Metode Lagrange Dan Mekanika Hamilton
Metode Lagrange Dan Mekanika Hamilton
OLEH :
PROGRAM PASCASARJANA
2013
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Esa atas bimbingan dan
tuntunan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kajian terhadap Metode Lagrange dan Mekanika Hamilton
merupakan suatu cara yang mempermudah penyelesaian suatu solusi mekanika
klasik. dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui melalui
pendekatan Newton. Sehingga diperlukan pendekatan baru dengan meninjau
kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel, misal energi totalnya
Isi makalah ini kiranya dapat membantu pembaca dalam memahami
Metode Lagrange dan mekanika Hamilton. Tak ada gading yang tak retak maka
penulis mengharapkan usul dan saran yang dapat membangun isi tulisan ini.
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
PENDAHULUAN 1
PEMBAHASAN
A. Metode Lagrange 3
B. Koordinat Umum (Umum) 5
C. Gaya pada Sistem Koordinat Umum 7
D. Gaya Umum untuk Sistem Konservatif 8
E. Contoh Pemakaian Metode Lagrange 9
F. Momentum Koordinat Umum 24
G. Mekanika Hamilton 28
PENUTUP 32
Daftar Pustaka iv
PENDAHULUAN
A. Metode Lagrange
Permasalahan sistem pegas dengan massa yang ada di ujung pegas dapat
diselesaikan dengan menggunakan F=m a yang dapat dituliskan dengan
m ẍ =−k x. Solusi persamaan ini adalah fungsi sinusoidal. Diyakini bahwa untuk
menyelesaikan soulusi ini ada metode selain menggunakan F=m a adalah hanya
memperhatikan kuantitas fisik energi kinetik dan energi potensial.
Solusi umum Lagrangian adalah
L=T +V ... (1)
dengan, T = energi kinetik ; V = energi potensial
∫ ∂ L=m∫ ẋ d ẋ
L=m ( 12 ẋ )
2
1
T = m ẋ 2
2
∂L
=−kx
∂x
∂ L=−kx ∂ x
∫ ∂ L=−k ∫ x dx
L=−k ( 12 x )2
−1 2
V= kx
2
Jadi solusi persamaan gerak pegas
1 1
L= m ẋ2 − k x 2 …(6)
2 2
Dengan metode Lagrange ini kita dapat mencari solusi persamaan gerak dan juga
kita dapat mencari persamaan gerak dari solusi persamaan geraknya (lihat
persamaan 6), dan persamaan geraknya diberikan oleh persamaan Euler Lagrange
(lihat persamaan 4). Diperoleh :
d ∂ 1 1 ∂ 1 1
( (
dt ∂ ẋ 2
m ẋ2 − k x2 =
2 ))
∂x 2 (
m ẋ 2− k x 2
2 )
d 1 1
(
dt 2 )
m 2 ẋ = k 2 x
2
d
m ẋ=−kx
dt
d ẋ
m =−kx
dt
m ẍ =−kx …(7)
B. Koordinat Umum
∂ xi
¿ ∑ (∑ Fi
∂ qk )
δ qk
i k
dimana
∂ xi
Q k =∑ F i ( ∂ qk ) (23)
Jika sebuah gaya bekerja pada sebuah partikel dalam sebuah medan
gaya konservatif, besarnya gaya tersebut dinyatakan oleh persamaan
−∂V
F i= (24)
∂ xi
dimana V menyatakan sebuah fungsi energi potensial. Oleh karena itu perumusan
gaya umum dapat dinyatakan
∂ V ∂ xi
Q k =− ( ∂ x i ∂ qk ) (25)
∂V ∂V
umum dapat dinyatakan dengan Q r = ; Q θ= . Jika V merupakan fungsi r
∂r ∂θ
saja (dalam kasus gaya sentral), maka Q θ=0.
Persamaan diferensial gerak untuk suatu sistem konservatif dapat
dicari jika kita ketahui fungsi Lagrangian dalam bentuk koordinat tertentu. Di sisi
lain, jika gaya rampatan tidak konservatif, misalkan nilainya adalah Q'k , maka
T 12 mv 2 12 m x 2 y 2 12 m r 2 r 2 2
Energi potensial gaya sentral
k k
V
x 2
y
2 1/ 2 r
d L L
0
dt q k q k
k
mr2 mr 2 2
r
V(r) k
F(r) 2
r r r
jadi,
mr2 mr 2 Fr
L L
mr 2 0
d L
2mrr mr
2
dt
2mrr mr 2 0
d dJ
dt
mr 2
dt
0
atau,
Hal ini berarti bahwa J merupakan momentum sudut yang nilainya konstan.
Integrasi persamaan di atas menghasilkan
J mr 2 = konstan
Berdasarkan persamaan di atas dapat dikatakan bahwa dalam medan konservatif
momentum sudut J, merupakan tetapan gerak.
3. Osilator Harmonik
Sebuah osilator harmonik 1-dimensi, dan misalkan padanya bekerja
sebuah gaya peredam yang besarnya sebanding dengan kecepatan. Oleh karena itu
sistem dapat dipandang tidak konservatif. Jika x menyatakan pergeseran
koordinat, maka fungsi Lagrangiannya adalah
1 2 1 2
L=T-V= 2
m ẋ − 2 kx
Oleh karena pada sistem bekerja gaya yang tidak konservatif yang harganya
sebanding dengan kecepatan; dalam hal ini Q' = -c x , sehingga persamaan gerak
dapat ditulis :
d
( m ẋ )=−c ẋ+(−kx)
dt
cx
mx kx 0
Ini tak lain adalah persamaan gerak osilator harmonik satu dimensi dengan gaya
peredam.
V =V (r )
1
L= 2 m ( ṙ 2 + r 2 θ̇2 ) −V ( r )
d
2 ( mr 2 θ ) =0
m r̈=mr { θ̇ +f (r)¿ dt
5. Pesawat Adwood
Sebuah pesawat Atwood yang terdiri dari dua benda bermassa m 1 dan
m2 dihubungkan oleh tali homogen yang panjangnya l m dan dilewatkan pada
katrol (lihat gambar). Sistem ini memiliki satu derajat kebebasan. Kita ambil
variabel x untuk menyatakan konfigurasi sistem, dimana x adalah jarak vertikal
dari katrol ke massa m1 seperti yang ditunjukkan pada gambar.
l-x
x
m1
m2
(m +m + aI ) ẍ=g (m −m )
1 2 2 1 2
atau,
m1 m 2
x g
m1 m 2 I / a 2
adalah percepatan sistem. Nampak bahwa jika m 1>m2, maka m1 akan bergerak turun,
sebaliknya jika m1<m2 maka m1 akan bergerak naik dengan percepatan tertentu.
m1 l'-x’
m2
m3
L 1
2
2 12 m 2 ( x x
m1x ') 2 12 m 3 ( x x ') 2 g(m1 m 2 m 3 )x
g(m 2 m3 )x ' tetapan
sehingga persamaan geraknya dapat ditulis :
d ∂L ∂L d ∂L ∂ L
= =
dt ∂ ẋ ∂ x dt ∂ ẋ ' ∂ x '
dengan penyelesaian
m1 ẍ+m2 ( ẍ− ẍ ' )+m3 ( ẍ + ẍ ' )=g (m1 −m2 −m3 )
m2 (− ẍ+ ẍ ' )+m3 ( ẍ+ ẍ ' )=g(m2 −m3 )
dan dari persamaan ini percepatan ẍ dan ẍ' dapat ditentukan.
dimana M adalah massa bidang miring dengan sudut kemiringan , seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 2.6. dan m adalah massa partikel. Energi potensial
sistem tak terkait dengan x oleh karena bidangnya horisontal, sehingga kita dapat
tuliskan :
V=mgx'sin + tetapan
dan
L 12 m(x 2 x '2 2xx
'cos ) 12 Mx
2 mgx 'sin tetapan
Persamaan geraknya
d ∂L ∂L d ∂L ∂ L
= =
dt ∂ ẋ ∂ x dt ∂ ẋ ' ∂ x '
Sehingga
x'
m
x M
Sehingga
d ∂L
=I ω̇
dt ∂ ψ̇ 3 3
Dengan menggunakan lagi aturan rantai, kita peroleh
∂T ∂ω1 ∂ ω2
=I 1 ω1 +I 2 ω 2
∂ψ ∂ψ ∂ψ
=I 1 ω1 (−θ̇ sin ψ + φ̇ sin θ cosψ )+I 2 ω 2 (−θ̇ cosψ− φ̇ sin θ sinψ )
=I 1 ω1 ω2 −I 2 ω2 ω 1
Dapat diperoleh
I 3 ω̇3 =ω 1 ω2 (I 1 −I 2 )
jari-jari a.
Lingkaran kawat berputar searah jarum jam pada bidang horisontal dengaan
T 12 m x 2 y 2 12 ma 2 2 2 cos
2
T
ma 2 cos
dan,
d T
ma sin
dt
2
T
ma 2 sin
d T T
Q1
dt q 1 q 1
dan diperoleh
g g
ω2 = l=
l atau ω2
atau
Energi potensial massa m (anggap V = 0 dan z = 0) :
V =mgz=mgr cot φ
Kemudian Lagrangian L sistem :
1
L=T −V = m ( ṙ 2 csc 2 φ+ r 2 θ̇2 )−mgr cot φ
2
Persamaan Lagrange untuk koordinat r adalah :
d ∂L ∂L
( )
− =0
dt ∂ ṙ ∂ r
2
∂L d ∂L ∂L
∂ ṙ
=m ṙ csc2 φ , ( )
dt ∂ ṙ
=m r̈ csc2 φ ,
∂r
=mr { θ̇ −mg cot φ ¿
2 2
r̈−r θ̇ sin φ+g cos φ sin φ=0
d
( mr 2 θ̇ ) = d ( J z ) =0
dt dt
Artinya
J z=mr 2 θ̇=kons tan
∂T
juga dapat mendefinisikan p sebagai kuantitas ∂ ẋ , yakni:
∂T
p= =m ẋ
∂ ẋ (31)
Dalam kasus dimana sebuah sistem yang digambarkan oleh koordinat
umum q1, q2, …, qk … qn, kuantitas pk didefinisikan dengan
∂L
pk =
∂ q̇ k (32)
yang disebut momentum umum. Persamaan Lagrange untuk sistem konservatif
dapat ditulis
∂L
ṗk =
∂q k (33)
Misalkan dalam kasus khusus, satu dari koordinatnya, katakanlah q, tidak tersirat
secara eksplisit dalam L. Maka
∂L
ṗ λ=
∂q λ (34)
sehingga
p λ=tetapan=c λ (35)
Dalam kasus ini, koordinat q dikatakan dapat terabaikan (ignorable). Momentum
umum yang diasosiasikan dengan koordinat terabaikan tak lain adalah tetapan
gerak sistem.
Sebagai contoh, dalam persoalan partikel yang meluncur pada
bidang miring yang licin (yang telah dikerjakan pada bagian sebelumnya), kita
dapatkan bahwa koordinat x, posisi bidang, tidak tersirat dalam fungsi Lagrangian
L. Oleh karena x merupakan suatu koordinat terabaikan, maka
∂L
p x= =( M +m) ẋ +m ẋ 'cos θ=tetapan
∂ ẋ (36)
Kita dapat lihat bahwa ternyata px adalah komponen total dalam arah mendatar
dari momentum linier sistem dan oleh karena tidak terdapat gaya yang bekerja
dalam arah mendatar pada sistem, komponen momentum linier dalam arah
mendatar harus konstan.
Contoh lain koordinat terabaikan dapat dilihat dalam kasus gerak
partikel dalam medan sentral. Dalam koordinat polar
1
L= 2 m ( ṙ 2 + ṙ 2 θ̇2 ) −V (r )
(37)
seperti yang diperlihatkan dalam contoh di atas. Dalam kasus ini adalah
koordinat terabaikan dan
2
∂L
pθ = =mr { θ̇ =tetapan ¿
∂θ (38)
yang sebagaimana telah kita ketahui dari bab terdahulu adalah momentum sudut
di sekitar titik asal.
Contoh
Bandul sferis, atau potongan sabun dalam mangkuk. Suatu persoalan klasik dalam
mekanika adalah bahwa partikel yang terbatasi untuk berada pada permukaan
sferis yang licin di bawah pengaruh gravitasi, seperti sebuah massa kecil meluncur
pada permukaan mangkuk yang licin. Kasus ini juga digambarkan oleh bandul
sederhana yang berayun dengan bebas dalam sembarang arah, Gambar 2.9. Ini
dinamakan bandul sferis, yang dinyatakan sebelumnya dalam bagian terdahulu.
l
mg
y
x
Gambar 2.9
Bandul sferis
Dalam hal ini terdapat dua derajat kebebasan, dan kita akan
menggunakan koordinat umum dan seperti yang ditunjukkan. Hal ini
kenyataannya ekivalen dengan koordinat bola dengan r = l = tetapan dimana l
g cos2 θ o
sin θo −h 2 2 =0
l sin θo (45)
atau :
g
h2 = sin 4 θo sec θo
l (46)
Dari nilai h yang diperoleh pada persamaan di atas, maka
g
φ̇2o= secθo
l (47)
yang tak lain adalah persamaan gerak bandul konik.
=2
=1
Gambar 2.10
Gerak pada permukaan bola
G. Mekanika Hamilton
δH =∑ [ q̇ δpk − ṗ k δq k ]
k (55)
Variasi fungsi H selanjutnya dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
∂H ∂H
δH =∑
k [ ∂ pk
δp k + δq
∂q k k ] (56)
Akhirnya diperoleh :
H
q k (57)
p k
∂H
=− ṗ k
∂q k
(105)
Dua persamaan terakhir ini dikenal dengan persamaan kanonik Hamilton untuk
gerak. Persamaan-persamaan ini terdiri dari 2n persamaan defernsial orde-1
(bandingkan dengan persamaan Lagrange yang mengandung n persamaan
diferensial orde-2. Persamaan Hamilton banyak dipakai dalam mekanika kuantum
(teori dasar gejala atomik).
Contoh pemakaian.
1. Gunakan persamaan Hamilton untuk mencari persamaan gerak osilator
harmonik satu dimensi.
Jawab : Energi kinetik dan energi potensial sistem dapat dinyatakan sebagai :
1 1
T = m ẋ 2 V = Kx 2
2 dan 2 (58)
Momentumnya dapat ditulis
∂T p
p= =m ẋ ẋ=
∂ ẋ atau m (59)
Hamiltoniannya dapat ditulis :
1 2 K 2
H=T +V = p + x
2m 2 (60)
Persamaan geraknya adalah :
∂H ∂H
= ẋ =− ṗ
∂p ∂x (61)
dan diperoleh :
p
= ẋ
m Kx=− ṗ
Persamaan pertama menyatakan hubungan momentum-kecepatan. Dengan
menggunakan kedua persamaan di atas, dapat kita tulis :
m ẍ + Kx=0 (62)
yang tak lain adalah persamaan osilator harmonik.
1. Jika ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang,
maka diperlukan adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan
mempertahankan kontak antara partikel dengan permukaan bidang. Namun, tak
selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap partikel dapat diketahui.
2. Dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui, maka
pendekatan Newtonian tak berlaku. Sehingga diperlukan pendekatan baru
dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel,
misal energi totalnya. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan prinsip
Hamilton, dimana persamaan Lagrange yakni persamaan umum dinamika
partikel dapat diturunkan dari prinsip tersebut.
3. Prinsip Hamilton mengatakan, lintasan nyata yang diikuti sistem dinamis
adalah lintasan yang meminimumkan integral waktu selisih antara energi
kinetik dengan energi potensial.
4. Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat
diperoleh dengan meninjau energi kinetik dan energi potensial partikel tanpa
perlu meninjau gaya yang beraksi pada partikel.Energi kinetik partikel dalam
koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi potensial partikel yang
bergerak dalam medan gaya konservatif adalah fungsi dari posisi.
5. Persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari
koordinat umum, kecepatan umum, dan mungkin waktu.
6. Pada dasarnya, persamaan Lagrange ekivalen dengan persamaan gerak
Newton, jika koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesian.
7. Hubungan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari gaya
konstrain terhadap waktu atau dikarenakan persamaan transformasi yang
menghubungkan koordinat kartesian dan koordinat umum mengandung fungsi
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Goldstein, Hebert. 2000. Classical Mechanics Third Edition. New York: Addison
Wesley.