Anda di halaman 1dari 5

Pintu masuk melalui saluran pencernaan atau oral adalah pintu masuk melalui mulut dan

masuk ke dalam saluran pencernaan. Ini merupakan potral pintu masuknya yang sering
dan mudah dipakai oleh xenobiotik, akan tetapi xenobiotik yang masuk tidak akan mudah
mencapai peredaran darah karena beberapa hal penting yang terkait pada fungsi saluran
gastero-intestinal yaitu melewati beberapa proses :
1. Dalam mulut xenobiotik akan tercampur dengan ludah yang berisikan enzim, yang
sudah dapat mencernanya, setelahnya, ia akan memasuk lambung;
2. Lambung mengandung asam lambung yang keras, yakni, HCI 0,1 N, pH = 1-2,
sehingga mampu menghancurkan xenobiotik yang tidak tahan asam; dan kalau
masih bertahan, ia akan memasuki usus halus;
3. Usus halus terisi oleh cairan/enzim usus halus yang bersifat basa, sehingga
xenobiotik asam akan ternetralisir di sini, dan selanjutnya ia akan memasuki usus
besar;
4. Dalam usus besar terdapat makanan/isi usus yang dapat berfungsi untuk
“pengenceran” xenobiotik;
5. Peristaltik atau gerak usus akan mendorong isi usus ke arah anus untuk dibuang,
dengan demikian xenobiotik dapat ikut terekskresikan. Selain itu terjadi
pengadukan, penyisihan toksin, sehingga absorpsi xenobiotik tidak akan banyak;
6. Dalam usus inipun ada proses seleksi absorpsi, maka xenobiotik tidak otomatis
diabsorpsi. Misalnya saja yang terkenal adalah proses seleksi besi. Bila di dalam
tubuh sudah cukup kadar besinya, ia tidak akan diabsorpsi dari usus. Juga bila
xenobiotik berukuran besar, ia tidak akan diabsorpsi;
7. Terjadi peluang bagi xenobiotik untuk bereaksi dengan senyawa lain dan
membentuk kompleks dengan isi usus, misalnya logam;
8. Sistim pencernaan mengeluarkan sekret yang dapat mengurangi absorpsi, bahkan
menambah enzim hidrolitik, tetapi di lain fihak dapat meningkatkan sirkulasi entero-
hepatik.

Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing dan biotik yang artinya
makhluk hidup. Jadi Xenobiotik adalah bahan berbahaya atau zat asing yang masuk dalam
tubuh manusia. Contohnya: obat obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada makanan
(pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainya. Xenobiotik umumnya tidak larut
air, sehingga kalau masuk tubuh tidak dapat diekskresi. Untuk dapat diekskresi xenobiotik
harus melalui proses metabolisme menjadi zat yang larut, sehingga bisa diekskresi. Organ
yang paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Metabolisme xenobiotik
dibagi 2 fase, yaitu Fase Hidroksilasi dan Fase Konjugasi. Fase Hidroksilasi merupakan
fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif. Fase konjugasi merupakan fase
mereaksikan xenobiotik inaktik dengan zat kimia tertentu dalam tubuh menjadi zat yang
larut, sehingga mudah diekresi baik lewat empedu maupun urine. Fase Hidroksilasi yang
mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif dengan bantuan enzim Monooksidase atau
Sitokrom P450. Enzim Sitokrom P450 terdapat banyak di Retikulum Endoplasma. Fungsi
enzim ini adalah sebagai katalisator perubahan Hidrogen (H) pada xenobiotik menjadi
gugus Hidroksil (OH). Reaksi Hidroksilasi oleh enzim Sitokrom P450 adalah sebagai
berikut: RH + O2 → R-OH + H2O. Sitokrom P450 merupakan hemoprotein seperti
hemoglobin, banyak terdapat pada membran retikulum endoplasma sel hati. Pada beberapa
keadaan produk hidroksilasi bersifat mutagenik atau karsinogenik. Sementara itu pada fase
konjugasi senyawa xenobiotik inaktif direaksikan dengan zat kimia tertentu dalam tubuh
menjadi zat yang larut air (hidrofilik), sehingga mudah diekskresi baik lewat empedu
maupun urine. Zat dalam tubuh yang biasa dipergunakan untuk proses konjugasi adalah:
asam glukoronat, sulfat, asetat, glutation atau asam amino tertentu. Sebagai contoh proses
konjugasi adalah Glukuronidasi merupakan proses mengkonjugasi xenobiotik dengan asam
glukorunat, dengan bantuan enzim glukuronil transferase. Senyawa xenobiotik yang
mengalami glukorunidasi adalah: asetilaminofluoren (karsinogenik), anilin, asam benzoat,
fenol dan senyawa steroid. Kemudian Sulfasi adalah proses konjugasi xenobiotik dengan
asam sulfat, dengan enzim sulfotransferase. Xenobiotik yang mengalami sulfasi adalah:
alkohol, arilamina, fenol. Sedangkan Konjugasi dengan Glutation, yang terdiri dari
tripeptida (glutamat, sistein, glisin) dan biasa disingkat GSH, menggunakan enzim
glutation S-transferase atau epoksid hidrolase. Xenobiotik yang berkonjugasi dengan GSH
adalah xenobiotik elektrofilik (karsinogenik). Metabolisme xenobiotik kadang disebut
proses detoksifikasi, tetapi istilah ini tidak semuanya benar, sebab tidak semua xenobiotik
bersifat toksik. Respon metabolisme xenobiotik mencakup efek farmakologik, toksik,
imunologik dan karsinogenik. Sedangkan proses ekskresi senyawa xenobiotik melalui
cairan empedu dan urine.
Pada metabolisme obat, obat yang sudah aktif metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi
mengubah obat aktif menjadi inaktif, sedang pada obat yang belum aktif metabolisme
xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat inaktif menjadi aktif. Respon metabolisme
xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi zat yang polar
sehingga dapat diekskresi keluar tubuh. Respon metabolisme xenobiotik sangat dapat
merugikan karena sangat berikatan dengan makromolekul protein baik enzim maupun
hormon karena jika berikatan dengan enzim maka akan menginaktifkan enzim tertentu
sehingga menghambat metabolisme sedangkan jika berikatan dengan hormon akan
menghambat kinerja hormon tertentu. Dapat dilihat pada kasus gangguan hormon insulin
yang dapat memicu penyakit degenerative diabetes melitus akibat kekacauan metabolisme,
berikatan dengan makromolekul yang kemudian merangsang pembentukan antibodi dan
menyebakan reaksi hipersensitivitas yang berakibat cidera sel. Struktur kimia senyawa
xenobiotik yang semakin kompleks akan semakin sulit untuk didetoksifikasi oleh hati
melalui proses hidroksilasi maupun konjugasi. Sementara itu senyawa xenobiotik dengan
struktur sederhana akan jauh lebih mudah dimetabolisme. Status fisiologis juga
berpengaruh terhadap respon senyawa xenobiotik, khususnya untuk fetus, janin, wanita
hamil dan wanita menyusui yang termasuk dalam populasi yang rawan apabila terpapar
senyawa xenobiotik. Sementara itu kandungan zat gizi yang cukup seperti protein, vitamin
dan mineral akan meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam detoksifikasi
senyawa xenobiotik seperti sitokrom P-450 oksidase dan glutation S-transferase. Enzim –
enzim tersebut tersusun atas protein sebagai penyusun gugus prostetik dan apoenzim, dan
dibantu oleh mineral sebagai kofaktor serta vitamin sebagai koenzim yang membantu
pengaturan metabolisme enzim-enzim tersebut, sehingga senyawa xenobiotik dapat
dikeluarkan oleh tubuh melalui urine maupun empedu. Di samping itu terdapat berbagai
faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim-enzim yang melakukan proses metabolisme
xenobiotik. Aktivitas enzim-enzim ini dapat menunjukkan perbedaan bermakna di antara
spesies. Oleh karena itu, contohnya, kemungkinan toksisitas atau karsinogenisitas
xenobiotik pada satu spesies tidak sama dengan spesies lainnya. Terdapat perbedaan
signifikan dalam aktivitas enzim di antara individu, dan banyak diantaranya disebabkan
oleh faktor genetik. Aktivitas sebagai enzim ini bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin.
Asupan berbagai xenobiotik, misalnya fenobarbital, PBC, atau hidrokarbon tertentu dapat
menyebabkan induksi enzim. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi respons biokimiawi
terhadap xenobiotik, penting diketahui apakah senyawa yang bersangkutan telah terpapar
bahan-bahan penginduksi ini. Metabolit xenobiotik tertentu dapat menghambat atau
merangsang aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme xenobiotik. Hal ini juga dapat
memengaruhi dosis obat tertentu yang diberikan kepada pasien. Berbagai penyakit
(misalnya Sirosis hati) dapat memengaruhi aktivitas enzim yang memetabolisme obat
sehingga kadang-kadang dosis berbagai obat untuk pasien dengan penyakit ini perlu
disesuaikan.

Pada metabolisme obat, pada obat yang sudah aktif → metabolisme xenobiotik fase 1
berfungsi mengubah obat aktif menjadi inaktif, sedang pada obat yang belum aktif →
metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat inaktif menjadi aktif. Respon
metabolisme xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi
zat yang polar sehingga dapat diekskresi keluar tubuh. Respon metabolisme xenobiotik
dapat merugikan karena:
a. Berikatan dengan makromolekul protein baik enzim maupun hormone: jika
berikatan dengan enzim maka akan menginaktifkan enzim tertentu sehingga
menghambat metabolisme sedangkan jika berikatan dengan hormone akan
menghambat kinerja hormone tertentu, pada kasus gangguan hormone insulin
dapat memicu penyakit degenerative diabetes mellitus akibat kekacauan
metabolisme;
b. Berikatan dengan makromolekul menjadi hapten → merangsang pembentukan
antibodi dan menyebakan reaksi hipersensitivitas yang berakibat cidera sel.
c. Berikatan dengan makromolekul DNA di bagian Adenin dan Guanin sehingga
membentuk DNA adduktif yang memicu terjadinya sel kanker. Aktivitas enzim yang
memetabolisme xenobiotik dipengaruhi oleh struktur kimia senyawa xenobiotik,
status fisiologis (usia, jenis kelamin) dan faktor zat gizi/ diet.
Struktur kimia senyawa xenobiotik yang semakin kompleks akan semakin sulit untuk
didetoksifikasi oleh hati melalui proses hidroksilasi maupun konjugasi. Sementara itu
senyawa xenobiotik dengan struktur sederhana akan jauh lebih mudah dimetabolisme.
Status fisiologis juga berpengaruh terhadap respon senyawa xenobiotik, khususnya untuk
fetus, janin, wanita hamil dan wanita menyusui yang termasuk dalam populasi yang rawan
apabila terpapar senyawa xenobiotik. Sementara itu kandungan zat gizi yang cukup seperti
protein, vitamin dan mineral akan meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan
dalam detoksifikasi senyawa xenobiotik seperti sitokrom P-450 oksidase dan glutation S-
transferase. Enzim – enzim tersebut tersusun atas protein sebagai penyusun gugus prostetik
dan apoenzim, dan dibantu oleh mineral sebagai kofaktor serta vitamin sebagai koenzim
yang membantu pengaturan metabolisme enzim-enzim tersebut, sehingga senywa
xenobiotik dapat dikeluarkan oleh tubuh melalui urine maupun empedu. Di samping itu
terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme
xenobiotik. Aktivitas enzim-enzim ini dapat menunjukkan perbedaan bermakna di antara
spesies. Oleh karena itu, contohnya, kemungkinan toksisitas atau karsinogenisitas
xenobiotik pada satu spesies tidak sama dengan spesies lainnya. Terdapat perbedaan
signifikan dalam aktivitas enzim di antara individu, dan banyak diantaranya disebabkan
oleh faktor genetik. Aktivitas sebagai enzim ini bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin.
Asupan berbagai xenobiotik, misalnya fenobarbital, PBC, atau hidrokarbon tertentu dapat
menyebabkan induksi enzim. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi respons biokimiawi
terhadap xenobiotik, penting diketahui apakah senyawa yang bersangkutan telah terpapar
bahan-bahan penginduksi ini. Metabolit xenobiotik tertentu dapat menghambat atau
merangsang aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme xenobiotik.
Hal ini juga dapat memengaruhi dosis obat tertentu yang diberikan kepada pasien.
Berbagai penyakit (misalnya Sirosis hati) dapat memengaruhi aktivitas enzim yang
memetabolisme obat sehingga kadang-kadang dosis berbagai obat untuk pasien dengan
penyakit ini perlu disesuaikan.

Anda mungkin juga menyukai