Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
HAKIKAT BAHASA

Disusun oleh :
Aulia arifah (180301068)
Maya yuliana (180304147)
Mutia nabilla syafira (180301317)
Muhammad Syafrizal (180301293)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga Kami dari kelompok dua
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada
Kami untuk menghadirkan sebuah makalah dengan judul “Hakikat Bahasa.”.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut
beliau sampai akhir zaman.
UU No. 24 tahun 2009 pasal 25 disebutkan Bahasa Indonesia merupakan
jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa,
serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Maka dari itu,
pemakai bahasa Indonesia selayaknya memiliki rasa kebanggan menggunakan
bahasa Indonesia. Kesadaran rasa setia, bangga memilki, dan memelihara bahasa
Indonesia tampaknya masih kurang. Hal ini disebabkan orang-orang cenderung
bersikap lebih percaya diri ketika menggunakan bahasa asing dibandingkan
dengan bahasa negri sendiri. Paradigma seperti ini seharusnya yang diubah karna
membiasakan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar akan menuai
hasil yang maksimal pula.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2

1.3 Tujuan Masalah............................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1 RAGAM BAHASA.......................................................................................3

2.1.1 Pengertian Ragam Bahasa...................................................................3

2.1.2 Jenis Ragam Bahasa.............................................................................3

2.1.3 Ragam Bahasa Lisan............................................................................4

2.1.4 Ragam Bahasa Tulis.............................................................................5

2.2 SIKAP BERBAHASA..................................................................................5

2.2.1 SIKAP TERHADAP BAHASA INDONESIA....................................6

2.1 BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR...............................9

2.3.1 Urgensi Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar dalam


bidang Pendidikan dan Pengajaran.............................................................9

BAB III

PENUTUP.............................................................................................................13

3.1 Kesimpulan............................................................................................13

3.2 Daftar Pustaka.......................................................................................13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

“Bahasa menunjukan bangsa”, demikian peribahasa yang sering kita dengar


atau baca, yang artinya bahasa menunjukkan jati diri seseorang. Bahasa
akan menampakkan watak, pola pikir, kebiasaan, atau bahkan kecerdasan
seseorang. Dari bahasa yang digunakan, kata-kata yang dipilih, dan tekanan
atau intonasi yang diucapkan, kita dapat mengetahui siapa sesungguhnya
yang berbicara, apakah dia orang baik, bagaimana akhlaknya, seberapa
tingkat kecerdasannya, dan sebagainya. Orang yang hatinya lembut dapat
dilihat dari tutur katanya yang juga lembut. Sebaliknya orang yang hatinya
kasar kata-katanya juga cenderung kasar. Demikianlah, bahasa mencerminkan
hati dan kepribadian seseorang. Identitas kebahasaan suatu bangsa sangat
menentukan kualitas bangsa itu.

Bahasa Indonesia bagi bangsa kita bukanlah sekedar alat komunikasi tanpa
jiwa. Bahasa Indonesia sesungguhnya adalah bahasa perjuangan yang
mampu melecutkan nasionalisme dan memberi semangat untuk pantang
menyerah dan terus berjuang meskipun dengan risiko nyawa. Semangat
Sumpah Pemuda yang diikrarkan oleh pada tanggal 28 Oktober 1928, adalah
salah satu penyemangat para pejuang bangsa ini untuk merebut tiap
jengkal bumi pertiwi. Sumpah Pemuda yang berisi ikrar untuk menjadi satu
dalam tanah air, bangsa, dan bahasa merupakan awal dari semangat untuk
mewujudkan kemerdekaaan Republik Indonesia. Ikrar itu telah meluruhkan
segala perbedaan: suku, agama, ras, dan golongan, serta menyatukan bangsa ini
dalam sumpah setia, Sumpah Pemuda.

Ikrar untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia,


sesungguhnya merupakan janji suci yang ironisnya saat ini telah banyak
dilupakan oleh bangsa ini, terutama generasi muda kita. Kesadaran berbahasa
generasi muda kita baru sebatas bahasa gaul dalam sms, chatting,
facebook dan twitter. Sementara nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
tecermin dalam bahasa Indonesia telah banyak dilupakan. Padahal bahasa
Indonesia dilahirkan dengan pengorbanan keringat, air mata, harta, darah,
bahkan nyawa.

Kemerdekaan pada hakikatnya bukan hanya terbebasnya kedaulatan tanah


air dan bangsa dari penjajahan melainkan juga mencakup bahasa.
Bagaimana mungkin suatu bangsa merasa benar-benar telah merdeka jika tidak
kuasa menggunakan bahasanya sendiri. Banyak bangsa di dunia ini yang tidak
memiliki bahasanya sendiri, karena itu kita wajib bersyukur karena memiliki
bahasa sendiri. Menggunakan dan mencintai Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar merupakan bentuk terima kasih kita atas jasa-jasa para pahlawan
dalam merajut benang- benang kemerdekaan.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari ragam bahasa beserta pembagiannya ?
b. Pengertian dari sikap berbahasa beserta pembagiannya ?
c. Bagaimana bahasa Indonesia yang baik dan benar itu ?

1.3. Tujuan Masalah


a. Mengetahi apa itu ragam bahasa dan apa saja yang terdapat dalam ragam
bahasa tersebut.
b. Mengetahui apa yang disebut dengn sikap bahasa dan perbedaan dari tiap
pembagiannya
c. Mengetahui bagaimana berbahasa indonesia yang baik dan benar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 RAGAM BAHASA
2.1.1 Pengertian Ragam Bahasa
Istilah ragam bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(2005:920) bermakna variasi bahasa menurut pemakaian, topik yang
dibicarakan, hubungan pembicara dan mitra bicara, dan medium
pembicaraannya. Berdasarkan makna istilah ragam bahasa ini, maka dalam
berkomunikasi seseorang perlu memperhatikan aspek: (1) situasi yang dihadapi,
(2) permasalahan yang hendak disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau
pembaca yang dituju, dan (4) medium atau sarana bahasa yang digunakan.
Dari keempat aspek dalam ragam bahasa tersebut, yang lebih diutamakan
adalah aspek situasi yang dihadapi dan aspek medium bahasa yang digunakan
dibandingkan kedua aspek yang lain.
2.1.2 Jenis Ragam Bahasa

Berdasarkan cara penyampaiaannya, ragam bahasa dapat dipilah menjadi


ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Berdasarkan situasi pemakaiannya,
ragam bahasa terdiri atas tiga jenis, yaitu ragam bahasa formal, ragam bahasa
semiformal, dan ragam bahasa nonformal. Berdasarkan isinya, ragam
bahasa dapat dirinci menjadi ragam bahasa ilmiah, semi ilmiah, dan nonilmiah.
Ragam bahasa formal juga disebut ragam bahasa resmi; sebaliknya ragam
bahasa nonformal dikenal juga sebagai ragam bahasa tidak resmi.

Setiap ragam bahasa dapat diidentifikasikan ke dalam situasi


pemakaiannya. Misalnya, ragam bahasa lisan diidentifikasikan sebagai ragam
bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Begitu juga ragam tulis juga
dapat didentifikasikan ke dalam ragam bahasa formal, semiformal, atau
nonformal.
Ciri-ciri ragam bahasa formal adalah sebagai berikut:

a) memiliki kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga


tidak kaku, dan dimungkinkan adanya perubahan kosa kata dan istilah yang
lebih tepat dan benar;
b) menggunakan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit;
c) menggunakan bentukan kata yang lengkap dan tidak disingkat;
d) menggunakan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten;
e) menggunakan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang
baku pada ragam bahasa lisan.
Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara
ragam formal, ragam semiformal, dan ragam nonformal dapat diamati dari
hal berikut: (1) Pokok masalah yang sedang dibahas, (2) hubungan antara
pembicara dan pendengar, (3) medium bahasa yang digunakan lisan atau
tulis, (4) area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan (5) situasi ketika
pembicaraan berlangsung. Dari kelima pembedaan ragam bahasa di atas,
perbedaan antara ragam bahasa formal dan ragam bahasa nonformal yang
paling mencolok adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti, misalnya:
saya dan gue/ogut; anda dan lu/situ/ente
2. Penggunaan imbuhan (afiksasi), yaitu awalan (prefix), akhiran
(sufiks), gabungan awalan dan akhiran (simulfiks), dan imbuhan
terpisah (konfiks), misalnya:
Awalan: mengapa – apaan, mengopi – ngopi
Akhiran: laporan – laporin; dimarahi – marahin
Simulfiks: menemukan – nemuin; menyerahkan - nyerahin
Konfiks: kesalahkan – nyalahin; pembetulan – betulin
3. Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam
ragam bahasa nonformal, seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu
ya.
4. Penghilangan fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa
nonformal yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,
Penghilangan subjek : Kepada hadirin harap berdiri.
Penghilangan predikat : Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : Penyiar melaporkan dari Medan.
Penghilangan pelengkap : Mereka berdiskusi dilantai II.
2.1.3 Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh
penuturnya kepada pendengar atau mitra bicaranya. Makna yang terkandung
dalam ragam bahasa lisan ditentukan oleh intonasi, seperti pada contoh kalimat:
(1) Bapak saya akan datang besaok pagi. Kalimat (1) bisa dimakna “bapak
yang akan datang besok pagi” jika intonasinya: (1a) Bapak/ saya akan datang
besok pagi. Sebaliknya, makna kalimat (1) bisa “bapak saya yang akan
datang besok pagi” jika intonasinya: (1b) Bapak saya/ akan datang besok pagi.
Kemungkinan ke-3 makna kalimat (1) adalah “bapak dan saya yang akan
datang besok pagi” jika intonasinya menjadi: (1c) Bapak/ saya/ akan datang
besok pagi.

2.1.4 Ragam Bahasa Tulis


Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang ditulis atau dicetak dengan
memperhatikan penempatan tanda baca dan ejaan secara benar. Ragam bahasa
tulis dapat bersifat formal, semiformal, dan nonformal. Dalam penulisan
makalah seminar dan skripsi, penulis harus menggunakan ragam bahasa formal;
sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan dalam perkuliahan, dan ragam
bahasa nonformal digunakan interaksi keseharian secara informal.

2.2 SIKAP BERBAHASA


Sikap dalam bahasa Indonesia (KBBI, 2016) diartikan sebagai perbuatan
dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan. Menurut
Rokeach (dalam Sumarsono, 2002) sikap bukan sesuatu yang bersifat
sesaat, melainkan sesuatu yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif
lama. Sikap adalah jaringan keyakinan (kognisi) dan nilai yang memberikan
kepada seseorang untuk berbuat atau bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara
tertentu yang disenanginya.
Selain itu, Lambert (dalam Chaer, 2010) menjelaskan bahwa sikap terdiri
atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen
konatif. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengenai alam
sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan
dalam proses berpikir. Sementara itu, komponen afektif menyangkut masalah
penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan.
Adapun komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai
“putusan akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan.
Selanjutnya, Anderson (dalam Chaer, 2010) membagi sikap atas dua
macam, yaitu (1) sikap kebahasaan dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap
politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap ini
dapat menyangkut keyakian atau kognisi mengenai bahasa. Sikap kebahasaan
merupakan hal yang penting dalam kaitanya dengan suatu bahasa karena sikap
bahasa dapat melangsungkan hidup suatu bahasa. Pada dasarnya bahasa tidaklah
bersifat statis, tetapi dinamis. Kedinamisan bahasa disebabkan oleh kedinamisan
masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat bersifat dinamis dalam arti selalu
mengalami perubahan. Perubahan itu tampak dari sikap dan hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan masyarakat itu sendiri. Bahasa sebagai
tingkah laku verbal merupakan salah satu aspek dari keseluruhan tingkah laku
manusia yang sedang berkomunikasi.
Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa tidak jauh dari keadaan dan
proses terbentuknya sikap pada umumnya. Senada dengan hal tersebut,
Kridalaksana (2001) menyatakan bahawa sikap bahasa merupakan posisi mental
atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Sebagaimana
halnya dengan sikap, maka sikap bahasa juga merupakan peristiwa kejiwaan,
sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa dapat diamati
melalui perilaku berbahasa atau perilaku tutur. Namun, dalam hal ini juga
berlaku ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur mencerminkan sikap
bahasa. Demikian pula sebaliknya, sikap bahasa tidak selamanya
tercermin dalam perilaku tutur.
Selanjutnya, sikap bahasa menunjukkan senang atau tidaknya seorang
penutur bahasa terhadap suatu bahasa. Sikap terhadap sesuatu biasanya akan ada
yang positif, jika dinilai baik atau disukai, dan akan negatif jika dinilai tidak baik
atau tidak disukai. Begitupu juga dengan sikap terhadap bahasa. Sejalan dengan
hal tersebut, Anderson (dalam Chaer, 2010) mengemukakan bahwa sikap
bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang,
sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberi
kecenderungan kepada seeorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang
disenanginya.

2.2.1 SIKAP TERHADAP BAHASA INDONESIA


Sikap terhadap bahasa Indonesia adalah anggapan atau pandangan
seseorang terhadap bahasa Indonesia, apakah senang atau tidak terhadap bahasa
tersebut, sehingga sikap bahasa tersebut berpengaruh terhadap pemilihan bahasa.
Sikap terhadap bahasa Indonesia juga dapat dikelompokkan ke dalam dua
bagian, yakni (1) sikap positif dan (2) sikap negatif.

Sikap positif bahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia sesuai


dengan kaidah bahasa dan sesuai dengan situasi kebahasaan. Sikap bahasa
Indonesia yang positif hanya akan tercermin apabila si pemakai mempunyai rasa
setia untuk selalu memelihara dan mempertahankan bahasanya sebagai sarana
untuk berkomunikasi. Sikap positif terdapat pada seseorang yang mempunyai
rasa bangga terhadap bahasanya sebagai penanda jati diri. Seseorang yang
mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia cenderung akan
menerima bahasanya dengan segala kelebihan dan kekurangan secara terbuka,
tanpa merasa kurang percaya diri jika dibandingkan dengan bahasa lain.
Sebaliknya, ia justru akan merasa bangga karena merasa memiliki bahasa sendiri.

Menurut Pateda (1987), seorang pemakai bahasa dikatakan bersikap positif


apabila derajat kecenderungannya bertindak dengan meningkat terhadap bahasa
bahasanya. Perilakunya mencerminkan rasa tanggung jawab, rasa memiliki,
sikap menghormati, dan berkemauan untuk membina dan mengembangkan
bahasanya tersebut. Rasa tanggung jawab seseorang atau sekelompok orang
terhadap suatu bahasa ditandai beberapa hal sebagai berikut:
a. Selalu berhati-hati menggunakan bahasa tersebut.
b. Tidak merasa senang melihat orang memakai bahasanya secara
serampangan.
c. Memperingatkan dan mengoreksi pemakai bahasa lain kalau ternyata
membuat kekeliruan.
d. Perhatiannya tertarik kalau orang menjelaskan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan bahasa.
e. Berusaha menambah pengetahuan tentang bahasa tersebut.
f. Bertanya kepada ahlinya kalau menghadapi persoalan bahasa.

Sementara itu, sikap negatif terhadap bahasa Indonesia akan menyebabkan


orang kurang peduli terhadap usaha pembinaan dan pelestariaan bahasa
Indonesia. Mereka menjadi tidak bangga memakai bahasa sendiri sebagai
penanda jati diri, bahkan merasa malu memakai bahasa Indonesia. Selain itu,
sikap negatif terhadap bahasa terbentuk apabila orang yang bersangkutan sudah
mengetahui atau sudah diberi tahu bahwa ia telah melakukan
kesalahan, tetapi enggan untuk memperbaikinya. Orang yang terampil
berbahasa dapat menunjukkan sikap positif jika ia belajar dari kesalahan,
memperhatikan saran, petunjuk, atau pendapat orang ahli, serta mengupayakan
perbaikan pemakaian bahasanya.

Beberapa bentuk sikap negatif yang masih terjadi di tengah-tengah


masyarakat Indonesia antara lain:
a. Bangga memperlihatkan kemahirannya berbahasa Inggris, meskipun
penguasaan bahasa Indonesianya masih kurang.
b. Merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai
bahasa asing dengan fasih, sekalipun penguasaan bahasa Indonesianya
kurang sempurna.
c. Merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing, tetapi tidak pernah
merasa malu apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
d. Menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya
karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

Adanya sikap negatif terhadap bahasa Indonesia dapat diubah menjadi


sikap bahasa Indonesia yang positif. Hal ini selaras yang dikemukakan
Halim (dalam Chaer, 2010) bahwa cara yang dapat ditempuh untuk mengubah
sikap negatif itu menjadi sikap bahasa yang positif adalah dengan pendidikan
bahasa yang dilaksanakan atas dasar pembinaan kaidah dan norma bahasa,
disamping norma- norma sosial dan budaya yang ada di dalam masyarakat
bahasa yang bersangkutan. Namun, keberhasilan tersebut bergantung pada
motivasi belajar yang banyak ditentukan oleh sikap terhadap bahasa yang sedang
dipelajarinya.

Sikap berbahasa Indonesia mahasiswa dirumuskan sesuai dengan rumusan


mengenai sikap bahasa menurut Garvin & Mathiot (dalam Chaer, 2010), yang
merupakan ciri-ciri sikap yang positif terhadap bahasa. Ciri-ciri sikap bahasa
tersebut dirumuskan sebagai berikut:

a. Kesetiaan bahasa (language loyalty) yang mendorong masyarakat suatu


bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya
pengaruh bahasa lain.
b. Kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong orang
mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat.
c. Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang
mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun
merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan
yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).

2.1 BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR


2.3.1 Urgensi Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar dalam
bidang Pendidikan dan Pengajaran

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai


dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan
akrab, seperti di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola
hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan.
Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar dan pidato kenegaraan hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan
norma bahasa.
Kita tidak bisa membayangkan jika sosok-sosok yang duduk di
pemerintahan tidak mampu berbahasa Indonesia. Relakah kita jika
kedudukan bahasa Indonesia tergeser oleh bahasa asing seperti yang terjadi di
Negara tetangga. Haruskah kita menunggu sampai UNESCO memasukkan
bahasa Indonesia ke dalam daftar bahasa yang diancam kepunahan?
Pantaskah kita tersinggung jika suatu hari negara tetangga kita mengakui bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional mereka jika kita sendiri tidak memeliharanya.
Upaya-upaya yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan Bahasa Indonesia
agar tidak Tergeser oleh Bahasa Gaul.
Dari pertanyaan-pertanyaan di atas, agar bahasa Indonesia tidak tergeser
oleh bahasa gaul, maka kita sebagai warga Indonesia yang baik hendaknya
melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan sebelum Bahasa
Indonesia benar-benar punah. Langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Pertama, langkah-langkah pencegahan adalah menjadikan lembaga
pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa. Bahasa baku sebagai simbol
masyarakat akademis dapat dijadikan sarana pembinaan bahasa yang
dilakukan oleh para pendidik. Para pakar kebahasaan, misalnya Keraf,
Badudu, Kridalaksana, Sugono, Sabariyanto, Finoza, serta Arifin dan Amran
memberikan batasan bahwa bahasa Indonesia baku merupakan ragam bahasa
yang digunakan dalam dunia pendidikan berupa buku pelajaran, buku-buku
ilmiah, dalam pertemuan resmi, administrasi negara, perundang-undangan, dan
wacana teknis yang harus digunakan sesuai dengan kaidah bahasa yang meliputi
kaidah fonologis, morfologis, sintaktis, kewacanaan, dan semantis.
Kedua, perlunya pemahaman terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan
norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab,
seperti di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola
hendaklah digunakan Bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan.
Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah
digunakan Bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan
norma bahasa.
Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah
penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan
penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan
kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya
jika kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap
tidak benar atau tidak baku.
Ketiga, diperlukan adanya Undang-Undang kebahasaan. Dengan adanya
undang-undang penggunaan bahasa diarapkan masyarakat Indonesia mampu
menaati kaidahnya agar tidak mencintai bahasa gaul di negeri sendiri. Sebagai
contoh nyata, banyak orang asing yang belajar bahasa Indonesia merasa bingung
saat mereka berbicara langsung dengan orang Indonesia asli, karena Bahasa
yang mereka pakai adalah formal, sedangkan kebanyakan orang Indonesia
berbicara dengan bahasa informal dan gaul.
Keempat, peran variasi bahasa dan penggunaannya. Variasi bahasa terjadi
akibat adanya keberagaman penutur dalam wilayah yang sangat luas.
Penggunaan variasi bahasa harus disesuaikan dengan tempatnya (diglosia), yaitu
antara bahasa resmi atau bahasa tidak resmi. Variasi bahasa tinggi (resmi)
digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, bahasa pengantar
pendidikan, khotbah, suat menyurat resmi, dan buku pelajaran. Variasi bahasa
tinggi harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah- sekolah. Sedangkan
ariasi bahasa rendah digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti di
rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya
sendiri. Variasi bahasa ini dipelajari secara langsung dalam masyarakat umum,
dan tidak pernah dalam pendidikan formal.
Kelima, menjunjung tinggi bahasa Indonesia di negeri sendiri. Sebenarnya
apabila kita mendalami bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai bahasa nasional
dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama dan
utama di negara Republik Indonesia. Bahasa daerah yang berada dalam wilayah
republik bertugas sebagai penunjang bahasa nasional, sumber bahan
pengembangan bahasa nasional, dan bahasa pengantar pembantu pada tingkat
permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran
bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa daerah ini secara
sosial politik merupakan bahasa kedua.

Bahasa yang baik dan benar memiliki empat fungsi, yaitu:

1. Fungsi pemersatu yang mengikat kebinekaan rumpun dan bahasa


dengan mengatasi batas-batas kedaerahan.
2. Fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam
pergaulan dengan bangsa lain.

3. Fungsi pembawa kewibawaan karena kaitannya dengan orang yang


berpendidikan dan yang terpelajar.
4. Fungsi sebagai kerangkaacuan tentang tepat tidaknya dan betul
tidaknya pemakaian bahasa.

Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu bertalian dengan
tiga macam sikap batin penutur bahasa, yaitu:

1. Fungsinya sebagai pemersatu dan sebagai penanda


kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan orang terhadap bahasa
itu.
2. Fungsinya sebagai pembawa kewibawaan berkaitan dengan sikap
kebanggaan orang karena ia mampu beragam bahasa itu.
3. Fungsinya sebagai kerangkaacuan berhubungan dengan kesadaran
orang akan adanya aturan yang baku yang layak dipatuhi agar ia jangan
terkena sangsi sosial.

Perencanaan bahasa bersasaran untuk dapat diaktualisasikannya


pemakaian bahasa secara baik dan benar. Bahasa yang benar bermakna: korek,
bersistem, sesuai dengan kaidah dan aturan kebahasaan. Sedangkan bahasa
yang baik bermakna etis, logis, rasional dan situasional dalam makna dan
penggunaan (situational and contextual). Bahasa yang baik maupun benar
peringkat struktur, leksikal maupun ujarannya mengacu pada pemakaian bahasa
yang serasi dengan sasarannya dan sekaligus mengikuti kaidah dan aturan
kebahasaan secara tepat dan akurat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ragam bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2005:920)
bermakna variasi bahasa menurut pemakaian, topik yang dibicarakan, hubungan
pembicara dan mitra bicara, dan medium pembicaraannya. Berdasarkan cara
penyampaiaannya, ragam bahasa dapat dipilah menjadi ragam bahasa lisan dan
ragam bahasa tulis. Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas
tiga jenis, yaitu ragam bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan ragam
bahasa nonformal. Berdasarkan isinya, ragam bahasa dapat dirinci menjadi
ragam bahasa ilmiah, semi ilmiah, dan nonilmiah. Ragam bahasa formal juga
disebut ragam bahasa resmi; sebaliknya ragam bahasa nonformal dikenal juga
sebagai ragam bahasa tidak resmi.

Sikap terhadap bahasa Indonesia adalah anggapan atau pandangan


seseorang terhadap bahasa Indonesia, apakah senang atau tidak terhadap bahasa
tersebut, sehingga sikap bahasa tersebut berpengaruh terhadap pemilihan bahasa.

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan
norma kemasyarakatan yang berlaku.

3.2 Daftar Pustaka


Buku bahasa Indonesia untuk pendidikan tenaga kesehatan oleh: M. Yamilah dan
Slamet Samsoerizal
Buku bahasa Indonesia untuk perguruan tinggi oleh: Albert hadi ningrat,M.Pd.
https://repository.unja.ac.id/633/1/BUKU%20MODUL%20BAHASA
%20INDONESIA%20UNTUK%20PERGURUAN%20TINGGI.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/f97d14f8c87bdc6f54cb8f26
6f667f33.pdf
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tarbiyah/article/download/167/211

Anda mungkin juga menyukai