Anda di halaman 1dari 3

Nama: Puan Alya Rachmah

NIM: J1B019026

Paleolitikum

Prasejarah adalah zaman sebelum mengenal tulisan. Soekmono, 2006: 15 (dalam Sri
Dwi Ratnasari, 2015). Zaman prasejarah, sebagaimana pelajaran sejarah saat di sekolah
menjelaskan bahwa zaman prasejarah, berdasar alat pendukung kehidupan yang berupa batu
dan tulang, terbagi atas empat kebudayaan zaman yaitu kebudayaan zaman batu Paleolitikum,
atau zaman batu tua, Mesolitikum, zaman batu muda, Neolitikum, zaman batu baru, dan
Megalitikum, zaman batu besar.

Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan karya manusia yang didapat dari
belajar dan tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan zaman batu Paleolitikum
berarti adanya hasil cipta, karsa, dan karya dari pelaku kebudayaan zaman batu Paleolitikum
berupa batu dan atau tulang.

Paleolitikum berasal dari kata Palaios dan lithos yang masing-masing artinya adalah
Purba dan Batu. Manusia, sebagai pelaku kebudayaan, diperkirakan telah ada di Indonesia
sekitar satu juta tahun yang lalu saat Dataran Sunda masih berupa daratan (Koentjaraningrat,
1976) yang mana mengawali era kebudayaan batu Paleolitikum di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba maupun artefak di berbagai daerah di
Indonesia.

Fosil-fosil manusia purba di era Paleolitikum oleh para ahli antropologi disebut
dengan pithecanthropus erectus atau manusia kera yang berjalan tegak. Pithecanthropus
erectus pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois, seorang ahli purbakala dari Belanda,
pada 1891 di Desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang kemudian dijadikan sebagai salah satu
situs paleoantropologi di Indonesia.

Fosil pithecanthropus memiliki ciri tulang paha yang lebih besar dibanding tulang
lengan, hal ini sesuai dengan sebutannya sebagai manusia kera yang berjalan tegak, sebab
dibutuhkan tulang paha yang lebih besar dibanding tulang lengan untuk menopang tubuh dan
berjalan tegak.

(sumber: On Pithecanthropus Erectus: A Transitional form


Between Man and the Apes, E Dubois)

Gambar 1: fosil tulang paha dan gigi dari pithecanthropus erectus

Pithecanthropus erectus hidup dengan membentuk kelompok berburu yang


sederhana, tinggal secara nomaden bergantung pada persediaan makanan di suatu tempat, dan
menggunakan alat dari batu yang dibuat dengan cara sederhana. Alat pendukung kebudayaan
zaman batu Paleolitikum umumnya memiliki ciri kasar, karena belum mengalami
pengampelasan baik dibagian mata pisau maupun bagian yang dipegang oleh manusia purba
dan ukurannya relative kecil. Hal ini ditandai oleh temuan flake atau kapak serpih.

Kapak serpih sebagai serpihan batu hasil dari batu yang dibenturkan hingga
mendapatkan batu yang nantinya akan digunakan untuk memotong daging buruan dan
mengerok kulit hewan buruan. Penelitian terdahulu oleh Brumm dan Moore (2012)
menjelaskan bahwa alat serpih yang tersebar di Asia Tenggara ini tidak memiliki bentuk
tertentu yang menggambarkan fungsinya (dalam Siti Khairani Jalil dan Jeffrey Abdullah,
2016).
(sumber: internet, diakses pada Jumat, 28 Februari 2020)
Gambar 2: kapak serpih

Chopping tools atau alat pemotong buruan ini tersebar di berbagai situs paleoantologi
di Indonesia seperti Situs Sangiran dan Ngandong. Adapun Situs Semedo adalah situs yang
secara administratif terletak di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal
dan akan dibuka baik sebagai tempat wisata maupun rujukan penelitian pada tahun 2020.

Kapak serpih atau flakes ini banyak ditemukan di sekitar teras endapan sungai
maupun di lahan tegalan, alat-alat ini ditemukan tidak pada endapan primernya sehingga
menyulitkan untuk membuat penentuan umur relative ( Alifah, 2012).

Daftar Pustaka
1
Dwi, Sri Ratnasari. 2015. “Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Purba di Song
Terus Pacitan” dalam Culture Volume 2. Nomor 1 (2015) hlm. 40.
2
Koentjaraningrat. 1976. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djembatan.
3
Dubois, Eugene. 1896. “On Pithecanthropus Erectus: A Transitional form Between
Man and the Apes” dalam The Journalof the Antrhropological Institute of great Britain and
Ireland Volume 25 (1896) hlm. 240. https://www.jstor.org/stable/2842246?read-
now=1&seq=4#page_scan_tab_contents, diakses pada 1 Maret 2020.
4
Siti Khairani Jalil dan Jeffrey Abdullah. 2016. “Alat Repeh Zaman Palaeolitik: Isu
dan Masalah di Asia Tenggara” dalam Jurnal Arkeologi Malaysia Volume 29. Nomor. 1
(2016) hlm. 1.
5
Alifah. 2012. Temuan Rangka Manusia di Situs Semedo. Balai Arkeologi
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai