Anda di halaman 1dari 27

BAB II

Tinjauan Pustaka

1. Mie Basah
1.1 Definisi Mie Basah

Mie pertama kali dibuat dan berkembang di daratan cina dan hingga kinimasih
terkenal sebagai Oriental Noodle. Kemudian diperkenalkan oleh Macropolo
kepada para Bangsawan di Italia lalu menyebar ke Prancis, dan menyebar
keseluruh penjur Eropa. Hingga pada saat ini mie telah dikenal di berbagai
Negara si seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pembuataannya pun telah
bersifat modern (koswara,2009). Mie merupakan produk makanan yang dibuat
dari tepung gandum atau tepung terigu dengan tanpa penambahan bahan
makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, bentuk khas mie
siap dihidangkan setelah dimasak. Mie dapat dijadikan menu makan sehari-
hari oleh orang Indonesia karen sangat mudah ditemui, baik yang
menggunakan mi basah, mi kering, maupun mie instan hingga berbagai resep
masakan tradisional yang menggunakan mie sebagai bahan dasarnya, seperti
aneka soto, mi celor Palembang, dan lain-lain. Sifat mie yang memiliki rasa
netral dan praktis memudahkan penggunaannya untuk diolah menjadi aneka
resep makanan yang bervariasi (Purnawijayanti, 2009). Produk mie
merupakan makanan yang berbahan dasar tepung terigu yang berasal dari
tanaman gandum. Menurut Irviani dan NIsa (2014) dalam penelitian
Hasmawati dkk (2020), pada tahun 2012 impor gandum telah menembus
angka 6,3 juta ton sehingga diperlukan upaya pelaksanaan diversifikasi
pangan agar pembuatan mie tidak bergantung pada tepung terigu.

Mie merupakan makanan yang paling popular di Asia. Sekitar 40% dari
komsumsi tepung terigu di Asia di gunakan untuk pembuatan mie.
Berdasarkan penelitian dari Kruger dan Matsuo pada tahun 1996, di Indonesia
pada tahun 1990 penggunaan tepung terigu untuk pembuatan mie mencapai
60-70%. Hal tersebutlah membuktikan bahwa mie merupakan makanan yang
paling di Asia khususnya Indonesia hingga pada saat ini bahkan digunakan
sebagai pengganti nasi. Ada berbagai jenis mie menurut Purnawijayanti
(2009) yaitu mie kering dan mie basah. Mie kering adalah mie mentah yang
langsung di keringkan sedangkan mie basah adalah mie mentah yang melalui
proses perebusan dengan air terlebih dahulu sebelum di pasarkan. Menurut
Koswara 2009, Mie basah memiliki kadar air sekitar 52%. Mie basah tidak
bisa disimpan terlalu lama. Pembuatan dan penanganan dengan baik maka
pada musim panas atau musim kering mie basa hanya dapat tahan simpan
selama kisaran 36 jam sedangkan pada keadaan musim penghujan mie hanya
memiliki daya tahan simpan selama kisaran 20-22 jam dikarenakan mikroflora
teutama jamur atau kapang yang pada umumnya lebih mudah tumbuh dalam
keadaan lembab dan suhu yang tidak terlalu tinggi. Mie basah digolongkan
sebagai produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi (± 60%) .
(Koswara, 2009)

Gambar 1. Mie basah (sumber: tribunnews.com

Pengawet yang di tambahkan pada mie basah adalah kalsium propinat untuk
mencegah mie berlendir dan mencegah munculnya jamur ( koswara, 2009).
Mie basah sering disebut juga mie kuning karena warnya yang kuning
(purnawijayanti, 2009). Mie yang berwarna kuning dikarenakan memiliki
kadar gluten yang tinggi. Bahan kimia yang bersifat alkali mengubah gluten
dan membuat mie berubah menjadi kenyal, serta mengangtifkan senyawa
flavonoid sehinggan mie berwarna kuning (Aprilianti,2009). Mie kuning
dengan Ph alkaline sulit untuk dicerna oler pencernaan, namun demikian mie
termasuk makanan karbohidrat yang mudah diserap oleh tubuh manusia dan
menyebabkan menigkatnya kadar gula darah karena mie memiliki kandungan
glikemik yang tinggi menurut Sidik, 2014 dikutip dalam jurnal Indonesian
Journal Of Halal. Nilai gizi utama dari mie basah adalah karbohidrat
tergantung pada bahan tambahan yang di gunakan dalam membuatnya.
Menurut purnawijayanti 2009, mie basah yang memiliki kadar air yang cukup
tinggi dan memiliki kadar kalori yang rendah.

Tablel 1. Nilai gizi mie basah dalam 100 gram

Zat Gizi Mie basah


Energi (kal) 86
Protein (g) 0,6
Lemak (g) 3,3
Karbohidrat (g) 14
Kalsium (mg) 14
Fosfor (mg) 13
Besi (mg) 0,8
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0
Air (g) 80
Sumber: Purnawijayanti (2009)

Menurut koswara (2009) mutu mie yang berkualitas baik ditandai dengan sifat
karakteristik sebagai berikut:

a. Mie memiliki gigitan relatif kuat


b. Kenyal
c. Permukaan yang tidak lengket
d. Tekstur sangat tergantung komposisi mienya sendiri.

Menurut SNI 01-2987 (1992), mie basah adalah produk pangan yang terbuat
dari tepung terigu dengan ataupun tanpa bahan tambahan pangan yang lain dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak
dikeringkan. Mutu mie basah berdasarkan SNI dapat dilihat pada table 2.
No Kriteria Uji Satuan Persyarataan
1 Keadaaan
1.1 Bau
1.2 Rasa Normal
1.3 Warna
2 Kadar Air % b/b 20-35
3 Kadar Abu %b/b Maksimal 3
4 Kadar Protein (Nx6,25) %b/b Minimal 3
5 Bahan Tambahan Pangan Tidak boleh ada sesuai
5.1 Boraks dan Asam SNI-022-M dan peraturan
borat Menkes
5.2 Pewarna No.722/Menkes/per/IX/88
Tidak boleh ada
6 5.3 Formalin
Cemaran Logam Maksimal 1
6.1 Timbal (Pb) Maksimal 10
6.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maksimal 40
6.3 Seng (Zn) Maksimal 0,05
7 6.4 Raksa (Hg) Mg/kg Maksimal 0,05
8 Arsen (As)
Cemaran Mikroba Koloni/g Maksimal 1x106
8.1 Angka Lempeng total APM/g Maksimal 10
8.2 E. Coli Koloni/g Maksimal 1x104
8.3 Kapang
Sumber: SNI 01-2987 (1992)

1.2 Bahan-Bahan Pembuatan Mie

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan mie basah adalah Tapioka dan
tepung terigu sedangkan bahan tambahan pendukung pada pembuatan mie
basah adalah air, garam, dan telur.

1.2.1 Tapioka
Tepung tapioka adalah pati ubi kayu yang dikeringkan. Tepung tapioka biasa
digunakan sebagai pencampur untuk menambah bobot/volume mie yang
dihasilkan dan mengurangi penggunaan terigu. Semakin banyak tapioka yang
ditambahkan, harga mi juga semakin rendah karena jika terlalu banyak akan
menurunkan kualitas dan mengurangi kekenyalan mie (Purnawijayanti, 2009).
Singkong telah dibudidayakan dan dikembangkan dalam skala agrobisnis di
Indonesia. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi ubi kayu di
Indonesia tahun 2009 tercatat lebih dari 22 juta ton, yang tersebar di Pulau
Jawa (lebih dari 9 juta ton) dan Pulau Sumatra (lebih dari 8 juta ton). Dari
kedua wilayah pulau tersebut sebagai sentra produksi menhasilkan lebih dari 17
juta ton (77%) dari seluruh Tanah Air (Gardjito, dkk., 2013). Hasil panen
utama dari tanaman singkong adalah umbinya. Berdasarkan sifat umbi
singkong yang hanya memiliki masa segar sangat singkat, yaitu hanya 2 x 24
jam saja, maka umbi singkong yang telah dipanen harus diawetkan agar pada
saat digunakan masih tetap dalam kondisi baik ataupun segar (Suprapti, 2002).
Komposisi kimia tapioca dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tapioka

Komposisi Jumlah
Serat (%) 0,5
Air (%) 15
Karbohidrat (%) 85
Protein (%) 0,5-0,7
Lemak (%) 0,2
Energi (kalori/100 gram) 307
Sumber: Grace (1977)

Menurut Fenema (1979) dalam Gardjito, dkk (2013), pati ubi kayu sering kali
disebut juga sebagai pati tapioka. Tapioka tersusun atas pati sekitar 85%, dengan
sifat-sifat tidak larut dalam air dingin, dapat membentuk gel dalam air panas, tidak
berasa, tidak berwarna. Granula pati tidak larut dalam air dingin, sehingga apabila
granul pati dicampur dengan air dingin, maka akan terjadi penyerapan air (hidrasi)
dan sedikit penggelembungan bersifat balik (reversible) karena pati dapat
dikeringkan kembali tanpa perubahan strukturnya.

Moorthy (2004) mengemukakan bahwa tapioca diperoleh dari hasil ektrak singkng.
Proses ektraksi harus dilakukan dengan baik, agar didapatkan pati yang berwarna
putih dan memiliki mutu yang baik. Hal ini terdapat di dalam SNI 01-3-451 (1994)
yang membagi tapioca menjadi tiga kelas berdasarkan derajat keputihan.
Aplikasinya dalam pembuatan produk pangan juga demian, tapioca yang lebih
putih biasnya lebih dipilih sebagai bahan baku seperti tercanutm di tabel 4. Produk
diharapkan dapat menghasilan warna putih yang baik (tidak kusam), sehingga
produk leih dapat diterima oleh konsumen dari segi organoleptiknya.

No Kriteria uji Persyaratan Satuan


1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2 Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3 Serangga dalam bentuk stadia - Tidak boleh ada
dan potongan-potongan
4 Jenis pati lain selain pati - Tidak boleh ada
jagung
5 Kehalusan
5.1 Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
5.2 lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
6 Air %bb Maks. 10
7 Abu %bb Maks. 1,5
8 Silikat %bb Maks. 0,1
9 Serat kasar %bb Maks. 1,5
10 Derajat asam ml. N.NaOh/100gr Maks. 4.0
11 Cemaran logam :
11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks.1.0
11.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0
11.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0
11.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05
12 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
13 Cemaran Mikrobba :
13.1 Angka lempeng total koloni/gr Maks. 106
13.2 E.Coli koloni/gr Maks. 104
13.3 Kapang koloni/gr Maks. 104
Sumber: SNI 01-3451 (1994)

1.2.2 Tepung terigu


Tepung Terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum dan
merupakan bahan utama pembuatan mie. Jenis terigu yang paling sering
digunakan adalah terigu protein tinggi. Tepung terigu jenis ini memiliki
karakter khas, yakni teksturnya kenyal. Semakin tinggi kadar protein, mi yang
dihasilkan semakin kenyal. Oleh karena kandungan karbohidratnya tinggi,
tepung terigu dapat dijadikan bahan utama pembuat makanan (Yuyun, 2005).
Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie
dan roti. Kadar protein tepung terigu berkisar antara 8 – 14%. Dalam
pembuatan mie, kadar protein tepung terigu yang digunakan berkisar antara 11
– 14,5% atau tepung terigu berprotein tinggi (Gomez, 2007 dalam Lubis,
2013).

Gandum yang telah diolah menjadi tepung terigu menurut (Rustandi, 2011)
dapat digolongkan menjadi 3 tingkatan yang dibedakan berdasarkan
kandungan protein yang dimiliki, yakni :
a. Hard flour (kandungan protein 12% – 14%) Tepung ini mudah dicampur
dan difermentasikan, memiliki daya serap air tinggi, elastis, serta mudah
digiling. Jenis tepung ini cocok untuk membuat roti, mie, dan pasta.
b. Medium flour (kandungan protein 10,5% – 11,5%) Tepung ini cocok untuk
membuat adonan dengan tingkat fermentasi sedang, seperti donat, bakso, cake,
dan muffin.
c. Soft flour (kandungan protein 8% – 9%) Tepung ini memiliki daya serap
rendah, sukar diuleni, dan daya pengembangan rendah. Tepung ini cocok
untuk membuat kue kering, biskuit, pastel.

Kandungan protein utama di dalam tepung terigu yang berperan dalam


pembuatan mie adalah gluten. Sedikit banyaknya gluten yang didapat
bergantung pada berapa banyak jumlah protein dalam tepung itu sendiri,
makin tinggi proteinnya maka makin banyak jumlah gluten yang didapat,
begitu juga sebaliknya. Gluten adalah massa kenyal yang melengket dan
menyatukan komponen komponen mie, sehingga membentuk dasar struktur
lunak mie. Sifat itu yang menyebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan
mengembang bila tepung terigu di dicampur dengan air (winarno,2000).
Komponen utama yang terkandung di dalam tepung terigu seperti protein,
lemak, kalsium, fosfor, besi dan vitamin A cukup tinggi. Banyaknya
kandungan komponen utama dapat di lihat pada Tabel.1. Komposisi kimia
tepung terigu dalam 100 gram bahan sebagai berikut :

Tabel 5. Komposisi Kimia tepung terigu per 100 gram


Komponen Jumlah
Kalori 9kal) 332
Protein (g) 9,61
Lemak (g) 1.95
Karbohidrat (g) 74,48
Kalsium (Mg) 33
Fosfor (mg) 323
Besi (mg) 3.71
Vitamin A (IU) 9
Vitamin C (mg) 0,0
Air (g) 12,42
Sumber: USDA, 2014
Syarat mutu tepung terigu yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia sebagai bahan makanan yang membantu pemerintah dalam
mewujudkan peningkatan gizi masyarakat dengan fortivikasi zat besi, zeng,
vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Pangan

No Kriteria uji Persyaratan Satuan


1 Keadaan
1.1 Bau - Serbuk
1.2 Rasa - Normal (bebas
dari bau asing
1.3 Warna - Putih khas terigu
2 Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3 Serangga dalam bentuk stadia - Tidak boleh ada
dan potongan-potongan
4 Kehalusan lolos ayakan 212 % Min 95
(mesh No. 70) (b/b)
5 Kadar Air % Maks. 14,5
6 Kadar Abu % Maks 0,70
7 Protein % Min.70
8 Keasaman Mg KOH/100g Maks. 50
9 Falling number (atas dasar kadar Detik Min. 300
air 14%)
10 Besi (Fe) mg/kg Min. 50
11 Seng (Zn) mg/kg Min. 30
12 Vitamin B1 ( Thiamin) mg/kg Min. 2,5
13 Vitamin B2 (Riboflavin) mg/kg Min. 4
14 Asam folat mg/kg Min. 2
15 Cemaran logam:
15.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
15.2 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
15.3 Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
16 Cemaran Arsen Maks. 0,50
17 Cemaran Mikrobba :
17.1 Angka lempeng total koloni/gr Maks. 106
17.2 E.Coli APM/g Maks. 10
17.3 Kapang koloni/gr Maks. 104
17.4 Bacillus cereus koloni/gr Maks. 104
Sumber: SNI 3751:2009

1.2.3 Air
Air dalam proses pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi antara gluten,
karbohidrat dan larutan garam serta membentuk sifat kenyal gluten. Air juga
digunakan untuk merebus mie mentah dalam pembuatan mie basah. Pada
proses perebusan akan terjadi glatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga
dapat meningkatkan kekenyalan mie (Sunaryo,1985 dalam Ratnawati, 2003).

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan
mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air
yang digunakan sebaiknya memilih pH antara 6-9. Makin tinggi pH air maka
mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air meningkat dengan
meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi
persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38%
dari campuran bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38%, adonan akan
menjadi sangat lengkat dan jika kurang dari 28%, adonan akan menjadi rapuh
sehingga sulit di cetak (Astawan, 2006).

1.2.4 Garam
Garam merupakan bahan tambahan yang ditambahkan dalam jumlah sedikit
pada makanan. Namun memberikan pengaruh yang banyak terhadap
penerimaan konsumen pada suatu produk pangan. Garam dalam pembuatan
mie berfungsi memberi rasa agar tidak hambar, memperkuat citarasa, dan
mengontrol pertumbuan khamir pada pembuatan produk yang di kembangkan
dengan ragi, memperkuat gluten ( daya regang) dalam adonan dan membantu
mncegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkam dapat meningkatkan
daya penyerapan air dari tepung, serta mengatur pewarna pada produk mie
( Andarwulan,2011).

Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2,5% (Aberle, dkk., 2001). Dalam


pembuatan mie, penambahan garam dapur untuk memberi rasa, memperkuat
tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk
mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim
protease dan amilase, sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak
mengembang secara berlebihan (Astawan, 2006). Penambahan garam yang
terlalu berlebihan atau dalam kadar yang cukup tinggi akan menyebabkan
kemampuan glutendalam menahan gas tidak normal atau tidak optimal, namun
sebaliknya jika penggunaan garam terlalu sedikit makan akan mengurangi
volume adonan karena gluten tidak mempunyai daya renggang yang cukup.
Penambahan konsentrasi garam yang ideal pada pembuatan mie adalah 3%
dari berat tepung yang digunakan (Nurzane,2010).

1.2.5 Telur
Telur dalam pembuatan produk olahan pangan mie dapat berfungsi
membentuk warna dan flavour yang khas pada mie, memperbaiki cita rasa dan
keseragaman mie, membantu mebentuk adonan yang kalis, meningkatkan nilai
gizi serta kelembutan produk. Telur berfungsi memunculkan warna khas
kuning pada mie. Pada proses pembuatan mie telur juga berfungsi sebagai
sumber protein dan air pada pembuatan adonan mie. Albumin pada telur
menyebabkan peningkatan kadar air pada mie. Namun dalam penggunaannya
telur juga tidak boleh terlalu berlebihan, hal ini dapat menyebabkan adonan
menjadi lembek, dan susah kalis. Selain itu juga telur berfungsi sebagai
emulsifier dengan adanya lisitin sehingga dapat memperbaiki stabilitas tekstur
pada mie (Winarno, 1994). Telur yang ditambahkan dalam adonan dapat
meningkatkan nilai gizi mie sekaligus membuat warna menjadi lebih menarik
dan menjadikan mie lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur dapat
mengurangi kekeruhan air saat merebus mie, sedangkan kuning telur
mengandung lesitin yang berfungi sebagai emulsifier sehingga adonan lebih
kompak atau menyatu (Sutomo, 2008).

1.3 Proses pembuatan mie basah


Bahan baku utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Bahan lainnya
terdiri dari air dan garam-garam seperti NaCl, Natrium karbonat, Kalium
karbonat atau Natrium tripoliphosfat. Air merupakan komponen penting
dalam pembentukan gluten, selain itu juga berfungsi sebagai media dalam
pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat sehingga membentuk adonan
yang baik. Garam dapur berfungsi untuh memberi rasa, memperkuat tektur
mie dan meningkatkan elastisitas serta mengurangi kelengketan adonan.

Tahapan pembuatan mie terdiri dari tahap pencampuran, pengistiratan,


pembentukan lembaran dan pemotongan.
1. Pencampuran bahan yaitu proses bahan digabung menjadi satu dengan
tujuan untuk membuat adonan yang homogeny. Selain itu, proses ini juga
memicu terjadinya hidrasi air dengan tepung yang merata dan menarik serat
serat gluten sehinggan adonan menjadi elastis dan halus. Pada proses
[pencampuran, pembentukan gluten sudah mulai terjadi meskipun belum
terlalu maksimal (kruger dan Matso, 1996). Adapun hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan mie basah adalah suhu adonan,waktu
pengadukan, serta jumlah atau kadar air yang akan ditambahkan.waktu
pencampuran dan pengadukan bahan pun sangat bervariasi mulai dari 5
menit hingga 20 menit tergantung dengan Jenis bahan dan alat yang
digunakan. Menurut koswara 2009, waktu pengadukan berkisar antara 2 –
10 menit, dengan suhu adonan yang baik antara 25 – 45 oC. Jika suhu lebih
rendah dari 25oC adonan menjadi keras, rapuh dan kasar. Sedangkan jika
lebih tinggi dari 45oC, kegiatan enzim meningkat dan hal itu akan
merangsang perombakan gluten dengan akibat turunnya densitas mie,
sebaliknya akan meningkatkan kelengketan, sedangkan untuk jumlah air
yang ditambahkan, tergantung jenis terigunya biasanya berkisar antara 28 –
38%. Lebih dari 38% akan menyebabkan adonan menjadi becek.
Sebaliknya bila terlalu sedikit air adonan akan rapuh. Menurut SNI 01-
2987-1992. Jumlah air yang ditambahkan unutuk pembuatan mie basah
biasanya berkisar 20%-35% dari bobot tepung. Mutu mie yang diinginkan
oleh konsumen adalah mie yang bertekstur lembut,halus, tidak lengket dan
mengembang dengan normal.
2. Pengistirahatan Adonan
Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu untuk
memberi kesempatan adonan untuk beristirahat sejenak. Tujuannya adalah
untuk menyeragamkan penyebaran air dan mengembangkan gluten,
terutama bila pHnya kurang dari 7.0. Pengistirahatan adonan mie yang lama
dari gandum keras akan menurunkan kekerasan mie setelah direbus
sehingga diperlukan waktu yang tepat (koswara, 2009)
3. Pembentukan lembaran (sheeting) dan pemotongan
Dalam proses pembentukannya, adonan dimasukkan ke dalam rollpress,
dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dalam adonan dan
membentuk adonan lembaran. Dalam rollpress serat-serat gluten yang tidak
beraturan segera ditarik memanjang dan searah oleh tekanan antara dua
roller. Tekanan roller diatur sedemikian rupa sehingga mula-mula ringan
(clearance 4.0 mm) sampai kuat (clearance 1.3 mm), dengan reduksi
clearance ratarata sebanyak 15% (koswara,2009).
Pada saat adonan mencapai roller terakhir adonan yang pada awalnya
memiliki ketebalan 1.0 cm dan roll pertama, direntangkan sampai mencapai
lembaran adonan yang sangat tipis (1.0 mm) yang siap untuk mengalami
proses pengirisan memanjang (slitting), sehingga menjadi tali berbentuk
senar yang memiliki lebar 1.0 – 1.5 mm yang kemudian diikuti dengan
proses pemotongan, dengan panjang mie sekitar 50 cm (koswara,2009).
Pembentukan lembaran dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk
mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang
beberapa kali untuk mendapatakan lembaran yang tipis (Widyaningsih dan
Murtini, 2006). Kemudian untaian benang mie ditaburi dengan tepung
tapioka agar tidak lengket satu sama lain.
2. Bahan Tambahan Pangan (BTP)
2.1 Definisi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan
Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 adalah bahan yang ditambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Menurut Aini (2015),
tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan dapat meningkatkan ataupun
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan suatu makanan sehingga
makanan lebih mudah dalam penghidangannya serta mempermudah preparasi
makanan.
Kasus penyalahgunaan bahan penambahan pangan bisa terjadi adalah
penyalahgunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan tambahan
pangan dan penggunaanya melebihi batas yang telah di tentukan, penyebab
lainnya adalah produsen berusaha memenuhi kebutuhan dan keuntungan yang
besar pada besarnya konsumen ingin mendapatkan bahan makanan dalam
jumlah banyak dengan hargaa murah sehingga munculnya bahan tambahan
pangan yang digunakan untuk mempertahankan kondisi makanan yang
menarik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 BTP yang
digunakan dalam pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikomsumsi secara langsung dan atau tidak
diperlukan sebagai bahan baku pangan.
b. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan kedalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan,
pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan atau
pengangkutan pangan utuk menghaslkan atau diharapkan menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara
langsung atau pun tidak langsung.
c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk memprtahankan atua meningkatkan nilai gizi.
2.2 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 Th 2012 tengtang
Tambahan Pangan, BTP yang di gunakan dalam pangan terdiri atas beberapa
golongan sebagai berikut.

Tabel 2.2 jenis bahan tambahan pangan


No Jenis Bahan Tambahan Pangan Keterangan
1 Anti buih (antifoaming agent) BTP untuk mencegah atau
mengurangi pembentukan buih.
2 Anti kempal( anticaking agent) BTP untuk mencegah
mengempalnya produk pangan
3 Antioksidan (antioxidant) BTP untuk mencegah atau
menghambat kerusakan pangan
akibat oksidasi.
4 Bahan pengkarbonasi (carbo BTP untuk membentuk karbonasi
-nating agent) didalam pangan.
5 Garam pengemulsi (emulsi BTP untuk mendispersikan protein
-fying salt) dalam keju sehingga mencegah
pemisahan lemak.
6 Gas untuk kemasan (packaging BTP berupa gas, dimasukkan
gas) kedalam kemasan pangan
sebelumnya, saat maupun setelah
kemasan diisi dengn pangan
unutuk mempertahankan mutu
pangan dan melindungi pangan
dari kerusakan.
7 Humektan (humectant) BTP untuk mempertahankan
kelembapan pangan.
8 Pelapis (glazing agent) BTP untuk melapisi permukaan
pangan sehingga memberikan efek
perliindungan dan atau efek
mengkilap.
9 Pemanis (sweetener) BTP berupa pemanis alami dan
buatan memberiksn rasa manis
pada produk pangan.
10 Pembawa (carrier) BTP untuk memfasilitasi
penanganan, aplikasi penggunaan
BTP lain atau zat lain di dalam
pangan dengan cara
mengencerkan, mendispersikan
atau memodifikasi secara fisik.
11 Pembentuk gel (gelling agent) BTP untuk membentuk gel
Pembuih ( foaming agent) BTP untuk membentuk atau
memelihara homogenitas disfersi
fase gas dalam pangan berbentuk
cair atau padat
12 Pengatur keasaman (acidity BTP untuk mengasamkan,
regulator) menetralkan dan atau
mempertahankan derajat
keasaman.
13 Pengawet(preservative) BTP untuk mencegah atau
menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian, dan
perusakan akibat mikroorganisme.
14 Pengembang (raising agent) BTP berupa senyawa tunggal atau
campuran unutk melepaskan gas
sehingga meningkatkaan volume
adonan.
15 Pengemulsi ( emulsifier) BTP untuk membantu
terbentuknya campuran yang
homogeny dari dua atau lebih fase
yang tidak tercampur.
16 Pengental ( thickener) BTP untuk meningkatkan
viskositas pangan.
17 Pengeras (firming agent) BTP untuk memperkeras, atau
mempertahankan jaringan buah
dan sayuran, atau berinteraksi
dengan bahan pembentuk gel untuk
memperkuat gel.
18 Penguat rasa (flavor enhancer) BTP unutk memperkuat rasa atau
memodifikasi aroma.
19 Peningkat volume (bulking BTP untuk meningkatkan volume.
agent)
20 Penstabil (stabilizer) BTP untuk menstabilkan system
disfersi yang homogeny
21 Peretensi warna (color BTP untuk memberi flavor dengan
retention agent) pengeculian rasa asin, manis dan
asam.
21 Perisa (flavouring) Perisa alami; 1) perisa identik
alami. 2) perisa artifsial
22 Perlakuan tepung (flour BTP untuk memperbaiki warna,
treatment agent) mutu adonan dan atau
pemanggangan, termasuk bahan
pengembang adonan dan
pematangan tepung.
23 Pewarna (color) BTP berupa pewarna alami dan
sintesis yang pengaplikasiannya
untuk memperbaiki warna.
24 Propelan (propellant) BTP berupa gas untuk mendorong
pangan keluar dari kemasan.
25 Sekuestran (sequestrant) BTP yang dapat mengikat ion
logam polivalen unutk membentuk
kompleks sehingga meningkatkan
stablitas dan kualitas pangan.

2.3 Bahan Tambahan Pangan (BTP) Berbahaya


Bahan tambahan pangan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan
lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat
racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor: 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan
Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan).

Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan kesejahteraan


manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor antara lain
industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan
kimia dengan adanya aneka produk yang berasal dari padanya telah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun hal yang perlu
diwaspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse)
sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan. Bahan kimia berbahaya yang
sering disalah gunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B,
dan metanil yellow. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan untuk
pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (BPOM,
2006).

2.3.1 Formalin
a. Definsi Formalin
Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di
masyarakat, diantaranya Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane polyoxymethylene glycols, Methanol, Formoform,
Superlysoform, Formic aldehyde, Formalith, Tetraoxymethylene, Methyoxide,
Karsan, Trioxane, Oxymethylene dan Methylene glycol (Nurheti Yuliarti,
2007).

Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam
suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap
karena titik didihnya yaitu -21°C. Formalin sebenarnya berbentuk padat
dengan sebutan formaldehid atau dalam istilah asingnya di tulis formaldehyde.
Bila zat ini tercampur dengan air barulah di sebut dengan formalin, didalam
formalin tersebut terkandung 37% formaldehida, 13 % methanol dan air
dengan kadar 36 – 40 % yang merupakan cairan yang tidak berwarna dengan
bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan
tenggorokan, rasa terbakar dan jika di simpan di tempat dingin dapat menjadi
keruh, biasanya penyimpanannya di wadah tertutup, terlindung dari cahaya
dengan suhu tempat penyimpanan di atas 20ºC (Asma,2018).

Dalam suhu yang normal dapat berbentuk gas dan mencair pada suhu < 21º C
dan membeku pada suhu < 92ºC dimana berat molekul formalin 30,03 dengan
rumus molekul HCOH, ukuran molekulnya yang sangat kecil memudahkan
reabsobsi dan distribusinya kedalam sel tubuh memiliki sifat antimicrobial
dari formaldehid merupakan hasil dari kemampuanya mengaktivasi protein
dengan cara mengkondensasi dengan asam amino bebas dalam protein
menjadi campuran lain, gugus karbonil yang dimiliki formadelhid sangat aktif,
dan dapat beraksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang dapat mengendap (Nerendra,2010). Strukrur
formalin sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur formalin (sumber: BPOM,2008)


b. Penggunaan formalin yang benar

Formalin sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. apabila


digunakan secara benar, dimana formaldehid merupakan golongan aldehid
pelarut organik yang dimana baik untuk penggunaan pada bidang komersial
maupun lingkungan, beberapa kegunaan lain dari formadehid adalah :
1. Pembunuh kuman sehingga di manfaatkan untuk pembersih lantai , kapal,
gudang, dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
2. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan
peledak.
3. Dalam dunia fotografi biasanya untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
4. Dalam bidang pertanian digunakan sebagai desinfektan, germisida,
fungisida untuk tanaman dan sayuran, bahan pembuat pupuk dalam bentuk
urea.
5. Dalam bidang kedokteran digunakan sebagai disenfektan/antiseptic yang
cukup kuat dan sebagai bahan pengawet mayat. Untuk pengaetan biasanya
digunakan konsentrasi 10 %
6. Bahan untuk pembuatan parfum , bahan pengawet kosmetika dan pengeras
kuku.
7. Pada industri – industri seperti industri cat , kulit, perabotan yang terbuat
dari kayu, kertas, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet.
8. Digunakan sebagai zat antiseptik atau pembunuh virus , bakteri , jamur
dan benalu.
9. Dalam dunia perikanan , formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri
yang biasa hidup di sisik ikan, dimana formalin di ketahui sering
digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit
seperti flukendan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan ini juga
sangat beracun bagi ikan . ambang batas amannya sangat rendah sehingga
terkadang ikan yang di obati malah mati akibat formalin (Halmita,2010 ).

C. Penggunaan formain yang salah


Larangan pengguanan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah
tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang bahan tambahan
pangan, pada lampiran II tentang bahan yang di larang digunakan sebagai BTP
dan Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI No.772/MENKES/PER/IX
/1998 dan No.1168/MENKES/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia
yang di larang digunakan di dalam makanan karena bersifat karsinogen,
menyebabkan depresi susunan saraf, kegagalan peredaran darah, kejang, tidak
bisa kencing, muntah darah, dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
(Khomsan & Anwar, 2008).
Produsen dan pedagang sering tidak tahu jika penggunaanya sebagai pengawet
makanan tidaklah tepat karena bisa menimbukan berbagai gangguan kesehatan
bagi konsumen yang memakannya, itu karena formalin tidak dapat hilang
dalam proses pemanasan, oleh karena itu bahayanya bagi manusia maka
penggunaannya dalam makanan tidak dapat di toleransi dalam jumlah sekecil
apapun ( yuliarti ,2017 ). Alasan pedagang memberikan formalin ke dalam
makanan adalah karena kepentingan ekonomi. Alasan ekonomi disini berarti
bahwa pedangang tidak ingin mengalami kerugian bila barang dagangan
mereka tidak habis terjual dalam sehari. Selain itu karena kurangnya informasi
tentang formalin dan bahayanya, tingkat kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan masih rendah, harga formalin yang sangat murah dan kemudahan
untuk mendapatkannya merupakan faktor penyebab penyalagunaan formalin
sebagai pengawet dalam makanan ( saparinto dkk,2016 dalam simanjuntak
2012 ). Hal yang perlu diperhatikan ciri-ciri makanan yang diduga
mengandung formalin terutama pada mie basah:
- Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25° C) dan bertahan lebih
dari 15 hari dalam lemari es (suhu 10° C).

- Bau formalin agak menyengat.

- Mi tampak lebih mengilap dibandingkan dengan mi normal dan tidak


lengket.

- Tidak dikerubungi lalat.

D. Bahaya Formalin

Karakteristik resiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang


berhubungan dengan formaldehida adalah berdasarkan konsentrasi dari
substansi formaldehida yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk
pangan (WHO, 2002). Dampak formalin bagi kesehatan ada dua macam yaitu
dampak akut ( jangka pendek ) dan dampak kronis ( jangka panjang ) :

a. Akut
Dampak akut merupakan efek pada kesehatan manusia langsung terlihat
merupakan jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam
jumlah yang banyak seperti : Mual, Muntah, Rasa terbakar, Sakit perut,
Pusing bersin, Radang tenggorokan, Sakit dada yang berlebihan, Lelah,
Jantung berdebar, Sakit kepala, Diare

b. Kronis

Sedangkan dampak kronis merupakan efek pada kesehatan manusia terlihat


setelah terkenah dalam jangka waktu yang lama dan berulang , biasanya jika
mengkomsumsi formalin dalam jangka yang kecil dan terakumulasi dalam
jaringan seperti : Mata berair, Gangguan pada pencernaan, Hati, Gijal,
Pankreas, Sistem saraf pusat, Menstruasi dan Bersifat karsiogenik ( penyebab
kanker).

E. Pencegahan Terhadap Formalin


Menurut IPCS ( International Programme on Chemical Safety ), secara umum
ambang batas aman tindakan pencegahan terhadap formalin di lakukan
berdasarkan jalur masuk formalin kedalam tubuh yaitu :
a) Terhirup
Untuk mencegah agar tidak terhirup menggunakan alat pelindung untuk
pernafasan seperti masker, kain, atau alat perlindungan yang dapat mencegah
kemungkinan masuknya formalin kedalam hidung atau mulut. Melengkapi
alat ventilasi dengan penghisap udara yang tahan terhadap ledakan.
b) Terkena mata
Menggunakan pelindung mata atau kaca mata, penahan yang tahan terhadap
percikan. Sedangkan air untuk mencuci mata di tempat yang berguna apabila
terjadi keadaan yang darurat.
c) Terkena kulit
Menggunakan pakaian bahan pelindung kimia yang cocok dan gunakan
sarung tangan yang tahan bahan kimia.
d) Tertelan
Menghindari makanan, merokok selama bekerja dan mencuci tangan sebelum
makan ( Aproditha, 2012 ).
3. Analisa Kadar Formalin
Terdapat banyak metode yang digunakan ataupun dipilih untuk mengetahui
apakah suatu bahan makanan mengandung formalin atau tidak, mulai dari
pengamatan secara fisik atau organoleptik pada makanan seperti warna pada
makanan lebih terang , tekstur kaku, dan lebih detailnya dari keawetan
makanan tersebut. Namun dengan pengamatan secara fisik akan sukar untuk
dilakukan sehingga perlu di lakukan analisis kualitatif formalin dalam bahan
makanan agar di ketahui ada atau tidaknya formalin ataupun seberapa banyak
kadar formalin dalam suatu produk.
1. Uji Kualitatif
Uji kualitatif untuk menganalisis formalin yaitu dengan menggunakan metode
Kromatofrafi Lapis Tipis (KLT). Menurut Gandjar dan Rohman (2012), KLT
merupakan metode pemisahan campuran analit melalui lempeng kromatografi
dengan dilakukannya pengelusian analit kemudian dilakukan penyemprotan
atau pengecatan untuk melihat komponen atau analit yang terpisah.

Prinsip KLT yaitu suatu tehknik pemisahan dengan menggunakan dua fase
yaitu fase gerak dan fase diam. Pemisahan terjadi berdasarkan distribusi
komponen zat yang dianalisa diantara dua fase, pemisahan komponen terjadi
secara differensial dibawa oleh fase gerak melewati fase diam
(Mawaddah,2015).
Tehknik pemisahan Kromatografi Lapis Tipis, yaitu
1. Fase gerak
Fase gerak merupakan berupa campuran dua pelarut organic karena daya elusi
campuran antara kedua pelarut mudah diatur sehingga terjadi pemisahan yang
optimal. Ada beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak,
yaitu :
 Pemilihan Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi
karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
 Daya elusi fase gerak harus diatur dengan teliti sehingga harga Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
 Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang
berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit
polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene
akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
 Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia
masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan
asam.
2. Fase diam
Dalam fase diam terdapat dua sifat yang terpenting yang harus diperhatikan
yaitu mengenai ukuran partikel dan absorben yang akan di gunakan dalam
KLT. Absorben yang sesuai adalah adsorben yang memiliki ukuran diameter
yang kecil kisaran 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel adsorben
maka semakin sempit pula kisaran ukurannya, artinya kinerja KLT semakin
baik dalam efisiensi dan resolusinya (Gandjar dan Rohman,2012). Pada fase
diam KLT, penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi
dan partisi (Gandjar dan Rohman,2012).
Menurut Wulandari (2011), Pada KLT identifikasi awal suatu senyawa
didasarkan pada perbandingan nlai Rf dibandingkan dengan Rf standar. Pada
umumnya nilai Rf suatu laboratorium tidak akan sama bahkan pada waktu
analisis yang berbeda dilaboratorium yang sama sehingga perlu
dipertimbangkan penggunaan Rf relative yaitu nilai Rf noda senyawa
dibandingkan dengan noda senyawa lain dalam lepeng yang sama. Factor-
faktor yang mempengaruhi perbedaan Rf meluputi dimensi dan jenis ruang,
sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi fase
gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel
KLT sebelumnya (wulandari,2011). Nilai Rf:
jarak yang ditempuh solut
Rf =
jarak yang ditempuh f ase gerak
Nilai Rf berkaitan dengan faktor perlambatan dan bukan merupakan suatu
nilai fizika absolut suatu komponen namun digunakan unutuk identifikasi
kualitatif. Ada beberapa hal yang mempengaruhi nilai rf, contohnya perbedaan
komposisi fase gerak, suhu, ukuran chamber, lapisan adsorben dan sifat
campuran (Gandjar dan Rohman, 2012).

Gambar 4. Kromatografi Lapis Tipis (Sumber: Gandjar dan Rohman,2012)

2. Uji Kuantitatif
Uji kuantitatif pengawet formalin dilakukan dengan spektrofotometri
menggunakan instrumen spektrofotometri visible. Spektrofotometri
merupakan salah satu metode pemeriksaan dalam kimia analisa yang dipakai
unutk menentukan kadar komposisi suatu sampel secara kuantitatif
berdasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya (Mawaddah, 2015).
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.
Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk
mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Spektroskopi UV- Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion
anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai
bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa
didapatkan dari spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm,
sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Suarsa
Wayan, 2015).
Alat spektrofotometer visible terdiri dari spektrofotometer dan fotometer.
Spektrofotometer yaitu alat untuk menghasilkan sinar spekrum dan panjang
gelombang tertentu. Fotometer yaitu alat untuk mengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Cahaya adalah radiasi elektromagnetik
yang terdiri dari gelombang. Seperti semua gelombang, kecepatan cahaya,
panjang gelombang dan frekuensi. Cahaya/sinar tampak (Visible) terdiri dari
suatu bagian sempit kisaran panjang gelombang dari radiasi elektromagnetik
dimana mata manusia sensitif. Radiasi dari panjang gelombang yang berbeda
ini dirasakan oleh mata kita sebagai warna yang berbeda, sedangkan campuran
dari semua panjang gelombang tampak seperti sinar putih. Sinar putih
memiliki panjang gelombang mencakup 400-760 nm. Perkiraan panjang
gelombang dari berbagai warna adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Panjang gelombang berbagai warna


No Panjang gelombang Warna Warna tertransmisi*
(nm) Warna Komplementer
1 400 – 435 Violet Hijau – kuning
2 435 – 480 Biru Kuning
3 480 – 490 Biru – hijau Oranye
4 490 – 500 Hijau – biru Merah
5 500 – 560 Hijau Ungu
6 560 – 580 Hijau – kuning Violet
7 580 – 595 Kuning Biru
8 595 – 650 Oranye Biru – hijau
9 650 – 760 Merah Hijau – biru
*
) sama dengan warna larutannya
(sumber: Kimia Analitik, 2008)

Menurut Suarsa Wayan, (2015) Bagian – bagian dari spektrofotometer Uv-Vis,


yaitu:
 Sumber cahaya :
1. Lampu Tungsten (Wolfram) : Lampu ini digunakan untuk mengukur
sampel pada daerah tampak. Mirip dengna bola lampu pijar biasa.
Memiliki panjang gelombang antara 350-2200 nm. Umumnya memiliki
waktu 1000 jam pemakaian.
 Monokromator
Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi
cahaya monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan
adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik.
Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya.
Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang
diteruskan sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya.
 Tempat sampel
Spektrofotometer UV-VIS menggunakan kuvet sebagai wadah sampel yang
akan dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet
dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini
disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga
penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet
biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.
 Detektor
Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik.
 Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat
listrik yang berasal dari detektor.

Gambar 5. Spektrofotometer Visible

Anda mungkin juga menyukai