Laporan Kasus Stroke Hemoragik Jesika Wulandari
Laporan Kasus Stroke Hemoragik Jesika Wulandari
CEREBROVASCULAR DISEASE
(STROKE HEMORAGIK)
Penulis :
Jesika Wulandari
030.10.142
Pembimbing :
RSAL DR MINTOHARDJO
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Sarjana
Pekejaan : Guru
Alamat : Jl. Teratai No 51 Komp Kodam RT 02/06 Kebon Jeruk Jakarta Barat
Agama : Protestan
Tanggal Masuk : 10 Januari 2015
Nomor RM : 12.44.55
Ruang Rawat : P. Numfor kelas III
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Tidak sadar sejak 3 jam SMRS
5. Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak suka makan makanan yang tinggi lemak seperti jeroan, tidak suka
makan makanan asin, pasien tidak merokok dan minum minuman beralkohol.
3. Status Neurologis
A. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
B. Kepala
Bentuk : mesocephali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetri : (+)
C. Leher
Sikap : normal
Pergerakan : dapat digerakkan
E. Nervi kranialis
N. I (Olfaktorius) tidak dilakukan
Subjektif :
Dengan beban :
N.III (Okulomotorius)
Sela mata : 2 cm / 2 cm
Pergerakan bulbus :
Strabismus : (-) / (-)
Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-)
Pupil
Besarnya : 3 mm / 3 mm (isokor)
Bentuknya : bulat / bulat
Refleks cahaya : RCL +/+, RCTL +/+
Refleks konvergensi :
Melihat kembar :
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : tidak dapat dilakukan
Menutup mata : tidak dapat dilakukan
Memperlihatkan gigi : (-) / (+) sudut mulut sebelah kanan turun
Bisul : tidak dapat dilakukan
Perasaan lidah (2/3 depan) : tidak dilakukan
Hiperakusis : tidak dilakukan
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
Refleks patologis
Hoffman – Tromner : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks patologis
Babinski : (+) / (+)
Chaddock : (-) / (-)
Schaefer : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Mendei : (-) / (-)
Bechterew : (-) / (-)
Rossolimo : (-) / (-)
Klonus
Paha : (-) / (-)
Kaki : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
H. Gerak abnormal
Tremor : (-) / (-)
Athetose : (-) / (-)
Mioklonik : (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)
I. Alat vegetatif
Miksi : dengan kateter
Defekasi : baik
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan
J. Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)
Klaudikasio Intermiten
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS +2
Interpretasi : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
Total: +2 → klinis Stroke hemoragik
VII.PLANNING
A. Terapi
IVFD RL 20 tpm
O2 4 L/m
Injeksi citicoline 2x500 mg
Injeksi Phenitoin 3x1 amp dalam NaCL 100cc
Simvastatin 1x80 mg tab
Plasbumin iv 1gr/24 jam, untuk 2 hari
Diet tinggi kalori tinggi protein
Pasang DC dan NGT
Konsul Bedah Saraf
B. Monitoring
Awasi tanda-tanda vital
Intake dan output cairan
VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba, dengan gejala
yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh gangguan
vaskuler (WHO, 2005).
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam
jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan
pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).
Klasifikasi
Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke hemoragik
sendiri diklasifikasikan lagi menjadi pendarahan intraserebral (PIS) sebanyak 15% dan
perdarahan subaraknoid (PSA) sebanyak 5% (Warlow, 2008).
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan
kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik
mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama (Nassisi, 2009)
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20 kasus
per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada
populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001).
Etiologi
1. Hipertensi
2. Amyloid Angiopathy
Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi protein β-amyloid; dapat
berupa perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 10,5%; diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga
imaging seperti CT Scan, MRI, dan juga Angiography.
3. Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan ena; resiko
tahunan perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah,
embolisasi, dan radiosurgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan
angiografi konvensional.
4. Aneurisma intracranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan
pertama, dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan
endovascular coils dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren;
diagnosis berdasarkan imaging sperti MRI dan angiografi.
5. Angioma Kavernosum
Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko
perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau
radiosurgery; diagnosis berdasarkan gambaran MRI.
6. Venous Angioma
8. Neoplasma intracranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome
jangka panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis
berdasrkan gambaran MRI.
9. Koagulopathy
Manifestasi Klinis
Dari semua penyakit serebrovaskular, stroke hemoragik merupakan yang paling dramatis.
Stroke hemoragik mempunyai morbiditas yang lebih parah dibanding dengan stroke iskemik,
begitu juga tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan stroke hemoragik mempunyai
defisit neurologis yang sama dengan stroke iskemik namun cenderung lebih parah (Nassisi,
2008). Beberapa gejala khas terjadinya perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu:
Tekanan darah tinggi yang jauh melampaui level hipertensi kronik yang dialami
pasien, merupakan suatu sangkaan kuat terjadinya pendarahan.
Muntah
Muntah pada saat onset pendarahan intraserebral jauh lebih sering terjadi
dibandingkan pada infark serebral.
Nyeri kepala
Nyeri kepala hebat secara umum terjadi pada perdarahan serebral akibat peninggian
tekanan intrakranial, namun pada 50% kasus sakit kepala absen ataupun ringan.
Kaku kuduk
Kaku kuduk juga sering ditemukan pada perdarahan intraserebral, namun hal ini pun
sering absen ataupun ringan, terutama jika terjadi penurunan kesadaran yang dalam.
Kejang
Kejang yang terjadi biasanya fokal, terjadi pada beberapa hari pertama dari 10%
kasus perdarahan supratentorial. Kejang sering terjadi belakangan, beberapa bulan
bahkan tahun setelah kejadian
Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith (2005) dapat
dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu:
1. Putaminal Hemorrhages
Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke
kapsula interna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada
perdarahan yang ringan, gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi
melantur, dan diikutii melemahnya lengan dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola mata.
Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan kesadaran ke stupor ataupun koma akibat
kompresi batang otak.
2. Thalamic Hemorrhages
Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral
tubuh. Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai
berat akibat kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat
terjadi pada lesi hemisfer dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan.
Hemianopia homonim juga dapat terjadi tetapi hanya sementara.
3. Pontine Hemorrhages
Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga
terjadi rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks gerakan
mata horizontal pada manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik. Kematian juga
sering terjadi dalam beberapa jam.
4. Cerebellar Hemorrhages
Perdarahan serebellar biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala oksipital,
muntah berulang, serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah
lesi, serta paresis saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi
stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
5. Lobar Hemorrhages
Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai
gejala-gejala pada stroke iskemik.
Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang paling sering
dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemorhagik. Adanya darah atau CSF yang
xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi adantara hematom dengan rongga
ventrikular namun jarang pada hematoma lobar atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal
tidak direkomendasikan, karena hal ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya
herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT dan MRI.
Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari PIS non-hipertensif
seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-tempat atipikal
(hemispheric white matter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian penggunaannya
tetap terbatas oleh karena perkembangan imaging otak yang non-invasif (El Mitwalli, 2000)
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus
cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah,
tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
b. Stabilisasi hemodinamik
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan
obat-obat vasopressor.
o Derajat kesadaran
o Keparahan hemiparesis
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading
dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis,
selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya.
Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit.
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun.
Rehabilitasi
Edukasi keluarga.
Discharge planning.
a. Terapi hemostatik
- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang
dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap pengobatan factor VII
replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of Anticoagulation
- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tepat
diikuti dengan coagulation factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya
beberapa jam.
- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparin diberikan
Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi
platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.
- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar disertai
kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi
batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini
mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah
ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global
korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari CSF
dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update: A
Report From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke
Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.
2. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. :
Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available from:
http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.html
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta:
PERDOSSI.
6. Ropper, A.H., Brown, R.H., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th Ed.
New York: McGraw-Hill.
7. Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular Diseases. In:
Kasper, D.L. et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine. New
York: McGraw-Hill, 2372-2392.
8. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo,
Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med
, 344: 19
9. Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., 2008.
Stroke: Practical Management 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing.
10. World Health Organization, 2004. The Atlas of Heart Disease and Stroke. World
Health Organization.
11. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise
Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.