Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Hipotiroid kongenital (HK) adalah salah satu penyebab retardasi mental pada anak
yang dapat dicegah jika diketahui dan diterapi sejak dini. Hormon tiroid berperan dalam
perkembangan susunan saraf pusat. Banyak bayi yang dengan HK sporadik atau non
endemik memperlihatkan gejala klinis yang normal dan tidak terdeteksi dari pemeriksaan
fisik sehingga diagnosis sudah terlambat. Diketahui 95% HK tidak memperlihatkan tanda
dan gejala klinis yang khas saat lahir, dan durasi intervensi dini untuk mencegah retardasi
mental juga sangat singkat. Tanpa pengobatan, anak dengan HK akan mempunyai gejala
semakin berat dengan bertambahnya usia. Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan
HK adalah dengan deteksi dini dan pengobatan sebelum anak berusia 1 bulan dan
diharapkan mencapai keadaan euthyroid saat maksimal 3 bulan. Apabila diagnosis HK
tegak setelah usia 3 bulan maka penurunan IQ akan menjadi sangat bermakna dan tentu
prognosisnya menjadi lebih buruk terutama dalam perkembangan sistem neurologis.1,2
Beberapa program penelitian di Amerika melaporkan insiden tertinggi HK adalah
di Asia, penduduk asli Amerika, keturunan Hispanik dan insiden yang sedikit terjadi pada
keturunan kulit hitam Amerika.3
Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (neonatal screening) adalah tes yang
dilakukan pada saat bayi berusia 2-6 hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan
kongenital dari bayi yang sehat dengan cara mengambil spesimen darah kapiler dari
permukaan lateral kaki bayi dan diteteskan pada kertas saring khusus untuk mendapatkan
kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone). Gejala yang muncul pada HK antara lain:
lidah menjadi besar (makroglosi), suara serak, hipotoni, hernia umbilikalis, konstipasi,
perut buncit, tangan dan kaki teraba dingin, dan disertai miksedema. Jika gejala klinis
telah muncul maka dapat dipastikan retardasi mental telah terjadi.3,4
Pada tahun 1972 Fisher DA dkk, memulai program skrining HK di Amerika Utara,
dari hasil skrining 1.046.362 bayi, yang dapat diselamatkan 277 bayi dengan HK, kelainan
primer sebanyak 246 (1:4.254 kelahiran) dan 10 bayi dengan hipotiroid sentral (1:68.200
kelahiran), dari pemantauan menunjukkan dengan pengobatan memadai sebelum usia 1
bulan, anak-anak tersebut tumbuh normal. Melihat keberhasilan tersebut, program skrining
HK pada bayi baru lahir menyebar ke seluruh dunia terutama di negara maju seperti

1
Jepang, Hongkong, Korea dan Taiwan, juga sebagian besar negara ASEAN seperti
Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam, sudah
melakukan skrining bayi baru lahir (SBBL) sebagai program nasional.2,3
Di Indonesia dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran 2% berarti
ada 4 juta bayi dilahirkan setiap tahunnya dan setiap tahun di Indonesia diperkirakan lahir
1143 bayi dengan HK. Setiap tahun hanya ditemukan 4 dari 1143 penderita hipotiroid
yang diperkirakan lahir. Penderita yang tak ditemukan sebanyak 1139 bayi setiap
tahunnya hampir dapat dipastikan menderita “cacat fisik” dan mental sepanjang hidupnya
sehingga akan beban keluarga dan negara.1,5
Berdasarkan Permenkes Nomor 78 Tahun 2014 tentang skrining HK, pemerintah
mengadakan program skrining hipotiroid di 11 provinsi Indonesia yakni, Sumetera Barat,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Aceh, Kalimantan Timur, dan
Lampung. Program skrining dibuat berdasarkan landasan hukum dan standarisasi
labratorium, dengan program skrining ini merupakan bentuk salah satu upaya untuk
mendapatkan generasi yang lebih baik dan untuk mencegah kecacatan yaitu melalui
intervensi dini, pemantauan, dan konsultasi. Cukup banyak negara berkembang yang
belum menyelenggarakan uji saring HK karena pertimbangan besarnya dana yang
dibutuhkan.5
Tujuan dari Sari Pustaka ini adalah memberikan gambaran tentang HK sporadik
dan skriningnya pada bayi baru lahir mengingat skrining merupakan cara untuk mencegah
terjadinya hambatan pertumbuhan dan retardasi mental.

2
BAB II

HIPOTIROID KONGENITAL

Hipotiroid adalah kondisi berkurangnya produksi hormon tiroid. Hipotiroid dapat


menyebabkan kretinisme. Ada 2 jenis bentuk kretin yaitu kretin endemik dan kretin
sporadik. Walaupun sepintas sama, tapi 2 macam bentuk ini berbeda. Dalam kamus bahasa
Indonesia, kretin endemik adalah gangguan yang ditandai dengan keterbelakang mental
irreversible dan terlambatnya laju pertumbuhan dikarenakan defisiensi hormon tiroid berat
selama periode prenatal dan postnatal (<3 tahun).3-7
Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1997,
gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di
Indonesia. Angka prevalensi GAKI di Indonesia saat itu relatif tinggi, tahun 1994
diperkirakan 42 juta penduduk memiliki risiko kekurangan iodium. Kekurangan iodium
inilah yang disebut kretin endemik atau cebol. Setelah dilakukan penanggulangan GAKI
dengan iodinisasi (pemenuhan konsumsi garam beriodium) membuat prevalensi GAKI
menjadi menurun.7
Sedangkan yang dimaksud dengan kretin sporadik atau lebih dikenal sebagai HK
adalah kelainan yang disebabkan kelenjar tiroid janin yang gagal dalam memproduksi
hormon tiroid yang cukup karena berbagai macam sebab. Prevalensi HK adalah 1:2500
kelahiran.8

2.1. Definisi
Hipotiroid kongenital (HK) didefiniskan sebagai defisiensi hormon tiroid yang
terjadi saat lahir. Keadaan ini sering disebabkan oleh gangguan perkembangan kelenjar
tiroid (disgenesis) atau gangguan dari biosintesis (dishormogensis).8

2.2. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Tiroid


2.2.1. Embriologi
Kelenjar tiriod mulai berkembang saat usia kehamilan 24 hari dan berkembang dari
endoderm pada garis tengah usus depan dan mulai terlihat pada janin berukuran 3,4-4 cm,
yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring
antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya

3
melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglossus yang
berawal dari foramen sekum di basis lidah pada usia kehamilan 20 hari dan bermigrasi ke
leher sekitar usia 7 minggu. Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada
keadaan tertentu masih menetap dan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang
letaknya abnormal, seperti persisten duktus tiroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual,
sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tiroid substernal.9-11
Hormon troid diproduksi janin sejak usia kehamilan 12 minggu, dan secara
fungsional kelenjar tiroid sudah mulai mandiri. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu dan dapat dideteksi dalam sirkulasi janin
pada usia 11-12 minggu. Aksi umpan balik hypothalamus-hipofisis-tiroid mulai terjadi
pada trimester kedua kehamilan. Kebutuhan hormon tiroid pada masa janin di trimester
pertama kehamilan masih dipenuhi dari transfer transplasental. Bayi yang lahir dengan HK
mempunyai kadar hormon tiroid sekitar 25-50% dari nilai normal yang berasal dari
maternal. Aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid setelah masa kehamilan 18-20 minggu, secara
fungsional sudah bebas dari pengaruh aksis maternal. Pada masa ini kadar tiroksin dalam
sirkulasi fetus sudah mencapai kadar normal.9-11
Pada bayi cukup bulan saat lahir sering terjadi TSH surge. TSH-surge merupakan
keadaan terjadi kenaikan kadar TSH yang mendadak sesudah bayi lahir, hal tersebut
disebabkan perubahan fisiologis akibat perubahan suhu lingkungan bayi menjadi lebih
dingin. Kadar TSH bisa meningkat sampai 80 mU/l dalam waktu 30 menit, dapat dilihat
pada gambar 2.1, lalu turun cepat pada 24 jam pertama, dan kemudian perlahan-lahan
turun hingga dibawah 10 mU/l di akhir minggu pertama. Kadar T4 juga meningkat pada
saat terjadi peningkatan TSH, lalu perlahan turun pada usia 4-6 minggu mencapai kadar
normal dewasa. Pada bayi prematur perubahan fisiologi ini juga terjadi tetapi lebih lambat
(sekitar 6 minggu). 9,8

4
Gambar 2.1. Perubahan hormon T4 dan TSH postnatal.
Sumber : Rose dkk.29

Pada bayi preterm, kadar TSH dan T4 meningkat cepat, tetapi tidak terlalu tinggi.
Bayi yang lahir dengan usia kehamilan lebih dari 30 minggu, setelah 6-8 minggu kadar T4
meningkat ke kadar yang sama dengan bayi aterm. Namun, pada bayi yang lahir kurang
dari 30 minggu dan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1500 gram), kenaikan
kadar TSH dan T4 terbatas bahkan seringkali T4 turun dalam minggu pertama sampai
kedua postnatal, seringkali terjadi hipotiroksinemia.12-14
2.2.2. Anatomi
Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian anterior berbentuk H atau U, dapat dilihat
pada gambar 2.2. Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus.
Lobus kanan dan kiri terletak disebelah trakea. Isthmus kelenjar tiroid terletak di anterior
trakea antara cincin trakea pertama dan ketiga. Bagian superior kelenjar tiroid berada
setinggi kartilago tiroid dan bagian inferiornya setinggi cincin trakea kelima atau keenam.
Terkadang dijumpai lobus tambahan di garis median yang memanjang dari isthmus, lobus
ini diberi nama piramidalis.18,19
Otot sternokleidomastoideus terletak di anterolateral dari kelenjar tiroid, sedangkan
region karotis terletak di posterolateral. Bagian posteromedial dari kelenjar tiroid adalah
sulkus trakeosfageal yang berisi nervus laryngeal rekuren, nervus laryngeal, nodus
limfatikus paratrakeal, dan kelenjar paratiroid.19
Kelenjar tiroid dibungkus oleh fasia viseralis yang kemudian memadat membentuk
ligamentum berry yang memfiksasi kelenjar tiroid pada trakea dan laring. Hal ini membuat
kelenjar tiroid bergerak bersama laring saat kita menelan. Kelenjar tiroid terutama

5
divaskularisasi oleh sepasang arteri tiroidalis superior dan arteri tiroidalis inferior. Aliran
vena kelenjar ini melalui vena tiroidalis superior dan media, yang mengalir pada vena
jugularis interna dan vena tiroidalis inferior. Aliran limfe pada kelenjar ini kompleks dan
bersifat multidireksional. Inervasi kelenjar tiroid berasal dari nervus vagus dan pleksus
simpatis servikalis.20

Gambar 2.2. Anatomi kelenjar tiroid.


Sumber: Loevner LA.20
Tiroid janin dapat dinilai dengan ultrasonografi (USG) transvaginal sejak usia
kehamilan 14 minggu dan USG transabdominal sejak usia 18 minggu. Pada penelitian
yang dilakukan Oleh Ozguner dkk, terdapat 200 bayi abortus spontan yang diteliti dari
tahun 1996-2010 di Turki, menjelaskan bahwa berat kelenjar tiroid akan bertambah sesuai
dengan bertambahnya usia kehamilan, diterangkan pada tabel 2.1.15-16
Tabel 2.1. Berat tiroid janin (rata-rata ± SD)
Month N Weight (g)
5 9 0.09 ± 0.05
6 11 0.26 ± 0.11
7 10 0.42 ± 0.16
8 7 0.80 ± 0.08
9 7 1.17 ± 0.32
10 16 2.45 ± 0.87
Sumber : Ozguner G dkk.16
Berat kelenjar tiroid postnatal bertambah secara bertahap sekitar 1 gram pertahun
sampai usia 15 tahun, dan ukuran dewasa mencapai 15-20 gram. Penelitian ini juga
mengatakan bahwa jika terdapat kelainan perkembangan kelenjar tiroid dapat
menyebabkan gangguan fungsi klinis kelenjar tiroid. Sehingga diharapkan dengan
monitoring kelenjar tiroid selama masa intrauterine dapat mendeteksi diagnosis lebih awal
dan dapat segera mendapatkan terapi, ini dapat dilihat pada tabel 2.2.16,17

6
Tabel 2.2. Dimensi dan total lebar transversal tiroid janin
Length (mm) Width (mm) Thickness (mm)
Total transverse
Trimester N
width (mm)
Right Left Right Left Right Left

1 18 3.47 ± 0.54 3.42 ± 0.56 1.69 ± 0.28 1.65 ± 0.39 1.65 ± 0.39 1.37 ± 0.26 1.37 ± 0.26

2 97 7.48 ± 1.74 7.19 ± 1.57 3.25 ± 0.82 3.15 ± 0.69 2.94 ± 0.7 2.84 ± 0.69 2.84 ± 0.69

3 59 13.66 ± 2.05 13.24 ± 2.21 5.75 ± 0.85 5.39 ± 0.72 5.33 ± 0.80 4.96 ± 0.84 4.96 ± 0.84

Full Term 26 21.34 ± 3.0 21.00 ± 3.00 9.23 ± 1.70 8.26 ± 1.34 9.25 ± 2.3 8.55 ± 1.86 8.55 ± 1.86

Sumber : Ozguner G.16


2.2.3. Fisiologi
Bahan baku hormon tiroid adalah idoium nonorganik, zat ini akan diserap di
saluran cerna dan dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Ketika kadar hormon tiroid dalam darah
menurun, kelenjar hipofisis (pituitary) mengeluarkan TSH (dihasilkan lobus anterior
hipofisis) yang bekerja menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid
lebih banyak lagi. Dibawah pengaruh TSH inilah tiroid akan membentuk dan
mensekresikan tiroksin atau T4 yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu
triyodotironin atau T3, menaikkan kadar T3 dan T4 dalam darah menjadi normal kembali.
T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam
tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap
di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan
terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau
prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Kelenjar hipofisis
selanjutnya akan mendeteksi kadar hormon yang telah normal ini untuk kemudian
menurunkan produksi TSH dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus, dapat dilihat pada gambar
2.3.19,20,21
Proses yang dikenal sebagai negative feedback penting dalam proses pengeluaran
hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian
terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh.19

7
Gambar 2.3. Diagram sekresi hormon tiroid.
Sumber : Loevner dkk.20
Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu:19,21-23
a. Efek laju metabolisme
Hormon tiroid berperan dalam hampir seluruh proses metabolisme didalam
tubuh, sehingga jika ada defisiensi hormon tiroid maka laju metabolisme tubuh
akan turun. Defisiensi absolut hormon tiroid akan menurunkan laju metabolisme
basal sampai 30%. Pada metabolisme karbohidrat, tiroid bekerja dengan
merangsang ambilan glukosa oleh sel, peningkatan glikolisis, glukoneogenesis dan
peningkatan kecepatan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna. Pada metabolisme
lemak, tiroid juga bekerja dengan merangsang proses lipolisis dan pelepasan asam
lemak bebas. Kekurangan hormon tiroid akan mengubah keseimbangan
homeostasis glukosa akibat lambatnya penyerapan absorbsi glukosa di dalam
saluran cerna. Penderita hipotiroid juga mengalami penurunan nafsu makan,
namun beberapa pasien mengalami peningkatan berat badan akibat akumulasi
cairan.22-24
Hormon tiroid juga berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh melalui
penggunaan lemak cokelat. Saat seseorang kedinginan sekresi tiroksin akan
meningkat, sehingga pembentukan kalori bertambah, terjadi vasodilatasi perifer,
peningkatan cardiac output dan heart rate. Kekurangan hormon tiroid
menyebabkan jumlah lemak cokelat turun, tubuh akan melakukan vasokonstriksi di
seluruh jaringan kutaneus, dan akan terlihat sebagai mottling. Tetapi mekanisme
kompensasi ini tidak dapat mempertahankan suhu tubuh optimal, sehingga
penderita hipotiroid tetap akan cenderung hipotermia.4,7,19

8
b. Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
T4 dan T3 meningkatkan konsumsi oksigen hampir semua jaringan. Bila taraf
metabolisme naik, kebutuhan akan vitamin meningkat sehingga sindrom
kekurangan vitamin dapat muncul. Hormon tiroid diperlukan untuk konversi
karoten menjadi vitamin A. Hal ini dapat menyebabkan penimbunan karoten di
darah (karotenemia) pada penderita hipotiroid sehingga kulit penderita akan
berwarna kekuningan. Kekuningan karena karotenemia dapat dibedakan dengan
jaundice karena pada karotenemia sklera mata tidak kuning. 4,7,19
Kulit umumnya mengandung bermacam-macam protein yang berkombinasi
dengan polisakaride, asam hialuronat, dan asam sulfat kondroitin. Pada
hipotiroidisme, zat-zat tersebut berakumulasi dan merangsang terjadinya retensi air
sehingga menimbulkan kesan bengkak (myxedema). 4,7,19
c. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan reseptor sel β adrenergik pada jantung dan
otot skeletal, jaringan lemak, dan limfosit serta meningkatkan sensitivitas
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan
oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal. 4,7,19
d. Efek sistem kardiovaskuler
Pada hipotiroid terjadi kelainan kardiovaskular yang berhubungan dengan
pembesaran jantung akibat miksedematous dari miosit. Akibatnya, kontraktilitas
dari otot jantung berkurang sehingga terjadi perubahan indeks fungsi jantung.
Frekuensi denyut nadi dan stroke volume berkurang, cardiac output jantung dapat
turun sampai setengah nilai normal. Pada kasus yang berat bisa disertai dengan
efusi pericardial.22,25
Terdapat gambaran edema interstisial, pembengkakan serat otot, dan
hilangnya striae pada pemeriksaan histopatologis jantung penderita HK. Kantung
pericardial berisi cairan kaya protein dan mukopolisakarida.5,26
Pada pemeriksaan elektrokardiografi dijumpai sinus bradikardi, gelombang
QT memanjang, jika dengan efusi pericardial juga terdapat low voltage, blok atrio
dan interventrikular, incomplete atau complete right bundle branch block dan
atrial fibrilasi. Pada ekokardiografi terdapat dilatasi jantung, penurunan
kontraktilitas miokard, penebalan septum interventrikular dan dinding posterior

9
ventrikel kiri dengan deviasi pada gerakan katup mitral. Kelainan-kelainan ini
dapat membaik secara bertahap apabila diterapi dengan baik.5,26
Sekitar 3-7% bayi dengan hipotiroid kongenital bisa disertai dengan defek
septum atrium atau defek septum ventrikel. Kelainan ini akibat efek teratogenik
selama periode organogenesis.5,26
e. Efek sistem pertumbuhan
Peningkatan expresi IGF-I dan pertumbuhan tulang selama masa
prapubertas dan selama pubertas yang dimediasi melalui hormon tiroid dan
mekanisme GH-Dependent (growth hormone), dapat dilihat pada gambar 2.4.27

Gambar 2.4. Regulasi hormon tiroid pada pertumbuhan tulang.


Sumber : Kim HY dkk.27
f. Efek neuromuskular
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan sistem saraf pusat
mulai dari intrauterine sampai usia sekitar 2-3 tahun. Hormon tiroid ibu berperan
penting dalam perkembangan otak janin, karena janin baru bisa menghasilkan
hormon tiroid setelah usia 12-14 minggu. Gabungan hipotirokisinemia ibu dan
janin terbukti berhubungan dengan kerusakan sistem saraf pusat janin yang
ireversibel.17,26
Gangguan proses pematangan susunan saraf pusat terjadi karena
pertumbuhan dan absorbsi sel-sel saraf terlambat, terjadi perlambatan laju
vaskularisasi dan mielinisasi, yang berakibat terjadi retardasi mental dengan atau
tanpa gangguan pendengaran. Pertumbuhan dan diferensiasi tercepat otak setelah
lahir terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan, sehingga pemberian terapi hormon
pengganti tiroid yang diberikan segera setelah lahir akan memperkecil resiko
kerusakan otak permanen. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa hanya dengan

10
penggantian hormon tiroid dini mungkin tidak sepenuhnya mengurangi efek yang
merugikan pada perkembangan kognitif, sehingga dianjurkan pada tahap awal
tiroksin diberikan dengan dosis yang sedikit lebih tinggi.23,27
g. Efek gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus. Pada hipertiroid dapat
menimbulkan peningkatan motilitas dan terjadi diare. Sedangkan pada keadaan
hipotiroid adanya perlambatan transit usus serta konstipasi.2,3
h. Efek hematopoetik
Hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, yang bisa mempengaruhi
ginjal untuk meningkatkan eritropoetin dan menstimulasi eritropoesis. Jika terjadi
defisiensi hormon tiroid akan berakibat anemia. Menurut beberapa ahli, ada empat
mekanisme yang mungkin berhubungan dengan kejadian anemia pada penderita
hipotiroid, yaitu gangguan metabolisme hemoglobin, defisiensi besi akibat
meningkatnya kehilangan besi, penyerapan asam folat atau besi didalam usus yang
kurang baik, dan anemia pernisiosa dengan defisiensi vitamin B12.25,28
i. Efek pada otot rangka
Pada hampir semua pasien hipertiroid terjadi kelemahan otot (miopati
tirotoksik). Bila hipertiroid berat dan lama, miopatinya dapat berat juga. Miopati
ini mungkin disebabkan karena meningkatnya katabolisme protein. Hipotiroidisme
juga menimbulkan kelemahan otot, kramp, dan kekakuan otot.22,27
j. Efek metabolisme kolesterol
Hormon tiroid menurunkan kadar kolesterol darah. Menurunnya kadar
kolesterol darah disebabkan karena pembentukan reseptor LDL di hati yang
meningkatkan pengambilan kolesterol oleh hati dari darah. 22,29
k. Efek pada endokrin
Pada hipotiroidisme bisa terjadi gangguan sekresi Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH) dan steroidogenesis. Pada wanita hipotiroidisme dikaitkan
dengan ketidateraturan menstruasi, anovulasi dan infertilitas. Pada pria
hipotiroidisme berhubungan dengan kelainan fungsi gonad. Deteksi dini dan
intervensi dini hipotiroid pada bayi dan anak-anak memungkinkan tercapainya
proses pubertas sekaligus pertumbuhan yang normal. Terapi penggantian hormon
bisa mengembalikan fungsi reproduksi pada pasien-pasien dengan gangguan
pubertas akibat hiporiroid. 13,28

11
2.3. Etiologi dan Patofisiologi
2.3.1. Etiologi
Hipotiroid kongenital sporadik dibagi menjadi hipotiroid primer dan sekunder.
Primer terbagi lagi menjadi disgensis (permanen), dishormogenesis, dan transien.
Hipotiroid disgenesis terbagi lagi mejadi tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan
struktur kelenjar (displasia, hypoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik). Etiologi
tersering HK adalah disgenesi kelenjar tiroid, yaitu sekitar 80% kasus, dapat dilihat pada
gambar 2.5.13,28

HIPOTIROID
KONGENITAL
(SPORADIK)

Sporadik non-sporadik

defisiensi
primer sekunder
iodium

Dishormono
disgenesis transien
genesis

agenesis hipoplasia ektopik

Gambar 2.5. Klasifikasi hipotiroid kongenital.


Sumber : Supakul N dkk. 29

Kelainan yang terjadi di kelenjar tiroid disebut HK primer, dan jika terjadi di otak
(hipofisis atau hypothalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier. Kekurangan
hormon tiroid juga dapat bersifat sementara seperti pada keadaan defisiensi yodium, bayi
prematur maupun pengunaan obat antitiroid yang diminum ibu.9,10
Hipotiroid disgenesis yang terjadi secara sporadik, hanya 2-5% kasus disebabkan
oleh mutasi genetik yang dapat diindetifikasi. Dalam perkembangannya kelenjar tiroid
dipengaruhi terutama oleh faktor transkripsi atau gen PAX8, TTF1, TTF2, Pit 1 dan
FOXE 1, apabila terjadi mutasi pada gen tersebut, maka akan terjadi malformasi yang
berhubungan dengan disgenesis tiroid.21,28

12
Berikut adalah penyebab dari HK yang secara garis besar dibagi menjadi dua
kelompok yaitu HK permanen dan hipotiroid transien:3,7-11
1. Hipotiroid kongenital pemanen
a. Disgenesis tiroid
Sekitar 85-90% kasus HK non-endemik disebabkan oleh disgenesis tiroid .
Disgenesis tiroid adalah keadaan tidak adanya jaringan tiroid secara total
(agenesis), parsial (hipoplasia), atau gagalnya penurunan kelenjar tiroid
ketempatnya (ektopik). Agenesis unilateral atau hipoplasia umumnya belum
menganggu fungsi tiroid pada periode bayi. Wanita yang terkena dua kali lebih
banyak dibanding laki-laki. Faktor genetik yang dikaitkan dengan disgenesis tiroid,
antara lain mutasi TSH β subunit, reseptor TSH dan G subunit, dan adanya mutasi
pada pasangan “domain transcription” faktor PAX8 (berperan pada TPO dan
ekspresi gen).3,11
b. Inborn errors of thyroid hormogenesis
Sekitar 10-15% kasus HK mengalami penurunan sintesis T4 akibat inborn
errors of thyroid hormogenesis. Defek yang didapatkan antara lain: 1) kegagalan
mengkonsenterasikan yodium, 2) defek organisasi yodium akibat kelainan enzim
TPO atau pada H2O2 generating system, 3) defek pada sintesis transpor
tiroglobulin, 4) kelainan aktivitas iodotirosin deiodinase.3,7
Inborn errors of thyroid hormonogenesis dapat ditemui pada sindroma
Pendred. Sindroma ini diturunkan secara autosomal resesif akibat mutasi gen
tunggal dengan manifestasi klinis goiter dengan tuli sensorineural.3,7
c. Resistensi TSH
Resistensi hormon terjadi akibat berkurang atau tidak adanya respon end-
organ terhadap hormon biologis aktif. Hal ini dapat disebabkan oleh defek reseptor
atau post reseptor. Keadaan ini ditandai dengan kadar serum TSH tinggi, dan
serum hormon tiroid normal atau menurun, disertai kelenjar tiroid normal atau
hipoplastik. Manifestasi klinis tergantung derajat insensitifitas TSH, bisa
hipotiroidisme berat, atau kenaikan ringan TSH tanpa disertai tanda-tanda
hipotiroidisme.7
d. Penurunan sistensis atau sekresi TSH
Hipotiroidisme sentral disebabakan oleh kelainan pada hipofisis atau
hipotalamus. Angka kejadiannya rendah namun penting untuk diketahui karena

13
berhubungan dengan defisiensi hormon hipofisis yang lain, ditandai dengan
labiopalatoskizis, mikrophalus pada laki-laki dan hipoglikemia berkepanjangan.
Kelainan ini biasanya terdeteksi pada SBBL dengan pemeriksaan awal T4.4,6
e. Penurunan transport T4 seluler
Kelainan ini terjadi akibat mutasi pada gen monokarboksilat transporter 8
(MCT 8) pada kromosom Xq13.2. MCT8 merupakan fasilitator seluler aktif
transportasi hormon tiroid ke dalam sel. Ekspresi MCT8 penting, terutama pada
otak, jantung, plasenta, paru, ginjal, otot skeletal dan hepar.6
f. Resistensi hormon tiroid
Resistensi hormon tiroid ditandai dengan meningkatnya kadar fT4 dan fT3,
dengan kadar TSH sedikit meningkat atau normal. Manifestasi klinis biaanya
ditemukan goiter, gangguan belajar, keterlambatan pertumbuhan, dan sinus
takikardi. Skrining TSH pada bayi mungkin bisa mendeteksi kelainan ini lebih
awal, biasanya asimptomatik pada bayi yang terkena.3,6
2. Hipotiroid transien
a. Defisiensi yodium atau yodium yang berlebihan
Kelainan ini sering ditemui di daerah yang relatif defisiensi yodium. Bayi
prematur sangat beresiko mengalami hipotiroid transien, akibat kurangnya
simpanan yodium dalam kelenjar tiroid saat dalam kandungan, imaturitas kapasitas
hormonogenesis tiroid, aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid, serta kemampuan
mengkonversi T4 menjadi T3.3,7,11
Selain keadaan diatas, janin dan bayi baru lahir juga rentan terhadap supresi
tiroid akibat pemberian yodium baik melalui ibu maupun langsung terhadap bayi.
Hal ini terjadi karena ketidakmampuan bayi untuk menekan ambilan yodium tiroid
dala merespon kelebihan yodium sebelum usia kehamilan 36 minggu. Sumber-
sumber yodium berlebih termasuk obat-obatan (kalium iodida, amiodarone), bahan
kontras radiologi (untuk pyelogram intravena, kolesistogram oral atau
amniofetografi), dan larutan antiseptik (yodium povidon) yang digunakan untuk
pembersih kulit atau vagina.3,7
b. Ibu dengan terapi obat antitiroid
Hipotiroidisme transien dapat terjadi pada bayi yang ibunya mengonsumsi
obat-obatan antitiroid (PTU atau metimasol, atau karbimasol). Beberapa bayi
ternyata peka terhadap efek obat antitiroid, walaupun dosis yang digunakan ibu

14
sesuai dengan pedoman yang dianjurkan. Manifestasi klinis dapat berupa
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan.
Hipotiroidisme dan goiter akan sembuh secara spontan dengan hilangnya obat dari
sirkulasi bayi. Pemberian pengobatan biasanya tidak selalu diperlukan. 4,6
c. Antibodi reseptor tirotropin ibu
Reseptor TSH (TSHR) merupakan pasangan protein_G yang berbentuk
seperti jangkar di permukaan sel epitel tiroid. Hormon TSH disintesis dari sel
tirotrop hipofisis anterior yang berikatan dengan TSHR yang mengatur
pertumbuhan dan perkembangan kelenjar tiroid untuk mensintesis dan melepaskan
hormon tiroid. TSHR adalah autoantigen mayor pada penyakit Graves yang
targetnya adalah antigen spesifik sel T, autoantibodi ini akan merangsang kelenjar
atau memblok TSH endogen sehingga terjadi hipotiroidisme. Pada penyakit
Graves, antibody yang memblok reseptor TSH (TSH receptor stimulating Abs).
Antibodi ini ditransmisikan ke janin dan menyebabkan hipotiroidisme kongenotal
transien.4,7
Antibodi yang memblok reseptor TSH (TSH receptor blocking Abs)
didapatkan pada sebagian besar ibu penyakit Graves atau tiroiditis limfositik
kronik bentuk non goiter (miksedem primer) yang dalam terapi. Kelainan ini
seringkali dikacaukan dengan agenesis tiroid. Hipotiroidisme biasanya menghilang
dalam 3-4 bulan setelah antibody menghilang dari sirkulasi bayi.4,7
Tanda-tanda klinis dini dari HK tidak dapat dikenali dengan mudah dan pasti,
sehingga banyak negara telah menganjurkan dilakukan skrining hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Berikut merupakan klasifikasi etiologi HK, dapat dilihat pada tabel 2.3.7

15
Tabel 2.3. Klasifikasi dan Etiologi Hipotiroid Kongenital.
No Classification Etiology
1. Primary Hypothyroidism Thyroid dysgenesis: hypothyroidism due to a developmental anomaly
(Thyroid ectopia, athyreosis, hypoplasia, hemiagenesis)
Associated mutations: (these account for only 2% of thyroid
dysgenesis cases; 98% unknown)
TTF-2
NKX2.1
NKX2.5
PAX-9
Thyroid dyshormonogenesis: hypothyroidism due to impaired
hormone production
Associated mutations:
Sodium-iodide symporter defect
Thyroid peroxidase defects
Hydrogen peroxide generation defects (DUOX2,
DUOXA2 gene mutations)
Pendrin defect (Pendred syndrome)
Thyroglobulin defect
Iodotyrosine deiododinase defect (DEHAL1,
SECISBP2 gene mutations)
Resistance to TSH binding or signaling
Associated mutations:
TSH receptor defect
G-protein mutation: pseudohypoparathyroidism type 1a
2. Central hypothyroidism Isolated TSH deficiency (TSH b subunit gene mutation)
(syn: Secondary Thyrotropin-releasing hormone deficiency
hypothyroidism) Isolated, pituitary stalk interruption syndrome (PSIS),
hypothalamic lesion, e.g. hamartoma
Thyrotropin-releasing hormone resistance
TRH receptor gene mutation
Hypothyroidism due to deficient transcription factors involved in
pituitary development or function
HESX1, LHX3, LHX4, PIT1, PROP1 gene mutations
3. Peripheral hypothyroidism Resistance to thyroid hormone
Thyroid receptor b mutation
Abnormalities of thyroid hormone transport
Allan-Herndon-Dudley syndrome (monocarboxylase transporter
8 [MCT8] gene mutate
4. Syndromic hypothyroidism Pendred syndrome - (hypothyroidism- deafness - goiter) Pendrin
mutation
Bamforth-Lazarus syndrome - (hypothyroidism - cleft palate - spiky
hair) TTF-2 mutation
Ectodermal dysplasia - (hypohidrotic - hypothyroidism - ciliary
dyskinesia)
Hypothyroidism - (dysmorphism - postaxial polydactyly -
intellectual deficit)
Kocher - Deber - Semilange syndrome - (muscular
pseudohypertrophy- hypothyroidism)
Benign chorea - hypothyroidism
Choreoathetosis - (hypothyroidism - neonatal respiratory distress)
NKX2.1 /TTF-1 mutation
Obesity - colitis - (hypothyroidism - cardiac hypertrophy -
developmental delay)
5. Transient congenital Maternal intake of antithyroid drugs
hypothyroidism Transplacental passage of maternal TSH receptor blocking
antibodies
Maternal and neonatal iodine deficiency or excess
Heterozygous mutations of THOX2 or DUOXA2
Congenital hepatic hemangioma/hemangioendothelioma
Sumber : Rastogi MV dkk.7

16
2.3.2. Patofisiologi
Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut.21
a. Jalur 1
Agenesis atau aplasia tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan
sintesis dan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer
dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.21
b. Jalur 2
Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu kelenjar
tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan kebutuhan.
Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjar tiroid membesar (stadium
kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan peningkatan
kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini gagal, maka akan
terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa, peningkatan kadar
TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.21
c. Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan atau obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam jalur sintesis hormon tiroid disebut dishormogenesis yang mengakibatkan
sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan kadar TSH
tinggi, dengan atau tanpa struma tergantung pada penyebabnya.21
d. Jalur 4A
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan
hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH yang
sangat rendah atau tidak terukur. 21
e. Jalur 4B
Semua kelainan hipotalamus yang menyebabkan sekresi TSH ynag
menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa
struma.
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSH yang
tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3 dapat dengan atau

17
tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid sekunder dengan kadar TSH
yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan struma.15,30

2.4. Epidemiologi
Kejadian HK bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1:3000–4000 kelahiran
hidup. Perbedaan ini dipengaruhi juga oleh perbedaan etnis dan ras. Di Jepang
prevalensinya adalah 1:7.600, sedangkan untuk populasi kulit hitam jarang terjadi.
Prevalensi HK di Inggris menunjukkan kejadian yang tinggi pada anak-anak keturunan
Asia. Angka kejadian tinggi di Asia terjadi di India 1:1700 dan Bangladesh 1:2000,
sedangkan negara ASEAN Singapura 1:3000-3500, Malaysia 1:3026, Filipina 1:3460.
Angka kejadian lebih rendah terjadi di Korea 1:4300 dan Vietnam 1:5502. Berikut adalah
insiden HK di berbagai Negara, dapat dilihat pada pada tabel 2.4.9,24
Tabel 2.4. Insiden Hipotiroid Kongenital di Berbagai Negara.
Negara Periode Obyek Uji Kasus Temuan Angka Kejadian
Penelitian
Bangladesh 2000-September 12.341 6 1:2.042
2002
Cina 1982-2001 543.192 84 1:6.467
Indonesia 2000-September 15.824 6 1:3.469
(Bandung) 2002
Indonesia 2000-September 13.200 1 (overall)
(Jakarta) 2002
Korea 1991-1999 1.431.791 330 1:4.339
Malaysia 2000-September 319.807 36 1:3.029
2002
Mongolia 2000-September 3.785 3 1:3.057
2002
Pakistan 2000-September 2500 3 1:1.000
2002
Filipina 1996-Juni 2003 272.547 83 1:3.284
Thailand 1996-2001 1.425.025 430 1:3.314
Vietnam 2000-September 9.451 4 1:2.500
2002
Sumber : IAEA9
Di Negara Amerika tepatnya di Negara bagian New York menunjukkan insiden
HK yang bervariasi dari hasil program skrining selama 3 tahun. Berikut dapat dilihat pada
tabel 2.5.20

18
Tabel 2.5. Insiden hipotiroid kongenital di New York dari tahun 2000-2003.
Demographic Incidence
Overall 1:1681
Gender
Male 1:1763
Female 1:1601
Ethnicity
White 1:1815
Black 1:1902
Asian 1:1016
Hispanic 1:1559
Birth weight
< 1500 g 1:1396
1500 - 2500 g 1:851
> 2500 g 1:1843
Single vs. multiple births
Single 1:1765
Twin 1:876
Multiple 1:575
Mother’s age
< 20 years 1:1703
20-29 years 1:1608
30-39 years 1:1677
> 39 years 1:1328
Sumber : Rastogi MV dkk.7
Pada tahun 2007, angka bayi baru lahir dengan HK primer di New York
mengalami peningkatan selama 2 dekade terakhir yaitu dari 1:3378 menjadi 1:1414. Anak
dengan Sindrom Down memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita HK dibanding
anak normal.7
Indonesia dengan bantuan dari International Atomic Energy Agency (IAEA) telah
melakukan uji saring HK pada dua rumah sakit besar di Indonesia (RS. DR. Hasan Sadikin
atau RSHS dan RSCM). Selama tahun 2000-2005 telah dilakukan uji saring HK pada
55.647 bayi di RSHS dan 25.4999 bayi di RSCM, dengan angka insidens HK 1:3528
kelahiran. Hal ini menunjukkan ada lebih dari 70% HK didiagnosis pada usia lebih dari 1
tahun dengan keterbelakangan mental permanen. Hanya 2.3% yang didiagnosis pada usia
kurang dari 3 bulan.9,23

2.5. Tanda dan Gejala Klinis


Umumnya bayi baru lahir dengan HK yang terdeteksi pada program skrining
belum memperlihatkan gejala klinis yang khas (asimptomatik). Adapun gambaran HK
klasik yaitu suara tangis berat dan parau, lidah membesar, hiopoplasia hidung, mottling,
kulit kasar dan kering berbecak (cutis mammorata), hernia umbilikalis, reflek tendon

19
menurun dan terlambat mencapai perkembangan sesuai usia. Pada pemeriksaan neurologis
ditemukan hipotonia dengan refleks yang tertunda. Pada gambar 2.6 menunjukan
gambaran klinis penderita HK seperti ikterus, wajah bengkak, pelebaran fontanel lebih
dari 5 mm, pangkal hidung datar, pseduohypertelorisme, mulut yang terbuka menunjukan
makroglosia dan bradikardia.11,20

Gambar 2.6. Gambaran Klinis Hipotiroid Kongenital.


Sumber: Rastogi MV dkk.7
Pada usia berikutnya disamping pertumbuhan tinggi badan yang sangat terganggu
terdapat juga gangguan neurologik khususnya tanda-tanda disfungsi serebelar, misalnya
gangguan keseimbangan, tremor, disartri dan lainnya. Adapun prevalensi gejala hipotiroid
dapat dilihat pada tabel 2.6.6

20
Tabel 2.6. Prevalensi gejala Hipotiroid pada saat diagnosis.
Features listed Group 1 (n = 215) Group 2 (n = 232)
in questionnaire Initial T4 ≤ 30 Initial T4 > 30
nmol/L % nmol/L %
with feature with feature
Prolonged Jaundice 59 33**
Feeding Difficulty 35 16**
Lethargy 34 14**
Umbilical Hernia 32 18*
Macroglossia 25 12*
Constipation 18 10
Cold or mottled skin 18 10
Hypothermia 3 3
No symptoms 16 3**
Other clinical features 7 6
reported:
Abnormal cry
Edema 5 3
Hypothyroid appearance 6 2
Hypotonia 3 3
**p < 0.001, *p < 0.01.
Sumber : Ruchala dkk.6
Apabila HK tidak diobati akan timbul komplikasi yaitu gangguan tumbuh atau
short stature, gangguan intelektual (intellectual disability atau retardasi mental), gangguan
pendengeran dan dekompensasi kordis. Keterlambatan pemberian terapi setiap satu bulan
menurunkan IQ 1 poin.6,11
2.5.1. Indeks hipotiroid kongenital
Sistem indeks HK digunakan untuk daerah yang tidak memiliki fasilitas
laboratorium. Indeks ini diperkenalkan oleh Jean H. Duussaault pada tahun 1974 melalui
pilot study di Quebec. Bayi yang baru lahir dengan skor ≥ 4 dicurigai adanya HK,
sedangkan nilai < 2 adalah normal, tetapi tidak menyingkirkan kemungkinan HK. Jika skor
> 2 disarankan untuk memeriksa fT4 dan TSH. Indeks ini tidak dapat digunakan untuk
bayi lebih dari usai 6 bulan.1,22

21
Tabel 2.7. Neonatal Hypothyroid Index.
Clinical signs & symptoms Score
Feeding problems 1
Constipation 1
Lethargic 1
Hypotonia 1
Umbilical hernia (>0.5cm) 1
Macroglossia 1
Cutis marmorata 1
Dry skin 1.5
Large fonatanelle 1.5
Characteristic face 3
Total 13
Sumber : IDAI.1

2.6. Diagnosis
2.6.1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang biasanya rutin dilakukan untuk diagnosis HK adalah serum
TSH, T4 dan T4 bebas atau free thyroxine (fT4). T4 yang rendah dan kadar TSH yang
meningkat mengkonfirmasi diagnosis hipotiroid primer. Pada kasus hipotiroid kompensata
kadar T4 normal namun TSH tinggi. Kadar TSH juga bergantung dengan usia.
Pengukuran tiroglobulin (TG), TBG, dan tiroid antibody diperlukan untuk menentukan
penyebab HK.1,2,33

Gambar 2.7. Algoritma dugaan klinis hipotiroidime.


Sumber : Immanuel S.22
Pada gambar 2.7 pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon merupakan
hal yang sangat penting guna menegakan diagnosis. Kegagalan produksi hormon tiroid
menyebabkan penurunan kadar T4 serum, sedangkan penurunan kadar T3 baru terjadi
pada hipotiroidisme berat. Pada hipotiroidisme sentral, disamping kadar T4 serum rendah,
terdapat TSH yang rendah atau normal. Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder

22
dengan tersier diperlukan pemeriksaan TRH. Diagnosis hipotiroidisme dipastikan oleh
adanya peningkatan kadar TSH serum. Apabila kadar TSH meningkat tetapi kadar T4
normal, disebut hipotiroidisme subklinik. Biasanya peningkatan TSH pada hipotiroidisme
subklinik berkisar antara 5-10 mU/L sehingga disebut juga hipotiroidisme ringan. Kadar
T3 biasanya dalam batas normal, sehingga pemeriksaan kadar T3 serum tidak membantu
untuk menegakkan diagnosis hipotiroidisme. Pemeriksaan T3 dilakukan apabila secara
klinis diduga hipertiroid dengan kadar TSH rendah, tetapi T4 normal.17,22,23
2.6.2. Pencitraan tiroid
Pencintraan tiroid tidak diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis HK, namun
penting untuk mencari etiologi menentukan derajat keparahan penyakit, prognosis,
rencana terapi dan pemantauan. Pencintraan yang menjadi pilihan untuk mencari etiologi
HK adalah pemeriksaan skintigrafi tiroid dan ultrasonografi (USG) tiroid. Indikasi
tersering USG tiroid adalah HK, goiter, dan nodul tiroid. Pencintraan memberikan
gambaran yang maksimal tentang status anatomis kelenjar tiroid. Sensitifitas dan spesifitas
USG tiroid secara keseluruhan adalah 77% dan 92%.22,30
a. Pemeriksaan skintigrafi
Pemeriksaan skintigrafi tiroid memanfaatkan kemampuan jaringan tiroid
terhadap zat isotope radioaktif. Skintigrafi tiroid dapat memberikan gambaran
mengenai anatomi dan fungsi kelenjar tiroid. Isotop radioaktif yang dipergunakan
99m
adalah Tc-pertechnetate (99mTc) atau 123
I. Pemeriksaan ini baku emas untuk
menentukan etiologi dari HK dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien diberikan
terapi atau setidaknya pada saat TSH masih tinggi.30
Pada kasus aplasia kelenjar tiroid, kelainan reseptor TSH, atau adanya
defek ambilan, hasil skintigrafi menunjukkan tidak tampaknya bayangan kelenjar
tiroid akibat tidak adanya ambilan zat radioaktif. Jika pada hasil skintigrafi terlihat
kelenjar hipoplastik atau ektopik, hal ini menunjukkan bahwa kelenjar masih
mempunyai kemampan mensekresi hormon tiroid.30

b. Pemeriksaan USG tiroid


USG merupakan pemeriksaaan yang tidak invansif, murah, ketersediaanya
luas dan menimbulkan resiko radiasi. USG tiroid dapat menunjukkan lokasi,
bentuk kelenjar tiroid, dan membedakan sifat solid atau kistik pada nodul dan
merupakan metode yang akurat untuk membedakan disgenesis tiroid dengan

23
penyebab HK yang lain yang mempunyai ukuran dan bentuk kelenjar tiroid yang
normal, serta mengidentifikasi kelenjar tiroid yang membesar. Sensitifitas dan
spesifitas USG dalam membantu mengakkan etiologi HK adalah 77% dan 92%.
99m
Sensitifitas USG memang lebih rendah dibandingkan dengan Tc dalam
mendeteksi tiroid sublingual. Sensitivitas dan spesifitas USG dibandingkan dengan
99m
Tc dalam mendeteksi sublingual tiroid adalah 33-80% dan 100%.5,3,27
2.6.3. Penilaian usia tulang
Pada penderita HK yang tidak di tata laksana dengan baik akan ditemukan
maturasi tulang yang terlambat. Usia tulang atau bone age tidak sesuai dengan usia
kronologisnya.6
Dalam keadaan normal proses osifikasi dimulai dari bagian tengah kartilago
dan meluas ke perifer secara teratur. Pada hipotiroid, kalsifikasi menyebar dan
tidak teratur. Ini tampak pada gambaran radiologi sebagai bintik-bintik atau
osifikasi sentral yang terpecah-pecah. Pemeriksaan radiologi pada tangan dan
pergelangan tangan yang paling sering digunakan untuk penentuan usia tulang,
tidak bermanfaat pada periode neonatal. Pusat penulangan pertama timbul pada
bayi usia 3-4 bulan. Pada bayi paling baik melalui foto lutut dan kaki. Pusat
penulangan atau ossifikasi calcaneus dan talus sudah timbul pada usia kehamilan
26-28 minggu. Bagian distal femur timbul pada usia kehamilan 34-36 minggu.
Proksimal tibia pada kehamilan 35 minggu. Apabila epifise distal femur belum
timbul pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir lebih dari 3000 gram atau
epifise di bagian distal femur atau proksimal tibia pada bayi berat badan lahir 2500
gram, ini menandakan adanya defisiensi hormon tiroid intrauterine. Pada bayi baru
lahir pemeriksaan usia tulang dapat merefleksikan durasi dan derajat hipotiroid
kongenital dalam masa intrauterine. 6,18,29

2.7. Terapi dan Monitoring


2.7.1. Terapi
Hal terpenting dalam penanganan HK adalah diagnosis dini dan terapi substitusi
hormon tiroid. Masa paling optimal untuk diagnosis adalah sebelum usia 10-13 hari dan
tercapainya kadar hormon tiroid normal sebelum usia 3 minggu. Sodium levotiroksin (L-
T4) merupakan obat terbaik yang direkomendasikan untuk terapi HK. Dosis awal
levotiroksin adalah 10-15 mcg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 50 mcg/kgBB/hari, dan

24
dosis selanjutnya disesuaikan dengan hasil TSH dan T4 dengan dosis perkiraan sesuai usia
seperti dalam tabel 2.8. Biasanya kadar TSH akan menjadi normal saat 1 bulan pertama
setelah pengobatan, kemudian dosis levotiroxin mulai diturunkan jika bayi menunjukan
tanda-tanda pengobatan yang berlebihan.1,26,34
Tabel 2.8. Dosis Levotiroksin Pada Hipotiroid Kongenital.
Usia Dosis L-tiroksin (μg/kg)
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 4-6
6-12 tahun 3-5
> 12 tahun 2-4
Sumber : IDAI.1
Levotiroksin (L-T4) dipergunakan dalam sediaan tablet, bentuk suspensi tidak
dianjurkan karena meragukan dalam hal ketepatan dosis. Tablet harus dihancurkan dan
dicampur dengan beberapa milliliter air, susu formula, atau ASI untuk diberikan pada
bayi. Levotiroksin tidak boleh dicampur dengan susu kedelai ataupun formula yang
mengandung besi karena keduannya dapat mengikat T4 dan menghambat absorbsi. Waktu
paruh L-tiroksin lebih lama menghasilkan konsentrasi T4 plasma yang sangat stabil
sehingga apabila terjadi kealpaan dalam mengkonsumsi obat tidak menimbulkan efek
yang serius.12,26
Efek samping dapat terjadi akibat kelebihan atau kekurangan dosis terapi subtitusi
L-T4, umumnya minimal dan dengan penyesuaian dosis dapat teratasi. Efek samping lain
yang pernah dilaporkan antara lain perubahan nafsu makan, diare, cefalgia, penurunan
berat badan, rambut rontok, perubahan siklus haid, dan sulit tidur.12,25
2.7.2. Monitoring
Pemantauan keberhasilan terapi dilakukan dengan pemeriksaan T4 dan TSH secara
berkala. Pada masa permulaan kadar hormon sebaiknya diperiksa setiap minggu sampai
didapatkan hasil T4 dan TSH yang normal. Selanjutnya pemantauan T4 dan TSH
dilakukan minimal setiap 1-2 bulan pada tahun pertama, kemudian setiap 2-3 bulan pada
tahun 1-3 dan selanjutnya setiap 3-6 bulan.2,7
Kadar fT4, T4 dan TSH yang diperkirakan optimal pada pasien dengan HK adalah
dengan mempertahankan fT4 di batas atas nilai normal, yaitu 18-30 pmol/L (1,4 -2,3
μg/dl) kadar fT4 ini dipertahankan pada nilai diatas 1,7 μg/dl (75% dari kisaran nilai
mormal), nilai T4 serum 130-206 nmol/L (10-16 μg/dl) dan TSH antara 0,5-5 μU/mL.

25
Oleh karena itu, selama pengobatan perlu dilakukan monitoring kemungkinan timbulnya
gejala-gejala hipertiroid pada anak, seperti konsentrasi belajar yang turun, gangguan
perilaku, penutupan sutura dini, percepatan pertumbuhan dan maturasi skleteal dan
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering bila kepatuhan minum obat meragukan,
atau ada perubahan dosis (4 – 6 minggu setelah perubahan dosis).2,7,9
Pemantauan secara klinis meliputi pertumbuhan atau antropometri, perkembangan,
perilaku, fungsi mental dan kognitif, tes pendengeran dan penglihatan. Usia tulang serta
psikometrik perlu juga dilakukan. Diharapkan tercapainya tumbuh kembang yang paling
optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Usia tulang juga sebaiknya dipantau setiap
tahun karena pemeriksaan ini merupakan indeks yang cukup sensitif untuk mendeteksi
derajat hipotiroid. Perlambatan usia ulang tanpa disertai gejala klinis yang lain dapat
menjadi suatu indikator tidak adekuatnya terapi yang telah diberikan. Jika ditunjang
dengan fasilitas yang cukup, pemantauan psikometrik dapat dimulai pada saat pasien
berusia 12-18 bulan dan diulang setiap 2 tahun. Hasi tes ini dapat membantu menentukan
adanya gangguan intelektual dan gangguan neurologis. Dengan deteksi dini diharapkan
intervensi dapat dilakukan secara dini pula, agar perkembangan intelektual dan neurologis
dapat diupayakan seoptimal mungkin.2,8,9

2.8. Prognosis
HK adalah penyebab disabilitas intelektual tersering yang dapat dicegah.
Diperlukan tatalaksana yang tepat untuk mencegah terjadinya disabilitas ini. Tatalaksana
meliputi tepat diagnosis, terapi yang sesuai, dan pemantauan rutin terutama setahun
pertama kehidupan. Dulunya diagnosis HK tegak setelah muncul tanda dan gejala dan saat
itu uji saring HK belum menjadi kebijakan rutin. Banyak penelitian melaporkan tentang
hubungan terbalik antara usia saat terdiagnosis dengan status intelegensia (IQ). Sebuah
pemelitian di Pitsburgh Children’s Hospital menunjukkan bahwa apabila terapi hormon
tiroid dimulai usia ≤ 3 bulan makan rerata IQ adalah 89 (kisaran 64-107), jika terapi
dimulai lebih dari usia 6 bulan maka rerata IQ turun menjadi 54 (kisaran 25-80).14
Tujuan tatalaksana HK adalah menjamin pertumbuhan dan perkembangan
(neurodevelopment) seoptimal mungkin. SBBL dan pemberian terapi dalam 2 minggu,
akan memperlihatkan perkembangan kognitif yang normal. Untuk itu perlu
dipertimbangkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi hasil pengobatan yaitu
ketersediaan obat, berat ringannya HK, kepatuhan, sosioekonomi dan komorbiditas.

26
Pemantauan perkembangan meliputi fungsi kognitif termasuk defisit IQ, perilaku, daya
ingat dan perhatian dan sensorik motorik dan gangguan pendengaran.35,34
Selain defisit IQ, ditemukan 20% kasus tuli sensorineural pada HK yang masih
menjadi masalah dan memerlukan perhatian khusus. Sebagaian besar bayi HK mempuyai
sequel intelektual yang menetap bila keadaan hipotiroidisme berat “inutero”, ditemukan
pemeriksaan kadar T4 awal < 5 ug/dL dan maturasi tulang yang terlambat saat lahir. Dari
temuan ini disimpulkan bahwa defisit kognitif yang sangat berat kemungkinan akan
menetap.17,24
Hipotiroid juga dapat menyebabkan gangguan pubertas dan fertilitas. Beberapa
penderita menunjukkan pubertas dini dengan makro orchidsim pada laki-laki dan
pembesaran ovarium disertai kista multiple pada anak perempuan.12,23
Semua upaya untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal tidak mungkin
berhasil tanpa adanya kepatuhan dan evaluasi berkala. Edukasi setiap kunjungan perlu
untuk kepatuhan pasien.12

27
BAB III

SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL

Pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk mendeteksi hipotiroid primer,


dan sesuai dengan rekomendasi American Thyroid Association, pemeriksaan primer TSH
merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH sebagai tanda
yang cukup akurat digunakan untuk mendeteksi HK primer.13

3.1. Definisi
Istilah skrining sendiri merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris yaitu
screening, sedangkan dalam arti bahasa Indonesia adalah penapisan. Skrining atau
penapisan dalam istilah kesehatan adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan menggunakan
pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan
orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya menderita suatu kelainan.24
Skrining secara umum merupakan suatu bentuk layanan kesehatan masyarakat
yang dirancang untuk mengidentifikasi individu dalam populasi yang mungkin berisiko
lebih tinggi terhadap penyakit tertentu. Tes skrining dilakukan sebelum seorang individu
memiliki gejala yang dapat diamati, dan ini memungkinkan suatu kondisi yang sudah
teridentifikasi segera ditindak lanjutin. Skrining pada bayi baru lahir berbeda dengan
pemeriksaan diagnostik, diagnostik dipertimbangkan pada bayi yang mungkin memiliki
kondisi tertentu dan untuk memastikan keadaan yang sebenarnya. Skrining tidak hanya
sekedar pemeriksaan laboratorium tetapi merupakan suatu sistem dengan
mengintegrasikan proses atau prosedur kelompok maupun individu, yang terlibat dalam
skrining ini adalah manajemen puskesmas atau rumah sakit, penanggung jawab program,
petugas kesehatan, orangtua, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah. Sistem ini
juga memiliki komponen Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dalam pengambilan
pemeriksaan spesimen, tindak lanjut hasil skrining, diagnosis, tatalaksana, pemantauan
kasus, pengorganisasian, dan monitoring evaluasi program.22,24
Menurut salah satu organisasi kesehatan masyarakat di Amerika yang terlegalisasi,
Advisory Committee on Heritable Disorders in Newborns and Children (ACHDNC)
mempunyai standar SBBL yaitu dengan heel stick, blood sample, pulse oxymetri.

28
Pengambilan spesimen saat 24-48 jam setelah lahir. Ini dilakukan setiap semua bayi yang
baru lahir. Pada umumnya dasar dilakukan skrining adalah penyakit harus bagian dari
masalah kesehatan yang penting, ada pengobatan yang efektif, tersedianya fasilitas
kesehatan pengobatan dan diagnosis, mengetahui stadium prepatogenesis dan
pathogenesis, tes dapat diterima oleh masyarakat, ada landasan hukum dan biaya yang
seimbang.37

3.2. Latar Belakang


Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir (SBBL) merupakan
salah satu upaya mendapatkan generasi yang lebih baik. Di Indonesia diantara penyakit-
penyakit yang bisa dideteksi dengan SBBL salah satunya adalalah HK. Kunci keberhasilan
pengobatan anak dengan HK adalah dengan deteksi dini melalui pemeriksaan
laboratorium dan pengobatan sebelum anak berusia 1 bulan. HK sendiri sangat jarang
memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Pada kasus dengan keterlambatan
diagnosis dan pengobatan dini, anak akan mengalami keterbelakangan mental dengan
kemampuan IQ dibawah 70. Hal ini akan berdampak serius pada masalah sosial anak.
Anak tidak mampu beradaptasi di sekolah formal dan menimbulkan beban ganda bagi
keluarga. Bahkan negara akan mengalami kerugian akibat berkurangnya jumlah dan
kualitas sumber daya manusia (SDM). 8,11,12
Melihat keberhasilan SBBL, program ini menyebar ke seluruh dunia terutama di
negara maju. Jepang, Hongkong, Korea dan Taiwan, juga sebagian besar negara ASEAN
seperti Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam sudah
melakukan SBBL sebagai program nasional. Dalam Workshop on National Neonatal
Screening for Congenital Hypothyroidism pada bulan Mei 1999, disepakati konsensus
untuk mengembangkan program regional skrining HK.8
Skrining bayi baru lahir telah dimulai sekitar 40 tahun yang lalu saat
dikembangkan pemeriksaan skrining phenylketonuria (PKU) melalui media kertas filter
oleh Robert Guthrie. Pada tahun 1998, Health Resources and Services Administration
(HRSA), National Institutes of Health (NIH) dan Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) setuju memasukkannya pada program SBBL. Saat ini skrining HK
sudah menjadi keharusan di banyak negara. Di Indonesia, skrining HK saat ini belum
menjadi program nasional dan belum memiliki data kasus secara nasional. Data HK di
Indonesia baru dapat diperoleh dari RSUP Dr. Cipto Mangkusumo Jakarta dan RS Hasan

29
Sadikin Bandung. Kejadian HK tahun 2000 sampai dengan September 2014, dari 213.669
bayi baru lahir yang dilakukan skrining HK, didapatkan hasil positif sejumlah 85 bayi atau
1:2513. Jika angka kelahiran sebanyak 5 juta bayi per tahun, dengan kejadian 1:3000
kelahirana maka terdapat lebih dari 1600 bayi dengan HK per tahun yang akan
terakumulasi tiap tahunnya.8

3.3. Strategi Skrining


Ada 4 strategi skrining untuk mendeteksi HK.2,13,18,24
a. Pemeriksaan awal TSH yang diikuti dengan pemeriksaan T4 apabila kadar TSH
tinggi.
Pada pemeriksaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan
TSH, bila didapatkan kadar TSH tinggi maka diperiksa kadar T4. Program ini
umumnya digunakan di Eropa dan Jepang. Pada penelitian sebelumnya di Quebec
yang membandingkan pemeriksaan T4 dan TSH secara bersamaan, dari 93.000
bayi yang diskrining dengan pemeriksaan TSH, 2 kasus hipotiroid kongenital yang
didiagnosis salah dapat dideteksi dengan pemeriksaan pertama dengan T4. 2,18
Kelemahannya tidak dapat mendeteksi kelambatan kenaikan TSH (delayed
TSH elevation), defisiensi TBG, hipotiroid sentral, dan hipotiroksinemia. Keadaan
delayed TSH elevation sering dijumpai pada bayi baru lahir dengan berat rendah
(<2500 gram) dan sangat rendah (1500 gram). 2,18
b. Pemeriksaan awal T4 yang diikuti dengan pemeriksaan TSH apabila kadar T4
rendah.
Pada pemeriksaan ini langkah pertama adalah diambil tetesan darah untuk
pemeriksaan kadar T4, dan diikuti pemeriksan TSH bila kadar T4 rendah. Semua
bayi dengan kadar T4 rendah, dan kadar TSH lebih dari 40 mU/L harus
dipertimbangkan sebagai HK dan harus segera dilakukan tes konfirmasi.
Pemberian pengobatan tidak perlu menunggu hasil tes konfirmasi. Bila kadar TSH
meningkat namun kurang dari 40 mU/L, harus dilakukan pemeriksaan ulang
dengan spesimen baru. Sekitar 10% bayi dengan HK, didapatkan kadar TSH antara
20-40 mU/L. Jadi dengan pendekatan ini dapat mendeteksi bayi dengan
hipotitoidisme primer (T4 rendah atau normal rendah dan kadar TSH meningkat),
bayi dengan defsiensi TBG atau hipotiroidisme hipotalamus-hipofisis (T4 rendah
atau normal rendah dengan kadar TSH normal), dan juga dapat mengidentifikasi

30
bayi dengan hipertiroksemia. Pemeriksaan ini banyak digunakan di Amerika
Utara.2,24,25
c. Pemeriksaan TSH dan T4 yang dilakukan secara bersamaan.
Dalam beberapa tahun kedepan, metoda pemeriksaan T4 dan TSH secara simultan
dapat dilakukan. Metode ini merupakan program skrining yang paling ideal.
Dengan metoda ini diagnosis dapat cepat dibuat dalam waktu 48 jam tanpa
keterlambatan pengobatan.13,24
3.3.1. Waktu dan tempat pengambilan spesimen
Kecenderungan saat ini bayi dipulangkan lebih cepat sehingga menyulitkan
skrining. Oleh karena itu untuk ketepatan diagnosis HK, waktu pengambilan spesimen
yang direkomendasikan adalah antara hari ke 2-6. Pada bayi yang dipulangkan sebelum 48
jam, skrining harus dilakukan sebelum bayi dipulangkan. Apabila spesimen diambil dalam
24 jam, spesimen kedua harus diambil sebelum usia 2 minggu. Hal ini disebabkan masih
adanya hormon tiroid dari ibu yang ada disirkulasi darah dan ini dapat menutupi keadaan
bayi yang sebenarnya (kadar tiroid rendah). Pemulangan bayi segera setelah kelahiran
menyebabkan kesulitan tidak adanya cukup waktu menunggu hormon tiroid ibu
menghilang dari sirkulasi dan dapat menghasilkan nilai positif palsu pada
hipotiroidisme.3,7,9,22
Tempat pengambilan darah yang sesuai dengan Clinical and Laboratory Standards
Institute (CLSI) yang dianjurkan adalah bagian medial dan lateral tumit. Ketepatan hasil
skrining juga tergantung kualitas tetesan darah yang diambil. Spesimen darah
dikumpulkan pada formulir kertas filter dengan desain khusus yang mempunyai lingkaran
tertentu. Spesimen darah harus larut seluruhnya pada kertas spesimen dan diteteskan
hanya pada satu sisi. Tetesan hanya sekali mensaturasi kertas filter. Bila terjadi double
spotting akan didapatkan hasil yang invalid, dan bayi harus di tes ulang, Tetesan darah
tidak boleh terpegang, diletakkan pada tempat basah, atau terkontaminasi kopi, susu, atau
zat lain. Spesimen yang secara teknis tidak memenuhi syarat atau mengandung jumlah
spesimen yang tidak mencukupi sebaiknya tidak diperiksa.3,7,9,22
3.3.2. Metode pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang digunakan untuk skrining adalah radioimmunoassay
(RIA), immunoradiometricassay (IRMA), enzyme immunoassay (EIA),
chemiluminescence immunoassay (CIA) dan fluoroenzyme immunoassay (FEIA). Prinsip
pemeriksaan skrining TSH dengan immunoassay adalah menggunakan antibodi spesifik

31
yang dilekatkan pada fase padat, kemudian akan bereaksi dengan TSH dalam spesimen
yang dielusi dari kertas saring terlebih dahulu. Pengukuran dilakukan dengan penambahan
antibodi kedua yang telah diberi label atau pelacak sehingga terbentuklah kompleks
sandwich, dengan adanya label atau pelacak, maka kadar TSH dapat diukur. Pemeriksaan
SBBL seperti pemeriksaan immunoassay yang lain mungkin memberikan hasil yang
berbeda. Kemungkinan adanya hasil negatif palsu atau positif palsu tidak mudah
diketahui. Positif palsu terjadi karena darah diambil dalam usia 24 jam pertama,
sedangkan negatif palsu terjadi karena skrining yang dilakukan saat bayi sakit atau setelah
mendapatkan ransfusi serta terjadinya human error saat proses pengumpulan
spesimen.7,22,24

3.4. Nilai Rujukan dan Interprestasinya


Definisi yang diterima secara umum untuk hipotiroid primer adalah TSH > 20
mU/L (atau > 25 mU/L) pada lebih dari 1 spesimen, yang dikumpulkan selang minimal 24
jam. Perbedaan cut off point yang dipakai selama ini disebabkan perbedaan metode
pemeriksaan seperti dengan metode RIA dipakai cut off point 25 mU/L dan metode CIA
dipakai cut off point 20 mU/L.13,14,25
Nilai rujukan TSH dapat berbeda tergantung pada metoda pemeriksaan, subyek
populasi dan lain-lain. Oleh karena itu dianjurkan setiap laboratorium menentukan nilai
rujukannya masing-masing. Hal ini juga direkomendasikan untuk setiap laboratorium yang
melakukan SBBL menentukan cut off point skrining pemeriksaan TSH dan T4 pada bayi
baru lahir berdasarkan penelitian untuk menghindari kasus hipotiroid yang tidak terdeteksi
karena cut off point yang tidak tepat. Bayi baru lahir dengan kadar T4 rendah dan TSH >
40 mU/L disebutkan menderita hipotiroid primer, dan harus dilakukan pemeriksaan serum
konfirmasi untuk memastikan diagnosis. Terapi pengganti levothyroxine (L-T4) harus
diberikan setelah serum diambil dan sebelum hasil tes konfirmasi diterima. Untuk TSH
yang sedikit meningkat tetapi < 40 mU/L spesimen pada kertas saring harus diambil
kembali.13,17,25
Pada penelitian di Ontario, Kanada dari April 2006-Maret 2010 dalam program
Ontario Newborn Screening Program (ONSP) meneliti dari 444.744 bayi aterm yang
dilakukan skrining pertama sebelum 24 jam dengan tetesan darah kapiler menggunakan
kertas saring dengan metode analisis autoDELFIA didapatkan 541 bayi dengan nilai TSH
>17mIU/L, kemudian dilakukan kembali skrining yang kedua setelah 24 jam dengan cara

32
dan metode yang sama didapatkan 201 bayi dengan rentang TSH 17-19.9 mIU/L, 48 bayi
dikonfirmasi terlambat memiliki HK dengan nilai prediksi positif (PPV) 23.9% untuk
mereka yang menyaring pada kisaran ini. PPV meningkat menjadi 39% untuk hasil
skrining TSH 20-29.9mIU/L, 76.5% untuk skrining TSH 30-39.9% mIU/L, dan 97.2%
untuk skrining TSH ≥ 40 mIU/L. Penelitian ini menunjukkan bayi dengan peningkatan
TSH antara 30-39.9 mIU/L mempunyai resiko yang signifikan (24%) HK. Pengambilan
spesimen yang kedua setelah usia 24 jam memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
menjadi positif dengan peningkatan TSH skrining sederhana dalam kisaran 17-20 mIU/L,
ini merupakan sebuah temuan yang memiliki implikasi yang mungkin dapat meningkatkan
sensitivitas dan akurasi untuk mengidentifikasi kasus HK. Perlu analisis lebih lanjut untuk
kisaran nilai TSH antara 17-20 mIU/L menentukan apakah kelompok ini memiliki HK
sementara atau permanen, dapat dilihat pada tabel 3.1.13
Tabel 3.1 Nilai prediksi positif untuk HK ONSP di berbagai skrining - rentang TSH.
TSH Screen Positive
Screen Positives True Positives False Positives
Range (mIU/L) Predictive Value
17–19.9 201 48 153 24 %
20–29.9 129 50 79 39 %
30–39.9 34 26 8 76 %
Sumber : Saleh DS dkk.13
Salah satu penelitian di Amerika, tepatnya di negara bagian Utah, program skrining
HK pada tahun 2010-2016 dengan menggunakan cut off point 40-20mU/L, dari 359.432
bayi yang diskrining terdapat 130 bayi yang terdiagnosis, diantaranya 98 bayi terdiagnosis
pada skrining awal dan 25 bayi terdiagnosis pada skrining kedua. Beberapa program
skrining di Amerika, dilakukan 2 kali pengumpulan spesimen dalam 2 waktu yang
berbeda. Pengumpulan pertama dilakukan usia 48 jam sampai 4 hari, lalu yang kedua saat
usia 2 minggu. Program ini melaporkan bahwa 10% bayi yang terdiagnosis HK didapatkan
dari pengumpulan spesimen yang kedua. Prevalensi insiden HK yang didapatkan dari
skrining kedua adalah 1:30.000. Peningkatan TSH yang lambat sering terjadi pada bayi
berat lahir rendah (BBLR) dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sehingga deteksi
HK sendiri sering kali terlambat, dan kasus ini masih belum dipastikan apakah HK
transient (sementara), permanent (menetap), dan dishormogensis sampai tanda klinis
muncul. Bayi prematur harus dilakukan pemeriksaan skrining TSH pertama pada usia 7
hari karena hasil T4 mungkin sangat rendah pada bayi prematur.14

33
Beberapa program menganjurkan untuk dilaksanakan pemeriksaan serial TSH dan
fT4. Menurut standar alur skrining hipotiroid yang dikeluarkan oleh The UK Newborn
Screening Programme Centre (UKNSPC) dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Algoritma Skrining Hipotiroid Kongenital.


Sumber : Knowless RL.11
Hipertirotropinemia ditandai TSH meningkat, T4 normal. Penyebabnya dapat
sementara atau menetap. Keadaan ini masih merupakan kontroversi apakah bayi perlu
diterapi atau tidak, kebanyakan dokter akan menganggap TSH yang menetap lebih dari 10
mU/L (setelah usia 4 minggu) adalah abnormal dan perlu untuk dilakukan terapi. Namun
bila belum diterapi, harus dilakukan pemeriksaan TSH, T4, dan fT4 ulang pada usia 2
minggu dan bila keadaan menetap terapi perlu dilakukan. Pada bayi dengan peningkatan
TSH antara 6-10 mU/L juga masih kontroversi apakah perlu diterapi atau tidak, jika
diterapi maka harus dilakukan trial off therapy pada usia 3 tahun. Pada keadaan TSH
normal tetapi T4 rendah kemungkinan disebabkan imaturitas pada aksis kelenjar hipofisis-
hipothalamus dan insufisiensi kelenjar tiroid ataupun pemberian dosis tinggi
glukokortikoid, hal ini tidak terdapat konsensus yang jelas untuk melakukan follow up,
dapat dilihat pada gambar 3.2.5,12,35

34
35
Gambar 3.2. Skrining hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir.
Sumber : Rose dkk.35
Dikatakan HK permanent jika kadar TSH > 40 mU/L serum. Bayi dengan kadar
TSH <10 mU/L serum dikatakan skrining negatif HK, kadar TSH serum 10-19 mU/L
serum dikatakan borderline HK. Nilai serum TSH > 20 mU/L setelah 24 jam postnatal dan
> 10 mU/L setelah minggu pertama kelahiran menunjukkan gambaran hipotiroid primer.
Bayi dengan hipotiroid transient memiliki kadar TSH antara 20-40 mU/L dan kadar T4 <
6.5 mcg/dL.8,14,17
Bayi yang telah terdeteksi fungsi hormon tiroid yang abnormal melalui skrining
harus segera mendapatkan pemeriksaan konfirmasi hasil laboratorium tentang kadar fT4
dan TSH. Mengenai kadar TSH dan fT4 memiliki perbedaan kadar tergantung dari usia
bayi, dapat dilihat pada tabel 3.2.17
Tabel 3.2 Tabel kadar normal T4 dan TSH berdasarkan usia bayi.
Age Free T4 (pmol/L) Total T4 (nmol/L) TSH (Mu/L)
14 days 25-64 129-283 < 39
2-4 weeks 10-26 90-206 <10
Sumber : Jacob H dkk.17

3.5. Tahapan Skrining dengan Kertas Saring


Adapun tahapan-tahapan proses skrining HK dengan kertas saring berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014 sebagai
berikut:5,8
1. Persiapan skrining.
a. Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan
pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan skrining ini bagi masa depan
bayi. 5
b. Persetujuan (informed consent).5
c. Bila tindakan pengambilan darah pada ditolak, maka orangtua harus
menandatangani formulir penolakan.5
2. Pengambilan Spesimen.
a. Waktu pengambilan (timing).5
 Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika usia bayi 48 sampai
72 jam.5
 Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat
itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil (false
positive).5,18,22

36
b. Data demografi bayi.
 Isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu informasi, dapat
dilihat pada gambar 3.3.5,11
 Kelengkapan dan akuratan data pada kartu informasi sangat penting untuk
kecepatan tindak lanjut hasil tes bagi pasien.5,11
 Hindari pencemaran pada kertas saring, mengotori kertas saring atau merusak tetes
darah yang ada.5,11
3. Metode dan Tempat Pengambilan Darah
Metode Pengambilan Darah dari Tumit Bayi (heel prick). Alat yang harus
disiapkan yaitu : sarung tangan, lancet, kartu-kertas saring (kertas saring yang
diproduksi oleh Schleicher dan Schuell, Inc (S&S grade 903) atau Whatman 903,
kapas, alkohol 70%, kassa steril, dan rak pengering), dapat dilihat pada gambar
3.3.5,18

A. B C D E

A.
B.

(Isilah setiap lingkaran dengan satu bercak darah hingga menyerap/ tembus bagian belakang)

PROGRAM SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL

Rumah sakit :________________________/No.Rekmed________________________


Nama Ibu/Bayi : ___________________________________/suku _________________

Nama Ayah : ___________________________________/Suku__________________

Alamat :_________________________________________________________
__________________________________________________________

Telepon :__________________________________________________________

Dokter Penanggung Jawab:____________________________Tep/hp__________________

Kelahiran : Tunggal  Kembar 1 2 3

Usia kehamilan :  Prermatur: Ya  Tidak 

Jenis Kelamin : L P Berat badan :___________Gram

Jam Tgl Bln Th Darah diambil dari:

Lahir Tumit 

Spesimen Vena 

Gambar 3.4. Contoh kertas::saring yang sudah diselipkan pada kartu informasi yang berisi
Keterangan
data demografi bayi,Transfusi
dan ditetesi
Darah :
darahYapada
 Tglkedua bulatannya. Tidak 
…/…../ ….
Sumber : Permenkes RI.5
Ibu makan obat anti tiroid : Ya  Tidak 

Bayi dengan kelainan bawaan/ sindrom :Ya , sebutkan….. Tidak  37


Bayi sakit : Ya  Tidak 

Obat untuk bayi : Ya , sebutkan............ Tidak 


4
7
6
5

2
1
3

Gambar 3.4. Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen (1. Sarung tangan steril, 2.
Lancet, 3. Kartu kertas saring, 4. Kapas, 5. Alkohol 70%, 6. Kasa steril, 7. Rak pengering)
Sumber : Permenkes RI.5
4. Prosedur pengambilan spesimen darah
a. Cuci tangan menggunakan sabun dengan air bersih mengalir dan pakailah sarung
tangan.5,11
b. Hangatkan tumit.5,11
c. Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki lebih rendah dari kepala bayi.5,11
d. Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral atau medial tumit (daerah
berwarna merah) gambar 3.5.5,11

Gambar 3.5. Penentuan lokasi dan cara penusukan


Sumber : Knowless RL.11
e. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas alkohol 70%,
biarkan kering.5,11

38
f. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai ukuran 2 mm.5,11
g. Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan kain kasa steril.5,11
h. Lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes darah yang cukup besar.
Hindarkan gerakan memeras karena akan mengakibatkan hemolisis atau darah
tercampur cairan jaringan.5,11
i. Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan terisi
penuh dan tembus kedua sisi, dapat dilihat pada gambar 3.6. Hindarkan tetesan
darah yang berlapis-lapis (layering). Ulangi meneteskan darah ke atas bulatan
lain. Bila darah tidak cukup, lakukan tusukan di tempat terpisah dengan
menggunakan lanset baru.5,11
j. Tekan bekas tusukan dengan kasa atau kapas steril

Gambar 3.6. Contoh bercak darah yang baik.


Sumber : Permenkes RI.11
5. Metode Pengeringan Spesimen
a. Setelah mendapatkan spesimen letakkan di rak pengering dengan posisi horisontal
atau diletakkan di atas permukaan datar yang kering dan tidak menyerap (non
absorbent).5
b. Biarkan spesimen mengering.5
c. Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak pengering sebelum dikirim ke
laboratorium, dapat dilihat pada gambar 3.7.5
d. Jangan meletakkan pengering berdekatan dengan bahan-bahan yang
mengeluarkan uap seperti cat, aerosol, dan insektisida.5

39
Gambar 3.7. Proses pengeringan spesimen pada rak pengeringan.
Sumber : Permenkes RI.5
6. Pengiriman atau transportasi spesimen
a. Ketika spesimen akan dikirim, susun berselang-seling untuk menghindari agar
bercak darah tidak saling bersinggungan, atau taruh kertas diantara bercak darah.
Bisa juga tiap spesimen dimasukkan ke dalam kantong khusus, dapat dilihat pada
gambar 3.8.5
b. Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen.5
c. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul spesimen atau langsung
dikirim melalui jasa layanan PT. POS Indonesia (Pos Express) maupun jasa
pengiriman swasta.5
d. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak spesimen diambil.
Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.5

Gambar 3.8. Menyusun kertas saring dengan berselang-seling


Sumber : Permenkes RI.5
e. Spesimen dikirim ke salah satu Laboratorium Rujukan Skrining HK di Indonesia:5
Pusat skrining HK Propinsi Jawa Barat
Bagian Kedokteran Nuklir FK-Unpad RSUP Hasan Sadikin

40
Laboratorium Patologi Klinik FK-UI RS Cipto Mangunkusumo
7. Proses Skrining di Laboratorium
Setelah sampai di laboratorium, spesimen yang dikirim dipisahkan antara
spesimen pertama dan ulangan, kemudian diperiksa kelengkapan identitas
spesimen. Spesimen diperiksa satu persatu untuk melihat kualitasnya. Spesimen
darah harus sudah kering, memenuhi satu lingkaran penuh hingga tembus ke sisi
belakangnya, berwarna gelap dan tidak memudar pada sisi lingkaran. Spesimen
darah yang telah memenuhi syarat diatas di tandai dengan tulisan “SPESIMEN
DITERIMA”. Spesimen yang terkontaminasi, warna tetesan darah yang pudar,
darah terlalu sedikit (lihat spesimen yang tidak baik pada gambar 3.9), termasuk
juga spesimen yang diambil sebelum bayi berusia 24 jam, dipisahkan dalam
kantong plastik dan ditandai dengan tulisan “SPESIMEN DITOLAK”. Petugas
harus melaporkan kepada pengawas laboratorium agar dapat segera menghubungi
petugas fasilitas kesehatan yang bersangkutan untuk pengambilan spesimen
kembali. Spesimen perlu pengambilan ulang (resample) bila:5,11
a. Spesimen dengan hasil TSH antara 20 - 40 mU/L
b. Spesimen yang tidak cukup untuk pengukuran TSH
c. Spesimen dengan kesalahan pengambilan (terkontaminasi, berlapis-lapis,
<24 jam, dan lain-lain.), seperti gambaran berikut :

41
Spesimen tidak baik : Kemungkinan penyebab :

 Tetes darah kurang


 Meneteskan darah dengan tabung
kapiler
 Kertas tersentuh tangan, sarung
tangan, lotion

 Kertas rusak, meneteskan darah


dengan tabung kapiler

 Mengirim spesimen sebelum


kering

 Meneteskan terlalu banyak darah


 Meneteskan darah di kedua sisi
bulatan kertas

 Darah diperas (milking) dari


tempat tusukan
 Kontaminasi
 Terpapar panas

 Alkohol tidak dikeringkan


 Kontaminasi dengan alkohol dan
lotion
 Darah diperas (milking)
 Pengeringan tidak baik

 Penetesan darah beberapa kali


 Meneteskan darah di kedua sisi
bulatan kertas

 Gagal memperoleh spesimen

Gambar 3.9. Gambaran spesimen yang tidak baik.


Sumber : Permenkes RI.5

42
3.5.1. Tindak lanjut hasil skrining
Hal pertama yang harus dilakukan ketika mendapatkan hasil tes positif adalah
sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang bersangkutan. Tugas dari tim tindak
lanjut bayi dengan hasil tes positif ialah mencari tempat tinggal bayi tersebut dan
memfasilitasi pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis. Bila perlu, dilakukan tes
konfirmasi berupa pemeriksaan TSH, dan fT4 serum terhadap bayi tersebut. 5
Beberapa kemungkinan hasil TSH yaitu:
a. Kadar TSH ≤ 20 mU/L
Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 mU/L, maka
hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim spesimen dalam
waktu 7 hari.5
b. Kadar TSH antara >20 – ≤ 40 mU/L
Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang meragukan. Sehingga perlu
pengambilan spesimen ulang (resample) atau dilakukan pemeriksaan DUPLO
(diperiksa dua kali dengan spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-rata).5
Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:
 Kadar TSH < 20 mU/L, maka hasil tersebut dianggap normal.5
 kadar TSH ≥ 20 mU/L, maka perlu dilakukan pemeriksaan TSH dan fT4 serum,
melalui tes konfirmasi.5
Hasil pemeriksaan disampaikan kepada koordinator fasilitas kesehatan sesegera
mungkin melalui tes konfirmasi, untuk dilakukan pencatatan dan bahan evaluasi bagi
pemerintah, prosedur ini dapat dilihat pada gambar 3.10.5

43
KEMENKES POKJANAS

DINKES PROVINSI POKJA PROVINSI

Pencatatan Monitoring
dan LABORATORIUM SHK dan evaluasi
pelaporan

TIM FOLLOW UP
HASIL UJI SARING

Hasil TSH negatif Hasil TSH positif

Umpan balik segera kpd


koordinator RS/RB/PKM/Perawat/
Beritahu
Bidan/ pengirim spesimen
koordinator
RS/RB/PKM/KL.
Bidan Hubungi/cari/kunjungi orang tua
bayi, beri penjelasan

Ambil darah/serum
untuk pemeriksan TSH
dan T4

TSH tinggi, T4 rendah: beri tiroksin


Pencatatan dan
Bila memungkinkan, pemeriksaan
pelaporan
diagnostik lain: scanning tiroid,
(rekam medis)
pencitraan sendi lututdan
panggul, serta pemeriksaan lain
atas indikasi

Gambar 3.10. Algoritma Kerja Tim Skrining Hipotiroid Kongenital


Sumber : Permenkes RI.5
3.5.2. Tes konfirmasi dan diagnosis
Tes konfirmasi dilakukan untuk menegakkan diagnosis HK pada bayi dengan hasil
skrining tidak normal. Tes konfirmasi sebaiknya dilakukan di laboratorium skrining HK
tempat pemeriksaan skrining. Bila hal ini tidak memungkinkan, tes konfirmasi dapat
dilakukan di laboratorium klinik untuk memeriksa TSH atau fT4 serum dengan metode
ELISA atau FEIA kuantitatif. Setelah dilakukan tes konfirmasi, ditemukan kadar TSH
tinggi disertai kadar T4 atau F fT4 rendah, maka dapat ditegakkan diagnosis HK primer
sehingga harus segera diberikan tiroksin.5,18,11
- Bila kadar fT4 di bawah normal (nilai rujukan menurut usia), segera berikan terapi,
tanpa melihat kadar TSH. 5,8,11

44
- Bila kadar fT4 normal, tetapi kadar TSH dalam minimal 2 kali pemeriksaan ≥ 20
μU/mL, dianjurkan untuk mulai terapi.5,8,11
Apabila diagnosis etiologi belum ditegakkan, maka pada usia 3 tahun dilakukan
evaluasi ulang untuk menentukan apakah pengobatan harus seumur hidup (pada kelainan
disgenesis tiroid) atau dihentikan (kelainan tiroid karena antibodi antitiroid). Jika perlu
evaluasi ulang : konsul dokter spesialis anak konsultan endokrin. Tindak lanjut jangka
pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil tinggi) dan berakhir dengan pemberian terapi
hormon tiroid (tiroksin). Tindak lanjut jangka panjang diawali sejak pemberian obat dan
berlangsung seusia hidup pada kelainan yang permanen.5,8,11

3.6. Efektifitas Biaya


Dilihat dari segi material, skrining HK pada bayi baru lahir dapat membawa
banyak keuntungan. Walaupun pada skrining pertama mengeluarkan biaya yang bisa
dibilang cukup mahal, namun hal ini sebanding dengan outcome yang dihasilkan
kemudian hari. Keuntungan dari skrining bukan hanya akan dirasakan pada keluarga
penderita, namun juga akan berpengaruh terhadap sosial dan ekonomi negara tersebut.6
Di negara berkembang seperti India, yang merupakan salah satu negara
mempunyai insiden HK tertinggi, biaya yang dihabiskan pemerintah setempat untuk
skrining HK pada 1210 bayi baru lahir dimana 3 bayi terdiagnosis HK pada tahun 2011-
2015 adalah sebesar Rs. 2.490.000, sedangkan biaya per anak jika skrining tidak dilakukan
dan anak tidak terdiagnosis dan tidak diobati pada waktu yang tepat berkisar
Rs.21.390.700. Berkenaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan khusus,
perawatan selama keterbelakangan mental dan kehilangan produktivitas menghabiskan
baiaya 10 kali lipat lebih tinggi dabandingkan biaya melalui skrining, ini menunjukkan
manfaat yang besar. Pencegahan melalui program skrining merupakan kebijakan yang
perlu dijalankan secara aktif dan menyeluruh demi mencegah retardasi mental dan
komplikasi pertumbuhan anak-anak yang nantinya akan menjadi beban pemerintah
kedepan. 6
Berdasarkaan data yang didapatkan dari hasil penelitian, keuntungan yang bisa
didapatkan oleh pemerintah bukan hanya terfokus pada keuntungan secara financial
melainkan terdapat keuntungan lain yaitu: 6
1. Mengurangi kebutuhan pendidikan khusus, apabila HK terdeteksi secara dini,
maka IQ seorang anak bisa jadi tetap normal.

45
2. Pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
3. Negara tetap memiliki sumber daya manusia yang baik (produktivitas tidak
menurun).
4. Biaya akan kebutuhan medis menurun.
Pendekatan skrining HK di Rumah Sakit Pemerintah yang baik adalah dengan cara
kelayakan, kesesuaian dan prioritas untuk pelaksanaan skrining skala besar pada saat
persalinan. Ketersediaan tenaga medis yang berkualitas, kualitas perawatan yang diterima
ibu hamil, pengumpulan dan trasnportasi spesimen darah setelah 48 jam setelah lahir turut
berperan dalam kelancaran proses skrining HK.37

46
BAB IV

RINGKASAN

Hipotiroid kongenital adalah salah satu penyebab retardasi mental pada anak yang
dapat dicegah jika diketahui dan diterapi sejak dini dengan ditemukannya hormon tiroid
yang kurang saat lahir. Banyak bayi yang dengan HK sporadik atau non endemik
memperlihatkan gejala klinis yang normal dan tidak terdeteksi dari pemeriksaan fisik
sehingga diagnosis sudah terlambat. Di Indonesia dengan populasi 200 juta penduduk,
setiap tahun hanya ditemukan 4 dari 1143 penderita hipotiroid yang diperkirakan lahir.
Penderita yang tak ditemukan sebanyak 1139 bayi setiap tahunnya.
Gambaran HK klasik pada bayi adalah suara tangis berat dan parau, lidah
membesar, hiopoplasia hidung, mottling, kulit kasar dan kering berbecak (cutis
mammorata), hernia umbilikalis, reflek tendon menurun dan terlambat mencapai
perkembangan sesuai usia. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dengan mengukur
kadar TSH, T4 dan fT4 sedangkan dengan pencitraan tiroid. Pemeriksan skintigrafi
merupakan pemeriksaan baku emas untuk HK.
Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir adalah tes yang dilakukan pada saat
bayi berusia 2-6 hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi
yang sehat dengan cara mengambil spesimen darah kapiler untuk menilai kadar TSH.
Berdasarkan Permenkes No 78 Tahun 2014 dimulai program skrining hipotiroid di 11
provinsi Indonesia.
Pemeriksaan SBBL idealnya dilakukan pada hari ke 2-6. Pemeriksaan yang
biasanya rutin dilakukan untuk diagnosis HK adalah serum TSH, T4 dan T4 bebas / free
thyroxine (fT4). T4 yang rendah dan kadar TSH yang meningkat mengkonfirmasi
diagnosis hipotiroid primer. Definisi yang diterima secara umum untuk hipotiroid primer
adalah TSH > 20 mU/L (atau > 25 mU/L) pada lebih dari 1 spesimen, yang dikumpulkan
selang minimal 24 jam. Setiap hasil uji skrining dengan kadar TSH >20 mU/L dapat
dimulai pemberian sodium levotiroksin (L-T4). Dosis awal levotiroksin adalah 10-15
mcg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 50 mcg/kgBB/hari, dan dosis selanjutnya
disesuaikan dengan hasil TSH dan T4 dengan dosis perkiraan sesuai usia.
Semua upaya untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal tidak mungkin
berhasil tanpa adanya kepatuhan dan evaluasi berkala. Edukasi setiap kunjungan perlu

47
untuk kepatuhan pasien. Pencegahan melalui program skrining merupakan kebijakan yang
perlu dijalankan secara aktif dan menyeluruh demi mencegah retardasi mental dan
komplikasi pertumbuhan anak-anak yang nantinya akan menjadi beban pemerintah
kedepan.

48

Anda mungkin juga menyukai