Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Basis akuntansi menjadi salah satu prinsip akuntansi yang penting untuk
menentukan kapan transaksi harus dicatat (recorded) dan diakui dalam siklus
akuntansi suatu organisasi. Basis akuntansi yang pertama kali diterapkan
dalam sistem akuntansi pemerintah di Indonesia adalah basis kas modifikasian
sebagaimana yang ditetapkan dalam Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002.
Dalam pelaksanaannya, Kepmendagri No. 29/2002 ini setengah dipaksakan
bagi Pemerintah Daerah untuk menjadi acuan utama dalam pengelolaan
daerah. Seiring dengan ditetapkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP,
basis akuntansi yang dianut oleh SAP pertama di Indonesia adalah basis
akuntansi kas menuju akrual (cash toward accrual). Penentuan basis
akuntansi yang tepat menjadi sangat penting dalam organisasi sektor publik
(terutama pemerintahan), karena berpengaruh pada alokasi anggaran dan
pemanfaatan biaya untuk pelayanan publik dengan anggaran pemerintah yang
terbatas.
Menurut Mardiasmo (2009) dalam Abdul Halim dan Muhammad Syam
Kusufi (2014, 216) basis akuntansi yang disebut dengan sistem akuntansi
dalam akuntansi sektor publik selama ini menggunakan akuntansi berbasis kas
(cash accounting). Namun demikian untuk meningkatkan kinerja
pemerintahan, dimulailah perubahan penggunaan basis akuntansi yang
digunakan dalam pemerintahan, yaitu akuntansi berbasis akrual (accrual
accounting). Hal ini sesuai dengan pemaparan Mahmudi (2011) bahwa
organisasi sektor publik dan non-profit saat ini telah dipacu untuk
menggunakan akuntansi berbasis akrual, karena basis akrual dianggap lebih
mampu menghasilkan informasi keuangan yang lebih baik dan komprehensif
dibandingkan basis kas.
Menurut Simanjuntak (2010) dalam Abdul Halim dan Muhammad Syam
Kusufi (2014, 216), pemerintah sebenarnya mulai merencanakan reformasi
dalam penerapan akuntansi di instansi pemerintah dengan menggunakan basis
akrual sejak awal tahun 2000. Reformasi ini ditegaskan dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam
pasal 35 ayat (1) yang berbunyi:
“Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13,
14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya
dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan
dan pengukuran berbasis kas”
Inti dari ketentuan UU No. 17/2003 adalah bahwa pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dapat dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam lima tahun, yaitu paling lambat tahun 2008. Untuk
itu pemerintah menerbitkan PP Nomoe 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah yang menerapkan penggunaan basis kas menuju akrual
(cash toward accrual), yaitu laporan realisasi anggaran disusun menggunakan
basis kas, sedangkan penyusunan neraca menggunakan basis akrual.
Pada praktiknya, akuntansi berbasis akrual tidak mudah diterapkan dalam
lingkungan pemerintahan di Indonesia karena pemerintah telah
mempraktikkan akuntansi basis kas selama bertahun-tahun. Penerapan basis
akrual mensyaratkan adanya penyesuaian-penyesuaian yang memberikan
kerumitan tersendiri bagi instansi sehingga implementasinya tidak dapat
segera diadopsi dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Salah satu
tahap penyesuaian ini adalah dengan ditetapkannya aturan perundang-
undangan yang menetapkan basis akuntansi pemerintahan mengarah pada
basis akrual penuh bagi pemerintahan. Peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan penetapan basis akrual telah dicanangkan sejak diterbitkan UU
No. 17/2003, PP No. 24/2005, hingga PP No. 71/2010.
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat
sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa
selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan
paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.
Sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010, penerapan SAP Berbasis
Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap. Pemerintah dapat menerapkan
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun
Anggaran 2010.
Dengan ditetapkannya PP 71 Tahun 2010 tentang SAP ini maka PP 24
Tahun 2005 dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun meski sudah dinyatakan
berlaku secara substansial PP 24 Tahun 2005 masih dilaksanakan dalam
rangka proses transisi penyusunan laporan keuangan berbasis Kas Menuju
Akrual kepada penyusunan laporan keuangan berbasis akrual. Substansi PP
24 Tahun 2005 ini dinyatakan dalam Lampiran II PP 71 Tahun 2010 tentang
SAP. Setelah melewati beberapa kali perubahan aturan perundang-undangan,
tahun 2015 disepakati sebagai tahun implementasi SAP Berbasis Akrual
secara penuh pada instansi pemerintahan.
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terus meningkat dari 3 LKPD (0,65%)
pada tahun 2006 menjadi 411 LKPD (76%) pada tahun 2017. Peningkatan
kualitas LKPD pada 2017 merupakan upaya pemerintah daerah dalam
memperbaiki kelemahan yang terjadi pada tahun 2016. Upaya yang dilakukan
antara lain pemuktahiran data aset tetap, inventaris ulang aset tetap tanah,
gedung, bangunan, serta penyetoran dan pemulihan nilai pertanggungjawaban
belanja barang dan jasa ke kas daerah.
Pada semester I tahun 2018, BPK memeriksa 542 (100%) LKPD tahun
2017. Atas LKPD tersebut, 411 LKPD memperoleh opini WTP, 113 LKPD
mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 18 LKPD mendapat
opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Dari 34 pemerintah provinsi,
sebanyak 33 LKPD (97%) memperoleh opini WTP dan 1 LKPD (3%)
mendapat opini WDP. Dari 415 pemerintah kabupaten, sebanyak 298 LKPD
(72%) mendapat opini WTP dan 99 LKPD (24%) dengan opini WDP.
Sedangkan dari 93 pemerintah kota, sebanyak 80 LKPD (86%) memperoleh
opini WTP dan 13 LKPD (14%) dengan opini WDP.
Sejak 2005 sampai dengan 30 Juni 2018, BPK memberikan 510.514
rekomendasi dengan tujuan membuat pemerintah, BUMN/BUMD dan badan
lainnya lebih tertib, akuntabel, hemat, efisien, dan efektif. Dari seluruh
rekomendasi tersebut, 369.356 rekomendasi (72%) telah ditindaklanjuti sesuai
rekomendasi, di antaranya sebanyak 306.691 (83%) rekomendasi telah
ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.
Opini BPK sangat penting dalam upaya menilai apakah sektor
pemerintahan daerah sudah siap atau belum dengan adanya adopsi penuh (full
adoption) basis akrual di tahun 2019. Ini berarti bahwa penerapan basis akrual
secara penuh masih mengalami dilematika tersendiri karena masih banyaknya
kendala baik dari segi dana, training SDM, maupun teknologi informasi. Oleh
karena itu, penulis membuat suatu kajian literatir tentang dilematika full
adoption standar akuntansi pemerintah berbasis akrual: analisis dari
multiparadigma.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan PP 71 Tahun 2010 dengan PP 24 Tahun 2005
Ruang Lingkup dan Basis Akuntansi: Laporan keuangan untuk tujuan umum
disusun dan disajikan dengan basis akrual. Pernyataan Standar ini berlaku
untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian,
tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
Komponen – komponen dalam Laporan Keuangan: Komponen-komponen
yang terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri dari laporan
pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan finansial, sehingga
seluruh komponen menjadi sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
3. Neraca
4. Laporan Operasional
5. Laporan Arus Kas
6. Laporan Perubahan Ekuitas
7. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai fungsi
perbendaharaan umum dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang
hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang
menyusun laporan keuangan konsolidasiannya.

LAPORAN PERUBAHAN SAL LAPORAN PERUBAHAN SAL


Tidak ada laporan tersendiri Laporan Perubahan SAL menyajikan
NERACA secara komparatif dengan periode
- Ekuitas Dana terbagi; sebelumnya pos-pos berikut: Saldo
Ekuitas Dana Lancar: selisih Anggaran Lebih awal; Penggunaan
antara aset lancar dan kewajiban Saldo Anggaran Lebih; Sisa
jangka pendek, termasuk sisa lebih Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran
pembiayaan anggaran/saldo tahun berjalan; Koreksi Kesalahan
anggaran lebih Pembukuan tahun Sebelumnya; dan
- Ekuitas Dana Investasi: Lain-lain; Saldo Anggaran Lebih
Mencerminkan kekayaan Akhir.
pemerintah yang tertanam dalam NERACA
investasi jangka panjang, aset Hanya Ekuitas, yaitu kekayaan bersih
tetap, dan aset lainnya, dikurangi pemerintah yang merupakan selisih
dengan kewajiban jangka panjang. antara aset dan kewajiban pemerintah
- Ekuitas Dana Cadangan: pada tanggal laporan.
Mencerminkan kekayaan Saldo ekuitas di Neraca berasal dari
pemerintah yang dicadangkan saldo akhir ekuitas pada Laporan
untuk tujuan tertentu sesuai Perubahan Ekuitas
dengan peraturan perundang- LAPORAN ARUS KAS
undangan. Disajikan oleh unit yang mempunyai
fungsi perbendaharaan umum (Par 15)
LAPORAN ARUS KAS
Arus masuk dan keluar kas
Disajikan oleh unit yang mempunyai
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas
fungsi perbendaharaan (Par 15)
operasi, investasi, pendanaan, dan
Arus masuk dan keluar kas
transitoris
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas
LAPORAN OPERASIONAL
operasi, investasi aset non keuangan,
- Merupakan Laporan Keuangan
pembiayaan, dan non anggaran
Pokok
LAPORAN KINERJA KEUANGAN
- Menyajikan pos-pos sebagai
- Bersifat optional
berikut: Pendapatan-LO dari
- Disusun oleh entitas pelaporan
kegiatan operasional;Beban dari
yang menyajikan laporan berbasis
kegiatan operasional;Surplus/defisit
akrual
- Sekurang-kurangnya menyajikan dari Kegiatan Non Operasional, bila
pos-pos:pendapatan dari kegiatan ada; Pos luar biasa, bila ada;
operasional;beban berdasarkan Surplus/defisit-LO.
klasifikasi fungsional dan
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
klasifikasi ekonomi;surplus atau
- Merupakan Laporan Keuangan
defisit.
Pokok.
LAPORAN PERUBAHAN - Sekurang-kurangnya menyajikan
EKUITAS pos-pos: Ekuitas awal;
- Bersifat optional Surplus/defisit-LO pada periode
- Sekurang-kurangnya menyajikan bersangkutan; Koreksi-koreksi yang
pos-pos:sisa Lebih/Kurang langsung menambah/mengurangi
Pembiayaan Anggaran;setiap pos ekuitas, misalnya: koreksi
pendapatan dan belanja beserta kesalahan mendasar dari persediaan
totalnya seperti diisyaratkan dalam yang terjadi pada periode-periode
standar-standa lainnya, yang sebelumnya dan perubahan nilai
diakui secara langsung dalam aset tetap karena revaluasi aset
ekuitas;efek kumulatif atas tetap; Ekuitas akhir.
perubahan kebijakan akuntansi dan
CALK
koreksi kesalahan yang mendasar
Perbedaan yang muncul hanya
diatur dalam suatu standar terpisah
dikarenakan komponen laporan
.
keuangan yang berbeda dengan PP
CALK lama.
Pada dasarnya hampir sama dengan
PP baru

2.2 Akuntansi Berbasis Akrual


Simanjuntak (2010) dalam Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi
(2014, 217) menjelaskan bahwa akuntansi berbasis akrual merupakan suatu
basis akuntansi yang terkait dengan pengakuan, pencatatan, dan penyajian
transaksi ekonomi dan peristiwa lain dalam laporan keuangan pada saat
terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas
diterima atau diayarkan. Menurut Mahmudi (2011) dalam pengaplikasiannya
akuntansi berbasis akrual memiliki tujuan dalam penentuan biaya pelayanan
(cost of service) dan penentuan harga/tarif pelayanan (pricing/charging for
service).
Menurut Ritonga (tanpa tahun) dalam Abdul Halim dan Muhammad
Syam Kusufi (2014, 217) akuntansi berbasis akrual memiliki konsep sebagai
berikut:
1. Pengakuan Pendapatan.
Suatu konsep ketika perusahaan mempunyai hak melakukan penagihan
atas suatu transaksi/kejadian dan yang penting adalah tentang kapan kas
benar-benar diterima, misal muncul akun piutang tidak tertagih yakni
penghasilan sudah diakui tetapi kas belum diterima.
2. Pengakuan biaya.
Pengakuan saat kewajiban sudah terjadi, namun biaya belum dibayarkan,
misal utang usaha yang jatuh tempo.
Mardiasmo (2009) juga menyatakan bahwa akuntansi berbasis akrual
dianggap lebih baik daripada akuntansi berbasis kas karena dianggap laporan
keuangan yang disajikan lebih dapat dipercaya, lebih akurat, lebih
komprehensif, dan lebih relevan untuk digunakan dalam pengambilan
keputusan dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Jadi, pencatatan
(recording) dilakukan sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya
sehingga informasi dapat disajikan secara tepat dan komprehensif. Penerapan
akuntansi berbasis akrual tentu memiliki perbedaan dengan akuntansi
berbasis kas yakni (Mardiasmo, 2009):
1. Bagian kas: penerimaan kas – pengeluaran kas = perubahan kas
2. Basis akrual: pendapatan (income) – biaya-biaya = rugi/laba
(surplus/defisit)
3. Pendapatan (income) = penerimaan kas selama satu periode akuntansi –
saldo awal piutang + saldo akhir piutang
4. Biaya = kas yang dibayarkan selama satu periode akuntansi – saldo awal
utang + saldo akhir utang
Study #14 IFAC Public Sector Committee (2002) dalam Simanjuntak
(2010) disampaikan bahwa manfaat pelaporan berbasis akrual berkaitan
dengan evaluasi kinerja pemerintah mulai dari biaya jasa layanan, adanya
efisiensi, hingga pencapaian tujuan. Maksudnya, pelaporan akuntansi
berbasis akrual tentu memudahkan masyarakat ataupun pengguna lainnya
dalam mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah serta hal-hal yang terkait
dengan perubahannya, misalnya dari hal pendanaan, sehingga masyarakat
dapat mengetahui ukuran kapasitas pemerintah yang sebenarnya. Sedangkan,
bagi pemerintah juga berguna untuk membuat suatu identifikasi dalam
menggunakan sumber daya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang
baik atas sumber daya tersebut.

2.3 Penerapan Adopsi Akuntansi Akrual Secara Penuh (Full Adoption) pada
Sektor Pemerintah
Pada modul general ledger & chart of accounts yang disusun oleh Islam
dkk. (2010) disebutkan bahwa implementasi konsep akrual yang diterapkan
saat ini masih gabungan kas dan akrual (cash toward accrual) misalnya
transaksi penerimaan dan pengeluaran dicatat dengan basis kas tapi
penyusunan neraca dengan basis akrual. Menurut Simanjuntak (2010) dalam
Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi (2014, 218) proses penyusunan
standar akuntansi pemerintahan disesuaikan dengan standar internasional dan
kondisi di Indonesia itu sendiri serta KSAP selaku komite/dewan yang
memiliki kewenangan dalam penyusunan PSAP mendasari implementasinya
pada:

a. International Federation of Accountants;


b. International Accounting Standards Committee;
c. International Monetary Funds
d. Ikatan Akuntan Indonesia
e. Financial Accounting Standard Board
f. Pemerintah Indonesia, berupa peraturan-peraturan di bidang keuangan
negara
g. Government Accounting Standard Board
h. Organisasi profesi lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan
keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.
Penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual masih dengan
pertimbangan basis cash toward accrual baik di pemerintah pusat dan daerah
yang tercantum dalam PP Nomor 24 tahun 2005, namun standar akuntansi
yang disusun dari PSAP cash toward accrual menjadi PSAP Berbasis Akrual
dengan referensi IPSAS memiliki pertimbangan sebagai berikut (Simanjutak,
2010):
a. Acuan referensi bertaraf internasional untuk penyusunan SAP Berbasis
Kas Menuju Akrual meliputi IPSAS, Government Accounting Standards
Boards (GASB), dan Government Finance Statistics (GFS), sehingga
diharapkan SAP Berbasis Akrual yang akan menjadi akrual sudah dapat
diterima umum. Menurut Wuryan (2007, 29) International Public Sector
Accounting Standards (IPSAS) adalah salah satu organisasi yang
diterbitkan oleh International Federation of Accountants-Public Sector
Committee (IFAC-PSC). PSC bertugas mengembangkan program yang
diarahkan pada peningkatan akuntabilitas dan manajemen keuangan
sektor publik. Aktivitas public sector committees (PSC’s) difokuskan
pada pengembangan IPSAS’s untuk pelaporan keuangan bagi pemerintah
dan entitas sektor publik lainnya. Sedangkan GASB khususnya statement
34 mengatur pelaporan keuangan untuk pemerintah daerah.
b. Penerapan SAP Berbasis Akrual perlu dipahami lebih jauh untuk
resistensi dari para pengguna SAP (PP Nomor 24 Tahun 2005) terhadap
perubahan basis akuntansi. Pengguna PP Nomor 24 Tahun 2005 masih
dalam tahap pembelajaran dan perlu waktu yang cukup lama untuk
memahaminya sehingga apabila SAP akrual berbeda jauh dengan SAP
Berbasis Kas Menuju Akrual akan menimbulkan resistensi
c. Penyusunan SAP Berbasis Akrual relatif dianggap menjadi lebih mudah
karena ada beberapa bagian dari PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
(PSAP Nomor 01, 05, 06, 07, dan 08 dalam PP 24/2005) telah berbasis
akrual sehingga hanya sedikit yang memerlukan penyesuaian
d. Penerapan SAP Berbasis Akrual yang disusun sesuai pola SAP Berbasis
Kas Menuju Akrual dianggap lebih mudah bagi para pengguna standar
karena sudah disosialisasikan, dan para pengguna telah memiliki
pemahaman dan pengalaman terhadap SAP Berbasis Kas Menuju Akrual.
Pada tahap implementasi basis akrual secara penuh, Pemerintah Pusat
telah memulainya sejak tahun 2009 dengan menyajikan informasi akrual
untuk pendapatan dan belanja sebagai pelengkap LRA berbasis kas
(Simanjuntak, 2010). Penerapan basis akrual pada sektor publik
memunculkan dilema atau bahkan permasalahan tersendiri terkait dengan
implementasinya untuk diterapkan secara penuh.

2.4 Dilematika Full Adoption Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis


Akrual
Pada praktiknya suatu proses pengadopsian standar yang baru tentunya
akan mengalami beberapa pertentangan antara pihak-pihak yang setuju dan
yang tidak sehingga menimbulkan dilema tersendiri ketika menerapkannya.
Menurut Halim dan Kusufi (2012) penerapan akuntansi berbasis akrual
memiliki manfaat tersendiri yakni dari segi penerapannya lebih akuntabel
karena pengakuannya pada saat terjadi transaksi.
Kritik atas penerapan akuntansi akrual di sektor publik secara penuh
adalah mencakup masalah teknik. Masalah teknik tersebut meliputi penilaian
aset, sampai ke pertanyaan yang lebih luas terkait dengan perbedaan
kebutuhan akuntansi antara sektor publik dengan sektor swasta dan
akuntabilitas yang demokratis. Sebuah pertanyaan mendasar adalah apakah
kebutuhan akuntansi pada organisasi sektor swasta dan sektor publik dapat
dibandingkan dan dilayani dengan baik oleh kajian basis akuntansi yang
umum.
Andrew Wynne dan Association of Chartered Certified Accountant
(ACCA) Inggris, mengkritik adanya aplikasi norma-norma akuntansi sektor
swasta ke sektor publik. Wynne mempertanyakan apakah penerapan
akuntansi berbasis akrual pada sektor publik cukup bermanfaat sebagaimana
sektor swasta. Akuntansi akrual pada organisasi swasta ditujukan untuk
mendukung tujuan organisasi yaitu mencari laba (profit) dengan
menandingkan informasi pendapatan dan beban secara akurat. Sementara,
organisasi sektor publik tidak untuk mencari laba. Perbedaan tujuan utama
organisasi ini tentunya berdampak kepada penyajian informasi dan pelaporan
keuangan yang berbeda pula.
Alasan utama bahwa sektor swasta dan publik memerlukan bentuk
laporan keuangan yang berbeda adalah dari adanya perbedaan akuntabilitas
yang mereka hadapi. Akuntabilitas sektor swasta adalah kepada investor
individual dan didasarkan pada pencapaian perusahaan atas target keuangan
yaitu laba atau rugi. Sementara sektor publik harus melaksanakan
pertanggungjawaban secara politik (akuntabilitas politik). Aspek
akuntabilitas keuangan yang paling penting adalah dana publik dibelanjakan
sesuai dengan kesepakatan dengan dewan perwakilan (lembaga legislatif)
(Boothe, 2007).
Perbedaan utama di antara kedua dasar akuntansi yaitu kas dan akrual,
juga pada letak manipulasi yang bisa dilakukan. Pada basis kas, laporan
keuangan dapat dimanipulasi dengan mengelola waktu transaksi. Sedangkan
dalam kasus akuntansi akrual, lingkup (scope) manipulasi adalah inheren di
dalam pembentukan estimasi pendapatan dan beban. Jadi, akuntansi akrual
berpotensi memiliki lingkup (scope) manipulasi yang lebih besar. Oleh
karena itu, akuntansi akrual menyebabkan munculnya masalah pengendalian
keuangan yang lebih besar.
Dilematika lain yang terjadi terkait dengan penerapan adopsi penuh
akuntansi berbasis akrual yakni adanya tekanan akibat reformasi akuntansi
sektor publik untuk mendorong diberlakukannya pengelolaan keuangan yang
akuntabel dan juga ada tekanan dari lembaga-lembaga internasional seperti
World Bank, UNDP, IMF, serta adanya standardisasi internasional/IPSAS
(Mahmudi, 2011).
Di samping penekanan atas penerapan standar akuntansi berbasis akrual,
Simanjuntak (2010) juga menyebutkan kendala yang menambah dilema
penerapan basis akrual sektor publik, yaitu:
1. Sistem Akuntansi dan IT Bases System
Implementasi akuntansi berbasis akrual sangat rumit sehingga dapat
dipastikan bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan
pemerintahan memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang
lebih rumit pula. Selain itu juga dibutuhkan sistem pengendalian internal
yang memadai agar tujuan organisasi tercapai melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Komitmen dari Pemimpin
Pimpinan yang mendukung merupakan kunci dari keberhasilan suatu
perubahan. Lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya SKPD
penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan menjadi penyebab
kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa
Kementrian/Lembaga.

3. Tersedianya SDM yang Kompeten


Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tentu memerlukan SDM
yang menguasai akuntansi pemerintahan. Namun, saat ini kebutuhan
tersebut sangat terbatas, apalagi menjelang penerapan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual. Oleh karena itu, pemerintahan pusat dan
daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang
akuntansi pemerintahan dan memberikan sistem insentif secara
remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi
oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu,
peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah penting
untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang
akuntansi pemerintahan.
4. Resistensi terhadap Perubahan
Ada suatu kondisi di mana ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan
sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Oleh karena
itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi
sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat
berjalan dengan baik.
Kendala-kendala yang terjadi selama masa implementasi membuat
pengadopsian secara penuh penerapan basis akrual masih belum dilakukan
sehingga memberi permasalahan tersendiri yang perlu dihadapi. Adanya
permasalah mulai dari tekanan hingga tantangan yang harus dihadapi, maka
diperlukan beberapa faktor pendukung untuk meminimalisasi tekanan yang
timbul dari penerapan adopsi penuh pada akrualisasi sektor publik itu sendiri
yaitu (Ritonga dalam Halim Kusufi, 2012):
1. Perlunya suatu dukungan dari pihak-pihak yang andal, kompeten, dan
profesional dalam hal pengelolaan keuangan
2. Dibutuhkannya dukungan peran pemeriksa laporan keuangan. Hal ini
karena perubahan basis akuntansi juga turut mengubah cara badan
pemeriksa yang tentu di bawah pertimbangan Badan Pemeriksa
Keuangan.
3. Tersedianya suatu sistem teknologi informasi sehingga dalam
implementasi akuntansi berbasis akrual terpenuhi syaratnya.
4. Penganggaran dalam hal pendapatan, belanja, dan pembiayaannya
disesuaikan dengan basis akrual sehingga dapat diperbandingkan jika
standar akuntansinya sama
5. Perlunya dukungan politik dalam pemerintahan untuk penerapan
akuntansi berbasis akrual karena tingginya dana yang diperlukan dan
lamanya waktu penerapannya.
Dilematika yang timbul memang memunculkan kelemahan dari
penerapan secara penuh akrualisasi sektor publik, tapi Pemerintah Indonesia
perlu menyikapinya dengan baik mengingat tingginya kelebihan yang
dimiliki.

2.5 Kelebihan dan Kelemahan Basis Akuntansi Akrual Dibandingkan dengan


Basis Akuntansi Kas
Pada penyusunan dan penerapannya standar akuntansi pemerintah
berbasis akrual memang cukup memberi dilema tersendiri bahkan banyak
tekanan dan tantangan yang terjadi. Namun demikian, akuntansi berbasis
akrual di suatu organisasi pemerintah memiliki beberapa manfaat yang akan
diperoleh, yakni sebagai berikut. (Ichsan, tanpa tahun)
1. Sebagai bentuk pelaksanaan konsep pusat pertanggungjawaban
(responsibility center).
2. Sebagai suatu peluang untuk menerapkan prinsip cost against revenue
3. Sebagai suatu fondasi untuk melakukan perhitungan biaya produk atau
pelayanan yang lebih baik
4. Sebagai suatu sarana perhitungan nilai subsidi yang lebih baik atas setiap
produk dan /atau pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat
5. Sebagai suatu bentuk analisis keekonomisan dan keefisienan pengelolaan
keuangan dapat dilakukan dengan lebih baik
6. Sebagai upaya peningkatan kualitas pelaporan dan evaluasi keuangan
serta kinerja organisasi pemerintah
7. Sebagai upaya meningkatkan kualitas standar analisis biaya (SAB) bukan
lagi hanya sebagai standar analisis belanja (SABe).
8. Sebagai suatu bantuan penerapan pendekatan anggaran kinerja
(performance budget) dan mind term expenditure framework (MTEF)
dalam penganggaran.
Menurut Ritonga (tanpa tahun) dasar dari penggunaan basis akrual yakni
adanya kenyataan bahwa pemerintah diwajibkan membuat neraca dan hal itu
hanya dapat dibuat dengan akuntansi berbasis akrual, sedangkan di sisi lain
masih dibuat dengan akuntansi berbasis kas yakni wajib membuat pengakuan
pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan laporan realisasi anggaran.
Jika diperbandingkan lebih detail, Ritonga (tanpa tahun) menjelaskan standar
akuntansi berbasis kas dan standar akuntansi berbasis akrual memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing yang disajikan dalam tabel di
bawah ini.
a. Kelebihan
SAP Basis Akrual SAP Basis Kas
Kelebihan a. Metode basis akrual a. Metode basis kas digunakan
digunakan untuk untuk pencatatan pengakuan
pengukuran aset, pendapatan, belanja, dan
kewajiban, dan ekuitas pembiayaan
dana b. Beban/biaya belum diakui
b. Beban diakui saat terjadi sampai adanya pembayaran
transaksi, sehingga secara kas walaupun beban
informasi yang diberikan telah terjadi, sehingga tidak
lebih andal dan terpercaya menyebabkan pengurangan
walaupun kas belum dalam penghitungan
diterima pendapatan
c. Pendapatan diakui saat c. Pendapatan diakui pada saat
terjadi transaksi, sehingga diterimanya kas, sehingga
informasi yang diberikan benar-benar mencerminkan
lebih andal dan terpercaya posisi yang sebenarnya
walaupun kas belum d. Penerimaan kas biasanya
diterima diakui sebagai pendapatan
d. Banyak digunakan oleh e. Laporan keuangan yang
perusahaan besar (sesuai disajikan memperlihatkan
dengan ketentuan Standar posisi keuangan yang ada
Akuntansi Keuangan pada saar laporan tersebut
dimana mengharuskan dibuat
suatu perusahaan f. Tidak perlunta suatu
menggunakan basis akrual) perusahaan untuk membuat
e. Piutang yang tidak tertagih pencadangan untuk kas yang
tidak akan dihapus secara belum tertagih.
langsung tetapi akan
dihitung ke dalam estimasi
piutang tidak tertagih
f. Setiap penerimaan dan
pembayaran akan dicatat ke
dalam masing-masing akun
sesuai dengan transaksi
yang terjadi
g. Adanya peningkatan
pendapatan perusahaan
karena kas yang belum
diterima dapat diakui
sebagai pendapatan
h. Laporan keuangan dapat
dijadikan sebagai pedoman
manajemen dalam
menentukan kebijakan
perusahaan ke depannya
i. Adanya pembentukan
pencadangan untuk kas
yang tidak tertagih,
sehingga dapat mengurangi
risiko kerugian.

b. Kelemahan
SAP Basis Akrual SAP Basis Kas
Kelemahan a. Metode basis akrual a. Metode basis kas tidak
digunakan untuk mencerminkan besarnya
pencatatan kas yang tersedia
b. Biaya yang belum b. Akan dapat menurunkan
dibayarkan secara kas akan perhitungan pendapatan
dicatat efektif sebagai bank, karena adanya
biaya sehingga dapat pengakuan pendapatan
mengurangi pendapatan sampai diterimanya uang
perusahaan kas
c. Adanya risiko pendapatan c. Adanya penghapusan
yang tidak tertagih piutang secara langsung
sehingga dapat membuat dan tidak mengenal adanya
mengurangi pendapatan estimasi piutang tidak
perusahaan tertagih
d. Dengan adanya d. Biasanya dipakai oleh
pembentukan cadangan perusahaan yang usahanya
akan dapat mengurangi relatif kecil seperti toko,
pendapatan perusahaan warung, mall (ritel), dan
e. Perusahaan tidak praktik kaum spesialis
mempunyai perkiraan yang seperti dokter, pedagang
tepat kapan kas yang belum informasi, panti pijat (ada
dibayarkan oleh pihak lain sebagian yang memakai
dapat diterima kartu kredit, tetapi kartu
kredit juga dikategorikan
sebagai basis kas
e. Setiap pengeluaran kas
diakui sebagai beban
f. Sulit dalam melakukan
transaksi yang tertunda
pembayarannya, karena
pencatatan diakui pada saat
kas masuk atau keluar
g. Sulit bagi manajemen
untuk menentukan suatu
kebijakan ke depannya
karena selalu berpatokan
pada kas

2.6 Hambatan Implementasi Akuntansi Akrual


Pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah
terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan
berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan
perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan
kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang
sebenarnya. Akuntansi pemerintah berbasis akrual juga memungkinkan pemerintah
untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumberdaya masa depan
dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumber  daya tersebut.
Keberhasilan perubahan akuntansi pemerintahan sehingga dapat menghasilkan
laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya dan
kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual
saja masih banyak menghadapi hambatan, lebih-lebih lagi penerapan akuntansi
berbasis akrual. Beberapa tantangan dalam implementasi akuntansi pemerintahan
berbasis akrual adalah:
1. Sistem Akuntansi dan IT Based System
Melihat kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan
bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan
sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Pengembangan sistem
akuntansi berbasis akrual membutuhkan suatu sistem akuntansi untuk
mengakomodasinya.  Pemerintah Kota Magelang telah menggunakan SIMDA dalam
melakukan penantausahaan belanja daerah, namun untuk penatausahaan pendapatan
daerah masih menggunakan sistem manual.
Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan hal tersebut,
Pemerintah Kota Magelang perlu memperkuat implementasi SPI sesuai yang
diamanatkan dalam PP Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengedalian Intern
Pemerintah.
2. Komitmen dari pimpinan
Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu
perubahan. Agar penerapan akuntansi berbasis akrual dapat berhasil, maka para
pemangku kepentingan perlu meningkatkan komitmen dari tingkat pucuk pimpinan
sampai tingkat bawah untuk sengkuyung terhadap penerapan akuntansi berbasis
akrual di masing-masing satuan kerjanya. Berkaca pada pengalaman yang lalu, salah
satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa SKPD
adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja.
3. Tersedianya SDM yang kompeten
Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan
masing-masing oleh pemerintah daerah kepada BPK selambatnya 3 (tiga) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi
diserahkan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan
laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi
pemerintahan.
Pada saat ini kebutuhan tersebut sangat terasa, pemerintah daerah perlu secara
serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di
dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk
mencegah timbulnya praktik KKN oleh SDM yang terkait dengan akuntansi
pemerintahan.
4. Resistensi terhadap perubahan
Sebagai layaknya untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang
sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan.
Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi
sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan
baik.
5. Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dari masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan
penerapan akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu
memahami laporan keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan memahami
penggunaan atas penerimaan pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun
pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan dukungan yang positif, masyarakat
mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan
kebijakannya.
Selain tantangan tersebut di atas, beberapa hal yang menjadi hambatan dalam
penerapan akuntansi berbasis akrual, antara lain:
1. Penerapan akuntansi akrual dapat berakibat terhadap penurunan ekuitas
sebagai akibat penyusutan dan amortisasi;
2. Penerapan akuntansi berbasis akrual dapat berakibat pada penurunan kualitas
laporan keuangan (opini audit LKPD menurun);
3. Kompleksitas akuntansi akrual dapat menimbulkan resistensi di SKPD,
khususnya bagi para pelaku akuntansi dan penyusunan laporan keuangan;
4. Makin rumitnya proses pelaporan dan audit laporan keuangan.

2.7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penentuan basis akuntansi yang tepat menjadi sangat penting dalam
ranah sektor publik karena berpengaruh pada alokasi anggaran dan
pemanfaatan biaya untuk pelayanan publik dengan anggaran pemerintah yang
sangat terbatas. Standar akuntansi harus memenuhi sistem cost-benefit
dimana cost (biaya) tidak boleh melebihi benefit (manfaat) yang diperoleh.
Sistem akuntansi dalam akuntansi sektor publik selama ini menggunakan
akuntansi berbasis kas (cash accounting). Namun demikian, untuk
meningkatkan kinerja pemerintah dan upaya peningkatan akuntabilitas,
dimulailah perubahan penggunaan basis akuntansi akrual (accrual
accounting) yang diwacanakan akan mulai berlaku pada tahun anggaran
2015. Penerapan metode akuntansi tersebut didasarkan atas pertimbangan
bahwa basis akrual dapat memberikan informasi keuangan yang lebih
lengkap daripada basis lainnya, terutama untuk informasi piutang dan utang
pemerintah. Selain itu, laporan keuangan berbasis akrual juga menyediakan
informasi mengenai kegiatan operasional pemerintah, evaluasi efisiensi dan
efektivitas serta ketaatan terhadap peraturan. Penyesuaian-penyesuaian untuk
menggunakan akuntansi berbasis akrual yang sangat rumit bagi instansi
pemerintah seperti training SDM, dana, dan teknologi informasi
menyebabkan implementasi basis akrual tidak dapat segera diadopsi secara
penuh (full adoption) dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Beberapa
tantangan maupun tekanan reformasi akuntansi menjadi salah satu hal yang
harus dihadapi dalam rangka pengadopsian basis akrual ini. Dari sisi
kelebihan, basis akrual memiliki lebih banyak kelebihan tersebut. Tetapi
sekali lagi, perlu cukup waktu dan persiapan untuk full adoption. Kondisi ini
menimbulkan dilematika dan pada akhirnya memunculkan kelemahan-
kelemahan dari penerapan secara penuh akrualisasi sektor publik di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Halim dan Kusufi. 2014. Akuntansi Sektor Publik: Dari Anggaran Hingga Laporan
Keuangan Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Jakarta: Salemba Empat.
Ichsan, M. Tanpa tahun. “Basis Akrual Akuntansi Pemerintahan: Pondasi Bagi
Penerapan Akuntansi Biaya”. Artikel (online)
http://www.scoresociety.com/component/content/article/36-tulisan/66-basis-akrual-
akuntansi-pemerintahan. (diakses pada tanggal 18 Juni 2019).
Tanpa Nama. 2017. Tantangan Keberhasilan Akuntansi Berbasis Akrual. Artikel
(Online) https://accounting.binus.ac.id/2017/06/17/tantangan-keberhasilan-
penerapan-akuntansi-berbasis-akrual/ (diakses pada tanggal 18 Juni 2019).
Sari, Elisa. 2015. Setelah 12 Tahun, Pemerintah Mulai Terapkan Pencatatan Akrual.
Artikel (Online). https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150304115623-78-
36596/setelah-12-tahun-pemerintah-mulai-terapkan-pencatatan-akrual (diakses pada
tanggal 18 Juni 2019)
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press.
Andayani, Wuryan. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Sugiyono Ak. 2008. Mengenang Kepmendagri 29-2002 Pengelolaan Keuda. Artikel
(Online) http://keuangan-daerah.blogspot.co.id/2008/02/mengenang-kepmendagri-
29-2002.html?m=1. (diakses pada tanggal 18 Juni 2019).
Fulcra. Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual (Accrual Basis) Jurnal (Online).
http://fulcra.asia/pelaporan-keuangan-berbasis-akrual-accrual-basis/. (diakses pada
tanggal 18 Juni 2019).
Siaran Pers. 2019. 5 Temuan Mencengangkan BPK dalam IHPS semester I 2018.
Berita(Online). https://www.merdeka.com/uang/5-temuan-mencengangkan-bpk-
dalam-ihps-semester-i-2018.html . (diakses pada tanggal 18 Juni 2019).
Siaran Pers. 2018. Opini WTP atas LKPD Terus Meningkat.
http://www.bpk.go.id/news/opini-wtp-atas-lkpd-terus-meningkat . (diakses pada
tanggal 18 Juni 2019).
Sakaputra, Ariyaguna. Tanpa Tahun. Akuntansi Akrual dan Penerapannya terhadap
Tata Kelola Keuangan Desa. Artikel (Online) https://kumparan.com/ariyaguna-
sakaputra/akuntansi-akrual-penerapannya-terhadap-tata-kelola-keuangan-desa
(diakses pada tanggal 18 Juni 2019)
Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Akuntansi Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: Sekolah
Pascasarjana UGM.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai