Anda di halaman 1dari 30

1.

Anatomi Otak
a. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula
spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf
somatis (SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral (SSO) (Muttaqin,
2008:4-24).
Sistem Saraf Pusat
1. Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi
glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh.
Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc.

Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.


a) Meningen
Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar. Jaringan
gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan
tulang belakang, dan oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu piameter,
araknoid, dan durameter.
b) Cairan serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut pleksus
koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid─CSF) yang
jernih dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung di sekitar
SSP. CSF terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida yang
terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein.
Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler lainnya karena cairan ini
mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar
glukosa dan kaliumnya lebih rendah.
c) Ventrikel
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medula spinalis serta mengandung CSF).
Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga
terdapat dalam diensefalon. Ventrikel keempat dalam pons dan medula
oblongata. Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga
melalui sepasang foramen-interventrikularis (foramen monro). Ventrikel ketiga
dan keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit di dalam otak tengah
yang disebut akueduktus sylvius. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang
sepasang foramen luschka di lateral dan satu foramen magendie di medial,
yang berlanjut hingga ke ruang subaraknoid otak dan medula spinalis.
d) Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol. Di
sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan
motorik, juga mengatur proses penalaran, memori, dan intelegensi. Hemisfer
serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri
mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian
kontralateral.
e) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum mempunyai
banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Susunan seperti ini
memungkinkan permukaan otak menjadi luas (diperkirakan seluas 2200 cm2)
yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah
bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra
lingkungan. Korteks serebri menentukan perilaku yang bertujuan dan
beralasan.
Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan medula
oblongata.
a) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum
serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula
oblongata di bawah (Gambar 6). Pons merupakan mata rantai penghubung
yang penting pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri
dan serebelum. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan.
Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat
di sini.
b) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat
di sini. Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar,
sensasi getar, dan diskriminasi taktil dua titik.
Mesensefalon
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak yang
letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tektum yang
terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu
pedunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan
koordinasi gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara.
Pedunkuli serebri terdiri atas berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turun
dari serebrum.
Diensefalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur di
sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon
biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus,
dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu
mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang
tersebut.
Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas
traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum.
Sistem ini merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan anatomis serta
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur kortikal
utama adalah girus singuili (kingulata), girus hipokampus, dan hipokampus.

2. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina
intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf
sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal, dan CSF.

Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan
hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian
besar gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang
ke lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata,
mukosa hidung dan rongga
mulut, lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen
sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motorik
melalui saraf kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi
dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah
(rasa, manis, asam, dan
asin)
VIIICabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis

Cabang koklearis Sensorik Pendengaran


IX Motorik Faring: menelan, refleks
Glossofaringeu muntah
s Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior,
termasuk rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks
muntah, fonasi; visera
abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan
abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus
dan bagian atas dari otot
trapezius: pergerakan kepala
dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008:17

Sistem Ventrikular
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I &
II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan
ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua
ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen
interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing
sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu
lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan
perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan
taji yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius pada
lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate,
sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media)
di atas thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada
lobus occipitalis (Satyanegara et al, 2010).

2. Definisi
Pengertian Intraventricular hemorrhage (IVH) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada
sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Oktaviani
et al 2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara
umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer
dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer
adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur
atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan
perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel,
sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya
pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012).
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal
dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery
(Brust, 2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I : Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular pada
pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau bilik
jantung bengkak) (OUSF, 2004).

3. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien
tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab IVH
anatara lain:
a. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat
dekat dengan sistem ventrikuler
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian
stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia
muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran
perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel. Adanya
perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang
berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
1. Usia tua
2. Volume darah intracerebral hemoragik
3. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
4. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
5. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-
50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%)
dan serebelum (5%) (Brust,2012).
4. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar
dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang
menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk
sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat
yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan
pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area
yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian
otak tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti
yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam
menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik,
parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan
mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena
(Annibal et al, 2014).

5. Tanda dan Gejala


Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk, muntah dan
penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada
pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik.
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti pada
wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama
seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
2. Kehilangan atau Defisit Sensori.
a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian seperti
kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh).
3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang dipengaruhi
oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam membentuk
kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara, yang
terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak masuk akal).
c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
4. Gangguan Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan
sensasi. Dapat mengakibatkan
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial).
5. Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan
disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau
berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada
50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri,
yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan
spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan serebrospinal.

7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT
Scan kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam
beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24
jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa
darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan. Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem
ventrikel (Oktaviani et al, 2011).
b. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan
intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan
gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-
deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin (Brust, 2012).
c. USG Doppler (Ultrasonografi dopple). Mengindentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak) dan
arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan profil
penyempitan vaskuler akibat thrombus (Annibal et al, 2014).
d. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid (Brust, 2012).

8. Terapi yang Dilakukan


Terapi yang dapat dilakukan meliputi
A. Penanganan emergency
a. Kontrol tekanan darah. Rekomendasi dari American Heart Organization/
American Strouke Association guideline 2009 merekomendasikan terapi
tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi
kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Pendapat ini masih kontroversial
karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi dapat juga
mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg
dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
b. Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat
diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen
plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian
antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
B. Penanganan peningkatan TIK:
a. Elevasi kepala 300C. Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari
vena-vena besar di leher seperti vena jugularis (Dey Mahua et al, 2012).
b. Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang
dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk
intraventrikular adalah golongan rt-PA (recombinant tissue plasminogen
activator). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah plaminogen
menjadi plasmin, plasmin akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada
menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang beredar adalah
alteplase yang diberikan bolus bersama infus.
c. Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage). Teknik yang
digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel.
Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut
hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score
(Dey Mahua et al, 2012).
d. Pemberian obat anti kejang. Pasien yang mempunyai perdarahan pada
kepala tidak terkecuali perdarahan intraventrikel mempunyai risiko tinggi
akan terjadinya kejang (Hinson et al, 2011).
PATHWAY

Abnormalitas formasi vaskuler


otak anomali pembuluh darah
serebral
B. C.aneurisma,
Hipertensi, ASUHANKebiasaan
KEPERAWATAN
merokok
1. Pengkajian
Alkoholisme
A. Pengkajian Umum
a. Identitas pasien
Tekanan vaskuler melebihi tekanan maksimal Menyebabkan vaskuler mudah ruptur
vaskulerNama:
otak karena formasi vaskuler sendiri
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia, resiko meningkat
pada usia tua
Jenis kelamin: bisa terjadi padapada
Perdarahan laki-laki danotak
ventrikrel perempuan
Suku bangsa: bisa terjadi pada semua suku bangsa Gangguan
Pekerjaan: bisa terjadi pada
Perdarahan semua
yang terjadipekerjaan, perfusi
resiko meningkat
menyebabkan pada
Penekanan pekerjaanpenekanan pada areastress
yang meimbulkan jaringan
otak dan memicu meningkatnya tik
pada area cerebral
Pendidikan:
sensitif nyeri
Status menikah:
Peningkatan TIK Penekanan berat
Alamat: perfusi pada
Nyeri akut area tertentu
Tanggal MRS:
Jika dibiarkan
Diagnosa medis: IVH (Intraventrikular Hemorarghe)pada otak
akan terjadi menyebabkan
b. Identitas penaggung edemajawab otak
meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
gangguan
kelamin, alamat. fisiologis otak
c. konfusi
Alasan MRS dan Keluhan Gangguan penurunan
Utama: Tanyakan kepada pasien adanya
kesadaran
keluhan seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
Berkurangnya perfusimuncul
pada sejakBerkurangnya perfusi
kapan, hal-hal yangpada Berkurangnya
telah dilakukan oleh perfusi
pasienpada
dan
bagian temporalis bagian frontalis bagian oksipitalis
keluarga untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS. Informasi
yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai peningkatan TIK dan
Berkurangnya perfusiperdarahan otak,Kerusakan Ketajaman
trauma pada kepala, riwayat gejala penyakit Penglihatan
hipertensi.
pada area brocca neuromotorik menurun
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, stroke, diabetes melitus
Kelemahan otot Gangguan sensori
Gangguan penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
progresif persepsi
komunikasi verbal lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif,
penglihatan
dan kegemukan
Gangguan
f. Riwayat penyakit keluarga:
mobilitas fisiktanyakan pada pasien apakah keluarga
pasien ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah
keluarga ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti stroke,
Diabetes Mellitus.
g. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis,
status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan
ibadah sehari-hari.
h. Aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi: pasien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh
pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan,
goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu
makan pasien.
2. Minum: Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
3. Eliminasi: Pada pasien didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi
karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada
pasien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (S >140 mmHg, D> 80 mmHg), Nadi (>100X/menit), RR
(biasanya naik), Suhu (biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran: Menurun (E<4, M<5, V<6)
d. Kepala: Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato
atau riwayat operasi. : kaji kondisi kepala dan rambut meliputi
inspeksi warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi
dan ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan
berbau. Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut
rontok.
e. Mata: Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI)
f. Hidung: Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
g. Mulut: Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan
nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
h. Dada:
 Inspeksi:  Bentuk simetris
 Palpasi  :  Tidak adanya massa dan benjolan.
 Perkusi  :  Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
 Auskultasi: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi,  suaram
jantung I dan II murmur atau gallop.
i. Abdomen
 Inspeksi :  Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
 Auskultasi :  Bisisng usus agak lemah.
 Palpas: tidak ada nyeri tekan
 Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
j. Ekstremitas: Pada pasien IVH biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0  : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi       
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan IVH
adalah
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan Tahanan
pembuluh darah; perdarahan pada bagian ventrikrel otak
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Konfusi berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan serebral
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berkurangnya
perfusi pada area brocca
e. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan
penurunan perfusi pada bagian oksipitalis otak
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan
neutronsmiter/kelemahan fisik.
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan NOC: NIC
jaringan cerebral asuhan selama 1. Status sirkulasi Monitor Status Neurologi
berhubungan dengan 3x24ketidakefektifan 2. Kemampuan 1. Monitor ukuran pupil, 1. mengetahui tingkat
Tahanan pembuluh perfusi jaringan kognitif bentuk, kesimetrisan, kesadaran
darah; perdarahan pada cerebral teratasi 3. Status neurologis dan reaktifitasnya 2. mengontrol keadaan
bagian ventrikrel otak 2. Monitor level
4. Perfusi jaringan serebral
perifer kesadaran 3. mengetahui tingkat
3. Monitor level orientasi kesadaran
a. T 4. Monitor Glasgow 4. mengetahui tingkat
ekanan systole Coma Scale kesadaran
dan diastole 5. Monitor tanda vital: 5. mengetahui kondisi tubuh
dalam rentang suhu, tekanan darah, pasien
yang diharapkan nadi, dan respirasi 6. mengetahui keadekuatan
(sistol: <140 6. Monitor status pernafasan pasien
mmHg; diastole: respirasi: level AGD,
<90 mmHg) oksimetri nadi,
b. T kedalaman, pola, laju,
idak ada dan usaha napas
ortostatikhiperten 7. Monitor Intra Cranial
si Pressure (ICP) dan 7. mengetahui keadaan
c. K Cerebral Perfusion serebral pasien
omunikasi jelas Pressure (CPP)
Menunjukkan 8. Monitor refleks kornea
konsentrasi dan 9. Monitor tonus otot 8. mengetahui tingat
orientasi (GCS : pergerakan kesadaran
E4V5M6) 10. Catat perubahan 9. mengetahui tingkat
d. P pasien dalam kekuatan otot
upil seimbang merespon stimulus 10. mengetahui
dan reaktif 11. Monitor status cairan perkembangan
e. B 12. Pertahankan
pengobatan pasien
ebas dari parameter 11. mengontrol keseimbangan
aktivitas kejang hemodinamik ditubuh
Tidak mengalami
13. Tinggikan kepala 0- 12. hemodinamik menentukan
nyeri kepala o
45 tergantung pada keadekuatan sirkulasi
konsisi pasien dan 13. menurunkan TIK
order medis

Monitor Tekanan Intra


Kranial
1. Monitor intake dan
output 1. mengatur keseimbangan
cairan
2. Cek kaku kuduk
pasien 2. kaku kuduk
mengindikasikan
3. Posisikan pasien peningkatan TIK
dengan kepala dan 3. mencegah peningkatan
leher pada posisi TIK
normal, menghindari
hip fleksi yang ekstrim
4. Sesuaikan kepala di
tempat tidur untuk
4. melancarkan sirkulasi
mengoptimalkan
darah
pefusi serebral
5. Batasi perawatan
untuk meminimalkan
5. terlalu banyak tindakan
peningkatan ICP
mendorong peningkatan
TIK
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan NOC: NIC: Manjemen nyeri
dengan peningkatan asuhan selama 1. Tingkat
1. Menentukan
tekanan intracranial (TIK) 3x24 nyeri akut kenyamanan: 1. Mengetahui keadaan nyeri
perkiraan nyeri
teratasi pasien merasa
seperti lokasi,
senang secara
karakteristik, durasi,
fisisk dan
frekuensi, kualitas,
psikologis
intensitas atau skala
2. Tingkat nyeri
nyeri, dan faktor
3. Manajemen nyeri pemicu terjadinya
nyeri
Menunjukkan tingkat 2. Observasi ekspresi
nyeri, dibuktikan
non verbal yang
dengan indikator 2. Ekspresi non verbal
menunjukkan
berikut ini (sebutkan menunjukkan ekspresi
ketidaknyamanan
nilainya 1-5: ekstrem, keadaan pasien yang

berat, sedang, ringan, sebenarnya


3. Gunakan stategi
atau tidak ada)
komunikasi terapeutik
a. Ekspresi nyeri 3. Mengetahui lebih dalam
untuk menggali
lisan atau pada terhadap neyri yang
pengalaman pasien
wajah dirasakan pasien
terhadap nyeri dan
b. Posisi tubuh cara penanganannya
melindungi 4. Identifikasi
c. Kegelisahan atau pengetahuan pasien 4. Mengetahui pengetahuan
ketegangan otot dan keyakinan pasien tentang nyeri
d. Perubahan dalam tentang nyeri.
kecepatan 5. Hindari mual dan
pernapasan, muntah
5. Untuk menghindari
denyut jantung,
peningkatan TIK
atau tekanan Distraksi
darah
1. Tawarkan kepada Distraksi
pasien teknik distraksi
1. Memberikan kesempatan
seperti terapi musik,
pada pasien untuk memilih
mengalihkan dengan
terapinya sendiri
cara bercakap-cakap
atau dengan bercerita
pengalaman,
mengingat massa
yang indah/positif,
tekhnik
membayangkan
sesuatu, humor, atau
teknik napas dalam
2. Jelaskan kegunaan
stimulasi yang 2. Agar pasien memahami
digunakan terhadap manfaat terapi
perasaan misalnya
mendengarkan musik
dan membaca.
3. Identifikasi dengan
3. Membuat jadwal untuk
pasien jadwal
mengurangi nyeri
kegiatan yang
menyenangkan
seperti berjalan-jalan,
berbicara dengan
keluarga atau teman
4. Anjurkan pasien 4. Untuk mengurangi rasa
untuk mempraktekkan nyeri datang
teknik distraksi
sebelum waktu nyeri, 5. Mengetahui kefektifan
jika pasien mampu teknik distraksi
5. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon dari distraksi
3. Konfusi akut Setelah dilakukan NOC: NOC: 1. Memudahkan intervensi
berhubungan dengan asuhan selama 1. Kemampuan 1. Identifikasi sesuai dengan kondisi
perubahan perfusi 3x24 konfusi akut kognitif: kemungkinan klien
jaringan serebral teratasi kemampuan penyebab konfusi 2. Respon kognitif
untuk 2. Kaji kemampuan maladaptive biasanya
menampikan sensori dan persepsi mencakup gangguan
proses mental pasien sensori dan persepsi
yang kompleks yang dapat
2. Memori: membahayakan
kemampuan keamanan pasien.
untuk 3. Mengetahui tingkat
mendapatkan kesadaran pasien
3. Pantau status
kembali secara 4. Mengetahui kondisi
neurologis (GCS)
kognitif dan emosional pasien
melaporkan 5. mengetahui kondisi
4. Pantau status
informasi yang tubuh pasien
emosional
diterima
sebelumnya
3. Status neurologis: 5. Monitor tanda vital: 6. mengetahui tingkat
kesadaran: suhu, tekanan darah, kesadaran
orientasi sadar nadi, dan respirasi
a. Pasien akan 6. Monitor ukuran pupil, 7. mengontrol keadaan
menunjukkan bentuk, kesimetrisan, serebral
penurunan dan reaktifitasnya 8. mengetahui tingkat
agitasi/kegelisaha 7. Monitor level kesadaran
n kesadaran
b. Membuka mata 8. Monitor level orientasi
terhadap stimulus
eksternal
c. Memahami
instruksi verbal
4. Gangguan komunikasi setelah dilakukan NOC: NIC:
verbal berhubungan asuhan a. Kemampuan 9. Kaji tingkat 1. Perubahan dalam isis
dengan berkurangnya keperawatan komunikasi kemampuan pasien kognitif dan bicara
perfusi pada area brocca selama 3x24 jam b. Kemampuan dalam berkomunikasi merupakan indikator dari
gangguan komunikasi 10. Minta pasien gangguan serebral
komunikasi verbal ekspresif: mengikuti perintah 2. Melakukan penilaian
teratasi kemampuan sederhana terhadap adanya
untuk 11. Tunjukkan objek dan keruskan sensorik
mengungkapkan minta pasien 3. Melakukan penilaian
dan mengartikan menyebutkan nama terhadap adanya
pesan verbal dan benda tersebut kerusakan motorik
non verbal 12. Ajarkan pasien 4. Bahasa isyarat dapat
c. Kemampuan berkomunikasi non membantu untuk
komunikasi verbal (bahasa menyampaikan isi pesan
reseptif: isyarat) yang dimaksud
kemampuan 13. Kolaborasi dengan 5. Untuk mengidentifikasi
untuk menerima ahli terapi wicara kekurangan/kebutuhan
dan mengartikan terapi
pesan verbal dan
non verbal
1. Pasien akan
mengkomunikasik
an kebutuhan
5. Gangguan sensori Setelah dilakukan NOC: NIC:
persepsi penglihatan tindakan a. Pasien akan 1. Pastikan derajat/tipe 1. Mengetahui seberapa
berhubungan dengan keperawatan berpartisipasi kehilangan penglihatan berat kehilangan
penurunan perfusi pada selama 3x24 jam dalam program penglihatan
bagian oksipitalis otak gangguan sensori pengobatan 2. Dorong 2. Menggali kemampuan
persepsi b. Pasien akan mengekspresikan klien mengenali penyakit
penglihatann mempertahankan perasaan tentang serta mengetahui derajat
teratasi lapang ketajaman kehilangan / sakit
penglihatan tanpa kemungkinan
kehilangan lebih kehilangan penglihatan 3. Menghindari kesalahan
lanjut. 3. Tunjukkan pemberian memberikan obat
tetes mata, contoh
menghitung tetesan, 4. Menghindari cedera pada
menikuti jadwal, tidak klien
salah dosis
4. Lakukan tindakan
untuk membantu
pasien menangani
keterbatasan
penglihatan, contoh,
kurangi kekacauan,atur
perabot, ingatkan
memutar kepala ke 5. Manajemen regimen
subjek yang terlihat; pengobatan
perbaiki sinar suram
dan masalah
penglihatan malam.
5. Kolaborasi obat sesuai
dengan indikasi
6. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan NOC: NIC: terapi latihan
berhubungan dengan tindakan 1. Ambulasi 1. Mengontrol kemampuan
1. Monitoring vital sign
Kelemahan keperawatan berjalan: yang dimiliki pasien
sebelm/sesudah
neutronsmiter/kelemaha selama 3x24 jam kemampuan
latihan dan lihat respon
n fisisk gangguan mobilitas berjalan dari satu
pasien saat latihan
fisik teratasi dengan tempat ke tempat
2. Konsultasikan dengan 2. Melakukan terapi sesuai
lain
terapi fisik tentang dengan kemampuan
2. Ambulasi kursi pasien
rencana ambulasi
roda: kemampuan
sesuai dengan
untuk berpindah
kebutuhan
dari satu tempat
3. Bantu pasien untuk 3. Untuk mencegah cidera
ke tempat lain
menggunakan tongkat,
menggunakan
kruk, walker, kursi roda
kursi roda
saat berjalan dan
3. Pergerakan sendi
cegah terhadap cedera
aktif: rentang
4. Ajarkan pasien atau
gerak sendi 4. Melatih pasien untuk
tenaga kesehatan lain
dengan gerakan melakukan rentang gerak
tentang teknik
atas inisiatif minimal
sendiri ambulasi 5. Menentukan terapi
4. Tingkat 5. Kaji kemampuan mobilisasi selanjutnya
mobilisasi: pasien dalam 6. Memandirikan pasien
kemampuan mobilisasi untuk melakukan activity
untuk melakukan 6. Latih pasien dalam daily living (ADL)
pergerakan yang pemenuhan kebutuhan
bermanfaat ADLs secara mandiri 7. Memberikan dukungan
5. Perawatan diri: sesuai kemampuan bagi kemajuan pasien
kemampuan 7. Dampingi dan Bantu
untuk melakukan pasien saat mobilisasi 8. Membantu pasien terbiasa
perawatan diri dan bantu penuhi secara pelahan dengan
paling dasar dan kebutuhan ADLs ps. kondisi tubuhnya
aktivitas 8. Berikan alat bantu jika 9. Membantu pasien terbiasa
perawatan diri pasien memerlukan. secara pelahan dengan
kondisi tubuhnya
DAFTAR PUSTAKA

Annibal, J david. 2014. Journal of Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler


hemorrage. [serial online] http://emedicine.medscape.com/article/976654-
overview [diakses 30 Oktober 2015].
Brust, John C.M. 2012. Current Diagnosis & Treatment Neurology. 2nd edition.
United States: Mc Graw-Hill companies Bulecheck, Gloria M et al. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). Amsterdam: Elsevier Mosby

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC

Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012. [serial
online] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22002766 [Diakses 22 Mei
2016]

Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. 2011. Journal of Management of


Intraventricular Hemorrage. [Serial online]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138489/ [diakses 22 Mei
2016].

Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC).Amsterdam:


Elsevier Mosby

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Oktaviani, Donna et al. 2011. Perdarahan Intraventrikuler Primer. Jurnal


Kedokteran Universitas Indonesia. [serial online]
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/353/35
1 [diakses 22 Mei 2016]

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Satyanegara et al. 2010. Anatomi susunan saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Werner, Kahle. 2000. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf
dan Alat-alat Sensoris. Jilid 3, edisi. 6. Jakarta: Penerbit Hippocrates

Anda mungkin juga menyukai