Anda di halaman 1dari 20

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan hasil studi literatur.
Penelitian dengan studi literatur adalah penelitian yang persiapannya sama
dengan peneliti yang lainnya akan tetapi sumber dan metode pengumpulan
datanya dengan mengambil data dari jurnal yang berindeks Scopus dan
SINTA dan mengolahnya menjadi bahan penelitian. Adapun data yang
diperoleh dalam penelitian ini meliputi data yang berdasarkan pada analisis
kandungan Formalin.
Tabel 4.1 Pengelompokan berdasarkan jurnal

No Tipe Jurnal Judul Jumlah Terindeks

1 PHARMACON Analisis Formalin pada buah 1 4


Jurnal Ilmiah impor di kota Manado
Farmasi-UNSRAT
Vol. 3 No.3
Agustus 2014. 1 3
2. Jurnal Farmasi Pengembangan dan validasi
Galenika Vol. 6 spektrofotmetri sinar tampak
No.3 Tahun 2019 untuk penetapan kandungan
Formalin dalam bunga kol
(Brassica oleracea) yang
dijual di pasar Jakarta Utara
3. SCIENTIA Jurnal Analisa Formalin pada buah 1 3
Farmasi dan impor yang beredar di kota
Kesehatan VOL. 8 Padang secara
NO.1, Februari Spektrofotometer UV-Vis
2018. Doi
: http://dx.Doi.org/
10.36434/scientia.
v8i1.151
4. J. Sains dan Analisis kandungan Formalin 1 4
Teknologi Pangan pada buah impor dipasar kota
(JSTP) kendari.
Vol. 2, No. 4, p.
677-683, Tahun
2017
5. Jurnal Biota Vol. 2 Uji kandungan Formalin 1 3
No.1 Edisi Januari pada buah Pepaya (Carica

41
42

2016 papaya L.) dan buah Nanas


(Ananas comosus L.) yang
dijual dilingkungan UIN
Raden Fatah Palembang
dengan spektrofotometri
6. Jurnal Kesehatan Penetapan kadar Formalin 1 4
Bakti Tunas pada buah impor di kota
Husada Vol. 17 Tasikmalaya
No. 2 Agustus
2017
7. Jurnal AcTion: Analisis kuantitatif Formalin 1 3
Aceh Nutrition pada buah impor pada
Journal, November Swalayan Di
2016; 1(2): 135- Kota banda aceh
140
8. Chemical An integrated microfluidic 1 Scopus
Engineering chip for formaldehyde
Journal 244 analysis in Chinese
(2014) 422–428 Herbs
Doi ; http://dx.Doi.
org/10.1016/j.cej.2
014.01.085
9. Food Additives Determination of naturally- 1 Scopus
and Contaminants, occurring formaldehyde in
vol. 21 No. 11 raw
november 2014 and cooked Shiitake
Doi: mushrooms by
10.1080/02652030 spectrophotometry
400013326 and liquid chromatography-
mass spectrometry
10. International Analysis of the 1 Scopus
Journal of Food Concentration and
Engineering Vol. Formation Behavior of
4, No. 1, March Naturally Occurring
2018 Doi: Formaldehyde Content in
10.18178/ijfe.4.1.7 Food
1-75
43

4.2 Pembahasan

Penggunaan Formalin pada makanan melanggar peraturan menteri kesehatan


RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan.
Pemerintah RI telah melarang penggunaan Formalin pada pangan dengan
dikeluarkan Permenkes No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan dengan kadar yaitu 0 mg/L karena sangat berbahaya bagi kesehatan.
Menurut Vini, dkk., (2016) seperti yang telah diketahui Formalin tidak boleh
ada dalam tubuh walau dengan jumlah yang sedikit, namun jika dikomsumsi
secara terus menerus, akan menyebabkan pemumpukan dalam tubuh. Sistem
percernaan tubuh manusia tidak dapat mengelola Formalin jadi ketika
Formalin masuk ke dalam tubuh tidak dapat dibuang melalui urin hal tersebut
menyebabkan pemumpukan dengan konsentrasi yang tinggi dalam ginjal dan
dalam jangka waktu yang panjang sehingga berakibat fatal pada ginjal seperti
gagal ginjal. Jika kadarnya semakin tinggi maka akan mengakibatkan
kerusakan sel dan menjadi penyebab kanker. Formalin tidak diizinkan
ditambahkan dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet
makanan, hanya saja Formalin sangat mudah diperoleh di pasar bebas dengan
harga murah. Formalin sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1982, kemudian
diperkuat dengan Undang-Undang No.7/1996 tentang Perlindungan Pangan
(Jasman, 2014).

Formalin adalah senyawa yang mempunyai batas aman yang rendah dan juga
dapat menyebabkan kanker (senyawa karsinogenik). Pelarut dan stabilisator
yang digunakan dalam Formalin adalah metanol, juga mempunyai toksisitas
yang membahayakan yakni dapat membutakan mata. Formalin dapat masuk
ke dalam tubuh lewat mulut karena mengkomsumsi makanan yang diberi
pengawet Formalin. Jika terakumulasi dalam tubuh dalam jumlah yang tinggi,
maka Formalin akan bereaksi dengan hampir semua zat di dalam sel. Efek
yang ditimbulkan tergantung dari jumlah Formalin yang terakumulasi dalam
tubuh, semakin besar kadar Formalin yang terakumulasi dalam tubuh maka
akan semakin buruk dampak yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil penelitian
menunujukkan peningkatan resiko kanker faring, sinus dan cavum nasal
44

(hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan Formalin melalui saluran


pernapasan (Takahashi, dkk., 1986 dalam Aprilia, 2017).

Uap Formalin pun sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang menyengat
dan rasa menusuk dalam hidung dan dapat menyebabkan keluarnya air mata.
Formalin cepat sekali diabsorsi dari saluran pencernaan dan juga oleh paru-
paru. Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan
bronkitis, pneumonitis, kerusakan ginjal dan penekanan susunan saraf pusat
sedangkan efek Formalin jika tertelan menyebabkan gangguan pencernaan,
asidosis yang kuat karena Formalin dalam tubuh mengalami metabolisme
menjadi asam formiat, karbondioksida, metanol dan dalam bentuk metabolit
HO-CH2 – alkilasi. Formalin juga dapat menyebabkan sakit perut, mual,
muntah, diare, bahkan kematian jika dikonsumsi pada jumlah yang melewati
ambang batas aman (Putri, dkk., 2016 dalam Mudaffar, 2018).
Buah dan sayuran impor dipilih sebagai sampel karena diduga buah ini
mengandung Formalin. Sebab buah dan sayuran impor harus disimpan dalam
waktu yang lama sebelum sampai ke tangan konsumen. Secara ilmiah untuk
mendatangkan buah impor hingga ke tangan konsumen butuh waktu yang
panjang, sementara itu buah hanya tahan beberapa hari supaya tetap segar
setelah dipetik dari pohonnya. Karena itu dilakukan penelitian pada buah dan
sayuran ini menggunakan uji kualitatif dengan metode test kit dan uji
kuantitatif dengan metode Spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-
Vis merupakan metode analisis kuantitatif yang sederhana, cepat, ekonomis
namun sensitif.

4.2.1 Hasil uji kualitatif Formalin


Analisis Formalin pada Buah dan Sayuran bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya Formalin yang terkandung dalam sampel Buah dan Sayuran
yang banyak beredar. Analisis Formalin pada buah dan sayuran diawali
dengan proses preparasi sampel dimana buah dan sayuran dipotong-potong
terlebih dahulu. Dari hasil analisis yang dilakukan pada sampel yang di ambil
dari studi literatur dan dianalisis secara kualitatif dengan Test Kit uji residu
45

Formalin. Test Kit uji residu Formalin adalah seperangkat alat untuk
pengujian cepat kandungan Formalin pada bahan uji makanan atau minuman,
termasuk produk perikanan. Alat ujinya dikenal dengan nama (test kit) yang
praktis penggunaannnya serta mempunyai keistimewaan antara lain cepat,
murah, pasti dan tidak memerlukan peralatan yang rumit dan dapat dilakukan
kapanpun dan dimanapun. Prinsip kerjanya adalah dengan menambahkan
cairan (reagen) pada bahan makanan yang diduga menggunakan bahan yang
Formalin dengan hasil akhir terjadinya perubahan warna (Syarfain, 2014).
Pereaksi yang digunakan peneliti pada jurnal studi literatur adalah KMnO 4 dan
Schiff. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.2 didapatkan hasil
positif dan ada pula yang negatif mengandung Formalin.

Tabel. 4.2 Uji Kualitatif Formalin berdasarkan literatur

Perubahan
Penulis Jurnal Pereaksi Hasil
Warna
Rahmi, M., Analisa Formalin
Dira., pada buah Impor
Ungu Positif
Herman, H. yang beredar di
KMnO4 Hilangnya (hilangnya
kota Padang secara
warna Ungu warna Ungu)
spektrofotometri
UV-Vis
Hasriamin, Analisis kandungan Negatif (tidak
Ungu
Ansharullah, Formalin pada ada
KMnO4 Hilangnya
Gusnawaty buah impor di perubahan
warna Ungu
HS pasar kota Kendari warna)

Aprilia, A.Y Penetapan kadar Tidak berwarna


dan Formalin pada Terbentuk Dari 14 buah
Schiff
Lilistuslinah buah impor di kota warna merah 7 yang positif
Tasikmalaya keunguan
Manoppo, Analisis Formalin
G., pada buah impor di Tidak berwarna
Abidjulu, J., kota Manado Terbentuk
Schiff Negatif
dan warna merah
Wehantouw, keunguan
F
46

Putri, A.D., Uji kandungan


Pane, E.R., Formalin pada
Vini, K buah papaya (
Carica papaya L.)
dan buah nanas
Tidak berwarna
(Ananas comosus
Terbentuk
L.) yang di jual Schiff Negatif
warna merah
dilingkungan UIN
keunguan
Raden Fatah
Palembang dengan
metode
spektrofotometri

Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat sehingga dapat


mengoksidasi Formaldehid yang terkandung dalam Formalin yang ditandai
dengan hilangnya warna kalium permanganat dalam beberapa detik setelah
tabung reaksi berisi sampel dihomogenkan. Dapat dilihat pada tabel diatas
hasil pengujian yang telah dilakukan pada studi literatur terhadap beberapa
sampel diperoleh hasil bahwa ada yang positif mengandung Formalin ada
yang negatif mengandung Formalin. Sampel yang positif mengandung
Formalin menurut Rahmi, 2018 pada pengujian terhadap 5 macam buah
dengan keterangan (Sampel A sampai Sampel E) yang diujikan dengan larutan
KMnO4 dengan cara dilakukan penetesan larutan terhadap sampel lalu
dihomogenkan dan diperoleh hasil perubahan warna dari berwarna ungu
menjadi tidak berwarna (hilangnya warna ungu) maka dikatakan positif
mengandung Formalin. Hasil tersebut ditemui pada sampel A, sampel C, dan
Sampel D. Sedangkan menurut Hasriamin, 2017 pada penelitiannya menguji
buah apel dari 5 tempat yang berbeda lalu dilakukan pengujian dengan
meneteskan larutan KMnO4 pada sampel dan didapatkan hasil tidak terjadinya
perubahan warna yang artinya sampel tersebut tidak mengandung Formalin.

Pengujian menggunakan pereaksi schiff untuk mengetahui adanya Formalin


yaitu pereaksi schiff digunakan untuk mengikat Formalin agar terlepas dari
sampel, Formalin juga bereaksi dengan pereaksi schiff dengan menghasilkan
senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Semakin intensif warna
47

yang tampak, dapat menggambarkan bahwa Formalin yang terkandung dalam


sampel semakin banyak (Kusumawati, 2004).

Hasil penelitian Aprilia (2017) yang menguji 14 sampel buah lalu direaksikan
dengan larutan Schiff dan didapatkan hasil 7 sampel yang teridentifikasi
Formalin dilihat dari perubahan warna dari semula tidak berwarna lalu
terbentuknya larutan berwarna keunguan ketika sampel direaksikan dengan
reagen shiff. Menurut penelitian Manoppo, dkk (2014) yang menguji buah
Apel dan Pear dan direaksikan dengan larutan schiff yang dilakukan dengan
dua kali pengujian (duplo) diperoleh hasilnya tidak mengandung formalin
ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dari warna bening menjadi
merah keunguan. Pada hasil penelitian Putri, dkk (2016) menguji buah potong
sebanyak 12 sampel buah papaya dan 12 sampel buah nanas lalu direaksikan
dengan larutan Schiff diperoleh hasil nya berwarna kuning yang artinya tidak
mengandung Formalin. Jika terbentuk warna merah keunguan maka dapat
dikatakan positif Formalin. Dari tabel diatas didapatkan hasilnya lebih banyak
yang negatif mengandung Formalin dibandingkan dengan positif mengandung
Formalin dikarenakan jika kadar Formalin pada sampel terlalu kecil maka
tidak akan terjadi perubahan warna menjadi merah keunguan atau tidak dapat
terdeteksi secara akurat oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut
dan menggunakan alat yaitu pengujian secara kuantitatif untuk mengetahui
seberapa kadar Formalin pada sampel.

4.2.2 Hasil uji kuantitatif Formalin


Analisis Kuantitatif Formalin pada sampel buah dan sayuran dilakukan
dengan metode spektrofotometri. Sebelum dilakukan penetapan kadar terlebih
dahulu perlu dilakukannya optimasi kondisi penelitian, optimasi kondisi yang
dilakukan pada penelitian ini yaitu menentukan panjang gelombang
maksimum dan validasi metode lalu ke tahap penetapan kadar.
48

4.2.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Sebelum dilakukan validasi metode, terlebih dahulu ditentukan panjang
gelombang maksimum untuk analisis Formalin secara spektrofotometri UV-
Vis menggunakan suatu pereaksi. Hasil studi literatur menggunakan pereaksi
yang bermacam-macam. Oleh karena itu hasil yang diperoleh pun bermacam-
macam. Panjang gelombang maksimum perlu dicari karena akan digunakan
untuk penetapan kadar. Penetapan kadar dilakukan pada panjang gelombang
maksimum karena pada panjang gelombang maksimum diperoleh serapan
maksimum, dimana perubahan serapan karena konsentrasi juga maksimum
sehingga menghasilkan kepekaan dan keakuratan yang lebih tinggi. Kedua,
pada pita panjang gelombang maksimum daya serap relatif konstan sehingga
diperoleh kurva kalibrasi yang linear. Ketiga, pada panjang gelombang
maksimum bentuk serapan pada umumnya landau sehingga kesalahan
penempatan atau pembacaan panjang gelombang dapat diabaikan (Harmita,
2006 dalam Melanie, 2010). Panjang gelombang maksimum yang diperoleh
dari berbagai literatur berbeda-beda dikarenakan pelarut yang digunakan pun
berbeda pula dapat dilihat pada Tabel. 4.3.

Hasil Penelitian Rahmi (2018) berdasarkan penelitian nya didapatkan panjang


gelombang 410,5 nm dan menggunakan pereaksi nash hasil tersebut tidak jauh
berbeda dengan literatur yang digunakan peneliti yaitu 409,5 nm (Suryadi,
dkk., 2008). Penelitian Aprilia (2017) didapatkan panjang gelombang
maksimum 309 nm menggunakan pelarut DNPH (Dinitro Penilhidrazin) hasil
yang diperoleh berbeda dengan literatur yang digunakan yaitu 360 nm. Hal
tersebut dapat terjadi karena pembentukan senyawa berwarna antara Formalin
dengan DNPH sangat dipengaruhi oleh pH, suhu dan lama inkubasi. Metode
DNPH berdasarkan pembentukan senyawa berwarna (derivatisasi) yang
absorbansinya dapat diukur di daerah sinar tampak.

Menurut penelitian Manoppo (2014) diperoleh panjang gelombang 550 nm


menggunakan pereaksi schiff hasil tersebut sedikit berbeda dengan literatur
yang digunakan yaitu 570-580 nm (Fagnani. dkk., 2013). Kemungkinan
terjadinya perbedaan dari panjang gelombang disebabkan karena kondisi alat
49

yang digunakan berbeda dengan spektrofotometer yang digunakan dari


literatur. Menurut penelitian dari Vini, dkk., 2016 hasil panjang gelombang
yang diperoleh adalah 550 nm dengan menggunakan pelarut Schiff hasil
tersebut juga berbeda dengan literatur yaitu 570-580 nm (Fagnani. dkk.,
2013). Menurut penelitian dari Gunawan, 2019 didapatkan hasil panjang
gelombang maksimum nya 576 nm menggunakan pereaksi asam kromatofat.
Namun pada jurnal tidak mencantumkan literatur yang digunakan untuk
membandingkan teori panjang gelobang maksimum. Namun berdasarkan
literatur dari ichya’uddin (2014) panjang gelombang maksimum
menggunakan pereaksi asam kromatofat yaitu 569 nm. Berdasarkan penelitian
dari Nowshad, 2018 digunakan panjang gelombang maksimum 415 nm
dengan menggunakan pereaksi Nash. Hasil panjang gelombang tersebut
diambil dari literatur berdasarkan penelitian Jaman, (2015), sedangkan
berdasarkan literatur Mason (2014) digunakan panjang gelombang maksimum
570 nm menggunakan larutan asam kromatofat. Panjang gelombang tersebut
tidak jauh berbeda dengan literatur yaitu 569 nm. Menurut penelitian Lung-
Ming Fu, (2014) digunakan panjang gelombang 410 nm dengan menggunakan
pelarut Fluoral-P.

Perbedaan panjang gelombang maksimum selain dari yang disebutkan dari


studi literatur, banyak hal lain yang mempengaruhi diantaranya letak dan
intensitas serapan yang terbentuk yaitu: jenis pelarut, pH larutan, kadar
larutan, tebal larutan, lebar celah sinar dan keadaan alat. Namun hal yang
sangat berpengaruh adalah jenis pelarut. Jenis pelarut terutama pelarut polar
dapat menyebabkan pergeseran puncak serapan yang disebut batokromik dan
hipsokromik. Pergeseran batokromik artinya pergeseran serapan kearah
pannjang gelombang lebih panjang dan pergeseran hipsokronik peristiwa
pergeseran serapan kearah pannjang gelombang lebih pendek. (Arrahman,
2011).
50

Tabel. 4.3 Panjang gelombang maksimum berdasarkan literatur

Panjang
gelombang
Penulis Jurnal Spektrofotometri maksimum Literatur
(nm) /
pereaksi
Rahmi, M., Analisa Formalin
Dira., pada buah mpor
409,5 nm
Herman, H. yang beredar di
410,5 / (Suryadi
kota Padang UV-Vis
Nash et al,
secara
2008)
spektrofotometri
UV-Vis
Aprilia, A.Y Penetapan kadar 309 /
dan Formalin pada DNPH
Lilistuslinah buah impor di UV-Vis (Dinitro 360 nm
kota Tasikmalaya Penil
Hidrazin)
Manoppo, Analisis Formalin
570-580
G., pada buah impor
nm
Abidjulu, J., di kota Manado
UV-Vis 550 / Schiff (Fagnani
dan
et al.,
Wehantouw,
2013)
F
Putri, A.D., Uji kandungan
Pane, E.R., Formalin pada
Vini, K buah papaya (
carica papaya L.)
570-580
dan buah nanas
nm
(ananas comosus
UV 550 / Schiff (Fagnani
L.) yang di jual
et al.,
dilingkungan UIN
2013)
Raden Fatah
Palembang
dengan metode
spektrofotometri
Gunawan, Pengembangan
U., dan Validasi
Prasetyo, E. spektrofotometri
A., Gunardi, sinar tampak
S. I untuk penetapan
576 / asam
kandungan Vis -
kromatofat
Formalin alam
bunga kol
(Brassica
oleracea) yang
dijual di pasar
51

Jakarta utara
Nowshad, F Analysis of the
dan concentration and
Mohidus formation 409,5 nm
behavior of (Suryadi
UV-Vis 415 / Nash
naturally et al,
occurring 2008)
formaldehyde
content in food
Mason, D. Determination of
J., dkk naturaly-occuring
570-580
formaldehyde in 570/ asam
Vis nm
raw and cooked kromatofat
(Fagnani
shiitake
et al.,
mushroom by
2013)
spectrophotometry
and liquid
chromatography-
mass-spectra
An integrated
Fu, Lung- microfluidic chip
Ming., for formaldehyde
wang. Yao- analysis in 410/
UV-Vis
Nan., dan Chinese Fluoral-P
-
Liu, Chan- Herbs
Chiung

4.2.2.2 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter


tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Menurut
International Conference on Harmanization (ICH), ada 10 parameter validasi,
diantaranya: presisi, akurasi, batas deteksi, batas kuantitas, spesifisitas,
linearitas, kisaran (range), ketahanan, kekasaran, dan kesesuaian kromofor
(C=O) yang mampu menyerap sinar ultraviolet sehingga mengakibatkan
terjadinya transisi. Unites States Pharmacopeia (USP) telah menyatakan
bahwa tidak selalu parameter untuk mengevaluasi validasi metode harus diuji
semuaya, sehingga pengujian validasi dari metode analisis kadar Formalin
pada penelitian ini hanya menguji 5 parameter yaitu selektifitas, linearitas,
akurasi, presisi, batas deteksi dan batas kuantitas, karena kelima parameter
52

tersebut telah mewakili data yang dibutuhkan untuk uji validasi. Hasil uji
validasi dari pengembangan metode analisis kadar Formalin pada buah dan
sayuran ini yaitu:

1. Spesifisitas

Gambar 4.1 Spektrum sinar tampak derivat (hitam), Formalin (merah), dan
asam kromatropat (biru) (Gunawan,2019).

Spesifisitas merupakan kemampuan metode mengukur analit secara


cermat dengan adanya komponen lain atau yang diperkirakan ada dalam
sampel. Hasil pengujian spesifisitas menunjukkan bahwa tidak ada
interferensi pada spektrum sinar tampak derivat dimana Formalin dan
asam kromatropat tidak memberikan serapan pada panjang gelombang
maksimum derivat 576 nm. Reaksi antara Formalin dengan asam
kromatropat menghasilkan senyawa yang selektif dan tidak adanya
gangguan dari aldehid lain (Gasparini, dkk., 2008 dalam Gunawan, 2009).
2. Linearitas
53

Gambar 4.2 Kurva Linearitas Formalin (Gunawan, 2019)

Linearitas merupakan kemampuan metode analisis untuk memberikan


respon secara proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Hasil analisis regresi berdasarkan metode spektrofotometri diperoleh
persamaan linier y= 0,0554x + 0,1208 dengan koefisien kolerasi (r) 0,996.
Koefisien kolerasi ini memberikan hasil yang linear karena memenuhi
kriteria penerimaan yaitu ≥ 0.96, koefisien fungsi regresi (Vx0) juga
merupakan syarat dari linieritas dimana nilainya <5% (Harmita, 2004).
Hasil Vx0 dari pengukuran yaitu 0,05%. Sehingga penggunaan metode
spektrofotometri UV dapat digunakan untuk analisis dengan hasil yang
baik (Gunawan, 2009).

3. Batas deteksi dan Batas kuantifikasi

Tabel 4.4 perhitungan Batas deteksi dan Batas kuantifikasi (Gunawan,


2019)

Konsentr Absorb Absorb Kuad S Sy/ (Sy/ BD BK


asi ansi ansi rat (Y- x x)/b (mg/ (mg/
Formali rata- Teoriti (Y- Y’) mL) mL
n rata s Y’)
(mg/mL (Y) (Y’)
)
2 0,2270 0,2316 0,000
021
4 0,3360 0,3424 0,000
041
5 0,4040 0,3978 0,000 0,00 0,00 0,16 0,554 1,67
038 03 93 79 1 91
6 0,4597 0,4523 0,010
811
8 0,5733 0,5640 0,000
54

087
10 0,6640 0,6748 0,000
117

Batas deteksi dan Baku kuantitas Batas deteksi adalah konsentrasi analit
terendah dalam yang dapat dideteksi, akan tetapi tidak perlu ditentukan
secara kuantitatif hingga didapatkan nilai yang persis. Sedangkan batas
kuantitas adalah konsentrasi terendah dalam contoh yang dapat diukur
secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima.
Penentuan batas deteksi dan batas kuantitas untuk metode
spektrofotometri berdasarkan simpangan respon dan kemiringan (slope)
kurva kalibrasi. Hasil pengujian untuk metode spektrofotometri terhadap
analisis Formalin pada Buah dan Sayuran pada tabel menunjukkan batas
deteksi metode sebesar 0,55 μg/mL dan batas kuantitas metode sebesar
1,68 μg/mL (Gunawan, 2009).

4. Presisi dan Akurasi

Tabel 4.5 Perhitungan akurasi dan presisi Formalin (Gunawan, 2019)

Kons
Konsen
entra Perol Rerata
trasi Stan K
si ehan peroleh
Replik absor Teruku dar V(
Teori Kem an
asi bansi r devia %
tis bali kembal
(mg/mL si (s) )
(mg/ (%) i (%)
)
mL)
1 0,304 3,762 94,1
4 2 0,317 3,923 98,1 96,2 2,03 2,1
3 0,312 3,861 96,5

1 0,402 4,975 98,2


5 2 0,391 4,839 96,8 97,4 1,92 2,0
3 0,387 4,790 95,8

1 0,476 5,891 98,2


6 2 0,471 5,829 97,2 96,9 1,46 1,5
3 0,462 5,718 95,3
55

Presisi merupakan kedekatan antara hasil pengujian individu dalam


serangkaian pengukuran terhadap suatu contoh homogen yang dilakukan
pengambilan contoh secara berulang menurut prosedur yang telah
ditetapkan. Menurut guideline AOAC (2016) untuk sampel dengan
rentang konsentrasi 1-10 ppm, nilai koefisien variasi yang diperoleh tidak
boleh lebih dari 7,3%. Hasil pengujian presisi pada penlitian ini
menunjukkan kadar rata-rata Formalin yang diperoleh dari pengujian
presisi nilai koefisien variasi berada pada rentang 1,5-2,1% menunjukkan
nilai presisi sesuai dengan teori. Hal ini menunjukkan bahwa metode
spektrofotometri memeliki keterulangan yang masih dapat diterima
dengan baik (Gunawan, 2009).

Parameter validasi selanjutnya yaitu akurasi yang dinyatakan sebagai


persen perolehan kembali atau (% recovery) analit yang ditambahkan.
Harmita 2004, menjelaskan bahwa ketepatan pada dasarnya adalah ukuran
yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit
yang sebenarnya. Menurut guideline AOAC (2016) untuk sampel dengan
rentang konsentrasi 1-10 ppm, nilai perolehan kembali harus berada pada
rentang 80-110%. Setelah perhitungan nilai perolehan kembali yang
diperoleh untuk parameter akurasi pada percobaan berada pada rentang
96,2-97,4% yang menunjukan metode memberikan hasil yang akurat.

4.2.2.3 Penetapan Kadar

Penetapan kadar merupakan bagian akhir dari uji kuantitatif. Dilakukannya uji
kuantitatif dimaksudkan karena jika kadar Formalin terlalu kecil maka tidak
akan terjadi perubahan warna pada uji kualitatif namun berbeda dengan uji
kuantitatif karena menggunakan instrumen, sekecil apapun kadar Formalin
dalam sampel akan terbaca juga. Penetapan kadar Formalin pada sampel Buah
dan Sayuran yang teridentifikasi mengandung Formalin dilakukan dengan
menggunakan spektrofotmetri UV-Vis dengan berbagai macam panjang
gelombang dan pelarut yang digunakan peneliti pada studi literatur.
56

Hasil penetapan kadar Formalin pada studi literatur pada penelitian “Analisa
Formalin pada buah impor yang beredar di kota Padang secara
spektrofotometri UV-Vis Tahun 2018” yang dilakukan oleh Rahmi, dkk
(2018). Hasil menunjukkan bahwa sampel buah yang diuji mengandung
Formalin dengan kadar 113, 558 dan 251,978 µg/g. Penelitian Aprilia, dkk.,
2017 tentang “Penetapan kadar Formalin pada buah impor di kota
Tasikmalaya” diperoleh hasil dimana sampel pada buah impor yang diujikan
mengandung Formalin dengan kadar antara 784,22 – 68,67 ppm. Penelitian
manoppo, dkk (2014) tentang “Analisis Formalin pada buah impor di kota
Manado” hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel buah yang tidak dicuci
memiliki kandungan Formalin 0,080 – 0,195 µg/ml dan sampel yang dicuci
mengandung Formalin 0,060 – 0.136 µg/ml. Penelitian Putri, (2016) yang
berjudul “Uji kandungan Formalin pada buah papaya (carica papaya L.) dan
buah nanas (ananas comosus L.) yang di jual dilingkungan UIN Raden Fatah
Palembang dengan metode spektrofotometri” memperoleh hasil pada buah
pepaya mengandung Formalin sekitar 0,0008 – 0,0012 ppm dan pada buah
nanas 0,0011 – 0,0017 ppm.

Penelitian Gunawan (2019) yang berjudul “Pengembangan dan Validasi


spektrofotometri sinar tampak untuk penetapan kandungan Formalin alam
bunga kol (Brassica oleracea) yang dijual di pasar Jakarta utara” positif
mengandung Formalin dengan kadar 31,150 mg/Kg. pada penelitian
Nowshad, dkk (2018) yang berjuul “Analysis of the concentration and
formation behavior of naturally occurring formaldehyde content in food”
sampelnya Postif mengandung cemaran bahan kimia berupa Formalin dengan
kadar 6,44 ± 2,19 - 40,65 ± 5,57 ppm. Penelitian Mason, dkk (2004) yang
berjudul “Determination of naturaly-occuring formaldehyde in raw and
cooked shiitake mushroom by spectrophotometry and liquid chromatography-
mass-spectra” juga positif mengandung Formalin dengan kadar 114 - 235
mg/kg -1. Pada penelitian lung-ming, dkk (2014) yang berjudul “An integrated
microfluidic chip for formaldehyde analysis in Chinese Herbs” terdeteksi
adanya Formalin pada sampel dengan kadar 33,1 ppm. Lalu penelitian yang
berjudul “Analisis kuantitatif Formalin pada buah impor pada Swalayan Di
57

Kota Banda Aceh” oleh Syahrizal (2016). Hasil penelitian menunjukkan


bahwa Formalin terdeteksi dengan kadar >8 ppm dengan menggunakan alat
yang bernama Autosleptor. Autosleptor merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur kadar Formalin yang terdapat pada makanan. Alat ini hanya
mampu mendeteksi kadar. Formalin mulai dari 0-8mg/L, apabila kadar
Formalin melebihi dari 8 mg/L maka alat ini tidak mampu lagi mendeteksi
berapa kadar Formalin pada makanan tersebut.

Tabel. 4.6 Kadar Formalin pada sampel

Penulis Jurnal Sampel Kadar Formalin


Rahmi, M., Dira., Analisa Formalin Apel merah 113,558 ppm
Herman, H. pada buah mpor Apel hijau 251,978ppm
yang beredar di Jeruk 251,978 ppm
kota Padang secara
spektrofotometri
UV-Vis
Aprilia, A.Y dan Penetapan kadar Anggur hijau 69,78 ppm
Lilistuslinah Formalin pada Anggur merah 784,22 ppm
buah impor di kota Jeruk 1 74,22 ppm
Tasikmalaya Jeruk 2 444,22 ppm
Jeruk 3 356,44 ppm
Jeruk 4 68,67 ppm
Apel 315,33 ppm
Manoppo, G., Analisis Formalin HM1b 0,111 ppm
Abidjulu, J., dan pada buah impor di HM2b 0,136 ppm
Wehantouw, F kota Manado HM3b 0,075 ppm
MM1b 0,075 ppm
MM2b 0,075 ppm
MM3b 0,060 ppm
FM1b 0,080 ppm
FM2b 0,075 ppm
FM3b 0,060 ppm
Putri, A.D., Pane, Uji kandungan Pepaya A 0,0008 ppm
E.R., Vini, K Formalin pada Papaya B 0,0011 ppm
buah papaya ( Papaya C 0,0012 ppm
carica papaya L.) Pepaya D 0,0009 ppm
dan buah nanas Nanas A 0,0017 ppm
(ananas comosus Nanas B 0,0013 ppm
L.) yang di jual Nanas C 0,0012 ppm
dilingkungan UIN Nanas D 0,0011 ppm
Raden Fatah
Palembang dengan
metode
spektrofotometri
58

Gunawan, U., Pengembangan dan - 31,150 ppm


Prasetyo, E. A., Validasi
Gunardi, S. I spektrofotometri
sinar tampak untuk
penetapan
kandungan
Formalin alam
bunga kol
(Brassica
oleracea) yang
dijual di pasar
Jakarta utara
Syafrizal Analisis kuantitatif Apel SM > 8,0 ppm
Formalin pada Apel IM > 8,0 ppm
buah impor pada Anggur SM > 8,0 ppm
Swalayan Di Anggur IM > 8,0 ppm
Kota banda aceh Jeruk SM > 8,0 ppm
Jeruk IM > 8,0 ppm
Nowshad, F dan Analysis of the Carrot 10,86 ± 2,05 ppm
Mohidus concentration and Radish 6,44 ± 2,19 ppm
formation behavior Tomato 14,67 ± 6,21 ppm
of naturally Cucumber 6,44± 1,64 ppm
occurring Green papaya 40,65 ± 5,57 ppm
formaldehyde
content in food
Mason, D. J., dkk Determination of Sampel 1 1,58 ppm
naturaly-occuring Sampel 2 1,21 ppm
formaldehyde in Sampel 3 1,50 ppm
raw and cooked Sampel 4 1,14 ppm
shiitake mushroom Sampel 5 2,16 ppm
by Sampel 6 1,73 ppm
spectrophotometry Sampel 7 2,35 ppm
and liquid
chromatography-
Fu, Lung-Ming., mass-spectra Jamur kering 33,1 ppm
wang. Yao-Nan., An integrated Chinese yam -
dan Liu, Chan- microfluidic chip Tuber
Chiung for formaldehyde fleeceflower -
analysis in Chinese
Herbs

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan konsentrasi Formalin yang diperoleh


dari masing masing sampel buah dan sayuran yang positif mengandung
Formalin yang beredar di Indonesia. Hal tersebut akan membahayakan
konsumen, karna semakin banyak Formalin yang masuk kedalam tubuh maka
59

akan meberikan efek yang toksik terhadap tubuh dalam jangka waktu yang
lama. Mengingat penggunaan Formalin dalam makanan melanggar peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.33 Tahun 2012 Tentang Bahan
Tambahan Pangan sebagai bahan kimia yang dilarang digunakan dalam Bahan
Tambahan Pangan (BTP).

Hasil penelitian berdasarkan studi literatur dapat dikatakan bahwa buah dan
sayuran begitu mudahnya masuk ke Indonesia namun juga sulit dilakukan
pengawasan di lapangan. Pintu masuk buah dan sayuran impor yang terlalu
banyak baik yang bersifat legal dan ilegal menyebabkan mudah masuknya
kepasar dalam Negeri. Jalur illegal tercatat ada 14 pelabuhan, ini belum
termasuk jalur tidak resmi sehingga membuat petugas kesulitan melakukan
pengawasan (Faisal, 2012 dalam Hasriamin 2017). Kepala Pusat Karantina
Badan Karantina Kementrian Pertanian, Arifin Tasrif telah menyatakan
sekitar 800 ribu ton buah impor adalah buah yang tidak laku alias kualitasnya
buruk dari Negara asalnya sehingga Indonesia hanya menjadi keranjang
sampah buah impor (Muharti, 2012)

Proses pengaplikasian Formalin pada buah dan sayuran juga sangat mudah
dimana buah dan sayuran diawetkan dan direndam kedalam larutan Formalin
kemudian dikeringkan lalu didistribusikan. Upaya yang harus di lakukan oleh
pemerintah untuk menghentikan penggunaan Formalin pada pangan yaitu
mengatur peredaran bahan kimia berbahaya termasuk bahan pengawet,
melakukan pengawasan intensif terhadap toko kimia yang menjual bahan
Formalin, serta pemerintah melakukan pembinaan terhadap produsen terkait
bahaya Formalin pada tubuh (Zakaria, 2014).

Upaya yang dapat dilakukan masyarakat selaku konsumen untuk menghindari


bahaya Formalin dalam makanan adalah dengan cara menghilangkan atau
mengurangi kandungan Formalin yang terdapat dalam makanan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan yaitu dilakukannya pencucian dan perendaman
(Yusuf, dkk., 2015). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Ernawati (2017), untuk menghilangkan atau menurunkan kadar Formalin
pada pangan dapat dilakukan dengan melakukan perendaman pada air panas
60

400C proses pemanasan dapat menghidrolisis protein dan memperlonggar


ikatan dengan Formalin, sehingga Formalin kemudian dilepaskan sebagai
senyawa yang mudah menguap. Kondisi ini disebabkan oleh sifat fisikokimia
Formalin dimana kelarutannya dalam air dan kecenderungannya untuk
menguap pada suhu yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil studi 60ogyakarta ini, menunjukan bahwa kualitas dari


Buah dan Sayuran yang yang beredar di Indonesia tidak semua dapat di
konsumsi karena masih ada yang mengandung bahan tambahan pangan yang
dilarang penggunaannya pada makanan yaitu Formalin. Masyarakat sebagai
konsumen harus cukup cerdas dan selektif untuk membedakan Buah dan
Sayuran yang berFormalin dengan Buah dan Sayuran yang bebas dari
Formalin.

Anda mungkin juga menyukai