Anda di halaman 1dari 91

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan utama laporan keuangan ialah tersedianya informasi

berkualitas tinggi mengenai posisi dan kinerja keuangan

dari suatu entitas yang berguna bagi para stakeholder

dalam proses pengambilan keputusan (IAS 1,2015). Dalam

usaha mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah

mencanangkan penerapan laporan keuangan basis akrual

untuk meningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.

Adanya perubahan basis akuntansi yang sebelumnya dari

basis kas ke basis akrual seharusnya memberikan dampak

terhadap beberapa hal, termasuk pada audit. Namun

demikian, Ketua Komite Standar Akuntasi Pemerintahan

(KSAP), Binsar Simanjuntak menyatakan bahwa penerapan

sistem laporan keuangan basis akrual tidak akan

berpengaruh terhadap penetapan opini atas laporan

keuangan pemerintah pusat maupun daerah

(http://finansial.bisnis.com).
Masalah ini menjadi penting karena lembaga negara

harus menerapkan basis akrual setidaknya pada tahun

2015. Hal tersebut berdasarkan amanat UU Nomor 17

Tahun 2003, tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat

1
2

(1), bahwa penerapkan akuntansi berbasis akrual selambat-

lambatnya 5 (lima tahun). Hal ini menyebabkan standar

akuntansi berbasis kas sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 harus diubah menjadi

basis akrual (PP 71 tahun 2010). Oleh karena itu, dalam

implementasinya dibutuhkan pemahaman tentang dampak

perubahan basis akuntansi ini, termasuk pada audit yang

menjadi salah satu alat evaluasi bagi kinerja keuangan

pemerintah.
Akuntansi akrual menjelaskan bahwa transaksi yang

memengaruhi keuangan dicatat pada saat terjadi, bukan

pada saat menerima atau mengeluarkan uang (Kieso et al,

2011). Oleh karena itu, akuntansi akrual mampu

memberikan informasi kepada para pengguna laporan

keuangan tentang kewajiban dan hak yang akan diterima di

masa depan. Hal ini menyebabkan keputusan ekonomi

dapat diambil lebih baik. Penerapan basis akuntansi akrual

dipercaya sebagai suatu teknologi informasi yang superior

untuk menciptakan transparansi yang lebih besar atas

aktivitas sektor publik. Penerapan basis akuntansi akrual ini

bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintahan

serta memperbaiki kualitas pengambilan keputusan dalam

lingkungan pemerintahan (Harun, 2009).


3

Secara mendalam, Studi #14 IFAC Public Sector

Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan basis

akrual bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah

terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan.

Dengan pelaporan basis akrual, pengguna dapat

mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan

perubahan yang terjadi di dalamnya. Selain itu akuntansi

pemerintahan basis akrual juga memungkinkan pemerintah

untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan

sumber daya masa depan dan mewujudkan pengelolaan

yang baik atas sumber daya tersebut.


Dalam praktiknya, basis akrual tidak langsung

diimplementasikan secara menyeluruh, namun pemerintah

melalui Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP),

menerbitkan SAP berbasis kas menuju akrual (cash toward

accrual). Hal tersebut ditetapkan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang menjelaskan

tentang penerapan akuntansi kas menuju akrual yaitu

basis kas yang dimodifikasi dengan beberapa sistem

pencatatan akrual. Penerapan basis kas menuju akrual

merupakan langkah awal dari pengadopsian basis akrual

secara penuh di Indonesia yang berlaku selama 5 tahun.


Setelah jangka waktu pengadopsian kas menuju

akrual telah habis, KSAP menyusun SAP berbasis akrual


4

yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010. Dalam peraturan tersebut, pemerintah

diwajibkan untuk menerapkan SAP berbasis akrual secara

penuh selambat-lambatnya 4 tahun setelah peraturan

tersebut di terbitkan, yaitu pada tahun 2015.


Penerapan standar akuntansi berbasis akrual ini akan

memengaruhi beberapa hal, termasuk pembangunan

sistem akuntansi berbasis komputer untuk proses akuntansi

dan pembuatan laporan keuangan. Penyelenggaran

tersebut diterapkan di seluruh kementerian/lembaga,

bendahara umum negara, dan laporan keuangan

pemerintah pusat (LKPP).


Penerapan basis akrual juga akan berimplikasi pada

audit, karena salah satu tujuan dari basis akrual adalah

agar informasi keuangan menjadi lebih baik sehingga

secara tidak langsung akan membantu dalam proses

pemeriksaan. Informasi yang lebih baik ini pula akan

membantu pemda menyajikan pengelolaan keuangan

termasuk dalam penyajian asset tetap menjadi lebih baik.


Menurut artikel yang ditulis oleh Soemardjijo, Selama

ini penyebab pemerintah daerah tidak memperoleh opini

WTP karena adanya kelemahan dalam penyajian aset tetap

milik pemerintah daerah. Sebagai contoh akuntansi akrual

telah membahasa tentang penyusutan aset tetap. Aset

yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa aset


5

tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan

kapasitas yang terbatas. Seiring dengan penurunan

kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan

penyesuaian nilai. Dengan adanya penyusutan aset maka

bagian akuntansi mampu menilai kondisi asset sesuai

dengan kondisi saat ini, sehingga lebih baik dalam

manajemen asset, sedangkan pada basis kas belum

diuraikan dalam kerangka konseptual. Untuk kewajiban,

akuntansi basis kas sulit dalam melakukan transaksi yang

tertunda pembayaranya, karena pencatatan diakui pada

saat kas masuk atau keluar. Sedangkan basis akrual

mampu memberikan informasi yang lebih baik karena tidak

terpaku hanya pada aliran kas saja. Selanjutnya pada basis

akrual hal yang berkaitan dengan informasi aliran kas tidak

sepenuhnya dihilangkan, akan tetapi informasi tersebut

dapat ditemukan pada laporan arus kas sehingga informasi

yang diperoleh bisa tetap komprehensif.


Asumsi yang menjadi landasan penelitian ini yaitu

perubahan standar akuntansi akan memengaruhi audit

yang akan dilaksanakan. Asumsi ini muncul karena dengan

penerapan basis akrual maka laporan keuangan akan

memberikan informasi baru yang akan ditampilkan dalam

laporan keuangan sehingga dapat mempengaruhi

pelaksanaan audit yang dilaksanakan, hal ini terlihat dari


6

hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutiarini (2015) bahwa

penerapan basis akrual memungkinkan pemerintah daerah

dapat menyajikan informasi keuangan yang lebih relevan,

lebih andal dan lebih komprehensif yang akhirnya dapat

membantu auditor melaksanakan proses audit.

1.2 Permasalahan Penelitian


Permasalahan penelitian ini bermula dari perubahan basis akuntansi dari

basis kas kemudian CTA (Cash Toward Accrual) lalu bermuara pada basis

akrual berdasarkan UU 17/2003. Pada prosesanya ternyata data

menunjukkan bahwa perubahan basis akuntansi juga berbanding lurus

terhadap persenttase kenaikan opini yang diperoleh pemerintah daerah. Hal

tersebut dapat dilihat pada gambar berikut berikut:

Gambar 1.1
Persentase Opini WTP dan Disclaimer pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2007-2009
40 26 24
16
20 1 3 4
0
1 2 3

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK 2009


7

Selain itu, data dari pemerintah daerah Gunungkidul,

setelah penerapan basis akrual juga menunjukkan adanya

peningkatan opini. Pada tahun-tahun sebelumnya opini

yang diperoleh adalah wajar dengan pengecualian (WDP),

kemudian pada tahun 2015 pemerintah daerah gunung

kidul mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Tabel 1.1
Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Gunung
Kidul
Tahun 2011-2015

Opini
Tahun WTP- Disclaim
WTP WDP TW
BP er
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-DIY

Namun data ini tidak sejalan dengan pernyataan

Ketua Komite Standar Akuntasi Pemerintahan (KSAP) Binsar

Simanjuntak bahwa penerapan sistem laporan keuangan

pemerintahan berbasis akrual tidak akan berpengaruh

terhadap penetapan opini atas laporan keuangan

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Hal lain yang menjadi masalah adalah selain pada

opini audit, bagaimana dampak perubahan basis akrual


8

terhadap perencanaan dan pelaksanaan audit yang

merupakan bagian dari rangkaian audit.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan di atas, maka

pertanyaan riset yang diajukan sebagai sebagai berikut:


a. Bagaimana proses penerapan sistem akuntansi akrual

pada pemerintahan daerah Gunung Kidul?


b. Bagaimana dampak penerapan basis akrual terhadap

pelaksanaan audit?
c. Bagaimana dampak penerapan basis akrual terhadap

pelaksanaan audit?
d. Bagaimana dampak penerapan basis akrual terhadap

audit??

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian di atas adalah
a. menganalisis proses penerapan sistem akuntansi akrual

pada pemerintahan daerah Gunungkidul,


b. menganalisis dampak penerapan basisa akrual terhadap perencanaan,

pelaksanaan, dan opini audit.

1.5 Motivasi Penelitian


Penelitian ini dimotivasi dengan fakta bahwa setelah

perubahan tahap pertama dari basis kas menuju akrual

menunjukkan adanya perubahan pada opini audit menjadi

lebih baik. Penelitian ini ingin menganalisis dampak yang

terjadi saat penerapan standar akuntansi akrual secara

penuh terhadap audit. Analisis ini diharapkan mampu ini


9

memberikan gambaran yang komprehensif tentang audit

setelah perubahan standar termasuk perubahan yang

terjadi di dalamnya.

1.6 Kontribusi Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai

berikut.
a. Kontribusi praktis:
memberikan gambaran yang komprehensif tentang

audit setelah perubahan standar termasuk perubahan

yang terjadi di dalamnya. Konsep ini diharapkan mampu

membuat penerapan basis akrual menjadi lebih efektif

dan efisien. Selain itu, auditor dan auditee bisa lebih

memperkuat sinergitas dalam proses audit ke depan.


b. Kontribusi teoritis:
memberikan tambahan bukti empiris dan literatur terkait

penerapan akuntansi akrual dan dampaknya tehadap

audit.

1.7 Proses Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.

Proses penelitian ini secara singkat dijelaskan sebagai berikut.


a. Menentukan topik.
b. Menentukan objek penelitian dan melakukan wawancara awal. Objek

ditentukan berdasarkan keterkaitan topik yang akan dibahas dengan

objek yang akan menjadi tempat penelitian studi kasus. Objek dalam

penelitian ini adalah Pemerintah daerah Gunungkidul. Wawancara awal

dilakukan untuk menemukan permasalahan yang dikaitkan dengan

topik penelitian.
10

c. Menentukan permasalahan penelitian, menentukan pertanyaan

penelitian, dan tujuan penelitian.


d. Menelaah teori dan literatur yang dapat digunakan untuk mengkaji

permasalahan penelitian.
e. Menentukan metode penelitian. Pendekatan penelitian merupakan

penelitian kualitatif yang menggunakan metode studi kasus. Data

dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur dan observasi

dokumen objek penelitian. Data yang telah dikumpulkan dianalisis

dengan menggunakan analisis data kualitatif yaitu melalui tiga

aktivitas, yaitu reduksi data, penyajian data; dan penarikan kesimpulan

dan verifikasi.
f. Menganalisis hasil temuan untuk menjawab pertanyaan penelitian

sebagai hasil penelitian.


g. Memberikan kesimpulan dan rekomendasi

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Bagian ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi

penelitian, kontribusi penelitian, proses penelitian, dan

sistematika penulisan

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bagian ini membahas teori yang melandasi penelitian ini dan

penelitian terdahulu yang telah dilakukan.

BAB III : Metode Penelitian


11

Bagian ini menguraikan mengenai gambaran umum objek yang

diteliti dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV : Analisis dan Diskusi

Bagian ini menguraikan mengenai analisis data dan diskusi hasil

temuan penelitian.

BAB V : Kesimpulan dan Rekomendasi

Bagian ini memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi

penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Teori Kelman

Kelman mengemukakan bahwa pembentukan dan perubahan sikap yang

terjadi pada individu dalam hal ini adalah pemerintah daerah, berada pada

tiga level, yakni Complience, Identification dan Internalization (Kelman,

1958).

a. Complience adalah tahap yang sangat awal dalam proses pembentukan

dan perubahan sikap. Pada tahap compliance, individu bersikap positif

pada sesuatu obyek sikap karena ia ingin mendapat perlakuan positif

dapat berupa hadiah atau setidaknya tidak mendapat hukuman dalam

berhubungan dengan objek sikap. Jika kita menghubungkan dengan

perubahan basis akuntansi, pemerintah daerah mematuhi peraturan

karena takut dihukum apabila melanggarnya. Perubahan sikap pada


12

level ini biasanya ditandai oleh adanya keinginan untuk

menyenangkan pihak lain yang membuat peraturan dalam hal ini

adalah pemerintah pusat.

b. Identification yaitu perubahan sikap yang terjadi bila individu melihat

orang lain di sekitar dan yang berpengaruh terhadap kehidupannya

menunjukkan sikap yang dimaksud. Pemerintah daerah akan bersikap

positif terhadap perubahan basis akuntansi, jika ia melihat para

pembuat peraturan dan pelaksana peraturan (pemerintah daerah

lainnya) mematuhi aturan yang dibuatnya.

c. Internalization adalah proses penerimaan sikap positif oleh individu

karena ia merasa objek sikap tersebut sesuai dengan tata-nilai

hidupnya. Pada kasus perubahan basis akuntansi pemerintah daerah

beranggapan bahwa perubahan basis akuntansi diciptakan untuk

memberikan informasi keuangan yang lebih baik. Penerapan prinsip

ini dalam sikap menerima perubahan basis akuntansi diilustrasikan

pada pemerintah daerah yang menunjukkan sikap positif terhadap

perubahan basis akuntansi karena memberikan keuntungan dalam

berbagai hal yang melancarkan tugas-tugasnya.

2.1.2 Teori Integrasi Informasi


Information Integration Theory menggambarkan model

yang memprediksi evaluasi yang diberikan individu

berdasarkan berbagai keyakinan tentang objek sikap.


13

Model ini dikemukakan oleh Norman Anderson (dalam Eagly

& Chaiken, 1993) bahwa sikap dan keyakinan individu

terbentuk dan dimodifikasi setiap saat individu menerima

informasi baru, kemudian diinterpretasi dan diintegrasi

dengan sikap dan keyakinan sebelumnya yang dimiliki

individu.
Mengacu pada teori tersebut, kemudian dikaitkan

dengan perubahan basis akuntansi, BPK yang bertindak

sebagai auditor akan mengalami perubahan sikap sesuai

dengan informasi baru yang diperoleh. Hal tersebut karena

informasi keuangan dari laporan keuangan daerah yang

diperoleh menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2.2 Akuntansi Pemerintahan


Pada bagian ini akan dijelaskan tentang akuntansi dan

konsep akuntansi pemerintahan. Dengan memahami

konsep tersebut maka pembahasan tentang objek yang

akan diteliti yaitu berhubungan dengan akuntansi

pemerintahan menjadi lebih baik.


America Institute of Accountants (AICPA) (1953) menjelaskan bahwa:
Akuntansi adalah seni mencatat, mengklasifikasi dan mengumpulkan
dalam sebuah cara yang signifikan dan dalam satuan moneter, transaksi
dan kejadian yang dalam bagian yang terkecil dari karakter dan
mengartikan hasilnya.

Sedangkan menurut Accounting Principle Board dalam syafri

(2011) mengemukakan:
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang fungsinya menyediakan
informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan
ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan
keputusan ekonomi sebagai dasar memilih di antara beberapa alternatif.
14

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi

berperan untuk menghasilkan informasi kemudian digunakan untuk bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh entitas ekonomi. Entitas

adalah satuan yang dapat diartikan sebagai satuan organisasi. Contoh

satuan organisasi ini adalah organisasi swasta dan organisasi pemerintahan.

Oleh karena itu akuntansi juga dapat digunakan di sektor pemerintahan

sehingga lahirlah akuntansi pemerintahan (Ibrahim, 2015).


Sedangkan untuk akuntansi pemerintahan, Bastian (2009)

mendefinisikan akuntansi pemerintahan sebagai sistem pengukuran kinerja

pemerintah yang mendukung dalam mempertanggungjawabkan keputusan

sumber daya apa yang harus dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan militer

serta kebutuhan sipil.

Setelah mengetahui definisi maka bagian ini akan membahas tujuan

akuntansi pemerintahan itu ada. Menurut Halim dan Syam (2012)

menjelaskan tujuan akuntansi pemerintahan adalah:

a. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban memiliki arti memberikan informasi keuangan

yang lengkap, cermat, dalam waktu yang tepat, berguna bagi pihak

yang bertanggung jawab berkaitan dengan operasi unitunit

pemerintahan.
b. Manajerial
Manajerial berarti akuntansi harus menyediakan informasi keuangan

yang diperlukan untuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,

pemantauan, pengendalian anggaran, perumusan kebijakan dan

pengambilan keputusan serta penilaian kinerja pemerintah.


15

c. Pengawasan
Pengawasan maksudnya akuntansi harus memungkinkan

terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional

secara efektir dan efisien.

Sedangkan menurut Public Sector CommitteeIFAC dalam Bastian

(2009) menjelaskan tujuan akuntansi pemerintahan dipilah dalam tujuan

umum dan khusus. Tujuan umum akuntansi pemerintahan adalah

memberikan informasi yang bermanfaat dan memenuhi kebutuhan

pemakai. Sedangkan tujuan secara khusus yaitu mengidentifikasi sumber

daya yang didapat dan digunakan sesuai dengan anggaran yang telah

disetujui legislatif secara umum dan menyediakan informasi tentang

alokasi sumber daya, memenuhi kewajibannya, kondisi keuangan, cara

pemerintah membiayai aktivitas dan peforma pemerintah terutama yang

terkait dengan biaya operasi dan pencapaian target.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi

pemerintahan bertujuan untuk menggambarkan atau memberikan informasi

kegiatan ekonomi pemerintah yang selanjutnya dijadikan sebagai alat

pertanggunggungjawaban dan pengawasan. Akuntansi pemerintah

memiliki fungsi untuk menyediakan informasi dalam rangka mendukung

keputusan manajerial agar pemerintah dapat berjalan efisien dan efektif.

Akuntansi pemerintahan dalam penelitian ini dikhususkan pada

akuntansi keuangan dan produknya yaitu laporan keuangan. Menurut PP

71/2010 pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi

yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan


16

dalam membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun

politik dengan:

a.Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan

sumber daya keuangan;


b. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode

berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;


c.Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang

digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah

dicapai;
d. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan

mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;


e.Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas

pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik

jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari

pungutan pajak dan pinjaman;


f. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas

pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat

kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

2.3 Basis Akuntansi


Basis akuntansi berguna untuk menentukan kapan suatu transaksi dicatat.

Partono dalam Halim dan Syam (2011) menjelaskan basis akuntansi adalah

himpunan standarstandar akuntansi yang menetapkan kapan dampak

keuangan dari transaksitransaksi dan peristiwaperistiwa lainnya harus

diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basisbasis tersebut berkaitan


17

dengan penetapan waktu (timing) atas pengukuran yang dilakukan, terlepas

dari sifat pengukuran tersebut.


Terdapat dua basis pencatatan utama, yakni basis kas (cash basis)

dan basis akrual (accrual basis), yang merupakan rangkaian kesatuan

(continuum). Di antara kedua basis tersebut terdapat dua basis lain, yakni

basis kas modifikasian (modified cash basis) yang unsur kas lebih besar

dibandingkan akrual dan basis akrual modifikasian (modified accrual

basis) yang unsur akrual lebih besar dibandingkan kas. Basis modifikasi

ini biasanya diunakan dalam transisi dari kas menjadi akrual. Gambar

selanjutnya menjelaskan posisi masingmasing basis.

Kas Akrual
Kas Akrual
Modifikasian Modifikasian

Gambar 2.1 Posisi Basis Akuntansi


Organisasi bisnis menggunakan basis akrual, di sisi lain sebagian

besar organisasi pemerintah menggunakan basis kas. Untuk penggunaan di

organisasi pemerintah, basis kas dan basis akrual dapat dimodifikasi. Pada

dua dekade terakhir terjadi pergeseran basis akuntansi dan anggaran dari

basis kas ke basis akrual di seluruh pemerintahan. Pergeseran ini

merupakan suatu langkah maju menuju pada konteks yang lebih luas dari

reformasi pengelolaan keuangan sektor publik.


2.3.1 Basis Kas
Halim dan Syam (2011) menjelaskan bahwa:

Basis kas merupakan basis akuntansi yang mencatat transaksi ekonomi


hanya apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada kas.
Sedangkan Bastian (2009) mengemukakan:

Basis kas adalah mengakui dan mencatat transaksi keuangan pada saat
kas diterima atau dibayarkan.
18

Fokus pengukurannya pada saldo kas, yaitu dengan membedakan

antara kas yang diterima dan kas yang dikeluarkan. Lingkup akuntansi

berbasis kas yaitu saldo kas dan pengeluaran kas. Lebih lanjut Bastian

menjelaskan karakteristik dari basis kas antara lain :


a. Mengukur aliran sumber kas
b. Transaksi keuangan diakui pada saat uang diterima/dibayarkan
c. Menunjukkan ketaatan pada batas anggaran belanja (Spending Limit)

dan pada peraturan lain


d. Menghasilkan laporan yang kurang komprehensif bagi pengambilan

keputusan

Lebih lanjut, Bastian (2009) menjelaskan kelemahan dari akuntansi

berbasis kas antara lain:

a. Informasi dasar kas kurang relevan bagi para pengambil keputusan,

karena dasar kas hanya berfokus pada aliran kas dan mengabaikan

aliran sumber daya lainnya.


b. Akuntansi dasar kas tidak dapat memberikan informasi modal (aktiva)

secara akurat.
c. Publik mempunyai keterbatasan untuk meminta pertanggungjawaban

pemerintah atas penggunaan suber daya. Informasi kas berarti

pemerintah hanya bertanggung jawab atas kas yang digunakan, tetapi

tidak disebutkan pertanggungjawaban manajemen atas aktiva dan

kewajiban.
d. Informasi yang lebih kompleks tidak dapat disediakan oleh akuntansi

dasar kas.

Akuntansi berbasis kas ditinggalkan oleh penganut basis akrual

karena tidak mampu memberikan informasi yang komprehensif kepada

pengguna. Informasi yang dihasilkan oleh basis kas tidak dapat


19

menjelaskan keadaan yang sebenarnya karena hanya berpatokan dari

masuk dan keluarnya kas sehingga tidak mampu dijadikan dasar

pengambilan keputusan.

2.3.2 Basis Modifikasi Kas


Lampiran XXIX keputusan Menteri Dalam Negeri Indonesia dalam Halim

dan Syam (2011) menjelaskan bahwa basis kas modifikasi merupakan

metode pencatatan transaksi kas atau pengeluaran kas dibukukan (dicatat

atau dijurnal) pada saat uang diterima atau dibayar (dasar kas). Pada akhir

periode dilakukan penyesuaian untuk mengakui transaksi dan kejadian

dalam periode berjalan meskipun penerimaan atau pengeluaran kas dari

transaksi dan kejadian dimaksud belum terealisir. Sedangkan INTOSAI

(1995) menjelaskan basis modifikasi kas memperluas basis kas dengan

mengakui penerimaan dan pencairan yang muncul dalam kurun waktu

tertentu setelah periode pelaporan. Selain kas pada awal dan akhir periode,

akuntansi kas yang dimodifikasi akan menunjukkan kas yang diterima dan

disalurkan pada periode tertentu sebagai aset dan kewajiban. Periode yang

ditentukan untuk mengakui penerimaan mungkin berbeda dari yang

digunakan untuk pencairan, dan kadang-kadang pencairan hanya ketika

diakui.

Bastian (2009) menjelaskan basis modifikasi kas mirip dengan

dasar kas dalam mengakui transaksi disaat kas diterima atau dibayarkan.

Perbedaannya, basis modifikasi kas, pembukuan masih dibuka sampai

jangka waktu tertentu setelah tahun buku. Lebih lanjut Bastian juga

menjelaskan karakteristik basis modifikasi kas adalah:


20

a. Pembukuan masih dibuka pada akhir periode dengan ditambah jangka

waktu tertentu setelah tahun buku


b. Penerimaan dan pengeluaran yang terjadi selama periode

perpanjangan tersebut, berasal dari transaksi sebelumnya, diakui

sebagai pendapatan dan pengeluaran dari tahun fiskal sebelumnya


c. Arus kas pada awal periode pelaporan, yang telah

dipertanggungjawabkan pada periode sebelumnya dikurangkan dari

aliran kas pada periode saat ini.


2.3.3 Basis Modifikasi Akrual
Basis modifikasi akrual mencatat transaksi dengan menggunakan basis kas

untuk transaksi-transaksi tertentu dan menggunakan basis akrual untuk

sebagian besar transaksi. Pembatasan penggunaan dasar akrual didasari

oleh pertimbangan kepraktisan (Halim dan Syam, 2011). Sedangkan

INTOSAI (1995) menjelaskan basis modifikasi akrual mengakui transaksi

atau peristiwa ketika mereka terjadi terlepas dari ketika kas dibayarkan

atau diterima. Fokusnya adalah pada pengukuran dan pelaporan biaya

barang dan jasa yang diperoleh selama periode pelaporan. Hal ini sering

disebut sebagai akuntansi pengeluaran. Pendapatan mencerminkan jumlah

yang datang karena selama periode tersebut.

Bastian (2009) menjelaskan dasar modifikasi akrual mengakui

transaksi pada saat kejadian transasksi tersebut. Perbedaan utama yang

mendasar dengan dasar akrual, pada basis modifikasi akrual, aktiva

berwujud dibebankan pada saat pembelian. Elemen yang diakui adalah

aktiva keuangan, kewajiban, utang/aktiva keuangan neto, pendapatan dan


21

pengeluaran modifikasi akrual. Lebih lanjut Bastian menjelaskan

karakteristik basis modifikasi akrual sebagai berikut:

a. Transaksi diakui pada saat transaksi terjadi


b. Aset fisik dibiayakan (expensed) pada waktu pembelian
c. Seluruh asset dan kewajiban lainnya diakui seperti dasar akrual.

Modifikasi Akrual sekarang digunakan oleh Indonesia dan berlaku

sejak tahun 2005 melalui Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 berlaku

sampai 2014. Basis ini sudah dapat digantikan oleh Peraturan Pemerintah

No 71 Tahun 2010, tetapi basis lama masih dapat digunakan selama masa

transisi sampai tahun 2014.

2.3.4 Basis Akrual


Basis akuntansi akrual didefinisikan Khan dan Mayes (2009) dalam

Ibrahim (2015) sebagai metodologi dalam akuntansi dimana transaksi

diakui berdasarkan aktivitas ekonomi bukan pada saat kas diterima atau

dikeluarkan. Mengikuti metode ini maka pendapatan akan diterima ketika

pekerjaan telah diselesaikan dan beban akan diakui sebagai utang ketika

sumber daya telah digunakan. Sedangkan Hughes (2009) mengatakan

bahwa akuntansi akrual adalah mencatat efek transaksi peristiwa dan

keadaan lainnya pada entitas pelaporan dalam periode di mana transaksi,

peristiwa, dan keadaan tersebut terjadi bukan hanya dalam periode di mana

kas diterima atau dibayar oleh entitas. Akuntansi akrual mengakui bahwa

pembelian, memproduksi, menjual, mendistribusikan, dan operasi lainnya

dari suatu entitas selama suatu periode, serta peristiwa lain yang

mempengaruhi kinerja entitas, sering tidak bertepatan dengan penerimaan

dan pembayaran kas dari periode.


22

Bastian (2009) menjelaskan akuntansi akrual mengakui dan

mencatat transaksi dan kejadian keuangan pada saat terjadi atau pada saat

perolehan. Elemen dasar akrual ini adalah aktiva, kewajiban, net worth,

pendapatan dan biaya. Akuntansi dasar akrual berfokus pengukuran

sumber daya ekonomis dan perubahan sumber daya pada suatu entitas.

Sedangkan Komite Standar Akuntansi Pemerintah Indonesia (2006)

menjelaskan Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di

mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan

disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut,

tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.

Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai

dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan

informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya

dicatat.
Berkaitan hal tersebut IPSAS (International Public Sector

Accounting standard) menekankan bahwa pelaporan keuangan harus

menggunakan akrual basis. IPSAS (2011) menjelaskan :


Accrual basis means a basis of accounting under which transactions and
other events are recognized when they occur (and not only when cash or
its equivalent is received or paid). Therefore, the transactions and events
are recorded in the accounting records and recognized in the financial
statements of the periods to which they relate. The elements recognized
under accrual accounting are assets, liabilities, net assets/equity, revenue,
and expenses.

Dari beberapa uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa

basis akrual akan mengakui transaksi ekonomi tidak didasarkan diterima

atau dikeluarkannya uang tetapi ketika terjadi perubahan posisi keuangan


23

perusahaan yang ditandai dengan adanya aliran masuk atau keluar manfaat

ekonomi. Jadi basis akrual akan memberikan informasi yang lebih akurat

dan mencatat transaksi sesuai waktunya sehingga konsep periodesasi dapat

terpenuhi.
Konsep yang lebih komprehensif dijelaskan oleh Beechy (2005)

dalam Ibrahim (2015) bahwa akuntansi berbasis akrual penuh merupakan

kombinasi tiga konsep yakni basis akrual (itu sendiri), basis biaya dan

konsep alokasi antar periode. Basis akrual merupakan basis untuk

mengatasi kelemahan basis kas yang dapat menyembunyikan hasil operasi

yang sebenarnya maupun informasi atas hutang. Basis biaya menyatakan

bahwa biaya merupakan pengeluaran yang diakui ketika barang dan jasa

diperoleh atau pengeluaran yang digunakan atau dikonsumsi dalam

operasi, meskipun pengeluaran tersebut diakui terlebih dahulu sebagai aset,

sehingga basis biaya muncul ketika konsep penandingan (matching cost

against revenue) diterapkan. Sedangkan, konsep alokasi antar periode

dapat juga dinyatakan sebagai bagian dari pelaporan berbasis biaya, tetapi

dalam praktiknya, alokasi ini merupakan modifikasi dari basis biaya.

Beberapa negara sudah menerapkan akuntansi akrual, misalnya Amerika,

Inggris, dan New Zealand. Sedangkan Indonesia sudah mulai berusaha

menerapkan akuntansi akrual dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah

No 71 Tahun 2010 guna memenuhi amanat dari UndangUndang No 17

tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


Manfaat akuntansi akrual menurut Bastian (2009) dapat dilihat dari

dua perspektif. Dari perspektif masyarakat dasar akrual dapat


24

memperlihatkan tingkat akuntabilitas pemerintah menjalankan

pemerintahan sekaligus menilai pemerintah. Sedangkan dari sisi

pemerintah lebih menekankan pada manfaat manajerial yang dapat

didapatkan pemerintah sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat.

2.4 Auditing
Auditing Concept of American Accounting Association

(1972) dalam Priyambodo (2005) mendefinisikan Auditing

sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan

mengevaluasi bukti secra objektif mengenai asersi-asersi

kegiatan dan peristiwa ekonomi. Tujuannya untuk

menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi

tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya

serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan (Boynton et al. 2002). Sedangkan Arens &

Loebbecke (1991) mendefinisikan auditing sebagai proses

pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang

informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas

ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan

independen untuk dapat menentukan dan malporkan

kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-

kriteria yang telah ditetapkan.


Meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam kedua

definisi yang dikemukakan oleh masing-masing pengarang


25

di atas, tetapi secara garis besar dapat diambil beberapa

unsur yang mengandung kesamaan yaitu:


a. Auditing merupakan suatu proses, yang mengandung

arti bahwa auditing terdiri dari serangkaian langkah atau

prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisir


b. Pengumpulan dan pengevaluasian bukti, yaitu

pemerolehan dasar-dasar penilaian asersi dan

melakukan evaluasi dengan membandingkan bukti-bukti

tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.


c. Asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi yang merupakan

representasi yang dibuat oleh manajemen.


d. Kriteria yang telah ditetapkan yaitu standar-standar

yang digunakain sebagai dasar untuk menilai asersi.


e. Kesesuaian dengan asersi dan kinerja yang ditetapkan

yaitu kedekatan antara asersi dengan kritesia baik

dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif.


Audit memiliki beberapa jenis yang jika dilihat dari

karakteristiknya biasanya dibagi menjadi tiga yaitu:


a. Audit laporan keuangan yang merupakan kegiatan untuk

memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-

laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan

pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah

disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan.
b. Audit kepatuhan yang merupakan kegiatan untuk

memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk

menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi


26

suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan,

ketentuan, atau peraturan tertentu.


c. Audit Operasional yang merupakan kegiatan untuk

memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang

efisiensi dan efektifitas kegiatan operasi entitas dalam

hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.


Puhak yang menjalankan pekerjaan audit disebut

sebagai auditor dan berdasarkan lingkup audit yang

dijalankannya, auditor dapat dibagi menjadi:


a. Auditor independen, merupakan auditor yang

bertanggung jawab untuk melakukan audit terhadap

laporan keuangan historis perusahaan publik. Auditor

independen bekerja berdasarkan imbalan dan

diharapkan untuk bekerja seacara independen dari

kliennya.
b. Auditor internal, merupakan auditor ysng bekerja di

suatu perusahaan dan melakukan auit untuk

kepentingan manajemen perusahaan. Tujuan audit

internal adalah untuk membantu manajemen organisasi

dalam memberikan pertanggungjawaban yang efektif.

c. Auditor pemerintah, merupakan auditor yang melakukan

audit terhadap lembaga atau badan yang melakukan

pengelolaan terhadap kekayaan negara. Dengan

demikian, lingkup audit yang dimiliki oleh auditor

pemerintah tidak hanya instansi dan lemabaga


27

pemerintahan saja tetapi juga dalam berbagai hal

dimana kekayaan negara terlibat di dalamnya.

2.5 Audit Sektor Publik


Lapangan pekerjaan audit selama ini dapat dibagi menjadi

dua yaitu audit sektor privat dan audit sektor publik. Audit

sektor privat meliputi audit yang dilakukan terhadap sektor

swasta yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan

keyakinan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan

yang dibuat oleh manajemen disamping audit internal yang

dilakukan untuk kepentingan manajemen. Audit dalam

sektor privat dilakukan oleh akuntan publik dengan

menggunakan standar audit yang berlaku dan audit

internal dilakukan oleh auditor internal perusahaan.

Sedangakan audit sektor publik meliputi audit terhadap

lembaga, badan, dan instansi yang berhubungan dengan

masyarakat dan menggunakan dana milik masyarakat.

Dengan demikian audit dalam sektor publik dapat

mencakup audit pada instansi pemerintah, lembaga

pemerintah non departemen, dan badan usaha milik

pemerintah. Pada dasarnya audit sektor publik tidak hanya

dapat dilakukan oleh instansi audit sektor publik saja tetapi

juga dapat dilakukan oleh akuntan publik.


28

Jones dan Bates (1990) dalam Priyambodo (2005)

menyatakan bahwa pada tingkatan teknis, audit sektor

publik sama dengan audit yang ada di manapun juga.

Namun ada beberapa hal terkait teknik audit yang ada

pada sektor publik masih ketinggalan dibanding dengan

yang ada pada sektor privat seperti teknik perencanaan

maupun sampling statistic. Di sisi lain audit sektor publik

memiliki sejarah yang lebih panjang dibandingkan audit

sektor privat seperti dalam hubungannya dengan

kecurangan. Perbedaan utama antara audit sektor privat

dan audit sektor publik yang dikemukakan oleh Jones dan

Bates (1990) diantaranya:


a. Audit dalam sektor publik perlu mempertimbangkan

pengaruh politis. Pertimbangan dan rekomendasi yang

diberikan oleh auditor pada akhir auditnya dapat

menimbulkan perdebatan panjang karena keputusan

untuk mencantumkan apakah rekomendasi tersebut

akan dijalankan tidak hanya mempertimbangkan faktor

ekonomi saja. Dalam audit sektor privat, rekomendasi

yang diberikan auditor akan sangat dihormati dan

menjadi pertimbangan utama untuk dijalankan.


b. Audit dalam sektor publik pada umumnya lebih luas

daripada audit dalam sektor privat. Dalam audit sektor

privat, masalah-masalah seperti investigasi terhadap


29

kecurangan sering dilimpahkan kepada auditor yang

memiliki spesialisasi dalam bidang bersangkutan.

Sedangkan dalam audit sektor publik, pelaksanaan

peerjaan tersebut dapat menjadi bagian dari

keseluruhan audit yang harus dijalankan.


Standar GAO (General Accounting Office) yang lebih

dikenal dengan The Yellow Book menyatakan bahwa

lingkup audit pemerintahan meliputi audit keuangan dan

audit kinerja. Audit keuangan terdiri dari audit laporan

keuangan dan audit terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan keuangan. Audit kinerja terdiri dari audit ekonomi

dan efisiensi serta audit program.


Audit laporan keuangan meliputi hal-hal untuk

menentukan:
a. Apakah laporan keuangan entitas yang diaudit

menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil operasi,

dan aliran kas sesuai dengan prinsip akuntansi

berterima umum.
b. Apakah entitas sudah taat pada hukum dan peraturan

untuk transaksi yang mungkin memiliki pengaruh

material terhadap laporan keuangan.


Audit terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

keuangan meliputi hal-hal untuk menentukan:


a. Apakah laporan keuangan serta hal-hal yang berkaitan

seperti elemen-elemen, akun-akun, dan dana telah

disajikan secara wajar.


30

b. Apakah informasi keuangan yang disajikan sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan.


c. Apakah entitas sudah taat pada ketentuan ketatan

keuangan yang khusus


Audit terhadap ekonomi dan efisiensi meliputi hal-hal

untuk menentukan:
a. Apakah entitas memperoleh, melindungi, dan

menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara

ekonomis dan efisien.


b. Penyebab terjadinya ketidakekonomisan dan inefisiensi.
c. Apakah entitas telah taat pada hukum dan peraturan

yang berkaitan dengan ekonomi dan efisiensi.


Audit program meliputi hal-hal untuk menentukan:
a. Sampai seberapa jauh hasil yang sudah ditetapkan oleh

pembuat perundang-undangan atau badan lain yang

memiliki otorisasi telah dicapai.


b. Efektifitas organisasi, program, aktivitas, atau fungsi.
c. Apakah entitas telah taat pada hukum dan peraturan

yang dibuat untuk program tersebut.


Perbedaan antara audit laporan keuangan

perusahaan dengan audit keuangan pemerintahan adalah

tanggung jawab yang harus dipikulnya. Auditor keuangan

pemerintahan memiliki tanggung jawab yang lebih luas

karena adanya kewajiban untuk memberikan laporan

mengenai ketaatan terhadap hokum dan peraturan serta

laporan pengendalian internal (Ricchuite, 2001).


2.5.1 Audit Atas Laporan Keuangan Daerah
Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan teori

keageanan yang mendefenisikan hubungan antara


31

principal dan agent sebagai hubungan kontraktual. Jika

principal dan agent adalah pemaksimal utilitas, maka

Jensen dan Meckling meyakini bahwa agen tidak selalu

bertindak demi kepentingan principal membutuhkan fungsi

monitoring untuk mencegah atau mengurangi potensi

perilaku menyimpang dari agen yang dikontraknya.


Dalam sektor publik, masyarakat diwakili oleh

legislatif (principal) mempercayakan pengelolaan fasilitas

dan penyediaan layanan publik kepada pemerintah

(agency) (Halim dan Abdullah, 2006). Masyarakat

membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku dengan

harapan pemerintah dapat melaksanakn tugasnya dalam

melayani kebutuhan publik secara maksimal. Di sisi lain,

pemerintah sebagai agen berpotensi melakukan tindakan

yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh

karena itu, dibutuhkan suatu fungsi monitoring yang dapat

membatasi tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dari

pemerintah.
Audit sektor publik memiliki peran penting dalam

mengawal pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara. UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara

pada pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa keuangan

negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,


32

transparan, dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Selanjutnya,

UU No. 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan

keuangan negara pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa

pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas

pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas

tanggung jawab keuangan negara. Istilah pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara dalam regulasi tersebut

menunjuk pada pengelolaaan dan tanggung jawab yang

dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Definisi

pelaksanaan dalam UU No.15 tahun 2004 dapat diartikan

sebagai definisi audit, yaitu proses, identifikasi masalah,

analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,

obyektif, dan professional berdasarkan standar

pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,

keandalan, dan kredibilitas informasi mengenai

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.


Audit sektor publik memiliki potensi yang besar

dalam mendukung terwujudnya perbaikan yang

berkelanjutan atas kepentingan masyarakat, baik sebagai

pengguna layanan publik maupun sebagai pembayar pajak

(Bourn, 2007). Gustavson (2015) dalam Iqbal (2016)

mengemukakan bahwa audit pemerintahan yang baik akan

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja


33

sektor publik, terutama pemerintah. Perbaikan yang

berkelanjutan atas kinerja sektor publik hanya dapat

terwujud apabila pengelolaan keuangan negara dapat

dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Oleh karena

itu, fungsi audit sektor publik diharapkan mampu

mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas

tersebut.
Halim (2014) menyatakan bahwa pemerintah sebagai

organisasi publik, memiliki sumber dana yang berasal dari

iuran anggota masyarakat atau lebih dikenal dengan

pendapatan pajak, pendapatan bukan pajak, dan

pendapatan atau penerimaan hibah. Penggunaanya

digunakan untuk pelayanan kepada masyarakat berupa

pelayanan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, keamanan,

dan lain-lain. Seluruh perencanaan pendapatan dan belanja

tersebut dirangkum dalam APBN/D. APBN/D memungkinkan

seluruh program-program pemerintah dapat berjalan

secara efektif dan dapat dirasakan manfaatnya oleh

seluruh lapisan masyarakat.


UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara dan

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah

(LKPD) adalah bentuk pertanggungjawaban dari realisasi

APBD yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. SAP


34

menyatakan bahwa komponen laporan yang disajikan

setidak-tidaknya mencakup jenis laporan dan elemen

informasi yang diharuskan oleh ketentuan perundang-

undangan (PP No.71 tahun 2010). Pemerintah telah

menetapkan standar akuntansi sebagai pedoman dalam

penyusunan laporan keuangan di sektor pemerintahan.

Suwardjono (2014) mendefinisikan standar akuntansi

sebagai serangkaian konsep, prinsip, metoda teknik dan

lainnya yang sengaja dipilih oleh badan penyusun standar,

untuk diberlakukan dalam suatu negara. Hal tersebut demi

mencapai tujuan pelaporan keuangan negara tersebut.

Ritonga dan Suhartono (2012) menyatakan bahwa tidak

adanya standar akuntansi yang memadai akan

menimbulkan implikasi negatif berupa rendahnya

reliabilitas dan objektivitas informasi yang akan disajikan,

inkonsistensi dalam pelaporan keuangan, serta kesulitan

dalam pengauditan. Standar akuntansi tersebut dituangkan

dalam PP No. 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi

pemerintahan. SAP ini merupakan standar akuntansi yang

mengawal peralihan basis akuntansi pemerintahan di

Indonesia dari basis kas menuju akrual (yang sebelumnya

diatur melalui PP No. 24 tahun 2005 tentang standar

akuntansi pemerintahan), menjadi basis akrual penuh. Oleh


35

sebab itu pada PP No. 71 tahun 2010 (selanjutnya disebut

SAP) memuat dua standar akuntansi pemerintahan yang

mengakomodasi kedua basis tersebut.


SAP menyebutkan bahwa tujuan penyusunan laporan

keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang

relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi

yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu

periode pelaporan. Mahmudi (2010) menyebutkan tujuan

pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk

menyediakan informasi dalam pembuatan keputusan

ekonomi.sosial, dan politik, sebagai alat akuntabilitas

publik; dan untuk menyedikan informasi bagi evaluasi

kinerja manajerial dan organisasi.


SAP telah mengatur tentang pedoman praktik

akuntansi pemerintahan sesuai dengan tingkatan masing-

masing. Tetapi, karena ditiap entitas memiliki ukuran,

karakteristik, serta tingkat manajerial yang berbeda-beda,

menyebabkan penafsiran SAP oleh tiap-tiap entitas dapat

bervariasi. Berdasarkan teori keagenan (Jensen dan

Meckling, 1976), pemerintah daerah adalah agen dari

masyarakat pembayar pajak. Laporan keuangan adalah

bentuk pertanggung jawaban pemerintah kepada

masyarakat. Apabila principal dan agent adalah

pemaksimal utilitas, maka dimungkinkan pemerintah


36

memiliki kepentingan tersendiri yang tidak mengakomodasi

kepentingan masyarakat. Atau dengan kata lain, laporan

keuangan pemerintah daerah dimungkinakan tidak

memuat informasi-informasi yang dibutuhkan oleh

masyarakat sesuai dengan SAP. Oleh sebab itu, UU No. 17

tahun 2003, UU No. 15 tahun 2004, dan UU No. 32 tahun

2004 mewajibkan seluruh laporan keuangan, termasuk

LKPD, untuk diaudit oleh lembaga audit independen.


UU tahun 1945 pasal 23 E menyatakan bahwa audit

atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

dilaksanakan oleh BPK. Menurut SPKN, salah satu jenis

audit yang setiap tahun dilakukan secara rutin oleh BPK

adalah audit atas LKPD (BPK, 2007). UU No. 17 tahun 2013

tentang keuangan negara dan UU No. 32 tahun 2004

menyebutkan bahwa sebelum diserahkan kepad DPRD,

LKPD terlebih dahulu harus diperiks oleh BPK. Keluaran

audit BPK atas LKPD berupa opini atas LKPD, hasil audit

BPK atas LKPD diharapkan akan menambah keyakinan atas

kesesuaian penyajian LKPD dengan SAP dan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku, sehingga pada

gilirannya dapat membantu DPRD untuk merumuskan

keputusan yang tepat berkaitan dengan kebijakan

pelayanan publik.
2.5.2 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
37

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) pada

hakikatnya adalah pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara Jo. Pasal 9 e Jo. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

yang menyatakan dalam melaksanakan tugasnya Badan

Pemeriksa Keuangan berwenang menetapkan SPKN. SPKN

ditetapkan dengan standar ini wajib digunakan dalam

pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara.
SPKN ini mengatur hal-hal pokok yang memberi

landasan operasional pelaksanaan pemeriksaan oleh BPK.

SPKN memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu

pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan

pemeriksaan yang profesional bagi para pemeriksa/auditor

dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan

pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara. Standar-standar ini tidak cukup spesifik

untuk dapat digunakan sebagai pedoman kerja oleh para

auditor, namun menggambarkan suatu kerangka sebagai

landasan interpretasi oleh auditor. SPKN berbeda dengan

prosedur auditing, standar ini berkaitan dengan kriteria

atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan


38

dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan

prosedur tersebut.
SPKN ditetapkan dengan Peraturan BPK No. 1 tahun

2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

SPKN tersebut disusun setelah berkonsultasi dengan

pemerintah dengan menggunakan berbagai referensi

standar profesi berbagai organisasi pemeriksa, baik dalam

maupun luar negeri.


SPKN ini bertujuan untuk mendukung peningkatan

mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

serta pengambilan keputusan penyelenggara Negara serta

menjadi unsur penting dalam rangka terciptanya

akuntabilitas publik. Dalam SPKN ini jenis audit dibagi

menjadi tiga yaitu:


a. Pemeriksaan keuangan
b. Pemeriksaan Kinerja
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (No. 12)
Selanjutnya dalam melaksanakan audit pihak yang

bertindak sebagai auditor harus memperhatikan beberapa

hal, diantaranya:
a. Materialitas
Dalam melaporkan hasil pemeriksaannya,

pemeriksa/auditor bertanggung jawab untuk

mengungkapkan semua hal yang material atau signifikan

yang diketahuinya, yang jika tidak diungkapkan dapat

mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna laporan

hasil pemeriksaan, kesalahan dalam penyajian hasilnya,


39

atau menutupi praktik-praktik yang tidak patut atau tidak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(No. 25)
b. Dokumentasi
Pemeriksa/auditor harus mempersiapkan dan memelihara

dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja

pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan

dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan

pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk

memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi

tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut

dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan

tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung

pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi

pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan

dan rekomendasi pemeriksaan. (Lampiran III poin 26)


c. Komunikasi
Dalam rangka membantu pihak manajemen dan para

pengguna laporan hasil pemeriksaan lainnya memahami

tujuan, jangka waktu dan data yang diperlukan dalam

pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan

informasi yang berkaitan dengan perencanaan,

pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan tersebut kepada

pihak-pihak yang terkait selama tahap perencanaan

pemeriksaan. (No. 26)


40

Pada umumnya audit memiliki tahapan yang sama

dalam pelaksanaanya yaitu dimulai dengan perencanaan

hingga pelaporan. Dalam SPKN juga dibahas tentang

tahapan audit, yaitu:


a. Perencanaan audit
1) Pemeriksa/auditor harus mampu mendefinisikan

tujuan pemeriksaan, mengidentifikasikan obyek

pemeriksaan dan aspek kinerja yang harus

dipertimbangkan, termasuk temuan pemeriksaan

yang potensial dan unsur pelaporan yang

diharapkan bisa dikembangkan oleh pemeriksa.


2) Pemeriksa/auditor harus menentukan lingkup

pemeriksaan, yaitu batas pemeriksaan dan harus

terkait langsung dengan tujuan pemeriksaan.


3) Pemeriksa/auditor harus merancang metodologi

pemeriksaan untuk memperoleh bukti pemeriksaan

yang cukup, kompeten, dan relevan dalam rangka

mencapai tujuan pemeriksaan.


4) Pemeriksa/auditor harus mempertimbangkan

signifikansi masalah dan kebutuhan potensial

pengguna laporan hasil pemeriksaan.


5) Pemeriksa/auditor harus memperoleh suatu

pemahaman mengenai program yang diperiksa.


6) Pemeriksa/auditor harus mempertimbangkan

pengendalian internal.
7) Pemeriksa/auditor harus merancang pemeriksaan

untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari


41

ketentuan peraturan perundang-undangan,

kecurangan (fraud), dan ketidakpatutan (abuse)


8) Pemeriksa/auditor harus mengidentifikasikan kriteria

yang diperlukan untuk mengevaluasi hal-hal yang

harus diperiksa
9) Pemeriksa/auditor harus mengidentifikasikan

temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang

signifikan dari pemeriksaan terdahulu yang dapat

mempengaruhi tujuan pemeriksaan.


10) Pemeriksa/auditor harus mempertimbangkan

apakah pekerjaan auditor lain dan ahli lainnya dapat

digunakan untuk mencapai beberapa tujuan

pemeriksaan yang telah ditetapkan.


11) Pemeriksa/auditor harus menyediakan pegawai

atau staf yang cukup dan sumber daya lain untuk

melaksanakan pemeriksaan.
12) Pemeriksa/auditor harus mengkomunikasikan

informasi mengenai tujuan pemeriksaan serta

informasi umum lainnya yang berkaitan dengan

rencana dan pelaksanaan pemeriksaan tersebut

kepada manajemen dan pihak-pihak lain yang

terkait
13) Pemeriksa/auditor harus mempersiapkan suatu

rencana pemeriksaan secara tertulis.


b. Pelaksanaan audit
1) Pemeriksa/auditor harus memperoleh bukti yang

cukup, kompeten, dan relevan untuk menjadi dasar


42

yang memadai bagi temuan dan rekomendasi

pemeriksa.
2) Pemeriksa/auditor harus mempersiapkan dan

memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk

kertas kerja pemeriksaan. pemeriksaan tersebut

dapat memastikan bahwa dokumen hasil

pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang

mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi

pemeriksa. Lampiran 5 (standar pemeriksaan 04)


c. Pelaporan dan tindak lanjut

Pemeriksa/auditor harus membuat laporan hasil

pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil

pemeriksaan. Lampiran 6 (standar pemeriksaan 05)

2.6 Penelitian Terdahulu


Berikut ini adalah beberapa penelitian yang terkait dengan

perubahan Sistem maupun basis akuntansi yang

mempengaruhi audit.
a. Maria, Ioan-Bogdan, dan Costel (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Maria, Ioan-Bogdan, dan

Costel ini berusaha untuk menganalisis dampak dari

adopsi IFRS terhadap audit pada perusahaan yang

listing di bursa efek Rumania. Hasil penelitian ini


43

menyatakan bahwa perubahan standar (IFRS)

berpengaruh terhadap opini audit karena dengan

standar baru mengakibatkan peningkatan kualitas

informasi pada laporan keuangan.


b. Abolfazl, Saeed, dan Ramin (2013)
Abolfazl, Saeed, dan Ramin melakukan penelitian yang

berusaha mengukur hubungan antara penggunaan basis

akrual pada akuntansi pemerintahan dengan audit

kepatuhan. Hasil dari penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa akuntansi akrual pada

pemerintahan tidak berdampak pada efisiensi dari audit

kepatuhan akan tetapi berdampak pada efektivitas

kepatuhan.
c. Wahyu Triyoga (2013)
Penelitian dari Wahyu Triyoga mengidentifikasi

hubungan antara persepsi auditee atas opini wajar

tanpa pengecualian dengan akuntabilitas organisasi.

Hubungan tersebut dijabarkan dengan adanya pengaruh

antara target memeroleh opini audit wajar tanpa

pengecualian atas laporan keuangan dengan kegiatan

auditee yang memenuhi kriteria mendukung

akuntabilitas organisasi.Opini audit Wajar Tanpa

Pengecualian dipersepsikan oleh auditee melalui

baiknya Sistem Akuntansi dan Anggaran, Sistem

Pengendalian Internal, dan SDM. Sementara auditee


44

memersepsikan akuntabilitas organisasi dari aspek

Informasi, Nilai-Nilai Pribadi, dan Penegakan Aturan.

Hipotesis awal yang dibangun mencari hubungan antara

sistem akuntansi dan anggaran, sistem pengendalian

internal, dan sumber daya manusia terhadap Opini audit

Wajar Tanpa Pengecualian.


Hasil penelitian menyajikan persepsi auditee

terhadap pencapaian opini audit Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP) berhubungan dengan akuntabilitas

organisasi, melalui: (a) usaha auditee untuk mencapai

opini audit yang terbaik dengan mendorong komitmen

pimpinan untuk menilai kinerja secara keseluruhan; (b)

internalisasi nilai-nilai organisasi pada setiap individu

pegawai; (c) mengembangkan sistem akuntansi dan

anggaran yang dapat menghasilkan informasi yang

mudah dipahami; serta (d) menegakan aturan serta

sistem pengendalian internal yang peka terhadap

kebutuhan indentifikasi risiko. Akuntabilitas organisasi

dapat diimplementasikan melalui pencapaian opini WTP

dapat didukung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

tersebut.
d. KPMG Kanada (2007)
KPMG yang merupakan salah satu anggota The Big Four

Auditors dalam artikelnya yang mendiskusikan tentang

peran komite audit dalam mengawasi perusahaan dalam


45

transisi ke IFRS. Artikel ini menyatakan bahwa

perubahan standar akan berdampak terhadap komite

audit dan manajemen.


e. Emmy Mutiarini (2005)
Emmy Mutiarini meneliti pemahaman dan pengetahuan

auditor melalui persepsi-persepsi mereka mengenai

pengaruh kebijakan akuntansi dan penyjian laporan

keuangan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan

audit atas LKPD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan kebijakan akuntansi baik dengan basis kas

modifikasian maupun dengan basis akrual tidak

mempengaruhi pelaksanaan audit keuangan yang

dilakukan oleh auditor BPK-RI. Namun penerapan basis

akrual memungkinkan pemerintah daerah dapat

menyajikan informasi keuangan yang lebih relevan,

lebih andal dan lebih komprehensif yang akhirnya dapat

membantu auditor melaksanakan proses audit.


46

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Latar Belakang Kontekstual


4.1.1 Pemerintah Daerah Gunungkidul
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Daerah

Istimewa Yogyakarta, dengan Ibu Kota Wonosari yang terletak 39 km

sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Secara yuridis, status Kabupaten

Gunungkidul sebagai salah satu daerah kabupaten yang berhak mengatur

dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah

Istimewa Yogyakarta ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU

no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950 pada saat

Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat. Wilayah Kabupaten

Gunungkidul dibagi menjadi 18 Kecamatan dan 144 desa.


Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di DIY

dengan jumlah penduduk cukup besar. Berdasarkan hasil estimasi Sensus

Penduduk 2010 jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2012

berjumlah 680.406 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 328.878 jiwa

dan perempuan sebanyak 351.528 jiwa.


Kabupaten Gunungkidul mempunyai beragam potensi di sektor

perekonomian mulai dari pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora

dan fauna, industri, tambang serta potensi pariwisata. Pertanian yang

dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering tadah

hujan ( 90 %) yang tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan.

Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan sebagian besar sawah tadah
47

hujan. Sumberdaya alam tambang yang termasuk golongan C berupa : batu

kapur, batu apung, kalsit, zeolit, bentonit, tras, kaolin dan pasir kuarsa.

Kabupaten Gunungkidul juga mempunyai panjang pantai sekitar 65 Km

dari Kecamatan Purwosari sampai Kecamatan Girisubo. Potensi hasil laut

dan wisata sangat besar dan terbuka untuk dikembangkan.Potensi lainnya

adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil pertanian yang

semuanya sangat potensial untuk dikembangkan.

(Sumber: http://www.gunungkidulkab.go.id/)

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Gunungkidul

Organisasi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berdasarkan

Peraturan Daerah No 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan

Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul, terdiri dari Kepala Daerah

beserta perangkat daerah yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat

DPRD, Inspektorat Daerah, dinas daerah, badan daerah. Perangkat daerah

dimaksud bertanggungjawab kepada Kepala Daerah dan membantu Kepala

Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Tabel 3.1
Daftar Badan dan Dinas Kabupaten Gunungkidul

N SKPD N SKPD N SKPD


48

O O O
1 Badan 11 Dinas 21 Dinas Tenaga
Kepegawaian, Kebudayaan Kerja dan
Pendidikan dan Transmigrasi
Pelatihan Daerah
2 Badan Keuangan 12 Dinas 22 Dinas Kelautan
dan Aset Daerah Perpustakaan dan dan Perikanan
Kearsipan
3 Badan 13 Dinas Pertanian 23 Dinas Pariwisata
Perencanaan dan Pangan
Pembangunan
Daerah
4 Badan Kesatuan 14 Dinas Pendidikan, 24 Dinas
Bangsa dan Pemuda dan Perindustrian dan
Politik Olahraga Perdagangan
5 Dinas Kesehatan 15 Dinas Pekerjaan 25 Dinas Koperasi,
Umum, Usaha Kecil dan
Perumahan Menengah
Rakyat, dan
Kawasan
Permukiman
6 Satuan Polisi 16 Dinas Pertanahan dan Tata Ruang
Pamong Praja
7 Dinas Sosial 17 Dinas Lingkungan Hidup

8 Dinas 18 Dinas Pemberdayaan Perempuan,


Kependudukan Perlindungan Anak dan KB
dan Pencatatan
Sipil
9 Dinas 19 Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Perhubungan Desa
10 Dinas Komunikasi 20 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
dan Informatika Terpadu

(Sumber: http://www.gunungkidulkab.go.id/)

Pemerintah daerah Gunungkidul sejak 2015 telah menerapkan basis

akrual dalam penyusunan laporan keuanganya dan pada tahun tersebut

pemda Gunungkidul berhasil memperoleh opini wajar tanpa pengecualian.

Sebelumnya pemda Gunungkidul menerapkan basis CTA sejak tahun 2005


49

dan selama 14 tahun pemda Gunungkidul hanya memperoleh opini wajar

dengan pengecualian.

3.2 Rasionalitas Objek Penelitian


Penelitian ini mengambil objek penelitian di pemerintah daerah

Gunungkidul yang telah menerapkan basis akrual sejak tahun 2015

berdasarkan Peraturan Pemerintah 71 tahun 2010. Kabupaten Gunungkidul

meupakan salah satu kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta

yang akhirnya memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada

tahun 2015 setelah selama 14 tahun mendapatkan opini wajar dengan

pengecualian (WDP).
Perubahan basis akuntansi menjadi basis akrual menyebabkan

adanya perubahan dalam tatanan pengelolaan keuangan daerah serta

lingkup tanggung jawab semakin besar. Perubahan menjadi basis akrual

menuntut adanya perbaikan sehingga pengelolaan keuangan daerah

menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain mempengaruhi pengelolaan

keuangan daerah, perubahan basis akuntansi juga berdampak pada audit

laporan keuangan yang dilakukan oleh BPK, karena dibutuhkan

penyesuaian-penyesuaian sehingga hasil pemeriksaan sesuai dengan

kondisi riil yang ada di pemerintah daerah.

3.3 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus (case study) pada Pemerintah Daerah Gunungkidul mengenai

dampak perubahan basis akuntansi terhadap audit. Moleong (2012)

menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang

bertujuan untuk memahami fenomena dari subjek penelitian secara holistik


50

dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu

konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah. Menurut Yin (2013) studi kasus adalah salah satu metode

penelitian ilmu-ilmu sosial dan secara umum merupakan strategi yang

lebih cocok bila pokok pertanyaan penelitian berkenaan dengan how atau

why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol

peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitian

terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks

kehidupan nyata.

3.4 Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Data primer mengacu pada informasi yang diperoleh tangan pertama

peneliti pada variabel yang sesuai dengan tujuan penelitian (Sekaran dan

Bougie, 2013). Penelitian ini menggunakan data hasil wawancara dan

observasi sebagai data primer. Wawancara semiterstruktur dilakukan

secara mendalam untuk menggali informasi dampak perubahan basis

akuntansi terhadap audit di pemda Gunungkidul. Jenis wawancara ini

dilakukan pada beberapa narasumber yaitu kepala bagian akuntansi pemda

Gunungkidul beserta staf dan auditor BPK DIY.


Sekaran dan Bougie (2013) menyatakan bahwa data sekunder

mengacu pada sumber yang sudah ada seperti rekaman atau arsip

perusahaan, publikasi pemerintah, analisis industri oleh media, website,

internet dan lain-lain. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan

adalah peraturan pemerintah terkait penerapan basis akrual (PP 71 tahun


51

2010), laporan hasil pemeriksaan pemda Gunungkidul, petunjuk teknis

(juknis) audit LKPD, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan

dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data untuk studi kasus menurut Yin (2013) berupa dokumen,

rekaman arsip, wawancara, observasi dan perangkat fisik. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

menggunakan dokumentasi, observasi dan wawancara.


3.5.1. Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-

dokumen yang valid dan relevan dengan penelitian. Metode dokumentasi

menurut Creswell (2016) memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (1)

memungkinkan peneliti memperoleh bahasaan kata-kata tekstual dari

partisipan; (2) dapat diakses kapan saja-sumber informasi yang tidak

terlalu menonjol; (3) menyajikan data yang berbobot; dan (4) sebagai bukti

tertulis, data ini benar-benar dapat menghemat waktu. Dalam penelitian ini

dokumen yang digunakan adalah peraturan pemerintah terkait penerapan

basis akrual (PP 71 tahun 2010),laporan hasil pemeriksaan pemda

Gunungkidul, petunjuk teknis (juknis) audit LKPD, Standar Pemeriksaan

Keuangan Negara (SPKN) dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan

dengan penelitian ini..


3.5.2. Observasi
Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan oleh peneliti dengan cara

turun langsung ke lapangan untuk mengamati segala perilaku dan aktivitas

yang ingin diteliti (Cresswell, 2016). Peneliti dapat mencatat dan atau

merekam proses observasi yang berupa aktivitas-aktivitas dalam lokasi


52

peneliian secara terstruktur maupun semistruktur (Creswell, 2016). Pada

penelitian ini, peneliti tidak dapat dapat terjun langsung menjadi partisipan

sehingga peneliti akan melakukan pengumpulan data dan menganalisis

data-data tersebut. Dengan kata lain, peneliti hanya menjadi non-

partisipan/pengamat.
3.5.3. Wawancara
Menurut Moleong (2012) wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara semi struktur. Wawancara semi struktur sudah termasuk

dalam kategori in-depth interview. Menurut Cooper dan Schiderlin (2014)

menjelaskan bahwa wawancara semiterstruktur adalah wawancara yang

diawali dengan beberapa pertanyaan terstruktur kemudian dilanjutkan

dengan pertanyaan spesifik sesuai dengan karakteristik terwawancara.


Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu

recorder dan buku catatan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting.

Setelah melakukan wawancara, peneliti membuat transkrip wawancara

agar hasil wawancara dapat dianalisis. Wawancara akan dilaksanakan

kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, yaitu:


a. Kepala bagian akuntansi pemda Gunungkidul
b. Staf bagian akuntansi pemda Gunungkidul
c. Auditor BPK-DIY

3.6 Teknik Analisis Data


Dokumen yang telah dikumpulkan dari metode dokumentasi akan

diobservasi untuk memberikan gambaran kepada peneliti mengenai segala

perilaku dan aktivitas objek yang ingin diteliti. Hal ini dilakukan karena
53

peneliti tidak dapat terjun langsung mengamati aktivitas objek, sehingga

peneliti hanya menjadi pengamat saja (Creswell, 2016).


Menurut Sekaran dan Bougie (2013) terdapat tiga langkah utama

dalam menganalisis data wawancara, yaitu sebagai berikut.


3.6.1. Data Reduction
Proses pengumpulan data kualitatif biasanya menghasilkan data yang

sangat banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis data untuk

mereduksi data, sehingga data yang paling relevan saja yang digunakan

dalam penelitian. Reduksi data merupakan proses pemilihan, memusatkan,

menyederhanakan, meringkas dan mengubah data yang berasal dari tulisan

atau transkrip yang telah dikumpulkan. Data yang direduksi adalah

transkrip wawancara dan dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan

sebelumnya.Reduksi data dapat dilakukan dengan menggunakan analisis

tematik Braun dan Clarke (2006).Analisis tematik merupakan suatu

metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

pola/tema dalam data kualitatif. Tahapan dalam analisis tematik menurut

Braun dan Clarke (2006) dapat di uraikan sebagai berikut.


a. Memahami data lebih dalam
Pada tahapan ini peneliti melakukan koding. Braun dan Clarke

(2006) menjelaskan bahwa koding dilakukan dengan cara menandai

dan mencatat ide. Koding tersebut nantinya digunakan dalam tahap

selanjutnya. Langkah selanjutnya yaitu melakukan proses koding

yang sifatnya formal dan akan terus dikembangkan serta ditetapkan

pada seluruh tahapan analisis.

b. Menghasilkan kode awal


54

Tahapan selanjutnya setelah koding, menurut Braun dan Clarke

(2006) yaitu menghasilkan kode awal. Data yang diperoleh akan

diberikan kode awal.Kode ini mengidentifikasi karakteristik atau ciri

dari data yang menarik kemudian dianalisis. Hal tersebut merujuk

pada segmen atau elemen yang paling mendasar dari data yang masih

mentah atau informasi yang dapat diakses melalui cara tertentu

mengenai fenomena yang terjadi.


c. Mencari tema yang tepat
Menurut Braun dan Clarke (2006) pada saat seluruh data telah

dikodekan dan disusun sesuai kode awal, sehingga menghasilkan

daftar yang memuat beberapa kode berbeda yang telah diidentifikasi

dari data yang diperoleh sebelumnya. Analisis dalam tahapan ini

menitikberatkan pada tingkat yang lebih luas.Tahapan ini melibatkan

kode-kode yang berbeda, yang kemudian disortir ke dalam tema yang

lebih potensial, dan menyusun semua data inti yang dikodekan secara

relevan dalam tema yang telah diidentifikasi.


d. Meninjau kembali tema yang ditemukan
Peninjauan kembali tema yang telah ditemukan pada tahapan

sebelumnya dimulai ketika calon atau kandidat tema telah disusun,

kemudian dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap calon-

calon tema tersebut. Selama proses penyempurnaan tersebut, akan

terlihat jelas bahwa beberapa calon tema memang merupakan tema

yang potensial serta calon tema yang lain bukanlah tema yang sesuai.
e. Mendefinisikan dan memberi nama tema
Tahap ini baru akan dimulai ketika peta tematik telah disusun dan

kemudian didefinisikan serta memperbaiki tema yang akan


55

digunakan dalam analisis. Pendefenisian dan perbaikan tema

dilakukan dengan maksud menemukan inti dari setiap tema dan

menentukan aspek apa yang ditemukan dari data pada setiap tema.

Menurut Braun dan Clarke (2006) Dalam tahapan ini, peneliti

sebaiknya menghindari untuk mencoba dan mendapatkan tema yang

terlalu banyak, beragam dan kompleks. Langkah selanjutnya yaitu

dengan kembali mengumpulkan inti data dari setiap tema, yang

nantinya diatur kedalam akun yang koheren, konsisten dan disertai

narasi. Braun dan Clarke (2006) menekankan dalam langkah ini

bahwa halyang perlu diperhatikan adalah tidak hanya

memparafrasekan isi dari data inti yang dipaparkan tetapi juga

mengidentifikasi apa yang menarik mengenai setiap inti data dan

mengapa inti data tersebut menarik untuk dijelaskan.


f. Menghasilkan laporan
Menurut Braun dan Clarke (2006) tahapan yang paling akhir akan

dicapai ketika tema telah benar-benar sempurna dan melibatkan

analisis akhir dari laporan yang akan dibuat. Laporan yang dibuat

baik untuk publikasi maupun untuk keperluan penelitian yang

bertujuan untuk memaparkan data yang kompleks kepada pembaca.

Data tersebut harus bisa meyakinkan pembaca mengenai validitas

analisis data yang digunakan dalam penelitian. Analisis harus

ringkas, logis, tidak dikemukakan secara berulang, dan berisi laporan

yang menarik dari penjelasan data secara keseluruhan melalui tema-

tema yang penting.


3.6.2. Data display
56

Data display berhubungan dengan penyajian data, yaitu bagaimana data

disajikan dalam bentuk kalimat, grafik, atau chart, sehingga dapat

dipahami oleh peneliti dan pembaca (Sekaran dan Bougie, 2013). Miles

dan Huberman (1992) menyatakan bahwa penyajian adalah sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Semuanya dirancang guna

menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu

dan mudah diraih dan dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat

apa yang sedang terjadi. Pendekatan yang paling populer yang digunakan

dalam menyampaikan hasil analisis ialah dengan menerapkan pendekatan

naratif.Pendekatan ini bisa meliputi pembahasan tentang kronologi

peristiwa, tema tertentu (lengkap dengan subtema, ilustrasi khusus,

perspektif, dan kutipan), atau tentang keterhubungan antartema (Creswell,

2016).

3.6.3. Conclusion and verification


Tahap terakhir yaitu penarikan kesimpulan, dimulai dari kesimpulan awal

yang diperoleh melalui tahap coding, kemudian dilakukan verifikasi untuk

meyakinkan bahwa temuan dalam kesimpulan awal telah valid dan

didukung oleh bukti yang kuat (Sekaran dan Bougie, 2013).

3.7 Teknik Pengujian Data


Creswell (2016) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, validitas

tidak memiliki konotasi yang sama dengan validitas dalam penelitian

kuantitatif. Validitas tidak pula sejajar dengan reliabilitas (yang berarti


57

pengujian stabilitas-konsistensi) ataupun dengan generalisabilitas (yang

berarti validitas eksternal) dalam penelitian kuantitatif.Sebaliknya,

validitas kualitatif (qualitative validity) merupakan upaya pemeriksaan

terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur

tertentu, sementara itu reliabilitas kualitatif (qualitative reliability)

mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika

diterapkan oleh peneliti lain (dan) untuk proyek yang berbeda (Gibs dalam

Creswell, 2016).
Creswell (2016) menyatakan bahwa mentriangulasi sumber data

yang berbeda ialah dengan cara memeriksa bukti-bukti yang berasal dari

sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-

tema secara koheren. Apabila tema-tema dibangun berdasarkan sejumlah

sumber data atau perspektif dari partisipan maka proses ini dapat

menambah validitas penelitian. Dalam penelitian ini, digunakan tiga jenis

triangulasi (Moleong, 2012) sebagai berikut.


a. Triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan atau mengecek baik

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif;


b. Triangulasi metode yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1)

melakukan pemeriksaan derajat kepercayaan terhadap hasil temuan

penelitian yang menggunakan beberapa teknik pengumpulan data; dan

(2) melakukan pemeriksaan derajat kepercayaan terhadap beberapa

sumber data dengan metode yang sama.


58

c. Triangulasi teori, yaitu dengan memeriksa derajat kepercayaan fakta

terhadap satu atau lebih teori, proses tersebut didefinisikan sebagai

penjelasan banding (rival explanation).


Reliabilitas kualitatif yang disebut juga dengan dependability oleh

Gibbs dalam Creswell (2016), dinyatakan dengan beberapa prosedur yaitu

dengan
a) Memeriksa hasil transkripsi untuk memastikan bahwa hasil transkripsi

tidak berisi kesalahan selama proses.


b) Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang

mengenai kode-kode selama proses coding. Hal ini dapat dilakukan

dengan terus membandingkan data tentang kode dan menulis memo

tentang kode dan definisinya.


Generalisasi kualitatif atau bisa disebut dengan transferabilitas

adalah hal lain yang dapat dipertimbangkan dalam pengujian data

penelitian kualitatif. Tujuan dari generalisasi dalam penelitian kualitatif

bukan untuk menggeneralisasi hasil penemuan pada individu, lokasi, atau

tempat di luar objek penelitian, sebagaimana yang banyak dijumpai pada

penelitian kuantitatif (Creswell, 2016). Hasil studi kualitatif dapat

digeneralisasi pada sejumlah teori yang lebih luas. Generalisasi ini muncul

ketika para peneliti kualitatif meneliti kasus-kasus tambahan dan

menggeneralisasi hasil penelitian sebelumnya pada kasus-kasus yang baru

tersebut (Yin dalam Creswell, 2016).


59

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Dokumen

Teknik pengumpulan data melalui metode observasi

dilakukan peneliti terhadap berbagai dokumen yang terkait

dengan pertanyaan penelitian. Hasil observasi tersebut

didokumentasikan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2. Dokumen-

dokumen pendukung dalam penelitian adalah sebagai

berikut.

a. Peraturan pemerintah terkait penerapab basis akrual (PP

71 tahun 2010)

b. Laporan Hasil Pemeriksaan pemda Gunung Kidul tahun

2014 (basis CTA) dan 2015 (basis akrual).

c. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) 2007

d. Petunjuk teknis audit sebelum basis akrual dan setelah

basis akrual
60

Tabel 4.1

Pokok Perbandingan LKPD Gunung Kidul antara tahun


2014 dan 2015
Aspek 2014 2015
Basis Basis CTA (Cash Toward Basis Akrual
akuntans Accrual)
i yang untuk pengakuan pos-
digunaka pos pendapatan,
n belanja, dan
pembiayaan dan basis
akrual untuk
pengakuan pos-pos
aset, kewajiban dan
ekuitas dana
Informasi
yang 1. Aset 1. Aset
disediak
an dalam 2. Kewajiban 2. Kewajiban
LKPD
3. Ekuitas dana 3. Ekuitas

4. Pendapatan 4. Pendapatan-LRA

5. Belanja 5. Belanja

6. Transfer 6. Transfer

7. Pembiayaan 7. Pembiayaan

8. Arus kas 8. Saldo anggaran


lebih

9. Pendapatan-LO

10. Beban

11. Arus kas


61

Kompone 1. Laporan Realisasi 1. Laporan Realisasi


n Anggaran (LRA) Anggaran (LRA)
Laporan 2. Neraca 2. Laporan Perubahan SAL
Keuanga 3. Laporan Arus Kas (LAK) (LP-SAL)
4. Catatan atas Laporan 3. Neraca
n
Keungan (CaLK) 4. Laporan Operasional
(LO)
5. Laporan Arus Kas (LAK)
6. Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE)
7. Catatan atas Laporan
Keungan (CaLK)

Unsur a. LRA
Laporan 1) Pendapatan a. Laporan Pelaksanaan
Keuanga 2) Belanja Anggaran
n 3) Transfer
4) Pembiayaan 1) LRA:
b. Neraca Pendapatan-LRA,
1) Aset Belanja, Transfer,
2) Kewajiban pembiayaan
3) Ekuitas Dana 2) Laporan
(Ekuitas dana perubahan SAL:
lancar, investasi dan Menyajikan
dana cadangan) informasi kenaikan
c. Laporan Arus Kas atau penurunan
1) Penerimaan Kas saldo anggaran
2) Pengeluaran Kas lebih tahun
d. CaLk pelaporan
dibandingkan
dengan tahun
sebelumnya
b. laporan finansial
1) Neraca:
Aset, Kewajiban,
Ekuitas.
2) LO:
Pendapatan-LO,
Beban, Transfer,
Pos Luar Biasa.
3) LPE:
62

Menyajikan
kenaikan dan
penurunan ekuitas
tahun pelaporan
dibandingan tahun
sebelumnya.
4) LAK:
Penerimaan dan
pengluaran kas
5) CaLK
Pengaku 1) Pengakuan 1) Pengakuan
an Unsur pendapatan pendapatan
Laporan Pendapatan menurut
keuanga basis akrual diakui Pendapatan-LO diakui
n pada saat timbulnya pada saat timbulnya
hak atas pendapatan hak atas pendapatan
tersebut atau ada tersebut atau ada
aliran masuk aliran masuk sumber
sumberdaya ekonomi daya ekonomi
Pendapatan menurut
basis kas diakui pada Pendapatan-LRA diakui
saat kas diterima pada saat kas diterima
direkening kas umum di rekening kas umum
negara/daerah atau negara/daerah atau
oleh entitas pelaporan oleh entitas pelaporan
2) Pengakuan belanja
2) Pengukuran belanja
Belanja menurut basis
dan beban
akrual diakui pada saat
timbulnya kewajiban
Beban diakui pada saat
atau pada saat
timbulnya kewajiban,
diperoleh manfaat
terjadinya konsumsi
Belanja menurut basis
aset, atau terjasinya
kas diakui pada saat
penurfunan manfaat
terjadinya pengeluaran
ekonomi atau potensi
dari kas umum
jasa.
negara/daerah atau
entitas pelaporan Belanja diakui
berdasarkan terjadinya
pengeluaran dari
63

rekening kas umum


negara/daerah atau
entitas pelaporan

Pengukur Menggunakan nilai Mengunakan nilai


an unsur perolehan historis. perolehan historis.
Aset dicatat sebesar Aset dicatat sebesar
pengeluaran kas dan pengeluaran/pengguna
setara kas atau an sumber daya
sebesar nilai wajar dari ekonomi atau sebesar
imbalan yang nilai wajar dari imbalan
diberikan untuk yang diberikan untuk
memperoleh aset meperoleh aset
tersebut tersebut
Kewajiban dicatat Kewajiban dicatat
sebesar nilai nominal sebesar nilai wajar
sumber daya ekonomi
yang digunakan
pemerintah untuk
memenuhi kewajiban
yang bersangkutan

Tabel 4.2

Perbedaan Gambaran Umum Pemeriksaan Gunung Kidul


tahun 2014 dan 2015

Komponen
Gambaran 2014 2015
Pemeriksaan
64

Berisi empat poin dan dua Berisi 25 poin dan tiga


diantaranya tidak diantaranya dikeluarkan
Dasar Hukum tercantum pada dasar tahun 2015 (poin c, p dan
hukum di tahun 2015 v)
(poin c dan d)

Tujuan
- -
Pemeriksaan

Terdiri dari 7 poin dengan


tambahan:

1. Kewajaran penyajian
Sasaran saldo akun dan transaksi
Terdiri dari 5 poin
Pemeriksaan pada LO, LPE, dan LP-SAL

2. Konsistensi penerapan
prinsip akuntansi dalam
penyusunan LKPD

Standar
- -
Pemeriksaan

Metodologi
- -
Pemeriksaan

Waktu
- -
Pemeriksaan

(1) Neraca; (2) LRA; (3)


Obyek (1) Neraca; (2) LRA; (3)
LP-SAL; (4) LO; (5) LAK;
Pemeriksaan LAK; (4) CALK
(6) LPE; (7) CALK

4.2 Analisis Hasil Wawancara


65

Wawancara mendalam dengan metode semi-terstruktur

dilakukan secara face-to-face pada seluruh narasumber

penelitian ini. Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan

informasi secara mendalam mengenai perspektif

narasumber terhadap dampak perubahan basis akuntansi

terhadap audit. Peneliti menggunakan alat perekam untuk

merekam setiap wawancara dengan para narasumber.

Tabel 4. 3

Narasumber Wawancara

N Kod
Nama Jabatan Durasi
o e

Rafael Driarko RD Ketua Tim Auditor 54


1
Wardono, MM W BPK-DIY menit

Kepala Bidang
Rr. Noor Indra
3 NIT Akuntansi Kab.
Triwulandari, SE.
Gunung Kidul
14
menit
Kasubid Akuntansi
4 Bejo Utomo, S.IP. BU Aset dan Selain
Kas

Proses pertama dalam menganalisis data yang

diperoleh dari hasil wawancara yaitu mentranskrip hasil


66

wawancara. Dari transkrip hasil wawancara, terlihat bahwa

tidak semua jawaban narasumber terkait dengan

permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Oleh karena

itu, sehingga dibutuhkan proses reduksi data untuk memilih

data yang memiliki kesesesuaian dengan fokus dan

masalah penelitian.

Tahapan setelah melakukan reduksi data adalah

mengkategorisasi hasil wawancara yang memiliki

kesamaan makna. Selanjutnya, setiap kategorisasi tersebut

diberi nama berdasarkan makna yang terkandung pada

setiap kalimat atau paragraf dan berdasarkan pada teori-

teori yang ada. Hasil kategorisasi tersebut kemudian

diklasifikasikan ke dalam tema-tema yang telah ditentukan

sebelumnya.

Tabel 4.4
67

Hasil Penemaan dan Kategorisasi

Kode Tema Kode Kategori

PP Perubahan Peraturan

Penerapan Basis
PBA PA Penambahan Akun
Akrual

PSL Perubahan Struktur LK

MS Masalah SDM

Kendala Yang
KYD MPL Masalah Perangkat Lunak
Dihadapi

MR Masalah Regulasi

PM Penyebab Masalah KP Kesiapan Pemerintah

PKS Peningkatan Kualitas SDM

SM Solusi Masalah SA Saran Auditor

MR Memperbaiki Regulasi

PP Pemeriksaan Pendahuluan
TA Tahapan Audit
PA Perencanaan Audit

PPL Proses Pekerjaan Lapangan

PO Penentuan Opini

PA Perencanaan Audit

DBA Dampak Basis Akrual PLA Pelaksanaan Audit

PDO Pelaporan dan Opini


68

4.3 Pemaparan Temuan

Temuan penelitian ini merupakan hasil proses reduksi,

kategorisasi, penemaan, dan penarikan kesimpulan dari

berbagai data. Peneliti mengumpulkan dan menganalisis

data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Untuk memudahkan penulisan sumber data hasil

wawancara, peneliti memberikan kode yaitu dua huruf dan

angka. Kode dua huruf menunjukkan inisial nama

narasumber (tabel 4.3) dan angka menunjukkan lokasi

baris pada transkrip. Contoh RDW12 artinya wawancara

pada narasumber Rafael Driarko Wardono, MM yang

terdapat di baris 12. Berdasarkan dari hasil analisis

tersebut peneliti mendapatkan temuan sebagai berikut.

4.3.1 Penerapan Basis Akrual

Pemerintah daerah Gunungkidul termasuk daerah yang

mulai menerapkan basis akrual dalam penyusunan laporan

keuangannya pada tahun 2015 yang merupakan batas

akhir penerapan basis akrual. Hal ini berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 yang mewajibkan setiap


69

pemerintah daerah untuk menerapkan SAP berbasis akrual

secara penuh selambat-lambatnya 4 tahun setelah

peraturan tersebut di terbitkan, yaitu pada tahun 2015.


Dari hasil wawancara dengan pejabat yang

bertanggung jawab atas pengelolaan akuntansi di

pemerintah daerah gunungkidul dapat diketahui bahwa

pada penerapan basis akrual ada beberapa hal yang

berubah, diantaranya:

1. Perubahan Peraturan

Sebelum menerapakan basis akrual pemerintah daerah

gunung kidul menerapkan basis kas kemudian CTA (Cash

Toward Accrual) yang mengacu pada PP 24/2005 tentang standar

akuntansi pemerintahan. Kemudian tahun 2006 disusul Peraturan Menteri

Dalam Negeri (PERMENDAGRI) 13/2006 tentang pedoman pengelolaan

keuangan daerah. Kemudian setelah PP 71/2010 dirilis maka Menteri

Dalam Negeri mengeluarkan PERMENDAGRI 64/2013 tentang penerapan

standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual pada pemerintah daerah

yang nantinya menjadi acuan dalam penerapan basis akrual.


Basis akrual ke.. CTA yo kita kan pake PP 24 kemudian jadi pake SAP
itu.. PP 71.. (NIT12)

2. Penambahan Akun

Penerapan basis akrual pada laporan keuangan pemerintah daerah juga

berdampak pada munculnya beberapa akun yang belum digunakan pada


70

basis akuntansi sebelumnya. Diantara akun yang muncul setelah penerapan

basis akrual yaitu antara lain akun-akun penyusutan, utang belanja,

Belanja Dibayar di Muka, Pendapatan yang Masih Harus

Diterima, Beban yang Masih Harus Dibayar, dan

Pendapatan Diterima di Muka, dll.


terus kemarin tidak ada ee.. penyusutan sekarang ada penyusutan..
kemarin tidak mengakui utang belanja sekarang ada utang belanja.. kan
itu toh.. (NIT14)

3. Perubahan Struktur Laporan Keungan

Sebelum penerapan basis akrual berdasarkan PP 24/2005 tentang standar

akuntansi pemerintahan kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri

(PERMENDAGRI) 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan

daerah struktur laporan keuangan terdiri dari empat laporan yaitu (1)

neraca, (2) laporan realisasi anggaran, (3) laporan arus kas dan (4) catatan

atas laporan keuangan. Setelah penerapan basis akrual yang ditandai

dengan keluarnya PP 71/2010 maka strukrur laporan keungan bertambah

menjadi tujuh laporan dengan menambahkan tiga laporan yaitu (1) laporan

oprasional, (2) laporan perubahan saldo anggaran lebih dan (3) laporan

perubahan ekuitas.

kemarin kan pake permendagri 13terus 64 itu..

itu yang kita pake.. intinya seperti itu yang mulai dari hanya 5 laporan
jadi 7 atau 8.. (BU13)

2. Kendala yang dihadapi


71

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penerapan basis

akrual pada pemerintah daerah akan memunculkan

masalah dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan basis

akrual masih merupakan barang baru bagi pemerintah

daerah, termasuk pada pemda Gunungkidul yang tidak luput

dari masalah tersebut. Dari hasil wawancara dengan bagian akuntansi

pemda Gunungkidul, ada beberapa masalah yang dihadapi dalam

penerapan basis akrual ini, diantaranya:

1. Masalah SDM

Seperti yang diketahui bahwa basis akrual merupakan sesuatu yang baru,

sehingga dalam penerapannya butuh penyesuaian-penyesuaian, termasuk

dalam hal penyesuaian SDM yang dituntut untuk memahami hal-hal yang

berkaitan dengan basis akrual. Dari hasil wawancara yang dilakukan maka

diketahui bahwa SDM menjadi salah satu pokok permasalahan dalam

penerapan basis akrual, karena sebagian besar SDM yang ada di pemda

Gunungkidul belum terlalu memahami tentang basis akrual. Oleh karena

itu dibutuhkan proses pembelajaran kepada SDM yang ada dan tentunya

ini juga memakan waktu yang cukup banyak.


Banyak sekali, yang pertama masalah SDM. Inikan sesuatu yang baru
bagi kita, sehingga kita butuh proses untuk pembelajaran ke SDM itu.
(BU2)

2. Masalah Perangkat Lunak


72

Perangkat lunak merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan

dalam proses akuntansi pada pemerintah daerah, mengingat perangkat

lunak mampu memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan ketika masih

menggunakan sistem manual. Dalam penerapan basis akrual hal yang tidak

kalah penting adalah penggunaan perangkat lunak yang baru. Jika

sebelumnya menggunakan aplikasi SKPD berbasis CTA maka setelah

penerapan basis akrual maka banyak kebutuhan yang perlu disesuaikan

oleh pemerintah daerah dengan aplikasi yang telah berbasis akrual dan hal

ini juga membutuhkan penyesuaian yang lama.


selain itu yang kedua perangkat lunaknya.., kita kan dari aplikasi
SPKD yang dulu di CTA, itukan untuk basis akrual masih banyak
kebutuhan yang perlu kita sesuaikan dengan aplikasi yang baru.
Penyesuaiannya lama gitu jadi kita sambil jalan gitu (BU3)

3. Masalah Regulasi

Selain masalah SDM dan perangkat lunak, masalah regulasi juga menjadi

sorotan dalam pelaksanaan basis akrual adalah masalah regulasi. Dari hasil

wawancara dengan auditor maupun bagian akuntansi pemda Gunungkidul,

mereka mengeluhkan masalah regulasi, diantaranya adalah banyaknya

aturan yang berubah-ubah sehingga membuat pemda kesulitan.

Aturan pemerintah pusat yang berubah-ubah, tau gak apa aturannya


yang berubah? (NIT4)

Salah satu kasus yang dipaparkan oleh bagian akuntansi gunungkidul

adalah ketika mereka melakukan restate di bulan oktober ternyata restate


73

mereka tidak digunakan hal ini dikarenakan ketika mereka telah

melakukan restate keluar peraturan baru di bulan desember yang

menyebabkan mereka harus melakukan restate ulang.

dari kita sudah restate oktober, ternyata restate tidak dipakai.. (NIT4)

Kemudian dari auditor sendiri mengeluhkan adanya perbedaan antara

permendagri dan peraturan yang dikeluarkan oleh komite standar akuntansi

pemerintahan. Diantaranya KSAP telah mengatur masalah penyisihan

piutang, penyusutan asset, akumulasi dan sebagainya, namun permendagri

belum mengatur masalah tersebut.

kemaren itu yang sempat terjadi itu di KSAP sudah lama diatur masalah
misalnya penyisihan piutang, kemudian apa namanya, eee penyusutan
aset, akumulasi dan sebagainya.. di permendagri belum, ya kan itu, jadi
yang di permendagri masih jalan di tempat kemudian mereka msih
ngomongkan akrual. (RDW16)

3. Penyebab Masalah

Salah satu penyebab utama timbulnya masalah dalam penerapan akrual

adalah dari kesiapan pemerintah itu sendiri. Dari hasil wawancara ada

beberapa fakta yang menunjukkan bahwa pemerintah belum siap dengan

penerapan basis akrual, diantaranya masih ada aturan yang belum diatur

seperti pengaturan akumulasi depresiasi dan amortisasi.

jadi pusat sendiri belum siap dengan adanya hal tersebut.. coba
persediaan, coba asset tetap, kan belum diatur pengaturan akumulasi
74

depresiasi, amortisasi.. sekarang keluar gak? Belum tho? Jadi pusat itu
mengeluarkan akrual tapi mbok belum keluar semua aturannya (NIT6)

Selain itu yang menjadi keluahan lain adalah petunjuk teknis yang

digunakan baru keluar di akhir tahun 2014 yang menyebabkan pemerintah

daerah tidak bisa menyiapkan laporan lebih awal.


2013 ya, sakit wong itu itu belum diikuti dengan ee.. petunjuk
teknisnya. Baru keluar tahun 2014-an akhir. Sehingga daerah mau
menyiapkan lebih awal untuk regulasi sama itukan belakangan.. nah
pas waktu kita proses semacam rapat-rapat itu kira-kira keluar seperti
inilah.. (BU8)

Sehingga secara umum perangkat yang digunakan dalam penerapan basis

akrual di pemerintah daerah belum disiapkan dengan baik sehingga

menghambat proses penerapan basis akrual.


tapi kan baru dirampungkan kalau tidak salah 2015 kan? Jadi sebetulnya
tahapan 2010 ke 2015 lebih ke tahap persiapan dari SDM, regulasi,
maupun eee.. opo aplikasinya. Ya nyatanya nggak, selama 5 tahun itu
ya karena untuk regulasinya belum... (BU7)

4. Solusi Masalah

1. Peningkatan Kualitas SDM

Pengingkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan,

bimtek, maupaun kursus yang diharapkan mampu memberikan

pemahaman yang memadai tentang penerapan basis akrual dalam proses

akuntansi di pemerintah daerah.


Satu tahun itu kita melaksanakan seperti diklat, kursus, bimtek, seperti
itu. (BU5)

2. Saran Auditor
75

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penerapan basis akrual adalah

adanya perbedaan antara permendagri dan peraturan yang dikeluarkan oleh

KSAP. Dari hasil wawancara, auditor menyarankan jika terjadi perbedaan

seperti ini maka lebih baik berpedoman pada SAP karena SAP telah

memberikan best practice secara utuh.

kalau kami karena pedomannya apa.. ee lebih ke SAP ya? Artinya


akhirnya biasanya kami memberikan masukan kepada pemerintah daerah
untuk mengikuti apa yang ada di SAP. Karena ee.. basis akrual itu kan
timbulnya dari SAP kan? (RDW22)

3. Memperbaiki Regulasi

Regulasi merupakan hal yang menjadi sorotan dalam penerapan basis

akrual, oleh karena itu regulasi yang berkaitan dengan penerapan basis

akrual perlu dibenahi sehingga masalah-masalah yang timbul bisa segera

diatasi. Dan perbaikan regulasi ini membutuhkan masukan-masukan,

termasuk dari auditor itu sendiri.

..untuk regulasinya atau kebijakannya nanti diperbaiki, ditingkatkan..


kami juga mungkin memberikan dari hasil2 pemeriksaan kami di seluruh
daerah, kami memberikan masukan juga ke kementerian dalam negeri..
(RDW 23)

5. Tahapan Audit
76

1. Pemeriksaan Pendahuluan

Pemeriksaan pendahuluan merupakan tahapan pertama yang dilakukan

oleh auditor yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang

menyeluruh tentang entitas yang akan diperiksa yang hasilnya digunakan

untuk menyusun rencana pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pendahuluan,

auditor melakukan komunikasi dengan entitas yang diperiksa untuk

memperoleh pemahaman tentang proses bisnis, akun yang beresiko

maupun sistem pengendalian internal entitas.

Pemeriksaan pendahuluan ini adalah untuk pemahaman entitas,


kemudian pemahaman proses bisnis, kemudian pemahaman atas sistem
pengendalian intern baik di entitas maupun di tingkat akun. Kemudian
pemahaman atas resiko pada akun Nah kemudian dari situ nanti
hasilnya kita gunakan untuk menyusun rencana pemeriksaan (RDW24)

2. Perencanaan Audit

Perencanaan audit bertujuan untuk memeberikan gambaran umum tentang

proses pemeriksaan yang akan dilakukan sehingga dapat berjalan dengan

efektif dan efisien. Dalam perencanaan audit akan diketahui bagaimana

prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan, waktu yang digunakan selama

melakukan proses audit, hingga pada ruang lingkup pemeriksaan.

..diperencanaan itu kami harus merencanakan misalnya, prosedur


pemeriksaanya harus seperti apa, kemudian jangka waktunya harus
77

seperti apa, sampel yang diambil atau luas lingkup pemeriksaan yang
akan kami periksa atau akan kami lihat atau akan kami nilai itu juga pasti
akan berbeda gitu kan. (RDW25)

3. Proses Pekerjaan Lapangan

Setelah perencanaan audit dilakukan, langkah selanjutnya adalah

melakukan pekerjaan lapangan dengan mengacu pada hasil dari

perencanaan yang telah dilakukan. Dari hasil wawancara dengan auditor

secara umum prosedur pekerjaan lapangan ini dimulai dengan entry

meeting, pelaksanaan pemeriksaan, pengumpulan bukti, analisis bukti,

penyusunan dan penyampaian catatan pemeriksaan kepada entitas untuk

diberikan tanggapan, diskusi dan diakhiri dengan exit meeting.

Untuk yang pekerjaan lapangan ini mulai dari entry meeting, terus
pelaksanaan pemeriksaan, pengumpulan bukti, analisis bukti, sampai
penyusunan dan penyampaian catatan pemeriksaan untuk perolehan
tanggapan dan sebagainya. Terus diskusi dan exit meeting (RDW28)

4. Penentuan Opini dan Pelaporan

Tahap akhir dari proses audit adalah menetukan opini dan

menyusuan laporan hasil pemeriksaan. Penentuan opini

oleh auditor didasarkan pada empat indikator yaitu (1)

kesesuaian dengan standar akuntansi yang diterapkan; (2)


78

pengungkapan yang memadai; (3) bebas dari salah saji

material, dan; (4) bebas dari pembatasan lingkup. Apabila

indikator ini terpenuhi maka pemerintah daerah akan

memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

seperti itu empat utamanya. Jadi kesesuaian dengan standar akuntansi


yang diterapkan, SAP gitu kan. Kemudian pengungkapan yang memadai,
kemudian salah saji yang nilainya material terbebas dari itu, kemudian
terbebas dari pembatasan lingkup. (RDW30)

6. Dampak Basis Akrual Terhadap Audit

1. Perencanaan Audit

Perencanaan audit itu kalau untuk pemeriksaan laporan keuangan eee..


perencanaan secara garis besar sama mas... (RDW18)

Perencanaan audit merupakan langkah awal dari tahapan

audit yang bertujuan untuk membantu dan mempermudah

pelaksanaan pengujian terinci serta memberikan arah yang

jelas apa yang harus dilakukan oleh auditor saat melakukan

pekerjaan lapangan. Setelah penerapan basis akrual


79

perencanaan audit pada dasarnya tidak mengalami

perubahan. Basis akrual membuat cakupan proses bisnis

yang semakin luas dibandingkan basis sebelumnya

sehingga auditor dituntut memiliki pemahaman atas proses

bisnis tesebut yang dilakukan pada tahapan audit

pendahuluan sebelum melakukan perencanaan audit.

kita harus memahami proses bisnis yang lebih luas gitu kan.. (RDW13)

2. Pelaksanaan Audit

kalau proses pelaksanaan auditnya juga sebetulnya secara garis besar


masih sama ya.. karena untuk pelaksaan itu ada dua.. apa namanya, dua
bagian besar, itu pekerjaan lapangan sama penyusunan hasil laporan
pemeriksaan.. (RDW20)

Setelah melakukan perencanaan, langkah berikutnya adalah pelaksanaan

pemeriksaan yang merupakan inti dari kegiatan audit. pelaksanaan

pemeriksaan ini berdasarkan hasil wawancara, secara umum tidak ada

perubahan pada pelaksanaan audit setelah basis akrual, akan tetapi ada

beberapa tambahan pada prosedur pemeriksaan untuk beberapa akun yang

terdampak dengan basis akrual.


memang kemarin pada saat ada basis akrual dilaksanakan itu ada
beberapa perubahan di panduan pemeriksaan kami ya kan.. kemudian
yang lebih utama lagi adalah terkait dengan tambahan SOP ataupun
prosedur pemeriksaan untuk akun-akun yang terdampak penerapan basis
akrual. (RDW17)

Selain tambahan prosedur, pengujian pengendalian (ToC) untuk akun yang

ada pada laporan operasional juga ikut bertambah dengan diterapkannya

basis akrual.
80

Test of control nya atau pengujian pengendaliannya kami juga


bertambah untuk akun yang ada pada laporan operasional. Misalnya
untuk beban pegawai, beban jasa, beban persediaan, kemudian beban
bunga, penyusutan, kemudian penyisihan piutang, kemudian pendapatan
yang akrual. (RDW19)

3. Pelaporan

kalau penyusunan laporan hasil pemeriksaannya ya.. secara garis


besar ya sama, tidak ada perbedaan (RDW21)

Dalam penyusunan laporan dan pemberian opini tidak ada perubahan.

Adapun dari hasil wawancara di pemda Gunungkidul menyatakan bahwa

opini WDP yang diterima selama ini tidak dipengaruhi secara langsung

oleh basis akuntansi yang digunakan, akan tetapi dikarenakan pencatatan

asset tetap yang dianggap kurang memadai oleh auditor.

Jadi WTP itu kemarin tidak wtp-nya karena asset tetap.. ketika kita bisa
meyakinkan bahwa asset tetap kita tanggulangi dengan baik terus kalau
mengikuti SAP (NIT10)
81

4. Pembahasan

4.4.1 Proses Penerapan Basis Akrual Pemerintah Daerah

Gunungkidul

Pemerintah daerah Gunungkidul mulai menerapkan basis

akrual dalam pengelolaan keuangannya sejak tahun 2015.

Dalam penerapan basis akrual ini ada beberapa dampak

diantaranya:

1. Berubahnya aturan yang menjadi acuan dalam

pengelolaan keuangan daerah dari PP 24/2005 yang

disusul dengan PERMENDAGRI 13/2006 yang mengatur

tentang penerapan basis kas menuju akrual (CTA)

menjadi PP 71/2010 yang diikuti dengan PERMENDAGRI

64/2013 yang secara rinci mengatur tentang basis

akrual pada pemerintahan daerah.

2. Adanya tambahan akun akrual yang tidak digunakan

pada basis CTA seperti akun-akun penyusutan, utang


82

belanja, belanja dibayar di Muka, pendapatan yang masih

harus diterima, beban yang masih harus dibayar, dan

pendapatan diterima di muka, dll.

3. Adanya perubahan struktur laporan keuangan yang

awalnya hanya empat laporan menjadi tujuh laporan

dengan menambahkan tiga laporan yaitu (1) laporan oprasional, (2)

laporan perubahan saldo anggaran lebih dan (3) laporan perubahan

ekuitas.

Selain adanya beberapa perubahan pada laporan

keuangan, penerapan basis akrual di pemda Gunungkidul

juga terkendala beberapa masalah. Hal tersebut terjadi

karena basis akrual masih merupakan sesuatu yang baru

sehingga pelaksanaannya tidak langsung berhasil

sepenuhnya. Adapun masalah yang dihadapi oleh pemda

Gunungkidul dalam menerapkan basis akrual yaitu:

1. Sebagian besar SDM yang dimiliki masih belum

memahami sepenuhnya tentang penerapan basis akrual

sehingga membutuhkan proses pembelajaran melalui

diklat, kursus, bimtek atau semacamnya.


83

2. Setelah penerapan basis akrual perangkat lunak yang

digunakan juga berubah yang menyebabkan pemda

Gunungkidul harus menyesuaikan diri dan proses

penyesuaian ini membutuhkan waktu yang cukup lama.

3. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat masih

sering berubah-ubah yang membuat pemda

Gunungkidul mengalami kesulitan, selain itu ternyata

masih ada gap antara aturan yang dikeluarkan oleh

KSAP dengan PERMENDAGRI. Hal lain terkait dengan

regulasi adalah petunjuk teknis yang terlambat keluar.

4.4.2 Dampak Basis Akrual Terhadap Perencanaan Audit

Dalam gambaran umum pemeriksaan BPK, perencanaan

audit terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Pemahaman Entitas dan Sistem Pengendalian Intern

Pemahaman atas entitas dan sistem pengendalian

intern dapat diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan

sebelumnya, laporan hasil pemeriksaan pendahuluan,

catatan atas laporan keuangan yang diperiksa,

pemantauan tindak lanjut, dan database yang telah


84

dimiliki serta peraturan atau kebijakan tertulis/formal

kepala daerah terkait.

2. Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Sebelumnya

Pada tahapan ini pemeriksa harus mempertimbangkan

hasil pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan

sebelumnya. Pemeriksa harus meneliti pengaruh hasil

pemeriksaan sebelumnya dan tindak lanjutnya terhadap

LKPD yang diperiksa, terutama terkait dengan

kemungkinan temuan-temuan pemeriksaan yang

berulang dan keyakinan pemeriksa atas saldo awal akun

atau perkiraan pada neraca yang diperiksa.

3. Penentuan Metode Uji Petik

Penentuan metode uji petik berdasarkan pertimbangan

profesional pemeriksa dengan memperhatikan

beberapa aspek antara lain:

a. Tingkat risiko.

b. Jika hasil pengujian SPI disimpulkan pengendalian intern

suatu akun lemah, maka sampel untuk pengujian


85

substantif atas akun tersebut harus lebih besar. Jika

akun-akun tertentu mempunyai risiko bawaan (inherent

risk) yang lebih tinggi dari akun-akun lainnya, maka

sampel untuk pengujian substantif untuk akun-akun

tersebut harus lebih besar.

c. Tingkat meterialitas yang telah ditentukan.

d. Saldo akun yang kecil bisa dibentuk dari transaksi-

transaksi positif dan negatif yang besar.

e. Cost and benefit,

Secara umum tidak ada perubahan dalam metodologi

perencanaan audit setelah penerapan basis akrual, akan

tetapi dampaknya hanya pada pemahaman terhadap

entitas bertambah luas karena cakupan dari basis akrual

juga lebih luas dibandingkan basis yang digunakan

sebelumnya. Hal tersebut dapat diketahui dengan

bertambahnya cakupan pemeriksaan karena adanya akun-

akun baru yang berkaitan dengan akrual seperti akun-

akun penyusutan, belanja dibayar dimuka, pendapatan

yang harus diterima, dll.


86

4.4.3 Dampak Basis Akrual Terhadap Pelaksanaan Audit

Pelaksanaan audit terdiri dari empat kegiatan, yaitu:

1. Pengujian Analitis dilakukan dengan analisis data dan

analisis rasio dan tren, sesuai dengan area yang telah

ditetapkan sebagai uji petik.

2. Pengujian pengendalian meliputi pengujian yang

dilakukan auditor terhadap efektivitas desain dan

implementasi sistem pengendalian intern dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

3. Pengujian substantif meliputi pengujian atas transaksi

dan saldo-saldo akun/perkiraan serta pengungkapannya

dalam laporan keuangan yang diperiksa. Pengujian

tersebut dilakukan untuk meyakini asersi manajemen

atas LKPD, yaitu: (1) keberadaan dan keterjadian, (2)

kelengkapan, (3) hak dan kewajiban, (4) penilaian dan

pengalokasian serta (5) penyajian dan pengungkapan.

4. Penyelesaian penugasan
87

Seperti pada perencanaan audit, basis akrual juga

tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap metodologi

pelaksanaan audit. Namun basis akrual hanya berpengaruh

pada adanya tambahan prosedur pemeriksaan pada akun-

akun yang terdampak oleh basis akrual. Selain itu, basis

akrual juga mempengaruhi bertambahnya pengujian

pengendalian untuk akun-akun yang ada pada laporan

operasional.

4.4.4 Dampak Basis Akrual Terhadap Opini

Penentuan opini audit didasarkan atas empat kriteria yaitu:

(1) kesesuaian dengan standar akuntansi yang berlaku; (2)

pengungkapan yang memadai; (3) bebas dari salah saji

material dan; (4) bebas dari pembatasan lingkup, dari

keempat kriteria ini, penerapan basis akrual tidak

memberikan dampak secara langsung terhadap opini yang

dikeluarkan. Namun secara tidak langsung basis akrual ini

akan membantu pengungkapan menjadi lebih baik. Untuk

kasus pemda Gunungkidul, adanya kenaikan opini dari WDP

menjadi WTP disebabkan kemampuan mereka untuk

meyakinkan auditor bahwa kriteria untuk memperoleh WTP

telah terpenuhi dan bukan karena penerapan basis akrual.


88

Karena tidak menutup kemungkinan bahwa ada pemerintah

daerah yang mengalami penurunan opini setelah

penerapan basis akrual.

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan Penelitian

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan basisakuntansi yang

digunakan pada pemerintah daerah menjadi basis akrual. Perubahan ini

tentu memberi dampak terhadap pengelolaan keuangan daerah, selain itu

perubahan ini juga diikuti dengan tren positif yang terjadi pada opini audit

menjadi lebih baik. Dari fakta tersebut selanjutnya akan analisis lebih

mendalam dampak perubahan basis akuntansi terhadap audit, mulai dari

perencanaan hingga penentuan opini.


89

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak penerapan

basis akrual terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan

opini audit.

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka

penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah Gunungkidul mulai menerapkan basis akrual sejak

tahun 2015 dan dalam penerapannya terdapat beberapa perubahan yang

berkaitan dengan pengelolaan dan pelaporan keuangan. Selain itu

dalam menerapkan basis akrual, pemda Gunungkidul terkendala

masalah-masalah terkait dengan peraturan, SDM, dan perangkat lunak.

b. Perubahan basis akrual secara umum tidak memberikan dampak yang

signifikan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan opini audit, akan

tetapi dampaknya hanya pada pemahaman atas proses bisnis yang

semakin luas, adanya tambahan prosedur pada pelaksanaan audit, dan

bertambahnya pengujian pengendalian untuk akun-akun yang

terdampak oleh basis akrual.

5.2 Rekomendasi Penelitian


90

Berdasarkan kesimpulan diatas maka rekomendasi pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Masalah aturan/regulasi terkait penerapan basis akrual perlu

menjadi perhatian khusus bagi pemerintah pusat agar dalam

pelaksanaannya tidak menyulitkan pemerintah daerah.

b. Perlu adanya mekanisme evaluasi kinerja atas penerapan basis

akrual yang dilakukan sehingga hal ini bisa menjadi feedback bagi

pemerintah pusat untuk menilai sejauh mana keberhasilan

penerapan basis akrual di pemerintah daerah.

c. Memberikan pengembangan skill bagi SDM di pemerintah daerah

dalam pengadopsian basis akrual atau meningkatkan kualitas

rekrutan SDM yang berfokus pada background akuntansi.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Narasumber penelitian terbatas khususnya dari pihak BPK

menyebabkan data yang diperoleh juga terbatas. Penelitian selanjutnya


91

diharapkan mampu mendapatkan narasumber yang lebih banyak

sehingga data yang diperoleh bisa lebih baik dan variatif sehingga

memudahkan dalam analisis data.

b. Tidak adanya objek pembanding yang memiliki situasi berbeda dengan

objek yang diteliti. Dalam hal ini perlu adanya objek lain yang

mengalami penurunan opini audit setelah perubahan basis akuntansi

menjadi akrual sehingga dapat dibandingkan dengan pemda

gunungkidul yang memperoleh opini yang lebih baik setelah penerapan

akrual.

Anda mungkin juga menyukai