Anda di halaman 1dari 4

LAHIRNYA PANCASILA

MEREVIEW
“Pidato Bung Karno 1 Juni 1945
di Depan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai”

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila


Dosen Pengampu: Abdul Mu’id Aris Shofa, S.Pd., M.Sc.

Disusun Oleh:

Wahyudi utomo (190514650056)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
2020
“Dokuritu Zyunbi Tyoosakai” atau yang dikenal dengan Badan Penyidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh Jepang pada saat masih menjajah Indonesia. BPUPKI telah
mengadakan sidang pertama dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan
yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945. Pada
tanggal 1 Juni 1945 membahas mengenai “Dasar (Beginsel) Negara Indonesia”,
diadakan sidang lanjutan BPUPKI yang membahas mengenai dasar negara
Indonesia, dimana pada hari tersebut merupakan giliran Bung Karno untuk
menegemukakan pendapat dan usulannya. Namun sebelum menyampaikan
gagasannya, Bung Karno terlebih dahulu mengatakan bahwa beliau khawatir pada
beberapa anggota BPUPKI yang terlalu “jelimet” (bahasa jawa) dalam
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Beliau kemudian membandingkan
bagaimana negara-negara seperti Jerman, Saudi Arabia, Iran, Rusia dan Mesir
yang semuanya merdeka, tetapi isinya berbeda. Beliau menceritakan bahwa
Negara Saudi Arabia tetap bisa merdeka walaupun pada saat itu 80% dari
rakyatnya merupakan suku Badui yang tidak mengerti hal ini atau itu dan bahkan
tidak mengetahui bahwa bahan bakar mobil adalah bensin. Selain itu, Uni Soviet
yang juga merdeka meskipun sebagian rakyatnya tidak bisa membaca dan
menulis. Kedua negara tersebut menjadikan kemerdekaan sebagai jembatan emas
dimana setelah menyatakan merdeka, para pendiri negara tersebut memperbaiki
keadaan rakyatnya lewat berbagai cara. Oleh karena itu, Bung Karno
menginginkan para anggota untuk memantapkan hati bahwa Indonesia dapat
segera merdeka tanpa terlebih dahulu menyelesaikan ini dan itu.
Semboyan Indonesia merdeka telah lama disebut-sebut sekitar tahun 1932,
sehingga Bung Karno amat sangat menyayangkan apabila para calon pemimpin
rakyat masih gentar dalam memerdekakan Indonesia. Bahkan, Bung Karno
mengatakan siap apabila Indonesia merdeka pada saat itu juga karena syarat
terbentuknya suatu negara secara internasionalisme tidak neko-neko, yaitu ada
negara, ada rakyat, ada pemerintah, dan pengakuan dari negara lain yang telah
merdeka. Setelah memaparkan tentang seberapa pentingnya suatu kemerdekaan,
Bung Karno melanjutkan pidatonya yang lebih menjurus pada dasar Negara
Indonesia yang akan digunakan untuk mendirikan Indonesia merdeka. Bung
Karno menekankan bahwa dasar negara tersebut nantinya dapat digunakan untuk
memerdekakan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya dari salah satu golongan
tertentu saja. Beliau ingin menciptakan suatu negara “semua buat semua” yang
telah beliau pikirkan 25 tahun lalu sejak tahun 1918. Prinsip-prinsip yang
diusulkan Bung Karno sebagai dasar negara adalah sebagai berikut:
Prinsip pertama yang diusung Bung Karno adalah dasar kebangsaan. Suatu
bangsa dapat didefinisikan sebagai segerombolan manusia yang ingin dirinya
bersatu atau yang merasa dirinya bersatu. Bung Karno sangat mengharapkan
adanya kebangsaan Indonesia yang bulat, bukan kebangsaan Jawa, bukan
kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain,
tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale
staat. Sehingga, prinsip pertama yang diusulkan Bung Karno adalah kebangsaan
Indonesia (nasionalisme) yang diharapkan dapat mempersatukan seluruh rakyat
Indonesia yang pluralisme ini
Menurut Bung Karno, dasar kebangsaan yang diusung pada prinsip
pertama akan berbahaya apabila tidak diresapi seutuhnya, karena kadangkala rasa
nasionalisme pada seseorang dapat meruncing menjadi sifat chauvinisme (rasa
cinta yang berlebihan terhadap negara sendiri). Sifat tersebut membuat rakyat
suatu negara tidak mengingat bahwa negaranya hanya sebagian kecil dari dunia
internasional. Bung Karno menegaskan jangan pernah berkata bahwa Indonesia
adalah negara yang terbagus dan termulya, tetapi kita masih merendahkan negara
lain karena hal tersebut dapat memicu rusaknya kekeluargaan bangsa-bangsa,
dengan kata lain kita tetap harus mencintai negara Indonesia tanpa melupakan
bahwa terdapat negara-negara lain yang harus dihormati dan tidak diremehkan.
Sehingga, prinsip kedua yang diusulkan Bung Karno disebut internasionalisme
yang sangat berhubungan erat dengan prinsip pertama.
Dasar ketiga yang diusulkan Bung Karno adalah dasar mufakat atau
demokrasi. Dasar ketiga tersebut menekankan tentang pentingnya bermusyawarah
dalam menghadapi suatu masalah sehingga diperoleh suatu mufakat yang disetujui
oleh seluruh anggota yang bermusyawarah. Menurut Bung Karno salah satu syarat
yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia adalah adanya permusyawaratan
perwakilan tersebut, dimana para Badan Perwakilan Rakyat memiliki hak untuk
mewakili kritik dan saran rakyat yang kemudian akan disampaikan dan
dimusyawarahkan bersama untuk mencapai mufakat, sehingga tidak merugikan
salah satu pihak dan dapat memperbaiki apa yang dikritikkan oleh rakyat
Prinsip keempat yaitu kesejahteraan sosial. Kesejahteraan yang dimaksud
yaitu setelah merdeka, diharapkan semua rakyat akan sejahtera dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, bukan salah satu atau sebagian kaum kapitalnya saja yang
merajalela. Dengan kata lain, Bung Karno berharap semua rakyat memiliki porsi
yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dari pemerintah. Adanya Badan
Perwakilan Rakyat tidak menjamin akan kesejahteraan sosial yang merata pada
rakyat, seperti negara-negara di Eropa maupun Amerika. Oleh karena itu, Bung
Karno menginginkan Badan Perwakilan Rakyat di Indonesia ini tidak hanya
berlandaskan keadilan politik (politieke rechtvaardigheid) saja, tetapi juga
berbasis kesejahteraan sosial (sociale rechtvaardigheid).
Setelah empat prinsip sebelumnya yang semuanya berhubungan dengan
sesama manusia, maka Bung Karno berinisiatif prinsip kelima ini merupakan
prinsip Ketuhanan, yaitu menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Bung Karno berharap bukan hanya bangsa Indonesia yang
bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya
sendiri sesuai keyakinan dan dapat dengan leluasa beribadah menurut agamanya
masing-masing. Selain itu, Bung Karno menuturkan bahwa segenap rakyat
hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tidak adanya egoisme-
agama dan saling menghormati antar agama yang dianut. Dengan ini, dalam
pangkuan azas yang kelima inilah, seluruh agama yang ada di Indonesia sekarang
ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya.
Kelima prinsip yang diusulkan oleh Bung Karno kemudian diberi nama
Pancasila, dimana panca memiliki arti lima, sedangkan sila berarti azas atau dasar.
Jika diartikan keseluruhan maka dengan berdasar pada kelima sila ini dapat
didirikan negara Indonesia yang kekal dan abadi. Apabila para anggota sidang
tidak menyetujui isi dari pancasila, Bung Karno membuat opsi lain, dimana dari
kelima sila tersebut diperas menjadi tiga sila saja yang terdiri dari socio-
nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan yang kemudian dikenal dengan
istilah trisila. Opsi kedua yang diusulkan Bung Karno adalah merangkum
pancasila hanya dalam satu dasar saja yang disebut ekasila yang hanya terdiri dari
gotong royong.
Pada akhir pidatonya Bung Karno menegaskan kembali dan berkata
“jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak bertekad mati-matian untuk
mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik
bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai keakhir jaman! Kemerdekaan
hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar
dengan tekad.”

Anda mungkin juga menyukai