masyarakat Palembang terhadap makam
Kawah Tekurep dengan hasil bahwa nilai mistis terhadap bangunan ini
lebih mendominasi bagi peziarah.

Ketiga: penelitian oleh Retno Purwanti tahun 2004, Jurnal


Siddhayarta Vol. 9 No 1 yang berjudul “Konflik Elite Politik pada masa
Kerajaan Dan Kesultanan palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak

Arip Muhtiar, Skripsi: “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam


81

Kawah Tekurep” (2018): hlm. 9.

80
Makam Sultan Palembang). Penelitian ini memberikan gambaran
mengenai letak makam para Sultan Palembang yang dikaitkan dengan
situasi politik maupun kondisi sosial, sehingga memberikan pemahaman
penulis terhadap fungsi dan tata letak makam.82

Keempat: penelitian oleh Sudarsih tahun 2016 skripsi yang


berjudul “Akulturasi Budaya di situs Kawah Tekurep”. Skripsi ini
menggambarkan tentang akulturasi budaya yang ada di situs Kawah
Tengkurep dan memperlihatkan nilai sejarah pada masa Hindu Budha di
Palembang sampai masa islam. Selain itu skripsi ini juga menyatakan
bahwa tiang-tiang yang terdapat pada bangunan Kawah Tekurep juga
mendapat pengaruh dari budaya eropa.83

Penulis melihat dari skripsi dan jurnal penelitian sebagaimana


dijelaskan diatas, yaitu sama-sama meneliti mengenai makam Kawah
Tekurep, namun terdapat perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu
pembahasan tentang makna-makna simbolik yang terdapat pada
bangunan cungkup I dan alkulturasi buadaya situs di komplek makam
Kawah Tekurep. Belum ada yang meneliti tentang kaligrafi pada nisan di
komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin Kawah Tekurep dari
semua tinjauan pustaka yang digunakan. Semua tinjauan pustaka tersebut
hanya memberikan gambaran tentang keadaan geografis dan tata letak
makam, alkulturasi budaya, dan ornamen yang melekat pada bangunan
saja. Untuk itu penulis memfokuskan penelitian ini tentang kaligrafi pada
nisan di Komplek Makam Sultan Muhammad Bahauddin.

82
Retno Purwanti, “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang),” Siddhayarta 9
(2004).
83
Sudarsih,Akulturasi Budaya di situs kawah tengkurep(Palembang: Universitas
Persatuan Guru Republik Indonesia, 2016) hlm.32

81
C. METODE PENELITIAN
Berdasarkan dari masalah yang di kaji maka penulis menggunakan
metode penelitian induktif. Penelitian induktif yaitu penelitian
berdasarkan pengamatan sampai dengan penyimpulan, sehingga
terbentuk suatu bentuk penulisan yang generalisasi empirik.84 Metode di
dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif
melalui penndekatan arkeologis dengan pola pikir induktif.
Jenis data yang digunakan peneliti dalam menyusun laporan ini
yaitu jenis data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berupa
pendapat (pernyataan) sehingga tidak berupa angka tetapi berupa kata-
kata atau kalimat. Data kualitatif diperoleh dari berbagai teknik
pengumpulan data.85 Dalam penelitian ini adalah data kualitatif diperoleh
dengan melakukan observasi dan penelitian di lapangan.

Sumber data data yang digunakan peneliti dalam penyusunan


laporan ini adalah (1) Sumber data primer yaitu kaligrafi yang terdapat
pada nisan makam di komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin
Kawah Tekurep Palembang. (2) Sumber data sekunder sekunder yaitu
data yang didapat tidak secara langsung, seperti: hasil penelitian
sebelumnya yang tertuang dalam tulisan jurnal, buku, artikel, skripsi,
tesis, disertasi, media elektronik dan koran yang berkaitan langsung
dengan objek penelitian.

Setelah data dikumpulkan, maka selanjutnya peneliti melakukan


analisis data pada nisan yang terdapat di komplek makam Sultan

84
Departeman Kebudayaan dan Pariwisata, Metode Penelitian Arkeologi, cet. 2,
(Jakarta Selatan: Departeman Kebudayaan dan Pariwisata, 2008), hlm. 20.
85
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: kencana Prenada media
Grup, 2013). hlm. 16-17.

82
Muhammad Bahauddin dengan memfokuskan pada nisan yang memiliki
tulisan kaligrafi yang dideskripsikan secara kualitatif untuk mengetahui
apa saja jenis kaligrafi pada nisan di komplek makam Sultan Muhammad
Bahauddin.

Dalam penelitian ini, dimensi bentuk berupa tulisan kaligrafi pada


nisan yang berada di Komplek Makam Sultan Muhammad Bahauddin dan
dimensi ruang, yaitu lokasi penelitian di Komplek Makam Kawah
Tekurep yang berada di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir II, Palembang.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Sultan Muhammad Bahauddin wafat pada tahun 1803 Masehi.
Komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin berada di cungkup 4
(empat), dimana didalam cungkup tersebut terdapat 37 (tiga puluh
tujuh) makam. Didalam komplek makam Sultan Muhammad
Bahauddin terdapat makam Ratu Agung (Istri dari Sultan Muhammad
Bahauddin) dan makam Datuk Murni Al Haddad (Guru Besar / imam
Sultan dari Arab Saudi). Di beberapa makam terdapat makam yang
memiliki inskripsi yang menggunakkan aksara Arab. Aksara ini ditulis
menggunakkan kaligrafi untuk mempercantik tulisan.
Kaligrafi merupakan tulisan indah atau seni tulis-menulis.
Sesungguhnya kaligrafi tidak terbatas pada aksara Arab, tetapi dalam
pengertian khusus biasanya dikaitkan dengan khat (kaligrafi bertuliskan
Arab) sebab kaligrafi, aksara serta bahasa Arab merupakan salah satu
konstribusi Islam terhadap entitas budaya di Indonesia, khususnya di
wilayah Palembang, Sumatera Selatan.

Salah satu jenis kaligrafi yang paling mewah dan elegan adalah
yang berjenis tsulut dikarenakan pembuatannya yang rumit. Jenis
kaligrafi tsulut dibagi menjadi dua bagian yaitu Tsulut aady dan Tsulut

83
jaliy. Tsulut aady adalah gaya penulisan dalam kaligrafi yang biasa dan
memiliki bentuk yang tidak rumit, sedangkan untuk Tsulut jaliy biasanya
sering dikreasikan dalam bentuk yang rumit dan bentuknya yang bersusun
susun. Bentuk tulisan kaligrafi tsulut aady dan tsulut jaliy sebagai berikut:

a. Tsulut aady

Gambar 45. Tsulut aady


(Sumber: google images kaligrafi islam.blogspot.com)

b. Tsulut jaliy

Gambar 46. Tsulut Jaliy

(Sumber google images kaligrafi islam.blogspot.com)

Tulisan kaligrafi nisan yang terdapat di komplek makam Sultan


Muhammad Bahauddin sebagian besar bertuliskan aksara Arab Jawi.
Berdasarkan hasil dari penelitian lapangan bahwa dari 37 makam yang

84
ada di komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin hanya berjumlah
17 makam yang memiliki kaligrafi jenis tsulut aady dan tsulut jaily pada
nisannya, sedangkan 20 makam lainnya tidak terdapat tulisan kaligrafi
pada nisannya. Isi dari tulisan kaligrafi yang terdapat pada nisan makam
menggambarkan identitas makam berupa nama, tanggal lahir dan
wafatnya. Berikut gambar denah posisi makam yang ada di Komplek
Makam Sultan Muhammad Bahauddin:

15

17

21 22 23
24 25

30 31
26 27 28 29 32 33 34 35 36 37
Keterangan:

= makam yang nisannya terdapat kaligrafi


= makam yang nisannya tidak terdapat kaligrafi
Gambar 47. Denah Makam
(Sumber: Dokumen Pribadi)

85
Uraian tentang tulisan kaligrafi pada nisan makam yang terdapat
di komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin berdasarkan gambar
denah, sebagai berikut:
1. Sultan Muhammad Bahauddin (makam no 2)

(1) (2)
Gambar 48. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi yang terdapat pada nisan Sultan Muhammad


Bahauddin tidak dapat dibaca. Tulisan kali-grafi pada nisan bagian
kepala bertuliskan ak-sara arab jawi gaya tulisan kaligrafinya yaitu
bergaya khat Tsulut jaliy dan bentuknya bersusun dengan model yaitu
ma’kus atau mutanadzir (berpantulan) serta memiliki warna kuning
emas pada bagian kepala dan kaki nisannya.
2. Makam no 32 pada denah

(1) (2)
Gambar 49. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)

86
Tulisan kaligrafinya adalah aksara Arab Jawi dengan warna
kuning emas pada bagian kepala dan bagian kaki yang berisikan
mengenai waktu lahir pada tahun 1208/1258 H. Dalam tulisan kaligrafi
terse-but terdapat tulisan Nabi Muhammad Saw pada tujuh belas hari
bulan Robiul Al Awal malam Arba. Sedang-kan nama putra ter-sebut
tidak dapat terbaca, hanya sedikit yang dapat dibaca. Gaya tulisan khat
pada kaligrafi bagian kepala dan kaki adalah Tsulut aady atau tsulut
biasa dan memiliki warna kuning emas pada bagian kepala dan kaki
nisannya.

3. Makam no 12 pada denah

(1) (2)

Gambar 50. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber: dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi pada nisan bagian kepala maupun kaki adalah


aksara Arab Jawi dengan gaya tulisan khat pada kaligrafinya yaitu
tsulut aady atau tsulut biasa dan berwarna kuning emas. Tulisan pada
kaligrafinya tidak dapat terbaca dengan jelas.

4. Anak dari Sultan Muhammad Bahauddin yang bernama Raden


Ibnu (makam no 10 pada denah)

87
(1) (2)

Gambar 51. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber: dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan


gaya tulisan khat pada kaligrafinya yaitu tsulut jaliy dan bentuknya
bersusun dengan model ma’kus atau mutanadzir (berpantulan) serta
bertuliskan nama putra dari Sultan Muhammad Bahauddin yang
bernama Raden Ibnu dan waktu wafatnya. Sebagian besar tulisan
kaligrafinya tidak dapat terbaca dengan jelas.

5. Makam no 24 pada denah

(1) (2)

Gambar 52. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber: dokumen pribadi)

88
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan
jenis kaligrafi tsulut jaliy yang berwarna kuning keemasan pada bagian
kepala dan kaki serta bertuliskan sholawat nabi Muhammad SAW.
Gaya tulisan kaligrafinya yaitu berjenis tsulut aady atau tsulut biasa.
Sebagian besar rulisan kaligrafinya tidak dapat terbaca dengan jelas.

6. Makam no 30 pada denah

(1) (2)

Gambar 53. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber: dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan


jenis kaligrafi tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan modelnya yaitu
ma’kus atau muntanazir (berpantulan). Tulisan pada kaligrafinya tidak
dapat terbaca dengan jelas.

7. Makam no 31 pada denah

(1) (2)

Gambar 54. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber: dokumen pribadi)

89
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan
jenis kaligrafinya yaitu tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan
modelnya ma’kus atau berpantulan serta memiliki warna kuning emas
pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafinya tidak dapat
terbaca dengan jelas.

8. Makam no 19 pada denah

(1) (2)
Gambar 55. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber dari foto dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan


jenis kaligrafi tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan modelnya yaitu
ma’kus atau mutanadzir (berpantulan). Serta memiliki warna kuning
emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi tidak
terbaca dengan jelas.

9. Makam no 20 pada denah

(1) (2)
Gambar 56. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)

90
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan
jenis kaligrafi yaitu tsulut aady atau tsulut biasa dan memiliki warna
kuning emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan
kaligrafinya tidak dapat terbaca dengan jelas.

10. Makam no 21 pada denah

(1) (2)
Gambar 57. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan


jenis kaligrafi tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan modelnya
ma’kus atau mutanadzir (berpantul). Serta memiliki warna kuning
emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafinya tidak
dapat terbaca dengan jelas.

11. Makam no 22 pada denah

(1) (2)
Gambar 58. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)

91
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan jenis
kaligrafi tsulut aady atau tsulut biasa dan memiliki warna kuning emas
pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi tidak dapat
terbaca dengan jelas.

12. Makam no 23 pada denah

(1) (2)

Gambar 59. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber: dokumen pribadi)

Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan


jenis kaligrafi tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan modelnya yaitu
ma’kus atau mutanadzir (berpantulan), serta memiliki warna kuning
emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafinya tidak
dapat terbaca dengan jelas.

13. Makam no 37 pada denah

(1) (2)
Gambar 60. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)

92
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan
jenis kaligrafi tsulut aady atau atau tsulut biasa dan memiliki warna
kuning emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi
tidak dapat terbaca dengan jelas.

14. Makam no 36 pada denah

(1) (2)
Gambar 61. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber: dokumen pribadi)
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi berjenis
kaligrafi tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan modelnya yaitu
ma’kus atau mutanadzir (berpantul) serta memiliki warna kuning
emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi tidak
dapat terbaca dengan jelas.

15. Makam no 14 pada denah

(1) (2)

Gambar 62. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan

(Sumber: dokumen pribadi)

93
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan
jenis kaligrafi tsulut jaliy dengan bentuk bersusun dan modelnya yaitu
ma’kus atau mutanadzir (berpantul) serta memiliki warna kuning emas
pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi tidak dapat
terbaca dengan jelas.

16. Makam no 33 pada denah

(1) (2)
Gambar 63. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan
(Sumber dari foto dokumen pribadi)
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi dengan
jenis kaligrafi tsulut aady atau tsulut biasa dan memiliki warna kuning
emas pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi tidak
dapat terbaca dengan jelas.

17. Makam no 32 pada denah

(1) (2)

Gambar 64. (1) Kepala Nisan (2) Kaki Nisan


(Sumber dari foto dokumen pribadi)

94
Tulisan kaligrafi pada nisan adalah aksara Arab Jawi berjenis
kaligrafi tsulut jaliy dan bentuknya bersusun dengan model yaitu
ma’kus atau mutanadzir (berpantul) serta memiliki warna kuning emas
pada bagian kepala dan kaki nisannya. Tulisan kaligrafi tidak dapat
terbaca dengan jelas.

E. KESIMPULAN
Secara keseluruhan tulisan kaligrafi yang terdapat pada nisan di
komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin bertuliskan huruf Jawi,
dimana sebagian besar tulisan kaligrafinya tidak dapat terbaca dengan
jelas sehingga tidak dapat diketahui identitas makamnya.

Sebagian besar tulisan yang terdapat pada nisan di komplek


makam Sultan Muhammad Bahaduddin bergaya tsulut aady atau tsulut
biasa berjumlah 6 dan tsulut jaliy berjumlah 11 yang mempunyai bentuk
bersusun dengan model ma’kus atau mutanadzir.

F. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung Metodologi Penelitian Sejarah Islam.
Yogyakarta: Ombak, 2011.

Masri Singarimbun. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES, 1989.

Mukhtiar, Arip. “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks


Makam Kawah Tekurep” (2018).

Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang


Darussalam-Sejarah dan Warisan Budaya, Jember: Terutama
Nusantara, 2016.

Purwanti. Retno. “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan

95
Kesultanan Palembang (Tinjauan berdasarkan Tata Letak
Makam Sultan Palembang).” Siddhayarta 9 (2004).

Pranoto.Suhartono W. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta:


Graha ilmu, 2010.

Sjamsuddin. Helius. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: ombak, 2012.

Santosa, Halina Budi “Catatan Tentang Perbandingan Nisan Dari


Beberapa daerah di Indonesia”. Dalam Pertemuan Ilmiah
Arkeologi (PIA) I. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta, 1980.

Sudarsih, Akulturasi Budaya di situs kawah tengkurep ( Palembang:


Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia, 2016.

Sugiyono. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2014.

Siregar. Syofian. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana


Prenada Media Grup, 2013.

Simposium Nusantara 9, The 9 Th Regional Symposium Of The Malay


World, Revisit Islamic Civilization and Bulit Environment in The
Malay World, Al-Khawarizmi Lecture Hall UITM (Perak), 11
dan 12 Desember 2012.

Sevenhoven, Van. Lukisan Tentang Ibukota Palembang, Jakarta:


Bhratara, 1971.

96
Jenis Kaligrafi Pada Nisan Komplek Makam Kawah Tekurep

Aisyah Luthfie Naufal86, Retno Purwanti87, Sholeh Khudin88

A. PENDAHULUAN

Di Indonesia Islam baru berkembang pesat setelah berdirinya kerajaan


Islam atau pada masa ketika adanya hubungan dagang antara saudagar muslim
dengan penduduk pribumi. Cara kedatangan Islam serta penyebarannya di
Indonesia tidak hanya dilakukan melalui politik ataupun perdagangan saja,
tetapi dilakukan juga melalui pendidikan, pernikahan, tasawuf dan kesenian89.
Para pedagang muslim menyebarkan Islam salah satunya melalui saluran
budaya sehingga menghadirkan akulturasi atau percampuran budaya lokal
dengan ajaran Islam, baik dibidang pendidikan maupun bidang kesenian.
Tempat-tempat yang dituju oleh para pendatang biasanya di daerah pesisir
pantai atau kota pelabuhan.

Awal mula perkembangan kaligrafi di Indonesia pada abad ke-13,


kaligrafi atau aksara arab digunakan untuk naskah berbahasa Melayu atau
Indonesia yang disebut dengan Pegon, atau huruf Jawi. Abad ke 18-20
kaligrafi tidak lagi bersumber pada makam, melainkan berubah menjadi
kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media

86
Mahasiswi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
87
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
88
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
89
J. Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2018), hlm. 327.

97
seperti kertas, kayu, logam, dan media lainnya.90 Tulisan arab dan pengaruh
corak budaya lokal menjadikan suatu model huruf yang berbeda.91

Penyebaran Islam melalui jalur kesenian yang paling terkenal adalah


kesenian wayang. Yang menyebarkan Islam melalui kesenian adalah Sunan
Kalijaga, beliau sangat mahir dalam mementaskan wayang. Sebagian besar
cerita pewayangan masih diambil dari cerita Mahabharata dan Ramayana,
tetapi dalam cerita tersebut disisipkan nama-nama dari pahlawan Islam dan
ajaran Islam. Kesenian lain yang dijadikan sebagai alat islamisasi yaitu, sastra,
seni bangunan dan seni ukir (kaligrafi).92

Di Palembang seni kaligrafi biasanya digunakan sebagai hiasan


dinding bagian dalam masjid, dan ada juga yang dipakai pada nisan makam
seperti di makam-makam sultan Palembang salah satunya di kawasan makam
Kawah Tekurep. Makam Kawah Tekurep merupakan nama sebuah komplek
makam Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo, salah seorang dari Sultan
Palembang yang memerintah pada tahun 1724-1758 M. Didalam komplek ini
terdapat beberapa makam Sultan Palembang beserta zuriatnya, yaitu: Sultan
Mahmud Badaruddin Jaya Wikrama bin Sultan Muhammad Mansyur Jaya Ing
Lago yang memerintah tahun 1724-1758 M, Suhunan Ahmad Najamuddin
Adi Kesumo bin Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikrama memerintah
tahun 1758-1776 M, Sultan Muhammad Bahauddin bin Suhunan Ahmad
Najamuddin Adi Kesumo memerintah tahun 1776-1803 M, Pangeran Ratu
Kamuk, Pangeran Noto Dirajo, Suhunan Husin Dhiauddin yang memerintah

90
A R Sirojuddin, “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam Di Indonesia,” Al-Turas XX,
no. 1 (2014): hlm. 222.
91
Laily Fitriani, “Seni Kaligrafi: Peran Dan Kontribusinya Terhadap Peradaban
Islam TT - Caligrafi Arts: The Role And Its Contribution To Islamic Civilization,” El
Harakah 13, no. 1 (2011): hlm. 11.
92
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: Rajawali
Pers, 2003), hlm. 203.

98
pada tahun 1813-1817 M makam beliau dipindahkan dari Jakarta93. Selain
sultan dan zuriatnya, pada komplek makam Kawah Tekurep juga dimakamkan
ulama yang menjadi guru kerajaan. Selain pada komplek makam Kawah
Tekurep, di bagian luar komplek juga terdapat nisan yang menggunakan
kaligrafi.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitian sebelumnya, untuk kaligrafi sudah ada yang meneliti.


Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni merupakan karya tulis dari Rispul
membahas tentang kaligrafi yang digunakan sebagai wujud seni rupa islami
yang kehadirannya dapat membangkitkan imajinasi tentang seni dengan
berpedoman pada nilai-nilai ajaran Islam. Sirojuddin A. R. dengan judul Peta
Kaligrafi Islam di Indonesia membahas periode perkembangan kaligrafi.
Tulisan dari Makmur Haji Harun mengenai Eksistensi Seni kaligrafi Islam
Dalam Dakwah, membahas seni kaligrafi sebagai bentuk saluran kehendak
dan tujuan dakwah dan seni ini juga berkembang bahkan diperhalus kaidahnya
sebagai pelengkap karya dan hiasan. Penelitian dari Nurul Huda dengan tema
Implementasi Jenis Khat Naskhi dalam Pembelajaran Bahasa Arab.

Untuk Kawah Tekurep sendiri telah dilakukan penelitian, penelitian


dari Arip Muhtar mengenai Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Komplek
Makam Kawah Tekurep. Penelitian difokuskan pada jenis ornamen, gaya
arsitektur, struktur tata ruang serta fungsi dan makna konstruksi bangunan
yang digunakan pada bangunan cungkup 1 makam Kawah Tekurep. Dalam
buku yang berjudul Kesultanan Palembang Darussalam Sejarah dan

93
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam Sejarah
Dan Warisan Budayanya (Jember: Jember University Press, 2016), hlm. 129-130.

99
Budayanya karya Nawiyanto berisikan tentang Palembang mulai dari masa
Kerajaan Sriwijaya dampai ke seni dan budaya masyarakat Palembang.

C. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi dan


menggunakan pendekatan deskriptif. Pada dasarnya metode penelitian terdiri
dari beberapa tahapan yaitu, pengumpulan data, pengolahan data dan
penafsiran data. Pada tahapan pengumpulan data dilaksanakan dengan
menggunakan teknik survei, dengan cara mengumpulkan data berupa data
lapangan yang menjadi data utama maupun data kepustakaan yang merupakan
data pendukung.

Pada pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara


mendeskripsikan objek penelitian, mengambil gambar sebagai data tambahan
dalam suatu tulisan. Sedangkan untuk pengumpulan data kepustakaan, cara
kerjanya yaitu dilakukannya pengumpulan buku-buku, jurnal atau artikel yang
berkaitan dengan tulisan yang akan di buat dan dapat di jadikan sebagai bahan
referensi. Setelah proses pengumpulan data selesai, kemudian tahap
selanjutnya adalah pengolahan data sehingga menjadi suatu tulisan yang utuh.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran Islam Melalui Jalur Kesenian

Seni ukir atau Kaligrafi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia


adalah seni menulis indah dengan pena. Secara etimologi, kata kaligrafi
berasal dari bahasa Yunani yaitu Kaligraphia atau Kaligraphos, kallos berarti
indah dan grapho berarti gambar atau tulisan.94 Dalam hal ini kaligrafi
memiliki dua unsur yaitu, tulisan atau aksara dan keindahan atau nilai estetis.

94
Rispul, “Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni,” Tsaqafa, Jurnal Kajian Seni Budaya
Islam Vol. 1, no. 1 (2012): hlm. 12.

100
Dalam bahasa Arab, kaligrafi disebut dengan Khatt yang berarti coretan
tangan, dasar garis atau tulisan pena. Ada juga yang mengatakan kaligrafi
adalah apa yang tulis para ahli dengan sentuhan kesenian. Kaligrafi sendiri
melahirkan suatu ilmu tentang tata cara menulis, yang meneliti tentang tanda-
tanda bahasa yang bisa di komunikasikan, dan diperoleh secara proprosional
dan harmonis yang dapat dilihat secara kasat mata dan diakui sebagai susunan
yang dihasilkan lewat kerja kesenian 95.

Jenis-Jenis Khat atau Tuisan Pada Kaligrafi

Ada banyak jenis kaligrafi yang berkembang, jenis yang dianggap


paling tua yaitu jenis Khat Kufi. Jenis tulisan ini memiliki banyak sudut dan
siku-siku serta persegi, mengandungi garis-garis vertikal pendek dan garis
mendatar yang memanjang 96. Selain jenis Khat Kufi, masih banyak jenis-jenis
kaligrafi lainnya yaitu: Khat Nasakh, Khat Thulus, Khat Farisi, Khat Riq’ah
dan Khat Diwani.

1. Khat Khufi

Khat Kufi sering disebut dengan Khat Muzawwa, yaitu jenis tulisan arab yang
berbentuk siku-siku. Tulisan ini awalnya berasal dari Khat Hieri (Hirah), yaitu
suatu daerah yang bernama Hirah dekat Koufah. Biasanya khat ini digunakan
sebagai tulisan atau hiasan pada dinding-dinding ruangan dalam masjid
maupun sebagai hiasan keramik, tekstil, kulit buku dan kaca.

95
Ilham Khairi, Qur,an Dan Kaligrafi Arab (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 50.
Syahruddin, Kaligrafi Al-Qur’an Dan Metodologi Pengajarannya (Jakarta: Darul
96

Ulum Press, 2004), hlm. 29.

101
Gambar 65. Khat Khufi

(Sumber: https://hady412.wordpress.com/2011/01/30/khat-kufi/)

2. Khat Nasakh

Khat Nasakh atau Naskhi merupakan jenis tulisan yangan yang


berbentuk Cursif yakni tulisan bergerak memutar yang sifatnya mudah dibaca.
Pada umumnya tulisan Cursif lebih berperan sebagai tulisan mushaf Al-
Qur’an bila dibandingkan dengan jenis Khat Kufi.

Gambar 66. Khat Nasakh

(Sumber: https://www.cikimm.com/2019/06/kaligrafi-surah-al-kafirun.html)

3. Khat Tsulus

Jenis tulisan ini biasanya dipakai untuk tujuan hiasan pada berbagai
manuskrip, khususnya digunakan pada pembuatan judul buku atau judul bab

102
dan sama seperti Khat Nasakh, Khat Tsulus juga dipakai sebagai hiasan atau
ornamen pada dinding bagian dalam bangunan masjid.

Gambar 67. Khat Tsulus

(Sumber: http//www.pesantrenkaligrafipskq.com/2015/06/khat-tsuluts.html)

4. Khat Farisi

Seperti dengan namanya Khat Farisi berasal dari Persia, Pakistan, India,
maupun Turki. Tulisan ini banyak dipakai untuk penulisan buku-buku,
majalah, surat kabar, maupun penulisan judul bab atau karangan dan lain
sebagainya. Jenis ini memilikigaya tulisan tersendiri dibanding dengan tiga
jenis Khat sebelumnya, dimana tulisan ini agak condong ke arah kanan, huruf-
hurufnya sering memiliki lebar yang tidak sama sehingga waktu penulisannya
memerkukan suatu keahlian tersendiri dari penulisnya 97.

Gambar 68. Khat Farisi

(Sumber: https://docplayer.info/4871979799-Bab-iv-hasil-penelitian-dan-pembahasan-1-
sejarah-berdirinya-lkp-jogja-kaligrafi.html)

97
Febri Yulika, Jejak Seni Dalam Sejarah Islam (Padang: Institut Seni Indonesia
Padangpanjang, 2016), hlm. 205-212.

103
5. Khat Riq’ah

Khat ini biasanya digunakan oleh masyarakat Turki Utsmani dikarenakan


jenis ini paling mudah dan bisa ditulis dengan capat. Pada khat ini tidak
menggunakan harakat kecuali pada kata atau kaliat yang dianggap penting.
Khat ini juga memiliki huruf yang pendek.

Gambar 69. Khat Riq’ah

(Sumber: https://kaligrafi--islam.blogspot.com/2015/05/kaligrafi-riqah.html)
6. Khat Diwani

Khat ini sama dengan khat Farisi yang berasal dari Persia. Khat Diwani
merupakanturunan dari khat Farisi, jenis ini biasnanya menjadi tulisan
kerajaan untuk membuat surat izin, dokumen diplomatik dan sebagainya.98

Gambar 70. Khat Diwani

(Sumber: https://hahuwa.blogspot.com/2018/01/kaligrafi-basmalah-dalam-berbagai-
khat.html)

98
Makmur Haji Harun, “Eksistensi Seni Kaligrafi Islam Dalam Dakwah : Tantangan
, Peluang Dan Harapan Eksistensi Seni Kaligrafi Islam Dalam Dakwah : Tantangan , Peluang
Dan Harapan Makmur Haji Harun Fakulti Bahasa Dan Komunikasi Universiti Pendidikan
Sultan Idris ( UPSI ) 35900,” no. October (2015): hlm. 7.

104
Jenis Kaligrafi Pada Nisan di Luar Komplek Makam Kawah Tekurep

Umumnya kaligrafi Islam memiliki banyak jenis tulisan. Di komplek


makam Kawah Tekurep memiliki 33 nisan yang memakai kaligrafi, yaitu pada
nisan di samping cungkup Pangeran Kamuk berjumlah 1 makam, pada
cungkup makam Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo berjumlah 4,
cungkup makam Sultan Muhammad Bahauddin berjumlah 17, pada nisan
makam Sultan Ahmad Najamuddin II Suhunan Husin Diauddin, cungkup
makam Pangeran Noto Kramo terdapat 2 nisan, makam di belakang cungkup
Pangeran Noto Kramo berjumlah 6 makam, di bagian belakang pagar cungkup
Pengeran Kamuk terdapat 2 makam yang salah satunya berinskripsi “Pangeran
Penghulu Bin Nata Agama Muhammad Aqil”.

Dari 33 nisan yang memiliki kaligrafi, paling umum menggunakan


jenis kaligrafi atau jenis khat nasakh dan tsulus ada juga makam yang
menggunakan jenis khat riq’ah. Sekilas khat nasakh dan tsulus tidak terdapat
perbedaan, jika dilihat lebih teliti kedua khat ini memiliki perbedaan. Kedua
perbedaan tersebut dapat dilihat dari pembahasan di atas mengenai jenis khat
pada kaligrafi.

Contoh Nisan di luar cungkup Makam Kawah Tekurep:

Gambar 71. Nisan Jenis Kaligrafi Riq’ah


(Sumber: Dokumen Pribadi)

105
Pada nisan ini menggunakan jenis kaligrafi Riq’ah, dikarenakan
ukirannya tidak terlalu panjang dan tidak memiliki ukiran yang melengkung.
Kaligrafi jenis ini biasanya ditulis cepat. Lokasi nisan ini berada di luar
cungkup makam Kawah Tengkurep, dan masuk pada komplek makam salah
satu ulama di bagian utara luar cungkup makam Pangeran Kamuk.

Gambar 72. Nisan Jenis Kaligrafi Tsulus


(Sumber: Dokumen pribadi)

Nisan ini berada di bagian timur komplek luar cungkup Sultan Ahmad
Najamuddin I Prabu Anom nisan ini menggunakan jenis Tsulus dikarenakan
memiliki banyak ukiran kecil-kecil yang berada di sekitar huruf kaligrafi.

Gambar 73. Nisan Jenis Kaligrafi Tsulus


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Nisan ini menggunakan jenis Khat Tsulus yang dipahat langsung di batu
nisan. Lokasi nisan ini berada di luar komplek makam.

106
E. KESIMPULAN

Dengan adanya persebaran Islam ke wilayah Nusantara, menjadikan


banyaknya akulturasi yang menjadi budaya lokal. Salah satunya huruf Arab
yang bercampur dengan budaya melayu menjadikan model huruf dan
pelafalan huruf berbeda dengan hufur arab yang asli dan dikenal sebagai huruf
Arab Jawi atau Arab Melayu. Pemakaian bahasa dan huruf arab menjadikan
kaligrafi (seni tulis Arab) berkembang dengan pesat. Perkembangan kaligrafi
di dalam kerajaan menjadikan kaligrafi digunakan untuk berbagai kepentingan
kerajaan. Dengan di fasilitasi oleh kaum elit atau raja yang berkuasa
menjadikan seniman muslim mengembangkan kreativitasnya dibidang seni.

Dalam komplek Makam Kawah Tekurep banyak nisan yang


menggunakan kaligrafi dengan pelafalan Melayu yang di sebut juga dengan
aksara Arab Jawi. Khat atau jenis tulisan yang banyak digunakan adalah khat
Nasakh dan Tsulus, kedua khat tersebut banyak di temukan dibagian timur
luar dan dibagian dalam cungkup makam Sultan Ahmad Najamuddin I Prabu
Anom, didalam cungkup makam Sultan Muhammad Bahauddin dan nisan
dibagian luar komplek Makam Kawah Tekurep.

F. DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.


Jakarta: Rajawali Pers, 2003.

Fitriani, Laily. “Seni Kaligrafi: Peran Dan Kontribusinya Terhadap


Peradaban Islam TT - Caligrafi Arts: The Role And Its
Contribution To Islamic Civilization.” El Harakah 13, no. 1
(2011).

107
Harun, Makmur Haji. “Eksistensi Seni Kaligrafi Islam Dalam
Dakwah : Tantangan , Peluang Dan Harapan Eksistensi Seni
Kaligrafi Islam Dalam Dakwah : Tantangan , Peluang Dan
Harapan Makmur Haji Harun Fakulti Bahasa Dan Komunikasi
Universiti Pendidikan Sultan Idris ( UPSI ) 35900,” no. October
(2015).

Khairi, Ilham. Qur,an Dan Kaligrafi Arab. Jakarta: Logos, 1999.

Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang


Darussalam Sejarah Dan Warisan Budayanya. Jember: Jember
University Press, 2016.

Pulungan, J. Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah,


2018.

Rispul. “Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni.” Tsaqafa, Jurnal Kajian


Seni Budaya Islam Vol. 1, no. 1 (2012).

Sirojuddin, A R. “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam Di Indonesia.”


Al-Turas XX, no. 1 (2014).

Syahruddin. Kaligrafi Al-Qur’an Dan Metodologi Engajarannya.


Jakarta: Darul Ulum Press, 2004.

Yulika, Febri. Jejak Seni Dalam Sejarah Islam. Padang: Institut Seni
Indonesia Padang panjang, 2016.

108
Kaligrafi Di Komplek Makam Sultan Najamudiin Di Kawah
Tekurep

Ari Gunawan99, Retno Purwanti100, Amilda101

A. PENDAHULUAN
Kesultanan Palembang merupakan salah satu institusi pemerintahan
yang pernah ada di Palembang khususnya dan Sumatera Selatan
umumnya. kesultanan Palembang ini bertahan sampai tahun 1821, karena
Benteng Kuto Besak berhasil di kuasai oleh Kolonial Belanda dan Sultan
Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate. Kesultanan Palembang
dihapuskan pada tahun 1823 oleh Belanda. Dengan demikian, kesultanan
Palembang telah berlangsung selama 272 tahun jika dihitung sejak tahun
berdirinya kerajaan Palembang (1549-1821).102 Dalam kurun waktu
tersebut, banyak peninggalan jejal-jejak arkeologis berupa berupa
keraton, Benteng Kuto Besak, Masjid Agung dan salah satunya adalah
kompleks Makam Kawah Tekurep.
Komplek Makam Kawah Tekurep terletak di Kelurahan 3 ilir,
Kecamatan Ilir II, Palembang, terletak sekitar 100 meter disebelah Utara
Sungai Musi. Komplek makam ini dibatasi dengan pagar-pagar yang
dibangun dari batu bata menghadap kearah sungai.
Keberadaan makam Kawah Tekurep dibangun pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I yang berkuasa pada tahun

99
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
100
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
101
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
102
Retno Purwanti,” Konfilk Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang),
Jurnal,”Siddhayatra V. 9, No. 1 (Mei 2004), hlm.20.

109
1724 sampai dengan 1756 M. Pembangunan kompleks makam ini
diperkirakan pada tahun1728 M. Fakta ini diperkuat dengan tulisan orang
Belanda yang menyebutkan makam Kawah Tekurep merupakan
kompleks makam yang terdiri dari atas bangunan persegi empat terbuat
dari batu dan atapnya berupa kubah serta memiliki sebuah pintu masuk
terbuat dari kayu. Pembangunan makam kawah tekurep dimaksudkan
untuk pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin I beserta keluarga dan
keturunannya.
Letak makam Sultan Mahmud Baha’uddin berada di sebelah
selatan makam Sultan Mahmud Nadjamudin I. Cungkup makam masih
satu kesatuan bangunan dengan cungkup makam Sultan Mahmud
Nadjamudin I. Masing- masing cungkup tersebut memiliki atap berlainan
dan letaknya berdekatan. Secara keseluruhan bangunan makam memiliki
bentuk arsitektur campuran eropa dan tradisional. Hal ini terlihat dari
bentuk dinding berukuran tinggi terbuat dari plasteran semenbatu bata,
pintu masuk berada disebelah selatan dan barat dibentuk dengan
lengkungan dan plaster yang merupakan ciri arsitektur eropa yang klasik
dan bentuk atap bangunan berbentuk limasan (tradisional). Pada halaman
sebelum pintu masuk terdapat tembok keliling dibuat dengan bata
berplaster semen dilengkapi dengan gapura berbentuk paduraksa.
Nisan pada suatu makam sebagai salah satu objek arkeologis
adalah mengenai bentuk, pengerjaan, bahan, dan persebaran bentuk-
bentuk di berbagai wilayah, baik di pesisir maupun di pedalaman. Namun
sering kali nisan makam ini dapat uraian-uraian tentang pola hias, bahkan
tidak luput pula tinjauan segi filsafat pola hias.103 Pada nisan suatu makam

103
Santosa, Halina Budi. “Catatan Tentang Perbandingan Nisan Dari Beberapa
daerah di Indonesia”. Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) I. Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta, 1980, hlm. 486.

110
juga terdapat tulisan kaligrafi yang merupakan sumber informasi sejarah
seseorang atau tokoh yang dimakamkan.

Kaligrafi atau tulisan merupakan sumber informasi penting


sebagai warisan catatan tentang sejarah masa lampau. Kaligrafi
merupakan tulisan indah atau seni tulis-menulis. Sesungguhnya kaligrafi
tidak terbatas pada aksara Arab, tetapi dalam pengertian khusus biasanya
dikaitkan dengan khat (kaligrafi bertuliskan Arab) sebab kaligrafi, aksara
serta bahasa Arab merupakan salah satu konstribusi Islam terhadap entitas
budaya di Indonesia, khususnya di wilayah Palembang, Sumatera Selatan.
Demikian halnya dengan kaligrafi yang terdapat pada nisan makam di
komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin yang memiliki nilai
sejarah.

Kaligrafi merupakan tulisan indah atau seni tulis-menulis.


Sesungguhnya kaligrafi tidak terbatas pada aksara Arab, tetapi dalam
pengertian khusus biasanya dikaitkan dengan khat (kaligrafi bertuliskan
Arab) sebab kaligrafi, aksara serta bahasa Arab merupakan salah satu
konstribusi Islam terhadap entitas budaya di Indonesia, khususnya di
wilayah Palembang, Sumatera Selatan.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum penelitian tentang Kawah Tekurep di Palembang
sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun tidak
menitikberatkan pada jenis kaligrafi di komplek makam sultan
Muhammad Bahauddin, sehingga penulisan dan pengkajian secara
sistematis masih terbatas.
Arip Muhtiar tahun 2018 berjudul Ornamen Bangunan Cungkup
1 pada komplek makam Kawah Tekurep. Skiripsi ini memberikan

111
gambaran tentang bangunan cungkup 1 di komplek makam kawah
tekurep.104
Disna Megawati pada tahun 2004 skripsi yang berjudul Persepsi
Masyarakat Palembang tentang Makam Kawah Tekurep. Skripsi ini
membahas anggapan masyarakat terhadap makam dan perilaku peziarah
yang datang berkunjung ke makam, adapun di dalam kajian ini berupa
data-data persentasse masyarakat Palembang terhadap makam Kawah
Tekurep dengan hasil bahwa nilai mistis terhadap bangunan ini lebih
mendominasi bagi Peziarah.
Retno Purwanti tahun 2004 Jurnal Siddhayarta Vol. 9 No 1 yang
berjudul “Konflik Elite Politik pada masa Kerajaan Dan Kesultanan
palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan
Palembang). Penelitian ini memberikan gambaran mengenai letak makam
para Sultan Palembang yang dikaitkan dengan situasi politik maupun
kondisi sosial, sehingga memberikan pemahaman penulis terhadap fungsi
dan tata letak makam.105
Sudarsih tahun 2016 skiripsi yang berjudul “Akulturasi Budaya di
situs Kawah Tekurep”. Skripsi ini menggambarkan tentang akulturasi
budaya yang ada di situs Kawah Tengkurep dan memperlihatkan nilai
sejarah pada masa Hindu Buddha di Palembang sampai masa Islam.
Selain itu skripsi ini juga menyatakan bahwa tiang-tiang yang terdapat
pada bangunan Kawah Tekurep juga mendapat pengaruh dari budaya
Eropa.5
Penulis melihat dari skripsi dan jurnal penelitian sebagaimana

104
Arip Muhtiar, Skripsi: “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam
Kawah Tekurep” (2018): hlm. 9,
105
Retno Purwanti, “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan Dan Kesultanan
Palembang (Tinjauanberdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang),” Siddhayarta 9
(2004).

112
dijelaskan di atas, yaitu sama-sama meneliti mengenai makam Kawah
Tekurep, namun terdapat perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu
pembahasan tentang makna-makna simbolik yang terdapat pada
bangunan cungkup I makam Kawah Tekurep. Belum ada yang meneliti
tentang kaligrafi pada nisan di komplek makam Sultan Muhammad
Bahauddin Kawah Tekurep dari semua tinjauan pustaka yang digunakan.
Semua tinjauan pustaka hanya memberikan gambaran tentang keadaan
geografis dan tata letak makam, bentuk nisan, dan ornamen yang melekat
pada bangunan saja. Untuk itu penulis memfokuskan penelitian ini
tentang kaligrafi pada nisan di Komplek Makam Sultan Muhammad
Bahauddin.

C. METODE PENELITIAN
Berdasarkan dari masalah yang dikaji maka penulis menggunakan
metode penelitian induktif. Penelitian induktif yaitu penelitian
berdasarkan pengamatan sampai dengan penyimpulan, sehingga
terbentuk suatu bentuk penulisan yang generalisasi empirik.106 Metode di
dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif
melaluipen dekatan arkeologis dengan pola pikir induktif.
Jenis data yang digunakan peneliti dalam menyusun laporan ini
yaitu jenis data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berupa
pendapat (pernyataan) sehingga tidak berupa angka tetapi berupa kata-
kata atau kalimat. Data kualitatif diperoleh dari berbagai teknik
pengumpulan data.107 Dalam penelitian ini adalah data kualitatif diperoleh
dengan melakukan observasi dan penelitian di lapangan.

106
Departeman Kebudayaan dan Pariwisata, Metode Penelitian Arkeologi, cet. 2,
(Jakarta Selatan: Departeman Kebudayaan dan Pariwisata, 2008), hlm. 20.
107
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2013). hlm. 16-17.

113
Sumber data data yang digunakan peneliti dalam penyusunan
laporan ini adalah (1) Sumber data primer yaitu kaligrafi yang terdapat
pada nisan makam di komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin
Kawah Tekurep Palembang. (2) Sumber data sekunder sekunder yaitu
data yang didapat tidak secara langsung, seperti: hasil penelitian
sebelumnya yang tertuang dalam tulisan jurnal, buku, artikel, skripsi,
tesis, disertasi, media elektronik dan koran yang berkaitan langsung
dengan objek penelitian.
Setelah data dikumpulkan, maka selanjutnya peneliti melakukan
analisis data pada nisan yang terdapat di komplek makam Sultan
Muhammad Bahauddin dengan memfokuskan pada nisan yang memiliki
tulisan kaligrafi yang dideskripsikan secara kualitatif untuk mengetahui
apa saja jenis kaligrafi pada nisan di komplek makam Sultan Muhammad
Bahauddin.
Dalam penelitian ini, dimensi bentuk berupa tulisan kaligrafi pada
nisan yang berada di Komplek Makam Sultan Muhammad Bahauddin dan
dimensi ruang, yaitu lokasi penelitian di Komplek Makam Kawah
Tekurep yang berada di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir II, Palembang.

D. HASIL DANPEMBAHASAN
Komplek Makam Kawah Tekurep terletak di Kelurahan 3 ilir,
Kecamatan Ilir II, Palembang, terletak sekitar 100 meter disebelah Utara
Sungai Musi. Komplek makam ini dibatasi dengan pagar-pagar yang di
bangun dari batu bata menghadap kearah sungai. Komplek makam Kawah
Tekurep merupakan salah satu situs arkeologi Islam di Palembang.
Keberadaan kompleks pemakaman ini tidak lepas dari keberadaan
Kesultanan Palembang Darussalam. Kesultanan ini berdiri tahun 1675
sebagai sebuah kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Abdurrahman

114
(1659-1706). Pada 1823 kesultanan ini dihapus oleh kolonial Belanda.
Kompleks pemakaman ini merupakan bukti bahwa nilai-nilai Islam
begitu kuat di masa Kesultanan Palembang Darussalam.Berdasarkan
informasi dari kuncen (juru kunci) makam, pemakaman ini dibangun
tahun 1728 atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikramo.108
Secara keseluruhan komplek pemakaman ini dibangun di atas tanah
yang tinggi, dimana dari sisa-sisa bangunannya terlihat disetiap teras
terdapat dinding pemisah dan dilengkapi dengan gapura atau pintu masuk.
Dinding dan gapura pintu masuk yang masih tersisa hanya di teras teratas,
berbentuk paduraksa.
Komplek makam Kawah Tekurep terdiri dari 4 (empat) cungkup, yaitu
tiga cungkup para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri Sultan
Mahmud Badaruddin, para pejabat dan hulubalang kesultanan.
Makam-makam di pemakaman Kawah Tekurep memiliki keunikan
yaitu perbedaan corak nisan antara makam sultan dengan para ulamanya.
Jika nisan pada makam sultan bercorak Demak-Troloyo, maka para ulama
sultan menggunakan corak Aceh. Perbedaan bentuk nisan ini, ternyata
berkaitan dengan asal-usul raja yang berasal dari Jawa, sementara para
ulama sultan dari Aceh, meskipun para ulama ini bukanlah orang Aceh,
melainkan orang keturunan Arab. Hal tersebut juga dapat dilihat pada
komplek makam Sultan Ahmad Najamuddin.
Sultan Ahmad Najamuddin wafat pada tahun 1776 Masehi. Komplek
makam Sultan Muhammad Bahauddin berada di cungkup 3 (tiga), dimana
didalam cungkup tersebut terdapat 16 (enam belas) makam. Didalam
komplek makam Sultan Ahmad Najamuddin terdapat makam Masayu

108
Sudarsih, Akulturasi Budaya di situs kawah tengkurep (Palembang: Universitas
Persatuan Guru Republik Indonesia, 2016

115
Dalem (Istri dari Sultan Ahmad Najamuddin) dan makam Sayyid Abdur
Rahman Maulana Tugaah (Guru Besar/imam Sultan dari Yaman).
Tulisan kaligrafi nisan yang terdapat di komplek makam Sultan
Ahmad Najamuddin sebagian besar bertuliskan aksara Arab Jawi atau
yang sering di sebut dengan kaligrafi. Kaligrafi merupakan tulisan indah
atau seni tulis-menulis. Sesungguhnya kaligrafi tidak terbatas pada aksara
Arab, tetapi dalam pengertian khusus biasanya dikaitkan dengan khat
(kaligrafi bertuliskan Arab) sebab kaligrafi, aksara serta bahasa Arab
merupakan salah satu konstribusi Islam terhadap entitas budaya di
Indonesia, khususnya di wilayah Palembang, Sumatera Selatan.
Salah satu jenis kaligrafi yang paling mewah dan elegan adalah yang
berjenis tsulut dikarenakan pembuatannya yang rumit. Jenis kaligrafi
tsulut dibagi menjadi dua bagian yaitu Tsulut aady dan Tsulut jaliy.
Berdasarkan hasil dari penelitian lapangan bahwa dari 16 makam yang
ada di komplek makam Sultan Muhammad Bahauddin hanya berjumlah
2 makam yang memiliki kaligrafi pada nisannya, sedangkan 13 makam
lainnya tidak terdapat tulisan kaligrafi pada nisannya.Isi dari tulisan
kaligrafi yang terdapat pada nisan makam menggambarkan identitas
makam berupa nama, tanggal lahir dan wafat.
Berikut ini uraian dan penjelasan tentang Nisan dan jenis kaligrafi
yang di gunakan :

116
1. Nisan Kepala Sultan Ahmad Najamuddin / Adi Kusumo

Tulisan kaligrafi yang terdapat pada nisan Sultan Ahmad


Najamuddin Bagian Kepala bertuliskan aksara arab jawi, dengan
menggunakan Khot Shulust Jali (jelas), Hal ini terletak pada lebar
anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dan
tampak jelas komposisi huruf yang berbentuk memadati ruang
media yang di tulis.

2. Nisan Kaki Sultan Ahmad Najamuddin / Adi


Kusumo

(1) (2)
Gambar 74. (1) Nisan Bagian Kaki (2) Khat Tsulus
(Sumber: (1) Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2020
(2) imageskaligrafiislam.blogspot.com)

117
Tulisan kaligrafi yang terdapat pada nisan Sultan Ahmad
Najamuddin Bagian Kaki bertuliskan aksara arab jawi, dengan
menggunakan Khot Shulust Jali (jelas), Hal ini terletak pada lebar
anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dan
tampak jelas komposisi huruf yang berbentuk memadati ruang
media yang di tulis.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan data yang diperoleh dalam
penelitian di lapangan dapat di simpulkan, sebagai berikut:
Tulisan kaligrafi pada nisan makam Sultan Ahmad Najamuddin rata-
rata aksara Arab Jawi. Tulisan kaligrafi pada nisan makam Sultan Ahmad
Najamuddin menggunakan khot Tsulus, karena didalam tulisan tersebut
mudah dibaca dan menggunakan variasi tulisan yang mudah dipahami,
sehingga banyak Khat Tsulus pada komplek Makam Kawah Tekurep
tersebut, karena mempunyai bentuk bersusun dengan model ma’kus atau
mutanadzir.

118
F. DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah


Islam. Yogyakarta: Ombak, 2011.

Arip Muhtiar. “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada


Kompleks Makam Kawah Tekurep” (2018): 110.
Helius sjamsuddin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta:
ombak, 2012.
Masri Singarimbun. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES, 1989.

Purwanti. Retno “Konflik Elite Politik Pada Masa Kerajaan


Dan Kesultanan Palembang (Tinjauanberdasarkan Tata
Letak Makam Sultan Palembang).” Siddhayarta 9
(2004).
Pranoto. Suhartono W. Teori dan Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Sudarsih, Akulturasi Budaya di situs kawah


tengkurep(Palembang: Universitas Persatuan Guru
Republik Indonesia, 2016.

Sugiyono. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2014.

Syofian Siregar. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:


kencana Prenada media Grup, 2013.

119
120
Ragam Hias Di Situs Makam Kawah Tekurep: Kelangsungan
Pada Motif Songket

Widia Ningsih109, Retno Purwanti110, Sholeh Khudin111

A. PENDAHULUAN

Ragam hias adalah tiap bentuk yang merupakan komponen produk


seni yang ditambahkan atau sengaja di buat untuk tujuan sebagai hiasan untuk
menambah keindahan suatu barang sehingga lebih bagus dan menarik.112
Ragam hias di Nusantara sendiri ditemukan pada motif batik, tenun, anyaman,
tembikar, ukiran kayu, dan pahatan batu. Di Palembang Sumatera Selatan
yang merupakan salah satu daerah penghasil kain tenun atau yang disebut
dengan songket.

Songket ada sejak masa Kerajaan Palembang yaitu sekitar tahun 1629,
pada waktu itu songket merupakan pakaian bangsawan yang disesuaikan
dengan kedudukannya. Pada masa kesultanan abad ke-16-17 kain dengan
tenunan benang emas dan benang perak sangat populer dikalangan
masyarakat. Kegemaran pemakaian songket oleh para raja Palembang dan
kerabat keratin terus berlanjut pada masa Kesultanan Palembang sejak 1666-
1823.113

109
Mahasiswi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
110
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
111
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
112
Meisar Ashari, “Estetika Ornamen Makam Di Kompleks Makam Raja-Raja
Bugis,” Jurnal Teknologi, 2013, hlm.90.
113
Retno Purwanti dan Sondang M. Siregar, “Sejarah Songket Berdasarkan Data
Arkeologi,” Siddhayatra (2016): hlm. 98.

121
Songket Palembang mempunyai motif-motif tersendiri untuk
mempercantik kerajinan. Motif sendiri adalah ragam hias yang dipergunakan
untuk memperindah dan mempercantik hasil kerajinan statis, dari dahulu
sampai sekarang tidak ada perubahan. Jenis ragam hias antara lain Flora,
fauna, pilin berganda, geometris, dan tumpal.114

Motif-motif yang terdapat pada makam dilangsungkan pada motif


yang ada di songket. Salah satu makam yang banyak ditemukan di Sumatera
Selatan yaitu makam yang ada kompleks makam Kawah Tekurep. Ragam hias
yang ditemukan di kompleks makam Kawah Tekurep telah membuktikan
bentuk kebudayaan seni pada masa kesultanan Palembang yang memiliki
kerajinan seni tenun yaitu songket. Motif songket ini banyak digunakan di
pemakaman kesultanan Palembang.

Di dalam kompleks makam Kawah Tekurep Palembang terdapat beberapa


makam Sultan Palembang Darussalam berserta para zuriatnya. Makam ini
terdiri dari empat cungkup yaitu kompleks makam Sultan Badaruddin 1,
kompleks makam Pangeran Kamuk, Kompleks Makam Ahmad Najamuddin,
dan kompleks makam Bahauddin. Lokasi makam kawah tekurep Palembang
terletak di jalan lemabang 3 ilir Palembang. 115

B. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa penelitian yang


berkaitan dengan makam kawah tengkurep, hanya saja tidak ada yang spesifik
membahas tentang penerusan motif pada songket. Beberapa penelitian
tersebut diantaranya adalah Skripsi yang berjudul ornamen bangunan

114
Dekdikbud, Esiklopedia Nasional Indonesia Jilid VIII, Jakarta: PT Cipta Abadi
Pustaka, 1992, hlm. 351-352.
115
Nawiyanto & Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam; Sejarah
dan Warisan Budayanya, Jember: University Press, 2016, hlm. 129.

122
cungkup pada kompleks Makam Kawah Tengkurep oleh Arip Muhtiar,
Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Fakulutas Adab dan Humaniora UIN
Raden Fatah Palembang. Skripsi ini membahas tentang deskripsi bentuk fisik
bangunan dan ornamen pada cungkup I di makam Kawah Tekurep.

Selain itu ada juga skripsi yang berjudul . Ragam Hias Dan Makna Simbol
Pada Nisan Kompleks Makam Kawah Tengkurep Di Palembang (Kajian
Arkeologis Dan Historis) oleh Siti Aminah (2018), penelitian ini memaparkan
tentang ragam hias dan makna simbol pada Nisan Kompleks Makam Kawah
Tekurep di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang.

Jurnal Siddhayatra yang berjudul Sejarah Songket Berdasarkan Data


Arkeologi oleh Retno Purwanti dan Sodang M. Siregar. Penelitian ini
membahas tentang sejarah songket di Palembang berdasarkan data arkeologi.

Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas, peneliti ingin


memperkaya kajian tentang ragam hias situs makam Kawah Tekurep:
kelangsungan terhadap motif songket yang belum ada penelitian mengenai hal
itu, sehingga penelitian ini penting dilakukan guna memberikan informasi
mengenai motif-motif di makam Kawah Tekurep dalam kelangsungannya di
motif songket.

C. METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan penelitian yaitu
pengumpulan data atau observasi, pengolahan dan penafsiran data. Tahap
observasi atau mengumpulkan data hasil survei tahap pengolahan data adalah
tahap menggabungkan data dan menempatkanya ke dalam tempat-tempat
klasifikasi yang sesuai dengan integration, dan penafsiran data yang
merupakan penarikan kesimpulan dari data yang telah di analisis pada tahap
sebelumnya.

123
Dalam tahapan observasi atau pengumpulan data, kegiatan yang
dilakukan adalah mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer
dalam penelitian ini adalah ragam hias di situs makam kawah tengkurep yang
motifnya erdapat juga disongket. Dari hasil pengamatan, ditemukan 4 ragam
hias makam yang sama dengan motif songket. Selanjutnya tahap
pendeskripsian, tahap ini yang harus diperhatikan adalah bentuk hiasan.
Bentuk hiasan yang terdapat pada setiap motif ragam hias makam serta
pengambilan foto. Pengumpulan data sekunder melalui data kepustakaan
untuk merekontruksi songket.

Tahapan terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dari


data yang telah diolah pada tahap sebelumnya. Analisis pada tahap
sebelumnya dikumpulkan dan diolah akan menghasilkan suatu kesimpulan
akhir sehingga menghasilkan penerusan ragam hias makam pada motif
songket.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data mengenai arti songket secara resmi sampai sekarang ini belum ada.
Namun beberapa sumber memberikan penjelasan yang mengarah pada
pengertian songket. Songket sendiri berasal dari kata disongsong dan di-tekat,
kata tekat dalam bahasa Palembang Lama berarti sulam. Kata itu mengacu
pada proses penenunan, yang pemasukan benang dan peralatan pendukung
lainya ke longsen116 dilakukan dengan cara diterima atau disongsong. songket
berarti kain yang pembuatanya disongsong dan disulam.117

Menurut Yudy Syarofie motif songket berdasarkan sebaran dan rangkaian,


motif songket terdiri dari motif utama yaitu motif lepus, berante, tabur.

116
Longsen adalah alat untuk menyimpan susunan benang
117
Yudhy Syarofie, “Songket Palembang; Nilai Filosofi, Jejak Sejarah, dan
Tradisi”, Palembang: Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan, 2007, hlm. 32.

124
Terdapat juga motif lain yaitu motif pulir, kembang pacar, bungo cino.
Penamaan motif songket sendiri terdiri dari dua bagian yaitu motif yang
dinamakan berdasarkan sebaran dan serangkaian motif yang berbentuk oleh
benang emas.118

Makam-makam dengan motif songket banyak ditemukan di situs


kompleks makam Kawah Tekurep. Didalam kompleks makam Kawah
Tekurep Palembang terdapat beberapa makam Sultan Palembang Darussalam
berserta para zuriatnya. Makam ini terdiri dari empat cungkup.119

Ragam hias yang terdapat pada situs makam Kawah Tekurep terdiri dari
ragam hias motif flora, fauna, kaligrafi arab, meru, sinar surya majapahit dan
suluran-suluran. Ragam hias ini terdapat pada nisan kepala, nisan kaki dan
juga jirat makam.120

Dari beberapa makam yang ditemukan di situs makam Kawah Tekurep,


sejauh ini masih ada 4 motif yang ada di motif songket yaitu motif tumpal atau
pucuk rebung, motif meru, motif geometris atau lepus, dan motif berante.

1) Motif Pola Tumpal (Pucuk Rebung)

Motif pola tumpal merupakan motif yang bentuknya seperti Zig-Zag


namun lebih tinggi. Motif ini biasa dipakai paling bawah dengan kokoh
dan kuat karena motif tersebut berbentuk pondasi. Motif tumpal sering
digunakan sebagai hiasan tepi suatu bidang. Tumpal juga sering
dikombinasikan dengan motif tumbuhan, terutama untuk isianya. Motif ini

118
Yudhy Syarofie, “Songket Palembang; Nilai Filosofi, Jejak Sejarah, dan Tradisi”,
Palembang: Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan, 2007, hlm. 66.
119
Nawiyanto & Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam; Sejarah
dan Warisan Budayanya, Jember: University Press, 2016, hlm. 129.
120
Siti Aminah, Ragam Hias Dan Makna Simbol Pada Nisan Kompleks Makam
Kawah Tengkurep Di Palembang (Kajian Arkeologis Dan Historis) Skripsi: Program Studi
Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang, 2018, hlm. 10.

125
terdapat pada nisan kaki dan nisan kepala yang hampir ada diseluruh
kompleks makam Kawah Tengkurep. Sedangkan di songket motif ini
terdapat di tepian bawah sebagai bentuk hiasan.

1. 2.

Gambar 75. (1) Motif tumpal pada nisan (2) Motif tumpal pada songket

(Sumber: (1) Dokumen Pribadi (2) https://id.wikipedia.org/wiki/Songket)

Persamaan yang terdapat pada motif yang ada pada nisan dan songket
yaitu sama-sama berbentuk bambu runcing atau zig-zag, yang didalamnya
terdapat motif-motif bunga. Sedangkan perbedaan antara pada motif nisan
dan songket yaitu terdapat pada isi dalam tumpal. Pada nisan sendiri isinya
terdapat motif bunga-bunga atau sulur-suluran sedangkan yang terdapat di
songket isinya terdapat motif-motif geometris.

2) Motif Meru

Motif meru merupakan motif yang melambangkan unsur hubungan


antara bumi dan tanah, sebagai salah satu dari empat unsur hidup yaitu
bumi, api, air, dan angin.121 Motif ini terdapat pada bagian sabuk pada
nisan kepala dan nisan kaki yang hamper da diseluruh bagian kompleks
makam kawah tengkurep.

121
Susanto. S, Sewan, Seni Kerajinan Batik Indonesia, Jakarta: Balai Penelitian
Batik dan Kerajinan , Departemen Perindustrian R. I, 1980, hlm. 261

126
1. 2.
Gambar 76. (1) Motif meru pada nisan (2) Motif meru pada songket

(Sumber: (1) dan (1) Dokumen Pribadi)


Persamaan motif meru yang terdapat pada motif pada nisan dan
songket yaitu sama-sama memiliki garis-garis yang berbentuk meru.
Sedangkan yang membedakan motif pada nisan dan songket yaitu terdapat
bulatan-bulatan di tengah motif meru yang ada pada nisan sedangkan pada
songket tidak ada.

3) Motif Geometris atau lepus

Motif geometris adalah motif yang dianggap tertua diantara motif hias
yang lainya, motif geometris berasal dari bentuk objek yang dibuat abstrak
dan hanya mengandung makna dan filosofis tersendiri. Hampir di seluruh
Nusantara banyak ditemukan ornamen motif geometris merupakan
pengembangan warisan budaya yang terdapat pada artefak kebudayaan
yang terdapat pada zaman prasejarah yang berasal dari kebudayaan
masyarakat Dongson. Motif ini juga terdapat pada kain tenun songket di
Sumatera yang sampai saat ini masih berkembang.122 Motif geometris ini
teletak pada jirat makam pada salah satu makam yang ada di kompleks
makam Bahauddin.

122
Nisfu Laily Hadiyah, Motif Geometris dalam Kreasi Rancangan Busana Muslim,
Skripsi: Program Studi Kriya Seni Jurusan Kriya Seni Rupa Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, 2016, hlm. 3.

127
1. 2.
Gambar 77. (1) Motif geometris pada jirat (2) Motif Geometris pada songket

(Sumber: (1) Dokumen Pribadi (2) Ig Songket_Palembang_Kakcik)


Persamaan motif yang terdapat pada nisan dan songket yaitu sama-
sama berbentuk segiempat geometris, sedangkan perbedaan antara motif
yang ada pada nisan dan songket yaitu hiasan bunga yang terdapat didalam
motif geometris antara keduanya. Motif bunga yang ada pada nisan
terdapat empat kelopak bunga sedangkan di songket terdapat delapan
kelopak bunga.
4) Motif Berante

Motif berante atau berantai menunjukkan kembang tengah yang saling


berantai atau berkait satu sama lain. Kembang tengah yang menghiasi
seolah tak teputus satu sama lain oleh penyatuan antar motif.123 Motif
berante ini terdapat pada medallion nisan kepala yang ada di salah satu
makam kompleks Pangeran Ratu Kamuk.

1. 2.
Gambar 78. (1) Motif bunga berante pada nisan (2) Motif bunga Berante pada songket
(Sumber: (1) dan (2) Dokumen Pribadi)

123
Yudhy Syarofie, “Songket Palembang; Nilai Filosofi, Jejak Sejarah, dan
Tradisi”, Palembang: Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan, 2007, hlm. 68.

128
Persamaan motif yang terdapat pada nisan dan songket yaitu sama
sama memiliki kelompak bunga yang saling terkait menyambung antar
motif atau berantai, terlihat tidak ada perbedaan motif bunga berantai pada
nisan dan songket keduanya sama persis.

E. KESIMPULAN

Kompleks makam Kawah Tekurep yang di berada di 3 ilir Palembang


memiliki empat cungkup yaitu cungkup Sultan Mahmud Badaruddin 1,
cungkup Sultan Ahmad Najamuddin, cungkup Sultan Muhammad
Bahauddin, dan cungkup Pangeran Ratu Kamuk. Ragam hias yang
terdapat pada situs makam Kawah Tekurep terdiri dari ragam hias motif
flora, fauna, kaligrafi arab, meru, sinar surya majapahit dan suluran-
suluran. Ragam hias ini terdapat pada nisan kepala, nisan kaki dan juga
jirat makam.

Berdasarkan penelitian terdapat 4 motif yang ditemukan ada penerusan


motif di songket yaitu motif tumpal atau pucuk rebung terletak pada nisan
kepala dan nisan kaki hampir di seluruh kompleks makam Kawah
Tengkurep, motif meru terletak pada sabuk nisan kaki dan nisan kepala
hampir ada diseluruh kompleks makam Kawah Tengkurep, motif
geometris terletak pada jirat makam di kompleks makam Bahauddin, dan
motif berante terletak pada nisan kepala di kompleks makam Pangeran
Ratu Kamuk. Motif-motif ini memiliki persamaan dan sedikit perbedaan
pada setiap bentuk ragam hias yang ditemukan.

129
F. DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Meisar. “Estetika Ornamen Makam Di Kompleks Makam


Raja-Raja Bugis.” Jurnal Teknologi, 2013.

Aminah, Siti. Ragam Hias Dan Makna Simbol Pada Nisan Kompleks
Makam Kawah Tengkurep Di Palembang (Kajian Arkeologis Dan
Historis) Skripsi: Program Studi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden
Fatah Palembang, 2018.

Dekdikbud, Esiklopedia Nasional Indonesia Jilid VIII, Jakarta: PT Cipta


Abadi Pustaka, 1992.

Hadiyah. Nisfu Laily, Motif Geometris dalam Kreasi Rancangan Busana


Muslim, Skripsi: Program Studi Kriya Seni Jurusan Kriya Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2016.

Nawiyanto & Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam;


Sejarah dan Warisan Budayanya, Jember: University Press, 2016.

Purwanti, Retno dan Sondang M Siregar, “Sejarah Songket


Berdasarkan Data Arkeologi.” Siddhayatra (2016).

Sewan. Susanto S. Seni Kerajinan Batik Indonesia, Jakarta: Balai Penelitian


Batik dan Kerajinan , Departemen Perindustrian R. I, 1980.

Syarofie,Yudhy. “Songket Palembang; Nilai Filosofi, Jejak Sejarah, dan


Tradisi”, Palembang: Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan, 2007.

130
Menyelusuri Jejak Pangeran Penghulu Nata Agama Akil
(1831-1839 M)

Suryo Arief Wibowo124, Retno Purwanti125, Amilda126

A. PENDAHULUAN
Kawah Tekurep merupakan sebuah nama yang digunakan
dalam penyebutan kompleks makam Sultan Mahmud Badaruddin I
dan beserta para keluarganya. Sultan Mahmud Badaruddin I
merupakan sultan ke-4 dari Kesultanan Palembang Darussalam.
Secara administratif Kompleks Makam Kawah Tekurep
terletak di Jl. 3 Ilir, Kec. Ilir Tim. II, Kota Palembang, Sumatera
Selatan. Kompleks Makam ini menghadap kearah Sungai Musi dengan
jarak 100 meter. Secara geografis berada pada koordinat 02’ 58’ 45.6”
Lintang Selatan dan 104’46’ 56. 3” Bujur Timur. Lokasi makam
Kawah Tekurep merupakan wilayah yang kering yang tidak tersentuh
dengan luapan air. Makam ini dikelilingi oleh pagar tembok yang
terbuat dari batu-bata.127 Kompleks Makam Kawah Tekurep memiliki
bagian utama di dalam dinding pagar dalam yaitu empat bangunan
yang disebut dengan cungkup. Cungkup I merupakan bangunan utama
yang di dalamnya tempat beristirahat Sultan Mahmud Badaruddin I
bersama penasehat keagamaan dan para istrinya.
Bangunan kedua adalah makam Pangeran Ratu Kamuk Raden
Belani berserta para istri dan keluarganya. Bangunan ini terletak di

124
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
125
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
126
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
127
Arip Muhtiar, “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep” (2018): hlm. 19,

131
sebelah Cungkup I. Pangeran Ratu Kamuk Raden Belani merupakan
anak dari Sultan Mahmud Badaruddin I. Ia lahir dari istri yang pertama
Sultan Mahmud Badaruddin I yang bernama Raden Ayu Ciblung binti
Pangeran Subekti.128
Bangunan ketiga adalah Makam Sultan Ahmad Najamuddin I
beserta penasehat agama, istri dan keluarganya, bangunan ini terletak
di sebelah makam Pangeran Ratu Kamuk Raden Belani. Sultan Ahmad
Najamuddin I merupakan anak dari Sultan Mahmud Badaruddin I dan
termasuk sultan kelima dari Kesultanan Palembang Darussalam.129
Bangunan keempat adalah Makam Sultan Muhammad
Bahauddin beserta penasehat agama, istri dan keluarganya. Letaknya
berada di sebelah Selatan Makam Sultan Mahmud Nadjamuddin I.130
Cungkup ini masih satu kesatuan dengan cungkup Makam Sultan
Mahmud Nadjamuddin I. Masing-masing cungkup memiliki atap yang
berlainan dan letaknya berdekatan. Sultan Muhammd Bahauddin
merupakan Sultan kelima dari Kesultanan Palembang Darussalam dan
merupakan anak dari Sultan Ahmad Najamuddin I.131
Pada arah Tenggara Bangunan Makam Sultan Muhammad
Bahuddin terdapat sebuah cungkup Makam Pangeran Nata Diradja I.
Cungkup ini berdenah L dengan di bangun berbahan dasar batu dan
kayu. Di dalam cungkup tersebut terdapat makam antara
lain132:Pangeran Nato Dirajo bin Pangeran Ratu Purbayo, Raden Ayu

128
Andi Syarifuddin dan Hendra Zainuddin, 101 Ulama Sumsel : Riwayat Hidup
Dan Perjuangannya (Yogyakarta: Forum Ponpes Sumsel dan AR-Ruzz Media, 2013), hlm.
11.
129
Farida, “Peninggalan Kesultanan Palembang Di Kota Palembang,” in Simposium
Nusantara 9 (Malaysia: Universitas Teknologi Mera, 2012), hlm.9.
130
Arip Muhtiar, “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep,” hlm. 29.
131
Zainuddin, 101 Ulama Sumsel : Riwayat Hidup Dan Perjuangannya, hlm.14.
132
Arip Muhtiar, “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep,” hlm. 30.

132
Nato Dirajo, Pangeran Penghulu Nato Agomo Muhammad Akil dan
Raden Ayu Salimah binti Sultan Mahmud Badaruddin Jayowikromo.

Pada saat kegiatan Praktek Penelitian Lapangan (PPL) di


Kompleks Makam Kawah Tekurep, penulis tertarik dengan cungkup
yang memiliki perbedaan arsitektur dengan cungkup lainnya di
Kompleks Makam Kawah Tekurep, dan saat mengeksplorasi di dalam
cungkup tersebut ada dua makam yang menarik dan hanya memiliki
dua inskripsi. Lalu ada satu makam yang sebagian tulisan di
medalionnya bisa dibaca oleh penulis. Lalu penulis mencoba membaca
dan menganalisis makam itu, dan mencocokan data dari buku,
kemudian penulis ingin mengkaji secara mendalam. Cungkup makam
tersebut berada di dekat Cungkup Sultan Bahauddin dan di dalam
medialion tersebut terdapat tulisan tahun dan nama jabatan yaitu “1155
Hijriah dan pangeran penghulu nata”. Asumsi awal penulis bahwa
makam tersebut adalah Pangeran Penghulu Nata Agama Akil karena
berdasarkan letak makamnya di dalam cungkup Pangeran Nata Diradja
dan riwayat silsilahnya.

Pada eksplorasi selanjutnya, penulis menemukan ada


kesamaan nama gelar pangeran penghulu nata agama di Kompleks
Makam Sultan Abdurrahman Cinde Walang. Makam tersebut terletak
di luar cungkup Makam Sultan Abdurraham Cinde Walang tepatnya
berada di selatan kompleks. Penemuan dua makam dengan Inskripsi
yang sama memunculkan pertanyaan dari kedua kesamaan nama gelar
yang ada di dua makam yang berbeda lokasi, sebenarnya siapakah
sosok dari Pangeran Penghulu Nata Agama Akil dan siapakah
Pangeran Penghulu Nata Agama yang dimakamkan di Kompleks
Sultan Abdurrahman Cinde Welan. Apa peran dan fungsi dari jabatan

133
pangeran penghulu nata agama dan apakah ada hubungannya makam
yang berada di Kompleks Kawah Tekurep dengan Kompleks Sultan
Abdurrahman?

B. TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam penelitian ini dibutuhkan referensi yang relevan dan
tinjauan dari beberapa penelitian terdahulu untuk menganalisis terkait
judul penelitian. “Menelusuri Jejak Pangeran Penghulu Nata Agama
Akil”. Oleh karena itu, peneliti melakukan riset dari beberapa
penelitian yang sudah ada, sehingga bisa menjadi acuan untuk
mengetahui bagian mana dalam penelitian sebelumnya yang belum
tersentuh, dan tidak terjadinya plagiasi, sehingga dapat merugikan
pihak-pihak tertentu.
Penelitian pertama oleh Husni Rahim pada tahun 1994 dalam
disertasinya berjudul Sistem Otoritas dan Administrasi Islam di
Palembang (studi tentang pejabat agama di masa kesultanan dan di
masa kolonial) yang dibukukannya pada tahun 1998. Kajian ini
membahas terkait sejarah terbentuknya Kesultanan Palembang: dari
Islamisasi, wilayah dan struktur kesultanan hingga perjanjian dengan
Belanda. Secara general memaparkan terkait tentang Pangeran
Penghulu Nata Agama, tugasnya pada masa Kesultanan hingga pada
masa Kolonial Belanda dan daftar-daftar Pangeran Penghulu Nata
Agama dari masa Kesultanan Palembang hingga Kolonial Belanda.133
Penelitian kedua oleh Padilah pada tahun 2013 dalam artikelnya
berjudul Peranan Ulama dalam Perkembangan Islam di Ogan Ilir,
kajian ini memaparkan tentang Islamisasi di daerah Ogan

Husni Rahim, Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam : Studi Tentang Pejabat
133

Agama Masa Kesultanan Dan Kolonial Di Palembang (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
1998).

134
Ilir, peran ulama pada masa Kolonial Belanda dan Jepang. Kajian ini
juga memaparkan media Islamisasi ulama atau penghulu dalam
menyebarkan agama Islam dan membahas tugas para ulama atau
penghulu yang menitikberatkan pada batasan wilayah di Ogan Ilir.134
Penelitian ketiga oleh Arip Muhtiar pada tahun 2013 dalam
skripsinya berjudul Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks
Makam Kawah Tekurep, dalam kajian ini memaparkan tentang sejarah
Kompleks Kawah Tekurep, keberadaan makam-makam sultan dan
jenis ornamen pada Cungkup I.
Penelitian keempat oleh Kemas H. Andi Syarifuddin dalam
bukunya berjudul “101 Ulama Sumsel: Riwayat Hidup &
Perjuangannya” yang memaparkan tentang tokoh Pangeran Penghulu
Nata Agama Akil, \istri, dan anak-anaknya.
Berdasarkan tinjauan dari berbagai penelitian tersebut masih
sangat jarang membahas tokoh Pangeran Penghulu Nata Agama Akil
beserta lokasi makamnya secara sepesifik dari deskripsi makam hingga
tulisan nisan dan ternyata ada kesamaan nama jabatan dengan Makam
yang berada di Kompleks Makam Sultan Abdurrahman yang nisannya
bertuliskan Pangeran Penghulu Nata Agama Akib

C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan historis-arkeologis. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah sebuah penelitian yang mengambarkan dan
menganalisis data yang berbentuk kata-kata atau gambar dibandingkan

134
Padila, “Peranan Ulama Dalam Perkembangan Islam Di Ogan Ilir” 13, no. 1
(2013): hlm. 14.

135
angka-angka.135 Pendekatan historis adalah suatu proses yang menguji
dan menganalisis dengan cara kritis yang bersumber dari rekaman dan
peninggalan masa lampau.136 Pendekatan epigrafi merupakan suatu
proses atau usaha meneliti benda-benda bertulis yang berasal dari masa
lampau.137
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data
ialah sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer
menggunakan prasasti nisan makam yang menjadi sumber otentik
dalam mengidentifikasi tentang tokoh Pangeran Penghulu Nata Agama
Akil. Sumber sekunder menggunakan beberapa sumber buku, artikel,
jurnal dan skripsi yang relevan.138
Analisis data ini menggunakan analisis data arkeologis dengan
cara membaca inskripsi nisan makam Pangeran Penghulu Nata Agama
Akil beserta anaknya yang berada di Kompleks Sultan Abdurrahman
yaitu Pangeran Penghulu Nata Agama Akib dan mengamati deskripsi
pada makam tersebut.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akil
Makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akil berlokasi di
dalam sekeliling pagar dalam Kompleks Makam Kawah Tekurep,
lebih tepatnya berada di sisi Tenggara Cungkup Sultan Mahmud
Bahauddin lihat gambar 79). Di dalam Cungkup Makam Pangeran
Nata Diraja Pangeran Penghulu Nata Agama Akil dimakamkan,

135
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2018), hlm.3.
136
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah Terj Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 39.
137
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar (Jakarta:
Prenada Media Group, 2014), hlm. 114.
138
Gottschalk, Mengerti Sejarah Terj Nugroho Notosusanto, hlm. 45.

136
jasadnya bersebelahan dengan ayahnya yaitu Pangeran Nata Diraja
bersama ibunya yaitu Raden Ayu Nato Dirajo dan istrinya Raden Ayu
Salimah binti Sultan Mahmud Badaruddin Jayowikromo (lihat gambar
80). 139

Gambar 79. Cungkup Makam Pangeran Nata Diraja (Bagian Depan)

(Sumber: Dokumen Pribadi tgl 29 September 2020)

Gambar 80. Nisan Kepala Makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akil

(Sumber: Dokumen Pribadi tgl 29 September 2020)

Bagian kepala nisan terdapat ukiran bunga Anggrek, di dalam


medalion tertulis aksara Arab Jawi, bagian badan berukiran tumpal,
medalion bagian kaki polos, bagian sabuk berukiran bunga anggrek,
pada bagian kaki bagian sisi barat dan timur berukiran tanaman/ flora

139
Arip Muhtiar, “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep,” hlm. 30.

137
bagian kaki nisa di bagian dalam berukiran bunga anggrek bagian jirat
terdapat tiga tingkatan (lihat gambar 81).

1155

Gambar 81. Inskripsi Nisan Pangeran Penghulu Nata Agama Akil

(Sumber: Dokumen Pribadi tgl 29 September 2020)

Di dalam Cungkup Makam Pangeran Nata Diradja terdapat


makam anaknya, dan ada dua makam yang berinskripsi tulisan Jawi
dan diyakini bahwa di antaranya ada makam Pangeran Penghulu Nata
Agama Akil yang berada di berdekatan dengan Makam Pangeran Nata
Diradja yang juga memiliki inskripsi nisan makamnya (lihat gambar
79 dan 81)
Berdasarkan asumsi penulis saat membaca inskripsi pada nisan
itu, terbaca dan tertulis “pangeran penghulu nata”, dan tahun “1155
H”. Berdasarkan konversi dari tahun 1155 H diubah menjadi Masehi
adalah 1742 M. Lalu penulis mencocokan data primer adalah nisan
makam dan data sekunder dari buku (berdasarkan kutipan dari naskah
Palembang) yaitu buku berjudul “101 Ulama Sumsel : Riwayat Hidup
dan Perjuangannya” karya dari Andi Syarifuddin yang menyebutkan
Pangeran Penghulu Nata Agama Akil lahir sekitar tahun 1760-an.
Maka penulis menginterpretasikan pada zaman tersebut diperkirakan
sesuai dengan tahun kelahiran Pangeran Penghulu Nata Agama Akil.

138
Gambar 82. Sketsa Cungkup Makam Pangeran Nata Diradja

(Sumber: Dokumen Pribadi)

Pangeran Penghulu Nata Agama Akil adalah seorang tokoh


Islam dan alim ulama pada masa Kesultanan Palembang dan
Karesidenan Belanda di Palembang. Beliau memiliki nama asli Raden
Muhammad Akil dan mendapatkan gelar Pangeran Penghulu Nata
Agama Akil pada tahun 1831. Pangeran Penghulu Nata Agama Akil
dilahirkan pada tahun 1760. Ayahnya bernama Pangerana Nato Dirajo
Sepuh bin Pangeran Purbaya bin Sultan Muhammad Mansur bin Sunan
Abdurrahman Candi Walang dan Ibunya bernama Nyimas Maliah.140
Beliau merupakan tokoh yang berkontribusi dalam pembaharuan Islam
di Palembang. Makam beliau berhadapan dengan makam Pangeran
Nata Dirajo. Beliau memerintah sebagai penghulu setelah masa
Kesultanan Palembang tepatnya masa Keresidenan Belanda.141

140
Zainuddin, 101 Ulama Sumsel : Riwayat Hidup Dan Perjuangannya, hlm. 95.
141
Andi Syarifuddin Dkk, Mufti Palembang : Rekaman Kehidupan & Peranan
Ulama Kepenghuluan Masa Kesultanan Dan Kolonial (Palembang: Rafah Press UIN Raden
Fatah, 2018), hlm. 12.

139
Pangeran Penghulu Nata Agama Akil adalah seorang Penghulu
yang bertugas sebagai kepala dari seluruh jajaran pejabat agama, yang
mengatur admnistrasi, kelembagaan, pendidikan berkaiatan tentang
agama Islam di Palembang. Menurut Husni Rahim bahwa Pangeran
Penghulu Nata Agama memiliki tanggung jawab dalam mengepalai
kerohanaian kesultanan yang mempunyai mahkamah, yang bertujuan
untuk mewujudkan ketenangan dan kebahagiaan rohani umat Islam.
Sedangkan istilah sebagai kepala mahkamah ialah untuk
menyelesaikan berbagai perselisihan dan permasalahan yang timbul di
antara orang Islam.142
Pangeran Penghulu Nata Agama Akil semasa hidupnya
bersama saudara-saudaranya menimba ilmu di lingkungan keraton
(Guguk Pengulon-Masjid Agung). Beliau menimba berbagai disiplin
ilmu keagamaan seperti: tauhid, fiqih, tasawuf, hadis, dan lain-lain. Ia
juga memiliki guru yang merupakan alim ulama yaitu Syekh Abdus
Somad al-Palimbani (wafat 818), Syekh Ki agus. Hasanuddin bin
Jakfar, Kemas. Ahmad bin Abdullah (w.1800), Syekh Syihabuddin,
dan lainnya. Beliau menganut aliran Tarekat Sammaniyah yang
zikirnya terkenal dengan Ratib Samman.143
Pangeran Penghulu Nata Agama adalah sebuah jabatan
tertinggi dalam bidang keagamaan di lingkungan Kesultanan
Palembang. Jabatan tersebut mengepalai tentang kerohanian yang
mempunyai mahkamah. Istilah kepala kerohanian dimaksudkan
sebagai kepala dalam berbagai urusan keagamaan yang bertujuan
untuk mewujudkan ketenangan dan kebahagiaan rohani umat Islam.

142
Rahim, Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam : Studi Tentang Pejabat Agama
Masa Kesultanan Dan Kolonial Di Palembang, hlm. 106.
143
Dkk, Mufti Palembang : Rekaman Kehidupan & Peranan Ulama Kepenghuluan
Masa Kesultanan Dan Kolonial, hlm. 12.

140
Sedangkan istilah sebagai kepala mahkamah dimaksudkan untuk
menyelesaikan berbagai perselisihan dan permasalahan yang timbul di
antara orang Islam.144
Sebagai “kepala kerohanian”, maka jabatan penghulu
mempunyai kedudukan yang mulia dan tinggi. Hal itu tercermin dalam
upacara seba (milir seba), pangeran penghulu duduk di sebalah kanan
sultan dan patih duduk di sebelah kiri sultan. Dengan hal tersebut
menimbulkan persepsi bahwa di samping kiri masalah pemerintahan
umum (tugas patih), dan disebelah kanan tentang kerohaniaan agama
(tugas pangeran penghulu) dengan hal tersebut maka masalah tentang
agama memiliki kesejajaran dengan tugas di bidang umum
pemerintahan umum.145
Di masa kesultanan tugas penghulu mencakup semua urusan
yang berkaitan dengan agama. Sultan hampir secara mutlah
menyerahkan tugas bidang agama kepada pangeran penghulu. Dalam
hal-hal yang berkaitan dengan perselisihan, banding diajukan kepada
sultan.
Gambaran lingkup tugas dari pangeran penghulu dapat juga
diamati dari tugas-tugas aparat bawahannya. Khatib penghulu atau
juga disebut khatib hakim atau penghulu kecil, bertugas untuk
membantu pangeran penghulu dalam menyelesaikan tugas-tugas di
mahkamah dalam memutus perkara perkawinan, perceraian, warisan
dan perwalian. Khatib imam bertugas membantu pangeran penghulu
dalam penyelenggaraan peribadatan dan pengajaran/pengajian di
Mesjid Agung. Karena itu ia juga bertindak sebagai imam tetap dan

144
Rahim, Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam : Studi Tentang Pejabat Agama
Masa Kesultanan Dan Kolonial Di Palembang, hlm. 106.
145
Ibid.

141
kepala Mesjid Agung. Khatib bertugas membantu pangeran penghulu
dalam mengurus dan mencatat perkawinan, kematian dan
pengumpulan zakat fitrah. Kemudian modin dan marbot membantu
khatib imam dalam memelihara Mesjid Agung dan membantu
penyelenggaraan berbagai kegiatan di Mesjid Agung. Sedangkan bilal
membantu tugas-tugas keagamaan di tingkat kampung.146
Silsilah keluarga dari Raden Muhammad Akil adalah ia merupakan
putra kedua dari dua bersaudara sekandung dari satu ibu, mereka
adalah:
1) Pangeran Penghulu Nata Agama Abdurrahman
Cangkuk (masa jabatan 1830-1831)
2) Pangeran Penghulu Nata Agama Akil
Saudaranya yang lain ibu adalah
1) Pangeran Wiro Menggalo Muhammad Qosim
2) Masayu Buntal
3) Raden Citra Menggala Lemak
4) Masayu Jariah
5) Masayu Temung
Selama hayatnya, beliau memiliki 2 orang istri dan 15
orang putra dan putri, yaitu R.A Salimah binti Sultan Mahmud
Badaruddi I Jayo Wikramo, dan R. A Ummu Hani binti Raden
Usman bin R. Dul bin R.A. Congot binti Sultan Anom. Dari
pernikahan dengan istri-istrinya147:
a. Raden Ayu Salimah, dari istrinya ini
memperoleh putra-putri sebagai berikut
1) R.A Sohifah

146
Ibid., hlm. 106-107.
147
Zainuddin, 101 Ulama Sumsel : Riwayat Hidup Dan Perjuangannya, hlm. 98.

142
2) R.M Shodiq
3) R.A Totok
4) R.M. Husin
5) R. Abdul Qowi
6) R. Saqib
7) R. Asir
8) R. Ali
9) R.A. Maliah
10) R.A. Saliah
b. R.A. Ummu Hani, dari istrinya ini memiliki
lima orang putra-putri bernama:
1) Pangeran Penghulu Nata Agama Akib
(1858-1876)
2) R.M. Soleh
3) R.A. Zubaidah
4) R.A. Sorihah
5) R.A. Majidah

Pangeran Penghulu Nata Agama Akil wafat pada tahun 1839.


Jenazahnya di makamkam di Kompleks Makam Kawah Tekurep

Deskripsi makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akib


(masa jabatan 1858-1876 M)

Makam ini terletak di Jl. Letnan Jaimas No.662, 24 Ilir,


Kec. Bukit Kecil, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30114 atau
Cinde Walang dan letak makam ini secara spesifik di arah Selatan
Makam Sultan Abdurrahman. Makam ini diluar dari Cungkup Sultan
Abdurrahman yang merupakan pendiri dari Kesultanan Palembang
dan merupakan sultan pertama (lihat gambar 83).

143
Gambar 83. Cungkup Makam Pangeran Penghulu Nata Agama Akib

(Sumber: Dokumen pribadi tgl 29 September 2020)

Deskripi makam ini, terdapat pada bagian nisan kaki dan


nisan kepala sama memiliki medallion yang beraksara Arab Jawi,
nisan terbuat dari kayu, memiliki ornament tumpal dibagian badan
nisan, pada bagian sabuk terdapat 2 tingkatan yang berukir pada bagian
kaki terdapat ornament tumpal dibagian badan nisan pada bagian kaki
terdapat ornament bingkai yang di bagian tengahnya polos (lihat
gambar 84 dan 86). Jirat telah diubah menjadi semen dan bata modern.
Bagian nisan kaki telah mengalami kerusakan/patah dan terdapat
tulisan di medallion : Baris 1:……Baris 2:…… Ahmad bin Pangeran
Penghulu, Baris, 3:….. Nata Agama Muhammad Akib bin Pangeran
Penghulu, Baris 4: bin Pangeran Penghulu Nata Agama Muhammad
Akil (lihat gambar 85).

Gambar 84. Makam Pangeran Penghulu Nata Agama M. Akib

(Sumber: Dokumen Pribadi tgl 29 September 2020)

144
Gambar 85. Medalion Makam Pangeran Penghulu Nata Agama M. Akib

(Sumber: Dokumen Pribadi tgl 29 September 2020)

Gambar 86. Sketsa Kompleks Makam Cinde Welan (di dalamnya terdapat Makam
Penghulu Nata Agama Akib)

(Sumber: Dokumen Pribadi tgl 29 November 2020)

Pangeran Penghulu Nata Agama Akib merupakan priyayi


Palembang yang juga memiliki jabatan tinggi dalam bidang
keagamaan seperti ayahandanya Pangeran Penghulu Nata Agama
Akil. Nama dan silsilah lengkapnya ialah Raden Muhammad Akib bin
Pangeran Penghulu Nata Agama Muhammad Akil bin Pangeran Nato

145
Dirajo Lumbuk bin Pangeran Ratu Purbaya Abu Bakar bin Sultan
Muhammad Mansur bin Sunan Abdurrahman Candi Walang.
Beliau merupakan anak pertama dari lima bersaudara yang
terkenal dari satu ibu, mereka adalah R.M. Akib, R.M. Shaleh, R.A.
Zubaidah, R.A Sharihah dan R.A. Majidah. Ia dilahirkan oleh ibunya
Raden Ayu Ummu Hani binti Raden Usman bin Raden Dula sekitar
tahun 1790 di lingkungan Guguk Pengulon yang tidak jauh dari
keraton. Karena ayahnya menjabat pula sebagai Pangeran Penghulu
Nata Agama di Kesultanan Palembang Darussalam hingga tahun
1831.148
Pada masa hidupnya ia menimba ilmu dari ayahnya dan
saudara-saudaranya. Selanjutnya ia mendapat didikan pula dari guru-
gurunya ulama terkenal, di antaranya kepada Datuk Muhammad Akib,
Datuk Muhammad Zen, Kemas Haji Muhammad bin Ahmad, Sayid
Muhammad Arif dan lainnya. Dengan.
Sampai akhir hayatnya, ia memiliki tiga orang isteri. Isteri
pertama bernama Raden Ayu Nasihah binti R.H.M Nandung. Dari
perkawinan ini dikaruniai tiga orang anak yaitu: R. Ahmad, R.M.
Rasyid, dan R.A. Seha. Isteri kedua bernama Masayu Coneng binti
Masagus Lanang Jin.
Dari pernikahan ini melahirkan enam putra-putri bernama:
R.Usman, R.M.Akil, R.A.Azizah, R.M.Dainuri, R.M. Ruslan dan R.
Alwi. Isteri ketiga bernama Piah, dari perkawinan ini ia memiliki dua
orang putra: R. Judin dan R. Tutul. Pangeran penghulu Nata Agama
Muhammad Akib wafat pada bulan Desember 1876, dan dikuburkan
di pemakaman Cinde Walang Palembang.

148
Dkk, Mufti Palembang : Rekaman Kehidupan & Peranan Ulama Kepenghuluan
Masa Kesultanan Dan Kolonial, hlm. 18.

146
E. KESIMPULAN
Berdasarkan dari pemaparan di atas bahwa penulis
menyimpulkan bahwa terdapat dua makam yang nama gelar yang
sama yaitu di Kompleks Makam Kawah Tekurep dan Kompleks
Makam Sultan Abdurrahman Cinde Walang, bahwa didalam inskripsi
makam tersebut tertulis pangeran penghulu nata agama, berdasarkan
data yang diatas bahwa makam yang di Kompleks Makam Kawah
Tekurep ialah Pangeran Nata Agama Akil dan yang di Kompleks
Sultan Abdurrahman ialah Pangeran Penghulu Nata Agama Akil dan
memiliki ikatan keluarga di antara keduanya.
Pangeran Penghulu Nata Agama Akil merupakan seorang
priayi terkemuka di Palembang. Beliau juga memiliki jabatan tertinggi
di bidang keagaaman selain itu beliau merupakan cucu keponakan dari
Sultan Mahmud Badaruddin I dan juga mantu dari Sultan Mahmud
Badaruddin I dari istrinya R.A. Salimah. Pangeran Penghulu Nata
Agama memiliki tugas mengepalai tugas keagaaman. Beliau wafat
pada tahun 1839 dan di makamkan di Kompleks Makam Kawah
Tekurep.
Pangeran Penghulu Nata Agama Akil merupakan anak dari
Pangeran Penghulu Nata Agama Akil dari istrinya Raden Ummu Hani
binti Raden Usman bi Raden Dula. Pangeran Penghulu Nata Agama
Akib meneruskan ayahnya menjadi kepala penghulu dilingkungan
keratin Kesultanan Palembang. Ia dilahirkan pada tahun 1790. Pada 15
Syawal 1285 H tepatnya pada tahun 1868 M, beliau di angkat menjadi
Pangeran Penghulu Nata Agama. Beliau wafat pada bulan Desember
1876 dan dikuburkan di Pemakaman Cinde Welang Kampung 24 Ilir
Palembang

147
F. DAFTAR PUSTAKA

Arip Muhtiar. “Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks


Makam Kawah Tekurep” Skripsi (2018):
https://www.uam.es/gruposinv/meva/publicaciones
jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el
aprendizaje Perspectiva
alumnos.pdf%0Ahttps://www.researchgate.net/profile/Juan_Apa
ricio7/publication/253571379_Los_estudios_sobre_el_cambio_c
onceptual_.

Dkk, Andi Syarifuddin. Mufti Palembang : Rekaman Kehidupan &


Peranan Ulama Kepenghuluan Masa Kesultanan Dan Kolonial.
Palembang: Rafah Press UIN Raden Fatah, 2018.

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Depok: PT


RajaGrafindo Persada, 2018.

Farida. “Peninggalan Kesultanan Palembang Di Kota Palembang.”


In Simposium Nusantara 9, 135–142. Malaysia: Universitas
Teknologi Mera, 2012.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah Terj Nugroho Notosusanto.


Jakarta: UI Press, 1985.

Nawiyanto dan Eko Crsy Endrayadi, Kesultanan Palembang


Darussalam: Sejarah Dan Warisan Budaya. Jember: Universitas
Jember Press, 2016. https://www.m-
culture.go.th/mculture_th/download/king9/Glossary_about_HM_
King_Bhumibol_Adulyadej’s_Funeral.pdf.

Padila. “Peranan Ulama Dalam Perkembangan Islam Di Ogan Ilir”

148
13, no. 1 (2013)

Rahim, Husni. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam : Studi


Tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan Dan Kolonial Di
Palembang. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1998.

Wahyudhi, M. Dien Madjid dan Johan. Ilmu Sejarah: Sebuah


Pengantar. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.

Zainuddin, Andi Syarifuddin dan Hendra. 101 Ulama Sumsel :


Riwayat Hidup Dan Perjuangannya. Yogyakarta: Forum Ponpes
Sumsel dan AR-Ruzz Media, 2013.

149
150
Kawah Tekurep Sebagai Destinasi Wisata Religi Di
Palembang

Holiza149, Retno Purwanti150, Sholeh Khudin151

A. PENDAHULUAN

Kota Palembang secara geografis merupakan sebuah kota


tertua di Indonesia yang dibelah oleh sungai besar yang bernama
sungai Musi, yang membelah kota Palembang menjadi dua daerah
yaitu seberang ulu dan seberang ilir dengan pusat pemerintahan yang
disebut dengan Karesidenan Palembang pada masa pemerintahan
Kolonial Belanda (1821-1942). Membuat kota Palembang ini disebut
sebagai kota air yang terletak diantara 2.52’ sampai 3.5 Lintang
Selatan 104.37 sampai 104.52’ Bujur Timur yang terdiri dari 14
kecamatan dan 103 kelurahan.152

Kota yang dikenal dengan keindahan sungai Musi ini memiliki


kearifan lokal yang dipengaruhi oleh faktor historis yang menjadikan
kota Palembang dikenal secara luas oleh masyarakat sebagai pusat
perdagangan bagi para pedagang Arab, Melayu, India dan Tiongkok.
Kondisi ini membuat masyarakat kota Palembang memiliki budaya
yang beragam sebagai hasil dari proses interaksi yang terjadi.153
Meninggalkan berbagai jenis-jenis peninggalan-peninggalan

149
Mahasiswi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
150
Peneliti Balai Arkeologi Sumsel
151
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
152
Endang Rochmiatun, Ulama Dan Perkembangan Lektur Islam Di Palembang
(Palembang: Noer Fikri Offset, 2014), hlm. 21.
153
Prima Amri dan Septiana Dwiputri Maharani, “Tradisi Ziarah Kubro Masyarakat
Kota Palembang Dalam Perspektif Hierarki Nilai Max Scheler,” Jurnal Filsafat 28, no. 2
(2018): hlm. 162.

151
bersejarah baik berupa artefak, karya seni aristektur, ataupun
bangunan-bangunan yang memiliki ciri khas kebudayaan Palembang,
antara lain tempat ibadah Masjid, seperti Masjid Agung Palembang,
Masjid Merogan, Masjid Suro, Benteng Kuto Besak, Beteng Kuto
Gawang, Rumah Limas, dan juga kompleks pemakaman raja-raja
Palembang.154 Berbagai jenis peninggalan-peninggalan sejarah inilah
yang menjadikan kota Palembang memilik bermacam-macam
destinasi wisata sejarah yang potensial seperti wisata alam, wisata
buatan, wisata kuliner, sosial, budaya, maupun wisata religi yang
tersebar luas dari sabang sampai marauke yang mana jika dikelola
dengan baik tentu dapat dijadikan sebagai potensi untuk memajukan
kota Palembang.155

Wisata yang perlu dikembangkan saat ini salah satunya adalah


wisata religi atau disebut juga dengan wisata makam. Wisata religi
atau disebut dengan wisata makam adalah wisata yang dikaitkan
dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat.
Wisata Religi ini banyak dilakukan secara rombongan ke tempat-
tempat suci seperti, makam orang besar, pemimpin atau tokoh yang
diagungkan serta dianggap keramat. Kedatangan para penziarah
biasanya nadzar atau kepentingan khusus dan didorong oleh motif
mengunjungi tempat bersejarah atau tradisi mengunjungi makam
tokoh yang dianggap berperan penting.156 Adapun salah satu wisata

154
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam-Sejarah
Dan Warisan Budayanya (Jember University Press, 2016), hlm. 111.
155
Yanuarita Sari, “Perkembangan Pariwisata Ziarah Di Makam Asta Tinggi
Sumenep Dari Tahun 2006-2016,” Avatara, e-Jurnal Pendidikan Sejarah 6, no. 4 (2018): hlm.
2.
156
Na’imatul Faidah, Skripsi: Strategi Promosi Wista Religi Di Kabupaten
Wonosobo (Studi Diskriptif Kualitatif Tentang Strategi Promosi Wisata Religi Di Kabupaten
Wonosobo) (Yogyakarta, 2017), hlm. 23.

152
religi makam yang ada di Palembang yaitu, makam Kawah Tekurep
yang terletak di Kelurahan 3 Ilir Kecamatan Ilir II Kota Palembang.

Makam Kawah Tekurep ini merupakan salah satu tempat


peristirahatan para raja atau sultan di kesultanan Palembang. Di dalam
kompleks pemakaman Kawah Tekurep ini ada empat bangunan
cungkup makam yaitu kompleks makam Sultan Badaruddin I,
kompleks makam Pangeran Kamuk, kompleks makam Ahamd
Najamuddin, dan kompleks makam Bahauddin.157 Pada saat penelitian
ini dilakukan, peneliti menjumpai para penziarah yang menziarahi
makam-makam para sultan di Makam Kompleks Kawah Tekurep.
Diantaranya pada bagian kompleks makam Sultan Mahmud
Badaruddin I dan kompleks makam Ahmad Najamuddin. Di makam
Sultan Mahmud Badaruddin I dan makam Ahmad Najamuddin ini
ramai dengan pengunjung yang datang berziarah baik pada hari
Jum’at, hari Minggu, ataupun memasuki bulan suci Rahmadan dan
saat acara ziarah kubra. Kedatangan para peziarah ini membuktikan
bahwa Kompleks Pemakaman Kawah Tekurep sudah menjadi tujuan
wisata sejarah. Hanya saja, sarana dan prasarana yang tersedia di
Kawah Tekurep ini belum mendukung kenyamanan pengunjung.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan tulisan-tulisan terdahulu yang


berkaitan dengan topik penelitian yang akan diteliti oleh penulis.
Dalam penelitian ini penulis telah menemukan berbagai macam
penelitian yang berkaitan dengan makam Kawah Tekurep, tetapi tidak
ada yang spesifik membahas tentang wisata religi pada kompleks

157
Dekdikbud, Esiklopedia Nasional Indonesia Jilid VIII (Jakarta: PT Cipta Abadi
Pustaka, 1992), hlm. 315-352.

153
makam Kawah Tekurep. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang
membahas Kawah Tekurep sebagai berikut:

Penelitian pertama skripsi yang berjudul “Ornamen bangunan


cungkup I pada kompleks Makam Kawah Tengkurep” oleh Arip
Muhtiar, Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Raden Fatah Palembang. Skripsi ini membahas
tentang deskripsi bentuk fisik bangunan dan ornamen pada cungkup I
di makam Kawah Tekurep.

Penelitian kedua, Jurnal Sejarah dan Budaya yang berjudul


“Ziarah Kubra Di Palembang: Antara Kesadaran Religi Dan Potensi
Ekonomi” oleh Firdaus Marbun. Jurnal ini membahas tentang ziarah
kubra dengan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan berziarah
di Palembang.

Penelitian ketiga, Jurnal Arkeologi Siddhayatra yang berjudul


“Bangunan Fasilitas Ziarah Kubur di Makam-makam Kesultanan
Kutai Kartanegara Kalimantan Timur” oleh Mujib. Jurnal ini
membahas tentang ziarah kubur dan bangunan fasilitas ziarah kubur.

Berdasarkan tinjauan dari berbagai penelitian tersebut, peneliti


ingin menjelaskan tentang kompleks Makam Kawah Tekurep sebagai
salah satu destinasi wisata religi, dengan membahas fasilitas ziarah
kubur dan aktifitas yang dilakukan oleh para penziarah, sehingga
penelitian ini dapat menjadi sarana penunjang bagi para wisatawan
agar dapat berkunjung di Makam Kawah Tekurep.

C. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


jenis metode kualitatif yaitu sebuah penelitian yang menghasilkan data

154
kemudian dikumpulkan yang umumunya berbentuk kata-kata,
gambar-gambar dan kebanyakan bukan angka karena angka sifatnya
sebagai penunjang.158 Metode penelitian ini terdiri dari beberapa
tahapan penelitian yaitu observasi, pengelolahan dan penafsiran data.
Tahapan observasi yaitu dengan mengumpulkan data dari hasil survei
kemudian data tersebut dikelola dengan cara menggabungkan data
sesuai dengan integration, dan dilakukan penafsiran data yaitu
penarikan kesimpulan dari data yang telah di analisis pada tahap
sebelumnya.

Tahapan penelitian observasi ini dengan mengumpulkan


sumber data primer dan sumber data sekuder. Sumber data primer
adalah data yang diperoleh dari hasi observasi di Kawah Tekurep
dengan survei secara langsung ke lokasi pemakaman Kawah Tekurep.
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber
bacaan atau pustaka dari buku, artikel, jurnal, arsip, skripsi dan lainnya
yang dapat dijadikan rujukan atau refrensi. Adapun objek dari
penelitian ini adalah aktifitas para wisatawan yang datang berkunjung
ke makam dan fasilitas yang ada di makam Kawah Tekurep. Dari data-
data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk diklasifikasikan dengan
menggunakan metode analisis deskriptif dari berbagai temuan yang
ada kemudian disusun secara sistematis dan akurat.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Islam dalam Ziarah


Ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu ziyarah yang berarti
“berkunjung” atau “kunjungan” yang biasanya kata ziarah dirangkai

158
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2018), hlm. 3.

155
dengan kata kubur atau makam, sehingga bermakna suatu kegiatan
atau aktivitas mengunjungi makam dari orang yang telah meninggal
dunia, baik semasa hidupnya telah dikenal maupun yang tidak dikenal.
Dalam melakukan wisata ziarah kubur ini diperbolehkan dalam agama
Islam karena termaksud juga ibadah sunnah yang banyak dilakukan
oleh masyarakat.159

Di dalam hadis dijelaskan bahwa ziarah kubur untuk


mengingat kematian. Salah satu hadis yang menganjurkan umat Islam
berziarah adalah hadis riwayat Ahmad, Muslim dan Ash-Hab as-Sunan
dari Abdullah bin Buraidah, yang artinya “ketika itu aku (Rasullulah)
melarang kalian untuk berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah,
karena itu dapat mengingkatkan kalian akan akhirat”. Dapat
disimpulkan oleh para ulama bahwa ziarah kubur itu dianjurkan atau
disunnahkan, sekaligus pada awalnya dilarang. Hadis tersebut bersifat
umum, artinya laki-laki dan perempuan diperbolehkan untuk ziarah
kubur. Dengan konsep ziarah ini hendaknya penziarah melakukan
ziarah kubur dengan cara mengucapkan salam kepada ahli kubur
seperti yang dianjurkan Rasullulah SAW, memandang ke arah
perkuburan, mendoakan yang dimakamkan, dan mengambil pelajaran
dan peringatan.160

Aktifitas Wisata Religi

Para penziarah yang datang ke makam biasanya melakukan


ritual yang umum dilakukan sesuai dengan ajaran agama Islam.

159
Endjat Djaenuderadjat, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid 5 (Jakarta,
2015), hlm. 175.
160
Mujib, “Bangunan Fasilitas Ziarah Kubur Di Makam-Makam Kesultanan Kutai
Kartanegara Kalimantan Timur (Komfirmasi Konsep Terhadap Data Arkeologi),” Jurnal
Siddhayatra Vol. 20, no. 1 (2015): hlm. 31.

156
Beberapa hal yang biasanya dilakukan para peziarah biasanya berupa
membaca doa-doa seperti, Surat Al-Fateha, Surat Al-Iklas, An-Nas,
Al-Falaq, Yasin kemudian dilanjutkan dengan tahlilan, dan
menaburkan bunga. Adapun tujuan dari doa-doa yang dipanjatkan
peziarah yaitu pertama, mengingatkan seorang hamba kepada kiamat
dan akhirat serta memberi gambaran berharga akan kehancuran dunia.
Kedua, mendoakan dan memohonkan ampunan kepada ahli kubur
yang berada di lingkungan makam. Ketiga, sebagai sembah bakti anak
kepada orang tua, baik yang masih meninggal maupun yang sudah
meninggal. Keempat, sebagai penghormatan dan penyanjungan
kepada orang yang diziarahi dan mengharap berkah kepada Allah.161

Tujuan pengunjung yang datang berziarah ke Makam Kawah


Tekurep ini bukan untuk meminta pada kuburan ataupun dalam hal
kesyirikan. Akan tetapi ada beberapa penziarah yang datang ke Makam
Kawah Tekurep ini dengan berbagai macam tujuan seperti ada enam
orang yang sempat peneliti wawancarai ketika mereka datang ke
Makam Kawah Tekurep, yaitu Menurut Arrahman salah satu
pengunjung yang berasal dari 32 Ilir Palembang, ia berziarah ke
Makam Kawah Tekurep dengan tujuan untuk memanjatkan do’a
kepada para sultan dan menaburkan bunga. Aktifitas seperti ini sebagai
bentuk penghormatan bagi para sultan yang telah berjuang dalam
penyebaran agama Islam di kota Palembang. Selain itu menurut Budi
Aswar, Aisyah Lutfia, dan Widia Ningsih, salah satu pengunjung dari
Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, ia berziarah ke Makam
Kawah Tekurep ini dengan tujuan untuk melakukan penelitian atau
studi lapangan di Makam Kawah Tekurep. Kemudian menurut Adelia

161
Firdaus Marbun, “Ziarah Kubra Di Palembang: Antara Kesadaran Religi Dan
Potensi Ekonomi,” Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya 3, no. 1 (2017): hlm. 639.

157
Putri dan Salsabila, salah satu pengunjung pelajar dari SMA N 10
Palembang, tujuan ia datang ke Makam Kawah Tekurep yaitu hanya
untuk melihat-lihat saja makam yang ada di Kawah Tekurep.
Selanjutnya menurut juru kunci pak Ichsan dan pak Rusli banyak
pengunjung berdatangan untuk berziarah di kompleks Makam Kawah
Tekurep pada hari Jum’at, hari Minggu dan setiap tahun di bulan
sya’ban dalam penanggalan Islam yang mana kota Palembang
mengelar kegiatan haul besar yang dinamakan Ziarah Kubra.162

Ziarah Kubra ini adalah suatu kegiatan yang diikuti oleh para
ulama dari seluruh Indonesia, baik di datang dari dalam kota
Palembang ataupun di luar kota Palembang. Pelaksanaan dari Ziarah
Kubra ini dilakukan setiap tahun di saat menjelang bulan puasa, yang
mana biasanya dilakukan seminggu menjelang bulan sya’ban. Pada
waktu pelaksanaan ziarah ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut
yang dilakukan pada hari Jum’at dan berakhir pada hari minggu.
Kegiatan Ziarah Kubra tersebut dilakukan dimana para penziarah
berkumpul untuk mendoakan para alim ulama dan para pejuang yang
telah berjasa dalam penyebaran agama Islam di kota Palembang yang
telah wafat yang kemudian di kebumikan di makam Kawah Tekurep.
Di luar kegiatan Ziarah Kubra, hari Jum’at dan hari Minggu, kondisi
Kawah Tekurep sepi pengunjung.163

Fasilitas Wisata Religi

Fasilitas menurut Spillane (1994) adalah sarana dan prasarana


sebagai pendukung dari objek wisata untuk kebutuhan dari wisatawan

162
Berdasarkan wawancara dengan Pak Ihsan dan Pak Rusli (Juru Kunci dan
Pengurus Makam) Pada Tanggal 18 September 2020. Jam 10.00 WIB.
163
Firdaus Marbun, “Ziarah Kubra Di Palembang: Antara Kesadaran Religi Dan
Potensi Ekonomi,” hlm. 647.

158
yang tidak hanya menikmati keindahan dari objek wisata alam saja
tetapi juga harus memiliki sarana dan prasarana wisata yang
menunjang perkembangan objek wisata tersebut. Menurut teori
Spillane, ada tiga bagian fasilitas dari wisata religi sebagai berikut:164

a. Fasilitas Utama, adalah sarana yang sangat dibutuhkan oleh


wisatawan selama pengunjung berada di suatu objek wisata seperti
fasilitas utama yang dikelola langsung pengelola makam yaitu,

1) Makam

Di makam Kawah Tekurep ini ada empat bangunan


cungkup. Bangunan cungkup I adalah bangunan makam yang
di dalamnya ada makam Sultan Mahmud Badaruddin I, ulama
dan para istrinya. Bangunan kedua adalah makam Pangeran
Ratu Kamuk Raden Belani, istri dan keluarganya. Bangunan
ketiga adalah Makam Sultan Ahmad Najamuddin I berserta
penasehat agama, istri dan keluarganya. Bangunan keempat
adalah Makam Sultan Muhammad Bahauddin berserta istri dan
keluarganya.165

Berdasarkan pengamatan salah satu objek wisata religi


yang paling sering dikunjungi para penziarah adalah pada
bangunan cungkup I yaitu Makam Sultan Mahmud Badaruddin
I. Beliau dikenal sebagai ulama dan waliyullah yang gagah
berani, tokoh pembangun dan seorang petualang yang
kompromistis sehingga menjadi salah satu tempat yang sering

164
Veni Basoja Khomuna dan Firdaus Yusrizal, “Pengelolaan Fasilitas Pada
Kawasan Wisata Ziarah Makam Syekh Abdurrahman Siddiq Di Sapat Kabupaten Indragiri
Hilir,” Jom Fisip 5, no. Edisi II Juli-Desember (2018): hlm. 8-11.
165
Andi Syariffuddin dan Hendra Zainuddin, 101 Ulama Sumsel: Riwayat Hidup
Dan Perjuanganya (Yogyakarta: Forum Ponpes Sumsel dan Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 11.

159
di kunjungi. Selain makam tersebut makam yang sering
dikunjungi adalah Makam Ratu Mas Ayu, Makam Sultan
Ahmad Najamuddin Adi Kusumo, Makam Sultan Muhammad
Bahauddin dan Imam Sayid Al Idrus yang merupakan guru
besar bagi Sultan Mahmud Badaruddin. Berikut ini adalah
salah contoh para penziarah yang datang berkunjung di makam
Kawah Tengkurep yaitu dari kalangan masyarakat, pelajar dan
mahasiswa.

Gambar 87. Para penziarah yaitu Masyarakat, Pelajar dan Mahasiswa


(Sumber Data: Dokumen Pribadi 18 September 2020)

2) Toilet/Wc

Toilet adalah tempat yang disediakan untuk para pengunjug


yang datang berziarah. Toilet ini ada di bagian pintu masuk
pemakaman di sebelah kiri. Meskipun kondisi dari toilet yang
ada di makam Kawah Tekurep ini kondisinya sangat

160
memperhatinkan karena dari segi kebersihan dan ketersedian
air di toilet hanya sedikit.

Gambar 88. Toilet/Wc


(Sumber data: Dokumen Pribadi 18 September 2020)

b. Fasilitas Pendukung, adalah sarana pelengkap dari fasilitas utama


agar para wisatawan yang berkunjung akan terasa lebih betah dan
nyaman di tempat objek wista tersebut. Adapun fasilitas
pendukung dari objek wisata religi di kompleks pemakaman
Kawah Tekurep yaitu,

1) Tempat Air

Pada bangunan cungkup I bagian depan di dekat samping


tangga ada tempat air untuk mencuci kaki atau berwudhu. Ini
sejenis tempayan atau gentong yang mana dahulu orang-orang
jika kita ingin masuk pada makam tersebut mencuci kaki
terlebih dahulu, karena dahulu orang-orang masih jarang
memakai alas kaki seperti sekarang.166

166
Muhtiar Arip, Skripsi : Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep (Palembang: Fakultas Adab dan Humaniora, 2018), hlm. 75.

161
Gambar 89. Tempat Air di Bangunan Cungkup I
(Sumber Data: Dokumen Pribadi 18 September 2020)

2) Buku tamu para penziarah

Disaat kita memasuki bangunan cungkup I terdapat fasilitas


yang disediakan seperti surat yasin dan buku tamu bagi para
penziarah yang datang berkunjung. Buku ini di digunakan
untuk mengetahui jumlah pengunjung yang datang ke makam
Kawah Tekurep seperti kebanyakan orang-orang yang datang
berziarah yaitu dari kalangan masyarakat, pelajar dan akademis
yaitu mahasiwa dan mahasiswi. Dengan tujuan dan aktifitas
yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan pengunjung.

Gambar 90. Buku Tamu Cungkup I

(Sumber data: Dokumen Pribadi 18 September 2020)

162
3) Hand Sanitiser dan Tempat Cuci Tangan

Hand Sanitiser dan Tempat Cuci Tangan ini adalah salah satu
fasilitas yang disediakan di Makam Kawah Tekurep untuk para
penziarah yang datang berkunjung. Disediakannya Hand
Sanitiser dan Tempat Cuci Tangan ini sebagai bentuk
pencegahan dari wabah virus Covid-19 yang terjadi di negeri
ini agar para pengunjung yang datang berziarah tetap selalu
mematuhi protokol kesehatan.

Gambar 91. Hand Sanitiser dan Tempat Cuci Tangan


(Sumber data: Dokumen Pribadi 18 September 2020).
c. Fasilitas Penunjang, adalah sarana sebagai pelengkap utama bagi
para wisatawan agar terpenuhi apapun kebutuhan ketika berada di
tempat objek wisata ini. Adapun fasilitas penunjang dari objek
wisata religi di Makam Kawah Tekurep sebagai berikut:

1) Juru Kunci Makam

Juru kunci atau disebut juga dengan kuncen yang memiliki


makna sebagai pemegang kunci adalah orang yang menjaga
makam atau juru kunci yang memiliki tanggung jawab untuk
memelihara dan menjaga keamanan makam dengan melayani
para penziarah mulai dari pintu, dan mengucapkan doa tertentu.
Orang yang menjadi juru kunci adalah laki-laki dan memiliki

163
wawasan atau ilmu tentang sejarah dan tempat yang ia jaga,
karena juru kunci itu berkerja di kuburan atau tempat
keramat.167 Adapun juru kunci makam Kawah Tengkurep ini
adalah pak Ichsan sedangkan penjaga makam yaitu pak Rusli.

2) Tempat pos satpam

Tempat pos satpam adalah suatu tempat bagi penjaga makam


yang berfungsi sebagai tempat pos bagi penjaga dan tempat
istirahat serta berkumpulnya penjaga makam yang ada di
Kompleks Pemakaman Kawah Tekurep. Ketika penelitian ini
dilakukan peneliti melihat ada satu orang penjaga makam
Kawah Tengkurep yaitu pak Rusli. Menurut pak Rusli sebagai
penjaga makam beliau menjaga makam biasanya dari pagi
sampai sore hari mulai pukul 7.00-17.00 WIB.168

Gambar 92. Tempat pos satpam


(Sumber data: Dokumen Pribadi 18 September 2020)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan fasilitas yang perlu
penambahan dan perbaikan agar pengunjung merasa lebih nyaman datang
ke Makam Kawah Tekurep ini diantaranya sebagai berikut:

167
Harjito, “Juru Kunci: Kontradiksi Dalam Tiga Cerita Pendek,” Alayasastra 14,
no. 1 (2018): hlm. 7.
168
Berdasarkan wawancara dengan Pak Rusli (Pengurus Makam) Pada Tanggal 18
September 2020. Jam 10.00 WIB.

164
a) Tempat peristirahatan bagi pengunjung yang datang berziarah.

b) Tempat ibadah yaitu masjid atau mushola untuk menunaikan salat


bagi para penziarah yang seharusnya ada di makam Kawah
Tekurep.

c) Penambahan tempat sampah yang perlu di perbanyak karena


tempat sampah berguna sebagai fasilitas yang ada di setiap objek
wisata agar selalu terlihat bersih lingkungnya. Dengan berbagai
macam bentuk ukuran kotak sampah, baik sampah organik ataupun
non organik.

E. KESIMPULAN

Makam Kawah Tekurep adalah makam yanng teretak di


Kelurahan 3 Ilir Kecamatan Ilir II Palembang. Makam tersebut adalah
tempat peristirahatan terakhir bagi para sultan dalam penyebaran
agama Islam di Kota Palembang. Para penziarah datang berkunjung ke
Makam Kawah Tekurep memiliki tujuan yang bermacam-macam
seperti ada yang ingin mendoakan para sultan, melakukan penelitian
atau studi lapangan dan ada juga yang ingin melihat-lihat saja makam.
Pada saat penelitian ini dilakukan, peneliti menjumpai para penziarah
yang ada pada bagian kompleks makam Sultan Mahmud Badaruddin I
dan kompleks makam Ahmad Najamuddin. Pengunjung ramai datang
berziarah baik pada hari Jum’at, hari Minggu, ataupun memasuki
bulan suci Rahmadan dan saat acara ziarah kubra. Kedatangan para
peziarah ini membuktikan bahwa Kompleks Pemakaman Kawah
Tekurep sudah menjadi tujuan wisata sejarah. Hanya saja sarana dan
prasarana yang tersedia di Kawah Tekurep ini belum mendukung
kenyamanan pengunjung sehingga perlu adanya penambahan sarana
dan prasarana untuk kelancaran ziarah agar pengunjung merasa lebih

165
nyaman yaitu, fasilitas masjid atau mushola untuk menunaikan salat
bagi para penziarah, tempat peristirahatan, dan tempat kotak sampah.

F. DAFTAR PUSTAKA

Dekdikbud. Esiklopedia Nasional Indonesia Jilid VIII. Jakarta: PT


Cipta Abadi Pustaka, 1992.

Djaenuderadjat, Endjat. Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid 5.


Jakarta, 2015.

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Depok: PT


RajaGrafindo Persada, 2018.

Faidah, Na’imatul. Skripsi: Strategi Promosi Wista Religi Di


Kabupaten Wonosobo (Studi Diskriptif Kualitatif Tentang
Strategi Promosi Wisata Religi Di Kabupaten Wonosobo).
Yogyakarta, 2017.

Harjito. “Juru Kunci: Kontradiksi Dalam Tiga Cerita Pendek.”


Alayasastra 14, no. 1 (2018).

Marbun, Firdaus. “Ziarah Kubra Di Palembang: Antara Kesadaran


Religi Dan Potensi Ekonomi.” Jurnal Penelitian Sejarah Dan
Budaya 3, no. 1 (2017).

Mujib. “Bangunan Fasilitas Ziarah Kubur Di Makam-Makam


Kesultanan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur (Komfirmasi
Konsep Terhadap Data Arkeologi).” Jurnal Siddhayatra Vol. 20,
no. 1 (2015).

Muhtiar, Arip. Skripsi : Ornamen Bangunan Cungkup I Pada


Kompleks Makam Kawah Tekurep. Palembang: Fakultas Adab
dan Humaniora, 2018.

166
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi. Kesultanan Palembang
Darussalam-Sejarah Dan Warisan Budayanya. Jember
University Press, 2016.

Prima Amri dan Septiana Dwiputri Maharani. “Tradisi Ziarah Kubro


Masyarakat Kota Palembang Dalam Perspektif Hierarki Nilai
Max Scheler.” Jurnal Filsafat 28, no. 2 (2018).

Rochmiatun, Endang. Ulama Dan Perkembangan Lektur Islam Di


Palembang. Palembang: Noer Fikri Offset, 2014.

Sari, Yanuarita. “Perkembangan Pariwisata Ziarah Di Makam Asta


Tinggi Sumenep Dari Tahun 2006-2016.” Avatara, e-Jurnal
Pendidikan Sejarah 6, no. 4 (2018).

Syarifuddin, Andi dan Hendra Zainuddin. 101 Ulama Sumsel: Riwayat


Hidup Dan Perjuanganya. Yogyakarta: Forum Ponpes Sumsel
dan Ar-Ruzz Media, 2013

Yusrizal, Veni Basoja Khomuna dan Firdaus. “Pengelolaan Fasilitas


Pada Kawasan Wisata Ziarah Makam Syekh Abdurrahman Siddiq
Di Sapat Kabupaten Indragiri Hilir.” Jom Fisip 5, no. Edisi II Juli-
Desember (2018).

Berdasarkan wawancara dengan Pak Ihsan dan Pak Rusli (Juru Kunci
dan Pengurus Makam) Pada Tanggal 18 September 2020. Jam
10.00 WIB.

Berdasarkan wawancara dengan Pak Rusli (Pengurus Makam) Pada


Tanggal 18 September 2020. Jam 10.00 WIB.

167
168
BIODATA PENULIS

Aldy Hidayat Pratama, lahir


di Jakarta, pada tanggal 04 Juli 1999.
Dalam riwayat pendidikannya ia
menempuh di SD Negeri 200
Palembang. SMP Negeri 29
Palembang, dan ia alumni SMA
Negeri 14 Palembang. Saat ini, ia
sedang menempuh pendidikan di Jurusan Sejarah Peradaban Islam
(SPI), Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN)
Raden Palembang.

Melihat tantangan kedepan bahwa berkuliah atau menempuh


pendidikan saja tidak cukup, sedari dulu ia merintis jiwa
kepemimpinannya dan pengalamannya selama belajar di masa sekolah
nya di organisasi sekolah yaitu OSIS, Rohis, Futsal, dan Silat. Pada masa
itu ia pernah di amanahkan sebagai anggota seksi bidang Keagamaan
OSIS dan juga di amanahkan menjadi Sekretaris Umum Rohis pada
masa sekolah dan pernah juara lomba Nasyid tingkat Sekolah
Palembang dan lomba membaca puisi tingkat sekolah. Setelah
memasuki dunia perkuliahan, dan demi memahami ilmu keislaman
kembali, ia mendaftar dirinya untuk ikut organisasi kampus yaitu
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Refah, dan juga mengikuti beberapa
organisasi lainnya seperti Koperasi Mahasiswa (KOPMA), Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Yayasan Dhuafa Mulia,
Forum Lingkar Pena (FLP) UIN Raden Fatah, dan Komunitas Pecinta
Sejarah (PESE). Ada dua organisasi kampus yang ia mendapatkan

169
amanah, yaitu organsiasi Forum Lingkar Pena (FLP) UIN Raden Fatah,
ia di amanahkan menjadi Ketua Forum Lingkar Pena masa periode
2019-2020, dan organisasi Komunitas Pecinta Sejarah (PESE), ia di
amanahkan menjadi Ketua Tim Desain Grafis pada masa periode 2019-
2020. Selama berkuliah dan mengikuti organisasi, ia telah menciptakan
karya bersama dengan Mahasiswa Prodi SPI dan Komunitas Pecinta
Sejarah, yaitu buku Islam dan Budaya Lokal di Sumsel dan Antologi
Sastra: Merajut Karya di Masa Pandemi Covid-19. Untuk berkenalan
lebih dekat dan lebih lanjut dalam bersilaturahmi di media sosialnya.
Instagram: @aldy_hidayat1413. Facebook: Aldy Hidayat. Dan Gmail:
aldihp16@gmail.com

170
Annisa Meidonia lahir di
Palembang pada tanggal 12 Mei
1999, merupakan anak pertama dari 3
bersaudara. Annisa adalah keturunan
Sunda langsung dari ayahnya yang
berasal dari Sunda. Ia memiliki hobi
traveling, membaca, menulis,
menonton film dan mendengarkan lagu. Di umur 4 tahun ia sekolah mengaji
di TK/TPA Al-Qur’an Fajar Siddiq tak jauh dari tempat tinggalnya di Jl.
Syakyakirti Kec. Gandus. Lanjut bersekolah di sekolah SD Negeri 165
Palembang. Saat usianya 11 tahun ia telah diwisudah di TK/TPA yang
berlangsung di Gedung Academic Center IAIN Raden Fatah Palembang. Usia
genap 12 tahun ia masuk SMP Negeri 05 Palembang. Semester pertama
sekolahnya ia mewakili TKTPA di tingkat Nasional dari cabang lomba
Puitisasi Al-Qur’an mewakili Sumatera Selatan dan mewakili kecamatan di
tingkat Kota pada cabang lomba cerdas cermat dalam program lomba FASI
(Festival Anak Sholeh Indonesia).

Diumurnya yang memasuki 13 tahun Annisa telah menjadi seorang


guru mengaji di TPA tempat ia mengaji. Annisa melanjutkan sekolah
menengah atas (SMA) di SMA Negeri 12 Palembang. Saat SMA ia masuk ke
jurusan IPS di Kelas 10 dan Jurusan IPA dikelas 11. Berbagai macam jenis
lomba pernah ia ikuti seperti MTQ, Pramuka, olimpiade matematika dan
olimpiade MIPA, cerdas cermat, pidato, musikalisasi puisi, alat musik, cipta
puisi, pantun, mading, artikel, fashion show dan lain-lain. Rupanya tak hanya
SMA. Pada tahun 2017 Annisa Masuk di UIN Raden Fatah Palembang di
jurusan Sejarah Peradaban Islam. Berbagai macam organisasi yang pernah ia
ikuti adalah OSIS, Pramuka, Rohis, Karate, Sanggar Tari, Sanggar Seni,
komunitas Pecinta Sejarah dll.

171
M. Rizky Arjuni. Lahir di
Palembang, pada tanggal 29 Juni 1999. Ia
merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, ia biasa dipanggil Rizky, Kiki,
dan Abang Cici. Ia memiliki hobi traveling,
berenang, dan mengoleksi barang antik.
Dalam perjalanan pendidikannya ia
sekolah di SD Negeri 02 OKU, SMP
Negeri 02 OKU, dan Alumni SMA 04 OKU. Pada saat ini, Ia Sedang
menempuh Pendidikan di Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang.

Melihat tantangan kedepan bahwa kuliah saja pendidikan saja tidak


cukup, sedari dulu ia merintis jiwa kepemimpinannya dan pengalamannya
selama belajar di organisasi sekolah yaitu OSIS, Rohis, Badminton, dan
Basket. Pada Masa itu ia pernah di amanahkan sebagai ketua divisi
dokumentasi dalam organisasi Rohis. Ketika memasuki dunia perkuliahan ia
mengikuti sebuah organisasi intra kampus Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) dan mengikuti komunitas Pecinta Aksara Ulu Sumsel.

172
Budi Aswar lahir di Banyuasin
tepatnya di Desa Sri Menanti Kecamatan
Tanjung Lago, ia lahir pada Jumat 17
Oktober 1998 dan ia adalah anak ke VI dari
VII bersaudara. Budi adalah panggilannya
sehari-hari. Hobinya ialah membaca buku,
bermain sepak bola.

Budi aswar adalah salah satu


mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang tepatnya di Fakultas Adab dan
Humaniora di jurusan Sejarah Peradaban Islam. Ia adalah alumni SD N 15
Tanjung Lago (2006-2011), SMP N 1 Tanjung Lago (2011-2014) dan SMA N
1 Tanjung Lago (2014-2017). Di Sekolah Menengah Atas ia adalah alumni
IPA walaupun pada awalnya ia merasakan jurusan IPS pada kelas X. Riwayat
dalam organisasi saya pernah menjadi Ketua Osis pada Sekolah Menengah
Pertama dalam II periode tepatnya di 2012-2014. Pada jenjang Sekolah
Menengah Atas ia menjadi Anggota Osis dalam bidang Keagamaan di 2015
dan pada tahun selanjunya menjadi ketua bidang keagamaan di 2016.
Kemudian pada jenjang perkuliahan ia menjadi Angota Ikatan Duta Budaya
Fakultas Adab dan Humaniora serta menjadi Ketua Rayon Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Adab dan Humaniora pada 2019-2020.

173
Akhmad Fikri Renaldi, Lahir di
Jakarta pada tanggal 23 Juli 1998.
Alumni Madrasah Aliyah Negeri 3 Bogor
Jawa Barat yang saat ini sedang
menempuh pendidikan S1 di Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang
pada Fakultas Adab dan Humaniora,
Jurusan Sejarah Peradaban Islam. Untuk
menghadapi tantangan kedepan bahwasannya menempuh pendidikan
saja tidaklah cukup, oleh karena itu saya belajar menambah wawasan
dan pengetahuan dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinannya selama
belajar di MAN 3 Bogor ia aktif dalam kegiatan pramuka. Ketika
memasuki dunia perkuliahan ia juga aktif di kegiatan Karang Taruna
Kelurahan 5 Ilir sebagai Kordinator Humas dan Organisasi Angkatan
Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) dari Partai Golkar Provinsi
Sumsel sebagai Anggota Biro Hankam dan Desa Tertinggal.

174
Aisyah Luthfie Naufal, lahir di
Palembang pada tanggal 18 Maret 2000.
Ia merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, ia biasa dipanggil Luthfie, Ais
atau Syah. Ia memiliki hobi traveling,
menonton film, memasak, mendengarkan
musik dan bermain alat musik terutama
keyboard. Ia menamatkan pendidikan di
Taman Kanak-kanak Islam Az-Zahrah pada tahun 2005, SD
Muhammadiyah 1 pada tahun 2011, Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Negeri 1 pada tahun 2014 dan SMA Negeri 12 pada tahun 2017,
sekarang ia sedang menempuh pendidikan S1 di jurusan Sejarah
Peradaban Islam, fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang.
Semasa sekolah Aisyah memiliki banyak pengalaman dengan
mengikuti organisasi-organisasi yang ada di sekolah maupun di luar
sekolah, pada masa MTs/SMP ia mengikuti organisasi Drumband,
semasa SMA ia pernah mengikuti organisasi Rohis dan di luar sekolah
mengikuti Pramuka di bawah pembinaan Kepolisian RI. Ketika mulai
memasuki dunia perkuliahan ia mengikuti sebuah komunitas yang
telah di kenal masyarakat yaitu Komunitas Pecinta Sejarah (PESE) dan
di luar kampus mengikuti komunitas Pecinta Aksara Ulu Sumsel.

175
Ari Gunawan, lahir di Desa Talang Ubi
Kecamatan Megang Sakti, Kabupaten Musi Rawas,
pada tanggal 01 September 1995. Ia merupakan
Anak ke dua dari 3 bersaudara, ia juga biasa
dipanggil Ari, ia juga memiliki hobi Treveling,
bermain bola kaki. Dan saat ini sedang menempuh
Pendidikan S1 di Universitas Islam Negri Raden
Fatah Palembang Fakultas Adab dan Humaniora
Jurusan Sejarah Peradaban Islam. Untuk
menghadapi tantangan kedepan menempuh pendidikan saja tidaklah cukup,
oleh karena itu ia juga menambah Wawasan dan Pengetahuan dalam
menumbuhkan jiwa kepemimpinannya selama belajar di SMK Miftahul
Ulum. Riwayat dalam Organisasi saya pernah menjadi Wakil Ketua OSIS dan
Pramuka di Sekolah Menengah Kejuruan dan ia juga pernah mejadi sekertaris
OSIM di Pon-Pes Miftahul Ulum. Kemudian pada jenjang perkuliahan ia
menjadi Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Musi Rawas UIN Raden Fatah
(IKAMURA UIN RF) 2019-2020, Wakil Ketua Rayon Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) Adab dan Humaniora 2019-2020. Dan Kemudian di
Masyarakat ia menjabat sebagai Ketua Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pencak
Silat Nahdatul Ulama’ Pagar Nusa (PAC IPSNU PN) Kecamatan Megang
Sakti Masa Khidmah 2020-2025.

176
Widia Ningsih, lahir di Desa
Tugumulyo, Kecamatan Lempuing,
Kabupaten OKI, pada 01 Maret 2000. Ia
adalah anak keempat dari empat
bersaudara. Kedua orang tuanya bekerja
sebagai seorang petani, sebagai anak dari
seorang petani ia selalu ingin mencoba
membahagiakan kedua orang tuanya melalui semangatnya dalam belajar. Ia
menempuh pendidikanya di MI Miftahul Huda Tugumulyo, lalu melanjutkan
di MTS Islamiyah Bumi Agung dan di SMA Negeri 1 Lempuing Jaya. Semasa
sekolah dari pendidikan dasar sampai pendidikan atas ia mengikuti kegiatan
tari disekolahnya, ia selalu tampil di setiap acara disekolah. Di masa di SMA,
ia mendapatkan sebuah pretasi juara ke II siswa Terbaik di SMA Negeri 1
Lempuing Jaya pada tahun 2017.

Baginya pendidikan adalah yang utama, saat ini ia sedangkan


melanjutkan pendidikanya di sebuah Universitas Islam Negeri di Palembang
tepatnya di UIN Raden Fatah, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah
Peradaban Islam. Melalui hobinya membaca ia sangat tertarik pada sejarah
karena dengan belajar sejarah akan tahu kehidupan di seluruh dunia. Dari
ketertariknya di sejarah di masa kuliah ini ia mengikuti sebuah organisasi
Komunitas Pencita Sajarah (PESE).

177
Nama lengkapnya Suryo Arief
Wibowo, lahir di Palembang 8 Februari
1997. Dalam Riwayat pendidikannya, ia
menempuh di SD Negeri 2 Kedamaian
Bandar Lampung, lalu dilanjutkan
Pendidikan menengah pertama di SMP
Nusantara Bandar Lampung yang hanya sampai kelas 8, lalu ia melanjutkan
di MT’s Marfuah Palembang hingga lulus. Setelah menempuh Pendidikan
pertama ia melanjutkan pendidikan menengah atas di SMK Negeri Sumsel
Palembang. Pada tahun 2017, ia melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Raden
Fatah Palembang tepatnya di Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Melihat tantangan kedepan bahwa berkuliah dan menempuh pendidikan
saja tidak cukup, oleh karena itu ia merintis jiwa kepemimpinan dalam
organisasi intra sekolah (OSIS), di SMK Negeri Sumsel, di OSIS ia
diamanahkan menjadi anggota Divisi Kewarganegaraan dan Pancasila.
Setelah masuk kuliah demi memahami dan mengarungi ilmu keIslaman, pada
tahun 2017-2018 mendaftar dan menempa dirinya di organisasi Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) Refah, dan ia melanjutkan perjalanan organisasinya
di Badan Semi Otonom (BSO) Fakultas Adab dan Humaniora yang bernama
Komunitas Pecinta Sejarah (PESE), dan mendapatkan amanah pada tahun
2019 menjadi Wakil Ketua Komunitas Pecinta Sejarah dan pada tahun 2020,
lalu ia di amanahkan kembali menjadi Ketua Komunitas Pecinta Sejarah.
Selain pengalaman tersebut ia juga merupakan alumni KKN Nasional
3T di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2020 yang merupakan delegasi dari
UIN Raden Fatah Palembang dan juga ia merupakan perumus katolog
Museum Negeri Sriwijaya pada tahun 2019. mahasiswa berprestasi dibidang
karya ilmiah pada acara Pekan Kreatif Mahasiswa (PKM) yang
diselenggarakan oleh Fakultas Adab dan Humaniora pada tahun 2018, meraih

178
juara 3 dalam lomba artikel dan film pendek juara 2. Lalu meraih juara 2 dalam
lomba Film Pendek dalam kegiatan Refah Expo 2017 yang diselenggarakan
LDK Refah dan mendapatkan juara 1 lomba Rangking 1 dalam kegiatan Refah
Expo 2018 dan meraih beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) di UIN
Raden Fatah. Selain itu, ia memiliki karya bersama dengan Mahasiswa Prodi
SPI dan Komunitas Pecinta Sejarah, yaitu buku Islam dan Budaya Lokal di
Sumsel dan Antologi Sastra: Merajut Karya di Masa Pandemi Covid-19. Bagi
teman-teman yang ingin berkenalan lebih dekat dan bersilaturahmi di media
sosialnya: Facebook: Suryo Arief, Instagram: suryoarief97, dan Gmail:
suryoarief31@gmail.com

179
Holiza lahir di Palembang, pada tanggal
25 Juni 1999. Ia adalah anak ke enam dari tujuh
bersaudara. Nama panggilan sehari-harinya
adalah liza. Hobinya ialah berkebun dan
bermain voli. Ia alumni dari SD Negeri 27
Palembang pada tahun 2007-2012, SMP Negeri
22 Palembang pada tahun 2012-2014, dan
SMA Negeri 11 Palembang pada tahun 2014-2017. Saat ini, ia sedang
menempuh pendidikan di Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Melihat tantangan kedepan bahwa berkuliah atau menempuh
pendidikan saja tidak cukup, maka ia semasa sekolah pernah merintis jiwa
kepemimpinan dan pengalaman dengan mengikuti beberapa organisasi-
organisasi yang ada di sekolah yaitu pada tahun 2013-2014 semasa SMP ia
menjadi anggota OSIS dan juga ikut dalam organisasi Paduan Suara tingkat
SMP di Kota Palembang serta menjadi juara 3 dalam perlombaan tingkat SMP
bersama teman-teman. Kemudian semasa SMA pada tahun 2014-2016 ia juga
mengikuti organisasi yaitu Palang Merah Indonesia (PMR), Pramuka dan voli.
Selanjutnya ketika memasuki dunia perkuliahan dan demi memahami ilmu
keislaman pada tahun 2017-2018 saya mendaftarkan diri untuk ikut organisasi
yang ada di kampus yaitu Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Refah, dan
mengikuti juga sebuah komunitas yang ada di kampus yaitu Komunitas
Pecinta Sejarah (PESE).

180
LAMPIRAN

Dokumentasi Kegiatan PPL bersama Balai Arkeologi Sumsel

181

Anda mungkin juga menyukai