Anda di halaman 1dari 2

Ponty berangkat dari intensionalitas Husserl yang menunjukkan hubungan antara kesadaran

dengan objek. Pada Ponty ia berupaya untuk melukiskan kaitan subjek dengan dunianya,
subjek dengan dunia bersifat prarefleksif, artinya mendahului segala refleksi dan kesadaran,
yang akan sangat berhubungan dengan taraf eksistensi.
Menurut Husserl kesadaran itu mampu menangkap dunia secara langsung karena kesadaran
selalu terarah pada dunia. Kesadaran selalu berarti kesadaran akan sesuatu. Kesadaran selalu
memiliki dua kutub yaitu sesuatu yang menyadari (noesis) dan yang disadari (noema).
Kesadaran sendiri tidak pernah sebagai kesadaran pada dirinya, sebagaimana dipahami oleh
Descartes, melainkan bersifat intensional. Kenyataan itu “menampakkan diri”. Fenomenologi
Husserl di atas diikuti oleh Merleau-Ponty. Namun demikian ada beberapa perbedaan
dasariah. Perbedaan itu terletak pada pendiriannya tentang intensionalitas dan reduksi
fenomenolgis. Menurut Merleau-Ponty intensionalitas dipahami sebagai relasi ontologis pada
taraf eksistensial, yaitu menyangkut totalitas cara berada manusia di dunianya, sementara
Husserl menempatkan intensionalitas pada pengenalan epistemologis. Menurut Merleau-
Ponty hubungan antara manusia dengan dunianya bersifat pra-sadar oleh karena itu
intensionalitas juga bersifat pra-sadar. Merleau-Ponty menolak reduksi eidetis yang
dikemukakan oleh Husserl. Husserl mengembalikan kenyataan-kenyataan konkret pada
hakekatnya. Merleau-Ponty memahami eksistensi sebagai suatu hakekat, meskipun bukan
suatu tujuan melainkan hanyalah tahap peralihan atau sarana untuk mencapai tujuan yang
sebenarnya, yaitu memahami eksistensi yang dihayati.
https://setyawanandy.wordpress.com/2009/06/12/maurice-merleau-ponty-fenomenologi-presepsi/

Kritik Fenomenologis Merleau-Ponty atas Filsafat Pengetahuan Mukhtasar Syamsuddin* Universitas


Gadjah Mada Yogyakarta

MENGENAL FENOMENOLOGI PERSEPSI MERLEAU-PONTY TENTANG PENGALAMAN RASA Tanius


Sebastian1 Graduate Student STF Drijarkara Jakarta, Indonesia

Pandangan filosofi Merleau-Ponty yang dituangkan ke dalam Phenomenology of Perception


itu berhubungan erat dengan apa yang disebut epoché atau reduksi fenomenologis tanpa
sikap. Dalam pandangan filosofi Merleau-Ponty, fenomenologi penting agar manusia mampu
mencapai esensi-esensi suatu persoalan. Merleau-Ponty lalu berbicara tentang keniscayaan
untuk melakukan reduksi fenomenologis, di mana suatu fakta atau dimensi dibiarkan untuk
tidak berhubungan dengan fakta atau dimensi lain.
Dengan epoché, Merleau-Ponty sesungguhnya berbicara tentang “pelepasan hubungan”
antara satu pengalaman dengan pengalaman lain yang mungkin mirip atau sama. Setiap
manusia, menurut Merleau-Ponty, memiliki kesadaran imanen atau kesadaran berlandasakan
pengalaman-pengalaman yang unik. Dengan epoché, seorang manusia didorong memahami
benda yang ia temukan tidak dalam perbandingan dengan benda-benda lain di tempat lain dan
di waktu yang lain. Seseorang harus fokus memahami sesuatu yang ia temukan: dari mana,
siapa pembuatnya, mengapa begitu bentuk dan desainnya, berapa harganya, apa maknanya
dan seterusnya.
http://kanalsatu.com/id/post/3941/filosofi_maurice_merleau_ponty
Di bawah pengaruh filsafat Edmund Husserl (1859-1938), Merleau-Ponty merumuskan teori
perilaku tubuh dan persepsi manusia. Merleau-Ponty kemudian mencuat sebagai filosof yang
mengusung pandangan bahwa persepsi merupakan sumber pengetahuan yang bersifat asasi,
yaitu jauh sebelum manusia mengenal segala sesuatu yang secara konvensional lalu disebut
ilmu pengetahuan. Presepsi oleh Ponty diartikan meliputi seluruh hubungan kita dengan
dunia, khususnya pada taraf indrawi. Presepsi adalah jalan masuk kepada kebenaran, karena
itu presepsi memiliki prioritas terhadap rasio. Berpresespsi atau mengamati sama dengan
percaya pada dunia. Manusia dapat dilukiskan sebagai berada dalam dunia, dan persepsi
adalah relasi asli kita dengan dunia. Persepsi secara radikal beda dengan pengetahuan absolut,
persepsi mengambil bagian dalam ambiguitas eksistensi manusia. Dalam persepsi, terang
tercampur dangan kegelapan, indera tidak dipisahkan dengan rasionalitas dan subjektivitas
anonim mendahului subjektivitas yang bening bagi dirinya sendiri. Melalui keterkaitannya
dengan tubuh, presepsi sangat berkaitan erat dengan tubuh. Tubuh mengetahui lebih banyak
dunia daripada kita sendiri, dalam artian hubungan antara subjek dengan dunia, tubuh
ternyata memainkan peranan sebagai subjek (tubuh adalah subjek presepsi). Tubuh bukanlah
alat yang dapat dipakai oleh subjek. Tubuh dan subjek bukan merupakan dua hal, tetapi tubuh
sendiri adalah subjek. Tubuh dalam berbagai konteks akan memperlihatkan makna, dan
persepsi adalah tarap paling mendasar di mana hal tersebut tampak.

Anda mungkin juga menyukai