Anda di halaman 1dari 365

1

SEJARAH DOMPU
KILI SARINCI MA SAMBARA- MBURA
OLEH:
H.ABDULLAH H.M.SALEH SPd

A.Asal-Usul Kerajaan Dompu


Pada zaman Majapahit di abad ke empat belas, nama kerajaan Dompu
masih cukup disegani. Terbukti, Dompu disebutkan oleh Mahapatih
Gajah Mada dalam Sumpah Palapa yang tersohor itu, menjadi salah
satu target negara yang harus ditaklukkan di bawah panji kebesaran
kerajaan Majapahit yang bercita-cita untuk menyatukan seluruh wilayah
di Nusantara!

Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan


ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada:
“Lamun huwus kaLah nusantara isun amukti
2

palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran,


Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,
ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
samana isun amukti paLapa”.
Teks di atas diambil dari naskah Pararaton, merupakan isi sumpah
Sang Patih Amangkubumi Majapahit, Gajah Mada, pada tahun 1258
Saka (1336 Masehi), yang artinya:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak


ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada,
“Jika teLah mengaLahkan nusantara, saya
(baru akan) melepaskan puasa. Jika
mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, demikianlah saya (baru akan)
meLepaskan puasa”.
3

Gurun sekarang adalah Nusa Penida, Seran adalah Seram, Tanjungpura


adalah Ketapang di Kalimantan Barat, Haru adalah Karo di Sumatera
Utara, Pahang adalah Semenanjung Melayu, Bali adalah Bali, Sunda
adalah Pasundan di Jawa Barat, Palembang adalah Palembang,
Tumasik sekarang jadi negara Singapura, dan Dompo adalah Dompu,
sebuah daerah di Pulau Sumbawa.

Ekspedisi Majapahit yang pertama dipimpin Panglima Nala, di bawah


komando Patih Gajah Mada, mengalami kegagalan dalam menaklukkan
Dompu.

Baru pada ekspedisi yang kedua sekitar tahun 1357 Masehi, dengan
bantuan laskar dari Bali yang dipimpin Panglima Soka, Dompu bisa
dikalahkan, hingga seterusnya bernaung di bawah Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua
khususnya di Indonesia Bagian Timur.
Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar
dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan
Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di
wilayah timur Indonesia.Berdasarkan catatan sejarah di Dompu,
4

sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa


beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil.

Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di
daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u),

Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang


Kecamatan Woja dan Dompu).

Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta

Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo


Kecamatan Woja Dompu).

Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
Menurut cerita rakyat setempat, di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi
Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi
tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula.
Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang
terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah
Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut
menikah dengan putri Ncuhi Patakula. Selanjutnya para Ncuhi sepakat
menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang
5

pertama.
Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir
dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara
Dompu.
Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora
Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah
Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu
dan Dewa Indra Dompu.

Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan
dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa
pihak residen campur tangan

Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan
Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan
kerajaannya.
Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak
yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada
sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur
Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian
tersebut diadakan di Bima.
6

Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga
dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro
Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata
yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh
putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum
pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil
musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat
yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya.
Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat
serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut
manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato
Renda.
Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan
yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan
7

II.TERBENTUKNYA KERAJAAN DOMPU

Dompu, sebuah Kota Kabupaten di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat.


Dulunya berawal dari wilayah sebuah Kerajaan,kemudian berubah menjadi
Kesultanan. Statusnya menjadi sebuah Kota Kabupaten justru diperoleh
karena nilai historisnya sebagai sebuah Kerajaan yang telah lama berdiri dan
berdaulat.

Kerajaan Dompo (sebutannya di jaman dulu), ma Dompo-na (yang


memotong) wilayah Bima dan Sumbawa. Sebagaian berpendapat inilah asal
dari nama Dompo.

Sebelum menjadi sebuah Kerajaan, di wilayah Dompu tersebar beberapa


kelompok masyarakat yang mendiami lahan-lahan pertanian (Nggaro) dan di
daerah-daerah pantai. Setiap kelompok masyarakat ini dikepalai oleh
seorang Kepala Suku yang disebut Ncuhi. Ncuhi-Ncuhi menyebar di
seluruh wilayah Dompu antara lain Ncuhi Tonda, Ncuhi Soro Bawa, Ncuhi
Hu'u (Ncuhi Iro Aro), Ncuhi Daha, Ncuhi Puma, Ncuhi Teri, Ncuhi Rumu
(Ncuhi Tahira) dan Ncuhi Temba. Dari sinilah bermula Kerajaan Dompu
berdiri, atas kesepakatan seluruh Ncuhi dari bagian pedalaman sampai
8

daerah pesisir pantai dibentuklah Kerajaan Dompu dan sebagai Raja


pertama (Sangaji) Dompu adalah Dewa Sang Kula.

Tidak ada catatan tertulis baik dalam bentuk dokumen atau batu tulis
(prasasti) yang bisa mengungkapkan kapan mulai terbentuknya Kerajaan
Dompu. Namun beberapa catatan sejarah yang menunjukkan
keterkaitannya dengan keberadaan Kerajaan Dompu yang berdiri sejak lama
adalah sebagai berikut :

- Dalam Atlas Sejarah dunia karangan Profesor Muhammad Yamin yang


termuat di dalam Sejarah kejayaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra sebagai
Kerajaan pertama di Indonesia sekitar tahun 600-an -1100, nama Dompo
tercantum di dalam atlas (Riwayat perubahan nama dari Dompo ke Dompu
terdapat di uraian berikutnya)
- Terdapat juga keterkaitannya dengan sejarah Kerajaan Majapahit (1293-
1527). Keterkaitan yang dimaksud terdapat dalam bunyi Sumpah Palapa
9

yang diucapkan oleh patih Gajah Mada, termuat dalam teks Jawa
Pertengahan Pararaton :
" Jika saya telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan
puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang,
Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya( baru
akan) melepaskan puasa"
Begitulah bunyi Sumpah Palapa yang menunjukkan keterkaitan Dompu
sebagai salah satu Kerajaan yang ingin ditaklukkan patih Gajah Mada
Itu berarti, bahwa telah ada kerajaan kuat di bagian Timur Nusantara yang
diperhitungkan oleh Gajah Mada untuk ditaklukkan, yaitu Kerajaan Dompo.
Rupanya Gajah Mada tidak main-main dengan Sumpahnya. Pada tahun
1340, saat Kerajaan Dompu di bawah kepemimpinan Dewa Ma Wa a Taho,
dikirimlah pasukan yang dipimpin oleh Senapati Nala dan dibantu oleh
pasukan dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Pasunggerigis. Pada
penyerangan yang pertama ini pasukan Majapahit gagal mengalahkan
pasukan Kerajaan Dompu.
Pada tahun 1357, kembali Majapahit mengirim pasukan. Kali ini dipimpin
oleh Panglima Soko dan dibantu juga oleh pasukan dari Bali yang dipimpin
oleh Panglima Dadalanata. Untuk menghindari jatuhnya korban banyak
seperti pada perang yang pertama, maka diputuskanlah untuk dilakukan duel
10

antara Panglima Kerajaan Dompu dengan Panglima Kerajaan Majapahit.


Duel ini ternyata dimenangkan oleh Panglima dari Kerajaan Majapahit,
sehingga Kerajaan Dompu takluk di bawah kekuasaan Majapahit. Kemudian
Panglima dari Bali Dadalanata diangkat menjadi Raja Dompu yang ke-8

Seiring dengan melemahnya Kerajaan Majapahit oleh konflik


berkepanjangan perebutan kekuasaan di antara pewarisnya, pengawasan
terhadap Kerajaan-Kerajaan bawahannya pun menjadi lemah. Satu persatu
Kerajaan-Kerajaan Kecil mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit,
termasuk Kerajaan Dompu.
Lepasnya dari kekuasaan Majapahit ditandai dengan dinobatkannya (12
September 1545) putra Dewa Ma wa a Taho sebagai Raja Dompu yang ke 9
atau sebagai Raja Dompu I yang mendapat sebutan Sultan. Hal ini menjadi
awal dimulainya era Kerajaan Islam sehingga disebut Kesultanan.
Sultan Syamsuddin yang bergelar Ma Wa a Tunggu telah terlebih dahulu
memeluk agama Islam sebelum diangkat sebagai Sultan. Mendirikan istana
Bata (Bata Ntoi) yang menyimpan cerita mistery. Beliau juga mendirikan
masjid pertama di Dompu, tepatnya di Kampung Sigi, Karijawa.
11

Di masa penjajahan Belanda, Kerajaan Dompu tidak luput dari incaran


pemerintah Belanda untuk dikuasai. Namun perlawanan Sultan dan
Rakyatnya sangat berdarah darah, demi untuk tidak tunduk dibawah
kekuasaan Belanda. Tercatat rakyat sampai harus memburu Sultannya
sendiri bila ketahuan tanda-tanda adanya niat melakukan negosiasi dengan
pemerintah Belanda. Perlawanan pun berakhir akibat dari takluknya Sultan
Hasanuddin (Makassar) dengan dilakukannya perjanjian Bongaya (1667),
yang berarti takluknya juga Kerajaan-Kerajaan di Pulau Sumbawa. Sebuah
perjanjian damai, lebih tepatnya Surat tanda takluk, karena isinya lebih
dominan menguntungkan pihak Belanda.
Perlawanan Sultan dan rakyat Dompu tidak berhenti hanya dengan adanya
surat perjanjian. Letup-letup kecil perlawanan masih sering muncul terutama
pada saat Sultan Muhammad Sirajuddin memerintah. Keengganan Sultan
untuk menempatkan personil Belanda dalam struktur pemerintahannya,
menjadi alasan kuat bagi Belanda untuk menyingkirkan Sultan, karena
dianggap telah melanggar perjanjian. Oleh sebab itulah Sultan Muhammad
Sirajuddin dibuang ke Kupang beserta kedua putranya, putra Abdullah dan
putra Abdul Wahab. Kedua putranya ini ikut dibuang karna Belanda khawatir
akan timbul kekacauan di masa mendatang akibat dari adanya perebutan
kekuasaan.
12

Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan di Kesultanan Dompu,


diangkatlah seorang pejabat selfbestuur Commisi Lalu Muhammad Saleh,
yang sebenarnya berasal dari turunan Raja Dompu juga.

Ketika masa kependudukan Belanda berakhir, digantikan oleh kependudukan


Jepang. Saat itu terjadi kefakuman kepemimpinan di Kesultanan Dompu
karna Sultannya dibuang ke Kupang. Maka oleh pemerintah Jepang
Kesultanan Dompu digabung menjadi satu dengan Kesultanan Bima

Tidak lama setelah penggabungan itu, Jepang kalah dan meninggalkan


Indonesia, disusul dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia.
Situasi ini pun tidak disia-siakan oleh rakyat Dompu untuk menuntut kembali
berdirinya Kesultanan Dompu. Maka dengan SK. Resident Timur No.1a
tanggal 12 September 1947 Kesultanan Dompu dinyatakan berdiri kembali
dan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin II, cucu dari Sultan Muhammad
Sirajuddin dinobatkan menjadi Sultan Dompu ke-29 (Sultan terakhir).
13

Masa pemerintahan Sultan Muhammad Tajul Arifin II berakhir begitu


dikeluarkannya peraturan Undang-Undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-
pokok pembentukan Pemerintah Daerah Swatantra Tk II. ini juga menandai
masa berakhirnya era Kesultanan di Dompu. Kemudian berdasarkan Undang
Undang No. 69 tahun 1956 menjadi Daerah Tk II Kabupaten sampai
sekarang. Demikian sebagai bentuk penghormatan kepada Sultan Dompu
yang terakhir, diangkatlah Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin II menjadi
Bupati I Dompu pada tanggal 1 Desember 1958 sampai dengan 30 April
1960.
14

III.LELUHUR SANGAJI DOMPU

Sumber utama Sejarah sejatinya adalah prasasti, kronik, piagam, candi


yang benar-benar berasal dari jamannya.

Namun manakala kesemuanya tidak bisa ditemukan, maka Sumber Sejarah


berupa keterangan langsung (Sumber lisan) dari Saksi Sejarah atau
Turunan langsung dari saksi Sejarah yang menyimpan atau mewarisi
ceritnya secara turun temurun menjadi pilihan yang bisa dipertimmbangkan
15

Salah satu upaya menelusuri Silsilah atau Asal Usul Sangaji Dompu, Penulis
menemui H. M. Ali Kamaluddin, di Kampung Kandai II, seseorang yang
dianggap memiliki pengetahuan tentang asal mula Sangaji dana Dompu.
Beliau juga adalah orang yang menjadi Sumber Lisan Prof. DR. G.J.Hold,
ketua Team Peneliti Universitas Indonesia tahun 1955, tentang BAHASA dan
BANGSA Dompu, mengatakan :

Cerita ini menurut beliau, diwariskan secara turun temurun tentang Nenek
Moyang (Ompu ra Waro) Sangaji Dompu.

Konon ceritanya, leluhur Sangaji Dompu berasal dari suatu Negri yang jauh.

Ada empat anak raja (versi lain lain 3) yang sepakat untuk mencari sisa-sisa
kerajaan leluhurnya. Keempat anak raja itu adalah Sang Kula, Sang Bima,
Sang Dewa, dan Sang Jin

Dalam perjanalannya mereka menggunakan perahu molek yang berwarna


kuning (Lopi Monca). Kemudian melegenda menjadi Lopi Jao. Perjalanan
mereka membutuhkan waktu yang cukup lama, mengarungi lautan dengan
sebuah perahu terbuat dari Bambu. Singkatnya sampailah mereka di sebuah
pulau dan singgah untuk beberapa bulan lamanya atas permintaan Ina Ka'u
(Permaisuri) yang menguasai Pulau itu.

Ina Ka'u sudah lama hidup sendiri karena sang Raja telah wafat dan telah
mendengar bahwa di sekitar perairannya akan dilewati oleh rombongan anak
turunan Raja. Ina Ka'u sangat berkeinginan untuk mengetahui siapakah
mereka.
16

Sebagai pimpinan rombongan adalah Sang Kula, anak tertua. Setelah


melewati pemeriksaan oleh petugas pantai di mana tidak ditemukan benda-
benda yang mencurikan, maka rombongan diijinkan untuk mendarat.
Rombongan pun berangkatlah ke Istana menemui Ina Ka'u. Sebagai
pimpinan rombongan, Sang Kula menceritakan kisah perjalanan mereka
sesuai permintaan Ina Ka'u. Demi melihat kehalusan dan kesopanan Sang
Kula, maka Ina Ka'u menyampaikan keinginannya untuk menikah dengan
Sang Kuka. Gayung bersambut, lamaran Ina Ka'u diterima oleh Sang Kula.

Setelah beberapa saat hidup bersama, tibalah waktunya keempat


bersaudara ini melanjutkan perjalanan sebagaimana tujuan awal mereka.

Meski sedih karena perpisahan itu, Ina Ka'u melepas kepergian mereka
dengan ikhlas. Sang Kula berpesan, jika Ina Ka'u ingin menyusulnya, Carilah
suatu tempat yang ada Istana yang berhiaskan gambar naga, dengan pintu
yang berhiaskan warna warni dan menghadap ke arah matahari terbit.

Perjalanan mereka kemudian dilanjutkan ke arah Timur, menuju Pulau


Sangiang, membelok ke Selatan Selat Sape, menuju perairan Waworada,
Teluk Cempi, dan berhenti untuk sementara di Riang Ria (Riwo). Tingal
beberapa saat di Riwo, dan melepas seekor ayam sebagai pertanda mereka
pernah ke tempat itu.

Perjalanan dilanjutkan lagi menuju ke arah Barat dengan tujuan untuk


kembali ke daerah asal mereka. Namun yang terjadi perahu mereka tidak
dapat dikendalikan, perahu malah membelok Selatan, selat alas, menuju
suatu titik arah (Turu), sehingga tempat tersebut dinamakan Turu. Berbula-
bulan mereka menuju ke Selatan pulau Sumbawa, terseret kembali ke arah
17

Riwo, tempat yang pernah mereka singgahi. Kokok ayam yang pernah
mereka lepas itulah yang menjadi pertandanya

Akhirnya mereka mendarat dipantai yang sekarang disebut Riang Ria atau
Riwo. Saking sulitnya sulitnya medan tempat mereka mendarat, sampai
mereka berujar "Woja ra Sambamu" Dari itulah muncul nama Woja.

Kemudian di sanalah mereka bermukim dan mengembangkan keturunan.

Atas kesepakatan para Ncuhi akhirnya Sang Kula diangkat menjadi Raja
Dompu

Meski informasi yang yang tertulis dalam naskah Sejarah Bima


bertolakbelakang dengan Cerita Rakyat yang beredar dan melegenda dalam
masyarakat Dompu sendiri, namun sebagai pembanding tidak ada salahnya
untuk ditampilkans

SILSILAH Raja-Raja Dompu versi naskah Sejarah Bima adalah menurut


rekaman M. Jauffret (1961) dalam buku Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala
Dewa-Dewa.
18
19

Pada suatu cerita, petikan dari Tambo Kerajaan Dompu, yang tertulis saat
Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin berkuasa, menerangkan keturunan
Sultan Dompu dengan segala Mentrinya, berasal dari Batara Bima, yaitu
Indra Kumala dan Indra Jamrut. Indra Kumala menjadi Raja pertama dan
menurunkan Raja-Raja Dompu seterusnya.

1. Dewa Batara Dompu (Indra Kumala), anak dari Batara Bima


2. Dewa Indra Dompu, cucu dari Dewa Indrakumala
3. Dewa Ma Mbora Bisu, anak Dewa Indra Dompu
4. Dewa Ma Mbora Balada, saudara dari Dewa Ma Mbora Bisu
5. Dewa Yang Punya Kuda, anak dari Ma Mbora Bisu
6. Dewa Yang Mati di Bima, putra dari Dewa yang Punya Kuda,
diasingkan di Bima karna memerintah terlalu kejam dan meninggal di
Bima
7. Dewa yang bergelar Ma Wa'a Patu, memberi gelar dirinya sendiri, ke
Bima menjadi Raja dan diberi gelar Ma Wa'a Laba (Yang
Mendatangkan Keuntungan) oleh orang Bima.
8. Dewa Ma Wa'a Taho,anak dari saudaranya Ma Wa'a Patu

Demikian yang tertulis di Kepustakaan Bima. Sumber yang bertolakbelakang


dengan Cerita atau Legenda Rakyat Dompu sendiri yang dituturkan secara
turun temurun.Dari Legenda dan tutur lisan yang turun temurun di Negri
Dompu, Sumbawa dan bahkan Bima sendiri, bahwa :

 Raja yang pertama di Bima adalah Sang Bima


 Raja yang pertama di Dompu adalah Sang Kula (Nakula)
 Raja yang pertama di Sumbawa adalah Sang Dewa (Sahadewa)
20

Tutur lisan ini diperkuat oleh keterangan dalam buku SEJARAH INDONESIA
DI TENGAH-TENGAH DUNUA DARI ABAD KE ABAD, karangan Dr.
Soeroto, dilukiskan mengenai pengembaraan Pandawa Lima, sebagai
berikut :

 Sang Yudhistira di India


 Sang Arjuna di Jawa
 Sang Bima, Sang Kula (Nakula) dan Sang Dewa (Sahadewa) ke
Timur

Bukti-bukti yang bisa kita angkat sebagai bahan pembanding adalah :

 Orang Bima mengabadikan nama Sang Bima dengan nama


daerahnya
 Orang Dompu mengabadikan nama Sang Kula dengan panggilan
Sangaji atau Sang Dewa
 Orang Sumbawa mengabadikan nama Sang Dewa dengan
panggilan keturunan Raja-Raja atau bangsawan sumbawa dengan
panggilan Dea yang berasal dari kata Dewa

Dari sumber tutur lisan tersebut Silsilah Raja Dompu adalah sebagai berikut
21
22

I VSANGAJI DOMPU
Sangaji adalah sebutan (panggilan) oleh rakyat Dompu kepada Raja ataupun
Sultan.

Dalam kisahnya, asal Raja pertama Dompu adalah dari pengembaraan Sang
Kula. Sang Kula (Nakula) dipercaya sebagai salah satu Pandawa Lima yang
sedang melakukan pengembaraan.

Menurut Susartra Hindu, setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan


(penitisan) dari Dewa tertentu. Meski suami Kunti adalah Pandu, Raja
Hastinapura, namun Pandawa Lima adalalah anak Kunti dengan Dewa.

Saat Sang Kula memasuki wilayah Dompu, masyarakat Dompu masih


menganut faham Animisme, dimana Jin dan Roh haluslah yang dipercaya.
Sehingga apa yang disebut dalam kepercayaan Hindu sebagai Dewa,
masyarakat Dompu mengasosiasikannya sebagai Jin. Dengan demikian
Sang Kula yang dipercaya sebagai penjelmaan dari Sang Dewa, oleh
masyarakat Dompu disebut sebagai Sang Jin. Dari sinilah asal kata
panggilan SANGAJI.

Legenda Lopi Jao


Tak terpisahkan dari Riwayat Sangaji Dompu adalah Legenda Lopi Jao.

Lopi Jao adalah Perahu milik Sang Kula bersaudara yang dipergunakan
untuk berlayar dan akhirnya terdampar di Riwo (Riang Ria), sebuah wilayah
pantai di Dompu. Lopi Jao (Perahu Hijau) terbuat dari bambu betung (O'o
Potu) dan dianggap sebagai benda yang Ma Wa'a Pahu (penjelmaan).
23

Dalam masyarakat sendiri beredar mitos tentang Lopi Jao dengan berbagai
kemunculannya yang misterius. Terkadang terlihat di Sungai-sungai yang
dikenal angker, dalam mimpi, atau bahkan anak kecil yang mengalami panas
tinggi menceritakan pernah melihat Lopi Jao. Kemunculannya selalu
dikaitkan dengan akan ada wabah penyakit atau tiba-tiba ada seseorang
yang menghilang secara misterius karena diculik oleh Lopi Jao. Begitulah
Mitos, percaya gak percaya, tetapi mitos tentang Lopi Jao sangat merakyat
waktu itu.

Berikut ini adalah Silsilah Sangaji (Sultan) setelah Kerajaan Dompu berubah
menjadi Kesultanan, karena masuknya pegaruh agama Islam, sehingga
sebutan Raja pun berubah menjadi Sultan. Namun dalam keseharian Raja
ataupun sultan tetap disebut sebagai Sangaji.
24
25

Putra dari Sultan Muhammad Sirajuddin tidak ada yang diangkat menjadi
Sultan pengganti Muhammad Sirajuddin, karena pemerintahan diambil alih
oleh Belanda dan Sultan Muhammad Sirajuddin termasuk Raja Muda (Ruma
To'i) Abdul Wahab diungsikan ke Kupang

Pada saat pemulihan kembali Kesultanan, yang diangkat menjadi Sultan


adalah cucu dari Muhammad Sirajuddin, Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin,
anak dari Raja Muda Abdul Wahab (Ruma To'i)
26

.
27

SANGAJI DOMPU

Mari kita membayangkan pria-pria gagah perkasa yang pasti memiliki


keistimewaan dan kelebihan sehingga mereka terpilih menjadi Raja atau
Sultan yang disegani sekaligus ditakuti. Telah mejadi rahasia umum, bahwa
Raja-Raja Dompu memang memiliki pertemanan rahasia dengan mahluk
sebangsa Jin (Parafu). Hubungan pertemanan yang telah terjalin unik,
bahkan sampai dianggap sebagai leluhur Raja-Raja Dompu inilah yang
menjadi penyebab, mengapa Raja atau Sultan Dompu disebut sebagai
Sangaji. Sangaji berasal dari kata Sang Jin. Sebuah pengakuan, bahwa
leluhur Raja-Raja Dompu berasal dari Sang Jin.

Ini akan dibahas khusus kemudian. (Lembo ade !)


Sebutan lain Sangaji adalah Hawo Ra Ninu. Hawo ra Ninu berarti
Pengayom atau Pelindung. Dalam kata lain, bahwa seorang Raja adalah
tempat rakyatnya Berlindung dan Bernaung. Sebutan ini adalah
pengkultusan dari rakyat yang mencintai dan meletakkan beberapa harapan
kepada Pemimpinnya.
28

Sebagai seorang Pengayom dan Pelindung rakyatnya, Hawo Ra Ninu harus


memiliki sikap prilaku sebagai berikut :

1.DISANINU DODO BA DOU MAMBOTO artinya


CERMIN BAGI ORANG BANYAK
Sebagai Hawo ra Ninu, dalam penampilannya sebagai Saninu di dodo ba
dou, maka Sangaji harus memiliki sikap :

- Ma Ulu Wea Ncai

- Ma Kangowo Wea Ngawa

- Ma Dundu Wea Kontu

2.BUSI RA MAWO WATU SARA


Mengandung makna bahwa ketentraman, kebahagiaan, kesejateraan,
serta kerukunan hidup dari masyarakat bergantung sungguh dari yang
Memerintah (Sara').

3.NGGUSU WARU
Nggusu Waru adalah Syarat-Syarat Kepemimpinan yang juga harus dimiliki
Sangaji Dompu. Syarat-Syarat itu adalah:
29

1. Ma To'a di Ruma La o Rasu (Ta'at Kepada Allah dan Rasul),


artinya seorang Raja haruslah orang yang percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, untuk dapat menegakkan keadilan, kebenaran, dan kejujuran
dengan benar karena takutnyakepada Tuhan

2. Ma Loa Ra Bade (Yang Bijaksana),


artinya seorang Raja harus pintar dan cerdas, mempunyai pandangan yang
jauh, memiliki cita-cita dan kesadaran yang tinggi, bahwa di atas pundaknya
melekat tugas dan tanggungjawab sehingga menimbulkan tekad " Ka lampa
nggahi sara karu wi i ana di sari". Dalam menjalan tugas memiliki semboyan
"Mu hade si sawa, bodomu ai na mbala kai dana ai na mpoka kai wobo"

3. Ma Ntiri Nggahi Kalampa (Yang Jujur),


artinya sorang Raja harus berani menegakkan keadilan dan kebenaran
dalam segala urusan, dan apa yang diucapkannya adalah benar

4. Mo Poda Nggahi Paresa (Yang Benar),


artinya seorang Raja harus berlaku jujur, ikhlas, serta penuh pengabdian
dalam menjalankan tugasnya
30

5. Ma Mbani Ra Disa (Yang Berani),


artinya seorang Raja harus berani bertanggungjawab atas segala keputusan
yang diambil

6. Ma Tenggo Ra Wale (Yang Kuat),


artinya seorang Raja harus mampu jasmani, rohani dan ekonominya

7. Ma Bisa Ra Guna ( Yang Berwibawa),


artinya bahwa Raja harus memiliki kewibawaan dan kesaktian

8. Londo Dou Taho,


artinya seorang Raja haruslah berasal dari keturunan yang baik-baik

Kedua kalimat (di Saninu dodo ba dou mamboto dan Busi ra


mawo watu sara') merupakan kata-kata hikmah yang
mengandung niai-nilai kepribadian masyarakat Dompu di
masa itu dalam hal memberikan kepercayaan kepada seorang
Raja yang memerintah dan menjiwai kehidupan masyarakat
Dompu.
31

URUTAN RAJA dan SANGAJI DOMPU

1) Dewa Sang Kula


Sumber lisan mengatakan, bahwa konon Dewa Sang Kula berasal dari
Negeri Yang Jauh. Kedatangannya melalui teluk Cempi dengan
menggunakan sebuah Perahu yang terbuat dari bambu Betung (Bambu
Kuning). Mendarat di Riang Ria atau Riwo, kemudian menetap di Ria atau
Riwo. Setelah melewati mufakat antara semua Ncuhi, Sang Kula akhirnya
diangkat menjadi Sangaji Pertama Dompu

2) Dewa Tulang Bawang


Dewa Tulang Bawang berasal juga dari Negeri Yang Jauh. Putra dari Raja
Tulang Bawang dari Bukit Siguntang, Sumatra. Dalam pengembaraannya
mencari pelabuhan yang menghadap matarahi terbit, Tulang Bawang
terdampar di Teluk Cempi. Perahu yang digunakannya terhempas ke darat
kemudian membatu dan dinamakan Wadu Lopi. Tulang Bawang kemudian
menikah dengan putri dari Dewa Sang Kula bernama Indra Kumala, dan
diangkat menjadi Raja Dompu yang kedua
32

3) Dewa Indra Dompu. Putra dari Dewa Tulang Bawang

4) Dewa Ma Mbora Bisu


Saudara dari Dewa Indra

5) Dewa Mbara Balada. Saudara dari Dewa Indra

6) Dewa Kuda, putra dari Dewa Mbara Balada


7) Dewa Ma Wa'a Taho
Dewa Ma Wa'a Taho adalah putra Dewa Kuda. Pada masa kekuasaannya
terjadi misi penaklukan oleh pasukan Kerajaan Majapahit, tahun 1340, yang
berakhir dengan kemenangan pasukan Kerajaan Dompu. Sisa pasukan yang
masih hidup tidak kembali ke Majapahit, tetapi tinggal dan menetap di sekitar
teluk Cempi. Barulah pada penyerangan yang kedua tahun 1357, pasukan
Majapahit menang dengan cara perang tanding antara masing-masing
pimpinan pasukan, yang berakhir dengan kemenangan Panglima dari
Kerajaan Majapahit, sehingga Kerajaan Dompu dinyatakan takluk di bawah
kekuasan Majapahit.
33

8). Dewa Dadala Nata


Dewa Dadalanata adalah pimpinan pasukan bantuan dari Bali yang
membantu penyerangan Majapahit. Setelah Kerajaan dompu takluk, Dadala
Nata mengangkat dirinya menjadi Raja Dompu yang ke-8.

9) Sultan Syamsuddin

Sultan Syamsuddin adalah putra dari Dewa Ma Wa'a Taho.

Sebagai orang pertama yang memeluk Agama Islam sekaligus sebagai Raja
pertama yang menyandang gelar Sultan, mulai memeluk Islam diperkirakan
bersamaan dengan saat pertama mulai masuknya Agama Islam di Dompu,
yaitu sekitar tahun 1520.

Sultan Syamsuddin dikenal sebagai Pemimpin yang sangat unggul dalam


menjalankan pemerintahan dan dalam usahanya mengenalkan ajaran
Agama Islam kepada rakyatnya yang masih kental dengan paham Animisme
dan Kepercayaan Hindu sisa pengaruh Kerajaan Majapahit. Itu sebabnya
Sultan Syamsuddin diberi gelar Ma Wa'a Tunggu (Unggul).
34

Mendirikan Istana Bata yang dikenal sebagai Situs Doro Bata di Kandai I
dan juga mendirikan Masjid pertama di Dompu. Masjid yang saat sekarang
hanya tinggal puing-puing karena dirubuhkan sejak tahun 1962, letaknya di
Kampung Sigi, tepatnya di lokasi Kantor Kelurahan Karijawa.

Hasil laporan team survey :

Sigi adalah sebuah Kampung di Desa Karijawa, tempat di mana Masjid


pertama Dompu didirikan. Sigi berasal dari kata Mesigit (Masjid).
35

Bangunan masjid berukuran 25 m x 15 m, terbuat dari Kayu Jati. Bata bahan


bangunannya berukuran lebar 26 cm dengan ketebalan 8 cm. Ukuran tegel
lantainya 54 x 48 cm, ketebalan 3,5 cm. Masih ditemukan sisa bongkaran
tegelnya di sekitar lokasi dan ada juga yang telah dimanfaatkan oleh warga.

10) Sultan Jamaluddin

Dari Sumber tutur lisan, Sultan Jamaluddin adalah adiknya Sultan


Syamsuddin. Sebelum diangkat menjadi Sultan , menggantikan Sultan
Syamsuddin yang telah wafat, jabatannya adalah Wazir (Perdana Mentri).
36

11) Sultan Sirajuddin

Putra Sultan Syamsuddin. dinobatkan menjadi Sultan pada usia yang masih
sangat muda, sehingga untuk sementara kendali pemerintahan diserahkan
kembali kepada pamannya, Sultan Jamaluddin. Sementara menunggu saat
yang tepat untuk menerima tampuk Pemerintahan, Sultan Sirajuddin
menetap di Makassar. Ketika tiba saatnya untuk kembali ke Dompu,
mengambil alih kekuasaan, pamannya tidak bersedia untuk menyerahkan
kekuasaan kepada Sultan Sirajuddin. Sehingga Sirajuddin harus meminta
bantuan pihak Belanda yang sudah mulai menancapkan taringnya di
Kerajaan Dompu saat itu untuk merebut kembali tahta Kerajaan dari tangan
pamannya.

12) Sultan Akhmad

Putra Sultan Sirajuddin I dan menikah dengan putri Kerajaan Makassar,


saudara dari Sultan Hasanuddin. Adanya hubungan perkawinan ini
menjadikan hubungan kedua Kesultanan menjadi erat.

Namun dalam perjalanannya kembali dari Batavia, memenuhi panggilan


dari Belanda, Sultan Ahmad dibunuh oleh rakyatnya sendiri yang anti
terhadap Belanda. Hasrat Belanda untuk menguasai Dompu harus
37

betul-betul diantisipasi sedini mungkin, di samping untuk menjaga


kedaulatan, yang lebih penting adalah menjaga aqidah. Kedatangan
Belanda dikhawatirkan akan dibonceng oleh misi Kristenisasi, sehingga
paham keIslaman yang sudah sedemikian melekat, akan terganggu.

Sultan Akhmad kemudian dikuburkan di Kilo, sehingga diberi gelar Manuru


Kilo

13) Sultan Abdurrasul I

Putra Sultan Akhmad. Peristiwa terbunuhnya Sultan Akhmad membuatnya


sangat berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. Sultan Abdurrasul I
sangat hati-hati menjaga sikap dan prilakunya dalam menjalankan tugasnya
sebagai Sultan.. Segala keputusan dan kebijakan ditetapkan setelah
bermusyawarah dengan para Rato (Mentri-Mentri), sehingga Sultan
Abdurrasul I dikenal sebagai Sultan yang sangat arif bijaksana.

Di masa kekuasaannya berdatangan mubaligh-mubaligh Islam antara lain


Syekh Hasanuddin dari Sumatra. Beliau menikah dan meninggal di Dompu
dan dimakamkan di Waro Kali (Waro = leluhur, Kali = Qhadi ). Kuburan ini
dianggap keramat oleh warga sekitar. Kedatangan para Mubaligh ini tentu
saja semakin memperkuat keyakinan beragama, meski tradisi nenek moyang
38

masih belum bisa hilang sama sekali, seperti tradisi Toho ra Dore,
meletakkan sesajian untuk persembahan.

Sultan Abdurrasul I sering melakukan perang dengan Kerajaan-Kerajaan


yang ingin mengganggu kedaulatan kekuasaannya. Dimakamkan di
Dorongao dan diberi gelar Manuru Dorongao.

14) Sultan Akhmad Syah

Sultan Akhmad Syah adalah putra dari Abdurrasul I. Memerintah tidak lama,
karena sekembalinya dari Goa (Makassar) untuk menghadap Belanda, beliau
dibunuh oleh rakyatnya di Kambu. Diberi gelar Manuru Kambu dan
dikuburkan di Paropa, Kilo.
15) Sultan Usman

Sultan Usman adalah saudara Sultan Akhmad Syah. Memerintah tidak lama
karena meninggal di Goa, sehingga diberi gelar Manuru Goa. Ketika beliau
naik tahta, saat itu sedang terjadi perang antara Makassar melawan Belanda
tahun 1660-1670.

16) Sultan Abdulkahar


39

Sultan Abdulkahar adalah putra saudara perempuan Sultan Abdurrasul I.


Beliau diangkat sementara karena putra Sultan Usman (Syamsuddin) masih
sangat kecil, agar tidak terjadi kefakuman pemerintahan di Dompu.

Sultan Abdulkahar pernah berperang dengan Raja Bone. Dalam peperangan


itu Sultan Abdulkahar berhasil merampas senjata pamungkas Kerajaan Bone
yang di Dompu disebut dengan BALABA. Tawanan perang dari Kerajaan
Goa oleh Sultan Abdulkahar ditempatkan di pemukiman khusus yaitu di Bada
(Nama salah satu tempat di Sulawesi, di Kandai,berasal dari kata Kendari di
Sulawesi, Mantro, berasal dari nama Maros. Oleh karena itu beliau diberi
gelar Ma Wa'a Hidi.

17) Syamsuddin II

Setelah Sultan Abdulkahar wafat, tampuk pemerintahan diserahkan kembali


kepada turunan Sultan Usman, yaitu Sultan Syamsuddin II. Masa
pemerintahannya tidak lama, karena meninggal di usia muda, dan diberi
gelar Ma Wa'a Sampela.

18) Sultan Abdulkadir.


40

Sultan Abdulkadir adalah saudara Sultan Akhmad Syah. Menikah dengan


putri Sultan Abdulkahar dan memiliki putra bernama Abdurrakhman. Beliau
sangat hati-hati dan lemah lembut dalam menjalankan pemerintahan, serta
selalu mengambil keputusan setelah melalui musyawarah terlebih dahulu.
Sehingga beliau diberi gelar Ma Wa'a Alus

19) Sultan Abdurrakhman

Putra dari Sultan Abdulkadir. Wafat di Kempo, sehingga diberi gelar Manuru
Kempo

20) Sultan Abdulwahab

Putra Sultan Abdulkadir. Tahun 1653 pernah memimpin perang dengan


Kerajaan Sumbawa, yang berakhir dengan kekalahan besar-besaran di pihak
Sumbawa, sehingga banyak rampasan perang yang berhasil dibawa
termasuk sebuah Tambur yang disebut Tambu La Wata Kampo, karena
suaranya yang nyaring ketika dipukul. Kemudian dilakukan perjanjian damai
antara Sultan Abdulwahab dengan Sultan Kerajaan Sumbawa yang
menyatakan bahwa wilayah Kedemungan Ampang sampai Nisa diserahkan
menjadi wilayah kekuasaaan Kesultanan Dompu. Atas kemenangannnya
41

tersebut, Sultan Abdulwahab diberi gelar Admiral Jenderal. Sultan


Abdulwahab dikenal sebagai Sultan yang suka beristri dan tidak serius
menjalani perintah agama. Segala yang diinginkannya harus dipenuhi,
sehingga rakyatnya memberinya gelar Ma Wa'a Ca'u

21 Sultan Abdullah

Sultan Abdullah adalah putra Sultan Abdulwahab. Seperti ayahandanya,


Sultan Abdullah tidak menjalankan ajaran Agama dengan baik, bahkan
cenderung semaunya juga, senang hidup bermewah-mewahan dan suka
bersolek, sehingga diberi gelar Ma Wa'a Saninu

22) Sultan Ya'kub

Putra dari sultan Abdullah. Masa pemerintahannya tidak lama, karena


mengalami gangguan jiwa, sehingga harus diasingkan ke Mpuri-Bima

23) Sultan abdul Azis

Putra dari Sultan Abdullah dan tidak bergelar


42

24) Sultan Muhammad Tajul Arifin I

Putra dari Sultan Abdulwahab. Pada masa kekuasaannya sering terjadi


ketidakstabilan, karena menjalankan pemerintahan semaunya sendiri tanpa
boleh dibantah. Kesenangannya untuk kawin sama dengan Sang Ayah
Sultan Abdulwahab.

Bergelar Ma Wa'a Mbere. Konon Sultan Muhammad Tajul Arifin I adalah


anak dari selir yang berasal dari Bali

25) Sultan Abdurrasul II

Adalah saudara dari Muhammad Tajul Arifin I. Selain sebagai Sultan,


Abdurrasul II juga berperan sebagai Pemimpin Keagamaan. Kegiatan
keagamaannya sangat baik. Sultan Abdurrasul memindahkan lokasi Istana
dari Bata Ntoi (Kandai I) ke lokasi baru yang menjadi lokasi Masjid
Baiturahman sekarang. Saat wafat Sultan Abdurrasul II dikuburkan di Bata,
sehingga diberi gelar Manuru Bata.

Di masa pemerintahannya datang seorang Mubaligh dari Mekkah bernama


Syekh Nurdin yang diangkat menjadi Tuan Syekh untuk mengajarkan
agama Islam di lingkungan keluarga Sultan. Kemudian Syekh Nurdin
43

menikah dengan putri Kerajaan bernama Khadijah. Putra mereka adalah


Abdulgani dan Abdussalam serta 1 orang putri Jauharmani.

26) Sultan Salahuddin

Putra dari Sultan Abdurrasul II. Membawa perubahan besar bagi Kesultanan
Dompu, karena Sultan Salahuddin menerapkan Syariat Islam yang
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist sebagai Dasar Hukum Pemerintahaannya,
sehingga Sultan Salahuddin diberi gelar Ma Wa a Adi (Yang Membawa
Keadilan). Wafat tanggal 23 Agustus 1870.

27) Sultan Abdullah


Putra dari Sultan Salahuddin. Meneruskan cita-cita ayahandanya untuk
semakin mengembangkan dan memajukan agama Islam. Tidak lama masa
pemerintahannya, kemudian wafat. Mendapat gelar Ma Wa'a Ncihi.
Dinobatkan pada tanggal 3 Juni 1871
44

28) Sultan Muhammad Sirajuddin

Putra dari Sultan Abdullah. Dinobatkan sebagai Sultan pada tanggal 21


Oktober 1886. Selama masa pemerintahannya, Muhammad Sirajuddin turut
aktif juga dalam pengembangan Agama Islam. Sikapnya yang mengulur-
ngulur waktu untuk menempatkan personil Belanda dalam struktur
Pemerintahan sesuai perjanjian, dianggap sebagai sebuah
pembangkangan oleh Belanda. Inilah yang menyebabkan Sultan Muhammad
Sirajuddin diasingkan dan kemudian wafat di Kupang, sehingga diberi gelar
Manuru Kupang
45

29) Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin II


Setelah Sultan Muhammad Sirajuddin diasingkan ke Kupang, di Kesultanan
Dompu terjadi kefakuman dalam pemerintahan sampai berakhirnya
pendudukan Belanda, kemudian digantikan oleh Jepang. Pada saat
Penjajahan Jepang inilah, untuk mengatasi kefakuman, oleh Jepang
Kesultanan Dompu digabungkan secara paksa dengan Kesultanan Bima
sampai berakhirnya pendudukan Jepang. Setelah berakhirnya pendudukan
Jepang, rakyat Dompu menuntut untuk dipulihkannya kembali Kesultanan
Dompu.
Akhirnya berdasarkan keputusan Resident Timur No. 1a pada tanggal 12
September 1947 Kesultanan Dompu dipulihkan kembali dan Muhammad
Tajul Arifin II, cucu Sultan Muhammad Sirajuddin, diangkat menjadi Sultan
yang ke 29 (Sultan terakhir). Wafat pada tanggal 12 September 1964.
Masa Kesultanan kemudian berakhir dengan ditetapkannya Dompu sebagai
daerah Swapraja berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1957 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah Swatantra Tk. II. Kemudian dilanjutkan
dengan Undang-Undang No. 69 tahun 1958 tentang pembentukan menjadi
Daerah Kabupaten Tk. II Dompu.
46

inilah urutan Kepala Daerah Tk. II Dompu .

1. Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin (01-12-1958


s.d.2021)

2. H. A. Rakhman Makhmud (30-04-1960 s.d. 3011-1966)

3. I Gusti Ngurah BA. (30-11-1966 s.d. 11-08-1967)

4. Suwarno Atmojo (11-08-1967 s.d. 24-09-1979)

5. Heroe Soegijo (24-09-1979 s.d. 24-08-1984)

6. H. Mohammad Yakub MT 29-091984 s.d. 1989)

7.DRS. H.UMAR YUSUF

8DRS..H.HIDAYAT ALI

9.H.ABUBAKAR AHMAD SH

10.H.SYAIFURRAHMAN SALMAN

11.DRS.H.BAMBANG M.YASIN
47
48

Silsilah Raja-raja Dompu

Menurut Soenardi, 1976

1.Dewa Bat. Dompu


Indera Kumala

2.Dewa Ind. Dompu 3.Dewa


Mbora Dompu

4.Dewa Mbora Balada 5.Dewa


yang punya kuda

6.Dewa
yang mati di Bima

(diasingkan karena zalim)


7. Dewa Mawaa La Patu
(Raja Bima bergelar Mawaa Laba)

8. Dewa Mawaa Taho


Dadela Nata

Joharmani 9. Sultan Samsuddin


10. S. Jamaluddin
(Putri syeh Nurdin dari Mekkah) Mawaa Tunggul
Manuru Dorongao

11. S. Sirajuddin putri Sultan Goa


Manuru Bata
49

12. S. Ahmad Manuru Kilo 13. S.


Abdul Rasul I Manuru Laju

14. S. Usman Mawaa Parabo


15. S. Abdul Kahar
Mawaa Hidi
(putera Raja Kendari)
16. S. Samsuddin 17. S. Ahmad Syah
18. S. Abdul Kadir
Mawaa Sampela Mawaa Kambu
Mawaa Alus

(Kamaluddin
Mawaa Iha)
Diasingkan karena
zalim

18. S. Abdul Kadir


Mawaa Alus

19. S. Abdurrahman 20. S. Abdul


Wahab
Manuru Kempo Mawaa Cau

21. S. Abdullah 22. S. Muhammad Tajul Arifin 1 23.


S. Abdul Rasul II
Mawaa Saninu Mawaa Mbere
Bata Bou
50

S. Yakub 24. S. Muhammad


Salahuddin
(diasingkan karena kurang waras) Mawaa Adil

25. S. Abdullah 26. S.


Abdul Aziz

27. S. Muhammad Sirajuddin


(diasingkan ke Kupang oleh Kompeni)

28. S. Muuhammad Tajul Arifin II


(1947-1957, ob. 1963)

***
51

Menurut Soenardi, 1976

1. Dewa Bat. Dompu Indera Kumala


2. Dewa Ind. Dompu
3. Dewa Mbora Dompu
4. Dewa Mbora Balada
5. Dewa yang punya kuda
6. Dewa yang mati di Bima (diasingkan karena zalim)
7. Dewa Mawaa La Patu (Raja Bima bergelar Mawaa Laba)
8. Dewa Mawaa Taho Dadela Nata Joharmani
9. Sultan Samsuddin
10. S. Jamaluddin (Putri syeh Nurdin dari Mekkah) Mawaa Tunggul Manuru Dorongao
11. S. Sirajuddin putri Sultan Goa Manuru Bata
12. S. Ahmad Manuru Kilo
13. S. Abdul Rasul I Manuru Laju
14. S. Usman Mawaa Parabo
15. S. Abdul Kahar Mawaa Hidi (putera Raja Kendari)
16. S. Samsuddin
17. S. Ahmad Syah
18. S. Abdul Kadir Mawaa Sampela Mawaa Kambu Mawaa Alus (Kamaluddin Mawaa
Iha)
Diasingkan karena zalim
18. S. Abdul Kadir Mawaa Alus
19. S. Abdurrahman
52

20. S. Abdul Wahab Manuru Kempo Mawaa Cau


21. S. Abdullah
22. S. Muhammad Tajul Arifin 1
23. S. Abdul Rasul II Mawaa Saninu Mawaa Mbere Bata Bou S. Yakub
24. S. Muhammad Salahuddin (diasingkan karena kurang waras) Mawaa Adil
25. S. Abdullah
26. S. Abdul Aziz
27. S. Muhammad Sirajuddin (diasingkan ke Kupang oleh Kompeni)
28. S. Muhammad Tajul Arifin II (1947-1957, ob. 1963).

Sumber / Source: ada beberapa versi: link


There are several versions.
53

Silsilah Raja-raja Dompu


Menurut rekaman M. Jauffret, 1961

Sang Bima

1. Indera Kemala Indera


Jamarut
Dewa Bitara Dompu

2. Dewa Ind. Dompu 3. Dewa Mambara Bisu 4. Dewa


Mambara Belanda

5. Dewa yang punya kuda

6. Dewa yang mati di Bima

7. Dewa Mawaa Lapatu


(Raja Bima bergelar Mawaa Laba)

8. Dewa Mawaa Taho

9. Sultan Syamsuddin
S. Malikussaid
Mawaa Tunggu
(Makassar, 1606-1653)

10. S. Jamaluddin 11. S. Sirajuddin I


Patimang Daeng Nisakking
54

Manuru Dorongso Manuru Beta


Karaeng Bontojelne

12. S. Ahmad 13. S. Abdulrasyul


Manuru Kilo Manuru Laju

15. S. Abdulkahar 14. S. Usman


Manuru Midi Mawaa Parabo

16. S. Syamsuddin
17. S. Kamaluddin
Mawaa Sampela
18. S. Ahmad Syah
Manuru Kambu
19. S. Abdul Kadir
Manuru Alus

20. S. Abdul Rahman


Manuru Kempo

Istri asal Jarangoco 21. S. Abdul Wahab istri


asal Bali
Mawaa Cau

22. S. Abdullah 23. S. Yakub 24. S. Abdullah Tajul Arifin I 25.


S. Abdulrasyul II
Mawaa Saninu
26. S. Muhammad
Salahuddin
55

27. S. Abdullah II
Bancihincawa

28. S. Muhammad
Sirajuddin

29. S. Muhammad Tajul


Arifin II
Mawaa Sama
56

SILSILAH SULTAN DOMPU


(1545 – 1934)

TAHUN URUTAN LAMA


NO URUTAN SULTAN
BERTAHTA RAJA BERTAHTA
1545 – 1590
1 SAMSUDIN 9 45 TAHUN
24 – 9 – 1545
2 JAMALUDDIN 1590 - 1627 10 37 TAHUN
SIRADJUDDIN
3 (JENELI DEA, TURELI 1627 - 1667 11 40 TAHUN
BOLO)
ABDUL HAMID
4 1667 - 1697 12 30 TAHUN
AHMAD
ABDUL RASUL
5 1697 - 1718 13 21 TAHUN
BUMI SO ROWO
USMAN DAENG
6 1718 – 1727 14 9 TAHUN
MANABANG
ABDUL YUSUF
7 1727 - 1732 15 5 TAHUN
USMAN
KAMALUDIN ALI
8 1732 16 DIASINGKAN
AKBAR
ABDUL KAHAR
9 1732 - 1749 17 17 TAHUN
DAENG MAMU
AHMAD ALAUDIN
10 1749 - 1765 18 16 TAHUN
JOHANSYAH
ABDUL KADIR
11 1765 - 1774 19 9 TAHUN
(JENELI HU’U)
1774 – 1787 13 TAHUN
12 ABDURRAHMAN 20
1793 - 1798 5 TAHUN
13 ABDUL WAHAB 1787- 1793 21 6 TAHUN
57

(TURELI DOMPU)
YACUB DAENG
14 1798 22 DIASINGKAN
PABELA
1798 – 1799 1 TAHUN
15 ABDULLAH I 23
1799 - 1805 6 TAHUN
MUHAMMAD TADJUL
16 1805 – 1809 24 14 TAHUN
ARIFIN
ABDUL RASUL
17 1809 - 1857 25 43 TAHUN
(DAE HAU)
MUHAMMAD
18 1857 - 1870 26 13 TAHUN
SALAHUDDIN
19 ABDULLAH II 1870 - 1882 27 12 TAHUN
MUHAMMAD 1882 – 1934
SIRADJUDDIN TURUN
TAHTA:
20 11– 9-1934 28 52 TAHUN
WAFAT:
14 – 2- 1937
1847 - 1937
MUHAMMAD TADJUL
21 1947 - 1955 29 8 TAHUN
ARIFIN

SILSILAH KETURUNAN SANGAJI DOMPU 1545- 1934

TAHUN URUTAN LAMA


O URUTAN SULTAN
BERTAHTA RAJA BERTAHTA
58

1545 – 1590
1 SYAMSUDIN 9 45 TAHUN
24 – 9 – 1545

2 JAMALUDDIN 1590 – 1627 10 37 TAHUN

SIRADJUDDIN
3 1627 – 1667 11 40 TAHUN
(JENELI DEA, TURELI
BOLO)

4 ABDUL HAMID AHMAD 1667 – 1697 12 30 TAHUN

21 TAHUN

ABDUL RASUL
5 1697 – 1718 13
BUMI SO ROWO

USMAN DAENG
6 1718 – 1727 14 9 TAHUN
MANABANG

7 ABDUL YUSUF USMAN 1727 – 1732 15 5 TAHUN


59

8 KAMALUDIN ALI AKBAR 1732 16 DIASINGKAN

ABDUL KAHAR DAENG


9 1732 – 1749 17 17 TAHUN
MAMU

AHMAD ALAUDIN
10 1749 – 1765 18 16 TAHUN
JOHANSYAH

ABDUL KADIR (JENELI


11 1765 – 1774 19 9 TAHUN
HU’U)

1774 – 1787 13 TAHUN


12 ABDURRAHMAN 20
1793 – 1798 5 TAHUN

ABDUL WAHAB
13 1787- 1793 21 6 TAHUN
(TURELI DOMPU)

14 YACUB DAENG PABELA 1798 22 DIASINGKAN

1798 – 1799 1 TAHUN


15 ABDULLAH I 23
1799 – 1805 6 TAHUN

MUHAMMAD TADJUL
16 1805 – 1809 24 4 TAHUN
ARIFIN I

17 ABDUL RASUL II 1809 – 1857 25 48 TAHUN


60

(DAE HAU) Mawaa Bata


Bou

18 MUHAMMAD SALAHUDDIN 1857 – 1870 26 13 TAHUN

19 ABDULLAH II 1870 – 1882 27 12 TAHUN

1882 – 1934

TURUN
TAHTA:
MUHAMMAD
20 28 52 TAHUN
SIRADJUDDIN 11– 9-1934

WAFAT:

14 – 2- 1937

MUHAMMAD TADJUL
21 1947 – 1955 29 8 TAHUN
ARIFIN II
61

V.SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN KESULTANAN


DOMPU
62

Sebagai sebuah Kerajaan yang telah berdiri lama, Kerajaan Dompu memiliki
Sistem Organisasi Pemerintahan yang teratur dan rapi.

Dari mulai terbentuknya, telah mengalami 2 bentuk atau sistem


Pemerintahan yaitu Pemerintahan Kerajaan dan Kesultanan.

Penulis tidak menyimpulkan , bahwa Sistem Kerajaan ada pada saat


masyarakat Dompu menganut agama Hindu, karena beberapa alasan :

1. Tidak adanya peninggalan budaya,ritual, ataupun bangunan berupa


Candi atau Arca yang menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu.
Hanya ada nama-nama wilayah yang menunjukkan bahwa Majapahit
pernah menaklukkan dan berkuasa di Dompu, seperti nama Daha,
Kuta, Madawa, Soko, dan Puma di wilayah Kecamatan Hu'u,
Padamara di Kempo, dan Doro Sweta, di Bali I
2. Sampai masuknya Agama Islam, bahkan setelah Agama Islam
menjadi agama resmi Kerajaan, tradisi Toho ra Dore, Cera Labu,
Mbei ru'u, Soji Ra Sangga yang merupakan ritual Animisme masih
kerap dilakukan sebagai pertanda sesembahan masyarakat Dompu
adalah Sang Jin (Parafu, Poto Ra Mata) dan bukan Sang Dewa
63

sebagaimana ajaran Hindu. Sehingga Penulis lebih tepat menyebut


saat itu adalah era Animisme dan bukan Hindu.

Bahkan yang menonjol dan yang perlu dicatat di sini bahwa Kerajaan Dompu
dalam urusan Pemerintahan dan Kemasyarakatan diperlakukan secara
penuh berdasarkan Syariah Islam seperti dalam soal pembagian waris,
hukum rajam untuk orang yang berzinah.

Pemberlakuan hukum Islam secara keseluruhan terjadi saat pemerintahan


Sultan Salahuddin. Masyarakat Dompu, di mata Hukum saat itu
diperlakukan seadil-adilnya tanpa dibeda-bedakan, sehingga rakyat
memberinya gelar Ma Wa'a Adi (Yang Membawa Keadilan).

Agama Islam yang menjadi anutan Raja dan masyarakat memberi pengaruh
pula pada penguasa untuk melakukan penyesuaian diri, misalnya nama
kepala pemerintahan yang semula disebut Raja diganti dengan sebutan
Sultan.

Sesuai dengan pembagian wilayah Pemerintahan Daerah bawahan, maka


sampai di tingkat terrendah pun telah diatur aparat pelaksana Pemerintahan
sesuai dengan tingkat wilayahnya masing-masing yang kesemuanya dari
aparat Pemerintahan yang terdiri dari Hadat dan Hukum
64

Mereka menjalankan hukum Pemerintahan di wilayanya atas nama Raja atau


Sultan, sehingga mereka yang diangkat menjadi Pejabat di wilayahnya
masing2 merasa bertanggungjawab atas segala urusan pemerintahan yang
dibebankan di atas pundaknya dan di samping itu agar komunikasi antara
bawahan dan atasan terbina dengan baik dan pengawasan atas
pelaksanaan tugas dapat dilakukan secara efektif

Susunan organisasi pemerintahan baik di tingkat Kerajaan atau Kesultanan


sebagai pusat Pemerintahan maupun di tingkat wilayah daerah bawahan
adalah sebagai berikut :

I. PEMBAGIAN KEKUASAAN DAN TUGAS-TUGAS APARATUR

A. PIMPINAN PUSAT PEMERINTAHAN

Pimpinan pusat Pemerintahan berada di tangan Raja atau Sultan.


Kekuasaannya meliputi :

 Pemegang kekuasaaan tertinggi di dalam dan di luar hukum


 Pemegang kekuasaan atas Angkatan Bersenjata,
 Pemegang kekuasaan peradilan.
65

Namun dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya sebagian urusan


Pemerintahan didelegasikan kepada para Mentri yang disebut dengan Rato

B. MENTRI-MENTRI (RATO)

Perangkat Pemerintahan di Pusat Pemerintahan Kerajaan yang disebut


Mentri (Rato) adalah terdiri dari :

1. Raja Bicara : adalah Perdana Mentri atau Wazir. Pejabat terakhir di


masa kekuasaan MT. Sirajuddin adalah Bahnan Daeng Situru.
2. Rato Rasa Na'e : adalah Mentri Koordinator Wilayah (Bae Woro) =
sebelah Timur Wilayah Kerajaan. Pejabat terakhir di masa
kekuasaan MT Sirajuddin adalah Harunarrasyid (Kampung Raro)
3. Rato Dea : Mentri Koordinator wilayah (Bae Sire) sebelah barat
wilayah Kerajaan. Pejabat terakhir Usman Mahmud (Kampung Potu)
4. Rato Parenta : Mentri Dalam Negri. Pejabat terakhir A. Azis M. Saleh
(Kampung Sigi)
5. Rato Renda : adalah Mentri Pertahanan. Pejabat terakhir di masa
kekuasaan MT Sirajuddin dijabat oleh M. Salahuddin (Kampung
Rato).
66

Setelah Agama Islam menjadi agama resi Kerajaan dan masyarakat, maka
sistem Pemerintahan yang dulunya berdasarkan Hadat dilengkapi dengan
urusan Keagamaan yang terdiri dari :

1. Qadhi : adalah Mentri Pendidikan Agama. Terakhir dijabat oleh H.


Makhmud Hasan (Kampung Rato)
2. Imam : Mentri Agama. Pejabat terakhir adalah H. Abubakar
(Kampung Magenda), kemudian diganti H. Abdullah (Kampung
Magenda).

C. PEMERINTAHAN WILAYAH

Wilayah Pemerintahan daerah bawahan di masa itu dibagi atas Wilayah


Koordinasi dan Wilayah Administratif, yang susunannya sebagai berikut :

I. WILAYAH KOORDINASI
Wilayah ini dipimpin oleh pejabat yang disebut Tureli, membawahi wilayah
Kejenelian atau Kecamatan.

Susunan Tureli sebagai berikut :


67

1. Tureli Dompu, berkedudukan di Dompu, membawahi Jeneli Dompu


dan Katua. Terakhir dijabat oleh Daeng Tanga (Kampung Bada)
2. Tureli Adu, berkedudukan di Adu, membawahi Jeneli Adu dan Hu'u.
Terakhir dijabat oleh M. Ali Idrus (Kampung Rato)
3. Tureli Bula, berkedudukan di Kempo, membawahi Jeneli Dea
(Kempo), Jeneli Kilo, Jeneli Pekat, dan Jeneli Tompo. Terakhir
dijabat oleh B. Akhmad (Kampung Rato)

II. WILAYAH ADMINISTRATI F


1. 1. KEJENELIAN (KECAMATAN)
Wilayah ini berkedudukan sebagai wilayah Administratif yang pejabatnya
dijabat Jeneli. Jeneli berasal dari kata Karongga Eli (Menyampaikan Berita),
atau kurir.

Dibagi atas :

 Jeneli Dompo
 Jeneli Katua
 Jeneli Adu
 Jeneli Hu'u
 Jeneli Dea (Kempo)
 Jeneli Tompo
68

 Jeneli Pekat
 Jeneli Kilo

2. 2. WILAYAH YANG DIPIMPIN OLEH JENA


Wilayah ini sama dengan status Desa sekarang. Pejabatnya disebut Jena.

Wilayah ini sama dengan status Desa sekarang. Pejabat Pemerintahannya


dipimpin oleh seorang Jena, kemudian berubah sebutannya menjadi
Gelarang

3. 3. WILAYAH YANG DIPIMPIN OLEH SARIAN


Wilayah ini sama dengan Kampung Sekarang dan pejabat Pemerintahannya
dipimpin oleh seorang Serian, kemudian berganti sebutan dengan nama
Kampung

Dari semua uraian tersebut seperti di atas, jelaslah bahwa sejak dulu
Kerajaan Dompu Telah memiliki Susunan Organisasi yang sempurna dan
teratur rapi dengan susunan perangkat aparatur yang lengkap, mulai di
tingkat pusat Pemerintahan sampai wilayah terrendah
69

SUSUNAN PERANGKAT PEMERINTAHAN

1. Raja/Sultan, sebagai Kepala Pemerintahan


2. Raja Bicara, sebagai Wazir atau Perdana Mentri
3. Rato, sebagai Mentri-Mentri
4. Tureli, sebagai Kepala Wilayah Koordinasi
5. Jeneli, Kepala Wilayah Administratif, atau disebut Camat
6. Jena, Kepala Wilayah Desa, saat ini disebut Kepala Desa/Lurah
7. Sarian, Kepala Wilayah Kampung. Saat ini disebagai Kepala
Lingkungan/Kepala Kampung.

SUSUNAN WILAYAH PEMERINTAHAN

 Wilayah Kerajaan atau Kesultanan, meliputi wilayah Sapaju Dana


Dompu
 Wilayah Kejenelian (Dompu dan Dima), Kedemungan (Sumbawa),
membawahi beberapa Gelarang (Desa/Kelurahan)
 Wilayah Gelarang (Desa/Kelurahan)
 Wilayah Kampung atau Lingkungan sebutanya sekarang

SUSUNAN selengkapnya Kepangkatan HADAT dan HUKUM


70

I. PANGKAT HADAT

 Raja/Sultan
 Raja Bicara
 Rato
 Rato bumi
 Bumi
 Jena
 Sarian
 Anangguru
 Mbangi dan Punta

II. PANGKAT HUKUM

 Qhadi
 Imam
 Lebe
 Khatib
 Bilal
 Robo (Marbot)
71

Dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya, ada sebagian Rato, Rato bumi,


Jena, dan Sarian yang merangkap tugasnya sebagai Perangkat Hadat dan
Hukum yang bertugas dalam lingkungan Istana Raja, dan sebagai perangkat
bawahan dari Rato.

Demikian pula dengan Jabatan dalam bidang Hukum, khususnya Jabatan


Qadhi, apabila belum ditemukan seseorang yang tepat untuk menjabat,
maka Sultan dapat merangkap sebagai Qadhi, sebagai bentuk
tanggungjawab yang besar seorang Sultan sebagai Hawo Ra Ninu
(Pelindung) masyarakat Hal ini pernah terjadi pada masa Pemerintahan
Sultan Salahuddin.

Khusus Jabatan Tureli, termasuk yang diangkat adalah Putra Mahkota.


Sebelum kelak diangkat menjadi Sultan, Jabatan ini menjadi salah satu cara
Sultan untuk mendidik dan mempersiapkan penggantinya.
72

NAMA-NAMA JABATAN DAN FUNGSINYA

No
NAMA JABATAN TUGAS DAN FUNGSI
.

I PEJABAT BAWAHAN RATO

PARENTA

1 Ompu To'i No.1-14 adalah Petugas-petugas

2 Anangguru Jena Ngoco di Istana yang berhubungan

3 Nenti Mone Cepe dengan urusan Rumah tangga


73

4 Nenti Mone Dompu Istana. Mengurus hasil untuk

5 Nenti Mone Ngeru Istana, seperti :

6 Nenti Mone Parisi 1. Dana Pajakai, jaminan Sultan

7 Nenti Mone Piso To'i 2. Dana Ampa

9 Nenti Mone Lera 3. Upeti-upeti dari semua hasil

10 Nenti Mone Kempo yang ada di Kecamatan-

11 Nenti Mone Kilo Desa yang dijadikan upeti

12 Nenti Mone Ngoco I (Ampa Taki)

13 Nenti Mone Ngoco II

14 Nenti Mone Rasa Na'e

15 Juru Kunci Bendaharawan Istana

16 Anangguru Rato I Pengurus Kesenian Istana

17 Anangguru Rato II Pengurus Kesenian Istana

18 Anangguru Mpa'a Pengurus Kesenian Istana

19 Jurutuli Asi Sekretaris Istana

20 Bumi Ndede Pejabat Tehnik Besi Istana


74

21 Juru Paju Pemegang Payung Istana

22 Rera Pati Urusan Dalam Istana

23 Ompu Kula Pembuat alat-alat Rumah

Tangga

dari daun lontar, pandan,

dan bamboo

24 Anangguru Owa Tukang Reparasi

25 Anangguru Pasoso Tukang Pembersih Senjata

26 Bantila ukang Kuda Istana

27 Tukang Sapu

28 Bumi Utu Penghubung

29 Bumi Kempo Penghubung untuk Kemo

30 Bumi Kore Penghubung untuk Kore

31 Wa'i Asi Inang Pengasuh

32 Nenti Rawi Juru Masak

33 Nenti Rawi Tukang Tumbuk Padi,


75

mengambil air, dll

II PEJABAT BAWAHAN RATO RENDA

1 Bumi Jara Tolotui

2 Bumi Jara Ngoco

3 Bumi Jara Dea

4 Bumi Jara Ro'o

5 Bumi Pareka

6 Bumi Kambu

7 Bumi Sala

8 Bumi Parandaja

9 Bumi Singkara

10 Bumi Sumpa

11 Bumi Puma

12 Bumi Parisi Asi

13 Bumi Parisi Dea

14 Bumi Parisi Kilo


76

15 Bumi Padolo Rasana'e

16 Bumi Taruou Risa

17 Bumi Fandaranda

18 Bumi Sari Bura

19 Bumi Sari Kwangko

20 Bumi Sari Temba

21 Bumi Sari Woko

22 Bumi Tua

23 Bumi Ncawu Labadi

24 Bumi Sari

25 Bumi La Ra'u

26 Bumi Ale

27 Bumi Tarupu Risa

28 Bumi Sumpi I

29 Bumi Sumpi II

30 Jena Sili I Peniup Seruling (Nafiri)


77

31 Jena Silu II Peniup Seruling (Nafiri)

32 Jena Jara Asi Pasukan berkuda

33 Jena Jara Patola Pasukan berkuda

34 Jena Jara Rasa Na'e Pasukan berkuda

35 Jena Jara Pasia Pasukan berkuda

36 Jena Jara Adu Pasukan berkuda

37 Jena Jara Hu'u Pasukan berkuda

38 Jena Jara Kilo Pasukan berkuda

39 Jena Jara Dea Pasukan berkuda

40 Jena Jara Ngoco Pasukan berkuda

41 Jena Jara Ngaji Pasukan berkuda

42 Jena Jara Tolotui Pasukan berkuda

43 Jena Jara Kali Pengurus Kuda

44 Punta Jara Pejabat Tehnik Urusan Senjata

45 Jena Bedi
78

GOLONGAN JENA PENGHUBUNG WILAYAH

1 Jena Rasa Adu

2 Jena Baralau

3 Jena Ngoco Adu

4 Jena Adu

5 Jena Sari

6 Jena Rasa Daha

7 Jena La Katau

8 Jena Jeru

9 Jena Ngoco Daha

10 Jena Sari Hu'u

11 Jena Sari tula Hu'u

12 Jena Rasa Hu'u

13 Jena Doro Hu'u

14 Jena Da'e Hu'u

15 Jena Nao Hu'u


79

16 Jena Na'e Hu'u

17 Jena Mpa'a Hu'u

18 Jena Lele Hu'u

19 Jena Luma Asi

20 Jena Katua

21 Jena Adu

22 Jena Hu'u

23 Jena Kempo

24 Jena Kilo

25 Jena Wawonduru

26 Jena Saneo

27 Jena Buncu

28 Jena O'o

29 Jena Ranggo

GOLONGAN SARIAN
80

1 Sarian I-IV Penjaga Istana

2 Sarian Saka Lasykar Pengaman Wilayah

3 Sarian Wila Jado

4 Sarian Limbi Na'e

5 Sarian Limbi To'i

6 Sarian Wila Na'e

7 Sarian Wila To'i

8 Sarian Kolo Na'e

9 Sarian Kolo To'i

10 Sarian Ngaji I

11 Sarian Ngaji II

1 Anangguru Suba Lasykar pengaman untuk

2 Anangguru Dompu wilayah daerah bawahan dalam

3 Anangguru Kempo hal pengendalian huruhara

4 Anangguru Adu
81

5 Anangguru Hu'u

6 Anangguru Kilo

7 Anangguru Kapita

8 Anangguru Baleba Pemain Baleba (Manca)

9 Anangguru Tambu Pemukul Tambur

10 Matua Genda Pengurus Gendang

11 Ompu Genda Pengurus Gendang

12 Anangguru Sumpi I Lasykar Sumpit

13 Anangguru Baju Penjaga Istana pakai Baju Besi

14 Anangguru Beba Pengurus Dou Beba

15 Anangguru Mboda Bicarakai Pengawal Raja Bicara

16 Anangguru Mboda Rasana'e Pengawal Rato Rasana'e

17 Anangguru Mboda Dea Pengawal Rato Desa

18 Anangguru Bayangkara Pengawal Rato Renda

19 Anangguru Cepeweki Pengawal Rato Parenta

20 Anangguru Ranggo Pengurus Sarang Burung


82

21 Ompu Sama Penjaga Sarang Burung

22 Anangguru Ngaji Guru Ngaji Istana

GOLONGAN MBANGI

1 Mbangi Asi Pesuruh Istana

2 Mbangi Rasana'e Pesuruh Rato Rasana'e

3 Mbangi Dea Pesuruh Rato Dea

4 Mbangi Sari Pesuruh Rato Parenta

GOLONGAN DOU SUBA (LASYKAR INFANTRI)

1 Dou Suba Asi

2 Dou Suba Patula

3 Dou Suba Rasana'e

4 Dou Suba Jarapasia

5 Dou Suba Adu

6 Dou Suba Hu'u


83

7 Dou Suba Dea

8 Dou Suba Kilo

9 Dou Suba Ngaji

10 Dou Suba Jara

GOLONGAN DOU BEBA (La Monca)

LASYKAR GERAK CEPAT

1 Dou Beba Patola

2 Dou Beba Rasana'e

3 Dou Beba Jarapasia

4 Dou Beba Adu

5 Dou Beba Hu'u

6 Dou Beba Dea

7 Dou Beba Kilo

8 Dou Beba Kali

9 Dou Beba Ngaji


84

10 Dou Beba Ngoco

11 Dou Beba Jara

GOLONGAN RATO BUMI

(KEPALA-KEPALA URUSAN)

1 Rato Bumi Ngoco Urusan Keamanan

2 Rato Bumi Nggampo Urusan Umum

3 Rato Bumi Ncawu Urusan Protokol

4 Rato Bumi Sari Madawa No. 4-7 adalah pejabat yang

5 Rato Bumi Sari Owo diperbantukan pada Jeneli jika

6 Rato Bumi Tarupu Hu'u Diperlukan

7 Rato Bumi Tarupu Nowa

Pejabat-pejabat Staff adalah mereka yang duduk dan bawahi oleh Rat-Rato
dengan susunan Staff secara vertikal sebagai berikut :

 Rato Bumi
85

 bumi
 Jena
 Sarian
 Mbangi

1. Kedudukan tugas dan kewajiban mereka adalah sesuai dengan


nama pangkat/jabatan staff tersebut
2. Jena adalah Kepala wilayah di tingkat Desa
3. Sarian Kepala wilayah di tingkat Kampung

Setelah adanya perubahan dengan diberlakukannya Syariah Islam dalam


sistem Pemerintahan, maka diangkatlah pejabat-pejabat khusus dalam
urusan Keagaman, baik dari tingkat pusat maupun sampai tingkat wilayah

- Pejabat di Tingkat Pusat (Kesultanan)

 Qadhi
 Imam

- Pejabat-Pejabat Staff
1. Di bawah Qadhi :

 Penghulu
 Anggota-anggota

2. Di bawah Imam :

 Lebe Kota
86

 Lebe Salama
 Khatib Karot
 Khatib Lawili
 Bilal Tua
 Bilal To'i
 Robo (Marbot)

- Pejabat-Pejabat di tingkat Kecamatan :

 Lebe Na'e
 Khatib Tua
 Khatib To'i
 Bilal Tua
 Bilal To'i
 Robo

- Pejabat di Tingkat Desa

 Cepe Lebe (Pembantu Lene Na'e)

- Bidang Tugas :
Ruang lingkup kegiatan serta tugas kewajiban dari seluruh keanggotaan
dalam bidang Agama dari Qadhi sampai bawahannya bertugas dalam bidang
:

 Urusan Pendidikan
 Urusan Peradilan
 Urusan Nikah, Talaq, Rujuk
 Urusan Mua'amalah (zakat, Fitrah, sedekah)
87

 Urusan Waqaf

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAHAN
Pemerintahan yang berdasarkan Hadat dan Hukum, selain menggambarkan

Tata susunan organisasi Pemerintahan, juga mengandung nilai


kebijaksanaan tentang tata laksana pemerintahan yang berdasarkan hukum
adat dan hukum adat atau hukum kebijaksanaan yang tidak tertulis yang
penjelmaannya di jaman itu berdasarkan kerapatan adat. Salah satu hal yang
menarik adala adalah adanya semboyan adat yang berlaku pada dua kurun
waktu sistem pemerintahan, yaitu :

1. Adat bersendi Sara’, maksudnya segala adat istiadat yang berlaku


dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan haruslah diatur
dan ditata oleh Sara’ (Pemerintah)
2. Sara’ bersendi Hukum, artinya segala adat dan istiadat yang berlaku
dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan adalah hasil
kerapatan Hadat dan Huku
3. Hukum bersendi Kitabullah, artinya bahwa sumber Hukum dalam
menata kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan adalah
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah

Pemerintahan Kerajaan Dompu, meski berbentuk Otokrasi, namu dalam


pelaksanaanya mengutamakan musyawarah mufakat untuk mencapai
kemufakatan antara Sultan dan Mentri-Mentri.
88

Begitu pula dalam kehidupan bermasyarakat, segala urusan yang disebut


LAMPA RAWI WEKI LAMPA RAWI SARA’ DI SU’U KASAMA BA DOU MA
MBOTO. Semua berdasarkan musyawarah mufakat dalam suasana
kehidupan yang bergotong royong atas dasar kekeluargaan, menjadi ciri
khas masyarakat Dompu saat itu sampai sekarang.

JAMINAN PERANGKAT PEMERINTAHAN KERAJAAN

Pada masa dulu, seluruh perangkat aparat Pemerintahan tidak dijamin


dengan gaji berupa uang. Maka gaji semua perangkat aparat pemerintahan
digaji dengan sawah Hadat. Kerajaan memiliki sejumlah sawah yang dipakai
untuk menggaji seluruh pegawai Pemerintahan yang terletak di kecamatan
Dompu, Kempo, Hu’u dan Kilo. Tanah ini dinamakan DANA NGAHA.

Khusu untuk Sultan disediakan 2 jenis tanah jaminan (Dana Ngaha), biasa
disebu

 Pajakai, yang dikelola secara gotongroyong oleh rakyat atau dengan


bagi hasil
 Di wilayah Desa disebut Dana Ampa, artinya tanah yang hasilnya
untuk upeti, dikerjakan secara gotongroyong oleh warga Desa. Bila
mengantar upeti ini disertai juga dengan membawa upeti hasil tani
lainnya. Mengantar upeti ini dilakukan dengan upacara khusus yang
namanya AMPA TAKI, dilakukan sekali setahun

89

VI.Agama, Suku, dan Bahasa Masyarakat Dompu

Kambali Dompu Mantoi – Kabupaten Dompu terletak di bagian Tengah


Pulau Sumbawa. Di Sebelah baratnya terdapat Kabupaten Sumbawa Barat
dan Kabupaten Sumbawa yang entah bagaimana ceritanya nama tersebut
didaulat menjadi nama pulau yang didiami dua rumpun suku yang secara
bahasa dan kultur berbeda satu sama lain. Di sebelah timurnya terletak
Kabupaten Bima dan Kota Bima yang secara pamor, jauh lebih dikenal dari
daerah yang lainnya yang ada di pulau Sumbawa. Nama pulau Sumbawa
sebenarnya tidak memiliki akar historis dan akar kultural apapun sehingga
bisa dipakai untuk merepresentasikan dua rumpun suku bangsa yang
mendiaminya. Ini karena nama Pulau Sumbawa hanyalah sebuah nama
pemberian penjajah Belanda. Menurut data BPS tahun 2013 penduduk
Dompu berjumlah 226.218 jiwa.
90

Secara ekonomi dan pendidikan, Kabupaten Dompu bisa dikatakan daerah


tertinggal. Dahulu, lebih dari 70% dana APBD Kabupaten Dompu masih
disubsidi oleh pemerintah pusat. Sedangkan sisanya adalah PAD yang
sebagian besar diperoleh melalui restribusi daerah. Namun sejak
dijalankannya program Terpijar (yakni program pengembangan ekonomi
rakyat dengan intensifikasi dan ekstensifikasi komoditas pertanian dan
peternakan berupa sapi, tebu, jagung, dan rumput laut), terjadi perbaikan
pendapatan per kapita masyarakat serta peningkatan kondisi perekonomian
daerah. Kab. Dompu bahkan sempat menerima beberapa penghargaan
tingkat nasional di bidang pertanian.
91

Dalam bidang pendidikan, sebagai ilustrasi, menurut Bambang Soekamto,


salah seorang pengawas sekolah di lingkup Dinas Pendidikan Kab. Dompu
pada tahun 2013 mengatakan bahwa di Kab. Dompu hanya ada satu sekolah
yang secara kurikulum, sarana dan prasarananya memenuhi syarat untuk
diterapkan kurikulum 2013. Lainnya tidak. Namun, dengan berbagai
kebijakan dan gebrakan pemerintah kabupaten Dompu dan Pemprov NTB,
Dompu telah mengalami berbagai kemajuan meskipun berjalan lambat.

AGAMA PENDUDUK DOMPU

Penduduk asli Dompu bisa dikatakan hampir 100% memeluk agama Islam.
Yang dimaksud penduduk asli Dompu di sini ialah mereka yang berasal dari
Suku Mbojo-Dompu (Suku Dompu, Suku Bima, Suku Donggo). Penduduk
Dompu adalah penganut agama Islam yang sangat fanatik. Menurut data
BPS tahun 2013 ada 94,26% (213.220 jiwa) pemeluk agama Islam di Dompu
yang dipeluk oleh etnis Mbojo-Dompu dan etnis Sasak (transmigran dari
Lombok). Pada masa lalu, Kerajaan Dompu mendapatkan pengaruh Islam
yang sangat besar dari Kesultanan Makassar di Samping juga pengaruh
Islam dari Jawa dan Sumatera. Maka tak mengherankan jika pada
pertengahan Abad XIX salah satu ulama berdarah Dompu pernah menjadi
guru besar di Madrasah Haramain, Makkah. Beliaulah Syaikh Abdul Ghani
92

Al-Bimawi Al-Jawi. Selain itu beliau juga pernah diangkat menjadi Qadhi di
Kesultanan Selangor, Malaysia pada tahun 1825 M. Sepulangnya
mengunjungi kampung halaman ayah dan kakeknya di Dompu.

Agama lain seperti Kristen, Hindu, dan Budha juga dipeluk oleh masyarakat
Dompu. Agama Kristen biasanya dipeluk oleh warga keturunan Tionghoa
dan para pendatang yang berasal dari luar pulau Sumbawa. Keturunan
Tionghoa umumnya berprofesi sebagai pedagang/pengusaha sehingga
mereka mendominasi perekonomian daerah ini. Sedangkan para pendatang
Kristen, mayoritas mereka adalah para guru, pegawai dan polisi asal NTT
dan sisa pengungsi ex-Timor Timur. Tahun 2013 ada sekitar 1.006 (seribu
enam) jiwa (0,44%) warga Dompu yang memeluk agama kristen. Terdiri atas
481 orang pemeluk Katholik dan 525 orang pemeluk Protestan.

Sebagaimana agama Kristen yang dipeluk oleh warga pendatang, begitu


juga dengan agama Hindu yang dipeluk oleh warga pendatang yang berasal
dari Bali dan Lombok. Warga Hindu asal Bali/Lombok yang berprofesi
sebagai guru dan polisi biasanya menempati wilayah dalam Kota Dompu.
Mereka membangun sebuah Pura di Kelurahan Simpasai yang diidentifikasi
sebagai pura pertama yang dibangun oleh warga pendatang. Adapun warga
Hindu yang berprofesi sebagai petani, jumlahnya jauh lebih banyak
93

dibanding pemeluk agama Hindu yang berprofesi sebagai guru dan polisi.
Mereka adalah para transmigran yang didatangkan dari Pulau Lombok
selama masa Orde Baru dan juga warga Hindu korban letusan Gunung
Agung tahun 1963 dari Pulau Bali. Mereka diberikan hak mengelola wilayah
pertanian yang luas di pelosok wilayah Kecamatan Kempo, Kecamatan Kilo
dan Kecamatan Pekat di Kaki Gunung Tambora. Berdampingan dengan
warga Transmigran asal Bima dan Lombok. Daerah ini tidak berpenghuni
sejak erupsi maha dahsyat Gunung tambora pada tahun 1815 M. Tahun
2013, ada sekitar 3.611 jiwa penduduk Dompu beragama Hindu (1,59%).
Sebarannya yakni di Kecamatan Kempo 2.157 jiwa, Kecamatan Mangge
Lewa 648 jiwa, Kecamatan Kilo 161 jiwa dan kecamatan Pekat 194 jiwa.
Sisanya menyebar di Kecamatan Dompu, Woja, dan Pajo.

Adapun warga yang memeluk agama Budha, menurut data BPS tahun 2013
mereka berjumlah 158 jiwa (0,6%) dan semuanya menempati Kecamatan
Dompu.
94

Foto Masjid Raya Dompu

Selain penduduk yang disebutkan di atas, Kabupaten Dompu juga dihuni


oleh para keturunan pedagang Arab. Seperti halnya keturuan Cina, mereka
biasanya sangat eksklusif dan berprofesi sebagai pedagang. Juga ada
pendatang dari Pulau Jawa. Pendatang dari Jawa Barat (Sunda) biasanya
95

berprofesi sebagai guru dan PNS, juga sebagian kecil sebagai pedagang.
Sedangkan mayoritas pendatang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah
pedagang, hanya sebagian kecil saja yang tertarik sebagai guru/PNS.
Biasanya dagangan utama mereka adalah bakso. Bakso Solo dan Bakso
Malang sangat terkenal di kalangan masyarakat Dompu Umumnya.

.SUKU DAN PENDUDUK ASLI DOMPU

Jika ditanya suku maka penduduk asli Dompu adalah Suku Mbojo-
Dompu sebagaimana penduduk Bima. Etnis Mbojo-Dompu terdiri atas
Suku Bima, Suku Dompu, Suku Kore, dan Suku Donggo. Dari keempat
sub-etnis itu, hanya Suku Kore yang secara signifikan tidak bermukim
di wilayah Kab. Dompu.

Masyarakat Dompu merupakan penutur bahasa yang sama dengan


masyarakat Bima dengan sedikit variasi kosa kata, dialek dan logat. Selain
itu, adat istiadat yang berkembang dan dipraktekkan masyarakat Dompu pun
persis sama dengan di Bima. Meskipun ada sedikit variasi.

Menurut klaim sebagian orang, Bahasa yang dikenal luas sebagai Bahasa
Bima sekarang ini, Bahasa Bima baru atau Nggahi Mbojo, sebenarnya
merupakan Bahasa Dompu atau merupakan Bahasa asli Suku Dompu.
96

Bahasa Dompu ini mulai digunakan di Bima ketika pasukan Majapahit dalam
Ekspedisi Padompo berhasil menaklukkan Kerajaan Dompo (Dompu) dan
mulai membentuk Kerajaan Bima.

Warga asli Dompu saat ini pada umumnya merupakan hasil percampuran
antara warga asli Dompu dengan pendatang yang berasal dari Sulawesi
(Bugis dan Gowa). Mereka dapat ditelusuri dengan panggilan dae yang
dalam bahasa setempat digunakan untuk memanggil orang tua laki-laki dan
seseorang yang umurnya lebih tua. Jadi, dae di sini bisa diartikan bapak atau
kakak. Kata dae berasal dari kata daeng dalam tradisi Padaengang Suku
Bugis/Gowa. Karena di masa lalu pengaruh Kerajaan Makassar sangat kuat,
maka terjadi asimilasi budaya di antar dua suku.

Di Dompu, kata Dae digunakan sebagai kata sapaan untuk orang yang lebih
tua. Panggilan Dae juga menjadi penanda hierarki status sosial nenek
moyang seseorang. Ada semacam “Bangsawan Kelas Dua” yang bukan
merupakan keturunan Raja-raja Dompu, mereka menyapa ibu-bapak mereka
dengan sebutan Dae. Kata Dae juga dipakai untuk menyapa seseorang yang
merupakan keturunan Raja-raja Dompu, namun tidak dipakai untuk menyapa
orang tua mereka.
97

Sebagai tambahan, di Dompu ada nama Kelurahan kandai Satu dan Kandai
Dua yang diyakini semula berasal dari kata Kendari. Penduduk asli Kandai
satu dan dua diyakini merupakan keturunan para da’i dan mubaligh yang
dulu datang dari Kendari, Sulawesi Tenggara.

Adapun bangsawan Dompu keturunan Raja-raja, pada masa lalu mereka


dipanggil dengan sebutan Ruma atau Uma. Keturunan langsung Raja yang
sedang berkuasa biasanya bergelar Ruma. Adapun anak keturunan dari
anak raja yang tidak menjadi raja digelari Uma di depan nama mereka. Kata
uma berasal dari kata Ruma. Kata Ruma dalam pengertian warga Dompu
modern berarti Dewa / Tuhan (God). Namun sebenarnya, kata Ruma juga
berarti Tuan (master) dan pemilik (owner) serta dapat pula berarti Raja
(King). Pasca 1947, keturunan Sultan Sirajuddin dan Sultan Abdullah
menggunakan kata sapaan Papi sebagai pengganti kata Ruma atau Uma.

Saat ini, pengguna gelar uma telah menyusut jika tidak dikatakan tak ada.
Keturunan Bangsawan Dompu biasanya tidak simpatik di mata elit
masyarakat yang non-bangsawan maupun bangsawan kelas dua. Di masa
lalu, terutama sejak Zaman Reformasi, ada semacam konflik kultural yang
sengaja dimunculkan untuk memarjinalkan kaum bangsawan demi
kepentingan politik pihak tertentu dengan mempolitisir dosa-dosa masa lalu
98

para raja dan kaum bangsawan. Sehingga hal ini membuat kedudukan
mereka tidak seperti kaum bangsawan di Jawa. Para keturunan bangsawan
akhirnya tidak lagi populer. Panggilan uma akhirnya hanya dipakai sebagai
kata sapaan di ranah domestik lingkaran keluarga saja, tidak di ranah publik.
Ini akibat ketidak tahuan masyarakat dan sulitnya mendeteksi akan status
kebangsawan seseorang. Namun, di ranah publik mereka masih dipanggil
dae.

Di kalangan masyarakat Dompu, ada kalangan yang memanggil orang tua


mereka dengan sebutan ama dan ina. Mereka disebut Londo Dari (non-
bangsawan). Ama berarti bapak, ina berarti ibu. Kata ama dan ina
merupakan kata dasar dan utama untuk menyebut bapak dan ibu di Dompu.
Namun seiring perkembangan zaman, kalangan ini mulai mengganti
panggilan mereka dengan kata dae, ayah, bapak, dan papa sehingga sulit
dilacak penggunaan kata Ina/ama kecuali di wilayah pelosok terpencil.
Dengan naiknya status sosial, jabatan dan kekayaan, mereka mulai risih
dipanggil ina/ama karena dianggap kuno dan kampungan.

Kata ama (bapak) dan ina (ibu) memiliki kemiripan dengan kata amaq
(bapak) dan inaq (ibu) dalam bahasa sasak (Lombok) dengan dihilangkan
bunyi konsonan di akhir kata sesuai kaidah Bahasa Mbojo-Dompu. Jika kita
99

boleh menduga, maka bisa jadi orang Sasak (Lombok) dan penduduk asli
Bima-Dompu dulunya berasal dari nenek moyang yang satu. Jika ditelusuri
lebih lanjut, maka nenek moyang orang Sasak merupakan pendatang dari
Jawa. Nah! [Uma Seo]

VII.Suku Dompu, Nusa Tenggara


Barat
Proto Malayan
Ras Asia di Seluruh Dunia
100

MASYARAKAT DOMPU
Suku Dompu adalah salah satu suku yang terdapat di pulau Sumbawa
kabupaten Dompu provinsi Nusa Tenggara Barat. Populasi suku Dompu
diperkirakan lebih dari 80.000 orang.

Suku Dompu di pulau Sumbawa, tersebar di 4 kecamatan, yakni kecamatan


Huu, kecamatan Dompu, kecamatan Kempo dan kecamatan Kilo.
Selain suku Dompu yang mendiami pulau Sumbawa, terdapat beberapa suku
lain yang juga hidup dan tinggal di pulau Sumbawa ini, yaitu suku orang
Bima, Donggo dan Sasak yang juga merupakan suku asli Nusa Tenggara
Barat. Selain itu ada juga beberapa suku pendatang, yaitu suku Melayu,
Bugis, China, Arab, Bali dan Timor.

Orang Dompu berbicara dalam bahasa Dompu, yang kadang disebut juga
101

sebagai bahasa Nggahi Mbojo.

Menurut cerita asal-usul Dompu, dahulu kala di daerah ini merupakan salah
satu daerah bekas kerajaan, yaitu Kerajaan Dompu. Kerajaan Dompu
diperkirakan merupakan salah satu kerajaan tua. Arkeolog dari Pusat Balai
Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu, dari hasil
penelitiannya menyimpulkan Kerajaan Dompu, adalah merupakan salah satu
kerajaan tua di wilayah timur Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum adanya kerajaan di daerah


Dompu ini, telah ada beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi”
(Raja kecil).
Pada masa itu ada 4 orang Ncuhi yang berkuasa, yaitu:

 Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang kecamatan


Hu`u)
 Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya
(sekarang kecamatan Woja dan Dompu).
 Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya.
 Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah desa Riwo
kecamatan Woja Dompu).

Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal adalah Ncuhi Hu`u.

Masyarakat suku Dompu sebagian besar memeluk agama Islam. Sedangkan


sebagian kecil ada juga yang memeluk agama Kristen Protestan, Kristen
Katolik, Hindu dan Budha.
Para ulama bagi masyarakat suku Dompu, merupakan golongan masyarakat
102

yang dianggap terhormat dan terpandang, selain itu ada golongan


masyarakat yang terdidik dan memiliki ekonomi yang baik juga dianggap
sebagai orang terhormat.

Jompa (lumbung padi)


103

JUMA PANGGU ) u
Suku Dompu memiliki bangunan rumah tradisional, yaitu Uma Jompa dan
Uma Panggu. Uma Jompa berfungsi sebagai lumbung padi. Sebenarnya
Uma Jompa ini tidak hanya suku Dompu yang memilikinya, masyarakat Bima
juga memiliki Uma Jompa yang bahkan lebih banyak dari yang ada di
wilayah Dompu.
Sedangkan Uma Panggu, rumah yang terbuat dari kayu atau papan, yang
berbentuk panggung. Uma panggu dapat dibedakan atas jenis konstruksinya,
104

yaitu Uma Ceko yang merupakan rumah asli Dompu dan Uma Pa’a Sakolo
yang dibawa masyarakat migran Bugis yang dibangun di daerah pesisir

Salah satu kerajinan budaya, yang terkenal dari Dompu, adalah kain tenun
Muna, yaitu kain songket Dompu. Biasanya kain songket Dompu ini
dikerjakan oleh pihak perempuan. Kain tenun Dompu ini sudah terkenal
karena keindahan dan kehalusan kainnya.

Suku Dompu pada umumnya hidup pada bidang pertanian. Tanaman padi
yang ditanam di sawah menjadi tanaman penting dan utama bagi mereka.
Mereka juga menanam berbagai tanaman lain, seperti sayuran, buah-buahan
serta beberapa tanaman keras di kebun milik mereka. Sektor perikan juga
menjadi kegiatan mereka. Profesi lain adalah sebagai pedagang dan menjadi
pegawai negeri.

VIII.Menguak Kabut Sejarah Masuknya Islam Ke Dompu


105

Kambali Dompu Mantoi – Dompu dahulu pada awal Abad ke-14 merupakan
sebuah kerajaan dan merupakan satu di antara Kerajaan-kerajaan kuno di
timur Indonesia. Di dalam kitab Negarakertagama, nama Dompu disebutkan
sebagai DOMPO dan menjadi salah satu Kerajaan yang ditargetkan untuk
ditaklukkan dan dikuasai oleh Majapahit. Ambisi berkuasa Majapahit sejak
sumpah palapa tahun 1331 akhirnya diwujudkan dengan ekspansi besar-
besaran ke berbagai kerajaan di nusantara.

Setelah terlebih dahulu menundukan Bali dan Lombok, akhirnya ekspansi


Majapahit ke timur sampai di Kerajaan Dompo. Namun ternyata Kerajaan
Dompo bukanlah kerajaan lemah. Terbukti dalam Negarakertagama dicatat
bahwa Majapahit terpaksa harus melakukan dua kali serangan yang dipimpin
oleh Tumenggung Nala baru bisa menundukan kerajaan Dompo. Itupun
106

setelah pada serangan kedua didatangkan pasukan tambahan dari Bali di


bawah komando Panglima Soka. Serangan pertama dilakukan pada tahun
1344 sedangkan serangan kedua yang berujung takluknya kerajaan Dompo
terjadi pada tahun 1357. Butuh waktu 13 tahun untuk mampu menaklukan
kerajaan Dompo membuat banyak orang percaya bahwa Kerajaan Dompo
bukanlah kerajaan kecil dan sembarangan.

Sebelum penaklukan oleh Majapahit, penduduk Kerajaan Dompo merupakan


penganut animisme-dinamisme. Kepercayaan lokal yang disebut Parafu ro
Pamboro yang menyembah arwah leluhur dan mengkultuskan mata air, batu,
pohon, dan gunung-gunung. Sebuah agama yang menjadikan manusia
menyembah mahluk Allah bukan Allah itu sendiri. Agama yang sama dengan
agama kaum Nabi Nuh yang disesatkan oleh Iblis agar menyembah orang-
orang shalih mereka. Begitu pula dengan masyarakat di Kerajaan Dompo
yang disesatkan oleh iblis untuk menyembah arwah nenek moyang mereka
yang dipercayai bersemayam di mata air, batu, pohon, dan gunung-gunung.
Padahal tidak ada yang bersemayam di dalam mata air, batu, pohon, dan
gunung-gunung kecuali bangsa jin dan iblis. Rasulullah SAW pernah
bersabda bahwa setelah Allah mengirim pasukan malaikat untuk mengusir
bangsa jin yang gagal memegang amanah untuk mengelola Bumi, maka
bangsa jin melarikan diri dan bersembunyi di pantai-pantai dan gunung-
gunung. Begitulah kepercayaan yang bernama parafu.

Adapun kedatangan Majapahit akhirnya membawa agama dan budaya Hindu


ke Dompu. Masyarakat Kerajaan Dompo hanya beralih dari animisme-
dinamisme menuju paganisme. Meskipun demikian, ada asumsi yang
menyatakan bahwa pengaruh agama yang dibawa Majapahit hanya
menyentuh lapisan atas masyarakat Kerajaan Dompo. Asumsi ini
berdasarkan dua alasan. Pertama, fakta membuktikan begitu minimnya
peninggalan berciri Hindu yang ditemukan di bekas wilayah Kerajaan
107

Dompo. Peninggalan bercorak Hindu yang ditemukanpun berada di dalam


radius wilayah yang dulunya merupakan pusat pemerintahan (Ibu Kota)
Kerajaan Dompo. Misalnya situs Dorobata atau candi sambitangga. Di luar
wilayah itu, justru banyak ditemukan peninggalan yang bercorak pra-hindu.
Kedua, Menurut Ridwan (1986) bahkan hingga tahun 1980-an, masih ada
masyarakat Dompu yang begitu kental mempraktekan ritual-ritual animisme-
dinamisme terutama di daerah Kilo. Terpeliharanya praktek dan ritual
animisme-dinamisme berupa ritual toho ra dore (persembahan sesajian)
membuktikan bahwa mereka tetap memegang keyakinan lamanya dan tidak
terpengaruh sedikitpun oleh ajaran Hindu serta tidak mempraktekkan
ritualnya. Bahkan ketika Islam masuk ke Kerajaan Dompo pun, masih ada
yang mempertahankan keyakinan nenek moyangnya itu.

Menurut Langit Kresna Hariadi (2006) sebagaimana dikutip oleh Kisman


Pangeran (2013), raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk menghadapkan Raja
Dompo ke istananya dan mempersilahkan Raja Dompo untuk melanjutkan
pemerintahan di bawah naungan imperium Majapahit. Keadaannya tetap
seperti itu hingga melemahnya Majapahit dan longgarnya kontrol terhadap
jajahan di timur nusantara. Peristiwa ini seiring masuknya cahaya Islam ke
Nusantara yang disokong oleh Negara Khilafah Islam yang berpusat di Turki.

Dalam kitab Kanzul Hum karya Ibnu Bathuthah yang kini tersimpan di Turki,
tercatat bahwa Sultan Turki Utsmaniyah, Muhammad I, pada tahun 1404 M
(808 H) mengirim surat pada Gubernur Khilafah di Afrika Utara dan Timur
Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama’ yang memiliki
kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke Pulau Jawa.
Akhirnya dikirimlah sembilan orang wali (di Jawa dikenal dengan nama Wali
Songo) angkatan pertama. Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Malik Israil
asal Turki, ibu kota Khilafah Islam saat itu, Maulana Ishaq asal Samarkand –
sekarang Rusia Selatan, Maulana Ahmad Jumadil Kubra asal Mesir,
108

Maulana Muhammad Al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Maulana


Hasanuddin dan Maulana ‘Aliyuddin dari Palestina, serta Syaikh Subakir dari
Persia adalah sembilan ulama pertama yang dikirim oleh Khilafah
Utsmaniyah ke Nusantara. Mereka sengaja dipilih karena telah
berpengalaman dalam pengisalaman masyarakat Hindu di India. Mengingat
masyarakat Nusantara juga menganut Hindu-Budha. Sebelum ke tanah
Jawa, mereka singgah di Pasai yang saat itu telah menjadi Kerajaan Islam.
Bahkan Sultan Zainal ‘Abiddin Bahiyan Syah (1349-1406 M) sendiri yang
mengantarkan Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Pulau Jawa.

Dengan berdirinya Kesultanan Demak pada tahun 1518, maka Demak


kemudian menjelma menjadi pusat penyebaran Islam di timur nusantara.
Sunan Giri adalah salah satu ulama yang menyokong aktifitas dakwah dan
jihad Kesultanan Demak. Beliau menjadikan Desa Giri sebagai pusat kendali
dakwahnya dengan membangun pesantren di sana. Sedangkan Sunan
Prapen adalah puteranya yang kemudian berperan besar dalam pengislaman
P. Lombok dan P. Sumbawa yang diperkirakan terjadi pada tahun 1520 M. Di
dalam bukunya sekitar kerajaan Dompu, Israil M. Saleh menyebutkan bahwa
Islam masuk ke Dompu pada tahun 1520 M. Yakni angka yang sama dengan
pengislaman P. Sumbawa di bawah Sunan Prapen. Lebih lanjut Israil M.
Saleh menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan dari Bo Dana Dompu,
ulama pertama yang datang dan berdakwah ke Kerajaan Dompo adalah
Syekh Nurdin. Beliau adalah seorang mubaligh keturunan Arab yang
berprofesi sebagai pedagang. Pada saat itu, Kerajaan Dompo dipimpin oleh
Sangaji (Raja) yang bergelar Dewa Mawa’a Taho (Dewa Pembawa
Kebaikan). Syekh Nurdin menikahi salah seorang puteri Dewa Mawa’a Taho
yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Siti Khadijah. Mungkin
dengan harapan dan do’a agar beliau dapat menjadi seperti Khadijah Al-
Kubra yang mendampingi dan menggunakan seluruh hartanya untuk
membantu dakwah Rasulullah SAW suaminya.
109

Jadi pengislaman tanah Dompu sangat berkaitan dengan Negara Khilafah


Islamiyah. Sebab ulama-ulama yang dikirim oleh Negara Khilafah Islam telah
menjadi peletak dasar masuknya Islam ke Dompu. Sunan Prapen yang
diduga kuat telah mengirimkan Syekh Nurdin adalah anak dari Sunan Giri.
Sedangkan Sunan Giri adalah anak dari Maulana Ishaq yang asli dari
Samarkand – Rusia. Maulana Ishaq yang merupakan petugas dakwah yang
dikirim oleh Negara Khilafah telah mewariskan tugas dari negara tersebut
kepada anak cucunya. Begitulah tabi’at dakwah Islam, ahli waris akan
menggantikan tugas dakwah pendahulunya.

Pendapat di atas, bahwa Islam masuk ke tanah Dompu sekitar tahun 1520
M, lebih mendekati kebenaran ketimbang pendapat lain yang menyatakan
bahwa Islam masuk ke Dompu dari arah Sulawesi Selatan pada tahun 1628
M. Sebab ada bukti lain yang mendukungnya. Yakni catatan Belanda yang
terdokumentasikan di Pusat Dokumentasi Raja-raja Nusantara di Vlaringen,
Belanda. Dalam data itu dikatakan bahwa Sultan Syamsuddin memerintah
pada tahun 1545 -1590 M dan naik tahta sejak tanggal 24 September 1545.
Jika Islam masuk ke Dompu pada tahun 1628 M, lalu mengapa sudah ada
Kesultanan Dompu sejak tahun 1545? Ini artinya Islam telah masuk ke
Dompu bukan pada tahun 1628 atau abad XVII seperti yang diyakini banyak
budayawan, namun Islam telah masuk ke Dompu satu abad sebelumnya!

Namun MADA menduga bahwa meskipun Islam telah masuk ke Dompu


tahun 1520-an, namun agama Islam belumlah dianut oleh masyarakat
Kerajaan Dompo secara keseluruhan. Bukti yang melatari dugaan ini ada
dua. Pertama, begitu sulitnya masyarakat di Kerajaan Dompo meninggalkan
keyakinan nenek moyangnya dan beralih kepada agama Hindu yang dibawa
oleh Majapahit. Bukan tidak mungkin pula jika masih banyak yang enggan
memeluk agama Islam di kemudian hari karena begitu erat memegang adat
istiadat dan keyakinan nenek moyang. Kedua, Menurut Ridwan (1986)
110

bahkan hingga tahun 1980-an, masih ada masyarakat Dompu yang begitu
kental mempraktekan ritual-ritual animisme-dinamisme terutama di daerah
Kilo. Terpeliharanya praktek dan ritual animisme-dinamisme berupa ritual
toho ra dore (persembahan sesajian) membuktikan bahwa hingga datangnya
Islam pun masih ada masyarakat Dompu yang tetap memegang keyakinan
lama nenek moyangnya itu.

Maka pengislaman Dompu yang terjadi lewat Kesultanan Gowa-Tallo di


Sulawesi Selatan merupakan gelombang kedua pengislaman tanah Dompu.
Pengislaman Dompu gelombang kedua ini terjadi kira-kira satu abad setelah
datangnya Syekh Nurdin dan 83 tahun setelah berdirinya Kesultanan Dompu.
Pengislaman gelombang kedua ini berhasil meleburkan hampir seluruh
masyarakat di Kesultanan Dompu ke dalam Islam. Pengislaman gelombang
kedua ini masuk lewat Bima yang kemudian membawa budaya Sulawesi ke
Dompu yang begitu kuat pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Dompu
pada hari ini. Baik itu dalam bahasa, gelar dan sapaan, stratifikasi sosial,
arsitektur, maupun seni-budaya [Uma Seo].
111

IX.PENYEBAR ISLAM DI DOMPU

Dompu telah banyak memiliki Ulama-ulama besar pada tiap zamannya. Dan
sebagian di antara mereka adalah orang-orang yang sangat berjasa dalam
menentukan corak dan eksistensi Islam di tanah Dompu. Berikut ini MADA
akan menampilkan beberapa tokoh ulama yang pernah melebarkan
dakwahnya di Dompu.

Syekh Nurdin

Syekh Nurdin adalah seorang ulama terkemuka keturunan Arab yang pernah
datang ke Dompu sekitar tahun 1528 M untuk menyebarkan Islam sambil
berdagang. Saat itu Dompu di bawah Pemerintahan Raja Bumi Luma Na‘e
112

yang masih menganut Hindu dan bergelar Dewa Mawa‘a Taho. Kehadiran
Syekh Nurdin di Kerajaan Dompu tampaknya menarik perhatian Raja Dompu
Dewa Mawa’a Taho. Ajaran Islam yang dibawanya dengan cepat dapat
diterima oleh sebagian rakyat Kerajaan Dompu termasuk dari kalangan
Istana (bangsawan).

Syekh Nurdin berhasil mengislamkan keluarga Raja Dewa Mawa’a Taho.


Iapun dinikahkan dengan salah satu puteri Raja Dewa Mawa’a taho. Sang
puteri itu akhirnya berganti nama menjadi Siti Hadijah. Mungkin terinspirasi
dari Khadijah Binti Khuwailid, ummul mu’minin yang setia dan selalu
mendukung dakwah suaminya, Muhammad SAW dengan moril dan materil.
Dengan harapan, Siti Hadijah dapat setia menemani dan mendukung
dakwah Syekh Nurdin di Kerajaan Dompu.Dari pernikahan dengan Siti
Hadijah, Syekh Nurdin dikaruniai 3 orang anak. Dua putra dan seorang putri.
Mereka bernama Abdul Salam, Abdullah dan Jauharmani.

Suatu ketika, Syekh Nurdin memboyong seluruh keluarganya ke Tanah Suci


Makkah untuk berhaji dan memperdalam Agama Islam. Namun beliau tidak
pernah lagi kembali ke tanah Dompu. Hanya istri dan dua orang anaknya
yang berhasil kembali ke Dompu dengan membawa tujuh mushaf Al-Qur’an
yang kemudian disebut Karo’a Pidu (Tujuh Al-Qur’an).
113

Syekh Abdul Salam

Beliau adalah putera tertua dari Syekh Nurdin. Setelah merasa cukup lama
berada di Tanah Arab untuk menuntut ilmu kepada para ulama besar Islam
masa itu, beliau beserta Ibundanya Siti Hadijah dan adiknya Jauharmani
kembali ke Dompu dengan membawa Karo’a Pidu. Syekh Abdul Salam
akhirnya diangkat oleh Sultan Dompu saat itu, Syamsuddin Mawa’a Bata
Wadu, menjadi seorang Ulama Kesultanan. Beliau digelari Ruma Sehe, yang
artinya Tuan Syekh atau Gusti Syekh.

Syekh Abdul Salam sangat besar jasanya dalam menyebarkan dan


mengembangan ajaran Islam di Dompu. Bersama Sultan Syamsuddin yang
juga menjadi saudara iparnya, beliau bahu membahu menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam kepada rakyat. Beliau di makamkan di Kampo
Raba Laju (sekarang Lingkungan Raba Laju, Kelurahan Potu, Kecamatan
Dompu). Untuk menghormati jasa beliau, daerah TPU lokasi makam beliau
kemudian dinamakan Rade Sala, yang berarti Makam Salam (jika digunakan
untuk makam beliau saja) atau Pemakamam Salam (jika dipakai untuk
seluruh areal TPU).

Syekh Hasanuddin
114

Syaikh Hasanudin adalah salah satu ulama besar yang datang ke Dompu
sekitar tahun 1585, di akhir masa pemerintahan Sultan Syamsuddin. Beliau
berasal dari Tanah Andalas (Sumatera) ada pula yang mengatakan bahwa
beliau berasal dari Makkah. Adapula cerita yang berkembang pada
masyarakat Dompu dahulu bahwa beliaulah yang pertama kali membawa
Islam ke Dompu. Menurut cerita itu, beliau adalah ulama dengan karomah
dari Allah sehingga mampu mengalahkan kesaktian Raja Dewa Mawa’a
Taho.[1]

Dalam versi lain, beliau datang pada masa pemerintahan Sultan Abdul Rasul
I yang bergelar Bumi So Rowo (1697-1718 M). Menurut Makarau Kepala
Seksi Kebudayaan Depdikbud Dompu tahun 1985, Syekh Hasanuddinlah
yang menentang keras misi kristenisasi oleh Belanda. Padahal Sultan Abdul
Rasul I hampir saja mengizinkannya. Hal ini membuat beliau sangat ditakuti
oleh Belanda.[2] Dengan menggabungkan semua keterangan di atas, kita
dapat menduga bahwa beliau memang datang di akhir masa pemerintahan
Sultan Syamsuddin. Beliau melewati masa pemerintahan Sultan Sirajuddin
dan Sultan Abdul Hamid hingga masa pemerintahan Sultan Abdul Rasul I
Bumi So Rowo.
115

Syekh Hasanuddin diangkat oleh Sultan Dompu untuk menjadi Kali (Kalif).
Kata Kalif adalah sebuah kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, Qadhi
yang berarti hakim. Kata Qadhi ini kemudian berkembang menjadi kata kalif
di Sumatera dan Jawa. Di jawa, kata kalif kemudian berkembang lagi
menjadi Kyai. Pada masa Rasulullah dan Khulafa’ Ar-Rasyiddin, Qadhi
adalah seorang pejabat Negara yang diangkat untuk menyelesaikan
sengketa antar anggota masyarakat atau antara rakyat dengan pejabat
Negara dengan berdasarkan Syariah Islam.
116

Makam Syekh Hasanuddin

Syekh Hasanuddin dimakamkan di kompleks Pemakaman Waro Kali, yang


masuk ke dalam wilayah Kelurahan Kandai Satu, Kecamatan Dompu. Waro
Kali adalah sebuah gelar untuk beliau. Pada masa pemerintahaan Bupati
Dompu H. Abubakar Ahmad (2000-2005), Komplek Pemakaaman Waro Kali
ditetapkan sebagai salah satu situs purbakala yang bernilai sejarah tinggi.

Syekh Abdullah dan Syekh Umar Al-Bantani

Syekh Abdullah berasal dari Makassar sedangkan Syekh Umar Al Bantani


datang dari Madiun Jawa Timur. Selanjutnya mereka menetap di Dompu
untuk membawa Syi‘ar Islam. Kemudian Syekh Umar Al Bantani dan Syekh
Abdullah dipercaya Sultan Syamsuddin sebagai Imam Masjid di Kesultanan
Dompu. Jabatan Imam di kesultanan Dompu merupakan jabatan di bawah
Kali/Qadhi yang mengepalai dewan ulama.

Syekh Abdurrahman bin Abdul Karim, Syekh Nurdin, dan Syekh


Abdurrahman

Syekh Abdurrahman bin Abdul Karim makamnya terdapat di Doro Mawa So


Langgaja, Kecamatan Huu; sedangkan makam Syekh Nurdin II di Kantore
117

Bali Satu; adapun Syekh Abdurrahman dimakamkan di Doro Sawete, Bali


Satu, Kecamatan Dompu. Tidak ada kisah dan catatan rinci mengenai para
ulama ini.

Syaikh Abdul Karim dan Syekh Ismail

Abdul karim, seorang da’i kelana dari Mekah kelahiran Bagdad. Konon Abdul
Karim sampai ke Indonesia, pertama kali menuju Banten, untuk mencari
saudaranya. dari Banten, Abdul Karim mendapat informasi bahwa
saudaranya itu ada di Sumbawa. Pergilah ia ke sana dan sampai di Dompu.
Seraya berdagang tembakau, Abdul Karim menyiarkan Islam. Hal itu menarik
perhatian Sultan Dompu, lalu beliau diambil menjadi menantu. Dari
pernikahan dengan gadis istana itu, Abdul Karim mendapat anak laki-laki
bernama Ismail.

Ismail pun mengikuti jejak ayahnya menjadi mubaligh. Ismail kemudian


menikah dan mempunyai anak bernama Subuh/Subur.

Syekh Subuh

Syekh Subuh bin Ismail bin abdul Karim sejak muda sudah hafal Al-Qur’an.
Dalam pengembaraannya ke teluk Bima, ia menikah dengan gadis dari
118

Kampo Sarita, Donggo (sekarang masuk wilayah Desa Sarita, Kecamatan


Soromandi, Kabupaten Bima). Dari pernikahan itu mereka dikarunia seorang
anak lelaki yang diberi nama Abdulgani.

Kehebatan ilmu Syekh Subuh membuat Sultan Alauddin Muhammad Syah


(1731-1743) yang menjadi penguasa Kesultanan Bima saat itu
mengundangnya ke istana. Beliau didaulat menjadi imam kesultanan.
Menulis Al-Qur’an Mushaf Bima adalah prestasi luar biasa ulama ini. Mushaf
yang beliau tulis diberi julukan La Lino, yang berarti melimpah ruah atau
menyeluruh (Arab: Al-Kaaffah).

Karyanya itu menjadi satu-satunya Al-Qur’an Mushaf Bima. Kitab tersebut


dulunya tersimpan di kediaman keluarga sultan di Bima dan sekarang
tersimpan di Museum Al-Qur’an Jakarta, dan pada tahun 2012 mendapat
penghargaan sebagai mushaf Al-Qur’an terbaik dan terindah yang
diselenggarakan di Yogyakarta dan menarik sekian banyak pengunjung yang
hadir menyaksikannya. La Lino juga termasuk salah satu mushaf tertua di
Indonesia.
119

Syekh Abdulghani

Syaikh Abdulgani bin Subuh bin Ismail bin abdul Karim Al-Bimawi Al-Jawi
atau yang kerap disebut Al-Bimawi saja, lahir di paruh terakhir abad ke-18
kira-kira tahun 1780 M di Bima. tidak ada catatan pasti mengenai kapan hari
lahir Syekh Abdulgani. Yang jelas beliau berasal dari lingkungan keluarga
ulama yang memiliki kegandrungan tinggi dalam mengkaji Al-Qur’an. Orang
tua Abdulgani dikenal sebagai mufasir dan penghafal Al-Qur’an.

Abdul Ghani Bima kecil melawat ke Makkah dan belajar dari para ulama di
sana seperti Al-‘Allamah As-Sayyid Muhammad Al-Marzuqi dan saudaranya,
Sayyid Ahmaq Al-Marzuqi -penulis ‘Aqidatul ‘Awwam-, Muhammad Sa’id Al-
Qudsi -mufti madzhab syafi’i-, dan Al-‘Allamah ‘Utsman Ad-Dimyathi.

Nama Abdulgani sangat masyhur di dunia Islam pada paruh abad ke-19.
Keluasan ilmunya menyebabkan beliau menjadi tempat berguru banyak
ulama yang datang ke Madrasah Haramayn, Mekah. Jika kita melacak garis
genealogi atau hubungan kekerabatan intelektual Abdulgani dengan ulama-
ulama di Indonesia kira-kira pertengahan abad ke-19, Abdulgani tergolong
salah satu moyang ulama Nusantara.
120

Beliau sempat “pulang kampung” pada tahun 1857 di masa pemerintahan


Sultan Salahuddin yang bergelar Mawa’a Adi (Adil) dan tinggal beberapa
waktu. Menurut Syekh Mahdali, cucunya, beliau sempat diangkat menjadi
Qadhi oleh Sultan Dompu. Sultan menghadiahkan kepada beliau 57 petak
sawah di So Ja’do.[4] Di sinilah ia mendirikan sebuah masjid dan pesantren
yang ramai didatangi penuntut ilmu dari Dompu, Bima dan Sumbawa.[5]

Setelah itu beliau kembali ke Makkah. Sayangnya Syekh Abdulgani tidak


terlalu banyak meninggalkan catatan dalam sejarahnya. Beliau wafat di
Mekah pada dasawarsa terakhir abad ke-19 M atau pada tahun 1270-an H
dan dimakamkan di Ma’la.

Di Bima dan Dompu, pengaruh ulama ini dan keturunannya di masyarakat


setara dengan raja, memiliki karomah. Orang di daerah ini memanggil Syekh
Abdulgani dan keturunannya dengan panggilan Ruma Sehe. Ruma secara
harfiah berarti pemilik, tuhan, dan tuan. Ruma merupakan panggilan untuk
raja oleh rakyatnya seperti halnya raja-raja Jawa yang dipanggil rakyat
(hamba) dengan gusti [prabu], yang mengacu ke Tuhan.

Syekh Mansyur dan Syekh Muhammad


121

Syekh Mansyur bin Abdulghani, ulama kharismatik di Dompu dan Bima


antara abad XVIII –XIX. Lebih dikenal dengan nama Sehe Ja’do. Dijuluki
demikian karena beliau bertempat tinggal di wilayah So Ja’do. So berarti
padang atau areal. Ja’do adalah nama sebuah areal pertanian yang terdiri
atas areal bukit dan persawahan yang sangat subur dengan irigasi yang
memadai. Saat ini So Ja’do masuk dalam wilayah Kelurahan Bali Satu.
Terletak di sebelah utara jalan lintas luar Dompu dari pom bensin Karijawa
sampai cabang Sawete.

Pada masa tuanya, sepertinya beliau lebih memilih dekat dengan


masyarakat. Maka beliau pindah ke Bada dann memusatkan dakwahnya di
sana. Beliau membangun sebuah Masjid Kecil yang diberi nama Masjid Al-
Mansuri. Sekarang diubah menjadi Masjid Syekh Abdulghani.

Istri kedua syekh Mansyur adalah wanita asal kampung Melayu Bima dan
dikarunia 8 orang anak, salah satunya adalah ulama tersohor Dompu Syekh
Muhammad. Ia adalah salah satu tokoh pergerakan Islam pada zaman
revolusi kemerdekaan. Pengaruhnya sangat besar di kalangan masyarakat
Dompu, bahkan sampai ke Bima.
122

Nama lengkap beliau adalah Syekh Mahdali Bin Mansyur bin Abdul Ghani.
Lahir di Dompu pada tahun 1893. Ayahnya adalah Syaikh Mansyur ibunya
bernama St. Zubaidah, masihlah keturunan bangsawan Dompu. Syekh
Mahdali adalah keturunan dari Syaikh Abdul Karim, dengan istrinya seorang
bangsawan Dompu. Syekh Mahdali adalah cucu dari Syaikh Abdul Ghani Al-
Bimawi Al-Jawi.

Syekh Mahdali di Dompu dijuluki dengan sebutan Sehe ‘Boe di kalangan


Masyarakat. Kata ‘Boe berasal dari kata ka’boe dalam bahasa orang Dompu
yang berarti kacang hijau. Ini karena Syaikh Mahdali selama hidupnya
berhasil memotivasi para petani di Dompu untuk menanam kacang hijau.
Bahkan berkat kesuksesan beliau menjadi motivator di kalangan petani dan
masyarakat Dompu umumnya, tahun 1980-an Pemda Dompu pernah
mengusulkan agar beliau mendapat Penghargaan Kalpataru. Namun beliau
menolak menerima penghargaan tersebut.

Syekh Mahdali (Sehe Boe) sempat menjadi Qadhi Kesultanan Dompu di


masa-masa akhir Kesultanan Dompu. Setelah Kesultanan Dihapuskan,
beliau menghabiskan sisa-sisa umurnya dengan mendekatkan diri pada Allah
di tempat tinggalnya Desa Kareke, Dompu. Beliau wat pada pertengahan
tahun 1998.
123

Syekh Abdul Ghani (Al-Bimawi) Ulama Bima Berdarah Dompu

Kambali Dompu Mantoi – Bima sudah mampu menampilkan ulama kelas


dunia sejak 250 tahun silam. figur legendaris yang mampu memikat hati
banyak orang adalah Syekh Abdulgani Bima (Al-Bimawi). Di samping itu ada
sejumlah ulama ternama. Mereka terbukti mampu menopang wibawa dan
kebesaran Bima karena menempatkan diri sebagai tangki-tangki moral di
masyarakat.

Membicarakan ulama Bima, teringat kepada Syekh Abdulgani Bima atau


lazim lebih dikenal dengan Al-Bimawi, orang tua kita yang telah menjadi
klasik. Nama Abdulgani sangat masyhur di dunia Islam pada paruh abad ke-
19. Keluasan ilmunya menyebabkan beliau menjadi tempat berguru banyak
ulama yang datang ke Madrasah Haramayn, Mekah. Jika kita melacak garis
genealogi atau hubungan kekerabatan intelektual Abdulgani dengan ulama-
ulama di Indonesia kira-kira pertengahan abad ke-19, Abdulgani tergolong
salah satu moyang ulama Nusantara. Ia termasuk apa yang disebut Dr.
Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan VXIII, 1995, sebagai penyambung mata rantai
jaringan ulama Nusantara abad XIX dengan Timur Tengah.
124

Abdulgani lahir di paruh terakhir abad ke-18 kira-kira tahun 1780 di Bima.
tidak ada catatan pasti mengenai kapan hari lahir Abdulgani. Yang jelas
beliau berasal dari lingkungan keluarga ulama yang memiliki kegandrungan
tinggi dalam mengkaji Al-Qur’an. Orang tua Abdulgani dikenal sebagai
mufasir, penghafal Al-Qur’an.

Asal muasal Abdulgani dimulai dari Abdul karim, seorang da’i kelana dari
Mekah kelahiran Bagdad. Konon Abdul Karim sampai ke Indonesia, pertama
kali menuju Banten, untuk mencari saudaranya. dari Banten, Abdul Karim
mendapat informasi bahwa saudaranya itu ada di Sumbawa. Pergilah ia ke
sana dan sampai di Dompu. Seraya berdagang tembakau, Abdul Karim
menyiarkan Islam. Hal itu menarik perhatian Sultan Dompu, lalu beliau
diambil menjadi menantu. Dari pernikahan dengan gadis istana itu, Abdul
Karim mendapat anak laki-laki bernama Ismail. Ismail pun mengikuti jejak
ayahnya menjadi mubaligh. Ismail kemudian menikah dan mempunyai anak
bernama Subur. Syekh Subur sejak muda sudah hafal Al-Qur’an. Dia
menikah dengan gadis Sarita, Donggo. Dari pernikahan itu lahirlah Syekh
Abdulgani. Kehebatan ilmu Sykeh Subur membuat Sultan
Alauddin Muhammad Syah (1731-1743) mengundangnya ke istana. Beliau
didaulat menjadi imam kesultanan. Menulis Al-Qur’an Mushaf Bima adalah
prestasi luar biasa ulama ini. Mushaf yang beliau tulis diberi julukan La Lino.
125

Kitab tersebut masih ada hingga kini dan tersimpan di kediaman keluarga
sultan di Bima. Karyanya itu menjadi satu-satunya Al-Qur’an Mushaf Bima.
La Lino juga termasuk salah satu mushaf tertua di Indonesia.

Di Bima dan Dompu, pengaruh ulama ini dan keturunannya di masyarakat


setara dengan raja, memiliki karomah. Orang di daerah ini memanggil Syekh
Abdulgani dan keturunannya dengan panggilan Ruma Sehe. Ruma secara
harafiah berarti Tuhan, merupakan panggilan untuk raja oleh rakyatnya
seperti halnya raja-raja Jawa yang dipanggil rakyat (hamba) dengan gusti
[prabu], yang mengacu ke Tuhan.

Hingga kokok ayam yang pertama menjelang subuh oleh orang Bima dan
Dompu dikatakan: koko janga Ruma Sehe atau kokok ayam Syekh. Sebutan
itu sekaligus menunjukkan para Ruma Sehe begitu awal bangun bahkan
mungkin mereka tidak tidur sepanjang malam untuk beribadah. Kokok
ayamnya saja — sebagai pertanda subuh karena dulu belum ada pengeras
suara — lebih dini dari ayam lain. Semua itu tidak lain sebagai cermin
ketaatan Ruma Sehe dalam beribadah pada Allah.

Rupanya kejeniusan sang ayah (Syekh Subur) menurun kepada Abdulgani.


Beliau menikahi gadis Dompu. Dari pernikahan itu lahir Mansyur yang
126

kemudian dikenal sebagai Syekh Mansyur atau Sehe Jado. Syekh Mansyur
menikah dan mempunyai dua anak yakni Syekh Mahdali (Sehe Boe) dan
Syekh Muhammad. Syekh Abdulgani meninggal di Mekah pada dasawarsa
terakhir abad ke-19.

Dikutip dari: Muslimin Hamzah dalam Ensiklopedia Bima, 2004

Sumber: ompundaru.wordpress.com
127
128
129
130

Syekh Abdulgani Bima (Al-Bimawi).


The Ulema have always a source of great
strenght to Islam. (Ulama selalu menjadi
kekuatan yang hebat dalam Islam). (Muhammad
Iqbal).
Bima sudah mampu menampilkan ulama kelas dunia sejak 250 tahun silam.
figur legendaris yang mampu memikat hati banyak orang adalah Syekh
Abdulgani Bima (Al-Bimawi). Disamping itu ada sejumlah ulama ternama.
Mereka terbukti mampu menopang wibawa dan kebesaran Bima karena
menempatkan diri sebagai tangki-tangki moral di masyarakat.

Membicarakan ulama Bima, teringat kepada Syekh Abdulgani Bima atau


lazim lebih dikenal dengan Al-Bimawi, orang tua kita yang telah menjadi
klasik. Nama Abdulgani sangat masyhur di dunia Islam pada paruh abad ke-
19. Keluasan ilmunya menyebabkan beliau menjadi tempat berguru banyak
ulama yang datang ke Madrasah Haramayn, Mekah. Jika kita melacak garis
genealogi atau hubungan kekerabatan intelektual Abdulgani dengan ulama-
ulama di Indonesia kira-kira pertengahan abad ke-19, Abdulgani tergolong
salah satu moyang ulama Nusantara. Ia termasuk apa yang disebut Dr.
Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan VXIII, 1995, sebagai penyambung mata rantai
jaringan ulama Nusantara abad XIX dengan Timur Tengah.
131

Abdulgani lahir di paruh terakhir abad ke-18 kira-kira tahun 1780 di Bima.
tidak ada catatan pasti mengenai kapan hari lahir Abdulgani. Yang jelas
beliau berasal dari lingkungan keluarga ulama yang memiliki kegandrungan
tinggi dalam mengkaji Al-Qur’an. Orang tua Abdulgani dikenal sebagai
mufasir, penghafal Al-Qur’an.

Asal muasal Abdulgani dimulai dari Abdul karim, seorang da’i kelana dari
Mekah kelahiran Bagdad. Konon Abdul Karim sampai ke Indonesia, pertama
kali menuju Banten, untuk mencari saudaranya. dari Banten, Abdul Karim
mendapat informasi bahwa saudaranya itu ada di Sumbawa. Pergilah ia ke
sana dan sampai di Dompu. Seraya berdagang tembakau, Abdul Karim
menyiarkan Islam. Hal itu menarik perhatian Sultan Dompu, lalu beliau
diambil menjadi menantu. Dari pernikahan dengan gadis istana itu, Abdul
Karim mendapat anak laki-laki bernama Ismail. Ismail pun mengikuti jejak
ayahnya menjadi mubaligh. Ismail kemudian menikah dan mempunyai anak
bernama Subur. Syekh Subur sejak muda sudah hafal Al-Qur’an. Dia
menikah dengan gadis Sarita, Donggo. Dari pernikahan itu lahirlah Syekh
Abdulgani. Kehebatan ilmu Sykeh Subur membuat Sultan
Alauddin Muhammad Syah (1731-1743) mengundangnya ke istana. Beliau
didaulat menjadi imam kesultanan. Menulis Al-Qur’an Mushaf Bima adalah
prestasi luar biasa ulama ini. Mushaf yang beliau tulis diberi julukan La Lino.
Kitab tersebut masih ada hingga kini dan tersimpan di kediaman keluarga
sultan di Bima. Karyanya itu menjadi satu-satunya Al-Qur’an Mushaf Bima.
La Lino juga termasuk salah satu mushaf tertua di Indonesia.

Di Bima dan Dompu, pengaruh ulama ini dan keturunannya di masyarakat


setara dengan raja, memiliki karomah. Orang di daerah ini memanggil Syekh
Abdulgani dan keturunannya dengan panggilan Ruma Sehe. Ruma secara
harafiah berarti Tuhan, merupakan panggilan untuk raja oleh rakyatnya
132

seperti halnya raja-raja Jawa yang dipanggil rakyat (hamba) dengan gusti
[prabu], yang mengacu ke Tuhan.

Hingga kokok ayam yang pertama menjelang subuh oleh orang Bima dan
Dompu dikatakan: koko janga Ruma Sehe atau kokok ayam Syekh. Sebutan
itu sekaligus menunjukkan para Ruma Sehe begitu awal bangun bahkan
mungkin mereka tidak tidur sepanjang malam untuk beribadah. Kokok
ayamnya saja — sebagai pertanda subuh karena dulu belum ada pengeras
suara — lebih dini dari ayam lain. Semua itu tidak lain sebagai cermin
ketaatan Ruma Sehe dalam beribadah pada Allah.

Ada banyak cerita di masyarakat Bima dan Dompu mengenai keistimewaan


orang tua ini. Beliau misalnya secara ajaib pernah menyebabkan Ka’bah
miring hanya karena Abdulgani memiringkan kopiah di kepalanya. Ceritanya,
dalam satu majelis di Masjidil Haram beliau sedang berada dengan sejumlah
ulama. Seorang diantara mereka merasakan keanehan, melihat Ka’bah
miring. Ia pun menyampaikan hal itu kepada pimpinan majelis. Semula para
ulama, teman-teman Abdulgani bingung. Tapi pimpinan majelis melihat ke
Abdulgani seraya berkata,”Ada orang amat saleh diantar kita.” Dia lalu
meminta Abdulgani meluruskan kopiahnya. Setelah kopiah Abdulgani ke
posisinya, Ka’bah pun tegak seperti semula. Ihwal karomah seperti ini, ulama
NU KH. Kholil Bisri, pimpinan Pondok Pesantern Raodlatul Thalibin,
Rembang, pernah bercerita bahwa dalam satu kitab, ada seorang yang tahap
ketaqwaannya amat tinggi tapi penampilannya sederhana bahkan kumal,
kemudian dicemooh orang. Anak-anak melemparinya dengan batu. Ia lantas
masuk masjid. Saat dia mengenakan kopiah, kopiah itu miring. Ajaibnya,
dunia ikut miring. Melihat kejadian itu, seseorang melapor ke kiai.
Selanjutnya kiai tadi menemui orang tersebut dan meminta letak pecinya
dibetulkan. Orang itu ternyata tidak merasa kopiahnya miring sebab yang
memiringkan sudah tangan Allah. Setelah dibetulkan, dunia kembali normal.
133

Keutamaan-keutamaan seperti kata Bisri, bisa disandang seseorang, sebab


dalam hadis Qudsi digambarkan, bila kita sudah bisa berasyik-masyuk dan
dicintai Allah, kaki kita yang berjalan itu kaki Allah, mulut kita yang bicara itu
mulut Allah. Dalam bahasa para sufi dikatakan: “ana anta wa anta ana“, aku
adalah Engkau dan engkau adalah aku. Atau “ana huwa wa huwa ana“, aku
adalah Dia dan Dia adalah aku.

Dalam kisah lain disebutkan, suatu waktu Abdulgani sedang duduk dalam
satu majelis di Masjidil Haram. Pemimpin majelis tiba-tiba mengajukan
pertanyaan nyeleneh kepada Abdulgani tentang Allah. “Abdulgani, menurut
tuan Allah sedang melakukan apa sekarang?” bertanya pimpinan majelis.
Abdulgani tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Sejurus beliau
diam, lalu berkata, “Tuan, boleh kita bertukar tempat?” kata Abdulgani seraya
meminta ketua majelis turun dari mimbar, untuk kemudian Abdulgani duduk
di tempat tersebut. Setelah di mimbar, Abdulgani berkata, “adapun yang
dilakukan Allah adalah baru saja menggeser posisi duduk saya dengan
tuan.” Pimpinan majelis menyatakan puas dan kagum pada Abdulgani.

Kemampuan Abdulgani mengetahui sesuatu sebelum ditunjukkan atau


mengerti tanpa belajar dikatakan memiliki ilmu laduni. hanya ulama-ulama
yang sudah benar-benar hubullah atau cinta Allah yang bisa memiliki ilmu
tersebut. Dalam satu perjalanan ibadah haji dari Mekah ke Madinah,
Abdulgani pernah mendapat keajaiban. Beliau berjalan dengan beberapa
orang dalam rombongan. Di tengah perjalanan, rombongan itu menemukan
sesosok mayat yang membusuk. Teman-teman Abdulgani menjauhi mayat
itu karena bau. Sebaliknya Abdulgani mengurus mayat tersebut dan
menguburkannya. Ketika Abdulgani hendak menutup lubang kubur, mayat itu
tiba-tiba berbicara dan memberitahukan sejumlah rahasia kepada Abdulgani.
mayat itu ternyata jelmaan malaikat. Salah satu rahasia tersebut adalah
jawaban dari sayembara unik oleh Dinasti Utsmany yang bakal digelar di
134

Mekah. Gagal menebak berarti nyawa taruhannya. Abdulgani ternyata


mampu menebak isi bungkusan yang disodorkan kepadanya yakni Surah Al-
Ikhlas. Atas kemampuannya, Abdulgani memperoleh tanah wakaf dari
penguasa Mekah.

Syahdan, keistimewaan Abdulgani bermula dari peristiwa luar biasa yang


dialaminya waktu belia. Kala bermain dengan teman-temannya, Abdulgani
didatangi seseorang dan dibawa pergi. Abdulgani ternyata dibedah dadanya
kemudian dibersihkan dada tersebut oleh laki-laki misterius itu. Pengalaman
Abdulgani mengingatkan kita pada apa yang dialami nabi Muhammad SAW
menjelang Isra’ dan Mi’raj. Waktu itu Nabi dibersihkan lahir dan bathinnya
oleh malaikat Jibril.

Rupanya kejeniusan sang ayah (Syekh Subur) menurun kepada Abdulgani.


Beliau menikahi gadis Dompu. Dari pernikahan itu lahir Mansyur yang
kemudian dikenal sebagai Syekh Mansyur atau Sehe Jado. Syekh Mansyur
menikah dan mempunyai dua anak yakni Syekh Mahdali (Sehe Boe) dan
Syekh Muhammad. Syekh Abdulgani meninggal di Mekah pada dasawarsa
terakhir abad ke-19.

Cerita-cerita ini tentu ada yang bisa diterima kebenarannya. Cerita yang tidak
mempunyai dasar yang jelas, misalnya, beliau bisa tiba-tiba berada di Bima
atau Mekah. Menghidupkan cerita-cerita mengenai karomah yang berlebihan
itu tentu merupakan bentuk kultus terhadap Abdulgani, satu perbuatan yang
dilarang Islam. Tindakan demikian hanya membuat aqidah masyarakat
menjadi cacat.

Dikutip dari Muslimin Hamzah dalam Ensiklopedia Bima, 2004.


135

Syekh Abdul Ghani (Al-Bimawi) Ulama Bima


Berdarah Dompu
Kambali Dompu Mantoi – Bima sudah mampu menampilkan ulama kelas dunia
sejak 250 tahun silam. figur legendaris yang mampu memikat hati banyak orang
adalah Syekh Abdulgani Bima (Al-Bimawi). Di samping itu ada sejumlah ulama
ternama. Mereka terbukti mampu menopang wibawa dan kebesaran Bima karena
menempatkan diri sebagai tangki-tangki moral di masyarakat.

Membicarakan ulama Bima, teringat kepada Syekh Abdulgani Bima atau


lazim lebih dikenal dengan Al-Bimawi, orang tua kita yang telah menjadi
136

klasik. Nama Abdulgani sangat masyhur di dunia Islam pada paruh abad ke-
19. Keluasan ilmunya menyebabkan beliau menjadi tempat berguru banyak
ulama yang datang ke Madrasah Haramayn, Mekah. Jika kita melacak garis
genealogi atau hubungan kekerabatan intelektual Abdulgani dengan ulama-
ulama di Indonesia kira-kira pertengahan abad ke-19, Abdulgani tergolong
salah satu moyang ulama Nusantara. Ia termasuk apa yang disebut Dr.
Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan VXIII, 1995, sebagai penyambung mata rantai
jaringan ulama Nusantara abad XIX dengan Timur Tengah.

Abdulgani lahir di paruh terakhir abad ke-18 kira-kira tahun 1780 di Bima.
tidak ada catatan pasti mengenai kapan hari lahir Abdulgani. Yang jelas
beliau berasal dari lingkungan keluarga ulama yang memiliki kegandrungan
tinggi dalam mengkaji Al-Qur’an. Orang tua Abdulgani dikenal sebagai
mufasir, penghafal Al-Qur’an.

Asal muasal Abdulgani dimulai dari Abdul karim, seorang da’i kelana dari
Mekah kelahiran Bagdad. Konon Abdul Karim sampai ke Indonesia, pertama
kali menuju Banten, untuk mencari saudaranya. dari Banten, Abdul Karim
mendapat informasi bahwa saudaranya itu ada di Sumbawa. Pergilah ia ke
sana dan sampai di Dompu. Seraya berdagang tembakau, Abdul Karim
menyiarkan Islam. Hal itu menarik perhatian Sultan Dompu, lalu beliau
diambil menjadi menantu. Dari pernikahan dengan gadis istana itu, Abdul
Karim mendapat anak laki-laki bernama Ismail. Ismail pun mengikuti jejak
137

ayahnya menjadi mubaligh. Ismail kemudian menikah dan mempunyai anak


bernama Subur. Syekh Subur sejak muda sudah hafal Al-Qur’an. Dia
menikah dengan gadis Sarita, Donggo. Dari pernikahan itu lahirlah Syekh
Abdulgani. Kehebatan ilmu Sykeh Subur membuat Sultan
Alauddin Muhammad Syah (1731-1743) mengundangnya ke istana. Beliau
didaulat menjadi imam kesultanan. Menulis Al-Qur’an Mushaf Bima adalah
prestasi luar biasa ulama ini. Mushaf yang beliau tulis diberi julukan La Lino.
Kitab tersebut masih ada hingga kini dan tersimpan di kediaman keluarga
sultan di Bima. Karyanya itu menjadi satu-satunya Al-Qur’an Mushaf Bima.
La Lino juga termasuk salah satu mushaf tertua di Indonesia.

Di Bima dan Dompu, pengaruh ulama ini dan keturunannya di masyarakat


setara dengan raja, memiliki karomah. Orang di daerah ini memanggil Syekh
Abdulgani dan keturunannya dengan panggilan Ruma Sehe. Ruma secara
harafiah berarti Tuhan, merupakan panggilan untuk raja oleh rakyatnya
seperti halnya raja-raja Jawa yang dipanggil rakyat (hamba) dengan gusti
[prabu], yang mengacu ke Tuhan.

Hingga kokok ayam yang pertama menjelang subuh oleh orang Bima dan
Dompu dikatakan: koko janga Ruma Sehe atau kokok ayam Syekh. Sebutan
itu sekaligus menunjukkan para Ruma Sehe begitu awal bangun bahkan
mungkin mereka tidak tidur sepanjang malam untuk beribadah. Kokok
ayamnya saja — sebagai pertanda subuh karena dulu belum ada pengeras
suara — lebih dini dari ayam lain. Semua itu tidak lain sebagai cermin
ketaatan Ruma Sehe dalam beribadah pada Allah.
138

Rupanya kejeniusan sang ayah (Syekh Subur) menurun kepada Abdulgani.


Beliau menikahi gadis Dompu. Dari pernikahan itu lahir Mansyur yang
kemudian dikenal sebagai Syekh Mansyur atau Sehe Jado. Syekh Mansyur
menikah dan mempunyai dua anak yakni Syekh Mahdali (Sehe Boe) dan
Syekh Muhammad. Syekh Abdulgani meninggal di Mekah pada dasawarsa
terakhir abad ke-19.

Dikutip dari: Muslimin Hamzah dalam Ensiklopedia Bima, 2004.

Sumber: ompundaru.wordpress.com

Report this ad

Biografi Lengkap Syaikh Abdul Ghani Al-Bimawi


Al-Jawi

Oleh: Muhammad Faisal (Uma Seo)

Syaikh Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail bin abdul Karim Al-Bimawi Al-Jawi
atau yang kerap disebut Al-Bimawi saja, adalah seorang Ulama besar yang
sangat masyhur di dunia Islam pada paruh abad ke-19. Keluasan ilmunya
menyebabkan beliau diangkat menjadi seorang ulama pengajar di Madrasah
139

Haramayn, Makkah. Beliau menjadi tempat berguru banyak ulama yang


datang ke Madrasah Haramayn. Jika kita melacak garis genealogi atau
hubungan kekerabatan intelektual Abdul Ghani dengan ulama-ulama di
Indonesia kira-kira pertengahan abad ke-19, Abdul Ghani tergolong salah
satu moyang ulama Nusantara.

Syekh Mahdali (Sehe Boe), cucu Syekh Abdul Ghani

Syaikh Abdul Ghani lahir di paruh terakhir abad ke-18 kira-kira tahun 1780 M
di Bima, Nusa Tenggara Barat. Tidak ada catatan pasti mengenai kapan hari
lahir Syaikh Abdul Ghani. Yang jelas beliau berasal dari lingkungan keluarga
ulama yang memiliki kegandrungan tinggi dalam mengkaji Al-Qur’an. Orang
tua Abdul Ghani adalah seorang ulama hafidz Al-Qur’an.

Kakek buyut Syaikh Abdul Ghani bernama Abdul karim, seorang da’i asal
Makkah kelahiran Baghdad. Konon Abdul Karim sampai ke Indonesia
pertama kali menuju Banten, untuk mencari saudaranya. Dari Banten, Abdul
Karim mendapat informasi bahwa saudaranya itu ada di Sumbawa. Pergilah
ia ke sana dan sampai di Dompu. Seraya berdagang tembakau, Abdul Karim
menyiarkan Islam. Hal itu menarik perhatian Sultan Dompu, lalu beliau
diambil menjadi menantu. Dari pernikahan dengan puteri Sultan Dompu itu,
Abdul Karim mendapat anak laki-laki bernama Ismail. Ismail pun mengikuti
jejak ayahnya menjadi mubaligh. Ismail kemudian menikah dan mempunyai
anak bernama Subuh.
140

Syaikh Subuh bin Ismail bin abdul Karim sejak muda sudah hafal Al-Qur’an.
Ia kemudian mengembara ke timur kea arah teluk Bima, wilayah kekuasaan
Kesultanan Bima. Kehebatan ilmunya membuat Sultan Alauddin Muhammad
Syah (1731-1743) yang menjadi penguasa Kesultanan Bima saat itu
mengundangnya ke istana. Beliau didaulat menjadi imam kesultanan.
Menulis Al-Qur’an Mushaf Bima adalah prestasi luar biasa ulama ini. Mushaf
yang beliau tulis diberi julukan La Lino, yang berarti melimpah ruah atau
menyeluruh (Arab: Asy Syamil).

Karyanya itu menjadi satu-satunya Al-Qur’an Mushaf Bima. Kitab tersebut


dulunya tersimpan di kediaman keluarga sultan di Bima dan sekarang
tersimpan di Museum Al-Qur’an Jakarta, dan pada tahun 2012 mendapat
penghargaan sebagai mushaf Al-Qur’an terbaik dan terindah yang
diselenggarakan di Yogyakarta dan menarik sekian banyak pengunjung yang
hadir menyaksikannya. La Lino juga termasuk salah satu mushaf tertua di
Indonesia.

Dalam pengembaraannya ke teluk Bima, Syaikh Subuh sempat menikahi


seorang gadis dari Kampo Sarita, Donggo (sekarang masuk wilayah Desa
Sarita, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima). Dari pernikahan itu lahirlah
Abdul Ghani.

Abdul Ghani kecil melawat ke Makkah dan belajar dari para ulama di sana
seperti Al-‘Allamah As-Sayyid Muhammad Al-Marzuqi dan saudaranya,
Sayyid Ahmaq Al-Marzuqi -penulis ‘Aqidatul ‘Awwam-, Muhammad Sa’id Al-
Qudsi -mufti madzhab syafi’i-, dan Al-‘Allamah ‘Utsman Ad-Dimyathi. Syaikh
141

Abdul Ghani banyak mengambil faidah dari para ulama ini. Sebagaimana
yang dicatat oleh Khairuddin Az-Zirikli dalam kamus tarajimnya, Al-A’lam.

Nama Abdul Ghani sangat masyhur di dunia Islam pada paruh abad ke-19.
Keluasan ilmunya menyebabkan beliau menjadi tempat berguru banyak
ulama yang datang ke Madrasah Haramayn, Mekah. Termasuk di antaranya
banyak ulama dari tanah Jawi (sebutan orang Arab untuk Nusantara waktu
itu). Sebagaimana dicatat oleh Khairuddin Az-Zirikli, Syaikh ‘Abdul Ghani Al-
Bimawi telah ‘meluluskan’ mayoritas ulama Jawa seperti Syaikh Ahmad
Khathib bin ‘Abdul Ghaffar As-Sambasi; Syaikh Muhammad Nawawi bin
‘Umar Al-Bantani, pemilik karya-karya ilmiah seperti Tafsir Muroh Labid / At-
Tafsir Al-Munir li Ma’alimit Tanzil, yang juga pendapat anugrah berupa gelar
‘Sayyid Ulamail Hijaz’ dari Negeri Timur. Syaikh Muhammad Nawawi bin
‘Umar Al-Bantani, atau Syaikh An-Nawawi Al-Bantani adalah guru dari
Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama, TGH.
Zainuddin Abdul Majid pendiri Nahdlatul Wathan di Lombok, Syaikh Tubagus
Ahmad Bakri dari Purwakarta, Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Kyai
Agung Asnawi dari Banten, Abuya Dimyati dari Banten, Syaikh Mubarok bin
Nuh Muhammad dari Tasikmalaya, KH. Abdul Karim dari Kediri, KH.
Muhammad falak dari Bogor, dll. Syaikh Abdul Ghani senantiasa
menyibukkan diri dengan mengajar, ibadah & menulis.

Syaikh Abdul Ghani sempat “pulang kampung” ke Dompu pada tahun 1857
di masa pemerintahan Sultan Salahuddin[1] yang bergelar Mawa’a Adi (Sang
Pembawa Keadilan) dan tinggal beberapa waktu. Beliau sempat membangun
142

sebuah masjid yang kemudian diberi nama Masjid Syekh Abdul Ghani sesuai
namanya. Masjid yang merupakan Masjid Kesultanan ini berlokasi di Kampo
Sigi (sekarang Lingkungan Sigi, Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu).[2]
Masjid ini beratap susun tiga yang merupakan corak bangunan dari pengaruh
Hindu. Dindingnya terbuat dari kayu jati dan lantainya dari batu. Masjid ini
terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu hingga dibongkar pada
tahun 1962. Dan saat ini di atasnya berdiri kantor Kelurahan Karijawa.
Menurut hasil survey Tim Survey Kepurbakalaan Depdikbud yang meneliti
puing-puing bangunan itu pada tahun 1974, luas bangunan masjid ini adalah
25×15 m. Lantainya terbuat dari tegel batu dengan panjang 54 cm, lebar 48
cm dan tebal 3,5 cm. Dindingnya terbuat dari batu bata merah dengan lebar
26 cm dan tebal 8 cm.[3]

Menurut Syaikh Mahdali cucu beliau, dalam sebuah wawancara di tahun


1985, Syaikh Abdul Ghani sempat diangkat menjadi Qadhi Kesultanan
Dompu oleh Sultan Dompu. Sultan Dompu menghadiahkan kepada beliau 57
petak sawah di So Ja’do.[4] Di sinilah beliau mendirikan sebuah masjid dan
pesantren yang ramai didatangi penuntut ilmu dari Dompu, Bima dan
Sumbawa.[5] Namun saat ini masjid dan pesantren itu sudah tidak ada lagi.

Setelah beberapa lama tinggal di Dompu, beliau kemudian kembali ke


Makkah. Sayangnya Syaikh Abdul Ghani tidak terlalu banyak meninggalkan
catatan dalam sejarahnya. Beliau wafat di Mekah pada tahun 1270-an H atau
pada dasawarsa terakhir abad ke-19 M dan dimakamkan di Ma’la.
143

Di Dompu, keturunan Abdul Karim sangat dihormati. Mereka dipanggil Ruma


Sehe. Ruma adalah sebuah kata bermakna plural yang dapat berarti pemilik
(owner), Tuhan (God), atau tuan (mister). Sedangkan Sehe adalah kata
serapan dari kata dalam Bahasa Arab, Syaikh yang bermakna kakek atau
orang yang sudah tua. Di dalam khasanah Islam kata Syaikh kemudian
menjadi gelar bagi seorang ulama yang sangat tinggi ilmu agamanya. Ruma
Sehe dapat berarti Tuan Syekh atau Gusti Syekh. Ruma adalah sebutan bagi
para Raja di Dompu dan keturunannya. Setara dengan sebutan Gusti bagi
raja di Jawa. Sedangkan Syaikh Abdul Ghani adalah keturunan dari Abdul
karim dengan seorang puteri Sultan Dompu.

Syaikh Abdul Ghani memiliki seorang anak di Dompu bernama Syaikh


Mansyur. Beliaulah yang menggantikan Syaikh Abdul Ghani menjadi Qadhi
Kesultanan Dompu dan mewarisi 57 petak sawah di So Ja’do. Di tempat
tersebutlah Syaikh Mansyur menetap dan menjadikannya sebagai pusat
dakwah. Oleh karena itu beliau lebih dikenal dengan nama Sehe Ja’do. So
berarti padang atau areal. Ja’do adalah nama sebuah areal pertanian yang
terdiri atas areal bukit dan persawahan yang sangat subur dengan irigasi
yang memadai. Saat ini So Ja’do masuk dalam wilayah Kelurahan Bali Satu.
Terletak di sebelah utara jalan lintas luar Dompu dari pom bensin Karijawa
sampai cabang Sawete.

Syaikh Muhammad dan Syaikh Mahdali (Sehe Boe) adalah dua orang anak
dari Syaikh Mansyur sekaligus cucu dari Syaikh Abdul Ghani Al-Bimawi.
Syaikh Mahdali atau di Dompu lebih akrab dipanggil Sehe Boe sempat
144

menjadi Qadhi Kesultanan Dompu di masa-masa akhir Kesultanan Dompu.


Setelah Kesultanan Dihapuskan, beliau menghabiskan sisa-sisa umurnya
dengan mendekatkan diri pada Allah di tempat tinggalnya Kampo Lapadi
(sekarang Desa Lepadi) sampai beliau berpulang ke hadirat Allah SWT.

Dikutip dari sumber:

https://mumaseo.wordpress.com/2015/07/02/biografi-lengkap-syaikh-
abdulghani/

Catatan Kaki:

[1] Ridwan, 1985: hal. 37

[2] RM. Agus Suryanto, wawancara dengan H.M. Yahya (71), tokoh
masyarakat Dompu di Potu thn 2009.

[3] Ridwan, 1985: hal. 59

[4] Ibidem: hal. 37

[5] Ibidem: hal. 63

Iklan
Report this ad

Memuat...
145

Syekh Mahdali (Sehe Boe) dari Kapubaten Dompu


– NTB

Syeikh Mahdali bin Mansyur (Sehe ‘Boe – Dompu)

Kambali Dompu Mantoi – Nama lengkap beliau adalah Syekh Mahdali Bin
Syekh Mansyur. Lahir di Dompu pada tahun 1893. Ayahnya adalah Syaikh
Mansyur, ulama kharismatik di Dompu dan Bima antara abad XVIII –XIX.
Ibunya bernama Siti Khadijah, masihlah keturunan bangsawan Dompu.
Syekh Mahdali adalah keturunan dari Syaikh Abdul Karim, salah satu ulama
dari Timur tengah yang menyebarkan Islam di Dompu dengan istrinya
146

seorang bangsawan Dompu. Syekh Mahdali adalah cucu dari Ulama terkenal
asal Nusantara yang pernah menjadi Imam Masjidil Haram, yakni Syaikh
Abdul Ghani Al-Bimawi Al-Jawi. Beliau adalah anak kelima dari tujuh
bersaudara.

Di Dompu, keturunan Syaikh Abdul Karim sangat dihormati. Mereka dipanggil


Ruma Sehe. Ruma adalah sebuah kata bermakna plural yang dapat berarti
pemilik (owner), Tuhan (God), atau tuan (master). Sedangkan Sehe adalah
kata serapan dari kata dalam Bahasa Arab, Syaikh yang bermakna kakek
atau orang yang sudah tua. Di dalam khasanah Islam kata Syaikh kemudian
menjadi gelar bagi seorang ulama yang sangat tinggi ilmu agamanya. Ruma
Sehe dapat berarti Tuan Syekh atau Gusti Syekh. Ruma adalah sebutan bagi
para Raja di Dompu dan keturunannya. Setara dengan sebutan Gusti bagi
raja di Jawa. Sedangkan Syaikh Abdul Ghani adalah keturunan dari Abdul
karim dengan seorang puteri Sultan Dompu.

Syekh Mahdali di Dompu dijuluki dengan sebutan Sehe ‘Boe di kalangan


Masyarakat. Kata ‘Boe berasal dari kata ka’boe dalam bahasa orang Dompu
yang berarti kacang hijau. Ini karena Syaikh Mahdali selama hidupnya
berhasil memotivasi para petani di Dompu untuk menanam kacang hijau.
Bahkan berkat kesuksesan beliau menjadi motivator di kalangan petani dan
masyarakat Dompu umumnya, tahun 1980-an Pemda Dompu pernah
mengusulkan agar beliau mendapat Penghargaan Kalpataru. Namun beliau
menolak menerima penghargaan tersebut. Sebab beliau tidak ingin terjebak
dalam riya, yakni mengharap pujian mahluk dan bukan mengharap pahala
147

dan surga dari Allah. Beliau hanya ingin mendatkan balasan dari Allah. Itulah
Ilmu ikhlas. Beliau hanya ingin contoh beliau itu diikuti dan dicontoh oleh
orang banyak.Berbuat bukan agar dipilih dalam Pilkada atau agar menjadi
anggota dewan, namun semata-mata karena perintah Allah. Tak penting
terkenal di mata penduduk dunia. Yang penting adalah seperti Uwais Al
Qarny yang terkenal di kalangan penduduk langit. Dia ikhlas beramal.

Ulama besar Syaikh Abdul Ghani Al Bimawi, ia memiliki seorang anak di


Dompu bernama Syaikh Mansyur. Beliaulah yang menggantikan Syaikh
Abdul Ghani menjadi Qadhi Kesultanan Dompu dan mewarisi 57 petak
sawah di So Ja’do. Di tempat tersebutlah Syaikh Mansyur menetap dan
menjadikannya sebagai pusat dakwah. Oleh karena itu beliau lebih dikenal
dengan nama Sehe Ja’do. So berarti padang atau areal. Ja’do adalah nama
sebuah areal pertanian yang terdiri atas areal bukit dan persawahan yang
sangat subur dengan irigasi yang memadai. Saat ini So Ja’do masuk dalam
wilayah Kelurahan Bali Satu. Terletak di sebelah utara jalan lintas luar
Dompu dari pom bensin Karijawa sampai cabang Sawete.

Syekh Mahdali telah hidup melewati berbagai masa yakni masa Kesultanan
Dompo (masa penjajahan Belanda, Masa pendudukan Jepang) dan masa
Republik Indonesia (Masa Revolusi Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru).
Beliau sempat menjadi Qadhi Kesultanan Dompu di masa-masa akhir
Kesultanan Dompu. Setelah Kesultanan Dihapuskan, beliau menghabiskan
sisa-sisa umurnya dengan mendekatkan diri pada Allah di tempat tinggalnya
148

Desa Kareke sampai beliau berpulang ke hadirat Allah SWT di usia 105
tahun pada tahun 1998.

Syekh Mahdali adalah salah satu ulama Bima dan Dompu yang turut
berperan dalam misi dakwah dalam rangka pengislaman masyarakat Etnis
Donggo. Sebuah daerah pegunungan di sebelah barat teluk Bima yang
dihuni oleh penduduk asli Bima. Pada masa penjajahan Belanda hingga
masa proklamasi kemerdekaan masyarakat Donggo masih memegang teguh
ajaran animisme/dinamisme dan sebagian memeluk agama Kristen akibat
misionaris Belanda. Perjalanan dakwah beliau dan ulama lainnya di Donggo
tidaklah gampang. Beliau kk harus berhadapan dengan para pemuka adat
dan tokoh agama Donggo kala itu yang menentang ajaran Islam. Namun
berkat kegigihan dakwah beliau dan ulama-ulama Bima-Dompu lain, Donggo
berhasil diislamkan.

Salah satu contoh dari beliau dalam berpegang teguh kepada ajaran Islam
adalah beliau menghindari bersalaman dengan Jamaah wanita yang
mengikuti pengajiannya kecuali dengan membalut tangannya dengan
sorban. Beliau telah meninggalkan banyak ajaran sakral yang hari ini harus
direnungi kembali oleh generasi muda Dompu. Beliau telah mengajarkan
Islam, Syariat Islam. (MF

X.IDUL FITRI ALA SULTAN DOMPU


149

Sultan Dompu, M. Sirajuddin (sumber: facebook.com)


150

Kambali Dompu Mantoi – Kesultanan Dompu memiliki tradisi tersendiri


ketika menjelang Idul Fitri atau yang dalam kalangan masyarakat Dompu
disebut sebagai Aru Raja (baca: hari raya). Khusus untuk Idul fitri, mereka
menyebutnya aru raja to’i (hari raya kecil) sedangkan idul adha disebut aru
raja na’e (hari raya besar).

Di lingkungan Asi (istana), Sultan Dompu biasanya menyelenggarakan


sebuah upacara bernama Lu’u ‘Daha. Upacara Lu’u ‘Daha diadakan untuk
memeriahkan atau memperingati Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi.
Secara bahasa Lu’u berarti “masuk” sedangkan ‘daha berarti “senjata” atau
“pasukan bersenjata.” Dinamakan upacara Lu’u ‘Daha disebabkan karena
dalam prosesi upacara ini pasukan bersenjata kesultanan beserta para
pejabat tinggi akan melakukan konvoi atau arak-arakan menuju istana.
Pasukan yang disebut sebagai ‘daha ini akan memasuki lingkungan istana
menemui sultan untuk menyatakan ketundukan dan kesetiaan mereka
terhadap sultan yang berkuasa. Prosesi upacara ini dijelaskan oleh Israil M.
Saleh dalam bukunya Seputar Kerajaan Dompu pada halaman 174.
151

Parade Kesultanan Dompu thn 1945 (Sumber: Flickr)


152

Upacara Lu’u ‘Daha dimulai di kediaman Rato Renda (Menteri


Pertahanan/Panglima Pasukan). Di sana seluruh pasukan berbaris dengan
rapi lengkap dengan seragam dan senjata khas masing-masing jenis
pasukan dengan dipimpin oleh Rato Renda. Para penari pun juga disiapkan.
Setelah semua siap, arak-arakan pasukan pun diberangkatkan dari
kediaman Rato Renda menuju Asi. Sepanjang perjalanan arak-arakan
tersebut akan diiringi terus oleh Mpa’a Sere, sebuah tarian yang
menggambarkan kegagahan dan kelincahan seorang prajurit Dompu yang
siap bertarung dengan gagah berani.

Sesampainya di pintu Asi, maka diperagakan Kanca, sebuah tarian yang


akan dilakukan oleh pejabat Rato Renda. Setelah Kanca, lalu dilanjutkan
dengan Toja, sebuah tarian yang menggambarkan keanggunan dan
merupakan semacam cara penyambutan terhadap tamu yang datang ke
istana.

Setelah selesainya tarian kanca dan toja, maka seluruh pasukan akan
melakukan Mihu ro Makka. Mereka berikrar di hadapan sultan untuk
senantiasa setia dan patuh terhadap sultan yang dipersepsikan sebagai
Hawo ro Ninu (Pengayom dan pelindung) bagi seluruh rakyat Kesultanan
Dompu. Acara kemudian ditutup dengan do’a secara berjamaah yang akan
dipimpin oleh Ulama Istana yang memegang jabatan Imam di Masjid
Kesultanan (Masjid Syaikh Abdul Ghani Al-Jawi).

Setelah seluruh prosesi upacara Lu’u ’Daha selesai, maka sultan membagi-
bagikan sedekah kepada rakyat miskin dan orang-orang yang tidak mampu.
Berakhirlah seluruh prosesi upacara Lu’u daha ini. [Uma Seo]
153
154

Karo’a Pidu (Al-Qur’an Tertua di Dompu)


155

Karo’a Pidu, Mushaf Al-Qur’an tertua di Dompu yang dibuat pada Abad ke
XVII

“Di kala itu Karo’a Pidu ini dianggap bertuah dan memiliki berkah dan di
anggap sebagai Zimat. Karena apabila terjadi wabah penyakit atau
kesusahan menimpa Negeri dan Orang banyak , maka Sultan
memerintahkan kepada Pejabat Agama, Imam atau Lebe Na’e atau Lebe
Salama dan bersama Pejabat Hadat lain untuk mengarakkan Karo’a Pidu itu
keliling Negeri di sertai bunyi2an” ( Almarhum Israel, MS. SKD 1985 ).”

*****

Kambali Dompu Mantoi – Karo’a Pidu adalah sebutan yang diberikan oleh
Masyarakat Dompu terhadap sebuah Al – Qur’an Kuno dan tertua di Dompu
dengan keunikan yang dimilikinya, yaitu dengan 7 (Tujuh) cara membacanya
(qira’ah sab’ah).

Karo’a Pidu berukuran relatif besar, Yaitu 20,5 cm X 29 cm. Bagian dalam
Karo’a Pidu khususnya disisi pinggir dihiasi dengan border yang cantik
dengan aneka warna yang serasi. Tulisan Al – Qur’an nya berwarna hitam
dan baris berwarna merah serta ada beberapa catatan tulisan arab di pinggir
156

atau diluar border. Covernya berwarna Coklat gelap dengan ketebalan 0,5
cm berbahan mirip Karton Super atau menyerupai kulit kayu.

Karo’a Pidu ini ditulis pada tahun 1100 Hijriyah atau sekitar Tahun 1688/89
M. Bertepatan dengan era Kekuasaan Sultan Abdul Hamid Ahmad (1667-
1697). Dan untuk menjaga dari kerusakan, Karo’a pidu disimpan dalam
sebuah kotak berbahan Kayu Jati dengan ukuran 24 cm X 34,5 cm. Pada
bagian depan kotak terdapat ukiran kaligrafi dengan tulisan arab. Pada ujung
kiri menjelaskan tahun pembuatan Karo’a Pidu pada hari Arba’. Ujung kanan,
tiga hari bulan Dzul Qaedah. Selanjutnya, tengah atas bertuliskan Hijratul
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa sallam al akhir tahun syawal 1121
(atau Bertepatan dengan Era Kekuasaan Sultan Abdul Rasul I. 1697 – 1718
M) . Pada bagian tengah bawah tertulis milik Tuan Kita Sultan MT. Arifin
Sirajuddin membuat tempat Al Qur’an ini oleh Katib[1] Sikasih.

Saat ini sedang diteliti oleh para Ahli dan Insya Allah akan dicetak dan
diperbanyak sebab ini bukan saja Pusaka Dompu tapi juga Pusaka
Nusantara. Terimakasih. (Imran Kasiri)

Sumber: https://kambalidompumantoi.wordpress.com/2016/04/02/karoa-pidu-
al-quran-tertua-di-dompu/
157

Catatan Kaki:

[1] Penting untuk dibedakan, banyak orang keliru. KATIB dalam bahasa Arab
artinya adalah JURU TULIS atau SEKRETARIS. Sedangkan Khatib artinya
Pemberi Khutbah.

KAROA PIDU VERI LAIN

Karo`a Pidu ; Awal Mula Penyebaran Islam di Dompu

Oleh : HR. M. Agoes Soeryanto

Sejarah di Dana Dompu (NTB, Indonesia) mencatat, ketika Syekh Nurdin


seorang ulama terkemuka keturunan Arab Magribi menginjakkan kakinya di
Bumi Dompu sekitar 1528 untuk menyebarkan Islam sambil berdagang, saat
itu Dompu di bawah Pemerintahan Raja Bumi Luma Na‘e yang bergelar
Dewa Mawa‘a Taho (kala itu Dompu belum mengenal Islam/masih menganut
ajaran Hindu) sebab saat itu Kerajaan Dompu masih di bawah kekuasaan
kerajaan Majapahit (Raja Hayam Wuruk) dengan Mahapatih Sang Gajah
158

Mada Amurwa Bumi.

Kehadiran syekh Nurdin di Kerajaan Dompu tampaknya mendapat simpatik


dari rakyat Dompu terutama Raja Dompu saat itu. Bahkan lambat laun ajaran
Islam yang dibawa oleh Syekh Nurdin dengan cepat dapat diterima oleh
rakyat Kerajaan Dompu termasuk dari kalangan Istana (bangsawan).

Konon cerita, salah seorang putri dari keluarga Kerajaan Dompu tertarik
terhadap ajaran Islam yang dibawa oleh Syekh Nurdin. Sang Putripun
akhirnya belajar dan memeluk Islam di hadapan syekh Nurdin. Bukan itu
saja, sang putri Raja itupun akhirnya menaruh hati dan menikah dengan
Sang Ulama.

Putri Raja yang tidak diketahui nama aslinya itupun akhirnya mengganti
namanya setelah menikah dengan Syekh Nurdin dengan Islam yakni ST.
Hadijah. Dari pernikahan dengan Syekh Nurdin tersebut ia dikaruniai 3 orang
anak, 2 putra dan 1 putri. Masing-masing bernama Syekh Abdul Salam,
Syekh Abdullah dan Joharmani.

Pada saat Syekh Nurdin dan keluarganya berangkat ibadah haji ke tanah
159

suci Makkah untuk memperdalam ilmu agama Islam, Syekh Nurdin dan salah
seorang putranya yakni Syekh Abdullah, tidak kembali ke Dompu karena
meninggal di Makkah . Hanya Syekh Abdul Salam dan ibundanya ST.
Hadijah serta adik perempuannya, Joharmani, yang kembali ke Dompu.

Isteri Syekh Nurdin dan kedua anaknya yang sudah menyandang gelar Haji
akhirnya pulang ke Dompu dengan membawa oleh-oleh berupa kitab suci Al
Qur‘an sebanyak 7 buah (di Dompu dikenal dengan istilah Karo‘a Pidu).
Konon ketujuh buah kitab suci Al Qur‘an yang dibawa dari Makkah oleh
keluarga Syekh Nurdin tersebut saat ini masih tersimpan dengan baik di asi
mpasa (istana lama) uma siwe (rumah perempuan), Hj. ST Hadijah (isteri
Almarhum Sultan Muhammad Tajul Arifin Siradjuddindin, Sultan Dompu
terakhir).

Islam menjadi agama resmi Kerajaan Dompu ketika putra pertama Raja
Dompu yakni La Bata Na‘e naik tahta menggantikan Ayahandanya. Untuk
memperdalam agama Islam, La Bata Na‘e pergi meninggalkan Dompu untuk
menimba Ilmu di Kerajaan Bima, Kerajaan Gowa Makassar bahkan sampai
ke tanah Jawa. Setelah menguasai berbagai macam ilmu agama Islam, La
Bata Na‘e akhirnya kembali ke Kerajaan Dompu untuk meneruskan
160

memimpin pemerintahan warisan ayahandanya, Raja Dompu, Bumi Luwu


Na‘e. Pada tahun 1545, La Bata Na‘e resmi naik tahta. La Bata Na‘e
selanjutnya mengubah sistim pemerintahaan di Dompu dari Kerajaan
menjadi Kesultanan dan bergelar Sultan Syamsuddin.

La Bata Na‘e atau Sultan Syamsuddin merupakan sultan Dompu pertama


sekaligus salah satu sultan Dompu yang pertama kali memeluk Islam.
Selanjutnya agama Islam saat itu resmi menjadi agama di wilayah
Kesultanan Dompu.

Untuk mendampinginya dalam memerintah di Kesultanan Dompu, Sultan


Syamsuddin akhirnya menikah dengan Joharmani saudara kandung Syekh
Abdul Salam pada tahun 1545. Syeh Abdul Salam diangkat oleh Sultan
Syamsuddin sebagai Ulama di Istana Kesultanan Dompu. Makam Syekh
Abdul Salam terletak di Kampung Raba Laju Kelurahan Potu, kecamatan
Dompu. Makam keramat tersebut saat ini oleh pemerintah telah dijadikan
salah satu situs purbakala. Bahkan untuk mengenang nama Syekh Abdul
Salam, di dekat makam Syekh Abdul Salam terdapat pemakaman umum
yang dinamakan oleh warga Dompu Rade Sala (Kuburan Abdul Salam).
161

Sekitar tahun 1585, datanglah beberapa saudagar/pedagang sekaligus


ulama Islam yakni Syekh Hasanuddin dari Sumatera, Syekh Abdullah dari
Makassar dan Syekh Umar Al Bantani dari Madiun Jawa Timur. Selanjutnya
mereka menetap di Dompu untuk membawa Syi‘ar Islam.

Kedatangan 3 Ulama dari negeri seberang tersebut rupanya mendapat


simpatik yang baik dari sultan Dompu dan masyarakat di wilayah kesultanan
Dompu. Untuk membuktikan rasa simpatik dan hormatnya terhadap ketiga
orang ulama tersebut, Syekh Hasanuddin akhirnya mendapat kehormatan
dari Sultan Syamsuddin untuk menduduki salah satu jabatan sebagai qadi
(jabatan setingkat menteri agama di kesultanan) bergelar Waru Kali.
Kemudian Syekh Umar Al Bantani dan Syekh Abdulah dipercaya Sultan
Syamsuddin sebagai Imam Masjid di Kesultanan Dompu. Syekh Hasanuddin
wafat dan dimakamkan di Kandai I. Oleh masyarakat Dompu lokasi atau
komplek pemakaman tersebut kini dikenal dengan sebutan Makam Waru
Kali. Pada masa pemerintahaan Bupati Dompu H.Abubakar Ahmad, SH
(2000-2005) Waru Kali ditetapkan sebagai salah satu situs purbakala yang
bernilai sejarah tinggi. Hal ini dilakukan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh tim arkeologi dan purbakala pimpinan Dr. Haris Sukandar dan
Dra. Ayu Kusumawati. Tim menyimpulkan bahwa lokasi Waru kali
162

merupakan peninggalan bersejarah tinggi di Dompu ribuan tahun lalu. Situs


Waru Kali berdekatan dengan komplek situs Doro Bata di Kelurahan Kandai I
Kecamatan Dompu. Menurut cerita di Dana Dompu, Syekh Umar Al Bantani
dan Syekh Abdullah membangun sebuah tempat ibadah (masjid/mushola)
yang berukuran sekitar 4 x 4 meter, tepatnya di dekat perkampungan yang
diberi nama Karijawa. Masjid tersebut konon merupakan satu-satunya Masjid
Kesultanan Dompu. Menurut riwayat, bekas tempat bangunan Masjid yang
dibangun oleh dua orang ulama terkenal itu kini tempatnya sudah berubah
fungsi menjadi komplek kantor Kelurahan Karijawa. Sedangkan Masjid
Agung Baiturahman Dompu, dahulu merupakan lokasi Istana Kesultanan
Dompu.

Sumber : dompudalnet.blog.com
163

XII.Kerajaan-kerajaan lain diluar Dompu


Kerajaan Sanggar.

Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu
disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar
meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada
abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat
itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi
dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.

Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya
meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh
perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan
Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada
164

tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan


bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan
musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga
ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima
puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan
bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar
kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh
rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau
sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan
dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.

Kerajaan Tambora.

Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru
dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan
Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh
kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum
Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air
minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora
hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.

Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka


bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember.
Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah
dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke
Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora.
Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar
165

empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus
penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu
jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya
meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir
lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan
ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu
hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah
Kecamatan Pekat Dompu.

Kerajaan Papekat (Pekat).

Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan


nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay
Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari
kata “Pepekat”.Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau
menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut
tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama
Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung
Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi
Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC
terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang
sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak
VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung
Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya
166

kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan


Kerajaan dompu hingga sekarang ini.

B.Guung Tambora meletus

Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan


sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan
Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah
kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu.
Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu
pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu
Lama ke Dompu Baru.
Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang
bertambah luas wilayahnya.
Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815
tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian
dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
167

LETUSAN TAMBORA, SEBUAH MISTERI LAHIRNYA DOMPU BARU


Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala
juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan.
Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang
paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat
balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra.
Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu
lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di
Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red)
adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.
Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana
untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah
tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang
dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo
dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan
sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa
dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah
merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan
generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai
tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal
itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu
bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk
mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan
pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan
tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a
restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah
168

pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir


saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila
kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah
terjadi, amin

Tambora Menyapu Dunia


169

Kambali Dompu Mantoi – Di tahun 2015 ini, pemprov NTB mengadakan


event TMD (tambora menyapa dunia) untuk memperingati 200 tahun
meletusnya gunung Tambora. Walaupun sebenarnya event TMD ini dalam
170

rangka promosi destinasi wisata dan meningkatkan kunjungan wisatawan ke


NTB.

Kapankah gunung tambora meletus? Gunung tambora meletus pada tanggal


10 April tahun 1815. Letusan maha dahsyat yang menghancurkan sebagian
besar puncaknya, meninggalkan kawah yang kelak menjadi kaldera terbesar
di muka bumi. Tinggi gunung Tambora sebelum meletus dahsyat pada tahun
1815 adalah diperkirakan 4200 mdpl. Setelah letusan, tinggi gunung tambora
hanya tersisa 2800 mdpl. Letusan itu telah melenyapkan dua kerajaan yakni
kesultanan Tambora dan Pekat. Juga mengakibatkan hancurnya pusat
pemerintahan kerajaan sanggar dan musnahnya sebagian besar
penduduknya. Pusat kerajaan sanggar akhirnya berpindah ke lokasi desa
kore saat ini.

Letusan gunung tambora juga membawa dampak yang sangat besar bagi
Kesultanan Dompu. Menurut Prof. Dr. Helyus Syamsuddin, Ph.D, pada saat
itu pusat pemerintahan yang terletak di situs Doro Bata, Kandai Satu
sekarang, tertimbun oleh abu vulkanik yang sangat tebal sehingga tak dapat
lagi ditempati. Pemerintah kesultanan kemudian memindahkan pusat
pemerintahan ke lokasi baru, yakni lokasi kampo rato, karijawa, sekarang ini.
Selain itu, lebih dari 2/3 jumlah penduduk Kesultanan Dompu musnah. Baik
171

akibat terkena dampak langsung letusan tambora maupun akibat bencana


kelaparan yang ditimbulkannya. Hal ini menyebabkan hanya 1/3 dari populasi
masyarakat Dompu yang tersisa.

Akibat letusan tambora, selama tiga tahun berikutnya tanah pulau Sumbawa
tidak dapat ditanami. Bencana kelaparan terjadi. Setengah dari populasi
penduduk pulau Sumbawa musnah. Para ahli memperkirakan total korban
letusan gunung tambora adalah 91.000 jiwa. Hal ini dapat menjelaskan
kenapa di NTB, jumlah (populasi) penduduk pulau Lombok lebih banyak,
sedangkan jumlah (populasi) penduduk pulau Sumbawa lebih sedikit.

Menurut arkeolog sekaligus vulkanolog Igan suthawijaya, debu letusan


tambora membumbung setinggi 43 km dan terbawa angin ke south
hemisphere (Bumi bagian utara). Debu ini akhirnya menutup sinar matahari.
Dampaknya selama setahun sinar matahari terhalang debu dan
mengakibatkan penurunan suhu permukaan bumi secara global. Hilangnya
cahaya matahari menyebabkan gagal panen di seluruh wilayah Eropa dan
Amerika Utara. Sehingga bencana kelaparan terjadi di Eropa dan Amerika
Utara akibat letusan gunung tambora di tahun 1815 ini.
172

Bagi Dompu sendiri, letusan maha dahsyat gunung tambora telah mengubur
banyak sekali cerita negeri ini. Kita bisa memahami kalimat ini jika kita tahu
bahwa begitu sedikitnya sumber informasi sejarah tentang masa lalu Dompu.
Begitu banyak hal yang telah terkubur di bawah tanah Dompu tempat kita
berpijak. Lebih dari pada itu letusan tambora telah mengubur dua per tiga
populasi kesultanan Dompu.

Karena wilayah pertanian di Kesultanan Dompu yang cukup luas sedangkan


Sumber daya manusia yang tersedia sedikit akhirnya pemerintah kesultanan
Dompu bekerjasama dengan kesultanan Bima untuk mendatangkan
penduduk dari Kesultanan Bima. Transmigrasi ini sekaligus menjadikan para
transmigran sebagai warga Negara Dompu sampai seterusnya. Inilah yang
menjawab pertanyaan kenapa nama-nama kampong/desa di Dompu sama
persis dengan nama kampung di Bima? Atau mengapakah banyak
kesamaan nama tempat di Bima dan Dompu?

Hari ini kita mengenal nama-nama kampung yang semuanya merupakan


copy paste dari Bima seperti Ranggo, Rasa Na’e, Mangge Maci, Bolo Baka,
Bolo Nduru, Wawo Nduru, Wawo-Desa Kareke, Simpasai, Ncera, Renda,
Monta Baru, Rasa Nggaro, Dori Dungga Desa Mada Parama, O’o, Saka,
Wera desa Kareke, Ngali di Kecamatan Huu, dll. Silahkan jika ada yang mau
173

menambahkan, yang saya tahu hanya sedikit. Begitulah,berarti mereka

tinggal di Dompu baru 200tahun. (Uma Seo)


174

Qifyan Rahman

Pendidikan, Pertanian, Teknologi, Elektronik, Jurnalistik, Budaya,


Kesehatan, Tips, Wisata.

Dompu, 1815

Tapi, seperti terlihat dalam transformasi sejarah Dompu, pralaya yang


menghancurkan seringkali menjadi momen kelahiran di mana
kehidupan dan konsensus sosial yang baru berhasil dibangun dengan
penuh harapan.
175

Dompu, Kabupaten yang terletak di antara Sumbawa dan Bima, menarik


untuk dicermati karena mengalami perkembangan sejarah yang unik.
Sebagai kawasan yang memiliki riwayat sejarah yang panjang, Dompu
mengalami keruntuhan sekaligus kelahiran yang transformatif justru
karena pralaya yang menghancurkan.

Situs megalitikum Nangasia, yang terletak di Kecamatan Hu'u, sekira 35


km dari pusat kota Dompu, menjadi petilasan yang menandai betapa
Dompu memiliki riwayat sejarah yang panjang. Di kawasan Nangasia itu
ditemukan benda-benda arkeologis seperti gerabah, manik-manik,
cobek, periuk, tempayan, tulang binatang dan kulit penyu. Situs
Nangasia ini diperkirakan sebagai sebuah "necropolis" atau tempat
permukiman penguburan yang berasal dari abad-abad pertama Masehi.

Jauh sebelum mengenal bentuk pemerintahan kerajaan yang hierarkis,


masyarakat di kawasan Dompu hidup dalam tribalisme yang dipimpin
oleh sejumlah kepala suku yang biasa disebut "Ncuhi".

Dari sekian Ncuhi, setidaknya terdapat empat Ncuhi yang paling


dikenal: (1) Ncuhi Hu'u yang berkuasa Hu'u (sekarang kecamatan Hu'u),
(2) Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya
(sekarang Kecamatan Woja), (3) Ncuhi Nowa yang berkuasa di daerah
Nowa dan sekitarnya serta (4) Ncuhi Tonda yang berkuasa diwilayah
Tonda dan sekitarnya (sekarang Desa Riwo di Kecamatan Woja).

Ketika Kerajaan Majapahit sedang menikmati keemasannya di bawah


176

kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, masyarakat yang tinggal


di Dompu juga sudah mengenal sistem pemerintahan kerajaan.
Majapahit sendiri pernah melakukan dua kali ekspedisi militer ke
Dompu. Ekspedisi pertama pada 1344 berhasil digagalkan sementara
ekpedisi kedua pada 1357 berhasil menaklukkan Dompu.

Pada pertengahan abad 16, sekitar tahun 1645, Dompu mengelami


transisi penting menyusul ditetapkannya Islam sebagai agama resmi
Kerajaan Dompu oleh Raja Dompu bernama La Bata Na'e. Sejak itu
pula, raja-raja Dompu mulai menggunakan gelar Sultan. Penyebaran
Islam di Dompu dilakukan oleh Syekh Nurdin dari jazirah Arab yang tiba
di Dompu pada 1528.

Stabilitas di Dompu mulai terganggu pada abad 19 setelah muncul


sejumlah pemberontakan yang memungkinkan pemerintah kolonial
mulai campur tangan. Puncaknya terjadi pada 1809, Gubernur Jenderal
Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui
perjanjian yang lebih mengikat Dompu.

Enam tahun berselang, pada April 1815, Gunung Tambora meletus


dengan hebat. Letusan Tambora mengundang perhatian besar karena
mengacaukan iklim dunia. Saking banyaknya debu yang terlontar ke
atmosfir hingga menyebabkan "pendinginan global", sampai-sampai
tahun 1816 dikenal sebagai "tahun tanpa musim semi". Di Eropa Barat,
sejak awal Juni 1815-hanya berselang 1,5 bulan meletusnya Gunung
Tambora-terjadi apa yang disebut "hujan salah musim". Dan itu terjadi
177

selama beberapa minggu.

Bagi peradaban di Pulau Sumbawa, letusan Gunung Tambora benar-


benar menjadi pralaya. Tidak hanya menewaskan puluhan ribu orang,
letusan itu juga menghancurkan dan menguburkan tiga kerajaan di
Sumbawa yaitu Kerajaan Tambora, Pekat dan Sanggar.

Uniknya, Kerajaan Dompu mampu bertahan dan pusat Dompu pun


dipindahkan oleh Sultan Abdul Rasul II. Tak hanya itu, kehancuran
Kerajaan Tambora, Pekat dan Sanggar justru membuat wilayah
Kerajaan Dompu menjadi makin luas.

Inilah yang menyebabkan transformasi sejarah Dompu sehingga


melahirkan apa yang disebut sebagai Dompu Bou (Dompu Baru).
Letusan Tambora pada April 1815, yang menjadi pralaya terbesar
sepanjang sejarah Pulau Sumbawa, sekarang justru ditetapkan sebagai
hari lahir Kabupaten Dompu.

Tapi pralaya yang menghancurkan seringkali menjadi momen kelahiran


di mana kehidupan dan konsensus sosial yang baru sering berhasil
dibangun dengan penuh harapan. Seperti kehidupan bumi yang lahir
kembali setelah banjir besar di era Nabi Nuh atau Aceh yang sukses
menganyam konsensus sosial dan politik yang baru usai pralaya
tsunami yang menghancurkan.

qifyanrahman di 20.33
178

10-11April, Letusan Tambora Yang Mengubah Dunia


179

Kambali Dompu Mantoi – Genap sudah 201 tahun meletusnya Gunung


Tambora yang terletak di Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Nusa
Tenggara Barat. Sekaligus menjadikan tahun ini sebagai ulang (resmi) tahun
ke 201 Dompu. Hal ini lantas membuat banyak orang, khususnya di Dompu
menyangka bahwa Tambora benar-benar meletus tanggal 11 April 1815.
Padahal sebenarnya Tambora mengalami beberapa kali letusan di bulan
180

April 1815. Letusan pamungkasnya yang menelan puluhan ribu korban jiwa
terjadi tepat pada tanggal 10 April 1815. Letusan maha dahsyat yang
menghancurkan sebagian besar puncaknya, meninggalkan kawah yang
kelak menjadi kaldera terbesar di muka bumi.

Pulau Sumbawa sebelum letusan Tambora tidaklah seperti sekarang ini.


Curah hujannya lebih tinggi dan ditutupi oleh hutan lebat yang kaya akan
sumber daya alam yang melimpah. Schelle dan Tobias mencatat bahwa
alam telah melimpahkan berkahnya untuk Pulau Sumbawa meskipun pulau
ini berbukit-bukit. Padi, kedelai dan jagung tumbuh subur, hutan
menyediakan madu dan kayu pilihan seperti kayu sapan yang kualitasnya
nomor dua di seluruh kepulauan nusantara. Kopi, lada, dan kapas tumbuh,
meskipun akhirnya bahan pangan menjadi sumber utama penghasilan
penduduknya.

Ada banyak sarang walet, termasuk yang berkualitas bagus, dan pulau ini
telah sejak dahulu terbukti memiliki kandungan emas, meskipun belum
pernah dieksploitasi. Di teluk di Pantai utara Kesultanan Dompo,
mengandung mutiara yang ukurannya relatif sangat besar. Meskipun
perburuan mutiara tidak pernah diawasi sama sekali. Ada tambang garam di
Bima yang memasok seluruh pesisir Bonerate, Manggarai, Selayar dan Bone
181

dengan garam yang dihasilkannya. Terakhir, siapa yang tak pernah


mendengar kuda terbaik yang berasal dari pulau ini yang tidak tertandingi
kualitasnya oleh yang lain?

Bernice De Jong Boers mengutip buku G. Kuperus berjudul Het


cultuurlandschap van West-Soembawa menyatakan dahulu penduduk P.
Sumbawa hanya mengenal pertanian dengan sistem berladang. Orang
Jawalah yang pertamakali memperkenalkan penanaman padi di sawah
sekitar tahun 1400-an, mereka juga memperkenalkan kuda pada penduduk
P. Sumbawa. Sekitar tahun 1800-an, pemukiman-pemukiman telah dibangun
di seluruh bagian pulau. Pemukiman-pemukiman ini umumnya berada di
dekat aliran sungai atau hutan jati. Komoditas ekspor penduduk P. Sumbawa
sebelum tahun 1815 adalah padi, madu dan sarang lebah, sarang walet,
kuda, garam, kapas dan kayu sapan (Bahasa Orang Dompu: Haju
Kalanggo).

Ada enam kerajaan atau kesultanan yang berdiri pada waktu itu: Kerajaan
Sumbawa, Bima, Dompo, Sanggar, Pekat, dan Tambora. Di timur ada
Kesultanan Bima, di tengah berdiri Kesultanan Dompo, di barat berdiri
Kesultanan Sumbawa. Adapun di utara berdiri berdampingan tiga kerajaan
kecil. Ada Kesultanan Sanggar di teluk bagian utara pulau, Kesultanan
182

Tambora berada di lereng sebelah barat G. Tambora, sedangkan Kesultanan


Pekat tepat berada di sebelah selatannya.

.Tambora Sebelum 1815

Pada zaman dahulu, G. Tambora dikenal dengan nama Gunung Aram.


Sebagaimana tercantum dalam sumber aslinya dari sebuah peta kuno yang
termuat dalam buku Suma Oriental (1944, hal. 200) karya Tome Pires dan
peta hasil reproduksi di dalam buku Begin ende voortgangh van de Oost-
Indische Compagnie, 1646, Deel HI. Catatan perjalanan oleh Pieter Willemsz
mengandung paragraf sebagai berikut: “reaching the tip of Sombava ….. we
approached Mount Aram in the evening” (mencapai ujung P. Sumbawa ….
kami tiba di Gunung Aram pada waktu sore hari).

Gunung Tambora adalah gunung api berbentuk kerucut. Tinggi gunung


Tambora sebelum meletus dahsyat pada tahun 1815 adalah diperkirakan
4200 mdpl. Setelah letusan, tinggi gunung tambora hanya tersisa 2800 mdpl.
Verbeek memperkirakan bahwa erupsi ini melontarkan 150 kubik material
vulkanik.

Gunung itu belum pernah meletus sebelum tahun 1815. Tanda-tanda awal
gunung itu akan segera meletus baru disadari tiga tahun sebelum letusan.
183

Sejak tahun 1812, telah ada awan tebal yang selalu menyelimuti di puncak
Tambora. Awan itu makin lama makin besar dan gelap dengan sesekali
mengeluarkan suara bergemuruh.

Seorang saksi mata terhadap tanda-tanda awal ini adalah John Crawfurd,
yang menulis dalam bukunya Descriptive Dictionary of the Indian Islands:
pada tahun meletusnya Tambora, saya mengikuti sebuah expedisi menuju
Makasar di Sulawesi dan dalam perjalanan kami melewati pesisir P.
Sumbawa, bahkan gunung berapi Tambora sedang dalam aktifitas yang
hebat. Dalam jarak sekian, awan abu yang terlontar telah menghitamkan satu
sisi horizon ……… dan abunya bahkan jatuh ke atas dek kapal.

Tanda-tanda awal ini telah membuat penduduk P. Sumbawa sangatkhawatir.


Mereka telah meminta Tuan Resident Sumbawa yang berkedudukan di Bima
untuk melakukan penyelidikan. Dan Residen Pielaat telah mengirim seorang
petugas bernama Pak Israil menuju Tambora. Pak Israil tiba di Tambora
tepat pada hari meletusnya gunung itu, ia tidak selamat dari bencana.

Erupsi Tambora 11April 1815


184

Erupsi Tambora bermula pada tanggal 5 April 1815. Ditandai dengan


dentuman-dentuman keras yang dapat didengar dari berbagai pulau di
seluruh Nusantara. Dan pada tanggal 10 April, letusan-letusan itu makin
keras. Hampir di seluruh tempat, letusan-letusan tersebut disangka sebagai
letusan meriam. Baru beberapa hari kemudian, terjawablah sudah bahwa itu
adalah letusan sebuah gunung berapi. Yakni ditandai dengan turunnya hujan
abu vulkanik. Meskipun mereka belum tahu gunung apakah yang meletus.

Letnan Owen Philips yang ditugaskan oleh Letnan Gubernur Raffless untuk
melakukan investigasi terhadap kejadian ini mencatat laporan saksi mata dari
penduduk Kerajaan Sanggar yang selamat:

Sekitar jam 7 malam, tanggal 10 April 1815, tiga buah gumpalan lava pijar
meledak keluar di dekat puncak Tambora. Seluruh pijaran lava itu rupanya
mencapai dalam bibir kawah dan setelah itu melesat sangat tinggi ke
berbagai arah. Puncak dari masing-masing lava pijar itu lalu menyatu di
udara dengan cara yang tidak beraturan. Dalam waktu singkat, seluruh
lereng gunung yang terletak berdekatan dengan Sanggar berbentuk seperti
terliputi cairan berapi yang menyebar ke berbagai arah.
185

Pijaran api dan gumpalan lava terus mengamuk dengan kemarahan yang
tidak reda hingga kegelapan akibat banyaknya material yang jatuh, tak bisa
melihat apa-apa. Jam menunjukan pukul 8 malam, di saat itu batu-batu
berjatuhan sangat banyak di Sanggar. Sebagian dari batu-batu itu sebesar
dua kepalan tangan namun umumnya tidak lebih besar dari buah kenari.
Antara jam 9 dan 10 malam, hujan abu mulai turun dan segera setelah terjadi
angin tornado yang hebat, yang menerbangkan hampir seluruh rumah di
perkampungan di Sanggar, menerbangkan atap dan bagian-bagian kecil
rumah. Di bagian Sanggar yang berbatsan langsung dengan Tambora,
pengaruhnya bahkan sangat hebat, mencabut akar pohon paling besar dan
membawanya ke udara bersama-sama dengan manusia, rumah-rumah,
ternak, dan apa saja yang dilaluinya. Permukaan air laut naik setinggi 12
kaki, lebih tinggi dari biasanya, dan merusak areal persawahan kecil di
Sanggar, menyapu semua rumah dan apa saja yang bisa dicapai olehnya.
Demikian kesaksian seorang warga Sanggar yang selamat.

Letusan itu telah melenyapkan dua kerajaan yakni kesultanan Tambora dan
Pekat. Juga mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan kerajaan
sanggar dan musnahnya sebagian besar penduduknya. Pusat kerajaan
sanggar akhirnya berpindah ke lokasi desa kore saat ini.
186

Akibat letusan tambora, selama lima tahun berikutnya tanah pulau Sumbawa
tidak dapat ditanami. Bencana kelaparan terjadi. Setengah dari populasi
penduduk pulau Sumbawa musnah. Para ahli memperkirakan total korban
letusan gunung tambora adalah 91.000 jiwa. Hal ini dapat menjelaskan
kenapa di NTB, jumlah (populasi) penduduk pulau Lombok lebih banyak,
sedangkan jumlah (populasi) penduduk pulau Sumbawa lebih sedikit.

Menurut arkeolog sekaligus vulkanolog Igan suthawijaya, debu letusan


tambora membumbung setinggi 43 km dan terbawa angin ke south
hemisphere (Bumi bagian utara). Debu ini akhirnya menutup sinar matahari.
Dampaknya selama setahun sinar matahari terhalang debu dan
mengakibatkan penurunan suhu permukaan bumi secara global. Hilangnya
cahaya matahari menyebabkan gagal panen di seluruh wilayah Eropa dan
Amerika Utara. Sehingga bencana kelaparan terjadi di Eropa dan Amerika
Utara akibat letusan gunung tambora di tahun 1815 ini.

*****
187

Letusan gunung tambora juga membawa dampak yang sangat besar bagi
roda pemerintahan Kesultanan Dompo. Menurut Prof. Dr. Helyus
Syamsuddin, Ph.D, dengan mengutip Raffless, pada saat itu pusat
pemerintahan yang terletak di situs Doro Bata, Kandai Satu sekarang,
188

tertimbun oleh abu vulkanik yang sangat tebal sehingga tak dapat lagi
ditempati. Pemerintah kesultanan kemudian memindahkan pusat
pemerintahan ke lokasi baru, yakni lokasi kampo rato, Kelurahan Karijawa,
sekarang ini. Selain itu, luas wilayah Kesultanan Dompo sendiri mengalami
penambahan. Belanda menjadikan wilayah Kerajaan Pekat sebagai wilayah
Dompo sejak kerajaan itu musnah ditelan amukan Tambora.

Bagi Dompu sendiri, letusan maha dahsyat gunung tambora telah mengubur
banyak sekali cerita negeri ini. Kita bisa memahami kalimat ini jika kita tahu
bahwa begitu sedikitnya sumber informasi sejarah tentang masa lalu Dompu.
Begitu banyak hal yang telah terkubur di bawah tanah Dompu tempat kita
berpijak. Lebih dari pada itu letusan tambora telah memusnahkan sebagian
besar populasi penduduk asli Kesultanan Dompo. Yang kemudian membuat
banyak etnis akhirnya datang dan mendiami Dompu yang baru. (Uma Seo)
189

TAMBORA... Menjulang tinggi dan gagah dalam diam... Aku tengah


membayangkan, seandainya aku berada di kaki gunung bersejarah itu
sekarang. Mungkin sambil duduk santai, kaki menjuntai di balai,
mengunyah singkong goreng di beranda rumah warga setempat di Desa
Calabai, yang masih termasuk wilayah Kabupaten Dompu, Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Desa kecil penghasil kayu di sebelah barat
gunung itu merupakan pintu masuk pos pertama jalur aman pendakian
ke puncak Gunung Tambora, gunung yang sebagian wilayahnya pada
sisi selatan hingga barat laut termasuk dalam wilayah Kabupaten
Dompu dan sebagian lain
190

dari sisi timur hingga utara termasuk dalam wilayah Kabupaten Bima.
Aku bukan pendaki gunung, tapi gunung memang selalu menyimpan
eksotisme mistis yang meski sulit untuk dijelaskan, senantiasa menarik
untuk diperbincangkan. Menatap angkuh puncaknya yang diselimuti
berarak awan putih mengias birunya langit, aku tak dapat
menyembunyikan kekaguman menyaksikan betapa kokohnya leher
hingga terus semenurun lereng gunung dengan tinggi 2.851 meter,
namun pernah menjulang hingga 4.300 meter dan tercatat sebagai
puncak tertinggi di Indonesia pada masanya. Bandingkan dengan
Puncak Jayawijaya di Papua yang memegang rekor itu sekarang,
ternyata 'hanya' setinggi 3.050 meter di atas permukaan laut. --- Apa
kabar, Dompu cerah hari ini? Semoga seperti Jakarta saat kuguratkan
tulisan ini. Kubayangkan, Tambora bergeming demikian tenang...
Kontras sekali dengan yang terjadi dua ratus kurang tiga tahun lalu...
Siapa pernah menyangka, di balik ketenteraman suasana sejuk di kaki
gunung ini, tersimpan selaksa kisah yang pernah mengguncang dunia!
Saat bencana alam paling mengerikan
191

terjadi di sini... Dan tepat pada hari ini... --- LETUSAN GUNUNG
TAMBORA 11 April 1815, 197 tahun yang lalu... Barangkali hampir tak
ada yang pernah membayangkan, gunung purba itu pernah meletus
begitu dahsyat, bahkan menjadi letusan terdahsyat yang tercatat dalam
sejarah peradaban umat manusia! Kedahsyatan letusannya setara
dengan 1.000 Megaton ledakan TNT, dan hanya kalah oleh letusan
mahadahsyat Gunung Toba yang mencapai skala 8 dari 8 pada indeks
VEI (Volcanic Explosivity Index), lebih kurang 74.000 tahun lalu, yakni
jauh pada masa pra-sejarah. Menggeram mulai awal April, dan mulai
meletus kecil sejak tanggal 5 April, puncak letusan Gunung Tambora
terjadi pada 10-11 April 1815, dimulai malam hari pukul 19.00 tanggal
10, dan terus-menerus meletus hingga mengguncangkan bumi
keesokan harinya pada skala 7 dari tertinggi 8 pada indeks VEI.
Kekuatan ledakannya bahkan tercatat empat kali lebih besar dari
letusan Gunung Krakatau tahun 1883! Menyemburkan muatan tefrit
hingga 1.6 × 1011 meter kubik, dan 100 kilometer kubik piroklastik

trakiandesit dengan perkiraan massa 1,4×1014 kilogram, dentuman


suara ledakannya terdengar hingga radius 2600 kilometer, mulai dari
192

Sumatera hingga Makassar dan Ternate, sebagaimana dilaporkan


menggetarkan Surabaya menurut catatan buku harian sejumlah warga
Belanda, hingga menggema ke bagian barat laut benua Australia.
Letusan hebat yang bertubi-tubi menghasilkan endapan aliran
piroklastik hingga 20 kilometer jauhnya, memuntahkan magma hingga
100 kilometer kubik, dan melontarkan abu dan debu vulkanik sejauh
1300 kilometer hingga Jawa Barat dan Batavia di arah barat dan
Sulawesi Selatan di utara, dengan volume hingga 400 kilometer kubik,
dilepaskan ke angkasa hingga menembus lapisan stratosfer pada
ketinggian 44 kilometer di atas permukaan tanah. Selain itu, getaran
gempa yang mengguncang Sumbawa juga menggelegakkan samudera
dan menggolakkan lautan, menimbulkan tsunami setinggi hingga 4
meter bermula dari pesisir Sanggar pada pukul 10 malam pada tanggal
10 April, menerjang pantai di Bima, dan terus

bergulung-gulung hingga sejauh 1200 kilometer, menjelang tengah


malam telah menghempas Besuki di Jawa Timur hingga menyapu
tepian pantai Kepulauan Maluku dengan tinggi dinding air bah masih
setinggi 2 meter! Letusan Gunung Tambora juga telah memusnahkan
193

nyaris seluruh warga dari tiga kerajaan sekaligus, yakni Kerajaan


Sanggar yang berjarak 35 kilometer di sebelah timur, Kerajaan Pekat
yang terletak 30 kilometer di sebelah barat, dan Kerajaan Tambora yang
terletak 25 kilometer dari gunung tertinggi di pulau Sumbawa, dan
pernah menjadi yang tertinggi di Indonesia. Tercatat jumlah
korban mencapai 71.000 jiwa, dan yang selamat hanya sekitar
200 jiwa saja! Sekitar 12.000 tewas secara langsung akibat
letusan gunung berapi, sementara puluhan ribu sisanya
menderita dampak susulan yang tak kalah mengerikan dari
bencana mahapralaya tersebut, meninggal karena kelaparan,
tercemarnya air minum oleh abu vulkanik, ketiadaan bahan
makanan, dan terjangkiti wabah penyakit mengenaskan.
Sedikitnya 38.000 orang tewas di Sumbawa dan 10.000 lainnya
menyusul di Lombok. Dalam artikel berjudul Mount Tambora in
1815: A Volcanic Eruption in Indonesia and Its Aftermaths,
Bernice de Jong Boers bahkan menyebutkan bahwa letusan
Gunung Tambora diduga menjadi pemicu pecahnya epidemi
kolera untuk pertama kalinya ke seluruh dunia. Letusan Gunung
tambora juga menyebabkan perubahan iklim dunia. Selama
194

seminggu lebih, langit di atas Sumbawa hingga radius 600


kilometer dari Gunung Tambora berselimut gelap pekat. Awan
mendung masih meredupkan sinar matahari selama berbulan-
bulan. Suhu bumi juga berangsur mendingin, bahkan terjadi
anomali cuaca seperti di New England, Amerika Serikat, salju
turun pada bulan Juni, dan udara beku meruyak pada Juli
hingga Agustus, hingga terjadi sungai es di Pennsylvannia.
Pada tahun berikutnya, yakni 1816, arakan abu vulkanik belum
berhenti mengelilingi dunia, disebutkan telah meliputi seluruh
Eropa dan Amerika Utara, menyebabkan banyak kematian
ternak serta kegagalan panen, serta ratusan ribu jiwa manusia
meninggal akibat epidemi dan kelaparan. Tahun penuh
kesuraman itu dikenal di seluruh dunia dengan sebutan The
Year Without Summer atau Tahun Tanpa Musim Panas. ---
Beginilah kira-kira gambaran suasana mencekam saat Gunung
Tambora meletus, kemarin dan hari ini, 10-11 April 1815, 197
tahun lalu...
195
196

(Gambar: Letusan Tambora 1815 karya Harlin & Harlin di


www.smithsonianmag.com)

--- Untuk lebih menangkap atmosfir, dan jika boleh dikatakan


mendramatisir, suasana hiruk-pikuk dan menegangkan selama
beberapa hari yang berat itu, simak pula penuturan langsung
para saksi mata peristiwa besar tersebut, sebagaimana dimuat
dalam ”Transactions of the Batavian Society” Vol VIII, 1816, dan
dan ”The Asiatic Journal” Vol II, Desember 1816, dan dilansir
oleh indocropcircles.wordpress.com sebagai berikut: Sumanap
(Sumenep), 10 April 1815 Sore hari tanggal 10, ledakan menjadi
197

sangat keras, salah satu ledakan bahkan mengguncang kota,


laksana tembakan meriam. Menjelang sore keesokan harinya,
atmosfer begitu tebal sehingga harus menggunakan lilin pada
pukul 16.00. Pada pukul 19.00 tanggal 11, arus air surut, disusul
air deras dari teluk, menyebabkan air sungai naik hingga 4 kaki
dan kemudian surut kembali dalam waktu empat menit.
Baniowangie (Banyuwangi), 10 April 1815 Pada tanggal 10 April
malam, ledakan semakin sering mengguncang bumi dan laut
dengan kejamnya. Menjelang pagi, ledakan itu berkurang dan
terus berkurang secara perlahan hingga akhirnya benar-benar
berhenti pada tanggal 14. Fort Marlboro (Bengkulu), 11 April
1815Suaranya terdengar oleh beberapa orang di permukiman
ini pada pagi hari tanggal 11 April 1815. Beberapa pemimpin
melaporkan adanya serangan senjata api yang terus-menerus
sejak fajar merekah. Orang-orang dikirim untuk penyelidikan,
tetapi tidak menemukan apa pun. Suara yang sama juga
terdengar di wilayah-wilayah Saloomah, Manna, Paddang,
Moco-moco, dan wilayah lain. Seorang asing yang tinggal di
Teluk Semanco menulis, sebelum tanggal 11 April 1815
198

terdengar tembakan meriam sepanjang hari. Besookie (Besuki,


Jawa Timur), 11 April 1815 Kami terbungkus kegelapan pada 11
April sejak pukul 16.00 sampai pukul 14.00 pada 12 April. Tanah
tertutup debu setebal 2 inci. Kejadian yang sama juga terjadi di
Probolinggo dan Panarukan, terus sampai di Bangeewangee
(Banyuwangi) tertutup debu setebal 10-12 inci. Lautan bahkan
lebih parah akibat dari letusan tersebut. Suara letusan
terdengar sampai sejauh 600-700 mil. Grissie (Gresik, Jawa
Timur), 12 April 1815 Pukul 09.00, tidak ada cahaya pagi.
Lapisan abu tebal di teras menutupi pintu rumah di Kradenan.
Pukul 11.00 terpaksa sarapan dengan cahaya lilin, burung-
burung mulai berkicau mendekati siang hari. Jam 11.30 mulai
terlihat cahaya matahari menerobos awan abu tebal. Pukul
05.00 sudah semakin terang, tetapi masih tidak bisa membaca
atau menulis tanpa cahaya lilin.

Makasar, 12-15 April 1815 Tanggal 12-15 April udara masih tipis
dan berdebu, sinar matahari pun masih terhalang. Dengan
sedikit dan terkadang tidak ada angin sama sekali. Pagi hari
199

tanggal 15 April, kami berlayar dari Makassar dengan sedikit


angin. Di atas laut terapung batu-batu apung, dan air pun
tertutup debu. Di sepanjang pantai, pasir terlihat bercampur
dengan batu-batu berwarna hitam, pohon-pohon tumbang.
Perahu sangat sulit menembus Teluk Bima karena laut benar-
benar tertutup.

--- Selain itu, dalam salah satu memoarnya, Gubernur Jenderal


Britania Raya yang berkuasa di Jawa 1811-1816, Sir Thomas
Stamford Raffles yang terkenal itu, pendiri Singapura, dan
penulis buku babon History of Java, menulis kesaksiannya
sebagai berikut: Letusan pertama terdengar di pulau ini pada
sore hari tanggal 5 April, mereka menyadarinya setiap
seperempat jam, dan terus berlanjut dengan jarak waktu sampai
hari selanjutnya. Suaranya, pada contoh pertama, hampir
dianggap suara meriam; sangat banyak sehingga sebuah
detasemen tentara bergerak dari Djocjocarta, dengan perkiraan
bahwa pos terdekat diserang, dan sepanjang pesisir, perahu-
perahu dikirimkan pada dua kesempatan dalam pencarian
200

sebuah kapal yang semestinya berada dalam keadaan darurat.


(Laporan Thomas Stamford Raffles) Menindaklanjuti
penyelidikan, diutusnya perwira kepercayaannya, Letnan
Philips, untuk berlayar langsung ke Sumbawa dan menyaksikan
dari dekat apa yang sebenarnya terjadi di sana, beberapa hari
setelahnya: Dalam perjalananku menuju bagian barat pulau, aku
hampir melewati seluruh Dompo dan banyak bagian dari Bima.
Kesengsaraan besar-besaran terhadap penduduk yang
berkurang memberikan pukulan hebat terhadap penglihatan.
Masih terdapat mayat di jalan dan tanda banyak lainnya telah
terkubur. Desa hampir sepenuhnya ditinggalkan dan rumah-
rumah rubuh, penduduk yang selamat kesulitan mencari
makanan. Sejak letusan, diare menyerang warga di Bima,
Dompo, dan Sang’ir, yang menyerang jumlah penduduk yang
besar. Diduga penduduk minum air yang terkontaminasi abu,
dan kuda juga meninggal, dalam jumlah yang besar untuk
masalah yang sama. (Laporan Letnan Philips, diperintahkan Sir
Stamford Raffles untuk pergi ke Sumbawa) --- Aku menyeruput
teh manis panas yang sudah hangat... Sejenak aku menghela
201

nafas dan menenteramkan pikiranku... Bersamaan dengan


terdengarnya adzan Ashar dari kejauhan... Sudah berapa jam
sejak aku mulai menulis? ^^; --- HARI JADI DOMPU BOU
Sejarah itu seperti harta karun, tentu saja bagi mereka yang
bisa mengerti dan menghargai tinggi nilainya. Menggali sejarah
bagai menemukan harta karun peradaban yang terpendam. Dari
sejarah, kita bisa belajar tentang arti kebesaran dan kejayaan
hidup di masa lalu, hingga kehancuran sehancur-hancurnya,
baik oleh bencana alam maupun ulah tangan manusia. Namun
bahkan dari balik puing-puing yang telah porak-poranda, selalu
ada hikmah yang bisa dijadikan cermin kejujuran serta buah
pelajaran, sebagaimana tunas baru akan muncul kembali serta
perlahan berkecambah, hingga melahirkan tanaman baru di
musim baru, selama musim semi masih akan datang setelah
musim dingin, sejarah selalu berulang dan kehidupan akan
mencari jalan untuk melestarikan keberlangsungannya. Seperti
romantika tiga kerajaan Sanggar, Pekat, Tambora, yang musnah
oleh letusan, jauh sebelum ketiganya terbentuk, di kaki gunung
Tambora pernah berdiri kerajaan tertua di belahan timur
202

Nusantara, Dompu Ntoi atau Dompu Lama. Setelah murka


Tambora lebih kurang dua ratus tahun silam, kini bermeter-
meter di atas rekah lapisan bumi yang sama yang telah tertutup
abu tebal piroklastik dan tanah yang baru, telah dibangun
kembali peradaban baru yakni Dompu Bou atau Dompu Baru.
Sejarah kelahiran Dompu Bou telah mengundang minat banyak
pemerhati, terutama dikaitkan dengan penetapan Hari Jadi
Dompu. Hampir semua pihak kini sepakat, yang disebut dengan
Dompu sekarang adalah Dompu Bou, yang lahir setelah letusan
Gunung Tambora. Namun untuk menetapkan kapan tanggal
Hari Jadi Dompu sendiri ternyata bukan satu hal yang mudah.
Berdasarkan informasi komprehensif yang diperoleh dari
humasdompu.wordpress.com, diperoleh kronologis penetapan
Hari Jadi Dompu lebih kurang sebagai berikut: Telah
diselenggarakan banyak seminar dan diskusi yang intensif dan
menarik sepanjang kurun hampir dua dekade, tercatat sejak
pemerintahan Bupati Dompu Drs. H. Umar Yusuf, M.Sc tahun
1989-1994, hingga periode pertama pemerintahan Bupati
Dompu H. Abubakar Ahmad, S.H., tahun 2000-2005. 1. Periode
203

Pemerintahan Bupati Dompu Drs. H. Umar Yusuf, M.Sc. (1989-


1994) Setelah sejumlah pembicaraan serius tentang perlunya
mencari dan menetapkan Hari Jadi Dompu, semula hampir
semua pihak menyepakati dan menetapkan tanggal 12
September 1947 sebagai Hari Jadi Dompu, didasarkan pada
tanggal pengangkatan Sultan Dompu yang terakhir, yaitu Sultan
M. Tajul Arifin Sirajuddin, sebagai Kepala Daerah Swapraja
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski sempat
diperingati untuk pertama kalinya pada tanggal 12 September 1993,
namun mencuatnya perdebatan membuat penetapan tanggal 12
September 1947 sebagai Hari Jadi Dompu mentah kembali. 2. Periode I
Pemerintahan Bupati Dompu H. Abu Bakar Ahmad, S.H. (2000-2005)
Lama setelahnya, baru pada periode ini penelusuran dan pembahasan
Hari Jadi Dompu diangkat kembali ke permukaan. Pada hari Rabu,
tanggal 15 Agustus 2001, di Gedung Sama Ngawa, Dompu, diadakan
Seminar Sehari yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat, mulai
dari birokrat, tomas, toga, hingga tokoh pemuda, baik yang ada di
Dompu maupun di luar Dompu, dengan tujuan untuk mencari,
menelusuri, merumuskan dan menetapkan Hari Jadi Dompu. Untuk
204

menunjukkan keseriusan, Bupati Dompu mengeluarkan Keputusan


Bupati Dompu Nomor 172 tahun 2001 membentuk Tim Perumus Hari
Jadi Dompu. Tim ini bekerja dengan menggali berbagai dokumen dan
mendengarkan berbagai informasi, hingga akhirnya merumuskan dan
menetapkan Hari Jadi Dompu jatuh pada hari Jum'at tanggal 24
September 1545, atau bertepatan dengan tanggal 8 Rajab 952 H. Dasar
penetapannya adalah tanggal pelantikan Sultan Dompu Pertama, yakni
Sultan Syamsuddin pada tahun 1545. Meski demikian, masih banyaknya
pihak yang tidak setuju, membuat Bupati Dompu menunda penetapan
Hari Jadi Dompu sambil menunggu dan mencari data yang lebih akurat
lagi. Setelah berlalu beberapa waktu tanpa pembahasan, datang usulan
dan masukan dari berbagai kalangan masyarakat Dompu berupa
konsep atau naskah sebagai bahan acuan untuk mencari dan
menetapkan Hari Jadi Dompu. 1. Konsep M. El. Hayyat Ong (H.
Muhammad Yahya) Yang bersangkutan mengusulkan tanggal 22
Januari sebagai Hari Jadi Dompu, dimana tanggal tersebut bertepatan
dengan pemindahan kerangka jenazah Sultan Muhammad Sirajuddin
(Sultan Manuru Kupa) dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, ke
Kabupaten Dompu. 2. Konsep H.M. Djafar Ahmad Yang bersangkutan
205

mengusulkan tanggal 12 September 1947 dan tanggal 24 September


1545 sebagai Hari Jadi Dompu, dengan dasar pemikiran pada 12
September 1947 Residen Timur dan daerah taklukannya menetapkan
Dompu berpemerintahan sendiri sebagai Zelfbestur, sementara 24
September 1545 sebagaimana konsep penetapan pada periode
pemerintahan Bupati Dompu Umar Yusuf, merupakan tanggal
dilantiknya Sultan Syamsuddin sebagai Sultan pertama Dompu. 3.
Konsep Drs. M. Ilyas Salman dan kawan-kawan. Tim ini tidak
menetapkan tanggal, bulan dan tahun yang pasti, melainkan hanya
mengutarakan sejumlah peristiwa sejarah yang dipandang penting
sebagai alternatif untuk dipilih sebagai Hari Jadi Dompu, antara lain: a.
Tahun 1360 sebagai tahun pengucapan Sumpah Palapa oleh Mahapatih
Gajah Mada yang bersumpah mempersatukan semua wilayah
Nusantara di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Dalam sumpah
tersebut, disebutkan salah satu negara yang akan ditaklukan adalah
kerajaan Dompo (Dompu). b. Tanggal 5 Mei 1667 berdasarkan tanggal
penandatanganan Perjanjian Bongaya antara Sultan Goa, yaitu Sultan
Hasanuddin, dengan VOC, yang menyatakan bahwa Makassar harus
melepaskan kekuasaan politiknya terhadap Pulau Sumbawa, dimana
206

termasuk di dalamnya, Dompu. c. Tanggal 10 Oktober 1674,


berdasarkan tanggal surat resmi pertama Raja Dompu kepada Jenderal
VOC di Batavia, memuat berita kunjungan resmi Kapten Maros sebagai
utusan VOC. d. Tanggal 22 Juli 1675, berdasarkan tanggal kontrak
antara Kerajaan Sumbawa, Dompu, dan Tambora terkait batas wilayah.
e. Tanggal 30 September 1748, berdasarkan tanggal penandatanganan
kontrak perbatasan antara Kerajaan Dompu dan Tambora. f. Tanggal 9
Juli 1792, berdasarkan tanggal perjanjian politik kontrak adat, antara
rakyat dan raja tentang kewajiban dan hak kedua belah pihak. g.
Tanggal 27 Desember 1822 sebagai tanggal munculnya resolusi resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda yang memuat
pengaturan bahwa Raja Dompu memiliki kekuasaan di samping Sultan
Bima. Beberapa tahun berlalu, kesepakatan masih belum dihasilkan.
Hingga akhirnya, Bupati Dompu mempunyai gagasan untuk meminta
bantuan kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal Dompu yang
tinggal di Bandung, yakni Prof. Dr. Helyus Syamsuddin, Ph.D (Guru
Besar pada IKIP Bandung). Prof. Dr. Helyus Syamsuddin, Ph.D hadir di
Dompu untuk menghadiri seminar bersama Tim Perumus Hari Jadi
Dompu yang saat itu dipimpin oleh Ketua Komisi E DPRD Dompu, H.
207

Yusuf Djamaluddin, membahas penetapan Hari Jadi Dompu di Gedung


DPRD Dompu, pada hari Jum'at tanggal 18 Juni 2004. Pada seminar
yang dihadiri pula oleh Bupati Dompu dan sejumlah Toga, Toma, tokoh
pemuda, tokoh wanita, serta berbagai komponen masyarakat tersebut,
setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dan alot, akhirnya
pada hari Sabtu, tanggal 19 Juni 2004, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Dompu menyetujui penetapan Hari Jadi Dompu jatuh
pada hari Selasa, tanggal 11 April 1815, bertepatan dengan tahun Islam
yakni 1 Jumadil Awal 1230 H. Keputusan tersebut kemudian dituangkan
dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 18 Tanggal 19 Juni 2004. Dalam
makalah yang berjudul "HARI JADI DAERAH DOMPU, SEBUAH USUL
ALTERNATIF" dipaparkan sejumlah argumentasi antara lain bahwa
pada ilustrasi sejarah Indonesia mungkin bermanfaat untuk
ditambahkan bahwa peristiwa bencana alam, politik, atau peperangan,
dapat saja dijadikan patokan-patokan sejarah yang amat penting.
Sejarah Indonesia di pulau Jawa misalnya, mencatat malapetaka yang
ditimbulkan oleh letusan dahsyat Gunung Merapi di Jawa Tengah, telah
memaksa pusat pemerintahan Mataram Kuno (Mataram Hindu) untuk
berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur di awal abad ke-10,
208

mengakhiri era Dinasti Sanjaya dan Syailendra, beralih ke Dinasti


Isyana yang didirikan oleh Mpu Sindok. Dianalogikan dengan hal
tersebut, ketika menggambarkan malapetaka yang menimpa daerah
Dompu-Bima, mengutip tulisan J.Olivier (1816), ditemukan kunci
jawaban mengapa istana Dompu yang dahulu berada di Bata (Istana
Doro Bata) ditinggalkan, yakni dikarenakan tertimbun abu vulkanik
hingga tak lagi bisa dihuni. Istana Bata merupakan sebuah situs sejarah
yang penting di Dompu, sebagai situs istana tua Dompu (Asi Ntoi) yang
terletak di selatan Sorina'e, sekarang Kelurahan Kandai Satu,
Kecamatan Dompu, kemudian dipindahkan ke sebelah utara sungai. Di
sinilah kemudian didirikan istana yang baru (Asi Bou), yang terletak di
Masjid Raya sekarang, yakni Masjid Agung Baiturrahman, Dompu.
Perpindahan itu terjadi karena letusan Gunung Tambora. Selain terjadi
perpindahan dari istana lama ke istana baru, pemerintahan Dompu juga
pindah dari selatan sungai ke sebelah utara sungai (Sorina'e).
Berdasarkan argumentasi tersebut, hal itu dapat dijadikan suatu simbol
kelahiran baru pemerintahan, meskipun Sultan Dompu yang
memerintah pada saat itu masih pemerintah yang sama sebelum dan
setelah letusan, yakni Sultan Abdul Rasul (1808-1840). Di sinilah dapat
209

terlihat perubahan dan keberlanjutan. Sultan Abdul Rasul kelak


mendapat gelar "Sultan Ma Ntau Bata Bou". Argumentasi berikutnya,
dengan meletusnya Gunung Tambora, maka keberadaan tiga kerajaan
sekitar Tambora menjadi luluh lantak, dengan menyisakan penduduk
hanya sekitar 200 orang dari puluhan ribu jiwa. Tanah yang tidak
berpenduduk dari Kerajaan Pekat dan sebagian dari Kerajaan Tambora
kemudian dikuasai oleh Sultan Dompu untuk memperluas wilayah
kekuasaannya. Dengan kedua alasan tersebut, yakni berpindahnya Asi
Ntoi ke Asi Bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan
memasukkan wilayah bekas Kerajaan Pekat dan Kerajaan Tambora ke
Kesultanan Dompu Bou, diperoleh dasar pertimbangan kuat secara
demografis maupun sosiologis. Untuk menambah jumlah penduduk,
Dompu kemudian menerima migrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya,
khususnya dari wilayah Kerajaan Bima (Mbojo), hingga terbentuklah
komunitas Bima di Dompu. Atas persetujuan Sultan Dompu dan Bima,
didatangkan kolonisasi rakyat (Pembojong) dari Bima dengan syarat
bahwa rakyat itu kemudian menjadi rakyat Kerajaan Dompu.
Bertambahlah jumlah kampung dan penduduk Dompu, antara lain
menghuni Kampung Bolonduru, Bolo Baka, Monta Baru, Rasana'e,
210

Buncu, dan lain-lain. Bagaimanapun, Dompu Ntoi sebelum Tambora


meletus dan Dompu Bou setelah Tambora meletus adalah Dompu yang
satu, yang saat ini telah memiliki jati diri sebagai wilayah otonomi
seperti daerah lainnya di Indonesia. Maka dengan semangat persatuan
dan kesatuan, diperolehlah kesamaan persepsi dan kesepakatan
penetapan Hari Jadi Dompu jatuh pada tanggal 11 April 1815 atau
bertepatan dengan 1 Jumadil Awal 1230 H, sebagai tanggal puncak
terjadi letusan Gunung Tambora, yang menandai perubahan dan
keberlanjutan kehidupan penduduk di Dompu. Demikianlah rangkaian
sejarah dan runtutan kronologi peristiwa mulai dari Letusan Gunung
Tambora hingga penetapan Hari Jadi Dompu Bou berdasarkan letusan
Gunung Tambora. --- Tak dirasa, hari telah bergulir semakin sore.
Sebelum langit memerah dan senja kian merekah... Perkenankan saya
mengucapkan: SELAMAT HARI JADI ke-197, DOMPU!!!
^____________^;v Semoga Allah SWT memberkahi kita semua dan
semakin meningkatkan kemakmuran negeri dan kesejahteraan warga
Dompu pada khususnya, memajukan Kepulauan Nusa Tenggara dan
belahan timur Nusantara pada umumnya, dan merahmati seluruh
211

Negara Kesatuan Republik Indonesia, amiiin... --- Dari Dompu untuk


Indonesia, Dhimas Wisnu Mahendra :)

Penetapan Hari Jadi Dompu Sarat Kepentingan, 11 April 1815 Sebagai

Jalan Tengah

Generasi sekarang mengenal 11 april tahun 1815 sebagai tahun dimulainya

peradaban masyarakat di Kabupaten Dompu. Itu artinya saat 1815 lah

dimulainya perhitungan keberadaan Kabupaten yang bermotto nggahi rawi

pahu ini. Saya tidak mengupas kapan sebenarnya daerah kita tercinta ini

mulai ada apakah ratusan, ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu, tetapi saya

akan menyampaikan bagaimana proses penetapan hari jadi itu ada.

Mungkin ada yang berpikiran penetapan hari jadi Dompu segampang

membalikan telapak tangan, tidak demikian, untuk menetapkan hari jadi yang

kita kenang setiap 11 april membutuhkan waktu bertahun-tahun,

mengeluarkan tenaga dan pikiran bahkan material. Lamanya proses


212

penetapan itu lebih disebabkan oleh factor kepentingan, kepentingan bagi

elit-elit tertentu terutama dalam melanggengkan keturunan yang diakui

sebagai peradaban yang syah yang pernah hidup dan memimpin daerah ini.

Pembicaraan seputar hari jadi Dompu sebenarnya dimulai pada massa

pemerintahan putra daerah Drs HM Yakub MT, Drs H Umar Yusuf, Drs H

Hidayat Ali dan berakhir pada pemerintahan H Abubakar Ahmad SH. Bahkan

pada pemerintahan Drs H Umar Yusuf sempat ditetapkan tanggal 12

september 1947 sebagai hari jadi Dompu atau bertepatan dengan

pengangkatan sultan Dompu terakhir yakni Sultan M Tajul Arifin sebagai

kepala daerah Swaparaja.

Tetapi penetapan itu dianggap sepihak karena tidak melibatkan berbagai

elemen didaerah dan penentangan penetapan tanggal tersebut berdatangan

dari berbagai kalangan. Akibatnya tanggal tersebut batal ditetapkan melalui

keputusan daerah sampai Bupati Drs H Umar Yusuf tidak terpilih kembali

karena diganti oleh Putra daerah yang lain Drs H Hidayat Ali. Pada periode
213

ini pun penetapan hari jadi bukan tidak pernah dilakukan tetapi selalu gagal

karena tak berhasil mendapatkan kata sepakat.

Hari jadi Dompu kembali intens dibicarakan dimasa pemerintahan H

Abubakar Ahmad SH bahkan dengan mengundang pakar sejarah yang dinilai

berkompoten serta memahami Kabupaten Dompu. 15 agustus 2001

bertempat digedung Sama Ngawa (gedung yang kini rusak akibat dihantam

gempa 2007) dilakukan seminar sehari tentang hari jadi Dompu dengan

melibatkan seluruh elemen masyarakat, birokrat, tokoh masyakat, tokoh

agama, budayawan, tokoh pemuda dan perempuan, lagi-lagi tidak

membuahkan hasil karena terjadi perbedaan yang tajam dan tarik menarik

kepentingan.

Karena tidak ada kata sepakat Bupati Dompu H Abubakar Ahmad SH

membentuk tim perumus hari jadi Dompu dengan nomor surat keputusan

172 tahun 2001 yang diketahui oleh Drs HM Yakub MT (almarhum) dan

sekretaris Drs Zainal Arifin HIR. Tim ini bertugas melakukan penelurusan
214

sejarah tentang Dompu dan diajukan tanggal 24 september 1545 sebagai

hari jadi dengan dasar pada saat itu dilakukan pelantikan sultan pertama

Dompu yakni Sultan Syamsuddin, sultan ini diakui sebagai salah satu sultan

yang mensyiarkan islam ditanah Dompu.

Lagi-lagi hasil tim perumus mendapat penentangan yang luar biasa dari

berbagai elemen, nama raja dan sultanpun terseret kedalam pembahasan

penetapan hari jadi Dompu ini. Dua anggota DPRD saat itu yang berasal dari

keturunan sultan yakni Drs Syafrin AM dan H Amajid MT juga terlibat

pertarungan mempertahankan tanggal dan tahun ini, Syafrin bertahan

tanggal 12 september 1947 sebagai tonggak sejarah karena bertepatan

dengan dilantiknya sultan terakhir M Tajul Arifin Sirajuddin, sementara Majid

MT bertahan dengan 24 september 1545 manakala dilakukan pelantikan

sultan pertama sebagai tonggak peradaban masyarakat Dompu dan tonggak

peradaban syiar islam dinegeri Dompu.


215

Bupati Dompu H Abubakar Ahmad SH tampaknya sulit menyatukan sejumlah

pendapat itu karena penetapan hari jadi belum bisa dilakukan mengingat

perbedaan pendapat soal kesultanan yang tajam. Bahkan Ompu Beko

sempat berkelakar ingin menggali sejarah keturunanya di kerajaan Mpuri

(karena Ompu Beko berasal dari Mpuri) untuk ditetapkan sebagai sebuah

tonggak peradaban Dompu.

Ompu Beko memang memiliki komitmen yang kuat bahwa pembahasan hari

jadi Dompu harus tuntas dimasa kepemimpinanya, karena itu dia kembali

mengundang sejarawan asal Dompu yang tinggal di Bandung Prof Helius

Syamsuddin untuk mempresentasekan tentang sejarah Dompu. Didampingi

dua budayawan Dompu El Hayat Ong dan M Chaidir yang juga adik kandung

Helius Syamsuddin melakukan presentase tentang sejarah Dompu.

Heliyus lebih tertarik kepada sebuah bencana yang luar biasa dahsyatnya

yang tidak saja meluluh lantahkan kerajaan Dompu dan sekitarnya tetapi

juga bencana yang meluluh lantahkan peradaban dunia dengan letusan


216

gunung Tambora yang terjadi 11 april 1815. Akibat letusan itu tidak hanya

beberapa kerajaan seperti kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar yang

lenyap ditelan bumi, tetapi juga mempengaruhi iklim dunia, dimana-mana

terjadi gagal panen yang menyebabkan kelaparan, di Eropa beberapa musim

panas tidak ada karena tertutup kabut, bahkan tercatat bala tentara

Napoleon kalah perang akibat dipengaruhi letusan gunung Tambora.

Helius Syamsuddin memandang bencana itu sebagai tonggak sejarah,

karena pasca letusan masyarakat Dompu kembali membangun peradabanya

sebagai kehidupan yang baru. Tampaknya pandangan sejarahwan Helius

bisa diterima oleh berbagai elemen, diterima karena dianggap sebagai jalan

tengah dan diterima karena elit-elit didaerah dan berbagai komponen sudah

sangat lelah membahas, menelurusi, mendiskusikan tentang hari kelahiran

Dompu.

Adanya keinginan untuk membahas kembali bahkan menggugat keputusan

penetapan hari jadi Dompu adalah patut diapresiasi sebagai sebuah


217

panggilan dan tanggung jawab bagi generasi sekarang yang peduli


terhadap masa lalu daerahnya. Tetapi hendaknya dapat diambil hikmah
atas semuanya bahwa Dompu bahkan daerah lainpun memang sulit untuk

dicari kapan mulai ada.

Letusan gunung Tambora adalah bencana yang mengharu biru, tetapi

letusan itu telah meninggalkan sejarah yang menggemparkan dunia,

puluhan, ratusan bahkan jutaan tahun kedepan sejarah letusan Tambora

akan menjadi emas bagi anak cucu kita, mereka akan dapat meraup dollar

dari sejarah yang pernah ada, karena sejarah ini tidak akan pernah hilang

sampai kapanpun, orang dari manapun akan terketuk untuk datang

menyaksikan sisa-sisa letusan ke kawah Tambora.


218

Meletusnya Gunung Tambora dan


Akibatnya Terhadap Dunia

Gunung Tambora di Sumbawa. FOTO/Visittambora.com

647 Shares
219

Reporter: Tony Firman

10 April, 2017 dibaca normal 3 menit

 Letusan Gunung Tambora, 10 April 1815,


membuat punah tiga kerajaan di daerah
lerengnya
 Letusan Tambora berdampak ke hampir seluruh
dunia, membuat Eropa mengalami alami cuaca
ekstrem
Letusan terdahsyat gunung Tambora terjadi pada 10 April 1815. Tiga
kerajaan di lereng gunung terkubur beserta penduduknya. Tsunami menyapu
dari Jawa Timur hingga Kepulauan Maluku.
tirto.id - Ada yang berbeda dari musim semi 1815 di langit Eropa. Cuaca tak
wajar terjadi, ditandai hujan lebat disertai badai. Lazimnya, hujan apalagi
disertai badai sudah tidak ditemui lagi ketika akan memasuki musim semi
yang kaya sinar matahari.

Di saat bersamaan, pada 18 Juni 1815, adalah pertempuran penting bagi


Napoleon yang mewakili Kekaisaran Prancis melawan lima koalisi kekaisaran
Eropa. Pertempuran sengit yang berlokasi di Waterloo ini kemudian jadi
babak akhir dari kiprah Napoleon Bonaparte. Pasukannya kalah. Di antara
sederet analisis kekalahan perang, salah satu yang ditunjuk sebagai
penyebabnya adalah cuaca ekstrem mencuat.
220

“[...] Hujan turun begitu lebat, tentara tertua dari pasukan itu bahkan tidak
pernah melihat kejadian seperti ini,” tulis John Lewis dalam "The Weather of
the Waterloo Campaign 16 to 18 June 1815: Did it Change the Course of
History?"

Catatan "Napoleon, The Tambora Eruption and Waterloo" karya John


Tarttelin turut menyebut pasukan Napoleon digambarkan sangat terganggu
oleh hujan lebat yang sedang melanda, dan mereka terpaksa menunda
perjalanan ke Waterloo. Sementara itu, pihak balatentara Prusia terus
menerjang badai untuk terlebih dahulu mencapai Waterloo.

Terlepas dari kekalahan Napoleon, cuaca ekstrem yang sedang melanda


bumi adalah akibat meletusnya sebuah gunung api yang kini letaknya adalah
bagian dari Pulau Sumbawa, Gunung Tambora.

Thomas Stamford Raffles yang kala itu memerintah Jawa sejak 1811
mencatat peristiwa letusan dahsyat tersebut dalam memoarnya.

Ia mencatat letusan pertama terdengar sampai Jawa pada sore hari tanggal
5 April dan setiap 15 menit terus terdengar sampai hari-hari berikutnya.
Mulanya, suara ini dianggap suara meriam hingga sebuah detasemen
tentara bergerak dari Yogyakarta, mengira pos terdekat sedang diserang.

Perahu-perahu di pesisir turut dikerahkan oleh pejabat setempat. Mereka


menafsirkan suara dentuman itu sebagai sinyal minta tolong dari kapal
rekanan di laut dan perlu segera ditolong. Suara gemuruh ini tidak hanya
221

terdengar sampai ke Jawa, tetapi juga sampai di Ternate dan Maluku.


Letusan ini terus terjadi dan kian membesar.

Yang paling dahsyat terjadi pada pagi pukul tujuh tanggal 10 April. Laporan
yang dihimpun William & Nicholas Klingaman berjudul "Tambora Erupts in
1815 and Changes World History" menyebut hampir seluruh isi perut gunung
dimuntahkan, yakni magma, abu yang memancar, dan batuan cair yang
menembak ke segala arah. Berlangsung sekira satu jam, begitu banyak abu
dan debu terlempar berada di uadara hingga menutupi pandangan terhadap
gunung.

Merujuk kembali ke catatan Thomas Stamford Raffles, letusan dahsyat


tanggal 10 April 1815 ini terdengar sampai ke Sumatera.

Dalam skala kekuatan erupsi gunung berapi, Volcanic Explosivity Index


(VEI), letusan Tambora menempati VEI 7 atau tertinggi kedua dari puncak
VEI 8. Menurut Volcano Discovery, sekitar 50 sampai 150 kilometer kubik
magma keluar dari perut bumi melalui Tambora yang menghasilkan kubah
kolosal setinggi hampir 40 sampai 50 kilometer itu membawa abu dalam
jumlah besar di angkasa.

Karena dahsyatnya letusan ini, gunung Tambora yang mulanya menjulang


setinggi 4.300 mdpl menjadi terpangkas sampai tersisa setinggi 2.772 mdpl.
Ledakan terdengar hingga 2.600 kilometer jauhnya, dan abunya jatuh
setidaknya sejauh 1.300 kilometer.
222

Di lereng Tambora, ada tiga kerajaan yang tercatat yaitu Kerajaan Tambora,
Kerajaan Sanggar, dan Kerajaan Pekat yang semuanya musnah karena
letusan Tambora. Kerajaan Bima sendiri turut mencatat peristiwa
mahadahsyat ini seperti tertuang dalam naskah kuno Bo Sangaji Kai.

Di hari puncak letusan yang terjadi pada 10 April itu, tsunami juga menerjang
berbagai pulau di Indonesia sebagai dampak dari letusan Tambora. Tercatat,
223

di wilayah Sanggar tsunami menerjang setinggi 4 meter, di Besuki Jawa


Timur tsunami setinggi 2 meter terjadi sebelum tengah malam, juga
di Kepulauan Maluku. U.S. Geological Survey mencatat korban tewas
diperkirakan sebanyak 4.600 jiwa.

Bagi bumi, letusan Tambora berdampak terhadap perubahan iklim global


lantaran sulfur dioksida yang turut lepas ke lapisan stratosfer. Musim semi
tahun 1815 menjadi terganggu karena debu-debu dan kandungan yang
dibawa tertiup angin bergeser ke langit Eropa, Amerika, dan lainnya.

Clive Oppenheimer dalam tulisannya berjudul "Climatic, Environmental


and Human Consequences of the Largest known Historic Eruption: Tambora
Volcano (Indonesia) 1815" menyebut kabut kering terlihat dari timur laut
Amerika Serikat. Hal ini terus berlanjut hingga musim panas 1815. Di
belahan bumi utara, terjadi kondisi cuaca ekstrem hingga disebut peristiwa
“Tahun Tanpa Musim Panas” pada 1816, karena Eropa menjadi gelap.

Suhu global menurun sekitar 0,4 sampai 0,7 derajat celsius akibat kabut
kering yang menyelimuti bumi. Pertanian yang seharusnya mendapat
paparan sinar matahari di musim semi menjadi gagal panen di India dan
timbul wabah kolera di Bengal pada 1816. Tifus menyerang wilayah Eropa
tenggara dan timur Mediterania antara 1816 sampai 1819.

Gagal panen karena suhu dingin dan hujan lebat melanda Inggris dan
Irlandia. Kelaparan merata di utara dan barat daya Irlandia karena gagal
panen gandum, oat, dan kentang. Jerman dilanda krisis: harga pangan
224

meningkat akibat kelangkaan. Demonstrasi menjadi pemandangan umum di


depan pasar dan toko roti, diikuti kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan
yang menjadikan kelaparan terburuk di Eropa pada abad ke 19.

Merujuk penelitian Oppenheimer, jumlah kematian langsung di wilayah


sekitar Tambora maupun tidak langsung sebagai dampak luas di seluruh
dunia mencapai 71.000 jiwa. Laporan Anthony Reid saat peringatan 200
tahun meletusnya Tambora menunjukkan angka kematian bahkan mencapai
100.000 jiwa.

Dari letusan yang tercatat terhebat sepanjang sejarah modern, banyak


peristiwa sejarah dunia turut lahir. Termasuk penemuan sepeda di Amerika
dan Prancis karena kematian para kuda, hingga lagu Malam Kudus dari
Austria yang ikonik menjelang malam Natal.

Kini, kaldera yang terbentuk di gunung Tambora merupakan kaldera aktif


terbesar di dunia. Daerah di sekitar lereng Tambora pun turut menjadi pusat
penelitian arkeologi terkait tertimbunnya tiga kerajaan sekaligus.

Tony Firman

(tirto.id - ton/msh)
225

Inilah Tujuh Fakta Letusan


Tambora dan Dampaknya Bagi
Dunia

oleh Ridzki R. Sigit di 10 April 2015

Hari ini tepat duaratus tahun meletusnya Tambora, gunung


strato vulkanik yang berada di pulau Sumbawa. Bagi dunia
internasional, Tambora adalah ikon terbesar untuk melihat dan
226

mempelajari dampak perubahan iklim akibat erupsi terbesar


yang pernah dicatat di dunia.

Namun sebaliknya, di Indonesia fenomena letusan gunung


Tambora dan dampaknya bagi dunia belum banyak diketahui
oleh masyarakat secara luas.

Di bawah ini Mongabay Indonesia mengumpulkan fakta-fakta


dari berbagai sumber tentang Tambora dan dampaknya bagi
iklim global, sosial, politik, ekologi hingga temuan dan inovasi
teknologi.

1. Letusan yang Mempengaruhi Iklim Global

Pada tanggal 10 April 1815 Tambora meletus secara dahsyat


dan mengeluarkan material yang tercatat sebagai letusan
terbesar yang pernah terjadi di dunia. Akibat letusan ini tahun
1816 tercatat sebagai “tahun tanpa musim panas” di Eropa dan
Amerika Utara, akibat debu dan partikel vulkanik yang terlempar
ke lapisan atmosfer menghalangi cahaya matahari.
227

Letusan ini telah menimbulkan anomali temperatur global,


hingga temperatur turun sekitar tiga derajat celcius
(pendinginan global) dan menghancurkan panenan dan
menimbulkan kelaparan besar di berbagai negara, termasuk
Amerika Utara, Tiongkok, India dan Eropa.

Dampak lanjutan erupsi Tambora dan telah menyebabkan


penyebaran penyakit tipus dan disentri yang dipercaya telah
merenggut korban jiwa di Eropa hingga 200 ribu orang pada
periode 1816-1819.

Seberapa Dahsyat Letusannya?


228

Peta ketebalan abu vulkanik akibat letusan Tambora 1815. Klik pada gambar untuk
memperbesar. Sumber: Wikipedia common

Letusan Tambora dicatat dalam skala tujuh pada skala Volcanic


Explosivity Index, mengeluarkan material vulkanik 160 km kubik
(38 cu mi) yang empat kali lebih kuat dari letusan Krakatau
tahun 1883. Sebelum meletus tinggi Tambora diperkirakan
4.300 mdpl, setelah meletus tinggi gunung terpangkas menjadi
2.851 mdpl dan meninggalkan kaldera berukuran 6-7 km
berkedalaman 600-700 meter.

Tinggi asap letusan ini mencapai hingga 43 kilometer di


stratosfir dan menyebabkan langit berwarna oranye merah.
229

Letusan Tambora mengeluarkan sulfur oksida yang


menghalangi cahaya matahari (sunlight blocked).

Suara guruh akibat letusan dilaporkan terdengar hingga ke


Ternate, Batavia, Makassar bahkan hingga ke Sumatera.
Tsunami akibat letusan Tambora tercatat di beberapa
kepulauan Indonesia, termasuk semenanjung Sanggar di
Sumbawa, Maluku hingga wilayah Jawa Timur.

3. Berapa Banyak Korban Jiwa Akibat Letusan Tambora?


230

Salah satu catatan penting letusan Tambora yang menjadi


referensi sejarah adalah History of Java, buku yang ditulis oleh
Sir Thomas Stamford Raffles Gubernur Jendral Inggris di Jawa
saat itu. Raffles mengumpulkan berbagai informasi dari para
pedagang, peneliti dan armada militer Inggris yang saat itu
berada di nusantara.

Dari catatan tersebut, para peneliti kemudian melakukan


kalkulasi jumlah korban jiwa letusan Tambora. Zollinger (1855),
peneliti yang menghabiskan berapa bulan studi di Sumbawa
231

pasca letusan, menyebutkan korban jiwa langsung letusan


Tambora adalah 10.000 orang, ditambah 38.000 lainnya
meninggal akibat kelaparan di Sumbawa dan 10.000 lainnya di
pulau Lombok.

Tanguy et al (1998) menganalisis angka kematian langsung


letusan Tambora sekitar 11.000 dan 49.000 korban lain akibat
kelaparan termasuk kelaparan yang terjadi di Bali dan Jawa
Timur. Sedangkan Oppenheimer (2003) menyebutkan total
kematian akibat bencana Tambora adalah 71.000.

4. Hilangnya Peradaban di Sekitar Gunung Tambora

Penggalinan arkeologi oleh tim Balai Arkeologi Denpasar. Foto: Made Wita/popular-
archeology.com

Letusan Tambora telah memusnahkan peradaban yang berada


di sekitar gunung tersebut, yang secara administratif sekarang
berada di kabupaten Dompu dan Bima. Menurut para ahli
sejarah dan arkeologi, terdapat tiga kerajaan lokal yang hilang
akibat letusan Tambora yaitu Sanggar, Tambora dan Pekat.
232

Pada tahun 2004, penggalian arkeologi oleh para peneliti dari


Indonesia dan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Prof
Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island menemukan
sisa-sisa peradaban seperti perunggu, tembikar dan kaca.Pada
tahun 2010, tim Balai Arkeologi Denpasar menemukan rangka
rumah dari kayu, benda-benda perabotan, keris, keramik, alat
tenun dan perhiasan yang mengindikasikan keberadaan
kerajaan Tambora dan Pekat.

5. Apa Hubungan Letusan Tambora dan Kekalahan


Napoleon?
233

Lukisan Napoleon dalam perang Waterloo oleh Charles Auguste Steuben.

Pada awal abad ke-19, politik di benua Eropa sedang goncang


dengan munculnya kekaisaran Perancis yang dipimpin oleh
Napoleon Bonaparte (1769-1821). Setelah melewati beberapa
kali pertempuran besar Napoleon akhirnya berhasil ditangkap
dan dibuang ke pulau Elba. Tidak lama dari situ Napoleon
berhasil “kabur” dan kembali mendeklarasikan perang dengan
negara-negara lawannya.
234

Dalam pertempuran di Waterloo, 18 Juni 1815, atau yang


dikenal sebagai pertempuran terakhir Napoleon setelah pelarian
Elba, Napoleon takluk di tangan musuhnya, yaitu negara sekutu
Inggris-Belanda-Jerman. Dalam sebuah teori yang disampaikan
oleh Napoleon Society kekalahan Napoleon dipengaruhi oleh
bencana iklim yang ditimbulkan oleh Tambora.

Hujan dan badai di malam pertempuran yang diikuti oleh


dinginnya suhu (padahal hari itu sudah masuk musim panas)
telah menyebabkan pasukan Napoleon terjebak dalam lumpur
yang menyebabkan efektivitas pasukan kavaleri dan amunisi
meriam menjadi tidak dapat digunakan. Padahal sebenarnya,
Napoleon menang dalam jumlah pasukan dibandingkan
lawannya.

Kekalahan Napoleon telah mengubah sejarah dan membentuk


aliansi yang akan mempengaruhi konstelasi negara-negara di
Eropa hingga abad berikutnya.

6.Apa Hubungan Letusan Tambora dan Penemuan Sepeda?


235

Draisine, velocipede temuan von Drais, awal dari penemuan sepeda. Sumber:
beagreencommuter.com

Banyaknya kuda yang mati akibat dampak iklim global yang


diakibatkan letusan Tambora di Eropa, dipercaya telah
menginspirasi penemuan sepeda awal yang disebut
Laufmaschine (“mesin berjalan” dalam bahasa Jerman) yang
ditemukan oleh Baron Karl von Drais (oleh karena itu alat
transportasi ini juga disebut sebagai draisine). Pada tahun 1816
236

Drais mematenkan temuannya, dan mulai menjual produk


tersebut di Jerman dan Perancis.

Menurut Hans-Erhard Lessing, seorang sejarawan asal Jerman


yang meneliti sejarah berbagai penemuan penting,
velocipedeyang ditemukan oleh Von Drais bermula sebagai
transportasi alternatif setelah dia menemukan banyaknya kuda
yang mati akibat kelaparan dan kegagalan panen pada tahun
1815-1816.

7. Ekologi Tambora Saat Ini

Bagi ilmu pengetahuan, Tambora telah menjadi referensi


penting penelitian ilmu pengetahuan dalam memahami
fenomena alam, termasuk suksesi ekologis dan hubungannya
dengan proses geologi-vukanologi yang terjadi.

Setelah dua ratus tahun lalu mengeluarkan letusan masif, saat


ini Tambora telah mulai kembali ditumbuhi dan dihuni oleh
berbagai vegetasi dan satwa. Suksesi ekologis di Tambora
ditandai dengan berbagai tipe vegetasi, yaitu hutan hujan tropis
237

dan hutan musim. Sedangkan di atas ketinggian 1.200 mdpl


keatas didominasi oleh vegetasi padang savana dan cemara
gunung.

Tambora merupakan salah satu wilayah penting keragaman


burung penting wilayah wallacea, seperti habitat bagi kakatua
kecil jambul kuning (cacatua sulphurea), yang termasuk jenis
satwa langka. Satwa lain diantaranya adalah rusa, (Cervus
timorensis), babi hutan (Sus sp.), monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), koakiau (Philemon buceroides), perkici dada
merah (Tricoglosus haematodus).

Artikel yang diterbitkan oleh ridzki.sigit

HARI JADI DOMPU

Berbicara soal sejarah lahirnya sebuah daerah, adalah sesuatu yang

menarik. Demikian pula sejarah lahirnya hari jadi Dompu, sudah sering
238

dibicarakan oleh berbagai kalangan, baik melalui rapat, seminar, diskusi

maupun lewat media masa.

Penetapan hari jadi Dompu dimulai sejak pemerintahan bupati Dompu drs.

H. Umar yusuf, msc sejak tahun 1989 / 1994 hingga periode pertama

pemerintahan bupati Dompu H. Abubakar Ahmad, S. H tahun 2000 – 2005.

Quote:[FONT=Arial][COLOR=DarkOrchid]1. Periode pemerintahan bupati

Dompu drs. H. Umar yusuf. M.sc (1989 – 1994).Pada periode tersebut

sudah mulai dibicarakan secara serius tentang perlunya mencari dan

menetapkan hari jadi Dompu. Maka berbagai pihak telah menyepakati dan

menetapkan tanggal 12 september 1947 sebagai hari jadi Dompu.

Kesepakatan dan penetapan tersebut, berdasarkan suatu penilaian, bahwa

tanggal 12 september 1947 merupakan saat pengangkatan sultan Dompu

terakhir, yaitu sultan m. Tajul arifin sirajuddin, sebagai kepala daerah

swapraja, oleh berbagai kalangan dapat dipandang sebagai tonggak

sejarah, namun masih diperdebatkan oleh banyak pihak, walaupun sudah

sempat diperingati untuk pertama kalinya pada tanggal 12 september

1993,namun penetapan hari jadi Dompu tanggal 12 september 1947


239

mentah kembali.

Quote:2. Periode I pemerintahan bupati Dompu H. Abubakar ahmad, S. H

(2000 – 2005). Pada periode ini penelusuran, dan pembahasan hari jadi

Dompu diungkap kembali. Pada hari rabu tanggal 15 agustus 2001 di

gedung sama ngawa Dompu diadakan seminar sehari diikuti oleh berbagai

kalangan masayarakat (birokrat, tomas, toga, tokoh pemuda ) baik yang

ada di Dompu maupun yang ada diluar Dompu dengan tujuan mencari,

menelusuri , merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu. Melalui

keputusan bupati Dompu nomor 172 tahun 2001 membentuk tim perumus

hari jadi Dompu. Tim bekerja dengan menggali berbagai dokumen dan

mendengarkan berbagai informasi, telah merumuskan dan menetapkan

hari jadi Dompu, pada hari jum’at tanggal 24 september 1545 atau

bertepatan dengan tanggal 8 rajab 952 h. Adapun yang menjadi dasar

pemikiran tim perumus pada saat itu yakni, bahwa pada tanggal tersebut

bertepatan dengan pelantikan sultan Dompu pertama, yakni sultan

syamsuddin pada tahun 1545.Di tengah perjalanan, usulan hari jadi


240

Dompu yang jatuh pada tanggal 24 september 1545 tersebut masih

menjadi perdebatan dari berbagai pihak. Akhirnya bupati Dompu saat itu

memutuskan untuk menunda penetapan hari jadi Dompu sambil menunggu

dan mencari data yang lebih akurat lagi. Setelah beberapa waktu soal

penetapan hari jadi Dompu tidak di bahas, datang usulan dan masukan

dari berbagai kalangan masyarakat Dompu berupa konsep atau naskah

sebagai bahan acuan untuk mencari dan menetapkan hari jadi Dompu.

1. Konsep M. El. Hayyat ong (h.muhammad yahya) Mengusulkan tanggal

22 januari sebagai hari jadi Dompu, karena pada tanggal tersebut

bertepatan dengan pemindahan kerangka jenazah sultan muhammad

sirajuddin ( sultan manuru kupa ) dari kupang ntt ke kabupaten Dompu.

2. Konsep H.M. Djafar ahmad.Mengusulkan tanggal 12 september 1545

dan tanggal 12 september 1947, dasar pemikiran usulan tersebut yakni

bertepatan dengan residen timur dan daerah taklukannya menetapkan

Dompu berpemerintahan sendiri sebagai zelfbestur, sedangkan tahun

1545 dilantiknya sultan syamsuddin sebagai sultan pertama Dompu.


241

3. Konsep drs. M. Ilyas salman dan kawan-kawan. Tim ini tidak

menetapkan tanggal, bulan dan tahun, melainkan hanya mengutarakan

beberapa kejadian / peristiwa sejarah penting sebagai alternatif untuk

dipilih sebagai hari jadi Dompu yaitu :

Quote:A. Tahun 1360 pengucapan sumpah palapa oleh gajah mada yang

mempersatukan semua wilayah nusantara dibawah kekuasaan kerajaan

majapahit.

B. Tanggal 5 mei 1667 penandatanganan perjanjian bongaya antara sultan

goa, yaitu sultan hasanuddin dengan voc, bahwa makasar harus

melepaskan kekuasaan politiknya terhadap pulau sumbawa termasuk

Dompu

C. Tanggal 10 0ktober 1674, surat resmi pertama raja Dompu kepada

jenderal voc di batavia, memuat kunjungan resmi kapten maros sebagai

utusan voc.
242

D. Tanggal 22 juli 1675 kontrak antara kerajaan sumbawa,Dompu dan

tambora tentang batas wilayah. E. Tanggal 30 september 1748,

penandatanganan kontrak perbatasan antara kerajaan Dompu dan

tambora.

F. Tanggal 9 juli 1792, perjanjian politik kontrak adat, antara rakyat dan

raja tentang kewajiban dan hak kedua belah pihak.

G. Tanggal 27 desember 1822, muncul resolusi resmi yang dikeluarkan

oleh pemerintahan hindia belanda yang memuat pengaturan bahwa raja

Dompu memiliki kekuasaan di samping sultan bima.Beberapa tahun

kemudian tampaknya pengungkapan hari jadi Dompu yang belum rampung

itupun, sepertinya menjadi tanggung jawab bagi pemerintahan H.

Abubakar ahmad saat itu.

Akhirnya bupati Dompu mempunyai gagasan untuk meminta bantuan

kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal Dompu yang tinggal di
243

bandung, yakni prof. Dr. Helyus syamsuddin, phd (guru besar pada ikip

bandung). Prof. Dr. Helyus syamsuddin, hadir ke Dompu sekaligus di gelar

kegiatan seminar bersama tim perumus hari jadi Dompu yang saat itu

dipimpin ketua komisi ‘E’ DPRD Dompu H. Yusuf djamaluddin, membahas

soal penetapan hari jadi Dompu di gedung DPRD Dompu pada hari jum’at

tanggal 18 juni 2004.

Melalui seminar yang dihadiri olehDbupati Dompu dan sejumlah toga,

toma, tokoh pemuda, tokoh wanita serta dari berbagai komponen

masyarakat. Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang akhirnya

pada hari sabtu tanggal 19 juni 2004, DPRD kabupaten Dompu menyetujui

penetapan hari jadi Dompu jatuh pada hari selasa tanggal 11 april 1815

atau bertepatan dengan tahun islam yakni, 1 jumadil awal 1230 H.

Keputusan tersebut selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah

(perda) nomor 18 tanggal 19 juni 2004.

Dalam makalahnya yang berjudul ”hari jadi daerah Dompu sebuah usul
244

alternatif” dipaparkan antara lain bahwa, ada ilustrasi sejarah indonesia,

mungkin bermanfaat untuk ditambahkan bahwa peristiwa bencana alam,

politik atau peperangan dapat saja dijadikan patokan-patokan sejarah yang

amat penting. Dalam sejarah indonesia di jawa misalnya, malapetaka yang

ditimbulkan oleh letusan dahsyat gunung merapi di jawa tengah, telah

memaksa pusat pemerintahan mataram kuno (hindu) pindah dari jawa

tengah ke jawa timur pada sekitar abad ke-10.

Analogi dengan itu, ketika menggambarkan malapeta yang menimpa

daerah Dompu – bima mengutip tulisan J.olivier (1816), bahwa keterangan

terakhir memberikan kunci kepada kita, bahwa mengapa istana Dompu

yang dahulu, semula berada di bata (istana doro bata), jawabannya karena

tertimbun abu dan tidak bisa lagi di diami / di huni, lalu di tinggalkan. Jadi

istana bata dulu merupakan sebuah situs sejarah penting di Dompu, yaitu

situs istana tua Dompu (asi ntoi) yang letaknya di selatan sorina’e

(sekarang kelurahan kandai satu kecamatan Dompu) yang kemudian di

pindahkan kesebelah utara sungai. Disinilah selanjutnya di dirikan istana


245

baru (asi bou) letaknya dulu dilokasi masjid raya sekarang (masjid agung

baiturrahman Dompu).

Letusan gunung tambora yang memaksa ini semua terjadi. Perpindahan

istana lama ke istana baru, pemerintahan pindah dari selatan sungai

kesebelah utara sungai (sori na’e). Apakah ini tidak merupakan suatu

simbol kelahiran baru pemerintahan, meskipun sultan Dompu yang


246

memerintah saat itu masih sultan abdul rasul (1808 – 1840). Jadi kita

melihat ada perubahan dan keberlanjutan. Sultan inilah yang mendapat

gelar ”sultan ma ntau bata bou”. Yang kedua, dengan meletusnya gunung

tambora maka 3 kerajaan sekitar tambora luluh lantah yakni, kerajaan

tambora, kerajaan pekat dan kerajaan sanggar yang menyisakan

penduduknya tinggal 200 orang saja.Tanah yang tidak berpenduduk dari

kerajaan pekat dan sebagian kerajaan tambora dikuasai sultan Dompu

untuk memperluas wilayahnya. Jadi dengan dua alasan tersebut yaitu,

pindahnya asi ntoi ke asi bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan

masuknya kerajaan pekat dan tambora, merupakan dasar pertimbangan

demografis – sosiologis. Dompu, karena malapetaka tersebut, dalam

perjalanan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, kemudian Dompu

terpaksa menerima imigrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya, khususnya

dari wilayah kerajaan bima (mbojo). Terbentuklah komunitas-komunitas

bima di Dompu. Atas persetujuan sultan Dompu dan bima di datangkanlah

rakyat kolonisasi (pembojong) dari bima dengan syarat bahwa rakyat itu

menjadi rakyat kerajaan Dompu. Karena itu bertambah jumlah kampung


247

dan jiwa di Dompu seperti : kampung bolonduru, bolo baka, monta baru,

rasana’e, buncu, dan lain-lainnya.Bagaimanapun juga ada hukum sejarah,

bahwa sejarah itu adalah rangkaian dinamis dan dialogis antara

keberlanjutan dan perubahan.Dompu ntoi sebelum tambora meletus dan

Dompu bou setelah tambora meletus adalah Dompu yang satu itu juga.

Yang jelas saat ini, Dompu sudah mempunyai lambang jati diri sebagai

sebuah wilayah otonomi seperti daerah-daerah lainnya yang ada di

indonesia.Setelah sekian tahun mendambakan hari jadinya, dengan segala

upaya dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat yang ada di

Dompu, kini Dompu telah menemukan jati dirinya yang sebenarnya.

Dengan telah di tetapkan hari jadi Dompu tanggal 11 april 1815 atau

bertepatan dengan 1 jumadil awal 1230 H, melalui peraturan daerah

kabupaten Dompu nomor 18 tanggal 19 bulan juni 2004. Dengan telah di

tetapkannya hari jadi Dompu ini di harapkan agar supaya dapat lebih

memacu dan memotivasi bagi seluruh masyarakat Dompu dalam

membangun daerahnya yang bermotto ”Nggahi Rawi Pahu” (satunya kata

dengan perbuatan).
248
249

Sumber: Moh. Kisman Pengeran, 2013,


DARI KONTRAK PANJANG HINGGA MUSNAHNYA ISTANA
DARI RAKYAT, Bogor: Morinawa

Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia


Pusaka, Vlaringen, Belanda.
Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin.
250

Bagian I
DOMPU TELAH EKSIS BERABAD-ABAD

1. Ada Sebelum Sumpah Palapa


Judul di atas tidak mengada-ada. Dompu dulu memang pernah
merupakan sebuah kerajaan yang berjaya, mandiri dan kuat. Buktinya dapat
dilihat dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa.
Ketika Gajah Mada, Patih Mangkubumi Majapahit hendak menyatukan
seluruh Nusantara, dia menemukan masih ada 10 “nagari” yang perlu
ditundukkan untuk mewujudkan Nusantara di bawah satu panji, Majapahit,
sehingga menyebabkan ia harus mengeluarkan Sumpah Palapa yang
terkenal itu.
Menurut Muhammad Yamin (2005, hlm. 52), di muka para menteri dan di
tengah-tengah paseban, Gajah Mada mengucapkan janji, “Saya baru akan
berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh Nusantara bertakluk
dibawah kekuasaan Negara; jikalau Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru,
Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik sudah dikalahkan.”
Sumpah palapa di ucapkan Gajah Mada pada tahun 1331, pada awal
kekuasaan Gajah Mada sebagai patih Mangkubumi Majapahit, saat mana
251

Negara Majapahit baru berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan
imperiumnya belum melingkar seluruh daerah Nusantara.
Bagi sebagian kerabat istana Majapahit saat itu, Sumpah Palapa dinilai
terlampau mengerikan dan dianggap mustahil dapat menjadi kenyataan,
mengingat kerajaan-kerajaan yang hendak ditaklukkan bukanlah lawan-
lawan yang enteng.
Oleh seba itu, sewaktu Sumpah Palapa diucapkan, menurut Muhammad
Yamin (2005, hlm. 53), terdengarlah makian dan ejekan yang tidak merdu
bunyinya. “Ra Kembar dan Ra Banyak dengan terus terang mengatakan tak
mau percaya kepada kemenangan Gajah Mada dan terus memaki-maki
dengan perkataan yang kasar-kasar. Jabung-terewas dan Lembu-peteng
tertawa-tawa mengejekkan Gajah Mada yang dianggap sombong dan tinggi
hati itu.” Tetapi ternyata, penyatuan Nusantara berhasil diwujudkan Gajah
Mada.
Hanya saja, sejak Sumpah Palapa dikeluarkan, tidak serta merta impian
Gajah Mada tercapai. Butuh waktu puluhan tahun. Penyerbuan pertama
Majapahit atas Dompu dilakukan tahun 1344 dengan pasukan yang
dikomandani Tumenggung Nala. Tetapi gagal. Dompu baru berhasil di
tundukkan pada tahun 1357, setelah Gajah Mada mengutus lagi
252

Tumenggung Nala yang dibantu pasukan dari Bali di bawah pimpinan


Panglima Soka.
Kesuksesan menaklukan Dompu ini merupakan salah satu peristiwa yang
paling penting dalam catatan keberhasilan Gajah Mada menyatukan
Nusantara, sejajar dengan peristiwa penting lain yang didapatkannya pada
tahun yang sama, berupa kegagalan, yaitu pecahnya perang Bubat melawan
kerajaan Pakuan Pajajaran yang berakibat tewasnya Prabu Ratu Dewata
(Seri Baduga Maharaja), raja Pakuan Pajajaran bersama putrinya, Diyah
Pitaloka alias Citrasymi yang hendak dipersunting raja Majapahit, Prabu
Hayam Wuruk. Sejarah kemudian mencatat, hubungan Jawa dana Sunda
terganggu akibat peristiwa itu. Terbukti, sampai sekarang tidak ada nama
jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk di tanah Pasundan.
Cerita tentang penundukan Dompu dipaparkan dalam “Pupuh LXXII” :
kitab Negarakertagama. Ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah
Kerajaan Dompo kala itu bagi Majapahit. “Pupuh” yang terbagi ke dalam
enam bagian ini bertemakan tentang Tumenggung Nala. Persisnya pada
bagian ketiga tertulis sebagai berikut: Keturunan orang cerdik dan setia;
Selalu memangku pangkat pahlawan; Pernah menundukan Negara Dompo;
Serba ulet menaggulangi musuh. (Slamet Mulyana, “Nagarakertagama dan
Tafsir sejarahnya”).
253

Usai dikuasai, Raja Dompo dibawa menghadap Prabu Hayam Wuruk di


Istana Majapahit. Sang raja bersama dua putrinya, dan dua gadis kerabat
istana kerajaan Dompo – yang kesemuanya dilukiskan cantik-cantik –
semula pasrah karena menyangka akan dipenjarakan, tetapi ternyata
disambut meriah oleh Majapahit. Prabu Hayam Wuruk justru berterima kasih
kepada Dompo mau bersedia menyatu dengan Majapahit untuk bersama-
sama menggapai kebesaran, dan ia mempersilahkan Raja Dompo
melanjutkan pemerintahannya sebagaimana biasa. Persatuan dan kesatuan
yang dibutuhkan Majapahit, menurut Prabu Hayam Wuruk, untuk mencegah
upaya yang dilakukan (kerajaan) Tartar yang tak pernah berhenti melebarkan
kekuasaannya. (Langit Kresna Hariadi, 2006).
Jika dimulai dari catatan sejarah kerajaan Majapahit saja yang berabad-
abad lalu Dompu telah eksis sebagai sebuah Negara berbentuk kerajaan,
berarti jauh sebelum lahirnya Sumpah Palapa oleh Gajah Mada tahun 1331,
Kerajaan Dompu sudah mengibarkan panji-panji kebesaran. Keberadaannya
bahkan lebih dahulu dibanding kerajaan Pakuan Pajajaran yang berdiri kira-
kira tahun 1333 di Parahiangan Timur dekat Bogor, di kaki Gunung Salak-
Gunung Gede. Kerajaan Pakuan Pajajaran merupakan lanjutan kerajaan
Galuh yang Pusatnya terletak di Kawali dekat Ciamis.
254

2. Mengugat Hari Lahir Yang Aneh


Bertolak dari hal di atas, menjadi aneh apabila hari lahir Dompu dimulai
berdasarkan meletusnya Gunung Tambora tanggal 11 April 1815, yang
berarti pada tahun 2013 Dompu baru berusia 198 tahun. Padahal, bisa jadi
usia sebenarnya lebih dari 700 tahun. Itu sebabnya, penetapan hari lahir
yang aneh ini perlu “digugat”.
Tidak ada daerah di Nusantara yang hari lahirnya ditetapkan berdasarkan
terjadinya letusan gunung yang terdapat di masing-masing daerahnya.
Beberapa contoh daerah yang mempunyai gunung meletus dapat disebut di
sini, waktu terjadinya letusan tidak digunakan sebagai hari lahir masing-
masing daerah tersebut.
DKI Jakarta hari jadinya ditetapkan tanggal 22 juni 1527 yaitu dihitung
dari mulai berkuasanya Pangeran Jayakarta yang memimpin daerah ini
hingga kawasan Banten, sedangkan gunung Krakatau di Selat Sunda
meletus tahun 1880; Serang (Banten) menetapkan hari jadinya tanggal 18
Maret 1620 dihitung sejak masa Sultan Maulana Hasanudin, bukan juga
berdasarkan meletusnya Gunung Krakatau; Bandung hari jadinya tanggal 20
April 1641 dimulai dari era Sultan Agung Mataram, bukan berdasarkan
meletusnya Gunung Tangkuban Perahu tahun 1829; dan Bogor menetapkan
hari lahirnya tanggal 3 Juni 1482 di zaman kepemimpinan Sri Baginda
255

Maharaja, Raja Pakuan Pajajaran, sedangkan Gunung Salak/Papandayan


meletus tahun 1780.
Selanjutnya Gowa (Sulawesi Selatan) memiliki gunungbernama Lompo
Batang yang meletus tahun 1808, tetapi hari jadi daerah ditetapkan tanggal
18 Oktober 1669 sejak naik tahtanya Sultan Hasanuddin; begitu juga
Makassar hari jadinya sejak 9 Juni 1607 dihitung dari masa Datu Musing-
Karaeng Galesong bukan pula pada berdasarkan meletusnya Gunung
Lompo Batang; dan Karangasem (Bali) dimulai pemerintah Raja Tjokorde
Gede Raka tanggal 21 Maret 1680 lebih lama dibandingkan meletusnya
Gunung Agung tahun 1963.
Surabaya hari lahirnya dimulai tanggal 31 Mei 1293 sejak Raja Singasari
pertama, sedangkan Gunung Bromo di Jatim meletus tahun 1580; dan
terakhir Ternate (Maluku Utara) hari jadinya ditetapkan mulai tanggal 1 Maret
1527 di zaman Pangeran Zabirsyah, sedangkan Gunung Gamalama di
daerah itu meletus tahun 1474.
Helius sjamsudin (2005), pengusul/pengagas hari lahirnya Dompu pada
tanggal 11 April 1815 (dan disetujui Pemda Dompu melalui Perda No 18
tanggal 19 Juni 2004), yaitu tepat pada hari terjadinya erupsi terdahsyat
Gunung Tambora, mengakui bahwa Dompu akan menjadi satu-satunya
Kabupaten di Indonesia yang menjadikan Hari Jadi Wilayahnya berdasarkan
256

saat letusan gunung berapi. Ia menyatakan, ini memang unik karena sejarah
adalah suatu keunikan. “Dalam hal-hal yang baik Dompu haru berani tampil
beda dan lebih baik,” kata dia memberi alasan lebih lanjut.
Argumen Helius Sjamsudin itu boleh-boleh saja jika dilihat dari sudut
pandang kepepet, lantaran “malas” menggali fakta-fakta sejarah Dompu.
Tapi biarpun begitu , ini tetap merupakan suatu keanehan, bahkan absurd
(ganjil) seperti diakui sendiri oleh Helius Sjamsudin (2005).
Sebab, sebagaimana mungkin Dompu harus membuat Perayaan dan
bersuka cita pada tiap tanggal itu, saat mana sebaliknya banyak orang
diberbagai belahan dunia mengenag peristiwa tersebut dengan keprihatinan
dan kesedihan karena erupsi Gunung Tambora telah membuat penderitaan
luar biasa yang tak gampang dilupakan entah sampai kapan.
Kalau saja para penduduk atau keturunan Kerajaan Tambora dan
Kerajaan (Pa)Pekat masih ada yang hidup, niscaya mereka akan protes dan
tidak akan sudi Dompu menetapkan hari jadinya pada tanggal 11 April 1815.
Sayangnya, tidak ada sama sekali sisa kehidupan di dua kerajaan itu, karena
lahar panas Gunung Tambora meluluhlantakkan mereka rata dengan tanah.
Lagi-lagi bisa disebut pula janggal, manakala peristiwa letusan Gunung
Tambora dijadikan alasan untuk memberi istilah adanya Dompu Lama
(Dompu Ntoi) sebelum letusan, dan Dompu Baru (Dompu Mbou) sesudah
257

letusan, seperti juga diutarakan oleh Helius Sjamsudin (2005), dimana hal itu
turut dijadikan bahan pertimbangan lain dalam menetapkan hari jadi Dompu,
yang berdasarkan atas waktu meletusnya Gunung Tambora.

3. Mencari Waktu Lain Buat Opsi Hari Jadi


Secara institusional, Dompu tidak pernah sempat lenyap, baik karena
bubarnya kerajaan oleh sebab-sebab tertentu, atau musnahnya seluruh
perangkat institusi pemerintahan, rakyat dan berikut geografi wilayahnya oleh
akibat letusan Gunung Tambora, seperti menimpa dua kerajaan kecil di kaki
gunung tersebut, Tambora dan Pekat.
Dalam peristiwa letusan gunung itu, Dompu tetap eksis walaupun turut
menerima imbas dari letusan gunung Tambora. Misalnya, istana tua (asi ntoi)
terpaksa dipindahkan dari Bata yang terletak di Sori Na’e karena tak bisa
digunakan lagi akibat tertimbun abu vulkanik Gunung Tambora. Pemindahan
dilakukan ke sebelah utara sungai, persisnya lokasi yang kini menjadi tempat
berdirinya masjid jami Dompu, Baiturahman.
Bukti-bukti tetap eksisnya Dompu dapat pula dilihat dari kesinambungan
pemerintaha yang tidak pernah berhenti (Vakum) sejak zaman hindu sampai
dengan Sultan Muhammad Siradjuddin yang menentang Belanda, sehingga
mengakibatkan beliau diasingkan ke Kupang, Pulau Timor. Lazimnya,
258

eksistensi sebuah wilayah pemerintahan dijadikan acuan untuk menetapkan


hari lahir suatu daerah, bukan berdasarkan makna-makna simbolis diluar itu
yang dicari-cari pembenarannya.
Dompu mempunyai dua batas masa yang bisa dijadikan acuan untuk
menetapkan hari jadinya; masa kerajaan Hindu, dan masa kerajaan Islam.
Jika seperti ini diakui oleh Helius Sjamsudin (2005), di masa kerajaan Hindu
sulit ditemukan tanggal-bulan-tahun yang tepat mengenai berdirinya kerajaan
Hindu Dompu pertama akibat minimnya data-data sejarah tentang Dompu di
masa itu, padahal (katanya) tanggal-bulan-tahun harus menjadi satu
kesatuan (entitas) yang utuh untuk menetapkan hari lahir suatu wilayah
pemerintahan, maka pilihan kedua dapat digunakan dokumen masa kerajaan
Islam Dompu yang lebih jelas.
Masa kerajaan Islam Dompu dimulai dari kepemimpinan sultan pertama,
yaitu Sultan Samsudin, yang dinobatkan pada tanggal 24 September 1545
(lihat data silsilah Sultan Dompu (1545-1934)). Apabila data ini yang hendak
dipakai, walaupun mungkin harus juga dianggap “terpaksa” – lantaran
sejarah keberadaan Dompu sebenarnya lebih lama dari itu – tidak apalah.
Daripada menggunakan tanggal terjadinya letusan Gunung Tambora yang
terkesan bersenang-senang diatas penderitaan dunia.
259

Selanjutnya setelah ini, perlu terus diupayakan menggali data-data zaman


Hindu, sehingga mungkin saja suatu ketika kelak ditemukan tanggal-bulan-
tahun tentang berdirinya pemerintahan Dompu yang pertama di zaman
Hindu, dengan raja, rakyat, dan wilayah yang jelas dan berdaulat, sehingga
hari jadi yang akurat akan benar-benar dipunyai Dompu.

Tambora

Sanggar

Pekat

Dompo

sumbawa Bima

Pulau Sumbawa
Pada zaman sebelum Gunung Tambora meletus tahun 1815, di Pulau
Sumbawa terdapat lima kerajaan dengan pembagian wilayah seperti
yang terlihat di atas. Kini wilayah eks Kerajaan Tambora dan Kerajaan
Pekat menjadi wilayah Kabupaten Dompu, termasuk sebagian wilayah
260

eks Kesultanan Sanggar. Sebagian lain wilayah eks Kesultanan


Sanggar masuk wilayah kabupaten Bima. (Henri Chambert-Loir, 2005).

Bagian II
KISAH SULTAN MUHAMMAD SIRADJUDDIN

1. Diikat Kontrak Panjang


Di seluruh tanah air kita, tokoh-tokoh perlawanan terhadap penjajah
banyak yang terdiri dari raja dan kaum bangsawan. Hal ini adalah sesuatu
yang wajar karena kekuatan asing yang datang menyerbu, juga mengancam
secara langsung kekuasaan raja.
Selama perkembangan adanya penjajahan di Indonesia kekuasaan
kolonial Belanda dilakukan melalui penguasa-penguasa pribumi dengan
menggunakan perjanjian yang lebih menguntungkan pihak Belanda.
Perjanjian atau kontrak itu ada yang berjangka panjang (lange verklaring),
dan ada pula yang berupa perjanjian pendek (korte verklaring). Kedua
bentuk perjanjian berbeda karakternya. Konkrak yang bersifat panjang paling
lama diperbaharui 100 tahun sekali dan diterapkan terhadap kerajaan yang
dianggap kuat, sedangkan kontrak pendek diperbaharui 10 tahun sekali bagi
kerajaan yang dinilai lemah.
261

Berkat pengalaman yang dimiliki selama berabad-abad, bangsa Belanda


menemukan cara yang baik untuk melestarikan jajahannya. Pada permulaan
abad ke 20, seluruh Indonesia, yang resminya dinamakan Hindia Belanda,
sudah dapat dikatakan di bawah kekuasaan Belanda. Ada yang dijajah
secara langsung seperti pulau Jawa, kecuali 7% wilayah, yaitu mencakup
Surabaya dan Yogyakarta, sementara daerah-daerah di luar Jawa (sekitar
60%) dijajah tidak langsung, dengan membiarkan pemerintahan berada di
bawah raja-raja yang ada.
Selain bentuk kontrak berbeda antara kerajaan yang satu dengan lainnya,
materi kontrak yang dibuat penjajah Belanda juga selalu berlainan antara raja
pendahulu dan raja berikutnya. Setiap kali raja diganti oleh keturunannya
atau oranglain, yang penilaian semua tergantung pada penjajah, setiap kali
itu pula dikurangi wewenang raja.
Dengan Kesultanan Dompu, Belanda mulai mengadakan hubungan
berdasarkan ikatan perjanjian panjang (traktaat me Dompo, verklaring)
tanggal 17 agustus 1856, yang ditandatangani oleh Sultan Abdullah dan
gubernur Selebes. Setelah Sultan Abdullah diganti oleh putranya, Sultan
Muhammad Siradjuddin, pada 21 Oktober 1882, kontrak lama masih akan
dilanjutkan. Akan tetapi, sultan yang baru, tidak mau begitu saja tunduk
terhadap kepentingan politik Kompeni, sehingga memaksa Belanda
262

memperbaharui kontrak dengan Sultan Muhammad Siradjuddin tanggal 31


Desember 1905. Dalam perjanjian itu, selain daerah-daerah yang sudah ada
sebelumnya seperti Dompu, Kempo, Kawangko, Wonggo, Kilo, Hu’u, Daha,
Ado dan Ranggo, Kompeni juga memasukkan wilayah eks kerajaan Tambora
dan Pekat (yang musnah akibat meletusnya Gunung Tambora, tahun 1815)
sebagai bagian wilayah Kesultanan Dompu, serta sejumlah pulau kecil
lainnya.
Biarpun kontrak sudah diperbaharui, Sultan Muhammad Siradjuddin
masih juga setengah hati untuk melaksanakan isi kontrak. Misalnya, jarang
membayar pajak kelapa dan hasil bumi kepada Belanda, tidak menginginkan
Belanda terlibat dalam urusan pemerintahan kesultanan, tidak mau
membiarkan rakyatnya harus kerja rodi untuk kepentingan penjajah, dan
menolak penjualan hasil bumi ke Belanda. Sikap menentang yang
ditunjukkan sultan, menyebabkan beliau bersitegang terus dengan Belanda.
Ini berlangsung hingga beliau turun tahta tanggal 11 september 1934,
terhitung sejak ditetapkan sebagai tahanan politik yang diasingkan
(internering) ke Kupang dengan Surat Keputusan (Besluit) Pemerintah Hindia
Belanda Nomor 11 Tahun 1934.
Pembangkangan oleh sultan disebabkan kontrak tersebut dinilai telah
makin mempersempit wewenangnya sebagai penguasa setempat.
263

Disebutkan dalam kontrak itu bahwa kesultanan merupakan bagian dari


wilayah Hindia Belanda, dan karenanya berada dibawah kedaulatan sri
Baginda Ratu Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal. Kekuasaan
aras kesultanan diselenggarakan oleh seorang sultan yang diangkat oleh
Gubernur Jenderal, dan Gubernur Jenderal berwenang sejauh dan selama
dipandang perlu, mengatur secara lain hal-hal yang dimaksud dalam
pelaksanaan kekuasaan sultan. Kontrak tersebut juga mengatur penghasilan
sultan, perpajakan, dan benda-benda inventaris kesultanan.
DE PRINS
264

Sultan Muhammad Siradjuddin (menunggang kuda) bersama para


pasukan abdi dalam, difoto pihak Belanda, dan didokumentasinya
tersimpan di Pusat dokumentasi Raja-raja di Indonesia Pusaka,
Vlaringen, Belanda.
2. Menghilangkan Kasta Terendah
Sultan Muhammad Siradjuddin lahir pada tanggal 18 Maret
1847, dan naik tahta sebagai Sultan Dompu dalam usia 35 tahun
pada tanggal 21 Oktober 1882. Beliau memerintah hingga tahun
265

1934, atau selama 52 tahun, paling lama dari seluruh sultan yang
berkuasa di Dompu.

Mahkota ini milik Kesultanan Dompu, Nusa Tenggara Barat.


Mahkota yang dalam bahasa setempata disebut tudung kepala adat
dibuat dari emas bentuk bundar kerucut dihiasi dengan ukuran yang
dibuat dengan teknik temoa. Motif ukiran yang menghiasi tudung
kepala adat ini antara lain sulur daun bunga dan tumpal. Pada
puncak tudung dihiasi dengan sebutir permata yakuts

Mahkota yang dikenakan para Sultan Dompu yang terbuat dari emas,
tersimpan di Museum Nasional, Jakarta
266
267

Sejarah Kesultanan Dompu


Tahun 1905-1945

Oleh: Drs. Nurahman Isa


268

Tahun 1905 adalah kontrak terakhir kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda


di seluruh Indonesia, khususnya untuk seluruh Pulau Sumbawa, di Pulau
Sumbawa terdapat (4) kesultanan yaitu: kesultanan Bima, Kesultanan
Dompu, Kesultanan Sumbawa dan kesultanan Sanggar (Kore). Tiga
kesultanan sumbawa, kesultanan Dompu, Kesultanan Bima diikat dengan
Kontrak Panjang (Langge Kontrak) dan segala urusan langsung dipegang
oleh Pemerintah Hindia Belanda di Negeri Belanda.

Kesultanan Sanggar yang diikat dengan Kontrak Pendek (Korte Verklaring)


nasib ditentukan oleh Gubernur Jenderal di Batavia (Jakarta).

Manggarai adalah Wilayah Kesultana Bima, disaat Pemerintah Hindia


Belanda ingin mengembangkan Wilayah Manggarai ke bagian Timur, maka
Wilayah Sanggar yang di saat itu tidak mempunyai sultan, oleh Gubernur
Jenderal Batavia (Jakarta) ditetapkan menjadi wilayah Kesultanan Bima
untuk mengganti Wilayah Manggarai yang ditetapkan ke timur.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda selesai menandatangani Kontrak 1905


dengan Sultan Bima, Sultan Dompu, Sultan Sumbawa, Pemerintah Kolonial
Belanda mulai memasuki urusan Administrasi, untuk Bima dan Dompu
ditetapkan Gekomiterden Kas antara Bima/Dompu, uang pajak Dompu harus
disetor ke Bima, Kebijaksanaan ini secara terang-terangan ditolak oleh
269

Sultan Dompu bersama/Hukumnya, namun ResidenKupang tidak


menggubris.

Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin mempunyai dua orang putra yaitu:


Abdul Wahab Sirajuddin dan Abdullah Sirajuddin. Menurut ketentuan tradisi
putra tertua harus menggantikan ayahnya menjadi Sultan oleh Hadat/Hukum
telah menobatkan Abdul Wahab Sirajuddin menjadi Raja Muda (Ruma Toi)
kejadian tersebut ditolak oleh adiknya Abdullah Sirajuddin dan bahkan
Abdullah Sirajuddin berhasil mendapat dukungan sehingga akhirnya terjadi
dua kelompok, kelompok yang mendukung Abdul Wahab Sirajuddin dan
kelompok yang mendukung Abdullah Sirajuddin, kedua kelompok sangat
fanatik sehingga keributan makin hari makin meningkat, kejadian tersebut
sampai juga ke telinga Residen Kupang pada tahun tiga puluhan, Residen
Kupang memanggil Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin dengan
mengirimkan Kapal Putih ke Pelabuhan Bima untuk menjemput Sultan
Dompu, setiba Sultan Dompu dari menghadap Residen Kupang, begitu
melihat Sultan Dompu langsung Residen Kupang menegur Sultan Dompu,
saya tahu keributan yang terjadi di Dompu diatur oleh Tuan Sultan karena
saya tak setuju dengan GEKOMITERDEN KAS BIMA/DOMPU. Saya minta
setelah tiba di Dompu, agar keributan yang tuan Sultan atur karena tidak
setuju dengan GEKOMITERDEN dapat ditentramkan kembali.
270

Setelah kembali Sultan Dompu dari Kupang, Sultan yang pada waktu itu
usianya sudah 90 tahun, beliau tidak dapat memilih antara kedua
putranyanya mana yang harus dirangkul dan yang mana harus tepis,
keributannya bukan mereda melainkan bertambah memuncak.

Berhubung dengan itu, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan keputusan


MENGHUKUM DENGAN MENGASINGKAN SULTAN DOMPU MUHAMMAD
SIRAJUDDIN BERSAMA KEDUA ORANG PUTRANYA ABDUL WAHAB
SIRAJUDDIN DAN ABDULLAH SIRAJUDDIN KE KUPANG KARENA
MENENTANG KERAS KEKUASAAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA:
Pada tahun 1937 Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin Wafat di Kupang,
sedangkan kedua orang putranya Abdul Wahab Sirajuddin dan abdullah
Sirajuddin pada berkuasanya Balatentara Jepang berhasil kemabali ke
Dompu lewat Ujung Pandang, Abdul Wahab Sirajuddin Wafat di Dompu,
sedang Abdullah Sirajuddin Wafat di Jakarta.

Pada saat Sultan Dompu diasingkan ke Kupang oleh Pemerintah Hindia


Belanda, Kesultanan Dompu dipegang oleh satu Zelfbestuur Komisi yang
ketuanya dipegang oleh seorang HPB (Hoofd Van Plaselikebestur) dan
anggotanya Muhammad Saleh A. Majid Jeneli (Camat Dompu) dan H.Ahmad
271

Jeneli (Camat Kempo) Zelfbestuur komisi inilah yang memegang kekuasaan


sampai perang yang disponsori oleh Negara Jepang.

Begitu Tentara Jepang mendarat di Pelabuhan Bima, oleh para tokoh &
masyarakat Bima Balatentara Jepang dijemput diluar asa kota Bima,
disanalah mereka minta pada Balatentara Jepang agar Kesultanan Dompu
yang tidak mempunyai Sultan digabungkan menjadi Wilayah Bima.

Seminggu setelah Balatentara Jepang mendarat di Bima, datang Pemerintah


dari Bima agar tokoh masyarakat Dompu nisa berkumpul untuk menanti
kedatangan Utusan Kesultanan Bima, begitu utusan Bima tiba di tempat
Upacara langsung Ketua Utusan naik di atas mimbar (podium) dengan
mengatakan ATAS PERINTAH BALATENTARA DAI NIPPON SAYA
SAMPAIKAN BAHWA KESULTANAN DOMPU DIGABUNGKAN MENJADI
WILAYAH BIMA DAN SAYA MINTA SUPAYA ORANG DOMPU JANGAN
BERTOPANG

Hanya itu disampaikan kemudian beliau turun dan kembali ke Bima.

Tahun 1945 Perang Dunia ke II berakhir dengan takluknya Jepang karena


jatuhnya Bom Atom Amerika atas Wilayah Hiro Sima dan Naga Saki.
272

Berakhirnya Perang Dunia ke II merupakan kesempatan Emas bagi para


pejuang Kemerdekaan Indonesia.

Tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno/Hatta memperoklamasikan Indonesia


Merdeka di saat itu Amerika sebagai pemenang perang datang ke Indonesia
mengurus pengembalian tentara Jepang yang kalah, Belanda berhasil
mengambil kesempatan/nunut untuk datang ke Indonesia dan Vanmok
berhasil mendirikan negara-negara BHONEKA dan untuk Indonesia Timur
berhasil mendirikan Negara Indonesia Timur dengan Ibu kota Makassar.

Dibawah pimpinan Bapak Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin rakyat menuntut


pengembalian Dompu lewat Negara Indonesia Timur. Atas tuntutan tersebut,
Negara Indonesia Timur yaitu ketua Parlemen Indonesia timur yang juga
adalah Sultan Sumbawa Muhammad Kaharuddin. Oleh Ketua Parlemen NIT
setelah mengadakan rapat berkali-kali dicapailah pengembalian Dompu
menjadi/mengangkat Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin menjadi WD
Zelfvertuurder tahun 1950 Fander Plas Residenenan Kupang datang ke
Dompu untuk memperbaharui Kontrak dengan Pemerintah Hindia Belanda.

Kedatangan Residenan Kupang, disambut oleh Hadat/Hukum serta tokoh


masyarakat yang jumlahnya 400 orang lebih.
273

Residenan Kupang, menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk


menandatangani kontrak dengan Negeri Belanda. Menjawab keinginan
Residenan kupang oleh Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin, Tuan Residen
adalah mustahil saya dapat menandatangani Kontrak dengan Negeri Asing
karena Republik Indonesia telah di Proklamasikan pada tanggal 17 agustus
1945.

Mendengar jawaban dari WD Zelfbertuuder Muhammad Tajul Sirajuddin


Residen Kupang langsung mengangkat tasnya dan pulang tanpa permisi
sehingga seluruh hadirin menjadi bingung dan tanpa mengeluarkan kata
sepatahpun.

Karena penolakannya untuk menandatangani Kontrak Muhammad Tajul


Arifin Sirajuddin tidak pernah diangkat oleh Residen Kupang menjadi sultan
penuh dan demikian juga perbaikan gaji, namun demikian oleh seluruh rakyat
Dompu Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin tetap mengakunya bahwa
Muhammad Tajul arifin Sirajuddin adalah Sultan terakhir di Dompu.

1. Besliut vander Zyiil Excellentie dari Gubernur General tanggal 15 Januari


1934 Nomor: 11 Sultan Dompu dan kedua putranya diasingkan ke luar
pulau/Kupang.
274

2. Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin Wafat di Kupang pada tanggal 14


pebruari 1937.
3. Dengan Besluit Zelfistiteer Comissie 24 April 1939 Nomor 27 Muhammad
Tajul Ariffin Sirajuddin dinobatkan sebagai CandidatZelfisstether.

Demikian uraian singkat mengenai kontrak 1905 atas Kesultanan di pulau


sumbawa khususnya Kabupaten Dati II Dompu.

PERANG SORI UTU DI MANGGE LEWA


275

Pada hari Minggu tanggal 5 April 1942,[3] bergeraklah laskar pejuang


menuju titik-titik yang dijadikan target serangan. Aritonang, mantan
276

tentara KNIL Belanda yang memiliki pengalaman militer itu ditugaskan


memimpin serangan atas pos-pos serdadu KNIL dan rumah para
pejabat Belanda di Kota Raba. Sedangkan M. Qasymir, memimpin
sebagian pejuang lainnya untuk melumpuhkan pusat-pusat
telekomunikasi Belanda untuk mencegah dikirimkannya informasi pada
markas KNIL di luar Bima. Rencana berjalan mulus, semua orang
Belanda dan serdadu KNIL ditangkap dan dikumpulkan di asrama Polisi
Hindia Belanda di Bima. M. Qasymir lalu menghadap Sultan M.
Salahuddin untuk mengabarkan berita gembira ini. Walaupun rencana
sudah disusun rapi dan pos-pos penjagaan telah dibuat untuk
mencegah lolosnya orang-orang Belanda, namun ternyata ada 3 pejabat
Belanda yang berhasil meloloskan diri. Mereka adalah H.E. Haak
(Asisten Residen Sumbawa-Sumba), Pons (direktur algeemene volks
credit bank) dan J.W. Ros (Bosh Architect Bima) yang di kalangan
orang Bima dijuluki Tuan Komba. Mereka melarikan diri ke Sumbawa
Besar. Sultan M. Salahuddin meminta para pejuang untuk menyiapkan
diri terhadap rencana balasan dari H.E. Haak. Komite lalu mengirim
Hasan Hantabi dan Suwondo ke Sumbawa untuk mengumpulkan
informasi tentang rencana Belanda.
277

Rupanya H.E. Haak berusaha menghasut Sultan Kaharuddin III,


penguasa Kesultanan Sumbawa yang juga merupakan menantu dari
Sultan M. Salahuddin. Ia menyebarkan berita palsu bahwa para
pemberontak telah menangkap dan memenjarakan Sultan M.
Salahuddin -mertuanya- dan para pejabat Belanda. Namun sayangnya
Sultan Kaharuddin tak terpengaruh.[4] Akhirnya H.E. Haak meminta
bantuan pasukan Belanda di Lombok Timur. Pada 12 April 1942,[5]
bergeraklah pasukan Belanda menuju Bima. Pasukan ini terdiri atas
Polisi Hindia Belanda Sumbawa dan serdadu KNIL serta Polisi Hindia
Belanda Lombok Timur.

Jeneli Kempo, Amin Dae Emo, mengabarkan tentang pergerakan


Belanda ini kepada rakyatnya. Mereka diperintahkan untuk membantu
laskar pejuang dari Bima. Rakyat Dompu kemudian bergabung dengan
para pejuang yang datang dari Bima dengan mengendarai 3 buah truk.
Rombongan ini tiba di Jembatan Kampaja, Sungai Sori Utu, menjelang
larut malam. Para pejuang berencana menyergap pasukan Belanda di
tempat itu.

Menjelang subuh, konvoi pasukan musuh terlihat di kejauhan


memasuki Desa Banggo. Mereka berhenti di cabang banggo. Begitu
278

mobil pertama musuh memasuki ujung jembatan kampaja Sori Utu,


para pejuang langsung menghujani mereka dengan tembakan. Tamin H.
Adam[6] dan A. Rasul H. Adam, dari Kempo ditugaskan memimpin
pasukannya menyergap Belanda dari arah belakang. Pasukan Belanda
terkejut, namun mereka membalas serangan itu dan mampu bertahan
hingga siang. H.E. Haak akhirnya bertahan di Lombok Timur dan terus
berusaha agar Belanda dapat kembali menduduki Bima dan Dompu
walaupun usahanya itu sia-sia. Tahun 1947 Dompu kembali
memperoleh statusnya sebagai kesultanan dengan pemerintahan
otonomi lewat diplomasi gigih M.T. Arifin Sirajuddin, cucu dari Sultan
Muhammad Sirajuddin Manuru Kupa. Namun hal itu tak bisa
mengembalikan Kejayaan penerapan Syariat Islam di Dompu sejak
masa Sultan Syamsuddin (1545 – 1590) hingga Sultan Salahuddin
Mawa’a Adil (1857 – 1870).

. [1] Jeneli: Kepala pemerintahan wilayah yang menjadi struktur


pemerintahan di bawah Raja/Sultan. Jadi posisinya setara dengan
seorang Gubernur. Namun karena Dompu dan Bima adalah Kerajaan
dengan wilayah yang relatif tidak terlalu luas, maka tidak terlalu
dibutuhkah penguasa yang menjalankan fungsi gubernur sebagaimana
sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan besar di dunia. Hal inilah yang
279

kemudian mengakibatkan sebagian besar penulis sejarah dan


masyarakat umumnya menerjemahkan jeneli menjadi camat dengan
menganalogikan grade seorang jeneli dengan grade seorang camat di
zaman modern.

[2] M di sini adalah singkatan dari Mahmud atau Muhammad dalam versi
lainnya.

[3] Dalam versi lain aksi kudeta pejuang Bima terhadap Belanda ini
terjadi tanggal 6 Mei 1942.

[4] Dalam versi lain, sebagaimana disebutkan oleh Muslimin Hamzah


dalam bukunya Laksana Awan, Sultan Kaharuddin III termakan oleh
fitnah H.E. Haak dan mengirim pasukan polisi Sumbawa menuju Bima
bersama pasukan Belanda.

[5] Ini berarti bahwa perang sori utu terjadi setelah tanggal 12 April
1942. Karena tanggal tersebut adalah tanggal keberangkatan pasukan
Belanda menuju Bima-Dompu dan perjalanan memakan waktu beberapa
hari. Namun dalam versi lain, menurut H. Tamin H. Adam -salah satu
pelaku dalam perang itu- perang sori utu terjadi pada tanggal 5 April
1942. Ada pula versi yang manyatakan perang itu terjadi di bulan Mei.
280

6] H. Tamin H. Adam adalah orang tua dari Faisal Tamin, mantan


Menpan di Zaman Orba.

[7] Lebih tepat dinamakan Perang Sori Utu bukan Perang Manggelewa
karena nama Manggelewa baru ada setelah terjadinya perang tersebut.
Adapun saat perang berlangsung, lokasi peperangan berada dibawah
pohon asam (mangge) sehingga dinamakan MANGGELEWA

Sejarah Bergabungnya Dompu Dengan NKRI


281

Kambali Dompu Mantoi – Tahun 1905 adalah kontrak terakhir antara


pemerintah kolonial Belanda dengan Kesultanan Dompu. Kesultanan Dompu
diikat dengan kontrak panjang. Meski pada awalnya Sultan Muhammad
Sirajuddin sempat tidak mau menandatangani perjanjian sebanyak 32 pasal
itu. Ketika ditetapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda bahwa pajak dari
wilayah Kesultanan Dompu untuk Belanda harus disetor ke Bima, Sultan
Muhammad Sirajuddin kembali menolak. Karena ini akan semakin
mengerdilkan Kesultanan Dompu seolah hanyalah sebuah Negara kecil yang
harus digabung dengan Bima. Sikap dingin dan membangkang Sultan terus
berlanjut.
282

Singkat cerita, ketika usia sultan telah tua yakni sekitar 90 tahun, ia harus
menentukan siapa di antara kedua anaknya yang akan menggantikannya.
Menurut aturan yang berlaku, maka yang berhak menggantikan beliau
adalah anaknya yang paling tua yakni Ama ka’u (Pangeran) Abdul Wahab
bin Sirajuddin. Akhirnya, diangkatlah Abdul Wahab Sirajuddin sebagai Ruma
to’I (Raja Muda) oleh Majelis Adat Kesultanan Dompu. Sultan kemudian
menulis surat kepada Gubernur Celebes agar menetapkan Abdul Wahab
Sirajuddin sebagai Raja Muda untuk menggantikan dirinya kelak. Surat ini
ditulis pada tanggal 12 Maret 1908.

Rupanya pengangkatan Abdul Wahab sebagai Raja Muda yang akan


menggantikan ayahnya ditentang oleh adiknya, Abdullah bin Sirajuddin.
Abdullah Sirajuddin rupanya juga menginginkan kekuasaan itu. Iapun
menggalang dukungan untuk melawan kakaknya. Suasana memanas dan
perseteruan pun tak dapat dihindari. Konflik internal di Kesultanan Dompu ini
didengar oleh Residen Kupang, Bupati Belanda untuk wilayah Nusa
Tenggara. Ia kemudian memanggil Sultan Muhammad Sirajuddin ke Kupang.
Sultan diminta untuk mengatasi konflik yang terjadi di Dompu. Lebih lanjut
Residen Kupang menuding bahwa Sultan Muhammad Sirajuddin-lah yang
telah sengaja mengatur konflik itu untuk memanaskan suasana dan
membuat kekacauan. Lebih lanjut, pemerintah Kolonial Belanda bahkan
menduga bahwa Sultan dan kedua putranya tengah menyusun rencana
pemberontakan. Namun sekembalinya ke Dompu Sultan Muhammad
Sirajuddin ternyata tidak berhasil meredam konflik dintara kedua puteranya.
283

Akhirnya pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan keputusan


mengasingkan Sultan Muhammad Sirajuddin dan kedua puteranya ke Kota
Kupang pada tahun 1934. Kepergian mereka diantar oleh para Pejabat dan
rakyat Kesultanan Dompu sampai di Pelabuhan Sape. Selain kedua
puteranya Abdul Wahab dan Abdullah, ikut serta pula Abdurrahman Habe
pelayannya yang setia. Sultan Muhammad Sirajuddin meninggal pada 1937,
tiga tahun setelah pembuangannya. Sejak saat itu, Kesultanan Dompu tidak
lagi memiliki seorang Sultan. Secara administratif pemerintahannya pun
digabungkan dengan Kesultanan Bima yang pada waktu itu dibawah
pemerintahan Sultan paling kharismatik di Bima yakni Sultan Muhammad
Salahuddin (1915-1951 M).

Karena telah digabung dengan Kesultanan Bima, maka sejarah Dompu dari
tahun 1934-1947 adalah sejarah tanah Bima. Karena saat itu wilayah
284

kekuasaan Dompu telah diakuisisi oleh Kesultanan Bima. Pada masa inilah
Dompu bergabung dengan Negara Indonesia, di masa akuisisi Bima di
bawah pemerintahan Sultan Muhammad Salahuddin.

****Sejak awal tercetusnya proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sultan M.


Salahuddin telah menyatakan dukungannya terhadap NKRI. Ini karena akibat
lobi politik Soekarno sebelumnya. Tahun 1934, sebelum kemerdekaan NKRI,
Soekarno pernah dibuang ke Ende – Nusa Tenggara Timur dan mampir ke
Bima. Ia dijamu oleh Sultan M. Salahuddin dan menginap di Istana Bima (Asi
Mbojo). Selama mampir itulah Soekarno banyak berbincang dengan sultan
mengenai penjajahan dan kemerdekaan.

Pada tanggal 22 November 1945, Sultan Muhammad Salahuddin


mencetuskan pernyataan mewakili seluruh lapisan masyarakat Bima dan
Dompu. Pernyataan mendukung NKRI itu dikenal dengan nama “Maklumat
22 November 1945” yang isinya adalah sebagai berikut :

1 Pemerintah Kerajaan Bima, adalah suatu daerah istimewa dari Negara


Republik Indonesia dan berdiri di belakang pemerintahan Negara Republik
Indonesia.

2 Kami menyatakan, bahwa pada dasarnya segala kekuasaan dalam


pemerintahan Kerajaan Bima terletak di tangan kami, oleh karena itu
sehubungan dengan suasana dewasa ini, maka kekuasaan – kekuasaaan
yang sampai sekarang ini tidak di tangan kami, maka dengan sendirinya
kembali ke tangan kami.
285

3 Kami menyatakan dengan sepenuhnya, bahwa perhubungan dengan


pemerintahan dalam lingkungan kerajaan Bima bersifat langsung dengan
pusat Negara Republik Indonesia.

4 Kami memerintahkan dan percaya kepada sekalian penduduk dalam


seluruh kerajaan Bima, mereka akan bersifat sesuai dengan sabda kami
yang ternyata di atas.

Poin ke empat adalah poin krusial bagi masyarakat bekas Kesultanan


Dompu, karena raja mereka telah bersabda maka mereka harus
mematuhinya dengan sepenuh jiwa. Apalagi saat itu rakyat Dompu memang
merindukan pembebasan dari kekuasaan penjajah yang selama ini
mengangkangi harga diri mereka, memperkosa hak-hak mereka, mengusir
sultan mereka dan membongkar istana mereka. Bergabungnya Bima dan
Dompu ke dalam NKRI diterima oleh rakyat sebagai sebuah kesyukuran.
Betapa polosnya mereka waktu itu.

Maklumat 22 November 1945, akhirnya semakin mempersulit posisi Jepang.


Padahal menurut isi perjanjian Jepang dengan sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945, semua masalah di daerah bekas jajahan Jepang akan diambil
alih oleh sekutu. Hal ini sudah berkali –kali diperingatkan oleh Jepang melalui
Mayor Jenderal Tanaka, namun Sultan bersama KNI, TKR dan API tidak
pernah mengindahkannya.

Lebih jauh lagi, pada tanggal 17 Desember 1945 dilangsungkan upacara


peringatan hari kemerdekaan Indonesia di halaman depan Istana Bima.
286

Pernyataan hari kemerdekaan Republik Indonesia, idealnya harus


berlangsung pada tiap tanggal 17 Agustus. Namun untuk menunjukan
kesetiaan terhadap NKRI, Upacara dilaksanakan pada tanggal 17 Desember
1945. Setelah upacara, diadakan pawai keliling kota.

Akibat dari sikap Kerajaan Bima dan Dompu yang berdiri di belakang NKRI,
Pemerintah Jepang menekan Sultan Salahuddin untuk merubah sikapnya.
Menurut Pemerintah Jepang nasib Bangsa Indonesia tergantung dari hasil
keputusan sekutu, karena berdasarkan isi perjanjian antara Jepang dan
Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, segala masalah yang berhubungan
dengan masalah jajahan Jepang akan ditangani oleh sekutu. Tetapi tekanan
dari Jepang ini tidak digubris oleh sultan Muhammad Salahuddin. Atas
dukungan rakyat dan para pejuang, perlawanan terhadap penjajah terus
dilakukan sampai Indonesia merdeka.

*****

Tahun 1946, Belanda berhasil mengambil kesempatan untuk kembali ke


Indonesia dan berhasil mendirikan negara-negara boneka. Salah satunya
adalah Negara Indonesia Timur (NIT) dengan Ibu kota Singaraja, Bali.
Kesultanan Bima-Dompu termasuk ke dalam bagian dari NIT ini, yakni
daerah otonom (Pulau) Sumbawa.

Di bawah pimpinan cucu dari Sultan Muhammad Siradjuddin, yakni


Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin, rakyat Dompu menuntut pengembalian
Kesultanan Dompu. Tuntutan tersebut direspon oleh ketua Parlemen NIT
287

yang juga adalah Sultan Sumbawa, Muhammad Kaharuddin. Setelah


parlemen NIT mengadakan rapat berkali-kali dicapailah kesepakatan
pengembalian Kesultanan Dompu pada tanggal 12 September 1947 dengan
status sebagai daerah Swapraja. Lalu diangkatlah Muhammad Tadjul Arifin
Sirajuddin menjadi Sultan Dompu yang ke-21 sekaligus menjadi Kepala
Daerah Swapraja Dompu.

Tahun 1950, NIT dibubarkan dan kerajaan-kerajaan di bekas wilayah NIT


bergabung dengan NKRI. Secara resmi Daerah Swapraja Dompu mendapat
status Kabupaten sejak tahun 1958, atau sejak dikeluarkannya Undang-
undang nomor 64 tahun 1958 dan Undang-undang nomor 69 tahun 1958.
Sebelumnya, Dompu berstatus sebagai daerah atau wilayah Kesultanan
yaitu Kesultanan Dompu dengan Sultan terakhir yakni M.Tajul Arifin
Siradjuddin. Kesultanan Dompu berubah status menjadi Daerah Swatantra
Tingkat II Dompu melalui keputusan Menteri Dalam Negeri dengan surat
keputusan tanggal 29 Oktober 1958 nomor Up.7/14/34. Lalu diangkatlah
Pejabat Sementara (PS) Kepala Daerah Dompu M.T. Arifin Siradjuddin
sebagai Bupati pertama di Dompu hingga tahun 1960. Saat itu wilayah Nusa
Tenggara Barat (NTB) masih berstatus sebagai wilayah propinsi Kepulauan
Sunda Kecil (Nusa Tenggara). Selanjutnya pada tahun 1960 hingga 1966,
Dompu berubah status menjadi Daerah Tingkat II Dompu dengan Bupati H.
Abdurrahman Mahmud. (Uma Seo)
288

8.BO DANA DOMPU

ULASAN KISAH

Dipersembahakan kini sebuah tulisan

Risalah Sultan di Negri ini

Seberapa adanya menurut kontraknya

Hanya itulah yang punya bukti

Raja dan Sultan di Negeri ini

Dua puluh sembilan jumlahnya kini


289

Riwayatnya jua sukar dicari

Tutur lisan pun tiada memadai

Kalaupun ada dapt memberi

Menambah luasnya tulisan ini

Demikian itu patut dihargai

Asakan ia dapat dihargai

Di zaman Hindu seorang Raja

Dewa Ma Wa a Taho ia dinamakan

Dengan Majapahit mengangkat senjata

Karena Negeri ingin ditaklukkan

Kisah perangnya dahsyat sekali

Baginda Raja sangat perwira

Martabat Negeri wajib dibela

Pertanda adanya harga diri

Perang pertama banyaklah korbannya

Pasukan Majapahit banyak berjatuhan


290

Tiga belas empat puluh tahun kejadian

Setelah diucapkan Sumpah Palapa

Perang kedua terjadi lagi

Tiga belas lima tujuh berkobar lagi

Sifatnya kini perang tanding

Panglima Majapahit akhirnya menang

Adalah nama Sultan Abdulwahab

Admiral Jenderal diberikan Laqab

Dengan Sumbawa beliau berperang

Menanglah kiranya dengan gemilang

Dicatat rupanya di kala itu

Adanya barang rampasan perang

Jenisnya ialah sebuah Genderang

La Wata Kampo namanya di Dompu

Konon apatah sebab musababnya

Berikutnya lagi Sultan Salahuddin


291

Beliau digelarkan Ma Wa’a Adi

Dengan Islam mengatur Negeri

Itulah jadi Hukum Pemerintahan

Semboyan Negeri di saat itu :

Adat Bersendi Sara’

Sara’ Bersendi Hukum

Hukum Bersendi Kitabullah

Adalah duanya di Nusantara

Semboyan Negrinya hampir sama

Kerajaan Aceh di Sumatra

Aturan Negrinya Hukum Agama

Satunya lagi Baginda Sultan

Muhammad Sirajuddin Namanya

Malang nasibnya menimpa diri


292

Dibuang Belanda ke lain Negeri

Di kala belumnya Belanda Berkuasa

Duduk menjajah di Negeri Kita

Tidaklah tercapai cita-cita

Sehingga diasingkan Baginda Raja

Di dalam Kontrak ada dituliskan

Pasukan Belanda harus didudukkan

Dalam Negeri Daerah taklukkan

Rupanya Sultan tiada perkenankan

Belanda belajar dari sejarah

Menaklukkan Bima darah tertumpah

Belanda dilawan tiadalah gentar

Api peperangan jadi berkobar


293

Diaturlah siasat sebagai dalih

Tipu muslihat dijalankan sudah

Putra Sultan dikatakan berselisih

Di isu akan berebut tahta

Rupanya inilah jadi alasan

Negeri Dompu dapat ditaklukkan

Secara politis tanpa peperangan

Karena rakyat siap melawan

Setelah disingkir Baginda Sultan

Bersama-sama dua orang putranya

Itulah waktunya saat bermula

Negeri Dompu dapat ditaklukkan

Tulisan ini diambil dasarnya

Beberapa Kontrak empat Sultan


294

Sampai ini ada disimpan

Di tulisan dalam DUA AKSARA

Pengalih Aksara

DARI BUKTI YANG ADA, SETELAH DIALIH AKSARAKAN,

terdapat risalah 4 orang Sultan seperti berikut di bawah ini :

1. Sultan Muhammad Salahuddin.

Banyaklah Raja di Negeri ini

Begitupun Sultan memerintah Negeri

Susunan namanya semua ada

Riwayatnya jua yang banyak tiada

Beberapa jua dapat dijumpa

Di dalam Kontrak dengan Belanda

Selama duduk di Negeri Pusaka


295

Hanyalah itu Historis yang ada

Tersebutlah Sultan Muhammad Salahuddin

Alwasyiq billah almajid atshulthan

Dengan Islam menata Negeri

Digelari dia Ma Wa'a Adi

Berapa lama dia bertahta

Tiadalah tercatat dalam sejarah

saat wafatnya ditulis jua

beliau berpulang ke rahmatullah

Tanggal 23 bulan Delapan

tahun seribu delapan ratus tujuh puluh

Tutuplah usian baginda Sultan

Di Negeri Dompu menjadi Khalifah


296

2. Sultan Abdullah

Sultan Abdullah kini pengganti

ayahanda Sultan Ma Wa'a Adi

Masa mengabdi tiadalah lama

Sebelas tahun di atas tahta

Saat beliau naik di tahta

Dinobat dilantik menjadi Sultan

Adalah sejarahnya dapat dibaca

Sudah ditulis alih aksarakan

Tercatatlah jelas apa adanya

Tulisan Arab bahasa Melayu

Dinobatkan 3 Juni 1871


297

Mangkatnya 25 Februari 1882

Kebiasaan Adat tetaplah jua

Bila mangkatlah seorang Sultan

Diberilah gelar sebagai peringatan

Sultan Abdullah Ma Wa'a Ncihi Ncawa

3. Sultan Muhammad Sirajuddin

Menyusul pula Sultan berikutnya

Putranya Baginda Sultan Abdullah

Muhammad Sirajuddin demikian namanya

Beliau dinobat pengganti ayahanda

Tersebutlah sudah di dalam risalah

Di Negeri Dompu sangat tercinta


298

Menobat sultan naik tahta

Agar bersambung citra Pemerintah

Di suatu hari di bulan Sepuluh

Bertepatan dengan tanggal dua puluh satu

Tahun seribu delapan ratus delapan puluh enam

1304 Hijriah pada 23 MMuharram

Hari itulah saatnya jua

Beliau dinobatkan menjadi Sultan

Terhitung mulai duduk di tahta

Di dalam Kontrak ada dituliskan

Lamalah duduknya di Singgasana

Usianya lanjut di atas tahta

Akhir-akhirnya dirundung malang


299

Dibuanglah dia ke Negeri Kupang

Entah apalah sebab ihwalnya

Membuat beliau dapatkan sengsara

Diasingkan Belanda ketika berkuasa

Duduk di persada Negeri tercinta

Bila ditilik dikaji jua

Sebab musabab beliau dibuang

Bila dianggap menentang Belanda

Hilanglah rasanya kasih dan sayang

Bila tak ada hujanlah turun

Tiada ada air mengalir

Jikalau ada jiwa melawan

Jatuhnya titah tiada dilawan


300

Apatah kiranya hendak dikata

Negeri dijajah diripun sengsara

Semua rakyat hidup melata

Habislah sudah miskin dan papa

Bersama putranya beliau dibawa

Namanya Abdulwahab dan Abdullah

Tahta Kerajaan Kosonglah sudah

Semuanya rakyat jadi gelisah

Lama usianya di Singgasana

Tiada seluruhnya menikmati takhta

Karena dibuang sebagai Sultan

Tetap melekat pangkat di badan


301

21 Oktober 1886 beliau disumpah

Mula dilantik menjadi Sultan

Berpulanglah beliau ke rahmatullah

Tutuplah usianya 1939

4. Raja Muda Abdulwahab

Nasibnya sial si Raja Muda

Sudah diangkat disyahkan jua

Pengganti paduka si ayahanda

Apabila beliau tutuplah usia

Takhta Kerajaan sudah di tangan

Putra Abdulwahab punya giliran


302

Sepakat bulat Wazir dan Mentri

Mengganti beliau sebagai Mentri

Termaktub di dalam Surat yang syakh

Banyaklah orang ikut meneken

Setelah sepakat bermusyawarah

Wazir dan Mentri itulah pilihan

Surat wasiat ditekenlah bersama

Wazir, Mntri dan Pejabat Istana

Pada 10 Zulqaidah 1324 Hijriyah

Demikian ditulis dalam Risalah

Dimohon dikukuhkan oleh Baginda

Kepada Sri Paduka Yang Maha Mulia

Tuan Besar atas tanah Celebes


303

Rupanya itu tiada terbalas

Surat ditulis di Tanah Bima

Dibubuhilah tanda tangan

Sri Sultan Muhammad Sirajuddin

Pada 12 Maret 1908

Konon kabarnya terpecik berita

Akan adanya rebut Kekuasaan

Di antara kedua Putra Mahkota

Supaya adalah jadi alasan

Kedua-duanya dibawalah pergi

Ke Negeri Kupang dibuang bersama

Terurung kesempatan naik takhta

Memang itulah yang ingin dicari


304

5. Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin

Sultan Penutup di Negeri ini

Duapuluh sembilan jumlahnya kini

Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin

Menduduki takhta Kerajaan

Putra Raja Muda Abdulwahab

Waktu itu sesuatu sebab

Diasingkan bersama ayahanda

Tiada jadi naik ke takhta

Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin

Gagah perkasa lagi rupawan

Adat biasanya orang bangsawan


305

Berlaku bertingkah bagai pahlawan

Tabiat perangainya terpuji jua

Sebagai patutnya seorang Sultan

Ramah tamah itulah sifatnya

Bagai pertanda orang budiman

Selama duduknya di singgasana

Mengatur pemerintah di Negeri tercinta

Diatur ditata dengan bijaksana

Kawan dan lawan dirangkul semua

Kendati beliau keturunan Raja

Tapi demokrasi jiwa orangnya

Sifat Monarki dibuangnya sudah

Urusan Pemerintah dengan musyawarah


306

Setelah merdeka beliau memerintah

Tahun sembilan belas empat tujuh

Saat bermula menjadi Khalifah

12 September 1964 mangkatlah sudah

Menurut adatnya di Negeri ini

Seorang Sultan dengan sifatnya

Semua manusia dianggapnya sama

Ma Wa’a Sapahu Laqabnya diberi

________________________________________________________

KUTIPAN SURAT-SURAT PERJANJIAN DENGAN BELANDA

VERKLARING

Bahwa setelah meninggal Raja Dompo yang bernama Muhammad


Salahuddin pada duapuluh tiga bulan Agustus tahun seribu delapan ratus
tujuh puluh dan setelah anaknya yang tua yang bernama Abdullah sudah
dimufakati sekalian Wazir dan Mentri dan orang kecil di Negeri Dompo akan
menggantikan dia, maka Sri Paduka Tuan Besar atas Tanah Celebes
307

dengan segala daerah taklukkannya melihat menyatakan yaitu Abdullah


dipilih dengan sepatutnya menjadi tak dapat tiada diteguhinya Abdullah di
atas takhta Kerajaan Negeri Dompo

Syahdan lagi setelah sudah diteguhi dengan persumpahan pada hari ini yaitu
pada tiga hari bulan Juni tahun seribu seribu delapan ratus tujuh puluh satu
di Negeri Dompo oleh Abdullah yang tersebut itu Kalamulbayan yang
dipesertakan surat ini maka baharu diteguhi Abdullah Raja Dompo itupun
dengan ditetapkan hendaknya oleh Sri Paduka Tuan Besar Governur Jendral
atas tanah Hindia Nederland di belakang hari juga

Syahdan dari pada dikehendaki berita hal yang demikian itu maka diperbuat
surat ini serta dibubuhi tanda tangan Sri Paduka Tuan Besar atas Tanah
Celebes dengan segala daerah takluknya.

De Govermen van Celebes Onderhoorygeden

For Ordonantie van den Zaken

De Sekretaris van de Indlandche Zaken


308

Catatan :

Sultan Abdullah

Dinobatkan : 3 Juni 1871

Mangkat : 25 Februari 1882

Masa bakti : 11 tahun

_____________________________________________________________
_____

VERKLARING

Bahwa kami Abdullah Raja Dompo berjanji dengan sesungguhnya :

1. Maka dengan sepatutnya kami nyatakan sekalian kebaktian kepada


Paduka Yang Dipertuan Nederland Hindia Governement dengan
309

sekalian Tuan yang memerintah kami dan kami akan mendengar


segala perkataannya dan menolong daripada segala pertolongan
yang dikehendaki
2. Adapun Surat Perjanjian Raja yang kami gantikan dengan
Governement Nederland Hindia yang diteguhkan pada 17 hari bulan
Agustus 1858 kami akan melakukan dengan sesungguh-sungguhnya
sebagaimana perkataan di dalam surat itu. Istimewa pula
3. Maka kami melihatkan daripada kebajikan segala isi Negeri
4. Dan sesungguhnya dengan hati tulus memerintah atas Negeri
5. Maka jikalau ada bolehnya kami memeliharakan seboleh-boleh
daripada pengajaran kepada sekalian anak di dalam Negeri
6. Dan kami senantiasa duduk di dalam kesenangan tiada akan
bercidera pada kedua pihak berantara
7. Dan kami menolak orang bajak
8. Dan kami seboleh-boleh melarangkan berdagang orang
9. Dan kami memerintahkan bertanam padi
10. Dan kami memerintahkan segala pekerjaan yang lain yang harus
dan kami menolong orang dagang
11. Dan kami menolong orang dagang
12. Dan kami menolong dan sayang perniagaan
13. Dan orang yang kena karam kami menolong dan menyimpan akan
hartanya dan kami tiada melihat-lihat orang di Negeri tiada
melakukan pertolongan itu
14. Dan kami tiada hendak berkenal pada jenis yang lain hanya
Governement sahaja
310

15. Dan di dalam hal menyatakan Hukum kepada orang yang membuat
kesalahan kami membuat segala yang diperjanjikan dari hal
bangsanya orang kena kesalahan dengan agamanya. Dan lagi kami
berjanji
16. Jikalau barangkali pada kemudian hari Governement Hindia
Nederland hendak mendirikan benteng atau rumah di dalam Negeri
kami hendak menyerahkan tanah sekeliling benteng atau rumah itu
sehingga satu pal lebarnya akan menjadi tanahnya Governement
sendiri dan tiada usah sekali-kali Governement membayar itu tanah
17. Maka kami tiada hendak mempersewakan tanah pada orang Eropa
atau pada orang lain Bangsa datang daripada barang suatu tanah di
atas angin dan di bawah angin dan tiada juga kami meluluskan
kepadanya tinggal di Negeri Dompo di luar Labuhan melainkan
dengan setahu dan sekehendak Tuan Piter Bima sahaja
18. Akan tetapi orang dagang boleh kami meluluskan boleh kami
meluluskan masuk di Labuan Negeri Dompo dan tinggal sana
dengan tiada setahu dan sekehendak Paduka Tuan Piter Bima
sebegitu lama tiada ia mengobahkan kesenangan Negeri lagipun
jukalau orang dagang itu tinggal di pelabuhan itu lebih dari tiga bulan
lamanya, kami akan memberitahukan kepada Tuan Piter Bima

Maka supaya (.....) senantiasa perjanjian ini maka diperbuat surat ini yang
sudah diteguhkan oleh Raja Dompo dengan persumpahan diletakkan tanda
tangan tiga kali di atas Qur’anul adzim dan diletakkan cap Kerajaan serta
tanda tangan Raja Dompo adanya
311

Termaktub di Negeri Dompo pada tiga hari bulan Juni tahun seribu delapan
ratus tujuh puluh satu

Cap Tanda Tangan De Governement van Selebes

Sultan Abdullah Voordegorigeden

Tdt

The Ordonantie van denzaken

De Sekretaris

Vor de Islandsche Zaken

tdt

AKTE VAN BEVESTIGING


312

Bahwa maka sesudahnya meninggal Sultan Dompo yang bernama Abdullah


pada duapuluh lima hari Februari tahun seribu delapan ratus delapan puluh
dua, anaknya yang bernama Sirajuddin dimufakati menurut dengan Adat
kebiasaan Negeri akan mengganti dia menjadi Sultan

Dan lagi sebab Muhammad Sirajuddin yang tersebut di atas ini telah berjanji
dan bersumpah atas surat Perjanjian yang dipesertakan ini di tanah Bima
pada ini hari yaitu kepada dua puluh satu bulan Oktober tahun seribu
delapan ratus delapan puluh enam yang kebetula kepada dua puluh tiga hari
bulan Muharram seribu tiga ratus empat Hijriyah

Maka sebab hal yang demikian itu maka di dalam namanya serta dari pihak
Governement Hindia Nederland kami Deniyal Frsncuis Van Bram Morris
yang dihiasi dengan satu bintang Yang Maha Mulia bernama Milliter William
Sourdi klas yang ke 4 Guvernur atas tanah Selebes dengan segala daerah
takluknya menetapkan Muhammad Sirajuddin di atas tanah Kerajaan Negeri
Dompo, menjadi Sultan itupun dengan menantikan restu Sri Paduka Yang
Dipertuan besar Guvernement Jenrdral atas tanah Hindia Belanda

Syahdan daripada sebab dikehendaki beritanya hal yang demikian itu maka
dibuat Surat ini serta dibubuhi tanda tangan oleh kami tuan Guvernement
atas tanah Selebes dan daerha taklukannya
313

Gouvernement Vorneming

Ttd

Dani yail Francuis Van Braam Morris

Diayahkan Guvernemen General

Van Nederland Hindia per Oktober 1870

VERKLARING

Bahwa kami Muhammad Sirajuddin Sultan di Dompo berjanji dengan


sesungguhnya maka dengan sepatutnya kami nyatakan sekalian kebaktian
kepada Paduka Yang Dipertuan Nederland Hindia Guvernement dengan
kepada sekalian Tuan-Tuan yang memerintah kami dan kami akan
mendengar segala perkataan dan menolong kepada segala pertolongan
314

yang dikehendakinya adapun Surat Perjanjian yang ditetapkan antara


Governement Hindian Nederland dengan kami maka kami menurut dengan
setia sebagaimana perkataan Surat ini istimewa pula yang tersebut di bawah
ini

1. Maka kami muliakan daripada kebajikan segala isi Negeri


2. Dan sesungguh-sungguhnya nya dengan hati yang tulus memerintah
atas Negeri
3. Dan kami senantiasa duduk di dalam kesenangan tiada akan
bercidera kepada kedua belah pihak
4. Dan kami menolak oreng Bajak
5. Dan kami seboleh-boleh melarangkan membawa atau menjual orang
6. Dan kami memelihara kan bertanam padi
7. Dan kami meniahkan segala pekerjaan yang lain yang harus
8. Dan kami menolong orang berniaga
9. Dan kami menolong dan memelihara orang perniagaan
10. Dan orang yang kena Karam kami menolong kepadanya dan
menyimpan akan hartaorang itu dan kami tiada melihat-lihat Negeri
tiada melakukan pertolongan itu
11. Dan kami tiada hendak yaitu berkontrak atau berjanji pada jenis yang
lain hanya pada Governement sahaja
315

12. Dan di dalam hal mengenakan hukum kepada orang kami


melihatkan segala yang telah ditentukan
13. Dan kami loloskan dan sandarkan orang ...... di dalam Negeri kami
14. Maka jikalau ada bolehnya kami memeliharakan seboleh-boleh
daripada pengajaran sekolah kepada anak-anak di dalam Negeri

Dan lagi kami berjanji maka tiada kami hendak serahkan tanah pada orang
Eropa atau pada orang lain datang daripada barang sesuatu tanah di atas
angin dan di bawah angin melainkan dengan ketahuan dengan kehendaknya
Sri Paduka Tuan Besar atas tanah Selebes dan segala daerah takluknya
Akan tetapi orang yang berdagang boleh kami loloskan masuk di labuan
Negeri Dompo dan tinggal di sana dengan tiada ketahuannya dan
kehendaknya Sri Paduka Tuan Besar atas Tanah Selebes dengan segala
daerah takluknya sebegitu lama tiada ia mengubahkan kesenangan Negeri
tetapi jikalau orang dagang tinggal di labuan itu lebih dari tiga bulan lamanya
kami akan memberi tahu kepada Sri Paduka Tuan Besar atas Tanah Selebes
dan segala daerah takluknya

Maka dari itulah maka kami Muhammad Sirajuddin dan menetapkanlah


janjian ini dengan bersumpah atas Qur’an
316

Termaktub di atas Negeri Bima dan dibubuhi tanda tangan serta diteguhi
Sumpah pada hari Hamis kepada 21 hari bulan Oktober tahun 1886

Tanda tangan/cap

Alwasyiq billahi Rabbi AlmazidiSulthana

Muhammad Sirajuddin bin Sultan Abdullah

Dompo

DeGuvernement van Selebes Onderhovering heden

Tdt
317

KONTRAK
Bahwa inilah Kontrak yang ditentukan di dalam nama Gubernent Hindia
Nederland antara Danial Frensus Van Braam Morris yang dihiasi dengan
suatu Bintang Yang Maha Mulia bernama Millitair Williem Sours Klas yang
keempat Guvernement atas tanah Selebes dengan segala daerah
taklukkannya

Dan

Muhammad Sirajuddin Sulthan Dompo beserta Menteri-Menterinya itupun


dengan diteguhkan Sri Paduka Yang Dipertuan Guvernur Jenderal atas
tanah Hindia Nederland

Adapun maka dipikirkan baik-baiklah jikalau diperbaiki kontrak perjanjian


yang diteguhi sehingga sekarang ini supaya haknya dan kewajibannya
Guvernemen Hindia Nederland dengan Sultan Dompo bersama Menteri-
Menterinya menjadi sebagaimana patut pada masa sekarang ini maka sebab
hal yang demikian itu ditentukan di dalam nama Governement Hindia
Nederland
318

Adapu maka dipikirkan baik-baiklah jika diperbaiki kontrak kontrak perjanjian


yang diteguhi sehingga sekarang ini supaya haknya dan kewajibannya
Governement Hindia Nederland dengan Sultan Dompo beserta segala
Menteri-Menterinya menjadi sebagaimana patut pada masa sekarang ini
maka sebab hal yang demikian itu ditentukan di dalam nama Governement
Hindia Nederland oleh kami Danial Fransus van Braam Morris yang dihiasi
dengan satu Bintang, Yang Mulia bernama Militaire William Sours klas yang
keempat Guvernement atas Tanah Selebes dengan segala daeah takluknya
dengan Muhammad Sirajuddin Sultan Dompo beserta dengan segala Wazir
Menterinya pad

a hari Hamis ini kepada Selikur bulan Oktober tahun seribu delapan ratus
delapan puluh enam barang apa yang tersebut di bawah ini itupun ditetapkan
dengan ditunggunya keputusan daripada Sri Paduka yang dipertuan Besar
Guvernur Jenderal atas tanah Hindia Nederland

PASAL YANG PERTAMA

Sebagaimana sudah dikatakan oleh Sulthan-Sulthan dan Menteri-Menteri


yang memegang Pemerintah di Negeri Dompo daripada ia Sulthan Dompo
yang sekarang yang bernama Muhammad Sirajuddin dengan Menteri-
Menterinya Negeri Dompo menyatakan bahwa tanah Dompo ada suatu
bahagian tanah Hindia Hindia Nederland dan karena itulah ia mengaku Sri
Paduka Maharaja Belanda menjadi Tuannya Yang Maha Tinggi dan
Dipertuan Besar Guvernur atas Tanah Hindia Nederland Wakil Sri Paduka
319

Maha Raja, maka sebab hal yang demikian itu mereka berjanji senantiasa
hendak setiawan kepada Guvernement Nederland Hindia hendak serta
mendengar segala perintahnya dan menyatakan segala kebaktiannya
kepadanya

PASAL KEDUA

Maka watasnya Tanah Dompo adalah Sebelah Utara Sanggar dan Lautan
Jawa pada Sebelah Timur Bima, pada Sebelah Barat Sumbawa dan
Teluk Saleh dan pada Sebelah Selatan Samudra Hindia. Syah – dan
Pula-Pulau yang menurut di bawah perintah tanah Dompo, yaitu
Kwangko Pulau Pudu Pulau Sura dan Satonda

PASAL YANG KETIGA

Maka Sultan Dompo dan Menteri-Menterinya tiada hendak menyerahkan


tanahnya pada bangsa yang lain daripada bngsa Nederland, dan tiada
hendak ia membuat perjanjian dengan segala sesuatu bangsa lain di bawah
angin atau di atas angin atau suatu orang yang di bawah perintahnya bangsa
lain yang tersebut itu dan tiada hendak ia berkirim surat atau bingkisan atau
menyuruh utusan kepada sesuatu bangsa lain atau salah seorang yang di
bawah perintahnya bangsa lain itu dan tiada lagi ia hendak memberikan
320

sekalian itu diperbuat atau disuruh hampir buat oleh anak saudaranya dan
orang yang di bawah perintahnya

PASAL YANG KEEMPAT

Apabila Sultan Dompo meninggal atau apabila ada apa-apa lain jadi maka
kosong Tahta Kerajaan negeri Dompo niscaya Raja Muda yang itu anak Raja
yang dipilih lebih dahulu akan menjadi gantinya Raja itu menjadi Raja akan
tetapi hendaklah ia bersumpah dahulu dengan surat yang dibubuhinya tanda
tangan dan capnya bahwa senantiasa ia hendak setiawan kepada Yang
Dipertuan Besar Gvernur Jenderal atas tanah Hindia Nederland yaitu Sri
Maharaja pada tanah Hindia Nederland dan hendak menurut perjanjian itu
dengan sungguh-sungguh.

Maka tiap-tiap jikalau kosong pangkat Raja Muda itu Sultan Dompo dan
Menteri-Menterinya hendak dengan segeranya bermufakat dengan Sri
Paduka Yang Dipertuan Besar atas Tanah Selebes akan memilih seturut
dengan Adat Negeri seorang anak Raja yang diharapkan akan dijadikan Raja
Muda

Maka sesudahnya itu maka ditunggulah keridhaannya serta ketetapannya Sri


Paduka Yang Dipertuan Besar atas Tanah Hindia Nederland dan jikalau dan
jikalau Sri Paduka Yang Dipertuan Besar itu tiada suka dan tiada ia tetapkan
anak Raja yang dipilih itu tiadalah ia menjadi Raja Muda
321

Maka jika lain orang dipilih oleh Sultan Dompo dan lain orang Menteri-
Menterinya atau lain dipilih oleh Sri Paduka Yang Dipertuan Besar atas
Tanah Hindia Nederland hendak dipakai siapa yang hendak dijadikan Raja
Muda maka putusan itu tak dapat tiada diturut oleh Sulthan Dompo dan
Menteri-Menterinya

PASAL KELIMA

Maka jika sebelumnya aqil balik Raja Muda itu ia menjadi Sulthan seorang
anak atau dua tiga orang anak Raja daripada asalnya Sulthan-Sulthan
Dompo hendak dipilih oleh Sri Paduka Yang Dipertuan Besar atas Tanah
Hindia Nederland akan memegang Pemerintah Kerajaan akan
memerintahkan Negeri Dompo sehingga aqil balik Raja Muda itu, maka Sri
Paduka Yang Dipertuan Besar akan tentukan waktu kapan maka hendak
dibilang aqil baliq maka yaitu anak Raja yang dipilih diberikan hendak Surat
Penetapan oleh Sri Paduka Yang Dipertuan Besar

Maka jikalau dinobatkan atau diangkat menjadi Sulthan anak Raja yang
dipilih itu Cuma-Cuma maka jikalau tiada lebih dahulu surat tanda tangannya
Sri Paduka Yang Dipertuan Besar mengatakan disuka dan ditetapkan akan
Raja itu

PASAL KEENAM
322

Sulthan Dompo dan Menteri-Menterinya hendak menyatakan sekalian


kebaktiannya kepada Sri Paduka Guvernur atas tanah Selebes dan daerah
taklukkannya dan di bawah Sri Paduka Guvernur itu kepada pegawai yang
memegang Pemerintah di Bima , sebab dua-duanya wakil Guvernement
Hindia Nederland dan hendak ia mendengar sekalian perkataan dan karena
itulah tiada ia hendak mufakat daripada sekalian perkara yang melihat kedua
pihak itu melainkan dengan dia

Maka tiada ia hendak mengirim surat atau menyuruh utusannya kepada


Guvernement Hindia Nederland hendaklah dengan setahunya, atau dengan
bermufakat dulu dengan dia.

Maka tiada ia hendak mengirim surat atau menyuruh utusannya kepada


Guvernement Hindia Nederland hendaklah dengan setahunya, atau dengan
bermufakat dulu dengan dia.

PASAL YANG KETUJUH

Maka Sultan Dompo dengan Menteri-Menterinya hendak memeliharakan


senantiasa perdamaian dan persahabatan dengan Guvernement Hindia
Nederland dengan sungguh-sungguh hatinya dan apabila dipinta sekalian
sahaja hendaklah ia membantu dengan sedapat-dapatnya Guvernement itu
semana-mana Guvernement kira patut yaitu dengan orang dan senjata dan
323

perahu itupun dengan belanja Guvernement seberapa Guvernement kira


patut

Maka berjanji lagi mereka itu hendak memelihara perdamaian, dan


persahabatan dengan Raja-Raja Negeri yang didekat dan dengan Raja-Raja
lain yang bahagian dari tanah Hindia Nederland, maka karena itulah tiada ia
hendak melanggarkan Raja-Raja yang demikian itu dan tiada ia hendak
berlengkap atau bersedia akan melanggarkan dia dan tiada lagi ia hendak
mendirikan benteng hanyalah dengan setahu dan izin Guvernement Hindia
Nederland juga.

Maka benteng yang telah didirikan dan yang hendak didirikan lagi dengan
setahu Guvernement hendak diserahkan juga dengan sekali dapat diperintah
sahaja daripada Guvernement

PASAL KEDELAPAN

atau orang hitam atau pegawai yang dipakai maka Sulthan Dompo dan
Menteri-Menterinya berjanji akan menyatakan kepada Tuan-Tuan itu sekalian
kebaktian dan hendak menyuruh sekalian orang Dompo akan menyatakan
sekalian kebaktian kepadanya.

Dan lagi Sulthan dan Menteri-Menterinya berjanji akan mengaturkan dan


melakukan Pemerintahan di dalam Tanah Dompo dengan mufakatnya Sri
Paduka Yang Dipertuan Besar atas Tanah Selebes dan segala Daerah
Takluknya dengan Perantaranya Tuan Pieter Bima
324

PASAL YANG KESEMBILAN

Hanyalah yang sudah ditentukan dalam Kontrak sebagaimana Adat lama


juga hendaklah Sulthan Dompo dan Menterinya-Menterinya bersama dengan
Bima dan Sanggar akan memelihara atau memperbaiki atau memiara
Benteng Guvernement yang telah ada di Bima dan segala bangunan yang
ada didalamnya maka semana-m juga di dalam tanah Dompo Guvernement
hendak barangkali menaruh soldadu atau mendirikan Benteng atau
Gudangan atau rusak atau rumah pada kemudian hari janganlah diberikan
sahaja yang demikian oleh Sultan dan Menteri-Menterinya hendakpu ia
menolong sedapat-dapatnya akan tetapi dengan belanja Guvernement dan
jikalau sebab itu kurang hasilnya Guvernement hendak membayar
kerugiannya maka pada sesuatu tempat di kediaman Soldadu dan tempat
Benteng dan Gedung dan rumah yang demikin itu Sulthan Dompo dan
Menteri-Menterinya hendak menyerahkan kepada Guvernement sepotong
tanah besarnya seperti persegiempat yang suatu pal panjangnya dan
lebarnya maka Guvernement akan memilih tanah itu tetapi jika ada orang
berugi daripada itu Governement hendak membayar kerugiannya maka
tanah yang diserahkan kepada Guvernement itu hendak ditanda ia pada
pinggirnya dan hendak di patok sebagaimana patut

Maka Guvernement berjanji tiada hendak ia memberikan atau menjualkan


tanah yang demikian itu kepada barang siapa dan hendak ia mengembalikan
tanah itu kepada Negeri Dompo jikalau ta’ usah dipakai lagi
325

Maka demikian juga Sulthan Dompo dan Menteri-Menterinya berjanji hendak


ia bertolong membuatkan (.....) tempat kapal dan perahu jikalau dipinta
kepadanya itupun dengan belanja Guvernement juga

PASAL KESEPULUH

.......

.......

.......

BERSAMBUNG ...................s.d. Pasal ke EMPATLIKUR

..........

..........

..........

Tanta tangan

Daniyal Franuis van Braam Morris


326

Tanda tangan dan Cap

Sultan Muhammad Sirajuddin

Yahaya Rijksbesturden

Muhammad Siddik (Zaidit) Rato Parenta

Ismail Jeneli Adu

Muhamad Jeneli Hu u

Abdullah Bumi Ruma Rasa Na e

Ismail Bumi Nui

Abdul Gani Tarupu Hu u

TERIRING PENGANTAR DARI :


327
328
329

Sumber Data : Ruma Siwe Siti Hadijah

PERMAISURI SULTAN MTA SIRAJUDDIN

Diposkan oleh Dau Nurhaidah di 20.22


330
331

SEJARAH TERBENTUKNYA KABUPATEN DOMPU

Perjuangan terbentuknya Kabupaten Dompu berlangsung dalam rentang


waktu yang cukup lama, mulai dari sistem pemerintahan
kerajaan/kesultanan, swapraja, hingga daerah swatantra tingkat ii. Saat ini,
Kabupaten Dompu yang bermotto nggahi rawi pahu dipimpin Bupati Drs. H.
Bambang M.Yasin dan Wakil Bupati Arifuddin, SH.

Kabupaten Dompu, sebelumnya merupakan daerah swapraja tingkat ii dari


bagian provinsi sunda kecil. Setelah pengakuan kedaulatan republik
indonesia dan mengalami beberapa kali proses perubahan sistem
ketatanegaraan pasca diproklamasikannya kemerdekaan republik indonesia,
barulah terbentuk daerah swatantra tingkat ii Dompu. Kemudian, secara
resmi mendapat status sebagai daerah swapraja sejak tanggal 12 september
1947 dan selanjutnya diangkat sultan Dompu terakhir yaitu sultan
muhammad tajul arifin siradjuddin sebagai kepala daerah swaparaja Dompu.
Tahun 1958 daerah swapraja Dompu berubah status menjadi daerah
swatantra tingkat ii Dompu dengan Bupati kepala daerah sultan Dompu
muhammad tajul arifin siradjuddin (1958 – 1960).
Selanjutnya pada tahun 1960 hingga 1966, Dompu berubah status menjadi
Daerah Tingkat IIDompu dengan Bupati h.abdurrahman mahmud. Pada
tahun 1967 (dalam kurun waktu kurang dari satu tahun) jabatan Bupati
kepala Daerah Tingkat IIDompu dijabat oleh pelaksana tugas (pjs) yaitu i
gusti ngurah.

Tahun 1967 hingga 1979, selama dua periode, Kabupaten Dompu dipimpin
oleh seorang perwira menengah tni angkatan darat yakni letkol. Tni. H.
Suwarno atmojo. Selanjutnya pada tahun 1979 hingga 1984, Kabupaten
332

Daerah Tingkat IIDompu kembali dipimpin oleh perwira menengah tni


angkatan darat yakni letkol. Tni. H. Heru sugiyo.
Sejak tahun 1984, Kabupaten Daerah Tingkat IIDompu kembali dipimpin oleh
seorang putra terbaik daerah yakni Drs. H. Moh.yakub, mt (1984-1989).
Tahun 1989 hingga 1994, Drs. H. Umar yusuf memimpin Kabupaten Daerah
Tingkat IIDompu, selanjutnya pada tahun 1994 hingga 1999, kepemimpinan
di bumi nggahi rawi pahu Dompu dilanjutkan oleh Drs. H. Hidayat ali.
Pada tahun 1999, seperti daerah-daerah lain di wilayah negara kesatuan
republik indonesia, seiring dengan era reformasi, Kabupaten Daerah Tingkat
II Dompu berubah status menjadi daerah otonom hingga sekarang ini. Sejak
ditinggalkan Drs. H. Hidayat Ali sebagai Bupati kepala Daerah Tingkat
IIDompu, jabatan Bupati Dompu saat itu lowong dan diisi oleh pejabat
sementara selama satu tahun yakni Drs. H. Lalu djafar suryadi (1999-2000).
Pejabat sementara Bupati mengemban tugas penting, salah satunya yakni
menghantarkan masyarakat Dompu untuk kembali memilih Bupati definitif
melalui pemilihan para wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif
dprd kab. Daerah Tingkat IIDompu saat itu.

Bulan februari tahun 2000, hasil pemilihan kepala Daerah Tingkat II Dompu
melalui lembaga legislatif, akhirnya ditetapkan H. Abubakar Ahmad, SH
sebagai Bupati Kabupaten Dompu untuk periode tahun 2000 hingga 2005.
Waktu terus berjalan seiring perkembangan kehidupan masyarakat di dana
Dompu, tanggal 23 bulan maret tahun 2005, jabatan H. Abubakar Ahmad,
SH sebagai Bupati Kabupaten Dompu berakhir. Selanjutnya, sambil
menunggu pemilihan langsung Bupati dan wakil Bupati Dompu, jabatan
Bupati Dompu saat itu di jabat sementara oleh kepala dinas peternakan
provinsi NTB drh. H. Abdul Mutholib. Kurang dari 6 bulan, H. Abdul Mutholib
mengendalikan roda pemerintahan di Kabupaten Dompu sekaligus
333

menghantarkan masyarakat Dompu melaksanakan pemilihan kepala daerah


(pilkada) secara langsung untuk yang pertama kalinya.

Tanggal 9 agustus 2005, H. Abubakar Ahmad, SH kembali memimpin


Kabupaten Dompu untuk periode ke- dua berpasangan dengan H.
Syaifurrahman Salman, SE. H. Abubakar Ahmad, SH dan H. Syaifurrahman
Salman, merupakan pasangan Bupati dan wakil Bupati Dompu pertama yang
dipilih secara langsung oleh masyarakat Bumi Nggahi Rawi Pahu. Waktu
terus berjalan, lembaran demi lembaran sejarah terus menoreh seiring
perjalanan kehidupan masyarakat Kabupaten Dompu. Bulan juli tahun 2007,
Bupati Dompu H. Abubakar Ahmad, SH meletakkan jabatannya sebagai
Bupati Dompu, selanjutnya pada tanggal 31 juli tahun 2007, Wakil Bupati
Dompu H. Syaifurrahman Salman, SE dilantik sebagai Bupati Dompu
menggantikan H. Abubakar Ahmad, SH, hingga masa akhir jabatannya pada
bulan Agustus Tahun 2010. Dalam menghadapi pemilukada langsung yang
ke-II, Kabupaten Dompu dipimpin oleh H. Nasibun sebagai penjabat
sementara yaitu tanggal 9 Agustus 2010 sampai dengan pengambilan
sumpah jabatan Drs. H. Bambang M.Yasin dan Ir. H. Syamsuddin.MM,
sebagai Bupati Dompu dan wakil Bupati Dompu untuk periode 2010 – 2015
pada tanggal 18 oktober 2010.
Pemilukada serentak pada Rabu, 9 Desember 2015 Pasangan Calon Bupati
dan Wakil Bupati H. Bambang M. Yasin dan Arifuddin SH meraih suara
terbanyak, dan pada 17 Februari 2016 dilantik secara resmi oleh Gubernur
Provinsi NTB sebagai Bupati dan Wakil Bupati Dompu Periode 2016 – 2021

Pada masa pemerintahan Bupati Dompu Drs. H. Umar yusuf, pembahasan


mengenai penetapan hari jadi Dompu mulai digulirkan. Pada masa
pemerintahan Bupati Dompu H. Abubakar Ahmad, SH (periode pertama),
334

penelusuran tentang hari jadi Dompu kembali dibahas oleh tim dan DPRD
Kabupaten Dompu. Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang serta
bantuan dari salah seorang pakar sejarah nasional kelahiran Dompu yakni
Prof. Dr. Helyus Syamsuddin, Phd guru besar sejarah pada IKIP Bandung,
akhirnya hari jadi Dompu dapat disepakati dan ditetapkan melalui keputusan
DPRD Kabupaten Dompu yang selanjutnya dituangkan melalui peraturan
daerah (perda) Kabupaten Dompu nomor : 18 tanggal 19 bulan Juni Tahun
2004 menetapkan hari jadi Dompu jatuh pada hari selasa tanggal 11 april
tahun 1815 atau bertepatan dengan tahun islam 1 Jumadil awal tahun 1230
h.
Penetapan hari jadi Dompu yang jatuh pada tanggal 11 april 1815, dilatar
belakangi oleh fenomena alam yakni peristiwa meletusnya gunung tertinggi
di pulau Sumbawa yaitu gunung Tambora pada tahun 1815. Sejarah
mencatat, ketika gunung Tambora meletus dengan dahsyatnya pada tanggal
11 april 1815, 3 (tiga) kerajaan di sekitar gunung tambora yakni kerajaan
pekat, sanggar dan tambora musnah akibat letusan gunung tambora. Setelah
sekian tahun berlalu, bekas kerajaan pekat dan tambora akhirnya bergabung
menjadi satu dengan kesultanan Dompu, sementara kerajaan sanggar
bergabung dengan wilayah kesultanan bima.
Sejak ditetapkannya tanggal 11 april sebagai hari jadi Dompu, maka
selanjutnya setiap tanggal 11 april, pemerintah dan seluruh masyarakat bumi
nggahi rawi pahu melaksanakan upacara peringatan hari jadi Dompu.
335

Arti Lambang
PERISAI
Perisai menggambarkan jiwa kepahlawanan rakyat Daerah Kabupaten
Dompu didalam mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945.

WARNA BIRU LAUT


Warna biru laut melukiskan bahwa Daerah Kabupaten Dompu diapit oleh tiga
buah teluk (Teluk Cempi, Teluk Saleh, dan Teluk Sanggar) yang merupakan
salah satu sumber penghasilan rakyat bagi peningkatan taraf hidupnya.

BINTANG
336

Bintang melukiskan pancaran Pancasila yang merupakan falsafah kehidupan


bangsa dan negara.

WARNA KUNING EMAS


Warna kuning emas melambangkan kejayaan cita-cita perjuangan rakyat
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

BUNGA KAPAS dan BULIR PADI


Bunga kapas dan bulir padi melukiskan bahan pokok bagi kemakmuran
rakyat.

RANTAI
Rantai melambangkan persatuan dan kegotong-royongan.

17 Kuntum Bunga Kapas, 8 Mata Rantai dan 45 Butir Padi


Melambangkan detik proklamasi 17 Agustus 1945

KUBAH MASJID
Kubah masjid yang berwarna putih melambangkan rakyat daerah kabupaten
Dompu yang taat dan patuh dalam menjalankan perintah-perintah Agama.

GUNUNG
Gunung menjulang tinggi yang berwarna biru tua melambangkan harapan
kemakmuran bagi rakyat kabupaten Dompu.

DATARAN
Dataran yang berwarna hijau melambangkan kesuburan bagi daerah
kabupaten Dompu sebagai daerah agraris.

KUDA
337

Kuda yang berlari bebas berwarna putih kemerah-merahan (Jara Gunu Kala)
menggambarkan tekad dan semangat daerah kabupaten Dompu didalam
mengejar ketinggalan di masa silam, disamping itu pula melambangkan
daerah kabupaten Dompu selain daerah agraris juga merupakan daerah
peternakan.

PITA KUNING
Pita yang berwarna kuning dengan tulisan yang berwarna hitam dalam
bahasa daerah 'NGGAHI RAWI PAHU' melukiskan tekad masyarakat daerah
kabupaten Dompu didalam melaksanakan arti dan makna kata-kata hikmah
yang turun-temurun berupa 'NGGAHI RAWI PAHU' yang berarti satunya kata
dan perbuatan dalam mewujudkan kenyataan.
TULISAN DOMPU
Tulisan Dompu yang berwarna putih adalah nama daerah kabupaten Dompu
yang secara historis merupakan daerah otonom sejak dahulu.
338
339

Bupati HBY Foto Bersama Sejumlah Petani Jagung di Dompu.


Foto Humas Pro. Setda Pemkab Dompu.
340

Dompu, Berita11.com— Program Terpijar atau yang dulu dikenal Pijar adalah
surga bagi petani, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dompu, dan Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Tak sedikit pegawai dan warga yang mendadak kaya
setelah menanam jagung.
Menurut Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Dompu, Ardiansyah SE,
Terpijar adalah langkah nyata yang telah digagas Bupati Dompu, Drs H
Bambang M Yasin dalam mendorong taraf hidup masyarakat pada sektor
pertanian. Bahkan beberapa tahun terakhir tak hanya petani yang menanam
jagung. Lebih dari itu, banyak PNS yang juga ikut menggarap ladang sebagai
lahan pertanian jagung.
“Semenjak adanya program Pijar (Terpijar) nama Kabupaten Dompu terus
dikenal akan kemajuannya. Kondisi kemajuan Dompu sangat berbeda
dengan daerah–daerah lainya,” ujar Ardiansyah di kantor Pemkab Dompu,
Kamis (3/8/2017).
Dikatakan Ardiansyah, jagung adalah komoditi yang tepat setelah
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dompu mencetus program Pijar. Dulu,
umumnya kondisi perekonomian masyarakat masih biasa. Bahkan
merangkak mencari peluang di berbagai sektor. Namun tak ada hasil
signifikan. Setelah Bupati HBY mendorong sektor pertanian khususnya
komoditi jagung, masyarakat mulai merasakan perubahan signifikan.
“Jangan salah, dulu pendapatkan masyarakat sangat minim. Jangankan buat
membangun rumah batu, buat membiayai kuliah anak saja susah. Tapi
sekarang masyarakat Dompu sudah bisa membangun rumah batu serta bisa
membeli motor dan membiayai kuliah anaknya,” ujar Ardiansyah.

Komoditi jagung memiliki pengaruh besar mendongrak pertumbuhan


berbagai sektor lain dan perekonomi masyarakat secara menyeluruh.
“Program Terpijar ibarat surga bagi daerah dan masyarakat Dompu. Karena
program ini mampu meningkatkan ekonomi dan membawa sejuta perubahan
di Dompu,” pungkasnya. (RUL)
341
342

PRESIDEN JOKOWI DI DOMPU MENGHADIRI TAMBORA


MENYAPA DUNIA DAN PANEN RAYA JAGUNG
343

Berkat Dompu Indonesia Tidak Impor


Jagung

Foto Fahar/Intirakyat.com Bupati Dompu H. Bambang M. Yasin (Kana) dan Kapolda


NTB Brigjen. Pol. Drs. Firli, M.Si (tengah) saat acara tanam raya jagung di Desa
344

Tolokalo, Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu NTB Dompu, intirakyat.com –


Bupati Dompu Drs. H. Bambang M. Yasin (HBY) mengatakan,

Dompu, Intirakyat.com – Sejak tahun 2010 silam Kabupaten Dompu mulai


focus mengembangkan program penanaman jagung secara masal. Saat
memulai program tersebut, harga jagung belum mampu memberi
kesejahteraan kepada petani karena masih sangat rendah.

Bupati Dompu H. Bambang M. Yasin dalam sambutannya pada acara tanam


raya jagung di Desa Tolokalo, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu
Provinsi NTB Minggu (14/1) mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir ini
jagung sudah mulai memberi kesejahteraan kepada petani.

Jugaung juga memberi kontribusis besar terhadap pertumbuhan ekonomi


Kabupaten Dompu yang mencapai 5,5 persen pertahun.

Baca : The hand rail is going a little faster than the moving sidewalk.

Berkat melimpahnya produksi jagung Indonesia sudah tidak lagi menjadi


Negara pengimpor jagung. Berkan Dompu pula Indonesia busa menetapkan
harga dasar jagung.

“Kementan sebut, penghargaan Negara terhadap Dompu sangat tinggi,


Presiden menetapkan harga dasar jagung nasional dari Dompu. Petani
dompu memberi berkah kepada petani Indonesia,” kutip HBY dari pernyataan
Kementan RI.
345

Saat ini sambung HBY, saat ini Indonesia tangah berancang-ancang untuk
menjadi Negara pengekspor jagung asia tenggara.

Sebagai bentuk rasa bangga Bupati dan masyarakat Dompu yang telah
sukseskan menjalankan program jagung.

Baca : HBY Tunda Mutasi

Menurut HBY luas lahan jagung yang akan dipanen mulai bulan Maret
mendatang mencapai 125.000 hektar dengan produksi mencapai 875.000
ton. Itu artinya uang yang akan beredar nanti mencapai Rp. 2,6 triliun lebih.
(Fahar)

Belajar Bertani Datanglah Ke Dompu


Minggu, 14 Januari 2018
346

Foto Fahar/Intirakyat.com Bupati Dompu H. Bambang M. Yasin (Kana) dan


Kapolda NTB Brigjen. Pol. Drs. Firli, M.Si (tengah) saat acara tanam raya
jagung di Desa Tolokalo, Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu NTB

Dompu, intirakyat.com – Bupati Dompu Drs. H. Bambang M. Yasin (HBY)


mengatakan, dulu orang berpendapat juka ingin belajar berpolitik dataglah ke
Dompu. Sekaranga orang luar daerah Dompu berpendepat, jika ingin belajar
bertani jagung Dompu adalah tempat yang harus dikunjungi.
347

“Dulu orang bilang kalau mau belajar berpolitik datanglah ke Dompu, namun
image itu sudah berubah kalau mau belajar bertani datanglah ke Dompu,”
ungkap HBY dalam sambutannya pada acara Tanam Raya Jagung di Desa
Tolo Kalo, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB).

Menurut HBY mengatakan, baru-baru ini, Presiden RI Joko Widodo saat


mengahadiri acara penanaman kembali kelapa sawit di Sumatra Utara,
memulai pidatonya dengan mengatakan agar masyarakat Sumatra tidak
seperti orang Dompu. “Jangan kayak orang Dompu, saya datang panen raya
jagung malah saya di Demo karena harga jagungnya murah, saya yang tidak
tau apa-apa kok saya yang didemo,” ungkap HBY mengutip pernyataan
Presiden,” bebernya.

Baca : Creative decorating with houseplants, from floor to ceiling

Namun dilain sisi presiden juga mengatakan, jika masyarakat Sumatra ingin
belajar bertani datanglah ke Dompu.

Acara yang dihadiri oleh Kapolda NTB Brigjen. Pol. Drs. Firli, M.Si, Kapolres
Dompu, Sekda dan sejumlah Pejabat Eselon II, III dan VI Lingkup Pemda
Dompu mengatakan, selama ini masyarakat hanya mengenal kata atau
kegiatan panen raya saja. Padahal kalau tidak ada kegiatan tanam maka
tidak akan yang dipenen.
348

“Saya benar-benar menghargai inisiasi Bapak Brigjen Firli (Kapolda, red)


yang telah berani mengambil posisi menanam, karena selama ini orang
tinggal tunggu hasilnya saja untuk menanam,” ungkapnya.

Baca : Kabid TP: Tidak Boleh Ada CPCL Secara Individu

HBY menjalaskan, Daerah Tolokalo dan sekitarnya, beberapa puluhan tahun


yang lalu merupakan daerah transmigrasi, namun ditinggalkan oleh warga
transmigrasi karena beberapa tahun dikelola tidak memberikan hasil.

Namun sejak tahun 2010 lalu, laha n yang diterlantarkan itu, kini menjadi
rebutan bahkan menjadi rebutan yang menimbulkan perkelahian antara
masyarakat Desa O’O, Madaprama, Soriutu, Ta’a dan Kempo.

“Kanapa menjadi rebutan, karena dulunya tanah yang tidak memberi apa-
apa, tiba-tiba bisa memberi uang puluhan juta perhektarnya,” ungkap HBY.
(Fajar

TAMBAH DARI PMI, INI 23 PENGHARGAAN BUPATI


DOMPU
349

Bupati Dompu H. Bambang menerima penghargaan dari Plh Ketua PMI


Pusat. (Foto: Humas/Dompu)

DOMPUKAB.GO.ID – Dari tahun 2010, Kabupaten Dompu mulai nampak


adanya geliat pembangunan. Baik dari sektor pembangunan infrastruktur
sarana dan prasarana maupun kemajuan ditingkat kesejahteraan rakyatnya.
350

Pembangunan yang terus menerus dilakukan pemerintah mampu


melambungkan nama daerah ini di tingkat Nasional, sehingga menumbuhkan
semangat dari warga untuk mengakui “Bangga Menjadi Orang Dompu”.
Citarasa kebanggaan sebagai orang Dompu terbentuk sejak Bumi Nggahi
Rawi Pahu dimpimpin Drs. H. Bambang M. Yasin dengan menghadirkan
Program PIJAR yang bermetamorfosis menjadi TERPIJAR (Tebu, Sapi,
Jagung dan Rumput Laut).
Program unggulan daerah ini, benar-benar hebat membangun kesejahteraan
rakyat dan berdampak positif pada bidang pembangunan lainya. Hebatnya
Terpijar membangun Dompu, karena pemerintah fokus ingin meningkatkan
perekonomian rakyat.
Alhasil, Terpijar kini terbukti menjadi lokomotif pembangunan daerah
ini.Keberhasilan Pemda Dompu membangun ekonomi rakyat, terus
mendapatkan pengakuan dari pemerintah atasan bahkan pihak swasta
dengan diberikannya berbagai penghargaan kepada Bupati sebagai
motivator pembangunan, khususnya melalui Program Penanaman Jagung.
Sejak memimpin Dompu di Tahun 2010 lalu, sudah 22 penghargaan yang
diterima Sang Profesor Jagung. Kini, pundi-pundi penghargaan tersebut
bertambah satu lagi setelah HBY (sapaan akrab Bupati Dompu, red)
menerima penghargaan dari Palang Merah Indonesia karena mampu
menggerakkan dan membina masyarakat tangguh bencana melalui berbagai
kegiatan upaya pengurangan resiko berbasis masyarakat dinilai berjalan
dengan baik, (salah satunya bencana kemiskinan yang sudah dapat diatasi
melalui Program Terpijar).
Pengharagaan tersebut diserahkan langsung oleh Plh Ketua Umum PMI
Pusat Ginandjar Kartasasmita kepada Bupati Dompu pada acara
Pembukaan kegiatan Temu Sukarelawan Siaga Bencana Berbasis
351

Masyarakat (Temu Sibat) di Bumi Perkemahan Gunung Pancar, Sentul –


Kabupaten Bogor, Minggu (17/9/2017).
“Semoga penghargaan ini dapat menjadi motivasi bagi kita masyarakat
Dompu dan jangan berpuas diri, tapi mari terus berinovasi dan berlomba ke
hal yang positif dengan bekerja dan bekerja dalam membangun daerah
menjadi kabupaten yang maju sejahtera dan religus,” ungkap H. Bambang
sembari menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi untuk daerah ini.
Inilah daftar penghargaan Bupati Dompu Drs. H. Bambang M. Yasin dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2017 :
1. Penghargaan Bebas Buta Aksara dari Gubernur NTB tahun 2010.
2. Penghargaan Bidang Ketahanan Pangan karena dinilai mampu
meningkatkan produksi pertanian/beras diatas 5 porsen dari Presiden tahun
2010.
3. Penghargaan Bidang Kehutanan dari Gubernur NTB tahun 2012.
4. MAI AWARD Bidang Pangan Produksi Jagung dari Masyarakat Agro
Industri/Bisnis Indonesia tahun 2013.
5. Penghargaan Manggakala Karya Kencana, Bidang Kependudukan dan
Keluarga Berencana dari Presiden RI tahun 2013.
6. Penghargaan atas Penerbitan Perda, Peraturan Bupati Pemberian Akta
Kelahiran Gratis / Bebas Biaya dan Melaksanakan Program-Program yang
Inovatif dalam upaya percepatan kepemilikan akta kelahiran Kategori
Pratama dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak RI tahun 2013.
352

7. Penghargaan atas Penyelenggaraan Paket Acara Khusus Anjungan


Daerah NTB dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 2014.
8. Penghargaan Stakeholder Kunci Dalam Rangka Pemilu Anggota DPR,
DPD dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dari KPU tahun
2014.
9. Penghargaan Percepatan Penerapan Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) dari Gubernur tahun 2014.
10. Penghargaan atas Dukungan Mensukseskan Peringatan Dua Abad
Meletusnya Gunung Tambora 1815-2015 “TAMBORA MENYAPA DUNIA”
dari Gubernur tahun 2015.
11. Penghargaan dari Musium Rekor Indonesiatas atas Pawai Budaya Rimpu
dengan peserta terbanyak se-Indonesia tahun 2015.
12. Penghargaan Program Penempatan SGI Angkatan VI dari Sekolah Guru
Indonesia Dompet Dhuafa tahun 2015.
13. Penghargaan 10 Bupati Terbaik se-Indonesia versi JawaPost Group dari
JawaPost Group tahun 2016.
14. Penghargaan sebagai Pembina Seni Budaya dan Pariwisata Daerah dari
Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia (LKNI) Pusat tahun 2016.
15. Penghargaan Satyalancana Pembangunan Bidang Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga dari Presiden Tahun 2016.
16. Peghargaan Perpuseru dalam membangun kualitas sumber daya
Manusia melalui Transformasi Perpustakaan dari Kementerian Dalam Negeri
tahun 2016.
353

17. Penghargaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) karena


telah Menjamin Rakyat Sehat dan Sejahtera melalui Integrasi Jamkesda
dalam Program JKN-KIS tahun 2016.
18. Penghargaan Indonesia Ministers Awards of Excellene 2016 sebagai
Tokoh Inovatif Positif Dalam Perkembangan Pembangunan Daerah yang
mempengaruhi Perkembangan Perekonomian Nasional dari 7Media dimotori
Trans Corp yang didukung Kementerian Dalam Negeri, Pariwisata,
Perindustrian, Kominfo, BUMN, Pendidikan dan Kementerian Perdagangan
tahun 2016.
19. Penghargaan Wahana Tata Nugraha dari Menteri Perhubungan Republik
Indonesia tahun 2017 karena telah mampu menata transportasi publik
dengan baik yang beraspek penataan transportasi berkelanjutan dan
berbasis kepentingan publik serta ramah lingkungan.
20. Penghargaan Bupati Terbaik I (satu) sebagai Kabupaten Paling
Akselerasi dari Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2017.
21. Penghargaan dari Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia
(MPPI) Award 2017 atas prestasi dan partisipasi dalam membangun
perbenihan dan perbibitan Indonesia kategori pelestarian Plasma
Nutfah/Penggerak Industri perbenihan/Perbibitan Nasional, di Pekan
Nasionak Kontak Tani Nelayan Andalan di bulan Mei 2017.
22. Lagi, Penghargaan Indonesia Ministers Awards of Excellene 2017
sebagai Tokoh Inovatif Positif Dalam Perkembangan Pembangunan Daerah
yang mempengaruhi Perkembangan Perekonomian Nasional dari 7Media
dimotori Trans Corp yang didukung Kementerian Dalam Negeri, Pariwisata,
Perindustrian, Kominfo, BUMN, Pendidikan dan Kementerian Perdagangan
tahun 2017.
354

23. Penghargaan dari Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat sebagai


Penggerak dan Pembina Masyarakat Tangguh Bencana Tahun 2017.
Diberikan pada acara Pembukaan kegiatan Temu Sukarelawan Siaga
Bencana Berbasis Masyarakat (Temu Sibat) di Bumi Perkemahan Gunung
Pancar, Sentul – Kabupaten Bogor, Minggu (17/9/2017).
Sejumlah penghargaan yang diterima pemimpin daerah ini, semoga menjadi
semangat dan kebanggaan untuk membangun diri, keluarga dan daerah,
bahkan bangsa dan negara ke arah yang lebih maju. (HUMAS

SEJARAH & CIRI KHAS DOU DOMPU

Mengingat Momentum hari jadi Dompu yang ke 198, tentunya semua masyarakat
Dompu menginginkan Dompu yang akan lebih baik lagi dari tahun-tahun
sebelumnya, terutama dalam moment bersejarah ini Pemerintah Kabupaten Dompu
mulai dari masyarakat dan berbagai instansi daerah sampai Kepala Daerah
mengharapkan hal yang sama, bagaimana Dompu kedepan lebih maju dan
berkembang sesuai dengan harapan dan keinginan bersama.

Dalam tulisan penulis kali, berkaitan moment Hari jadi Dompu yang ke 198, tentunya
kita semua akan kembali mengingat sejarah peradaban Dou Dompu pada masa
dulu (masa Kerajaan sebagai moment yang bersejarah) yang wajib kita ingat dan
355

hargai apa yang menjadi buah budaya yang positif untuk daerah Dompu yang kita
cintai bersama ini.

Dengan moment hari jadi Dou Dompu diatas ingin penulis mengingatkan kembali
bagaimana peradaban Dou Dompu atau ciri khas Dou Dompu yang sebenarnya,
baik dari segi kata, prilaku ,dan maupun dari pekerjaan. ciri khas dou Dompu pada
jaman dulu yang sampai sekarang kadang masih ada dan kadang sudah mulai
dilupakan/(luntur) ditengah peradaban jaman sekarang ini. Beberapa ciri khas Dou
Dompu dulu yaitu antara lain:

KALEMBO ADE/LEMBO ADE

Kata Kalembo Ade merupakan kata dari turun termurun yang digunakan oleh
orang-orang dompu pada masa jaman dulu dan sampai sekarang kata Kalembon
Ade masih dibudayakan oleh masyarakat Dompu pada umumnya. Kata Kalembo
Ade biasanya digunakan oleh orang-orang Dompu dulu dalam hal memberikan
ketabahan dan kesabaran disetiap masalah yang dihadapi oleh orang yang
mengalami masalah, agar teman, sahabat, keluarga maupun orang lain yang
mengalami dalam masalah tersebut dikuatkan melalaui kata Kalembo Ade. Orang-
orang diluar daerah dompu pun sudah mengenal dan tau kata kalembo Ade yang
sering diucapkan oleh teman-temanya orang Dompu.

Di ambil dari tulisan Guru Toi Akhdiansyah S.Hi dari blognya yang judul tulisannya
“Kalembo Ade”. Kalembo ade secara literlek kata perkata maka akan bermakna
"Ka=Mohon Lembo= Lapangkan Ade= hati), dengan demikian secara teks maka
bisa di definisikan menjadi "Mohon Kelapangan dada", akan tetapi secara definitf
qualitatif kata Kalembo Ade bisa bermakna sangat luas dan multi definitif, bisa
356

mohon maaf atas keadaan yang minim, ketika anda bertamu di rumah kerabat dou
dompu - bima, disisi lain bisa bermakna menghibur bagi kerabat atau keluarga yg
tengah menghadapi musibah atau cobaan, bahkan tak segan segan orang bima -
dompu menyampaikankata ini sebagai kata pamungkas perpisahan setelah
menjamu tamu tamu yang datang dihajatan, acara budaya, bahkan diruang tamu
sendiri..

Sungguh kita memiliki satu kearifan yang tulus dan indah, kearifan ini adalah
warisan masa lalu yang kinds dan mulia, di satu sisi simbol kalembo ade adalah
cerminan "brotehhood" rasa persaudaraan yang tidak ada sekat baik suku, agama,
ras bahkan golongan,, kata kata ini bisa diterima dan diucapkan oleh dan untuk
siapa saja, tidak harus pejabat, tua, muda, bangsawan, proletar, agamawan atau
budayawan, maka tetap "magic word" ini sebagai simbol yg harus disambut sebagai
untaian spirit persaudaraan dengam siapa saja dimuka bumi ini.( www.guru-toi.net)

NGGUSU WARU

Pada masa pelantikan Sultan Pertama Kerajaan Dompo dulu tanggal 24 September
1545, petinggi-petinggi kerajaan dulu melahirkan konsep Kriteria Kepemimpinan
Kerajaan Dompo yang memiliki Dou Ma Nggusu Waru didalam menjalankan
pemerintahan kerajaan dulu. Nggusu waru merupakan sebagai syarat utama yang
harus dimiliki oleh calon raja. Ciri khas Dompu yang satu ini merupakan suatu
bentuk yang harus diketahui dan dimiliki oleh masyarakat Dompu, supaya
masyarakat tidak salah menilai dan memilih pemimpinnya yang akan membawa
perubahan kearah yang lebih baik, yaitu pemimpin yang benar-benar Dou Ma
Nggusu Waru dan menjunjung tinggi nilai-nilai Ma Nggahi Rawi pahu.

Merujuk dalam Tulisan Guru Toi Akhdiansyah, S.Hi Nggusu Waru merupakan
filosofi kepemimpinan Dou Dompu, sebagai perangkat nilai, piker dan tindak. Maka
357

Nggusu Waru menitipkan delapan prinsip nilai kepemimpinan Dou Dompu antara
lain yaitu : (1). Dou Ma To’a diruma labo Rasul; artinya orang yang taat kepada
Tuhannya dengan menjalankan pemerintah dan larangannya serta orang yang mau
mengikuti sunnah Rasulnya. (2). Dou Ma Loa Ra Bade; artinya cerdas dan bijak (3).
Dou Mambani Ro Disa; gagah berani (4). Ma Bisa Ra Guna; Mbawa dan
Kharismatik (5). Ma Tenggo Ra Wale; Kuat dan gigih. (6). Mantiri Nggahi Ra
Kalampa/Mandinga Nggahi Rawi Pahu; Jujur sesuai tutur kata dan perbuatannya
(7). Mantiri fiko Ra Paresa ; Adil dan seksama. (8). Londo Dou Ma Taho; Keturunan
orang yang baik.

(http:langgusuwaru.blogspot.com/2009/08/delapan-8-ciri-kepemimpinan-dou-
mbojodompu.haml)

NGGAHI RAWI PAHU

Kata Nggahi Rawi Pahu merupakan kata ciri khas Dou(orang) Dompu yang sudah
dijadikan sebagai Motto Daerah Dompu sejak jaman dulu sejak terbentuknya
Kesultanan pertama 1545 dan sampai peresmian Daerah Dompu dengan
mengangkat dan menjadikan Bupati pertama pada tanggal 12 Sepetember 1947
yang silam, mulai saat itu pula kata Nggahi Rahi Pahu dijadikan sebagai motto
Daerah. Nggahi rahi pahu merupakan Falsafa daerah yang diciptakan oleh orang-
orang Dompu dulu, yang sampai sekarang Kata Nggahi Rawi pahu dibumikan oleh
Masyarakat dan pemerintah Kabupaten Dompu sebagai ciri khas Daerah yang
memiliki makna yang sangat dalam bila kita mengkajinya.

Arti yang sebenarnya dari kata Nggahi Rawi pahu adalah pertama, (Ngghi). Nggahi
yang artinya bilang/mengatakan sesuatu apa yang dipikirkan dan apa yang dilihat
358

yang keluar dari mulut seseorang. Kedua, Rawi; kata Rawi yang artinya
“perbuatan/sikap” seseorang yang hasil dari apa yang mereka katakana terus yang
dapat diaplikasikan langsung melalui sikap atau perbuatan seseorang. Dan yang
ketiga, Pahu; kata pahu yang maknanya “bentuk/wujud” atau bukti nyata dari apa
yang dikatakan/bicarakan dan langsung dilakukan dengan
sikap/perbuatan,sehingga tidak sia-sia apa yang mereka katakana dihadapan orang
lain.

RIMPU MPIDA

Dalam konteks “Rimpu mpida” yang menjadi adat istiadat bagi kaum hawa , baik itu
tua maupun yang muda dan remaja yang baru aqil balik, bahwa apabila keluar dari
rumah maupun berada dalam rumahnya, mereka akan takut dan malu ketika
mereka melepas rimpu mereka. Pada zaman dulu Rimpu Mpida merupakan tradisi
budaya yang patut diikuti dan dikembangkan oleh generasi-generasi Dompu-Bima
sebagai bentuk cintanya terhadap budaya dan daerahnya.

Rimpu Mpida juga sebagai cermin masyarakat Dompu-Bima yang menjunjung tinggi
nilai-nilai yang terkadung dalam keislaman, dan selain itu juga untuk melidungi diri
ketika berada diluar rumah tapi sekarang seiring perkembangan Zaman, Rimpu
Mpida sudah jarang ditemukan, ya bisa dilihat yang memakai rimpu pada saat
moment-moment tertentu saja (pada saat perayaan harla Dompu maupun Bima
atau acara perayaaan acara budaya).

SANTABE
359

Kata Santabe yang artinya “permisi”. Setiap orang yang mau lewat dihadapan
orang-orang duduk dan ngumpul maka kata Santabelah yang harus kita sapa
sebabagai bentuk tradisi budaya yang saling menghargai orang lain. Dengan kata
(bahasa) Dompu yang laian yaitu “Roi Ra Ka Co’i Angi” merupakan budaya yang
diterapkan oleh orang-orang jaman dulu, yang artinya “saling Menghargai antara
satu sama lainya melalu sikap,sapa, tutur kata dan menghargai dari bebagai bentuk
perbedaan”. Dari kata Ra ka Co’i Angi sudah tak asing lagi ditelinga masyarakat
Dompu, dan kalau kita melihat diera kekinian, Roi Ka Co’i Angi sudah mulai hilang
diperadaban jaman modern sekarang, karena memang Budaya asli Dou Dompu
pelan-pelan sudah mulai terkikis dengan adanya pengaruh budaya-budaya orang
luar, sehingga apa yang menjadi ciri khas Dou Dompu dengan budaya saling Roi ra
Ka Co’i Angi sudah tak terlihat lagi yang diterapkan oleh orang-orang Dompu
sekarang ini, terutama remaja dan pemuda yang notabenya sebagai generasi
penerus dan pelurus yang mewarisi dan mentranformasikan tradisi budaya daerah.

Karena memang salah satu budaya yang ini merupakan ciri khas Dou Dompu yang
patut kita budayakan sebagai masyarakat yang tau akan sejarah budaya dou
Dompu. Dari penilaian orang luar daerah Dompu yang mencari nafkah dan sudah
menetap tinggal di Dompu, bahwa orang-orang Dompu cukup prulalis, egaliter
terhadap orang-orang luar daerah yang masuk dan tinggal di Dompu. “Orang
Dompu yang menghargai dan mengedepankan sikap tolong menolong antara
sesama”.

Semoga tulisan ini bermanfaat buat pembaca lebih-lebih buat masyarakat Dompu
pada umumnya untuk dijadikan sebagai inrformasi dan pengetahuan tentang
peradaban Dou Dompu yang patut kita jaga dan lestarikan diera modern ini. Sebab
kemajuan sebuah Daerah dilihat bagaimana mereka mengingat dan melestarikan
budaya Daerah sebagai bentuk nilai kearifan local yang coba orang-orang terdahulu
360

bangun dengan tujuan untuk mernciptakan masyarakat yang aman, adil dan
makmur… semoga Dou Dompu tetap mengingat sejarah untuk dijadikan sebagai
pedoman pada peradaban jaman sekarang…Amin…!

KEBANGKITAN PEMUDA di Dompu 21.40

“Nggahi Rawi Pahu”


7 Mei 2016 16:49 Diperbarui: 7 Mei 2016 16:54 211 0 0

Disetiap daerah memiliki motto atau semboyan daerah masing-masing,


dimana kata “Nggahi Rawi Pahu” ini juga merupakan ciri khas orang Dompu
yang sudah dijadikan sebagai semboyan daerahnya sejak jaman dulu.
Nggahi rawi pahu merupakan falsafah daerah yang diciptakan oleh orang-
orang Dompu dulu, yang sampai sekarang Kata Nggahi Rawi Pahu
dibumikan oleh Masyarakat dan pemerintahan Kabupaten Dompu itu sendiri
sebagai ciri khas Daerahnya. Diamana kata tersebut memiliki makna yang
sangat dalam bila kita mengkajinya.

Kata nggahi rawi pahu ini merupakan motto dari Masyarakat Dompu, dimana
kalau kita mengkaji kata tersebut akan menimbulkan makna yang sangat
dalam, dari adanya motto tersebut juga diharapkan kepada Masyarakat
Dompu mereka diusahakan membicarakan atau melakukan suatu perbuatan
dan dimana perbuatan tersebut harus diwujudkan, jadi tidak hanya asal
berbicara saja seperti istilah yang sekrang ini.

Arti kata Nggahi Rawi Pahu ini yang sebenarnya adalah pertama(nggahi).
Nggahi yang artinya bilang/mengatakansesuatu apa yang dipkirkan dan apa
yang dilihat yang keluar dari mulut seseorang. Kedua,rawi kata yang artinya
“perbuatan/sikap” yang hasil dari apa yang mereka katakana terus yang
361

dapat diaplikasikan langsung melalui sikap dan perbuatan seseorang. Dan


yang ketiga,pahu kata pahu yang maknanya “bentuk/wujud” atau bukti nyata
dari apa yang dikatakan/bicarakandan langsung dilakukan dengan
sikap/perbuatan, sehingga tidak sia-sia apa yang mereka katakana
dihadapan orang lain.(1)

Jadi Masyarakat Dompu harus berpegang teguh sama motto daerahnya


tersebut diamanapun mereka berada baik berada didalam daerahnya sendiri
maupun diluar daerahnya mereka harus menajalankannya. Dalam
berbicarapun harus sesuai dengan kenyataanya agar orang lain tidak
menggap remeh terhadap apa yang kita bicarakan.

Sumber :

 https://kebangkitanpemudadompu.blogspot.co.id/2013/07/sejarah-ciri-
khas-dou-dompu.html

DAFTAR ISI
1.Asal-usul kerajaan Dompu 1- 6
2.Terbentuknya Kerajaan Dompu 7 - 14
3.Leluhur Sangaji Dompu 15 - 28
4.Sangaji Dompu 29 - 65
5.Susunan ORGANISASI Pemerintahan KESULTANAN
Dompu 66 - 95
362

6.Agama,suku,dan bahasa masyarakat Dompu 96 - 106


7.Suku DOMPU 107 -112
8.Masuknya ISLAM di DOMPU 113 119
9.Penyebar Islam di Dompu 120 162
10.Idul Fitri Ala Sultan Dompu 163 - 166
11.Karo’a Pidu 167 176
12.Kerajaan-kerajaan lain diluar Dompu 177 -180
13.10-11 April Letusan Tambora dan Hari Jadi Dompu 181 227
14.Dari kontrak panjang hingga musnahnya istana dari
Rakyat 228 – 247
15.Tambora menyapu dunia 248 – 253
16.KESULTANAN Dompu 1905-1945 254 – 261
17Perang Sori Utu 262 267
18.Sejarah bergabungnya Dompu dengan NKRI 268 275
19.BO Dana Dompu 276 320-
20.Terbentuknya Kabupaten Dompu 321 - 325
20Tambora menyapa Dunia
363

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.Dimas Wisnu Mahendra ,Letusan Gunung Tambora
Hari jadi Dompu Bou
2.Dompu Kab.go.id. Sejarah Terbentuknya Kabupaten
Dompu
3.Dompu Bicara ,Penetapan Hari Jadi Dompu Sarat
kepentingan,1815 sebagai jalan tengah
364

4.HR. M.Agus Suryanto ,Karo’a pidu


5.Israil M.Saleh ,Sekitar kerajaan Dompu
6.Kisman Pangeran ,Dari Kontrak Panjang Hingga
Musnahnya Istana dar Rakyat
7.Manggaukang Raba dan Mars Ansory
Wijaya,Dompu Dulu,Kinidan Esok
8.Muhammad Faisal ( Uma Seo ) Kambali Dompu
Mantoi
9.Muslimin Hamzah ,Syeh Abdul Gani
10.Nurhaidah Saraila ,Mawa’a Haba ,BO DANA
DOMPU
11.Nurahman Isa Drs.Sejarah kesultaan Dompu 1905-
1945
12.Proto Malayan ,SUKU DOMPU NTB
13.Syarifuddin ,Situs Wadu Nocu Saneo
365

14.Qifyanrahman ,Dompu 1815.

Anda mungkin juga menyukai