Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENGUKURAN
1.1 PENDAHULUAN
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai suatu proses membandingkan suatu
besaran dengan besaran lain yang sejenis yang telah disepakati sebagai acuan,
misalnya untuk mengukur panjang sebuah pensil digunakan penggaris. Dalam
hal ini, besaran yang dibandingkan adalah panjang dari pensil tersebut.
Sedangkan besaran pembandingnya adalah penggaris. Penggaris merupakan
salah satu alat ukur besaran panjang yang satuannya baku dan telah disepakati.
Bukan hanya dalam ilmu sains, pengukuran baik secara sadar maupun tidak
sadar juga memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, pengukuran adalah suatu aspek matematika yang tidak akan pernah
bisa lepas dari kehidupan manusia. Karena dengan pengukuran ini, pekerjaan
manusia dapat menjadi lebih mudah, tepat guna, efisien karena pengukuran
dapat meminimalisir kerugian atau kehilangan, dan efektif karena dengan
pengukuran yang tepat dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan maksimal.
1.2 DASAR TEORI
Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang
telah ditetapkan sebagai standar pengukuran. Alat bantu dalam proses
pengukuran disebut alat ukur. Alat ukur dalam kehidupan sehari-hari sangat
banyak, misalnya alat ukur panjang (mistas, jangka sorong, dan mikrometer
sekrup), alat ukur massa, alat ukur waktu, dan alat ukur suhu, dll
1.2.1 Alat Ukur
a. Mistar
Mistar atau penggaris adalah alat ukur panjang yang sering
digunakan. Alat ukur ini memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm.
Mistar memiliki ketelitian pengukuran setengah dari skala
terkecilnya yaitu 0,5 mm atau 0,05 cm.

1
2

Gambar 1.1 Cara Pembacaan Pada Mistar


b. Jangka Sorong
Jangka sorong juga merupakan alat pengukur panjang dan biasa
digunakan untuk mengukur diameter suatu benda. Sepuluh skala utama
memiliki panjang 1cm sedangkan 10 skala nonius memiliki panjang 0,9 cm.
Jadi beda satu skala nonius dengan satu skala utama adalah 0,1cm – 0,9cm
= 0,01cm. Nilai tersebut menunjukkan ketelitian jangka sorong. Sedangkan,
ketidakpastian jangka sorong adalah ½ x 0,01 = 0,005cm

Gambar 1.2 Jangka Sorong


c. Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup biasa digunakan untuk mengukur benda-benda yang
tipis, seperti tebal kertas dan diameter rambut. Mikrometer sekrup terdiri
atas dua bagian, yaitu selubung dalam (poros tetap) dan selubung luar
(poros ulir). Skala panjang pada poros tetap merupakan skala utama,
sedangkan pada poros ulir merupakan skala nonius. Skala utama
mikrometer sekrup mempunyai skala dalam mm, sedangkan skala
noniusnya terbagi dalam 50 bagian. Satu bagian pada skala nonius
mempunyai nilai 1/50 × 0,5 mm atau 0,01 mm. Jadi, mikrometer sekrup
memiliki ketelitian yang lebih tinggi dari dua alat yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu 0,01 mm atau 0,001 cm. Ketidakpastiannya adalah 0,005
mm atau 0,0005 cm.
3

Gambar 1.3 Mikrometer Sekrup


1.3 TEMPAT DAN WAKTU PRAKTIKUM
Hari/Tanggal : Jumat, 06-Desember-2019 & Minggu, 08-Desember-2019
Waktu : Pukul 15.00-17.00 WIB & Pukul 08.00-11.00 WIB
Tempat : Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Muhammadiyah Palangka
Raya dan Lapangan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya
1.4 ALAT DAN BAHAN
1.4.1 Alat
1. Mikrometer Sekrup
2. Jangka Sorong
1.4.2 Bahan
1. Tabung (Baterai)
2. Kubus (Rubik)
3. Bola (Kelereng)
4. Lahan berupa lapangan
1.5 PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Mengukur ketebalan kubus (rubik) dengan menggunakan jangka sorong;
2. Mengukur diameter bola (kelereng) dengan menggunakan mikrometer sekrup;
3. Mengukur diameter dan tinggi tabung (baterai) dengan menggunakan mikro-
meter sekrup
4. Mengukur diameter dan tinggi tabung (baterai) dengan menggunakan mikrometer
sekrup dan jangka sorong;
4

N = w × cos 𝛼 = 1,2057 × 0,8454 = 1,0194 N


1. Perhitungan Permukaan Keramik :
h 23,8
Sin 𝛼 = = = 0,476
l 50
Cos 𝛼 = (arc sin 𝛼) = 0,8795
f = w × sin 𝛼 = 1,2057 × 0,476 = 0,5739 N
N = w × cos 𝛼 = 1,2057 × 0,874 = 1,0604 N
3.6.2 Perhitungan Koefisien Gesekan Statis Antara Balok dengan Permukaan Balok
1. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Ampelas
f 0,9308
μ= = = 1,2147
N 0,7763
2. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Kayu
f 0,6703
μ= = = 0,6688
N 1,0021
3. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Kaca
f 0,6438
μ= = = 0,6316
N 1,0192
4. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Keramik
f 0,5739
μ= = = 0,5412
N 1,0602
3.7 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.7.1 HASIL
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil antara lain sebagai berikut
:
5

Tabel 3.1 Tabel Hasil Percobaan Gaya Gesek


w Jenis h Sin 𝜶 = Cos 𝜶 = f=w× N=w
(Berat Permukaan (cm) h/l arc-1 sin 𝜶 × cos 𝜶
Balok)
1,2057 N Ampelas 38,6 0,772 0,6356 0,9308 0,7663
1,2057 N Kayu 27,8 0,556 0,8312 0,6704 1,0022
1,2057 N Kaca 26,7 0,534 0,8455 0,6438 1,0194
1,2057 N Keramik 23,8 0,476 0,8795 0,5739 1,0604
Tabel 3.2 Tabel Perhitungan Koefisien
Jenis Permukaan f = w × sin 𝜶 N = w × cos 𝜶 𝝁=f/N
Ampelas 0,9308 0,7763 1,2147
Kayu 0,6703 1,0022 0,6689
Kaca 0,6438 1,0194 0,6316
Keramik 0,5739 1,0604 0,5412
3.6.2 PEMBAHASAN
1. Pada jenis permukaan ampelas, balok gesekan meluncur dari ketinggian bidang
miring setinggi 38,6 cm. Hal ini membuktikan jenis permukaan ampelas cukup
kasar karena diperlukan ketinggian yang lebih banyak. Kemudian didapatkan
hasil-hasil perhitungan lainnya, hingga pada koefisien gesek yaitu sebesar
1,2147.
2. Pada jenis permukaan kayu, balok gesekan meluncur dari ketinggian bidang
miring setinggi 27,8 cm. Hal ini membuktikan jenis permukaan kayu lebih halus
dibandingkan ampelas. Setelah didapatkan hasil-hasil perhitungan lainnya,
didapatkan koefisien gesek yaitu 0,6688.
3. Pada jenis permukaan kaca, balok gesekan meluncur dari ketinggian bidang
miring 26,7 cm. Lebih halus dan licin daripada ampelas dan kayu. Kemudian
didapatkan hasil-hasil perhitungan yang lainnya, hingga didapatkan koefisien
gesek sebesar 0,6316.
4. Pada jenis permukaan keramik, balok gesekan meluncur dari ketinggian bidang
miring 23,8. Lebih pendek dibandingkan dengan jenis permukaan yang lain,
berarti keramik lebih halus dan licin
BAB II
MASSA JENIS BENDA PADAT
2.1 PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan berbagai
macam benda yang selalu kita gunakan untuk menunjang segala aktivitas
kita. Tapi tahukah kita bahwa setiap benda itu memiliki massa jenis yang
berbeda antara satu dan yang lainnya. Massa jenis merupakan nilai yang
menunjukkan besarnya perbandingan antara massa benda dengan volume
benda tersebut, massa jenis suatu benda bersifat tetap artinya jika ukuran
dan bentuk benda diubah massa jenis benda tidak berubah. misalnya
ukurannya diperbesar sehingga baik massa benda maupun volume benda
makin besar. Walaupun kedua besaran yang menunjukan ukuran benda
tersebut makin besar tetapi massa jenisnya tetap, hal ini disebabkan oleh
kenaikan massa benda atau sebaliknya kenaikan volume benda diikuti
secara linier dengan kenaikan volume benda atau massa benda.
Untuk menentukan volume benda dapat dilakukan dengan berbagai cara
sesuai dengan bentuk bendanya. Untuk benda yang beraturan bentuknya
dapat dilakukan dengan rumusan yang sesuai. Sedangkan untuk benda
tidak beraturan pengukuran volume dilakukan dengan cara memasukkan
benda tersebut kedalam gelas ukur yang di isi dengan air dengan volume
tertentu,kemudian diamati selisih volumenya. Selisih volume tersebut
adalah volume benda yang dimasukkan ke dalam gelas ukur. Setelah itu
dapat dihitung berapa massa jenis benda dengan rumusan massa benda
dibagi volume benda.
2.2 DASAR TEORI
Massa jenis adalah besaran khas yang menyatakan jenis suatu zat. Suatu
zat yang sejenis walaupun ukuran dan massa bendanya berbeda, massa
jenisnya tetap sama. Massa jenis 1 gram besi sama dengan massa jenis 1
kg besi. Sebaliknya, dua zat yang jenisnya berbeda pasti memiliki jenis
yang berbeda.
Massa jenis suatu zat (ρ) adalah massa zat (m) dibagi dengan
volumenya (v) :
6
7

𝑚
𝜌 =
𝑣
Suatu massa jenis dalam SI adalah kg/m3 atau kg.m-3. Satuan massa jenis
yang sering digunakan adalah g/cm3, dimana : 1 g/cm3 = 1000 kg/m3
2.3 TEMPAT DAN WAKTU PRAKTIKUM
Hari/Tanggal : Jumat, 06-Desember-2019
Waktu : Pukul 15.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Muhammadiyah
Palangka Raya
2.4 ALAT DAN BAHAN
2.4.1 Alat :
1. Neraca
2. Mikrometer sekrup
3. Jangka sorong
4. Gelas ukur
2.4.2 Bahan :
1. Kubus (Rubik)
2. Tabung (Baterai)
3. Bola (Kelereng)
4. Benda dengan bentuk tidak teratur (Batu)
5. Air
2.5 PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Menimbang benda padat berturut-turut : kubus, bola (kelereng), tabung
(baterai), dan benda padat dengan bentuk tidak beraturan (batu) menggunakan
neraca untuk mengetahui massanya;
2. Mengukur volume benda padat dengan bentuk tidak beraturan menggunakan
gelas ukur yang berisi air;
3. Mengukur panjang, lebar, dan tinggi kubus (rubik) menggunakan jangka
sorong;
4. Mengukur tinggi dan diameter dari benda bentuk tabung (kelereng)
menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup;
8

5. Mengukur diameter bola (kelereng) dengan menggunakan mikrometer


sekrup. Agar mendekati cara pengukuran yang tepat, usahakanlah
menempatkan bola persis di tengah-tengah kedua rahang mikrometer sekrup;
6. Menghitung volume seluruh benda padat menggunakan rumus;
7. Mencatat semua hasil pengukuran dan perhitungan.
2.6 PERHITUNGAN
2.6.1 Perhitungan Volume Benda
1. Volume Bola
1
V = 6 ×π.D3
1
= 6 × 3,14 × 1,6043

= 2,1596 cm3
2. Volume Kubus
V=p×l×t
= 5,49 × 5,49 × 5,49
= 165,4691 cm3
3. Volume Silinder
Diketahui diameter = 1,335 cm
D 1,335
Jari jari (r) = 2 = = 0,6675 cm
2
V = π × r2 × t
= 3,14 × 0,66752 × 4,54
= 6,3516 cm3
4. Volume Batu
V = (Volume air + batu) – (Volume air mula-mula)
Diketahui : volume air mula-mula = 60 ml
Volume air setelah ditambah batu = 65 ml
Maka, V = 65 ml – 60 ml = 5 ml = 5 cm3
2.6.2 Perhitungan Berat dan Massa Jenis
g = 10 m/dt2 dikonversi menjadi 1000 cm/dt2
1. Berat dan Massa Jenis Bola (Kelereng)
w = m.g
9

= 5,65 . 1000
= 5650 gram-cm/dt2
𝑚 5,65
ρ= = = 2,6162 gr/cm3
𝑣 2,1596

2. Berat dan Massa Jenis Kubus (Rubik)


w = m.g
= 55,2 . 1000
= 55.200 gram-cm/dt2
𝑚 55,2
ρ= = = 0,3335 gr/cm3
𝑣 165,4691

3. Berat dan Massa Jenis Tabung (Baterai)


w = m.g
= 17,1 . 1000
= 17.100 gram-cm/dt2
𝑚 17,1
ρ= = = 2,6922 gr/cm3
𝑣 6,3516

4. Berat dan Massa Jenis Benda Abstrak (Batu)


w = m.g
= 1 . 1000
= 1000 gram-cm/dt2
𝑚 1
ρ= = = 0,2 gr/cm3
𝑣 5
2.7 HASIL DAN PEMBAHASAN
2.7.1 HASIL
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Setelah ditimbang pada neraca, didapatkan massa bola (kelereng) seberat
5,65 gram. Kemudian dilakukan pengukuran dan perhitungan untuk
mendapatkan diameter (menggunakan mikrometer sekrup), volume, berat,
serta massa jenis kelereng. Sehingga didapatkan diameter kelereng 1,604
cm, volume kelereng 2,1596 cm3, berat kelereng 5.537 gram-cm/dt2, dan
massa jenis kelereng 2,6162 gr/cm3.
2. Setelah ditimbang pada neraca, didapatkan massa kubus (rubik) seberat
55,4 gram. Kemudian dilakukan pengukuran dan perhitungan untuk
10

mendapatkan panjang, lebar, tinggi (menggunakan jangka sorong),


volume, berat, dan massa jenis rubik. Sehingga didapatkan panjang, lebar
dan tinggi rubik 5,49 cm, volume rubik 165,4691 cm3, berat rubik 55.200
gram-cm/dt2, dan massa jenis rubik 0,3335 gr/cm3.
3. Setelah ditimbang pada neraca, didapatkan massa tabung (baterai) seberat
17,1 gram. Kemudian dilakukan pengukuran dan perhitungan untuk
mendapatkan diameter (menggunakan mikrometer sekrup), tinggi
(menggunakan jangka sorong), volume, berat, serta massa jenis baterai.
Sehingga didapatkan diameter baterai 1,335 cm, tinggi baterai 4,54 cm,
volume baterai 6,3516 cm3, berat baterai 17.100 gram-cm/dt2, dan massa
jenis baterai 2,6922 gr/cm3.
4. Setelah ditimbang pada neraca, didapatkan massa batu seberat 1 gram.
Kemudian dilakukan pengukuran dan perhitungan untuk mendapatkan
volume, berat, serta massa jenis batu. Sehingga didapatkan volume batu
dengan cara menghitung volume air didalam gelas ukur dikurangi volume
air yang ditambahkan batu, sehingga didapatkan volume senilai 5 cm3,
berat batu 1000 gram-cm/dt2, dan massa jenis batu 0,2 gr/cm3.
Tabel 2.1 Tabel Hasil Percobaan Massa Benda
Massa Panjang/ Lebar Tinggi Volume
No. Benda Bentuk (gram) Diameter (cm) (cm) (cm3)
(cm)
1. Kelereng Bola 5,65 0,1604 - - 2,1596
2. Rubik Kubus 55,2 5,49 5,49 5,49 165,4691
3. Baterai Tabung 17,1 0,1335 - 4,54 2,6922
4. Batu Abstrak 1 - - - 5
11

Tabel 2.2 Tabel Hasil Percobaan Berat dan Massa Jenis


Massa Volume Berat Massa
No. Benda Bentuk (gram) (cm3) (gram- Jenis
cm/dt2) (gr/cm3)
1. Kelereng Bola 5,65 2,1596 5.537 2,6162
2. Rubik Kubus 55,2 165,4691 54.096 0,3335
3. Baterai Tabung 17,1 6,3516 16.758 2,6922
4. Batu Abstrak 1 5 980 0,2
2.7.2 PEMBAHASAN
Massa jenis adalah kerapatan suatu zat, yakni perbandingan antara
massa zat dengan volume zat tersebut. Jadi pada benda yang memiliki zat
yang sama dengan namun dengan wujud yang berbeda, massa jenisnya
ialah sama, sedangkan pada benda yang miliki zat yang berbeda tentu
massa jenisnya berbeda pula. Mengukur massa jenis benda yang
bentuknya teratur bisa dengan cara menimbangnya terlebih dahulu pada
neraca, kemudian mengukur panjang, lebar, tinggi serta volume benda
tersebut, dan yang terakhir mencari massa jenis dengan cara membagi
massa benda dengan volume. Sedangkan, untuk benda yang bentuknya
tidak teratur (abstrak) mengukur massa jenisnya pertama-tama yaitu
menimbang berat benda tersebut kemudian menghitung volume air dengan
benda didalamnya (misal : batu) V = (Volume air + batu) – (Volume air
mula-mula). Kemudian yang terakhir menentukan massa jenis benda yaitu
membagi massa benda tidak teratur dengan volume. Dengan begini, semua
massa jenis benda padat sudah didapatkan nilainya.
12

BAB III
GAYA GESEKAN
3.1 PENDAHULUAN
Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah
kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah
benda bersentuhan. Benda-benda yang dimaksud di sini tidak harus berbentuk
padat, melainkan dapat pula berbentuk cair, ataupun gas. Gaya gesek antara dua
buah benda padat misalnya adalah gaya gesek statis dan kinetis, sedangkan gaya
antara benda padat dan cairan serta gas adalah gaya Stokes. Di mana suku
pertama adalah gaya gesek yang dikenal sebagai gaya gesek statis dan kinetis,
sedangkan suku kedua dan ketiga adalah gaya gesek pada benda dalam fluida.
Gaya gesek dapat merugikan dan juga bermanfaat. Panas pada poros yang
berputar, engsel pintu dan sepatu yang aus adalah contoh kerugian yang
disebabkan oleh gaya gesek. Akan tetapi tanpa gaya gesek manusia tidak dapat
berpindah tempat karena gerakan kakinya hanya akan menggelincir di atas
lantai. Tanpa adanya gaya gesek antara ban mobil dengan jalan, mobil hanya
akan slip dan tidak membuat mobil dapat bergerak. Tanpa adanya gaya gesek
juga tidak dapat tercipta parasut.
3.2 DASAR TEORI
Bila sebuah balok m dilepaskan dengan kecepatan awal V0 pada sebuah
bidang horizontal, maka balok itu akhirnya akan berhenti. Ini berarti didalam
gerakan balok mengalami perlambatan, atau ada gaya yang menahan balik. Gaya
ini yang menahan balok. Perumusan gaya gesekan dapat di tuliskan :
fg = 𝜇 . N
Gaya gesekan adalah gaya yang timbul akibat sentuhan antara permukaan dua
benda dengan arah gaya berlawanan terhadap kecenderungan arah gerak benda.
Balok yang mempunyai berat W diletakkan diatas bidang datar dan balok tidak
diberi gaya lurus, gaya normal (N) yang bekerja pada balok besarnya sama
dengan gaya berat (W) balok sesuai dengan persamaan :
N=W
13

Gaya normal adalah gaya yang ditimbulkan oleh alas bidang tempat benda
terletak yang arahnya tegak lurus terhadap bidang
N = m g Cos 𝜃

Gambar 3.1 Gambar Bidang Miring


3.3 TEMPAT DAN WAKTU PRAKTIKUM
Hari/Tanggal : Jumat, 06-Desember-2019
Waktu : Pukul 15.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Muhammadiyah
Palangka Raya
3.4 ALAT DAN BAHAN
3.3.1 Alat
1. Bidang miring
2. Penggaris
3. Timbangan
3.3.2 Bahan
1. Balok gesekan
2. Keramik
3. Kaca
4. Ampelas
3.5 PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Menyiapkan alat dan bahan;
2. Menimbang dan menentukan berat balok gesekan (didapatkan balok
gesekan seberat 123,03 gram);
3. Menyiapkan bidang miring dengan permukaan hanya kayu;
14

4. Meletakkan balok gesekan diatas bidang miring;


5. Mengatur ketinggian bidang miring secara perlahan-lahan sambil
mengamati balok gesekan;
6. Menghentikan kenaikan bidang miring tepat pada saat balok gesekan
bergeser. Kemudian mengukur h (tinggi ujung atas bidang miring) untuk
menentukan sin 𝛼 dan cos 𝛼;
7. Mengulangi langkah 3 sampai dengan langkah 6, menggunakan
permukaan balok gesekan atau permukaan bidang miring yang berbeda
(ampelas, kaca dan keramik);
8. Menghitung gaya gesekan antara permukaan bidang miring dengan
permukaan balok gesekan;
9. Mencatat seluruh hasil pengamatan.
3.6 PERHITUNGAN
3.6.1 Perhitungan Jenis Permukaan Benda
Panjang bidang miring (l) = 50 cm
2. Perhitungan Permukaan Ampelas :
h 38,6
Sin 𝛼 = = = 0,772
l 50
Cos 𝛼 = (arc sin 𝛼)= 0,6356
f = w × sin 𝛼 = 1,2057 × 0,772 = 0,9308 N
N = w × cos 𝛼 = 1,2057 × 0,6356 = 0,7663 N
3. Perhitungan Permukaan Kayu :
h 27,8
Sin 𝛼 = = = 0,556
l 50
Cos 𝛼 = (arc sin 𝛼) = 0,8312
f = w × sin 𝛼 = 1,2057 × 0,556 = 0,6704 N
N = w × cos 𝛼 = 1,2057 × 0,0,8312 = 1,0022 N
4. Perhitungan Permukaan Kaca :
h 26,7
Sin 𝛼 = = = 0,534
l 50
Cos 𝛼 = (arc sin 𝛼)= 0,8455
f = w × sin 𝛼 = 1,2057 × 0,534 = 0,6438 N
15

N = w × cos 𝛼 = 1,2057 × 0,8454 = 1,0194 N


5. Perhitungan Permukaan Keramik :
h 23,8
Sin 𝛼 = = = 0,476
l 50
Cos 𝛼 = (arc sin 𝛼) = 0,8795
f = w × sin 𝛼 = 1,2057 × 0,476 = 0,5739 N
N = w × cos 𝛼 = 1,2057 × 0,874 = 1,0604 N
3.6.2 Perhitungan Koefisien Gesekan Statis Antara Balok dengan Permukaan
Balok
5. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Ampelas
f 0,9308
μ= = = 1,2147
N 0,7763
6. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Kayu
f 0,6703
μ= = = 0,6688
N 1,0021
7. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Kaca
f 0,6438
μ= = = 0,6316
N 1,0192
8. Perhitungan Koefisien Gesek Statis Balok dengan Keramik
f 0,5739
μ= = = 0,5412
N 1,0602
3.7 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.7.1 HASIL
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil antara lain
sebagai berikut :
16

Tabel 3.1 Tabel Hasil Percobaan Gaya Gesek


w Jenis h Sin 𝜶 = Cos 𝜶 = f=w× N=w
(Berat Permukaan (cm) h/l arc-1 sin 𝜶 × cos 𝜶
Balok)
1,2057 N Ampelas 38,6 0,772 0,6356 0,9308 0,7663
1,2057 N Kayu 27,8 0,556 0,8312 0,6704 1,0022
1,2057 N Kaca 26,7 0,534 0,8455 0,6438 1,0194
1,2057 N Keramik 23,8 0,476 0,8795 0,5739 1,0604
Tabel 3.2 Tabel Perhitungan Koefisien
Jenis Permukaan f = w × sin 𝜶 N = w × cos 𝜶 𝝁=f/N
Ampelas 0,9308 0,7763 1,2147
Kayu 0,6703 1,0022 0,6688
Kaca 0,6438 1,0194 0,6316
Keramik 0,5739 1,0604 0,5412
3.6.2 PEMBAHASAN
5. Pada jenis permukaan ampelas, balok gesekan meluncur dari
ketinggian bidang miring setinggi 38,6 cm. Hal ini membuktikan jenis
permukaan ampelas cukup kasar karena diperlukan ketinggian yang
lebih banyak. Kemudian didapatkan hasil-hasil perhitungan lainnya,
hingga pada koefisien gesek yaitu sebesar 1,2147.
6. Pada jenis permukaan kayu, balok gesekan meluncur dari ketinggian
bidang miring setinggi 27,8 cm. Hal ini membuktikan jenis permukaan
kayu lebih halus dibandingkan ampelas. Setelah didapatkan hasil-hasil
perhitungan lainnya, didapatkan koefisien gesek yaitu 0,6688.
7. Pada jenis permukaan kaca, balok gesekan meluncur dari ketinggian
bidang miring 26,7 cm. Lebih halus dan licin daripada ampelas dan
kayu. Kemudian didapatkan hasil-hasil perhitungan yang lainnya,
hingga didapatkan koefisien gesek sebesar 0,6316.
8. Pada jenis permukaan keramik, balok gesekan meluncur dari ketinggian
bidang miring 23,8. Lebih pendek dibandingkan dengan jenis
permukaan yang lain, berarti keramik lebih halus dan licin
17

daripada ketiga jenis permukaan sebelumnya. Kemudian setelah


dilakukan perhitungan lainnya, didapatkan koefisien gesek sebesar
0,5412.
9. Dari seluruh hasil yang diuji coba diatas dapat disimpulkan bahwa gaya
gesek terjadi akibat pertemuan antara dua permukaan benda, gaya gesek
bekerja pada permukaan benda yang bersentuhan dengan arah
berlawanan. Permukaan benda yang memiliki permukaan kasar akan
membuat gaya geseknya semakin besar sehingga benda membutuhkan
ketinggian tertentu untuk meluncur sebaliknya semakin halus
permukaan benda maka akan membuat gaya geseknya semakin kecil
yang menyebabkan benda mudah untuk meluncur. Kemudian
didapatkan hasil-hasil perhitungan lainnya, hingga pada koefisien gaya
gesek terbesar dimiliki oleh jenis permukaan ampelas yaitu sebesar
1,2147 dan koefisien gaya gesek terkecil dimiliki oleh jenis permukaan
keramik yaitu sebesar 0,5412.
BAB IV
AYUNAN SEDERHANA
4.1 PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari ilmu fisika, dimulai dari
yang ada dari diri kita sendiri seperti gerak yang kita lakukan setiap saat, energi
yang kita pergunakan setiap hari sampai pada sesuatu yang berada diluar diri
kita, salah satu contohnya adalah permainan ditaman kanak-kanak, yaitu ayunan.
Sebenarnya ayunan ini juga dibahas dalam ilmu fisika, dimana dari ayunan
tersebut kita dapat menghitung perioda yaitu selang waktu yang diperlukan
beban untuk melakukan suatu getaran lengkap dan juga kita dapat menghitung
berapa besar gravitasi bumi di suatu tempat.
4.2 DASAR TEORI
Anggap suatu benda yang bermassa (m) tergantung pada sebuah tali yang
panjangnya (l). Benda diayun dengan sudut kecil, maka jarak penyimpangangan
sebesar x dianggap berimpit dan pada beban mempunyai energi potensial
terhadap titik 0 dengan gaya beban (F) sebesar m.g.sinθ, dimana g adalah gaya
tarik gravitasi. Untuk gerak rotasi pada contoh yang dimaksud dalam Hukum
Newton diperoleh persamaan :
T = l. α
-m.g.sinθ = m.l².α
Apabila panjang lintasan (x) setelah menempuh sudut θ adalah y = 1.θ maka
percepatan benda pada arah lintasan adalah aʸ = 1.θ, sehingga diperoleh
persamaan :
-g.θ.1 = l².α
-g.y = l.aʸ
ay= (g.y)/l
a = -ω² . y
Untuk menghitung nilai percepatan gravitasi dapat dialakukan dengan
menggabungkan dua persamaan diatas, sehingga dapat diperoleh :
𝐿
g = 4π² 𝑇² ............................................................................. (Rumus 4.1)

18
19

Rumus Periode ayunan sederhana


T = 2π. √[L/g] → T = t/n ....................................................... (Rumus 4.2)
Keterangan :
T = periode (sekon)
L = panjang tali (meter)
G = percepatan gravitasi (m/s²)
4.3 TEMPAT DAN WAKTU PRAKTIKUM
Hari/Tanggal : Jumat, 06-Desember-2019
Waktu : Pukul 15.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Muhammadiyah
Palangka Raya
4.4 ALAT DAN BAHAN
1. Batang Statif;
2. Stopwatch;
3. Steker Poros;
4. Busur 180°
5. Mistar ukuran 100 cm
6. Beban 70,25 gr
7. Tali marlon 0,5 m
4.5 PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Merangkai alat seperti gambar dibawah ini;

Gambar 4.1 Contoh Skema Ayunan Sederhana


2. Kemudian beban seberat 70,25 gr diikat pada tali yang panjangnya 50 cm
(diukur dari simpul atas sampai dengan titik tengah beban);
3. Menyiapkan stopwatch ;
20

4. Melepaskan beban dan menghitung waktu yang diperlukan untuk 10 kali


ayunan ;
5. Mengulangi langkah ketiga sampai ke enam dengan menggunakan beban
yang berbeda ;
6. Kemudian mengisikan hasil pengamatan pada tabel.
4.6 DATA HASIL PRAKTIKUM
Dari praktikum ayunan sederhana yang telah dilakukan, maka didapatkan
data hasil praktikum sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Praktikum
NO Beban Panjang Besar Waktu Banyak
(gr) Tali sudut (sekon) ayunan
(α) (n)
1 70,25 30° 14,4 10
2 70,25 0,5 45° 14,9 10
3 70,25 60° 15,2 10
4.7 PERHITUNGAN
Untuk perhitungan periode dan gravitasi menggunakan :
(rumus 4.1 dan rumus 4.2)
4.7.1 Perhitungan Periode dan gravitasi
Panjang tali = 50 cm
t
T=
n
L
g = 4π²

1. Percobaan 1 dengan simpangan 30o.
L = 50 cm = 0,5 m
22
π=
7
t 14,4
T= = = 1,44 s
n 10
4π².L
g=

= 4 × 9,8775 × 0,2411
21

= 9,5258 m/s²
2. Percobaan 2 dengan simpangan 45o
L = 50 cm = 0,5 m
22
π=
7
t 14,9
T= = = 1,49 s
n 10
𝐿 222 0,5
g = 4π² 𝑇² = 4 ×
7 1,492

= 4 × 9,8775 × 0,2252
= 8,8976 m/s²
3. Percobaan 3 dengan simpangan 60o
L = 50 cm = 0,5 m
22
π=
7
t 15,2
T= = = 1,52 s
n 10

𝐿 22² 0,5
g = 4π² =4 ×
𝑇² 7 1,522
= 4 × 9,8775 × 0,2164
= 8,5499 m/s²
4.7.2 Perhitungan Deviasi Percepatan Gravitasi
Gravitasi bumi (g) = 9,8067 m/s2
1. Deviasi percepatan gravitasi (%) (gravitasi bumi = 9,8067 m/s2) pada
sudut 30o
Gravitasi bumi = 9,8067 m/s2 disetarakan dengan 100% maka deviasi
dapat dihitung dengan perbandingan berikut :
gravitasi yang didapat
x = 100 - ( × 100)
gravitasi bumi
9,5258
x = 100 - ( × 100)
9,8067
x = 100 - (0,9713 × 100)
x = 100 - 97,1356
22

x = 2,8644 %
Jadi deviasi yang didapat pada kemiringan sudut 30o yaitu sebesar
2,8644 %
2. Deviasi percepatan gravitasi (%) (gravitasi bumi = 9,8067 m/s2) pada
sudut 45o
Gravitasi bumi = 9,8067 m/s2 disetarakan dengan 100% maka deviasi
dapat dihitung dengan perbandingan berikut :
gravitasi yang didapat
x = 100 - ( × 100)
gravitasi bumi
8,8976
x = 100 - ( × 100)
9,8067
x = 100 - (0,9072 × 100)
x = 100 – 90,7298
x = 9,2702 %
Jadi deviasi yang didapat pada kemiringan sudut 45o yaitu sebesar
9,2702 %
3. Deviasi percepatan gravitasi (%) (gravitasi bumi = 9,8067 m/s2) pada
sudut 60o
Gravitasi bumi = 9,8067 m/s2 disetarakan dengan 100% maka deviasi
dapat dihitung dengan perbandingan berikut :
gravitasi yang didapat
x = 100 - ( × 100)
gravitasi bumi
8,5499
x = 100 - ( × 100)
9,8067
x = 100 - (0,8718 × 100)
x = 100 – 87,1842
x = 12,8158 %
Jadi deviasi yang didapat pada kemiringan sudut 60o yaitu sebesar
12,8158 %
4.8 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.8.1 HASIL
23

Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil antara lain


sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Periode
No Beban Panjang Besar Waktu Banyak Periode
(gr) Tali sudut (sekon) ayunan (sekon)
(α) (n)
1 70,25 30° 14,4 10 1,44
2 70,25 0,5 45° 14,9 10 1,49
3 70,25 60° 15,2 10 1,52
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Percepatan Gravitasi
N Beban Panjang Besar Waktu Banyak Periode Deviasi Percepat-
o (gr) Tali sudut (sekon) ayunan (sekon) an
(α) (n) Gravitasi/
g (m/s²)
1 70,25 30° 14,4 10 1,44 2,86% 9,5258
2 70,25 0,5 45° 14,9 10 1,49 9,27% 8,8976
3 70,25 60° 15,2 10 1,52 12,81% 8,5499
Rata-rata (g) 8,9911
4.8.2 PEMBAHASAN
1. Ayunan sederhana ber bandul yang diatur dengan simpangan 30o
mendapatkan 10 ayunan dalam waktu 14,4 sekon, periode sebesar 1,44
s, percepatan gravitasi 9,5258 m/s2,8,5499 dan deviasi percepatan
gravitasi senilai 2,86 %;
2. Ayunan sederhana ber bandul yang diatur dengan simpangan 45o
mendapatkan 10 ayunan dalam waktu 14,9 sekon, periode sebesar 1,49
s, percepatan gravitasi 8,8976 m/s2, dan deviasi percepatan gravitasi
senilai 9,27 %;
3. Ayunan sederhana ber bandul yang diatur dengan simpangan 60o
mendapatkan 10 ayunan dalam waktu 1,52 sekon, periode sebesar 1,52
s, percepatan gravitasi 8,5499 m/s2, dan deviasi percepatan gravitasi
senilai 12,81 %.
24

Anda mungkin juga menyukai