Anda di halaman 1dari 59

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN FIDUCIARY DUTY

A. Pengertian Fiduciary Duty dan Tanggung Jawab

1. Pengertian Fiduciary Duty

Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya

baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai

representasi dari perseroan.

Istilah fiduciary duty berasal dari 2 kata, yaitu:

a. Fiduciary, dan

b. Duty.

Tentang istilah “Duty” banyak dipakai di mana-mana, yang berarti

“tugas”, sedangkan untuk istilah “fiduciary” berasal dari bahasa latin

“Fiduciarus” dengan akar kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (“trust”)

atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti “mempercayai (“to trust”). Sehingga

dengan istilah “fiduciary” diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam

kepercayaan” atau “seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk

kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak

yang dipegang untuk kepentingannya tersebut disebut dengan istilah

“beneficiary”. Dalam istilah bahasa Indonesia, orang yang memegang

kepercayaan seperti itu disebut sebagai orang yang memegang “amanah” 103 .

103
Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law,( Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2002), Hlm. 33

Universitas Sumatera Utara


Seseorang mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty) manakala dia

mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary capacity). Seseorang dikatakan

memiliki fiduciary capacity jika bisnis yang ditransaksikannya atau uang/properti

yang ditangani bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya. Melainkan

milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain tersebut, dimana orang lain

tersebut mempunyai kepercayaan yang besar (great trust) kepadanya. Sementara

itu, di lain pihak dia wajib mempunyai itikad baik yang lebih tinggi (high degree

of good faith) dalam menjalankan tugasnya. Istilah “fiduciary” ini dipergunakan,

baik untuk perjanjian trustee dalam arti “technical trust” maupun untuk jabatan

atau hubungan hukum dengan lawyer (dengan kliennya), perwalian (Guardian),

executor, broker, kurator, pejabat publik, atau direktur dari suatu perusahaan

(antara direktur dengan perseroannya). Antara pihak yang mempunyai kapasitas

fiduciary (fiduciary capacity) dengan pihak yang diasuhnya atau yang harta

bendanya diasuh, terdapat suatu hubungan khusus yang disebut dengan hubungan

fidusia (fiduciary relation). Yang dimaksud dengan fiduciary relation adalah

suatu hubungan yang timbul baik dari hubungan fiduciary secara teknikal maupun

dari hubungan informal yang timbul manakala seorang percaya (trust) atau

bergantung (rely) kepada orang lain. Dalam hal ini, seorang percaya kepada orang

lain, dimana orang lain tersebut bertindak dengan itikad baik (good faith) dan

dengan penghormatan yang baik (due regard) dan fair kepada kepentingan orang

lain tersebut 104 .

104
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah suatu tugas

dari seseorang yang disebut dengan “trustee” yang terbit dari dari suatu hubungan

hukum antara trustee tersebut dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary,

dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pihak trustee,

dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi untuk

melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dengan itikad baik yang tinggi,

fair dan penuh tanggung jawab, dalam menjalankan tugasnya dan untuk

kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau jabatannya

selaku trustee (secara teknikal), atau dari jabatan lain seperti lawyer (dengan

kliennya), perwalian (guardian), executor, broker, kurator, pejabat publik atau

direktur dari suatu perusahaan 105 .

Selanjutnya dalam http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-

duty dikatakan bahwa Fiduciary Duty adalah 106 :

“an obligation to act in the best interest of another party. For instance, a

corporation's board member has a fiduciary duty to the shareholders, a

trustee has a fiduciary duty to the trust's beneficiaries, and an attorney has

a fiduciary duty to a client”.

(Artinya: fiduciary Duty adalah sebuah kewajiban untuk berbuat yang terbaik

demi kepentingan dari pihak lain. misalnya, dewan pengurus perusahaan

mempunyai fiduciary duty kepada para pemegang saham, seorang yang

memegang kepentingan orang lain memiliki fiduciary duty pada pihak yang

105
Ibid.
106
http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty terakhir kali diakses tanggal
8 april 2009

Universitas Sumatera Utara


dipegang untuk kepentingannya, dan seorang pengacara mempunyai fiduciary

duty kepada kliennya.)

Dalam http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty juga

disebutkan bahwa 107 :

“A fiduciary obligation exists whenever the relationship with the client


involves a special trust, confidence, and reliance on the fiduciary to
exercise his discretion or expertise in acting for the client. The fiduciary
must knowingly accept that trust and confidence to exercise his expertise
and discretion to act on the client's behalf.”

“When one person does agree to act for another in a fiduciary


relationship, the law forbids the fiduciary from acting in any manner
adverse or contrary to the interests of the client, or from acting for his
own benefit in relation to the subject matter. The client is entitled to the
best efforts of the fiduciary on his behalf and the fiduciary must exercise
all of the skill, care and diligence at his disposal when acting on behalf of
the client. A person acting in a fiduciary capacity is held to a high
standard of honesty and full disclosure in regard to the client and must not
obtain a personal benefit at the expense of the client.”

(Artinya : Sebuah kewajiban dari penerima kepercayaan berlaku ketika hubungan

dengan klien menyebabkan sebuah kepercayaan khusus, keyakinan, dan

kepercayaan terhadap penerima kepercayaan untuk menggunakan

kebijaksanaannya atau keahliannya berbuat untuk klien. Penerima kepercayaan

tersebut harus diketahui dan diterima bahwa kepercayaan dan keyakinan tersebut

untuk menggunakan keahlian dan kebijaksanaan berbuat demi kepentingan klien.

“Ketika seseorang setuju untuk berbuat untuk hubungan kepercayaan yang lain,

hukum melarang penerima kepercayaan untuk berbuat dalam cara-cara yang

merugikan atau bertentangan dengan kepentingan klien, atau dalam berbuat untuk

keuntungan pribadi dalam hubungannya dengan persoalan subjek, klien tersebut

107
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


berhak atas usaha yang terbaik dari penerima kepercayaan untuk kepentingannya

dan penerima kepercayaan harus menggunakan seluruh kemampuan, perhatian

dan ketekunan dari layanannya ketika berbuat untuk kepentingan klien. Seseorang

yang berbuat dalam kapasitas kepercayaan berpegang pada standar kejujuran yang

tinggi dan menyingkap sepenuhnya dalam penghormatan untuk klien dan tidak

boleh memperoleh keuntungan pribadi dari biaya klien.)

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa Fiduciary Duty didasarkan

pada kepercayaan, dimana pihak yang diberi kepercayaan tidak boleh berbuat

dalam cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan pemberi

kepercayaan.

Henry Campbell Black mengatakan “Fiduciary Duty , a duty to act for

someone else’s benefit, while subordinating one’s personal interest to that of

other person. It is the highest standard of duty implied by law 108 ”, (aritnya:

fiduciary duty adalah suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain dimana

seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi

dalam hukum.)

Sepanjang sejarah penerapan teori fiduciary duty ini, muncul beberapa

“pedoman dasar” bagi direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap

perseroan yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut 109 :

108
Try Widiyono,Op Cit., Hlm 38
109
Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit., hlm 61

Universitas Sumatera Utara


a. Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum

perseroan;

b. Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi bukan hanya harus memenuhi

unsur itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak”

(proper purpose)

c. Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan,

bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat

memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduciary tersebut

d. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum

direktur juga harus memperhatikan kepentingan stakeholders, seperti pihak

pemegang saham dan buruh perseroan

e. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam

memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya

dalam setiap rapat yang dihadirinya

f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis

dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak

boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari direksi

g. Dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang

atau setidak-tidaknya diawasi dan dibatasi dalam menjalankan tugasnya

memberlakukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap

transaksi yang ada conflict of interest.

Universitas Sumatera Utara


2. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Ada tiga macam tanggung jawab hukum yaitu tanggung jawab hukum

dalam arti accountability, responsibility dan liability. Tanggung jawab dalam arti

accountability adalah tanggung jawab hukum dalam kaitan dengan keuangan,

misalnya akuntan harus bertanggung jawab atas hasil pembukuan, sedangkan

responsibility adalah tanggung jawab dalam arti yang harus memikul beban.

Tanggung jawab dalam arti liability adalah kewajiban menanggung atas kerugian

yang diderita 110 .

Tanggung-jawab dalam arti responsibility juga diartikan sebagai sikap

moral untuk melaksanakan kewajibannya, sedang tanggung-jawab dalam arti

liability adalah sikap hukum untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran atas

kewajibannya atau pelanggaran atas hak pihak lain. Joling memberikan pengertian

responsibility sebagai "Responsibility refers to the quality of being morally,

legally or mentally accountable"(artinya: tanggung jawab berhubungan dengan

kualitas untuk menjadi bertanggungjawab secara moral, hukum dan mental),

sedangkan Black's Law Dictionary mengartikan responsibility sebagai "the state

of being answerable for an obligation, include judgment, skill and capacity" dan

liability sebagai "condition of being actually or potentially subject to an

obligation; condition of being responsible for a possible or actual loss, penalty,

evil expenses or burden; condition with create a duty to perform act immediately

or in the future 111 ".

110
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Tanggung%20Jawab%20Hukum%20PT.doc
diakses tgl 14 april 2009
111
http://www.freewebs.com/bedahkulitosmetik/responsibilityliability.htm diakses tgl 14
april 2009

Universitas Sumatera Utara


http://www.ukincorp.co.uk/s-2A-company-directors-responsibilities.html

menjabarkan tanggung jawab direksi dalam arti responsibility dan liability yaitu

sebagai berikut 112 :

Responsibilities: Legislation imposes various obligations on companies,


which require the directors to ensure that the company complies with
certain minimum requirements, and provides penalties for breach of
statutory duties
Liabilities: A director may also incur personal liability under legislation
relating to the company, since some legislation provides that not only is
the company liable but also any director who knowingly authorised by
the company.
(Artinya: Responsibilities: Peraturan menentukan bermacam-macam kewajiban

kepada perusahaan, yang memerlukan direktur untuk memastikan bahwa

perusahaan patuh dengan syarat minimum tertentu, dan menyediakan sanksi

kepada pelanggaran dari kewajiban menurut UU, Liabilities: Direktur juga harus

menimbulkan tanggung jawab pribadi dibawah peraturan yang berkaitan dengan

perusahaan, sejak beberapa peraturan menetapkan bahwa tidak hanya perusahaan

bertanggung jawab tetapi juga direktur yang diketahui telah diberikan kuasa oleh

perusahaan.)

Dalam http://nl.wikipedia.org/wiki/Aansprakelijkheid disebutkan bahwa


113
:

Aansprakelijkheid is een begrip uit het burgerlijk recht. Met

aansprakelijkheid wordt bedoeld dat de ene persoon gehouden is de

schade van een andere persoon te vergoeden. De persoon in kwestie is

'aansprakelijk' voor die schade.

112
http://www.ukincorp.co.uk/s-2A-company-directors-responsibilities.html diakses
tanggal 3 juni 2009
113
http://nl.wikipedia.org/wiki/Aansprakelijkheid diakses tgl 14 april 2009

Universitas Sumatera Utara


Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa seseorang yang menerbitkan

suatu kerugian harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Sehingga seorang

direksi yang merupakan wakil dari perseroan juga harus mengganti rugi atas

kerugian yang telah diterbitkannya.

B. Jenis-Jenis Fiduciary Duty

Director Fiduciary Duties After Sarbanes-Oxley mengemukakan ada 4

jenis fiduciary duty, dengan 2 jenis kewajiban pokok yaitu 114 :

a. Duty of Loyalty, is a duty requires a director, affirmatively and in good


faith, to protect the interests of the company and its stockholders, and
to refrain from doing anything that would injure the company or
deprive the company of profit or an advantage that might properly be
brought to the company for it to pursue”
Untuk memenuhi Duty of Loyalty, “a director must act in a manner
that he or she believes in good faith to be in the best interest of the
company and its stockholders”.
b. Duty of care, is a duty requires a director to perform his or her
responsibilities with a care that a reasonably prudent person would
exercise under similar circumstances, while acting in an inform
manner”. Untuk memenuhi duty of care ini , “a director must proceed
with a “critical eye” in assessing information presented to him or her,
and with inquisitive nature in confirmning that he or she has been
presented with all material information.”
c. Duty of good faith
d. Duty of disclosure.
(artinya:
a. kewajiban untuk setia, yaitu suatu kewajiban yang menghendaki direktur,
dengan persetujuan dan dengan jujur, melindungi kepentingan perusahaan dan
pemegang sahamnya, dan untuk menghentikan perbuatan yang dapat
merugikan perusahaan atau mencabut dari perusahaan sebuah keuntungan atau
suatu keuntungan yang mungkin dibawa ke perusahaan yang dalam proses.
Untuk memenuhi kewajiban untuk setia, seorang direktur harus berbuat dalam
cara yang ia percaya dengan jujur merupakan kepentingan terpenting dari
perusahaan dan pemegang sahamnya

114
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op.
Cit., Hlm 45

Universitas Sumatera Utara


b. kewajiban peduli, adalah sebuah kewajiban yang menghendaki direktur untuk
menjalankan tanggung dengan hati-hati yang mana seorang yang berhati-hati
dengan alasan akan menggunakan dibawah keadaan yang sama, ketika
bertindak dalam cara yang berbeda. Untuk memenuhi kewajiban berhati-hati
ini , seorang direktur harus meneruskan dengan pandangan kritisdalam menilai
informasi yang diberikan kepadanya, dan dengan sifat ingin taju dalam
memastikan bahwa dia telah diberikan semua materi informasi
c. Kewajiban untuk jujur
d. Kewajiban keterbukaan)
Duty of Loyalty dan Duty of care adalah 2 jenis kewajiban pokok dan duty of good

faith dan duty of disclosure merupakan 2 jenis kewajiban fidusia lain. Dengan

demikian di samping pembagian fiduciary duty ke dalam dua jenis kewajiban

pokok sebagaimana disebut di atas, perkembangan selanjutnya ilmu hukum juga

memperlihatkan kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary

duty ini. Ada sebagian pihak yang menyatakan perkembangan kewajiban-

kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary duty ini. Ada sebagian pihak

yang menyatakan perkembangan kewajiban-kewajiban yang ada sebagai

tambahan terhadap fiduciary duty yang sudah ada, namun tidak kurang juga hanya

menyatakan tambahan-tambahan tersebut sebagai perkembangan interpretasi dari

kedua jenis fiduciary duty yang telah ada 115 .

Phillip Lipton and Abraham Herzberg membagi fiduciary duty ke dalam

duty of loyalty and good faith(kewajiban setia dan jujur) dan duty to exercise care

and diligence(kewajiban peduli dan rajin). Selanjutnya duty of loyalty and good

faith dikelompokkan lagi ke dalam, the duty 116 :

1. To act bona fide in the interest of the company (berbuat dengan jujur untuk

kepentingan perusahaan);

115
Ibid.
116
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Op. Cit., Hlm
25.

Universitas Sumatera Utara


2. To exercise power for their proper purpose (untuk menggunakan

kewenagannya sesuai tujuan);

3. To retain discretion powers(untuk memakai kebijaksanaan);

4. To avoid conflicts of interests(untuk menghindari benturan kepentingan)

1. Duty To act bona fide in the interest of the company

Duty to act bona fide in the interest of the company ini menunjukkan bahwa

kewajiban direksi untuk mengurus perseroan hanya untuk kepentingan

perseroan semata-mata. Untuk menentukan sampai sejauh mana suatu

tindakan telah diambil oleh direksi perseroan yang dilakukan untuk

kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dikembalikan kepada direksi

perseroan. Direksi perseroan harus memiliki dan mengetahui penilaian sendiri

tentang tindakan yang menurut pertimbangannya merupakan sesuatu yang

harus dilakukan atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan. Suatu

putusan yang dikeluarkan oleh Lord Greene MR dalam smith and Fawcett Ltd

[1942] 1 All Er. 542 telah mengambil pertimbangan bahwa

“they must exercise their bona fide in what they consider – not what the court

may consider – to be in the interest of the company, and not for any collateral

purposes”.(artinya: mereka harus menggunakan kejujuran yang mereka

pikirkan- bukan yang mungkin dipikirkan pengadilan- untuk kepentingan

perusahaan, dan bukan untuk kegunaan lain)

Paul L. Davies mengatakan bahwa selain pemegang saham ada juga

kepentingan keuangan lain yang harus diperhatikan yaitu para kreditor.

Menurutnya :

Universitas Sumatera Utara


In insolvency, the creditors “become prospectively entitled, through the
mechanism of liquidation, to displace the power of the directors and
shareholders to deal with the company’s assets. This suggest that the
directors’ duties should be seen as being owed to those who have the
ultimate financial interest in the company : the shareholders when the
company is going concern and the creditors once the company’s capital
has been lost.
(artinya: dalam keadaan bangkrut, kreditur-kreditur “ menjadi calon yang
berhak, dengan mekanisme likuidasi, untuk menggantikan kewenagan direktur
dan pemegang saham untuk memperlakukan aset perusahaan. Ini
mengusulkan bahwa kewajiban direksi seharusnya dilihat telah dimiliki oleh
siapa yang mempunyai pokok kepentingan di perusahaan : para pemegang
saham ketika perusahaan akan diurus dan para kreditur seketika saat modal
perusahaan telah hilang)
Paul L. Davies juga menunjukkan perkembangan undang-undang perseroan di

Australia, dengan memperlihatkan pada kita semua bahwa sebelum tahun

1980, undang-undang perseroan di Australia tampak semata-mata hanya

memperhatikan kepentingan pemegang saham saja. Namun dengan semakin

berkembangnya kegiatan dunia usaha yang ditandai dengan makin banyaknya

chairman perusahaan-perusahaan terkemuka yang menyatakan bahwa “this

company recognises that it has duties to its members, employees, consumers

of its product and to the nation”, maka nilai-nilai kepentingan perusahaan pun

mulai bergeser menjadi lebih luas hingga meliputi seluruh pihak-pihak yang

terkait dengan perseroan, yang antara lain terdiri dari 117 :

a. Pemegang saham (shareholders);


b. Karyawan atau pegawai (employees);
c. Managers;
d. Pelanggan (customers);
e. Pemasok (suppliers);
f. Kreditor (debtholders)
g. Masyarakat (communities);
h. Pemerintah(government);

Yang disebut dengan nama stakeholder.

117
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


2. Duty to exercise power for proper purposes

Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, direksi sebagai satu-satunya

organ dalam perseroan yang diberikan hak dan kewenangan untuk bertindak

untuk dan atas nama serta bagi perseroan. Hal ini membawa konsekuensi

bahwa jalannya perseroan, termasuk dalam pengelolaan harta kekayaan

perseroan bergantung sepenuhnya pada direksi perseroan. Artinya tugas

pengurusan perseroan oleh direksi juga meliputi tugas pengelolaan harta

kekayaan perseroan. Sebagai orang kepercayaan perseroan, yang diangkat

oleh rapat umum pemegang saham untuk kepentingan para pemegang saham

secara keseluruhan, direksi diharapkan agar dapat bertindak adil dalam

memberikan manfaat yang optimum bagi pemegang saham perseroan. Lipton

dan Herzberg menekankan sekali penting dan luasnya makna duty to exercise

power for proper purpose bagi direksi dan perseroan, dengan menyatakan

bahwa “directors may breach this duty even if they honestly believe their

actions are in the best interest of the company as a whole”

Beberapa persoalan yang sering disoroti sehubungan dengan duty to exercise

power for proper purpose ini adalah masalah penerbitan saham baru,

pencatatan pengalihan kepemilikan saham dalam perseroan, dan

“pencaplokan” perseroan (hostile takeovers). Sebagai trustee bagi perseroan,

maka sudah selayaknyalah jika dalam melakukan tindakan atau perbuatan

yang mengatasnamakan kepentingan perseroan, direksi harus melakukannya

secara benar dan tidak memihak bagi keuntungan atau kepentingan manapun

juga

Universitas Sumatera Utara


Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui

mekanisme rapat umum pemegang saham untuk menjadi organ perseroan

yang akan bekerja untuk kepentingan perseroan, serta kepentingan seluruh

pemegang saham yang mengangkat dan mempercayakannya sebagai satu-

satunya organ yang mengurus dan mengelola perseroan. Setelah rapat umum

pemegang saham menyetujui pengangtkatan direksi perseroan, maka (seluruh)

pemegang saham tidak lagi berhubungan dengan direksi perseroan, oleh

karena itu maka direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang

diberikan kepadanya tersebut untuk dipergunakan dalam kapasitasnya, untuk

merugikan kepentingan satu atau lebih pemegang saham tertentudalam

perseroan, khususnya pemegang saham minoritas, meskipun tindakan yang

dilakukannya tersebut baik bagi perseroan, menurut pertimbangannya.

3. Duty to retain discretion

Direksi dalam undang-undang dan anggaran dasar dan kadangkala melalui

RUPS telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya,

walaupun demikian hal tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk

kepentingan perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknyalah direksi

kemudian melakukan pembatasan dini, atau membuat suatu perjanjian yang

akan ataupun dapat mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk

tujuan dan kepentingan perseroan. Dalam hal ini tidaklah berarti direksi tidak

boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu kesepakatan

pendahuluan (seperti misalnya memorandum of understanding, letter of

intend) dan sebagaimana sebelum suatu perjanjian yang mengikat dibuat dan

Universitas Sumatera Utara


ditandatangani. Pada saat perjanjian yang mengikat tersebut dibuat dan

ditandatangani, direksi sudah harus memiliki suatu pandangan, sikap dan

kepastian bahwa tindakan yang dilakukan tersebut hanya memberikan manfaat

bagi kepentingan perseroan semata-mata.

4. Duty to avoid conflict of interest

Dalam konsep fiduciary duty ini. Direksi memiliki kewajiban untuk

menghindari dibuat, diadakan, dan ditandatanganinya perjanjian, atau

dilakukannya perbuatan yang menyebabkan direksi tersebut ditempatkan

dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak

secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan (not an arms length

transaction).

Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah direksi memperoleh keuntungan dari

perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi direksi, secara tidak layak. Lebih

jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan cara mencegah direksi

untuk menempatkan dirinya pada suatu keadaan yang memungkinkan direksi

bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat yang bersamaan

mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan.

Selanjutnya Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of

Directors mengemukakan adanya tujuh jenis fiduciary duty yaitu 118 :

1. Duty to act in good faith (kewajiban bertindak dengan jujur);


2. Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill
and care (kewajiban untuk mengelola urusan perusahaan dengan
derajat kemampuan dan kepedulian yang benar) ;

118
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op.
Cit., Hlm 47

Universitas Sumatera Utara


3. Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to
satisfy yourself of its terms (kewajiban untuk bertindak tepat dalam
syarat konstitusi dan mememuaskan diri sendiri dari syarat tersebut);
4. Duty to act within the scope of any given authority for proper
purpose(kewajiban bertindak dalam bidang yang diberikan
kewenangannya untuk tujuan tertentu);
5. Duty to act personally (kewajiban bertindak secara pribadi);
6. Duty not to take personal benefit/profit (kewajiban untuk tidak
mengambil keuntungan pribadi);
7. Duty to secure the proper and effective use of property (kewajiban
untuk menggunakan fasilitas dengan benar dan efektif).

C. Tuntutan Terhadap Pelanggaran Fiduciary Duty

Berkaitan dengan gugatan pemegang saham perseroan, perlu dibedakan

adanya 3 jenis gugatan yang diatur dalam UUPT, yaitu seperti berikut 119 :

a. Gugatan pemegang saham yang menggunakan lembaga derivative action

b. Gugatan pemegang saham yang bersifat keperdataan

c. Gugatan pemegang saham berkaitan dengan penyelenggaraan RUPS

1. Derivative Action

Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan

perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of

Appeal. Dalam kata tersebut mengandung arti : “the individual shareholder is

enforcing a right which is not his or hers but rather is “derived from” the

company” (artinya: pemegang saham individu menyelenggarakan sebuah hak

yang bukan miliknya tetapi lebih “diperoleh dari” perusahaan. Deskripsi tersebut

telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam Peraturan Mahkamah Agung

(Supreme Court Rules) sebagai: “begun by writ by one or more shareholders of a

company where the cause of action is vested in the company and relief is

119
Try Widiyono,Op Cit., Hlm 51

Universitas Sumatera Utara


accordingly sought on its behalf”. Ini berarti dalam derivative action, seorang

atau lebih pemegang saham, diberikan hak, untuk bertindak untuk dan atas nama

perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan surat gugatan

terhadap anggota Direksi Perseroan, yang telah melakukan pelanggaran terhadap

fiduciary dutynya. Derivative action ini berbeda dari gugatan perorangan yang

diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham untuk kepentingannya sendiri

sebagai pemegang saham dalam perseroan 120 . Selanjutnya dikatakan oleh

Davies bahwa di samping perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya

antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative

action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah

suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan yang

melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi pemegang saham

dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang digugat tersebut memang

merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang

saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota direksi yang merugikan

kepentingannya. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan bahwa derivative action

hanya dapat dilaksanakan dan berlangsung secara penuh di pengadilan jika hal

tersebut disetujui oleh pengadilan (as a matter of court’s discretion). The court

thought that the standing of the plaintiff to bring the derivative action should be

decided as a preliminary matter before the trial of the action 121 .(artinya:

pengadilan berpikiran bahwa pendirian penggugat untuk melakukan gugatan

120
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op. Cit.
hlm 67
121
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


derivatif seharusnya ditentukan sebagai masalah persiapan sebelum percobaan

tindakannya.)

Tidak setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas

nama Perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat yang

memungkinkan dilakukannya derivative action 122 :

a. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative

action, jika yang digugat merupakan tindakan atau perbuatan anggota direksi

yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan

persetujuan sederhana (ordinary resolution);

b. Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota Direksi

Perseroan tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan

oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan (karena merupakan tindakan

yang dikategorikan sebagai “fraud on the minority”), derivative action hanya

berhasil apabila anggota Direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan

yang melanggar fiduciary duty tersebut merupakan anggota Direksi yang

dominan dan memegang kendali dalam Perseroan, dan dalam hal tertentu telah

disetujui oleh sebagian besar pemegang saham.

Gugatan derivatif merupakan bentuk penyelesaian (remedy) yang paling

penting, dimana pemegang saham minoritas yang dirugikan berhak untuk

meminta pertanggung jawaban Direksi, karyawan, maupun pemegang saham

mayoritas atas kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan

122
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Op. Cit., Hlm
44

Universitas Sumatera Utara


(mismanagement), pengalihan harta kekayaan Perseroan, dan tindakan manipulasi

yang merugikan Perseroan 123 .

Menurut Cox, O’Neal, dan Hazen, gugatan-gugatan berikut ini termasuk gugatan

derivatif 124 :

a. An action seeking recovery due to managerial misconduct, producing


a proportionate decline in the company’s shares such as the waste of
corporate assets or usurpation of corporate opportunities;
b. An action against the purchaser of corporate assets seeking rescission
of sale;
c. An action where the corporation has purchased or sold securities and
the Individual shareholder is precluded from relief because he is
neither a purchaser nor seller of securities;
d. An action to recover for injuries to corporate assets caused by fraud or
by third parties;
e. An action to recover damages for an ultra vires act;
f. A suit to compel the directors to dissolve the corporation due to
director misconduct;
g. An action on a contract between the corporation and a third party.
(Artinya:
a. Sebuah tindakan mencari ganti rugi atas perbuatan jahat pengelola,
menghasilkan penurunan yang sebanding dari saham perusahaan seperti sisa
dari aset perusahaan atau perebutan dari kesempatan perusahaan;
b. Sebuah tindakan melawan pembeli aset perusahaan yang mencari
membatalkan pembelian;
c. Sebuah tindakan dimana perusahaan telah membeli atau menjual jaminan dan
individu pemegang saham dihalangi dari pertolongan, karena ia bukan
pembeli maupun penjual jaminan;
d. Sebuah tindakan mengganti rugi kerugian kepada aset perusahaan karena
kelalaian dari pihak ketiga;
e. Sebuah tindakan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari tindakan di
luar maksud dan tujuan perseroan;
f. Sebuah gugatan untuk memaksa direktur untuk membubarkan korporasi
didasarkan pada perbutan jahat direktur;
g. Sebuah tindakan dalam sebuah kontrak antara perusahaan dengn pihak ketiga.)

123
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op. Cit.
hlm 70
124
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


2. Fraud On Minority

Lipton dalam Understanding Company Law mengatakan bahwa termasuk dalam

kategori fraud on minority adalah keputusan dalam Rapat Umum Pemegang

Saham Perseroan yang tidak dilakukan dengan “Bona fide for the benefit of the

company as a whole”, yaitu keputusan yang :

a. Mengambil alih harta kekayaan Perseroan


b. Mensahkan tindakan direksi yang melanggar fiduciary duty;
Seperti telah dijelaskan di atas, secara umum dikatakan bahwa Rapat
Umum Pemegang Saham berhak untuk mensahkan setiap tindakan
atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty. Namun
demikian ternyata tidak semua tindakan atau perbuatan Direksi yang
melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham mengikat pemegang saham minoritas. Atas
tindakan-tindakan anggota Direksi yang mengutamakan
kepentingannya sendiri di atas kepentingan Perseroan dapat digugat
oleh pemegang saham minoritas.
c. Mengambil alih harta kekayaan minoritas. Ini dapat terwujud melalui
mekanisme dilusi secara tidak sah.

D. Kaitan Fiduciary Duty Dengan Pranata Hukum Lain

Pemberlakuan prinsip fiduciary duty akan banyak bersentuhan dengan

prinsip pranata-pranata hukum lain, sehingga berbagai pranata hukum tersebut

akan berlaku secara berbarengan. Di samping itu, fungsi direksi sebenarnya unik,

dalam arti bahwa hubungan hukum antara direksi dengan perseroannya dapat

dilihat dari berbagai segi dalam struktur teori hukum. Misalnya dari segi

fiduciary duty, keagenan, pelayan (servant) terhadap perusahaan, dan hukum

perburuhan atau sebagai profesional yang mandiri, seperti juga hubungan antara

seorang lawyer/akuntan dengan kliennya 125

1. Direksi sebagai pemegang amanah (Trustee) terhadap perseroan

125
Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit.,Hlm 53

Universitas Sumatera Utara


Dalam teori ilmu hukum perusahaan dapat dilihat bahwa sebenarnya asal

muasal dari teori fiduciary duty dari direksi bersumber dari hukum tentang trust,

sehingga direksi perseroan mempunyai kedudukan sebagai trustee terhadap

perusahaannya. Karena kedudukannya sebagai trustee maka dia mempunyai

fiduciary duty yang bersumber dari ikatan hukum direksi dengan perseroan yang

disebut dengan hubungan fiduciary (fiduciary relation) 126 .

Sebagai trustee, maka direksi perseroan haruslah menjalankan fiduciary

duty, di mana kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), atau itikad

baik, atau loyalitas dari direksi tersebut terhadap perusahaan yang dipimpinnya

haruslah dengan “derajat yang tinggi”(high degree).dikatakan sebagai Trustee

karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan 127 .

Namun demikian, menurut teori hukum perseroan, kedudukan direksi dari suatu

perseroan tidaklah persis sama dengan kedudukan trustee dalam hukum trust.

Pada prinsipnya, kedudukan direksi perseroan dalam hukum sangat unik. Mirip

dengan kedudukan beberapa pranata hukum yang lain, seperti trustee, agen,

pemegang kuasa, ataupun pekerja, tetapi tidaklah persis sama dengan kedudukan

semua pihak tersebut di atas.dengan demikian, tidak mengherankan jika terdapat

banyak perbedaan antara kedudukan direksi sebagai trustee terhadap perseroan

dengan trustee terhadap beneficiary dalam pengertian teknis yang terdapat dalam

hukum tentang trust. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut 128 :

a. Dari segi luasnya tanggung jawab

b. Luasnya kewenangan
126
Ibid.
127
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas,Op Cit. Hlm 65
128
Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit. hlm 54

Universitas Sumatera Utara


c. Luasnya prinsip kepedulian, loyalitas dan keterampilan

Pemberlakuan prinsip fiduciary duty kepada direksi perseroan

mengharuskan direksi dalam menjalankan tugasnya memenuhi kriteria-kriteria

sebagai berikut 129 :

a. Harus selalu beritikad baik


b. Harus jujur (honest) kepada perseroan
c. Memiliki skill yang wajar seperti yang dimiliki secara wajar oleh
umumnya orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
sama dengannya.
d. Mempedulikan perseroan (Duty of Care)
e. Loyalitas (loyalty) yang tinggi
f. Mengambil keputusan yang reasonable secara bisnis, sungguhpun
mungkin bukan keputusan yang optimal.

2. Antara prinsip Fiduciary Duty dengan keagenan

Direksi dikatakan sebagai agen ketika direksi bertindak keluar untuk dan

atas nama Perseroan Terbatas 130 . Karena itu, adalah logis jika beberapa prinsip

hukum keagenan berlaku juga terhadap direksi dalam menjalankan tugasnya yang

demikian. Misalnya, berlaku prinsip bahwa seorang agen tidak dibenarkan

memperoleh keuntungan tersembunyi (secret profit). Hal ini saling mengait

dengan prinsip fiduciary duty, sebab sebagaimana telah dijelaskan bahwa

hubungan fiduciary sebagai konsekuensi logis dari eksistensi teori fiduciary duty

tersebut terdapat bukan hanya dalam hubungan hukum antara trustee dengan

beneficiary, melainkan juga dalam berbagai hubungan hukum lainnya, termasuk

hubungan hukum antara direksi dengan perseroannya atau hubungan hukum

antara agen dengan prinsipalnya. Dengan demikian, jika diakui bahwa direksi

dalam batas-batas tertentu berkedudukan sebagai agen perseroan, demi hukum (by

129
Ibid.
130
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas,Loc Cit.

Universitas Sumatera Utara


the operation of law) prinsip fiduciary duty ikut tertarik juga untuk berlaku,

terlepas apakah hukum perseroan yang bersangkutan mengakui atau tidak

terhadap berlakunya prinsip fiduciary duty dalam hukum perseroannya 131 . Akan

tetapi, eksistensi hubungan fiduciary duty dari direksi tidak hanya ketika dia

bertindak sebagai agen dari perseroan, tetapi juga dalam pelaksanaan manajemen

secara keseluruhan. Seperti telah dijelaskan bahwa direksi mempunyai fungsi

tidak hanya sebagai representasi (mewakili) perseroan yang kepadanya berlaku

prinsip-prinsip hukum keagenan, tetapi juga direksi memiliki fungsi manajemen,

yang terhadap fungsi ini tidak berlaku prinsip keagenan, tetapi prinsip fiduciary

duty tetap berlaku 132 .

Hukum di negara-negara Eropa Kontinental memang lebih menekankan

direksi dalam hubungan dengan prinsip keagenan dari prinsip fiduciary. Jadi, di

negara-negara Eropa kontinental, direksi lebih dianggap sebagai agen ketimbang

trustee dari perusahaan yang dipimpinnya. Konsep direksi sebagai agen dari

perseroan ini berasal dari hukum Prancis, tepatnya dari UU Perusahaan Prancis

tahun 1867, yang menganggap direktur hanya sebagai agen (mandataries) dari

perseroan sehingga kekuasaan direksi diatur oleh hukum keagenan (mandat).

Pendekatan keagenan terhadap direksi model Prancis ini diikuti juga oleh banyak

negara Eropa lainnya.

Pendekatan hukum keagenan terhadap direksi juga dilakukan oleh hukum

Jerman sungguhpun dengan pengertian dan konsep yang berbeda dengan sistem

Prancis. Sistem hukum Jerman, yang lebih complicated tersebut, dengan berbagai

131
Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit.,Hlm 57
132
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


modifikasi kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya seperti Swiss dan

Italia 133 .

3. Antara prinsip Fiduciary Duty dengan hubungan perburuhan

Sungguhpun sampai batas-batas tertentu seorang direksi dapat

dikategorikan sebagai “pekerja” dalam suatu perseroan, sehingga sampai batas-

batas tertentu hukum tenaga kerja berlaku kepadanya, dimana direksi sebagai

buruh dan perseroan (bukan pemegang saham) adalah sebagai majikannya.

Sehingga sering juga dikatakan bahwa direksi adalah the officer of the company.

Akan tetapi, direksi bukanlah pekerja (worker) atau buruh (labor) dalam arti yang

strict. Kedudukan hukum dari direksi lebih mendekati kedudukan para profesional

(seperti lawyer, akuntan), sehingga dia berkedudukan mandiri terbebas dari

campur tangan pihak lain, kecuali untuk perubahan-perubahan yang fundamental

dari perseroan merupakan kewenangan organ perusahaan yang lain, atau setidak-

tidaknya memerlukan persetujuan dari organ perusahaan yang lain tersebut seperti

dari komisaris atau rapat umum pemegang saham. Perubahan fundamental

tersebut misalnya perubahan anggaran dasar, merger dan akuisisi, penjualan

sebagian besar aset perseroan, dan lain-lain.

Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap

perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaan yang

dapat memaksa direksi untuk melakukan tugas fiduciary tersebut. Akan tetapi,

dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus

133
Ibid., hlm 58.

Universitas Sumatera Utara


memperhatikan kepentingan stakeholders seperti pihak pemegang saham dan

buruh perseroan 134 .

4. Antara Fiduciary Duty direksi dengan hubungan profesional

Hubungan fiduciary antara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya

juga mirip hubungan fiduciary antara pihak profesional (seperti lawyer, kurator,

akuntan, dokter, konsultan dan lain-lain) dengan klien/customernya. Masing-

masing mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas untuk

kepentingan klien/customer-nya dengan baik.

Namun demikian, sungguhpun tanggung jawab hukum antara direksi perseroan

dengan pihak profesional serupa, tetapi ada perbedaan yang mencolok antara

tanggung jawab keduanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan

tersebut terletak pada derajat tanggung jawabnya. Umumnya diakui dalam ilmu

hukum perseroan bahwa tanggung jawab hukum dari pihak profesional relatif

lebih tinggi dari tanggung jawab direksi kepada perusahaannya. Hal ini

disebabkan adanya keadaan-keadaan sebagai berikut 135 :

a. Ada banyak hal yang menyebabkan kesamaan kepentingan antara


direksi dengan pemegang saham. Misalnya, jika dalam perusahaan
yang dipimpin oleh pemiliknya atau jika direksi ikut memegang
saham, atau banyak insentif lain yang akan didapatkan oleh direksi jika
perusahaannya berhasil dengan baik.
b. Dalam deal antara para profesional (seperti lawyer, dokter, dan lain-
lain). Terdapat adanya janji yang implisit atau eksplisit untuk
melaksanakan jasanya dengan sebaik-baiknya (high degree of care),
janji mana tidak terdapat pada direksi.
c. Pihak pemegang saham telah melakukan asumsi resiko dengan
misalnya mengangkat direksi yang kurang kompeten dan dapat
menghindari resiko dengan melakukan investasi di perusahaan lain.

134
Ibid.
135
Ibid.,hlm 59

Universitas Sumatera Utara


d. Akan halnya dengan direksi yang berasal dari orang luar perusahaan
(outside director), maka akan terdapat waktu yang terbatas dari direksi
untuk digunakan untuk kepentingan perseroan.
e. Direksi dari perusahaan terbuka atau perusahaan besar tidak mungkin
mengevaluasi atau mengikuti sendiri setiap aktivitas perseroan, tetapi
mereka hanya menerima dalam bentuk laporan, yang riskan terhadap
terjadinya bottleneck informasi, sehingga informasi yang diterimanya
mungkin akan kurang akurat, yang menyebabkan tindakan dan
kesimpulan yang diambil oleh direksi menjadi tidak akurat pula.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENERAPAN DOKTRIN FIDUCIARY DUTY TERHADAP TANGGUNG

JAWAB DIREKSI PADA PT.BANK PERMATA TBK

A. Riwayat Singkat PT. Bank Permata Tbk

PermataBank merupakan salah satu bank nasional terbesar di Indonesia

dan dikenal sebagai bank dengan pelayanan terbaik.

PermataBank dibentuk sebagai hasil merger dari 5 bank di bawah Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yakni PT Bank Bali Tbk, PT Bank

Universal Tbk, PT Bank Prima Express, PT Bank Artamedia dan PT Bank Patriot,

yang prosesnya berhasil diselesaikan pada tahun 2002. Pada tahun 2004, Standard

Chartered Bank dan PT Astra International Tbk mengambil alih PermataBank dan

memulai proses transformasi secara besar-besaran di dalam organisasi.

Selanjutnya, sebagai wujud komitmennya terhadap PermataBank, kepemilikan

gabungan pemegang saham utama ini meningkat menjadi 89,0% pada tahun 2006.

Pelayanan prima PermataBank meliputi produk keuangan yang lengkap dan

inovatif, kemudahan dan keamanan bagi nasabah yang ditunjang oleh teknologi

informasi, sistem manajemen risiko yang canggih dan terdepan, serta sumber daya

manusia yang handal.

Pada tahun 2007, jaringan PermataBank telah berkembang dengan pesat. Saat ini

Bank memiliki jaringan outlet yang luas, mencakup 253 kantor cabang (termasuk

kantor cabang pembantu dan kantor kas), kantor cabang Syariah, lebih dari 200

Office Channeling Syariah dan 552 ATM di 46 kota di seluruh Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Adapun visi Permata Bank adalah Menjadi penyedia jasa keuangan terkemuka di

Indonesia, yang memiliki fokus pada segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) dan

Consumer, dan visi Permata Bank adalah

a. Menjadi mitra pilihan melalui kesempurnaan pelayanan dan pemberian solusi

yang optimal

b. Turut serta mendorong pengembangan profesionalisme dan kepribadian

c. Aktif berpartisipasi dalam upaya mewujudkan kontribusi yang bermanfaat

d. Memberikan hasil investasi terbaik bagi pemegang saham

e. Menjadi panutan dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan dan asas ketaatan

yang baik.

Kepemilikan saham di Bank Permata yaitu : PT Astra Internasional, Tbk.

Memiliki 44,505% saham, Standard Chartered Bank memiliki 44,505% saham

dan sisanya (10,990%) dimiliki oleh publik.

Berikut adalah pengurus Bank Permata :

Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Ray Ferguson
Wakil Komisaris Utama : Gunawan Geniusahardja
Komisaris : Mark Spencer Greenberg
Komisaris : David Allen Worth
Komisaris Independen : Lukita D. Tuwo
Komisaris Independen : Inget Sembiring
Komisaris Independen : Peter B. Stok
Komisaris Independen : I. Supomo

Dewan Direktur
Direktur Utama : Stewart Donald Hall
Direktur : Joseph Georgino Godong
Direktur : Lauren Sulistiawati
Direktur : Giridhar Srinivasaraghava Varadachari

Universitas Sumatera Utara


Direktur : Effendi Ibnoe
Direktur : Guy Roland Isherwood
Direktur : Honggo Widjojo Kangmasto
Direktur : Herwidayatmo
Budaya Kerja PermataBank adalah way of life bagi setiap PermataBanker.

Budaya Kerja PermataBank adalah seperangkat nilai dan perilaku yang harus

diamalkan dan dijalankan oleh setiap PermataBanker selama berkarya di

PermataBank.

Budaya Kerja PermataBank terdiri dari Nilai-Nilai Budaya PermataBank

dan 8 Perilaku PermataBanker yaitu sebagai berikut:

a. Kepercayaan

b. Integritas

c. Pelayanan

d. Kesempurnaan

e. Profesionalisme

Untuk dapat mengamalkan Nilai-Nilai Budaya PermataBank dalam keseharian

kerja, diperlukan perilaku-perilaku yang mampu mengarahkan tindakan kita ke

pengamalan nilai tersebut. Perilaku-perilaku tersebut kemudian dirumuskan ke

dalam 8 Perilaku PermataBanker yaitu:

a. Disiplin

b. Bertanggung Jawab

c. Cepat, Tanggap dan Berinisiatif

d. Ahli di Bidangnya

e. Mampu Bekerjasama

f. Efektif dalam Berkomunikasi

Universitas Sumatera Utara


g. Peka dan Peduli untuk Kebaikan

h. Tidak Menyalahgunakan Jabatan

8 Perilaku PermataBanker, bila dilaksanakan dengan konsisten, akan

membentuk seorang PermataBanker sejati, PermataBanker yang dapat dipercaya,

berintegritas tinggi, mengutamakan pelayanan, selalu berupaya secara optimal dan

memiliki kompetensi di bidang kerjanya.

B. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Pada Hubungan Intern Direksi

Direksi adalah lembaga atau organ Perseroan. Sedangkan individunya

adalah direktur. Walaupun dalam struktur terbagi dalam direktur utama, direktur

resiko, direktur SDM, direktur Legal&Compliance, tetapi sebagai lembaga yang

merupakan organ Perseroan Terbatas adalah Direksi.

Direksi sebagai salah satu organ perseroan adalah kolegial. Sebab seperti

dinyatakan dalam Pasal 1 angka (5) UUPT, yang menyatakan bahwa direksi

adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan

ketentuan anggaran dasar. Dengan demikian, secara asas, bahwa tanggung jawab

direksi adalah kolegial 136 . Sehingga dapat dilihat bahwa doktrin fiduciary duty

yang diterapkan dalam hubungan intern direksi sebagai organ perseroan tidak

mungkin dibebankan di pundak satu orang direktur saja melainkan seluruh

136
Try Widiyono, Op.Cit., hlm 65

Universitas Sumatera Utara


direktur yang tergabung dalam sebuah lembaga yang dinamakan Direksi, sehingga

tanggung jawab yang dipikul direksi yang satu juga dipikul oleh direksi lainnya.

Walaupun tanggung jawab direksi adalah kolegial tidak berarti tidak

diperkenankan terjadinya pembagian tugas diantara direksi perseroan 137 ,

Pembagian tugas dan wewenang direksi diusulkan oleh direksi berdasarkan rapat

direksi dan tentunya memperhatikan struktur organisasi perseroan. Pembagian

tugas dan kewenangan anggota direksi tersebut semata-mata untuk mempermudah

pengelolaan dan efisiensi. Pembagian tugas dan wewenang tersebut tidak

menghilangkan sifat pertanggungjawaban kolegial direksi (seluruh direksi, yakni

direktur utama dan direktur-direktur lainnya) 138 .

Bank Permata membagi direksi menjadi Direktur utama, Direktur


perdagangan(Retail Banking Director), Direktur Penjualan(Wholesale Banking
Director), Direktur Resiko(Risk Director), Direktur Teknologi dan
Operasional(Technology and Operations Director), Direktur Keuangan(Finance
Director), Direktur Sumber Daya Manusia(Human Resources Director), Direktur
Hukum dan Kepatuhan (Legal and Compliance Director).hal tersebut dilakukan
agar pengurusan perseroan menjadi efisien dan ditujukan untuk mencapai garis-
garis besar yang telah ditetapkan perusahaan 139 .
Penerapan doktrin fiduciary duty pada direksi perseroan dapat kita lihat

pada ketentuan Pasal 97 UUPT diawali dengan rumusan ayat (1) yang

menyatakan bahwa “direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)”. Jika diperhatikan, ketentuan ini

137
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op
Cit.,hlm 55
138
Try Widiyono, Op. cit., hlm 12
139
Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk.
Pada Tanggal 11 Mei 2009.

Universitas Sumatera Utara


adalah penegasan dari aturan yang ditetapkan dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT,

dimana dikatakan bahwa direksi dalam menjalankan kepengurusannya harus:

a. Memperhatikan kepentingan perseroan

b. Sesuai dengan maksud dan tujuan PT (intra vires act)

c. Memperhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan

dalam UU (khususnya UUPT) dan anggaran dasar.

Dari ketentuan di atas diketahui bahwa tindakan direksi adalah tindakan

yang memiliki tanggung jawab keperdataan. Sebagai pengurus perseroan, direksi

adalah agen dari perseroan, dan karenanya tidak dapat bertindak sesuka hatinya.

Apa yang dilakukan oleh direksi yang berada di luar batasan kewenangan yang

diberikan kepadanya harus dapat dipertanggungjawabkan olehnya.

Dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT disebutkan bahwa : “setiap anggota direksi

bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”. Pada dasarnya ketentuan tersebut

merupakan kelanjutan dari dua ayat sebelumnya dalam pasal yang sama. Dalam

ketentuan Pasal 97 ayat (3) UUPT ini, yang ditekankan adalah akibat dari

tindakan atau perbuatan direksi yang salah karena disengaja maupun lalai untuk

berbuat, bertindak atau mengambil keputusan secara itikad baik. Dalam hal

tersebut direksi bertanggung jawab penuh terhadap kerugian perseroan. Pasal

Universitas Sumatera Utara


1131 KUHPerdata berlaku bagi harta kekayaan anggota direksi yang

bersangkutan 140 .

Selanjutnya Pasal 97 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: “dalam hal

direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap

anggota direksi”. Pasal 97 ayat (4) UUPT menegaskan mengenai tanggung jawab

kolegial dari direksi sebagai suatu dewan, dengan tetap memperhatikan ketentuan

pasal 98 ayat (2) UUPT 141 .

Ketentuan presumsi kolegial yang dapat dijadikan dasar hukum bahwa

direksi mempunyai tanggung jawab secara kolegial adalah sebagai berikut:

1. Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan bahwa direksi adalah organ

perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar.

2. Pasal 97 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: “dalam hal direksi terdiri atas 2

(dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi”.

3. Pasal 104 ayat 2 UUPT menyatakan bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena

kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk

140
Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa “segala kebendaan si berhutang, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
141
Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menyatakan bahwa “dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang
mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.”

Universitas Sumatera Utara


menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi

secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dengan demikian jelas bahwa tanggung jawab direksi sebenarnya

merupakan tanggung jawab kolegial dalam kepengurusan perseroan terbatas,

namun demikian, berdasarkan ketentuan berikut, yang menyatakan pengecualian

ada 3 pasal, yaitu :

1. Pasal 69 ayat (4) UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi dan anggota

dewan komisaris dibebaskan dari tanggung jawab dalam hal laporan keuangan

yang diseidiakan tidak benar dan/atau menyesatkan, apabila terbukti bahwa

keadaan tersebut bukan karena kesalahannya

2. Pasal 97 ayat (5) UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan terbatas jika dapat

membuktikan :

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut.

3. Pasal 104 ayat (4) UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi tidak

bertanggung jawab atas kepailitan perseroan apabila dapat membuktikan :

a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

Universitas Sumatera Utara


b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh

tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud

dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Tanggung jawab secara renteng direksi sebagai satu kesatuan adalah

tanggung jawab bersama secara kolektif yang berlaku bagi seluruh anggota

direksi. Dengan diberikannya tanggung jawab kolegial ini, dimaksudkan agar

sesama anggota direksi 142 :

a. Dilakukan keterbukaan atau transparansi, atau disclosure sesama anggota

direksi, mengenai setiap tindakan dan atau perbuatan hukum yang hendak

diambil atau telah diambil oleh satu atau lebih masing-masing anggota

direksi atas hal-hal yang berada dalam kewenagannya, demikian pula

kepemilikan saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan

dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain dalam daftar

khusus.

b. Dilakukan check and balance tentang kegiatan, tindakan atau keputusan

yang menghendaki agar sedapat mungkin atau seyogyanya diambil

berdasarkan pada keputusan rapat direksi. Dengan pertanggungjawaban

secara tanggung renteng ini diharapkan dapat terjadi saling mengawasi

diantara sesama anggota direksi perseroan atas setiap perbuatan, tindakan

142
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op Cit.,
hlm 81

Universitas Sumatera Utara


atau keputusan direksi yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan

terjadinya pelaggaran terhadap fiduciary duty, yang menyebabkan tidak

berlakunya business judgement rule 143 .

Penerapan doktrin fiduciary duty di PT. Bank Permata, Tbk. pada anggota

direksi selain mengacu pada UUPT juga terdapat dalam Anggaran Dasar

perseroan dimana dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (1) Anggaran Dasar perseroan

yang menyatakan “Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan

untuk kepentingan dan usaha perseroan”. Yang dilanjutkan dengan Pasal 18 ayat

(2) Anggaran Dasar yang berbunyi “Setiap anggota direksi wajib dengan itikad

baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya dengan memperhatikan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), yang bertanggung jawab penuh

adalah direksi bukanlah masing-masing direktur sehingga dapat dikatakan

fiduciary duty dibebankan pada seluruh anggota direktur, bukan pada salah satu

direktur ataupun direktur utama. Maka menurut Anggaran Dasar PT. Bank

Permata, Tbk., tanggung jawab direksi juga merupakan tanggung jawab renteng.

Penerapan doktrin fiduciary duty kepada direksi bank permata juga terlihat

dalam Pasal 18 ayat (3) Anggaran Dasar perseroan yang menyatakan “Direksi

berhak mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan

dalam segala kejadian, mengikat perseroan dengan pihak lain dan pihak lain

dengan perseroan, serta menjalankan setiap tindakan yang oleh ketentuan

perundangan yang berlaku disyaratkan adanya keterlibatan dewan komisaris.”,


143
Business judgment rule adalah doktrin yang melindungi direksi atas setiap keputusan
bisnis yang merupakan transaksi perseroan, selam hal tersebut dilakukan dalam batas-batas
kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.

Universitas Sumatera Utara


dalam hal ini perseroan mempercayakan setiap direktur mewakili perseroan baik

di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. Dikenal juga rapat direksi

yang diatur dalam Pasal 19 Anggaran Dasar perseroan tersebut, menurut ayat (1)

pasal 19 tersebut, rapat direksi dapat diadakan setiap waktu bilamana dipandang

perlu oleh dan atas permintaan tertulis seorang atau lebih anggota direksi atau

dewan komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama-sama

mewakili sedikitnya 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara.

Rapat direksi baru dapat dilakukan setelah dilakukan pemanggilan rapat

kepada semua anggota direksi paling lambat 3(tiga) hari sebelum rapat

dilaksanakan, dan rapat direksi harus dihadiri ½ (satu per dua) dari seluruh jumlah

anggota direksi, dalam hal ini direksi dapat diwakili oleh direksi lainnya dengan

surat kuasa, jika persyaratan hadir dipenuhi maka rapat direksi sah dan dapat

mengambil keputusan yang mengikat.

Keputusan rapat direksi diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat,

dan jika tidak tercapai suatu kesepakatan dalam musyawarah maka keputusan

harus diambil berdasarkan suara setuju lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari

jumlah suara yang sah yang dikeluarkan dalam rapat yang bersangkutan,karena

ketentuan lebih dari ½ (satu per dua), maka jika suara yang setuju dan yang tidak

setuju sama banyaknya maka usul yang diajukan dalam rapat direksi tersebut

dianggap ditolak.

Universitas Sumatera Utara


Anggota direksi dapat turut serta dalam rapat direksi melalui video-

telekonferensi atau media elektronik lainnya yang penggunaannya dapat membuat

semua anggota direksi hadir dalam rapat saling mendengar dan melihat secara

langsung serta berpartisipasi dalam rapat, keikutsertaan anggota direksi yang

bersangkutan dengan cara demikian harus dianggap merupakan kehadiran

langsung dari anggota direksi tersebut dalam rapat direksi, dengan ketentuan

keputusan yang diambil dalam rapat direksi tersebut dibuat secara tertulis dan

ditandatangani oleh seluruh anggota direksi yang hadir, keputusan yang diambil

dengan cara demikian mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang

diambil dengan sah dalam rapat direksi. Pada tahun 2007 direksi Permata Bank

mengadakan rapat direksi sebanyak 50 kali.

Dalam Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. Disebutkan juga bahwa

direksi dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan rapat

direksi, dengan ketentuan semua anggota direksi memberikan persetujuan

mengenai usul yang bersangkutan secara tertulis dengan menandatangani

persetujuan tersebut, keputusan yang diambil dengan cara demikian mempunyai

kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam

rapat direksi.

C. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Pada Direksi, Hubungannya dengan

pihak ketiga

Sepintas memang kepentingan perseroan terbatas sama dengan

kepentingan pemegang saham, hal ini dapat dimengerti karena perseroan terbatas

Universitas Sumatera Utara


didirikan oleh para pemegang saham, yang secara otomatis para pemegang saham

mempunyai tujuan tertentu dalam mendirikan perseroan tersebut. Akan tetapi,

apabila persoalan tersebut ditelaah secara teliti, maka tanggung jawab direksi

tersebut tidak hanya kepada para pemegang saham saja. Pihak ketiga yang

berhubungan hukum dengan perseroan tersebut juga harus mendapatkan

perlindungan, terutama terhadap kepentingan para pemegang saham melalui organ

RUPS, membuat putusan-putusan yang merugikan pihak ketiga (stakeholder).

Dalam keputusan menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 agustus

2002 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance dalam BUMN,

Pasal 1 huruf (d) menyatakan “Stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki

kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu

pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas, direksi dan

karyawan serta pemerintah, kreditur dan pihak-pihak berkepentingan lainnya” 144 .

Menurut Henry Campbell Black dalam Black Law Dictionary pengertian

stakeholder adalah sebagai berikut 145 :

“stakeholder. Generally, a stakeholder is a third party chosen by two or more

persons to keep on deposit property between them , and to be delivered to one

who is entitle or funds in his hands.”

(artinya: Secara umum, pihak yang berkepentingan adalah pihak ketiga yang

dipilih oleh dua atau lebih orang untuk menjalankan kekayaan yang tersimpan dan

untuk mengirimkannya kepada seseorang yang berhak.)

144
Try Widiyono, Op. cit., hlm 72
145
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Kepentingan perseroan terbatas tidak hanya kepentingan pemegang saham

saja. Kepentingan perseroan adalah kepentingan sebagaimana dimaksud dalam

maksud dan tujuan didirikannya perseroan tersebut. Sedangkan maksud dan

tujuan perseroan akan sangat digantungkan dalam hubungan usaha dengan pihak

ketiga (stakeholder). Dengan demikian, stakeholder tersebut harus dilindungi dan

dipertanggungjawabkan oleh direksi dalam mengurus perseroan.

Dalam Anggaran Dasar perseroan diatur secara tegas kewenangan direksi

yang bersifat umum dan bersifat khusus. Kewenangan direksi yang bersifat umum

adalah kewenangan direksi yang dalam melakukan kepengurusan perseroan tidak

perlu mendapatkan izin atau persetujuan dari komisaris dan/atau RUPS.

Sedangkan kewenangan yang bersifat khusus adalah tindakan direksi yang harus

mendapatkan persetujuan tertulis dari komisaris dan/atau RUPS.

Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa tanggung jawab direksi bukan

hanya kepada pemegang saham (shareholder), tetapi sebagai badan usaha

(commercial entity), kepentingan perseroan terbatas, khususnya bank tanggung

jawab tersebut juga kepada pihak ketiga (stakeholder) termasuk dan mencakup

atas kreditor, nasabah, pemegang saham, kreditur, BI, bank-bank lain, aparatur

dan lembaga Negara seperti pengadilan, kantor pertanahan, kepolisian negara,

kejaksaan, notaris/PPAT, akuntan, pengacara dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan 146 .

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecakapan bertindak direksi

bukan hanya apa yang terdapat dalam maksud dam tujuan perseroan terbatas yang

146
Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk.
Pada Tanggal 11Mei 2009.

Universitas Sumatera Utara


diatur dalam anggaran dasar, tetapi juga termasuk melakukan perbuatan hukum

lain berdasarkan kewajaran, kebiasaan, dan kepatuhan sesuai maksud dan tujuan

perseroan terbatas.

Pertanggungjawaban direksi perseroan terhadap pihak ketiga terwujud

dalam kewajiban direksi untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap

pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan, yang dianggap dapat mempengaruhi

kekayaan perseroan 147 . Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain termuat dalam :

1. Pasal 44 ayat (2) UUPT, dalam hal perseroan ingin melakukan pengurangan

atas modal dasar, modal dikeluarkan ataupun modal disetor dari perusahaan;

2. Pasal 127 ayat (2) UUPT, dalam hal perseroan bermaksud untuk melakukan

penggabungan, peleburan dan pengambilalihan;

3. Dan bagi:

a. Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana

masyarakat;

b. Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang;

c. Perseroan terbuka;

Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan

tahunan perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum

perhitungan suara tahunan tersebut disahkan oleh RUPS. Dan segera

setelah disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga

147
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm 114

Universitas Sumatera Utara


Khusus untuk perseroan terbatas terbuka, direksi perseroan juga

diwajibkan untuk mengumumkan setiap maksud dan tujuan

penyelenggaraan RUPS.

Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut diatas tidak menutup kemungkinan

permintaan pemberian data dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak

ketiga yang berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para pihak

Dalam hal-hal yang demikian tersebut diatas, direksi berkewajiban untuk

memberikan data dan atau keterangan tersebut secara benar dan akurat. Sebagai

kewajiban untuk melakukan keterbukaan, direksi bertanggung jawab penuh atas

kebenaran dan keakuratan dari setiap data dan keterangan yang disediakan

olehnya kepada publik (masyarakat) ataupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian.

Jika terdapat pemberian data atau keterangan secara tidak benar dan atau

menyesatkan, maka seluruh anggota direksi harus bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas setiap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, sebagai

akibat dari pemberian data dan atau keterangan yang tidak benar atau

menyesatkan tersebut; kecuali dapat dibuktikan bahwa keadaan tersebut terjadi

bukan karena kesalahannya.

Selain kewajiban yang dibebankan pasal 69 ayat (3) UUPT yang

mewajibkan direksi untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas ketidakbenaran

informasi yang disampaikan oleh perseroan terhadap pihak ketiga; Pasal 104 ayat

(2) UUPT juga memberikan tanggung jawab personal kepada direksi perseroan

atas terjadinya kepailitan yang disebabkan oleh karena kesalahan atau kelalaian

dari direksi.

Universitas Sumatera Utara


Jika seorang direktur melakukan sesuatu perbuatan yang menyebabkan

timbulnya klaim pihak ketiga atau merupakan tindak pidana, maka seluruh jajaran

direksi akan bertanggung jawab secara renteng. Tetapi jika direktur tersebut

dalam melakukan perbuatannya itu tidak mengindahkan aturan main internal antar

direktur, maka hanya si pelakunya saja yang bertanggung jawab secara hukum.

Misalnya ada hal-hal tertentu apabila dilakukan oleh salah seorang direktur harus

dengan rapat direksi. Tetapi direktur tersebut dalam melakukan perbuatan itu

tidak memanggil rapat direksi, dan dilakukan tanpa sepengetahuan anggota direksi

lain. Dan kebetulan dari tindakan tersebut kemudian timbul klaim oleh pihak

ketiga. Maka terhadap kasus seperti itu, direktur yang lain terbebas dari tanggung

jawabnya 148 .

Perkembangan hukum perseroan menunjukkan bahwa dalam kepailitan,

direksi tidak lagi bertanggung jawab kepada perseroan dan pemegang saham

semata-mata, melainkan kepada kreditor perseroan, dengan demikian fiduciary

duty yang pada mulanya hanya berlaku bagi kepentingan perseroan ternyata juga

telah bergeser, menjadi tidak hanya semata-mata bagi kepentingan perseroan dan

pemegang saham, melainkan juga kreditor perseroan. Hak gugat perseroan

terhadap direksi yang melakukan pelanggaran, dalam bentuk kesalahan atau

kelalaian atau perbuatan yang mempunyai benturan kepentingan atau perbuatan

melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada perseroan juga selanjutnya

diberikan kepada kreditor, manakala perseroan berada dalam kepailitan. 149

148
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Ketiga (Jakarta: PT.
Citra Aditya Bakti, 1995), Hlm.99
149
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas,Op. Cit, Hlm 76

Universitas Sumatera Utara


Direksi dalam hubungannya dengan pihak ketiga di Bank Permata dapat

dilihat dalam laporan tahunan pada bagian pelaksanaan tata kelola perusahaan

tahun 2007 dimana disebutkan bahwa salah satu tugas pokok dari direksi adalah

memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan Permata

Bank (stakeholders), hal ini berarti direksi dalam menjalankan kepengurusannya

berdasarkan prinsip fiduciary duty harus benar-benar memperhatikan pihak ketiga

yang juga menjadi pemangku kepentingan permata bank.

Direksi Bank Permata juga harus mengumumkan keputusan mengenai

pengurangan modal kepada kreditor perseroan dan diumumkan oleh direksi dalam

berita negara Republik Indonesia dan sedikitnya 2(dua) surat kabar harian bahasa

Indonesia dan satu diantaranya yang mempunyai peredaran luas dalam wilayah

Republik Indonesia dan satu lainnya yang terbit di tempat kedudukan perseroan

paling lambat 7(tujuh) hari sejak tanggal keputusan tentang pengurangan modal

tersebut.(Pasal 27 ayat (6) Anggaran Dasar Perseroan)

Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan

yang akan dilakukan perseroan direksi juga wajib mengumumkan ringkasan

rancangan paling sedikit dalam 1(satu) surat kabar dan mengumumkan secara

tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan penggabungan,

peleburan, pengambilalihan atau pemisahan dalam jangka waktu 30 hari sebelum

pemanggilan RUPS.(Pasal 28 ayat (3) Anggaran Dasar Perseroan)

Dalam hal perusahaan dilikuidasi maka direksi bertindak sebagai

likuidator apabila RUPS tidak menunjuk likuidator, dalam hal ini direksi sebagai

likuidator wajib mengumumkan dalam berita negara dan dalam 2 surat kabar

Universitas Sumatera Utara


harian berbahasa Indonesia, satu diantaranya yang mempunyai peredaran luas

dalam wilayah negara Republik Indonesia dan satu lainnya yang terbit di tempat

kedudukan perseroan yang ditentukan oleh direksi dan pemberitahuan tentang

pembubaran itu kepada kreditor dan melaporkannya kepada menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal (Pasal

29 ayat (7) Anggaran Dasar Perseroan)

Hal-hal tersebut diatas yang termuat dalam Anggaran Dasar Perseroan

merupakan wujud dari kewajiban direksi Bank Permata untuk melakukan

keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan,

yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perseroan. Hal ini mengingat bank

merupakan lembaga keuangan yang melibatkan segenap masyarakat. Ketika

direksi mengeluarkan keputusan penting, ia harus benar-benar memikirkan

dampak apa yang akan timbul apabila keputusan tersebut telah diaplikasikan di

lapangan, baik menyangkut internal bank sendiri, nasabah, bank lain, pemerintah

dan Bank Indonesia 150 .

D. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi


Dalam Keputusan Tanpa Persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham(RUPS)
Seperti telah dijelaskan di bab sebelumnya Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mewakili kepentingan seluruh

pemegang saham dalam perseroan terbatas. RUPS merupakan organ perseroan

yang tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan perseroan.

150
Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk.
Pada Tanggal 11Mei 2009.

Universitas Sumatera Utara


Hubungan fungsional antara direksi dan RUPS ibarat pisau bermata 2, di

satu pihak direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Karena itu dalam hal

ini direksi haruslah tunduk kepada RUPS sebagai konsekuensi dari kedudukan

RUPS sebagai organ yang memiliki kekuasaan tertinggi. Akan tetapi di lain pihak

kedudukan direksi adalah independen, dalam arti tidak berada di bawah salah satu

dari organ peusahaan lainnya. Secara hukum, kedudukan direksi bukanlah hanya

“pesuruh” dari pemegang saham atau RUPS. Hal ini disebabkan 151 :

1. Hakikat dari tugas direksi sebagai pihak yang menjalankan perusahaan dan

mengambil kebijaksanaan mengenai bisnis perusahaan;

2. Konsekuensi dari ketentuan dalam Pasal 97 ayat (2) dan (3) UUPT yang

mewajibkan direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk

kepentingan dan usaha perseroan (bukan hanya untuk kepentingan RUPS).

Dan direksi dapat digugat di pengadilan bahakan oleh pemegang saham yang

hanya memegang 10% (sepuluh persen) saham.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa direksi dalam menjalankan

kepengurusannya berdasarkan prinsip fiduciary duty yang merupakan merupakan

pendelegasian wewenang dari perseroan kepada direksi untuk mengelola

perseroan, walaupun RUPS sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari suatu

perseroan, tetap tidak mempunyai hak untuk menekan direksi mengambil suatu

keputusan yang menguntungkan pemegang saham saja. Namun adakalanya

persetujuan RUPS diperlukan untuk hal-hal tertentu yang dianggap sangat vital

seperti penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan.

151
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Op. Cit., hlm157

Universitas Sumatera Utara


Menurut UUPT, Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk :

1. Mengalihkan kekayaan perseroan; atau Menjadikan jaminan utang kekayaan

perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah

kekayaan bersih perseroan dalam 1(satu) transaksi atau lebih, baik yang

berkaitan satu sama lain maupun tidak. (Pasal 102 ayat (1) UUPT)

2. Mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada pengadilan

niaga, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU

tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang (Pasal 104

ayat (1) UUPT)

3. Mengajukan permohonan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau

pemisahan perseroan (Pasal 125 ayat (4) UUPT)

Direksi wajib memperoleh persetujuan RUPS sebelum mengajukan

permohonan pembubaran perseroan (Pasal 144 ayat (1) jo. Pasal 142 ayat (1)

butir a UUPT).

Dalam hal direksi melakukan tindakan : mengalihkan kekayaan perseroan;

atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari

50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1(satu)

transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak, maka

perbuatan hukum tersebut tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam

perbuatan hukum tersebut beritikad baik 152 .

Dalam hal direksi melakukan tindakan : permohonan pailit atas perseroan

sendiri; permohonan penggabungan, peleburan , pengambilalihan, atau pemisahan

152
Pasal 102 ayat (4) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara


dan dalam hal pembubaran perseroan, UUPT tidak mengatur mengenai tanggung

jawab direksi bila keputusan diambil tanpa persetujuan RUPS, seharusnya direksi

sama sekali tidak dapat mengambil keputusan tersebut tanpa persetujuan RUPS,

terutama perusahaan besar dimana anggota direksi tidak merangkap jabatan

sebagai pemegang saham, karena seperti yang diatur dalam UUPT misalnya

dimana dalam hal perseroan bermaksud untuk melakukan penggabungan,

peleburan dan pengambilalihan direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan

paling sedikit dalam 1 surat kabar sebelum pemanggilan RUPS 153 , dengan

diumumkan di surat kabar maka pemegang saham yang tergabung dalam RUPS

bisa saja sudah mengetahui akan diadakannya tindakan hukum tersebut. Tetapi

jika memang direksi beritikad buruk maka direksi dikenakan tanggung jawab

pribadi.

Dalam Anggaran Dasar Bank Permata, persetujuan RUPS diperlukan

direksi dalam melakukan hal-hal berikut di bawah ini :

1. Saham yang akan dikeluarkan yang masih dalam simpanan, dapat dilakukan

oleh direksi setelah mendapat persetujuan RUPS pada waktu dan dengan cara

dan harga serta persyaratan yang ditetapkan oleh rapat direksi berdasarkan

keputusan RUPS (Pasal 4 ayat (3) Anggaran Dasar Bank Permata);

2. Mengalihkan hak atas atau mengagunkan untuk menjadi jaminan kekayaan

perseroan yang bernilai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari nilai kekayaan

bersih perseroan yang ternyata/disahkan oleh RUPS tahunan perseroan,

sebagaimana dinyatakan secara tertulis oleh akuntan publik yang mengaudit

153
Pasal 127 ayat( 2) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara


buku-buku perseroan, baik dalam satu transaksi yang berdiri sendiri-sendiri

ataupun yang berkaitan satu sama lain (Pasal 18 ayat (5) Anggaran Dasar

Bank Permata)

3. Mengenai Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan, hanya

dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS (Pasal 28 ayat (1) Anggaran

Dasar Bank Permata).

Dalam Anggaran Dasar Bank Permata juga tidak disebutkan bagaimana

jika Direksi mengambil keputusan tersebut tanpa persetujuan RUPS terlebih

dahulu, tetapi dapat ditafsirkan bahwa direksi Bank Permata tidak dapat

mengambil keputusan sama sekali sebelum mendapat persetujuan RUPS

mengingat ada pengaturan dalam Anggaran Dasar perseroan yang memuat kata

“hanya dapat dilakukan” berdasarkan keputusan RUPS, sehingga jika direksi tetap

tidak meminta persetujuan hal ini akan menimbulkan konsekuensi bahwa

keputusan yang telah diambil dan dilaksanakan tidak mengikat bank dan pihak

ketiga. Bila menimbulkan kerugian terhadap pihak Bank dan pihak ketiga, direksi

yang bersangkutan akan bertanggung jawab secara pribadi atas segala

konsekuensi yang ditimbulkan 154 .

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdapat kekuasaan untuk

menyetujui suatu rencana kerja perseroan, tetapi apabila menurut dewan direksi

dan business judgement dari dewan direksi, rencana tersebut wajib dirubah, maka

dewan direksi wajib menjalankan rencananya tersebut yang menurut

pertimbangannya paling baik untuk kepentingan perseroan. Dengan demikian,

154
Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk.
Pada Tanggal 11Mei 2009.

Universitas Sumatera Utara


manakala kepentingan perseroan tidak sejalan dengan putusan RUPS, maka

dewan direksi harus mengutamakan kepentingan perseroan, sebab pada akhirnya

dewan direksi tidak dapat bersembunyi dibalik RUPS atau komisaris apabila

ternyata keputusannya tersebut salah. Dengan kata lain, pemberian persetujuan

oleh RUPS maupun komisaris tidak dapat membebaskan direksi dari tanggung

jawab atas kepengurusannya 155 .

Perbuatan tidak benar yang dilakukan direksi apabila dalam hal ini

disetujui oleh RUPS maka direksi yang tetap harus bertanggung jawab, sejauh

tugas tersebut memang merupakan tugasnya direksi, memang ada negara yang

hukumnya membebaskan direktur dari tanggung jawabnya secara pribadi,

berdasarkan teori “ratifikasi” oleh RUPS, yang berarti tindakan tersebut telah

diterima oleh perusahaan sebagai badan hukum. Tetapi di Indonesia UUPT dalam

hal yang demikian tidak memberlakukan prinsip ratifikasi sehingga konsekuensi

hukumnya direksi yang harus bertanggung jawab 156 .

Jika RUPS menilai direksi tidak menjalankan kepengurusannya sesuai

dengan maksud dan tujuan perseroan, maka RUPS dapat sewaktu-waktu

memberhentikan direksi perseroan dengan menyebutkan alasannya, hal ini tertera

dalam Pasal 105 ayat (1) UUPT. Dalam Anggaran Dasar Bank Permata hal ini

diatur dalam Pasal 17 ayat (3) Anggaran Dasar Perseroan. Direksi diberikan

kesempatan untuk membela diri dalam RUPS

155
http://re-searchengines.com/badriyahamirudin.html diakses tanggal 16 april 2009
156
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Ketiga ,Op. Cit.,
Hlm102

Universitas Sumatera Utara


E. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi

Dalam Keputusan Tanpa Persetujuan Dewan Komisaris

Menurut UUPT, keberadaan komisaris adalah merupakan suatu keharusan

terlebih lagi pada Pasal 94 ayat (5) dinyatakan bahwa perseroan yang bergerak di

bidang pengerahan dana masyarakat UU mensyaratkan harus memiliki minimal 2

(dua) orang komisaris. Dengan tugas sebagai pengawas kebijaksanaan direksi

serta memberikan nasehat kepada direksi mengenai pelaksanaan tugas

kepengurusan, maka terjadi interaksi antara tugas direksi dan komisaris pada saat

sebelum dan sesudah menjalankan aktivitas perusahaan. PT. Bank Permata, Tbk.

Memuat tentang tugas komisaris terdapat dalam Pasal 21 Anggaran Dasar

perseroan tersebut.

Direksi tidak dapat melaksanakan tugas sekehendak hatinya atau dengan

sewenang-wenang karena komisaris mengawasinya. Sebaliknya komisaris dapat

memberi nasehat kepada direksi tetapi tidak dapat melakukan pengurusan.

Sejauhmana nasehat itu merupakan sepenuhnya tugas dan tanggung jawab direksi.

Nasehat itu dapat saja tidak dituruti apabila bertentangan dengan tujuan dan

kepentingan perseroan dalam batas-batas ketentuan undang-undang dan anggaran

dasar 157 .

Seperti diuraikan di bab sebelumnya bahwa tugas komisaris dalam

mengawasi pekerjaan direksi tidak saja bersifat preventif tetapi juga bersifat

represif dan dalam memberi nasehat harus dilakukan dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab demi kepentingan perseroan. Tugas mengawasi dan

157
Agus Budiarto,Op. Cit., Hlm 73

Universitas Sumatera Utara


memberi nasehat masih ditambah lagi dengan suatu kewenangan yang diberikan

kepada dewan komisaris apabila anggaran dasar menentukan hal itu. Sebagaimana

dinyatakan di dalam Pasal 117 ayat (1) UUPT, kewenangan yang dimaksud

adalah wewenang untuk memberikan persetujuan dan bantuan kepada direksi

dalam melakukan perbuatan hukum tertentu, memberikan persetujuan dalam hal

ini maksudnya adalah memberikan persetujuan tertulis kepada direksi, sedangkan

memberikan bantuan adalah dalam rangka mendampingi direksi untuk melakukan

perbuatan hukum tertentu, tetapi pemberian persetujuan dan bantuan kepada

direksi bukanlah merupakan tindakan pengurusan.

Dalam Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. Disebutkan bahwa salah

satu bagian dari tugas dan wewenang direksi adalah menjalankan setiap tindakan

yang oleh ketentuan perundangan yang berlaku disyaratkan adanya keterlibatan

dewan komisaris atau untuk melakukan tindakan tertentu direksi disyaratkan

mendapatkan persetujuan dari rapat dewan komisaris atau persetujuan tertulis dari

seluruh anggota dewan komisaris.

Di Bank Permata Persetujuan dari rapat dewan komisaris atau persetujuan

tertulis dari seluruh anggota dewan komisaris diperlukan jika direksi hendak

melakukan perbuatan sebagai berikut :

a. Membeli atau dengan cara lain memperoleh/mendapatkan hak atas tanah dan

atau bangunan yang mempunyai nilai melebihi jumlah yang ditetapkan oleh

Universitas Sumatera Utara


dewan komisaris, kecuali dalam rangka melaksanakan apa yang ditetapkan

Pasal 3 ayat (2) huruf k Anggaran Dasar 158 ;

b. Menjual atau mengalihkan atau melepaskan hak atau

mengagunkan/menjaminkan dengan cara apapun hak atas tanah dan bangunan

untuk jumlah yang melebihi jumlah yang ditetapkan oleh dewan komisaris,

kecuali untuk menjual atau mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah dan

bangunan yang merupakan barang jaminan diambil alih atau yang berasal dari

penyelamatan kredit;

c. Meminjamkan uang atau memberikan fasilitas kredit atau fasilitas perbankan

lain yang menyerupai atau mengakibatkan timbulnya pinjaman uang baik

fasilitas baru, perubahan dan atau perpanjangannya kepada pihak terkait

sebagaimana diatur dalam peraturan perbankan;

d. Mengeluarkan surat jaminan atau menjadi penjamin atau menjadi

penanggungan hutang (borgtocht) atau avalis guna menjamin kewajiban

pembayaran pihak terkait kepada pihak lain sebagaimana diatur dalam

peraturan perbankan;

e. Mengambil bagian atau ikut serta atau melepaskan hak baik sebagian dan/atau

ikut serta dalam suatu perseroan atau badan lain termasuk, tetapi tidak terbatas

untuk mendirikan perusahaan baru atau membubarkan anak perusahaan,

kecuali penyertaan modal dalam rangka penyelamatan kredit; dengan tetap

memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

158
Pasal 3 ayat (2) huruf k. Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. memuat kegiatan
perseroan yaitu “membeli agunan baik seluruhnya maupun sebagian melalui pelelangan dalam hal
debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut
wajib dicairkan secepatnya”

Universitas Sumatera Utara


f. Meminjam uang atau menerbitkan surat hutang yang tidak termasuk dalam

ayat 2 (a) Pasal 3 Anggaran Dasar 159 , dan atau yang tidak termasuk kegiatan

usaha sehari-hari, untuk suatu jumlah yang melebihi jumlah yang ditetapkan

oleh dewan komisaris;

g. Menghapusbukukan/mengeluarkan piutang perseroan dari pembukuan dan

melepaskan/mengalihkan hak perseroan untuk menagih piutang macet yang

telah dihapusbukukan, untuk suatu jumlah yang melebihi jumlah yang

ditetapkan oleh dewan komisaris.

Adanya persetujuan dewan komisaris merupakan bagian dari tugas

pengawasan oleh dewan komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung

jawab direksi atas pelaksanaan kepengurusan perseroan.

Pasal 117 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa walaupun Anggaran Dasar

menetapkan pemberian persetujuan atau bantuan oleh dewan komisaris kepada

direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu, tanpa persetujuan atau

bantuan dewan komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat perseroan sepanjang

pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik 160 , sehingga

perbuatan hukum yang dilakukan tanpa persetujuan dewan komisaris sesuai

dengan ketentuan Anggaran Dasar tetap mengikat perseroan, kecuali dapat

159
Pasal 3 ayat (2) huruf a Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. memuat kegiatan
perseroan yaitu “menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu baik dalam mata uang rupiah
maupun mata uang asing.”
160
Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara


dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad baik, hal ini mengakibatkan tanggung

jawab pribadi anggota direksi 161 .

Dalam hal Direksi PT dalam melakukan perbuatan meminjam uang dan

mewakili perusahaan untuk penandatangan perjanjian kredit, harus dengan

persetujuan Dewan Komisaris yang berupa Berita acara / risalah rapat Dewan

Komisaris, Perjanjian Peminjaman yang dilakukan Perjanjian peminjaman uang

ditandatangani oleh Direksi yangi mendapat persetujuan Dewan Komisaris bukan

dalam bentuk Berita acara / Risalah Rapat Dewan Komisaris. Maka perjanjian

tersebut dapat dimintakan pembatalan 162 .

Walaupun sudah diawasi komisaris, bahkan dalam hal-hal tertentu dan

untuk tindakan-tindakan tertentu, seperti untuk meminjam uang melebihi jumlah

tertentu, untuk hal yang demikian walaupun sudah mendapat persetujuan dari

pihak komisaris, pada prinsipnya tanggung jawab tetap terletak di pundak direksi

dan sudah merupakan tugas direksi dalam menjalankan perusahaan. Karena itu,

pada prinsipnya direksilah yang mesti mempertanggungjawabkan kepada pihak

penerima resiko(stakeholders) dari perusahaan tersebut 163 .

Dari hal-hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa direksi dalam mengurus

perseroan sesuai dengan doktrin fiduciary duty tidak dapat sebebas-bebasnya

mengambil keputusan. Bila direksi mengambil keputusan yang seharusnya

memerlukan persetujuan dewan komisaris tetapi tidak meminta persetujuan

komisaris terlebih dahulu akan mengakibatkan tanggung jawab pribadi direksi

161
Penjelasan pasal 117 ayat (2) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
162
http://agusfbn.multiply.com/journal diakses tanggal 27 april 2009
163
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru,Op. Cit, Hlm 113

Universitas Sumatera Utara


bila adanya itikad tidak baik saat pengambilan keputusan tersebut. sehingga

segala akibat hukum dari perbuatan hukum tersebut tidak akan mengikat bank

terhadap pihak ketiga dan bisa diajukan pembatalan bila ternyata hasilnya

merugikan 164 .

Dewan komisaris juga dapat melakukan tindakan-tindakan bila dewan

komisaris menilai anggota direksi tidak menjalankan tugas kepengurusannya

dengan baik salah satunya adalah dengan pemberhentian sementara anggota

direksi yang bersangkuatan, sebagaimana terdapat dalam Pasal 106 ayat (1)

UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi dapat diberhentikan untuk

sementara oleh dewan komisaris dengan menyebutkan alasannya 165 . Di dalam

anggaran dasar PT. Bank Permata, Tbk. Pasal 21 ayat (4) disebutkan juga bahwa

dewan komisaris setiap waktu berhak memutuskan pemberhentian untuk

sementara seorang atau lebih anggota direksi, jika anggota direksi tersebut

bertindak bertentangan dengan anggaran dasar, merugikan perseroan, melalaikan

kewajibannya dan/atau melanggar peraturan perundang-undangan.

164
Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk.
Pada Tanggal 11Mei 2009.
165
Pasal 106 Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerapan doktrin fiduciary duty dalam hubungan intern direksi untuk

mengurus dan menjalankan perseroan menyebabkan tanggung jawab seluruh

anggota direksi, karena tidak mungkin kegiatan mengurus dan menjalankan

perseroan dibebankan di pundak satu orang direktur saja, sebab yang

merupakan organ perseroan adalah direksi bukan direktur, sehingga dengan

penerapan doktrin fiduciary duty pada direksi maka tanggung jawab direksi

adalah tanggung jawab kolegial. Walaupun tanggung jawab direksi adalah

kolegial tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas diantara

direksi perseroan. Pembagian tugas dan kewenangan anggota direksi tersebut

semata-mata untuk mempermudah pengelolaan dan efisiensi. Pembagian tugas

dan wewenang tersebut tidak menghilangkan sifat pertanggungjawaban

kolegial direksi (seluruh direksi, yakni direktur utama dan direktur-direktur

lainnya).

2. Penerapan doktrin fiduciary duty pada direksi dalam hubungannya dengan

pihak ketiga adalah dalam menjalankan pengurusannya di perseroan sesuai

dengan doktrin fiduciary duty, direksi bukan hanya bertanggung jawab kepada

pemegang saham (shareholder), tetapi sebagai badan usaha (commercial

Universitas Sumatera Utara


entity), kepentingan perseroan terbatas, khususnya bank umum tanggung

jawab tersebut juga kepada pihak ketiga (stakeholder) termasuk dan

mencakup atas kreditor,nasabah, pemegang saham, kreditur, BI, bank-bank

lain aparatur dan lembaga Negara seperti pengadilan, kantor pertanahan,

kepolisian negara, kejaksaan, notaris/PPAT, akuntan, pengacara dan pihak-

pihak lain yang berkepentingan.

3. Penerapan doktrin fiduciary duty terhadap tanggung jawab direksi dalam

keputusan yang diambil tanpa persetujuan RUPS adalah timbulnya tanggung

jawab pribadi anggota direksi jika keputusan tersebut diambil tanpa

persetujuan RUPS, hanya Pasal 102 ayat (4) UUPT disebutkan dalam hal

direksi melakukan tindakan mengalihkan kekayaan perseroan; atau

menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari

50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1(satu)

transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak, maka

perbuatan hukum tersebut tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain

dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

4. penerapan doktrin fiduciary duty terhadap tanggung jawab direksi dalam

keputusan yang diambil tanpa persetujuan dewan komisaris yaitu tanpa

persetujuan atau bantuan dewan komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat

perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad

baik, sehingga perbuatan hukum yang dilakukan tanpa persetujuan dewan

komisaris sesuai dengan ketentuan anggaran dasar tetap mengikat perseroan,

Universitas Sumatera Utara


kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad baik, hal ini

mengakibatkan tanggung jawab pribadi anggota direksi.

B. Saran

Dan dari kesimpulan yang telah diperoleh tersebut, perlu kiranya untuk

disampaikan beberapa saran sebagai masukan, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Perseroan Terbatas hendaknya memuat pertanggungjawaban

direksi apabila direksi tidak meminta persetujuan RUPS dalam hal

permohonan pailit atas perseroan sendiri; permohonan penggabungan,

peleburan , pengambilalihan, atau pemisahan ; dan dalam hal pembubaran

perseroan.

2. Setiap perusahaan seharusnya memuat dalam Anggaran Dasarnya masing-

masing dalam satu ayat mengenai tindakan direksi yang harus dimintakan

persetujuan dari RUPS dan tindakan direksi yang harus dimintakan

persetujuan dari dewan komisaris sehingga direksi dapat menjalankan

kepengurusan sesuai doktrin fiduciary duty dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai