Anda di halaman 1dari 5

Tanggapan Penuntut Umum atas eksepsi dari Penasehat Hukum

1. Kami tidak sependapat terhadap eksepsi Saudara Penasehat Hukum yang pada
pokoknya menyatakan dalam surat dakwaan pertama dan kedua tidak
menyebutkan secara jelas dan pasti mengenai waktu dan tempat dilakukannya
tindak pidana.
Dalam dakwaan yang telah Kami ajukan telah memuat secara jelas dan lengkap
waktu dan tempat tindak pidana dilakukan yang merupakan syarat suatu surat
dakwaan sebagaimana di atur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Dalam
surat dakwaan telah dimuat waktu dilakukannya tindak pidana adalah pada
Tanggal 27 Desember 2018 dan Kami telah mengalternatifkan waktu
dilakukannya tindak pidana dengan waktu lain setidak-tidaknya pada suatu waktu
dalam Bulan Desember 2018, dan dalam surat dakwaan juga telah dimuat tempat
dilakukannya tindak pidana adalah di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Jl. Mayor Memed Satrawirya No.
360 Boom Baru Palembang, dan Kami telah mengalternatifkan tempat
dilakukannya tindak pidana dengan tempat lain setidak-tidaknya pada suatu
tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kelas I A
Palembang yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Pengalternatifan penyebutan waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana
tersebut untuk mencegah lolosnya Terdakwa dalam jeratan hukum dalam
perkara ini, karena jika penerapan locus dan tempus harus tepat dan akurat
maka akan mengakibatkan penegakan hukum melalui criminal justice sistem
akan lumpuh total.
Tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan pertama berupa, “Dengan
sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam
pemberitahuan pabean secara salah” dan dalam dakwaan kedua berupa,
“Menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean
yang palsu atau dipalsukan”. Menurut Kami Penuntut Umum waktu dan tempat
dilakukannya tindak pidana tersebut adalah pada saat pemberitahuan pabean
berupa Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) dan Manifes
Kedatangan Sarana Pengangkut (inward manifest BC 1.1) telah mendapatkan
nomor pendaftaran RKSP (BC 1.0) 002435 dan Inward Manifest (BC 1.1)
002435 pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe
Madya Pabean B Jl. Mayor Memed Satrawirya No. 360 Boom Baru Palembang
melalui aplikasi CEISA Manifest Inward KPPBC Tipe Madya Pabean B pada
Tanggal 27 Desember 2018. Dengan demikian adalah sangat berdasarkan
hukum bahwa Pengadilan Negeri Kelas I A Palembang yang berwenang
memeriksa dan mengadili perkara a quo ini.
Mengenai waktu tindak pidana selalu bersesuaian dengan tempat tindak pidana,
yang artinya dimana dan kapan unsur dari suatu tindak pidana telah sempurna
pada saat kesempurnaan itulah waktu tindak pidana. Terkait dengan tempat
dilakukannya tindak pidana ini menurut Sudarto terdapat 3 teori yaitu:
a. Teori perbuatan materiil
Yang menjadi locus delicti adalah tempat di mana pembuat melakukan segala
yang kemudian dapat mengakibatkan delik yang bersangkutan;
b. Teori alat yang dipergunakan
Delik dilakukan di tempat dimana alat yang dipergunakan itu
menyelesaikannya;

c. Teori akibat
Yang menjadi locus delicti adalah tempat munculnya akibat dari delik yang
dilakukan.

Untuk menentukan waktu dan tempat dimana perbuatan tindak pidana tersebut
dilakukan yang akan dihubungkan dengan terori tersebut akan dibuktikan pada
saat persidangan karena sudah memasuki materi pokok perkara yang bukan
merupakan ruang lingkup eksepsi.

2. Kami tidak sependapat terhadap eksepsi Saudara Penasehat Hukum yang pada
pokoknya menyatakan kegiatan pelayaran yang dilakukan di atas kapal MV.
ATI BHUM V 0569 berbendera Thailand tidak termasuk kegiatan sebagaimana
dimaksud pada pengecualian sebagaimana terdapat dalam Pasal 27 Konvensi
Hukum Laut PBB Tahun 1982, sehingga yurisdiksi negara pantai tidak dapat
menerapkan di atas kapal asing yang melintasi laut wilayah untuk menangkap
siapapun atau melakukan penyidikan yang berkaitan dengan kejahatan apapun
yang dilakukan di atas kapal selama lintas damai.
Saudara Penasehat Hukum hanya sepotong-potong memahami isi dari Pasal 27
Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 tersebut. Kami akan menguraikan
kembali isi dari pasal tersebut, yaitu:

Pasal 27
Yurisdiksi kriminal di atas kapal asing

1. Yurisdiksi kriminal Negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal


asing yang sedang melintasi laut teritorial untuk menangkap siapapun atau
untuk mengadakan penyidikan yang bertalian dengan kejahatan apapun yang
dilakukan di atas kapal selama lintas demikian, kecuali dalam hal yang
berikut:
(a) apabila akibat kejahatan itu dirasakan di Negara pantai;
(b) apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian
Negara tersebut atau ketertiban laut wilayah;
(c) apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh nakhoda kapal oleh
wakil diplomatik atau pejabat konsuler Negara bendera; atau
(d) apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan
gelap narkotika atau bahan psychotropis;
2. Ketentuan di atas tidak mempengaruhi hak Negara pantai untuk mengambil
langkah apapun berdasarkan undang-undangnya untuk tujuan penangkapan
atau penyidikan di atas kapal asing yang melintasi laut teritorialnya setelah
meninggalkan perairan Pedalaman;
3. Dalam hal sebagaimana ditentukan dalam ayat 1 dan 2, Negara pantai, apabila
nakhoda memintanya, harus memberitahu wakil diplomatik atau pejabat
konsuler Negara bendera sebelum melakukan tindakan apapun dan harus
membantu hubungan antara wakil atau pejabat demikian dengan awak kapal.
Dalam keadaan darurat pemberitahuan ini dapat disampaikan sewaktu
tindakan tersebut dilakukan;
4. Dalam mempertimbangkan apakah atau dengan cara bagaimanakah suatu
penangkapan akan dilakukan, penguasa setempat harus memperhatikan
sebagaimana mestinya kepentingan navigasi.
5. Kecuali dalam hal sebagaimana ditentukan dalam Bab XII atau yang bertalian
dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
sesuai dengan Bab V, Negara pantai tidak dibenarkan untuk mengambil
langkah apapun di atas kapal asing yang melintasi laut teritorial untuk
melakukan penangkapan seseorang atau melakukan penyidikan apapun yang
bertalian dengan kejahatan apapun yang dilakukan sebelum kapal itu
memasuki laut teritorial, apabila kapal tersebut dalam perjalanannya dari
suatu pelabuhan asing, hanya melintasi laut teritorial tanpa memasuki
perairan pedalaman.

Pengaturan pada Pasal 27 Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 mengatur
mengenai kejahatan di atas kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial.
Dalam perkara ini terjadinya tindak pidana bukanlah di atas kapal asing dalam
hal ini kapal MV. ATI BHUM V 0569 berbendera Thailand. Perbuatan tindak
pidana yang dilakukan Terdakwa berupa pemberitahuan pabean yang salah atau
palsu atau dipalsukan tersebut dilakukan di wilayah Indonesia, dalam hal ini
masuk dalam lingkup Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
(KPPBC) Tipe Madya Pabean B Jl. Mayor Memed Satrawirya No. 360 Boom
Baru Palembang pada Tanggal 27 Desember 2018, dan dilakukan tindakan
pemeriksaan terhadap kapal tersebut (Boetzoeking) pada saat Kapal MV. ATI
BHUM V.056S lepas jangkar (anchor) di perairan Pusri Palembang yang
merupakan daerah pabean oleh petugas Bea dan Cukai Kanwil Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Timur, yang dari hasil boetzoeking di
didalam kapal tersebut terdapat sebanyak 109 (seratus sembilan) kontainer dan
yang Terdakwa beritahukan hanya 107 (seratus tujuh) kontainer, sedangkan 2
(dua) kontainer yaitu Nomor CCSU2475180 (20 feet) dan NTSU9800145 (40
feet) tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean Inward Manifest (BC 1.1)
Nomor 002435 tanggal 27 Desember 2018.
Tindak pidana kepabeanan merupakan tindak pidana kekhususan (Lex Spesialis)
yang diatur secara khusus dalam UU RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas UU RI Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, yang
mengatur antara lain mengenai pengangkutan barang impor dan ekspor, tarif dan
nilai pabean, pemberitahuan pabean dan tanggungjawab atas bea masuk,
wewenang kepabeanan, ketentuan pidana terhadap pelaku yang melanggar
larangan dalam undang-undang ini. Apabila ada pelaku yang melanggar
larangan tersebut maka ada tindakan dan atau sanksi yang akan dijatuhkan
terhadap pelaku berdasarkan UU tersebut. UU RI Nomor 17 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan
juga mengatur mengenai wewenang yang diberikan kepada pejabat bea dan
cukai antara lain:
1. Mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang (Pasal 74 ayat 1);
2. Penggunaan kapal patroli untuk kepentingan pengawasan (Pasal 75 ayat 1);
3. Menegah barang dan/atau sarana pengangkut (Pasal 77 ayat 1);
4. Melakukan penyegelan (Pasal 78);
5. Memeriksa barang impor atau ekspor (Pasal 82 ayat 1 dan 2);
6. Melakukan pemeriksaan karena jabatan atas fisik barang impor atau barang
ekspor sebelum atau sesudah pemberitahuan pabean disampaikan (Pasal 82 A
ayat 1);
7. Meminta kepada importir atau eksportir untuk menyerahkan buku catatan dan
surat menyurat dalam rangka pemeriksaan (Pasal 84 ayat 1);
8. Memberikan persetujuan impor atau ekspor, menolak pemberian persetujuan
impor atau ekspor (Pasal 85 ayat 1 dan 2);
9. Menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut (Pasal 90 ayat 1);

Sehingga sudah tepat dan berdasar tindakan yang dilakukan oleh Petugas Bea
dan Cukai Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Timur
melakukan pemeriksaan sarana pengangkut laut (boetzoeking), melakukan
penindakan dan penyegelan atas 2 (dua) kontainer tersebut di atas kapal tersebut
dengan Berita Acara Nomor: 336/WBC.05/KPP.MP.0102/2018 tanggal 28
Desember 2018.
Dengan demikian adalah sangat berdasarkan hukum bahwa Pengadilan Negeri
Kelas I A Palembang yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo
ini.

3. Kami tidak sependapat terhadap eksepsi Saudara Penasehat Hukum yang pada
pokoknya menyatakan dalam surat dakwaan pertama, Penuntut Umum tidak
menguraikan secara jelas dan lengkap mengenai unsur “Dengan sengaja”
sehingga dakwaan batal demi hukum.
Dalam dakwaan pertama Kami telah menguraikan secara cermat, lengkap dan
jelas mengenai tindak pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa. Sehingga
secara materiel telah memenuhi persyaratan suatu dakwaan sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Mengenai apakah unsur
“Dengan sengaja” terbukti atau tidak sudah masuk pada materi pokok perkara
yang akan dibuktikan berdasarkan alat bukti pada pemeriksaan materi pokok
perkara. Sehingga keberatan Saudara penasehat Hukum bukanlah termasuk
materi eksepsi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

4. Kami tidak sependapat terhadap eksepsi Saudara Penasehat Hukum yang pada
pokoknya menyatakan surat dakwaan pertama kabur (Obscuur libel) tidak
secara jelas dan terang menguraikan peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta hukum
yang sebenarnya dilakukan oleh Terdakwa, dan surat dakwaan kedua kabur
dan sumir, sama sekali tidak menguraikan secara jelas dan lengkap mengenai
unsur-unsur pasal yang didakwakan khususnya pada unsur, “Palsu dan di
palsukan”, yang dalam dakwaan kedua tidak menyebutkan dan menjelaskan
pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean mana yang palsu
atau dipalsukan oleh Terdakwa.
Dalam dakwaan pertama dan kedua Kami telah menguraikan secara cermat,
lengkap dan jelas mengenai tindak pidana yang dilakukan Terdakwa dengan
menyebutkan waktu dan tempat dilakukanya tindak pidana tersebut, sehingga
secara materiel telah memenuhi persyaratan suatu surat dakwaan sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Mengenai apakah unsur
dakwaan pertama atau dakwaan kedua terbukti atau tidak, sudah masuk pada
materi pokok perkara yang akan dibuktikan berdasarkan alat bukti pada
pemeriksaan materi pokok perkara.
Dengan demikian keberatan Saudara penasehat Hukum bukanlah termasuk
materi eksepsi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP

Anda mungkin juga menyukai