Anda di halaman 1dari 6

Biaya Satuan dan Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Layanan

Pasien Acute Coronary Syndrome dengan Rawat Inap


di Rumah Sakit X Tahun 2015
Unit Cost and Cost Recovery Rate of In-Patients with Acute Coronary Syndrome
in Hospital X, 2015

Anna Aurelia¹, Eka Pujiyanti2


1
Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit , Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
2
Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Korespondensi: Anna Aurelia,


e-mail: drg.annaaurelia@gmail.com

Abstrak
Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit kelas C di Jakarta Selatan yang mengalami lonjakan pasien sejak diber-
lakukannya rujukan berjenjang oleh BPJS. Pasien Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan pasien dengan kegawatdaru-
ratan medis yang membutuhkan penanganan intensif di ICU. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis biaya pelayanan pasien
ACS dengan rawat inap di RS X pada tahun 2015 menggunakan metode Activity Based Costing. Hasil penelitian menyatakan
bahwa biaya satuan untuk menyelenggarakan pelayanan pasien ACS dengan rawat inap di RS X pada tahun 2015 adalah Rp
6.083.444,-. Diperoleh hasil analisis Cost Recovery Rate untuk pasien umum adalah 227.98 % dan pasien BPJS adalah 71.38
%. Disarankan agar Rumah Sakit X mengembangkan clinical pathway untuk penyakit ACS sebagai panduan tindakan dan hari
rawat pasien, dan merekrut dokter tetap untuk pengendalian biaya operasional.
Kata kunci: Rumah Sakit, Cost Recovery Rate, Activity Based Costing

Abstract
X Hospital is a Class C Hospital in South Jakarta, which experiencing a substantial increased number of patients since the BPJS has
implemented the referral system. Acute Coronary Syndrome (ACS) patient is a patient with a medical emergency require intensive
treatment in the ICU. The purpose of this study was to analyze the cost for hospitalized ACS patients at X Hospital in 2015 using
activity based costing. The study revealed that the unit cost of hospitalized ACS patients at X Hospital in 2015 was Rp 6.083.444,-.
The Cost Recovery Rate for patients with fee-for-service was 227.98% and for BPJS patient was 71.38%. This study suggested the
hospital to develop clinical pathway for ACS guidance, as well as recruiting full time doctors.
Keywords : Hospital; Cost Recovery Rate; Activity Based Costing

Pendahuluan pelayanan, perhitungan biaya satuan akan sangat


Rumah sakit sebagai penyelenggara layanan keseha- membantu. Penentuan unit cost dalam analisis biaya
tan dituntut untuk menyediakan pelayanan kesehatan diperlukan untuk mengetahui besarnya biaya yang
yang bermutu dan adil bagi masyarakat. Peningkatan benar-benar dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
demand dari masyarakat untuk pelayanan kesehatan produk baik berupa barang ataupun jasa ataupun
yang bermutu menjadi tantangan bagi rumah sakit untuk menilai efisiensi dalam anggaran (Supriyanto,
untuk memberikan pelayanan prima dengan harga 2000, dalam Wita, 2012).
yang bersaing. Dalam penentuan tarif layanan, pent- Analisis biaya melalui perhitungan biaya per unit
ing untuk menghitung secara akurat berapa biaya dapat digunakan rumah sakit sebagai dasar pen-
satuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan layanan gukuran kinerja, penyusunan anggaran dan subsidi
tersebut. Tingkat pemulihan biaya layanan pun dapat serta sebagai dasar acuan dalam mngusulkan tarif
dihitung untuk mengetahui apakah layanan tersebut pelayanan rumah sakit. Selain itu juga dapat menge-
merugikan atau menguntungkan bagi rumah sakit. tahui pusat biaya yang ada di rumah sakit, sehingga
Masalah biaya pelayanan merupakan hal yang sangat pimpinan rumah sakit akan lebih mudah mengiden-
penting sehingga mendorong seluruh elemen yang tifikasi pusat biaya mana yang mengalami defisit
berkepentingan, untuk menghitung secara riil berapa sehingga dengan mudah dapat dilakukan tindakan
biaya pelayanan yang dibutuhkan. pencegahan atau intervensi yang diperlukan. Dalam
Dalam menyusun besarnya anggaran suatu jasa hal ini manajemen keuangan rumah sakit yang baik

Biaya Layanan Rawat Inap Acute Coronary Syndrome 132 Aurelia & Pujiyanti
mempunyai peranan yang sangat penting terutama rumah sakit kelas C, tarifpaket INA CBGs untuk
dalam hal perencanaan anggaran. menangani kasus ACS dirasa kurang menguntung-
Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi kan karena tidak ada penambahan untuk ICU. Selain
meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan ber- itu belum pernah dilakukan analisis biaya untuk pe-
peran besar pada mortalitas serta morbiditas. Pen- nentuan tarif di Rumah Sakit X. Dengan meningkat-
yakit jantung diperkirakan menjadi penyebab utama nya pasien dengan diagnosa ACS maka perlu dilaku-
kematian diseluruh dunia, hal tersebut disebabkan kan perhitungan biaya untuk penanganan penyakit
karena peningkatan prevalensi penyakit jantung se- tersebut yang dapat dipergunakan sebagai dasar per-
cara cepat di negara maju dan berkembang. Menurut timbangan dalam menetapkan tarif di rumah sakit.
data survey penyakit kardiovaskuler khususnya pen- Berdasarkan wawancara terdahulu dengan staf,
yakit jantung koroner di Indonesia prevalensi dan di Rumah Sakit X belum pernah dilakukan peng-
insidensi dari penyakit ini masih menempati urutan hitungan biaya satuan dan pemulihan biaya layanan
pertama angka kematian nasional. Berdasarkan diag- rawat inap untuk penanganan pasien dengan pen-
nosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di yakit jantung koroner akut. Tarif yang dibebankan
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkira- kepada pasien dibuat berdasarkan perhitungan biaya
kan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan operasional yang terjadi, seperti biaya jasa medis, ba-
diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkira- han habis pakai, obat-obatan, kelas perawatan, tetapi
kan sekitar 2.650.340 orang. (Info Datin Situasi belum menghitung seluruh komponen biaya yang
Kesehatan Jantung 2014) terlibat, contohnya belum memperhitungkan biaya
Bolger, seorang dokter jantung dari San Francis- yang tidak langsung ikut seperti biaya alat medis,
co General Hospital mengatakan bahwa kondisi acute alat non-medis, gedung untuk perawatan, dan lain-
coronary syndrome (ACS) benar-benar merupakan lain. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung
kegawatdaruratan medis dan merupakan penyakit biaya satuan dan cost recovery rate layanan rawat inap
yang masih menjadi masalah baik di negara maju untuk menangani pasien dengan penyakit ACS di
maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Rumah Sakit X.
Menurut WHO, 7.254.000 kematian di seluruh dun-
ia (12,8% dari semua kematian) disebabkan oleh Metode Penelitian
ACS pada tahun 2008 (Hausenloy, 2013). Di In- Penelitian ini merupakan studi kasus dengan meng-
donesia ACS masih dianggap sebagai penyumbang gunakan data primer dan sekunder. Data primer di-
angka kematian tertinggi dengan angka prevalensi peroleh melalui wawancara dan data sekunder dari
7,2% pada tahun 2007. Survei yang dilakukan Ke- rekam medis, billing, dan laporan keuangan rumah
menterian Kesehatan RI menyatakan prevalensi ACS sakit. Pengumpulan data dilakukan secara retros-
di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. pektif. Biaya satuan dihitung dengan menggunakan
Karena risiko yang besar, pasien dengan serangan metode activity based costing (ABC).
jantung harus segera ditangani di rumah sakit dan Populasi dalampenelitian ini adalah seluruh pa-
dilakukan pengamatan penuh sampai pemeriksaan sien penyakit jantung koroner akut di Instalasi Ga-
EKG dinyatakan baik an pasien tidak lagi mengeluh wat Darurat, Laboratorium, Radiologi, ICU, Instalasi
sakit dada. Penanganan penyakit ini membutuhkan Rawat Inap dan Bagian Keuangan RS X pada bulan
perawatan di ICU serta pemberian obat – obatan Januari-Desember 2015. Untuk menentukan sampel,
trombolitik. peneliti menentukan kriteria inklusi. Berdasarkan
Dengan diterapkannya rujukan berjenjang BPJS kriteria tersebut sampel pada penelitian ini berjum-
pada awal tahun 2015, Rumah Sakit X mengalami lah 14 pasien yang diambil rekam medisnya. Selain
lonjakan pasien rawat jalan dan rawat inap hingga itu juga dilakukan wawancara mendalam kepada
dua kali lipat dibandingkan tahun 2014. Meningkat- kepala instalasi dan dokter spesialis penyakit jantung
nya jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap di RS yang bersangkutan.
ini, tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan,
padahal biaya yang dikeluarkan juga meningkat. Hasil Penelitian
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan Jumlah Kunjungan Pasien
penyakit terbanyak pada pasien dengan perawatan Selama tahun 2015 tercatat bahwa total kunjungan
intensif di Rumah Sakit X pada tahun 2015. Sebagai pasien di Rumah Sakit X untuk rawat inap adalah

Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia 133 Volume 1, Nomor 3


sebanyak 2.949 kunjungan sedangkan pasien rawat Alur Pasien ACS Dengan Rawat Inap
jalan adalah sebanyak 45.775 kunjungan. Jumlah to-
tal kunjungan pasien yang dirawat di ICU Rumah
Pasien Datang

Sakit X adalah 111 kunjungan. Jumlah kunjungan Pendaftaran

rawat inap ACS di Rumah Sakit X selama tahun 2015


adalah 65 kunjungan, yang masuk melalui IGD se-
BPJS (Tidak)/
Umum IGD Lab

banyak 40 kunjungan, dan dirawat di ICU sebanyak


23 kunjungan. Jumlah pasien ACS yang diperhitung-
Kasir
Radiologi

kan adalah 23 karena hanya pasien tersebut yang


BPJS (Ya)

melewati ICU. Tidak terdapat data jumlah kunjun- ICU

gan pasien ACS ke Laboratorium dan Radiologi, na-


mun diasumsikan bahwa jumlah kunjungan ke Lab
Kamar
Perawatan

sebanyak 46 kunjungan karena rata-rata setiap pa-


sien ACS dengan rawat inap melakukan 2 kali kun-
Kasir
(menyerahkan
jungan ke Lab. Untuk kunjungan pasien ACS dengan berkas BPS)

rawat inap ke Radiologi diasumsikan sebanyak 23


orang karena setiap pasien ACS melakukan 1 kali
Pasien Pulang

kunjungan ke Radiologi. Gambar 1. Alur Pasien ACS Umum dan BPJS dengan
Rawat Inap Melalui IGD

Tabel 1 Rincian Aktivitas Penanganan Pasien ACS Dengan Rawat Inap

Pusat Aktivitas Jenis Aktivitas Detail Aktivitas

1. Pendaftaran pasien rawat inap


Pendaftaran Pendaftaran pasien melalui IGD
2. Penentuan ruang rawat
1. Pengecekan tanda vital: suhu, nadi,
tekanan darah
2. Pemasangan oksigen
IGD Penanganan darurat
3. Pemeriksaan EKG
4. Pemasangan infus dan pemberian
obat-obatan
Pengambilan darah untuk keperluan
Laboratorium Pemeriksaan darah
pemeriksaan

Radiologi Pemeriksaan ronsen Pengambilan foto ronsen Thorax AP

Kasir Pembayaran uang muka Pembayaran uang muka

1. Pemasangan oksigen
2. Pemasangan gelang pasien
3. Pemasangan EKG monitor
ICU Pemantauan pasien 4. Pemasangan kateter urin
5. Pemberian obat-obatan
6. Pengecekan tanda vital
7. Pengecekan EKG
1. Pengecekan tanda vital
Kamar Perawatan Pemantauan pasien 2. Pengecekan EKG
3. Pemberian obat-obatan

Kasir Pelunasan pembayaran Pelunasan pembayaran rawat inap

Biaya Layanan Rawat Inap Acute Coronary Syndrome 134 Aurelia & Pujiyanti
Identifikasi Aktivitas harganya tidak murah.
Penelitian ini menggunakan metode Activity Based Pada 14 sampel rekam medik pasien, terlihat ada
Costing (ABC) sehingga diperlukan identifikasi ak- perbedaan biaya obat dan BHP pada pasien umum
tivitas yang dilakukan untuk pasien ACS rawat inap. dan BPJS. Hal ini dimungkinkan karena harga obat
Biaya yang akibat aktivitas ini yang akan digunakan bermerek dan generik yang digunakan berbeda, juga
untuk menentukan biaya satuannya. Identifikasi ak- pemeriksaan laboratorium pada pasien BPJS lebih
tivitas ini didapatkan melalui wawancara mendalam sedikit daripada pasien umum. Selain itu terdapat
dengan informan dan analisa data sekunder beru- perbedaan lama hari rawat dan variasi pada diagnosa
pa rekam medik 14 sampel pasien ACS RS X ta- penyerta yang juga berpengaruh pada variasi obat,
hun 2015. Aktivitas penanganan pasien ACS dengan BHP, dan jasa medis juga jasa pegawai.
rawat inap di RS X dapat dilihat pada tabel 1. Setelah obat dan BHP, gaji pegawai dan jasa me-
dis mendapatkan porsi yang cukup besar, yaitu se-
Pembahasan besar Rp 1.443.031,- atau 23,72 % karena selama
Biaya Investasi perawatan pasien masuk melalui IGD, kemudian
Biaya investasi untuk pelayanan pasien ACS dengan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
rawat inap sebesar Rp 948.462,- atau sebesar 15,59 untuk membantu menegakkan diagnosis kemudian
% dari biaya keseluruhan. Investasi gedung sebesar dirawat di ICU selama rata-rata 2 hari dilanjutkan
Rp 20.996,- karena gedung ini sudah digunakan dengan perawatan di kamar biasa selama rata-rata 3
selama 22 tahun. Masa pakai gedung yang digu- hari. Di setiap unit tersebut terdapat tindakan yang
nakan sebagai panduan dalam penelitian ini adalah menimbulkan biaya pegawai dan jasa medis dokter.
20 tahun, maka idealnya untuk investasi gedung di- Terjadi perbedaan biaya jasa medis dokter pada pa-
gunakan biaya replacement karena usia gedung su- sien umum dan BPJS karena jasa medis yang diter-
dah melewati masa pakai nya. Namun karena keter- ima dokter berbeda. Jasa medis yang cukup besar
batasan waktu dan sumber daya dalam penelitian ini ini juga dipengaruhi oleh faktor dokter tamu di RS
maka tetap digunakan perhitungan AIC. Selain itu X. Seluruh dokter di RS X merupakan dokter tamu.
dengan biaya replacement maka biaya investasi ge- Untuk jangka panjang RS X harus melakukan per-
dung akan cenderung menjadi lebih tinggi. Investasi ekrutan dokter tetap, selain untuk melakukan kon-
alat medis mendapatkan porsi yang cukup besar yai- trol pada pengeluara RS untuk jasa medis pasien juga
tu Rp 807.860,- karena RS X memiliki beberapa alat sebagai syarat perpanjangan izin rumah sakit.
medis baru. Hal ini terjadi karena terjadi peningka- Berdasarkan wawancara dengan manajer penun-
tan pasien di RS X sejak diberlakukannya rujukan jang medis RS X, RS X melakukan efisiensi dalam
berjenjang BPJS sehingga RS X menginvestasikan menangani pasien ACS dengan rawat inap dengan
alat medis baru untuk mengakomodasi peningkatan BPJS. Efisiensi tersebut berupa pengurangan jasa
jumlah kunjungan pasien tersebut. Alat non medis medis bagi dokter dan juga pengurangan pemerik-
mendapatkan porsi sebesar Rp 119.606,-. Jumlah ini saan laboratorium menjadi yang sangat esensial dan
dimungkinkan karena alat non-medis yang dipakai penggantian obat-obatan bermerek menjadi obat
tidak semahal alat medis dan beberapa alat non-me- generik. Efisiensi dilakukan untuk mengatasi klaim
dis juga sudah melampaui masa pakai nya sehingga BPJS yang jumlahnya dirasa tidak adekuat untuk
sudah tidak diperhitungkan lagi. penanganan penyakit ACS mengingat pasien ACS
berada dalam keadaan darurat dan harus dirawat
Biaya Operasional dengan pengawasan penuh di ICU juga mendapat-
Pada biaya operasional pelayanan pasien ACS den- kan obat-obatan antikoagulan dan trombolitik yang
gan rawat inap, biaya obat dan BHP mendapatkan tidak murah harganya. Klaim dari BPJS tidak bisa
porsi paling besar, yaitu Rp 2.022.304,- atau 33,24 di top-up meskipun pasien dirawat di ICU karena
%. Komponen obat dan BHP ini terdiri dari obat- pasien tidak menggunakan ventilator.
obatan dan bahan medis habis pakai yang digunakan, Variasi yang besar juga dapat disebabkan tidak
BHP pemeriksaan laboratorium, BHP pemeriksaan adanya clinical pathway untuk penyakit ACS di RS
radiologi, EKG, dan oksigen. Obat-obatan merupa- X. Sudah terdapat SPM namun hal tersebut kurang
kan komponen terbesar. Hal ini terjadi karena pasien mendapat perhatian dari dokter karena kurang diso-
ACS membutuhkan obat-obatan antikoagulan yang sialisasikan.

Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia 135 Volume 1, Nomor 3


Biaya Pemeliharaan gani pasien ACS dengan rawat inap. Namun bila di-
Biaya pemeliharaan adalah biaya yang fungsinya un- hitung CRR total dari kedua pasien maka didapatkan
tuk mempertahankan atau memperpanjang kapasi- CRR sebesar 139,47%, berarti rumah sakit masih
tas barang investasi. Setelah dilakukan perhitungan, mendapatkan keuntungan dari penanganan pasien
didapatkan biaya pemeliharaan gedung sebesar Rp ACS dengan rawat inap. Terjadi subsidi silang dari
18.788,- dan biaya pemeliharaan alat sebesar Rp pasien umum untuk menutupi kerugian rumah sakit
11.037,-. Porsinya kecil dibandingkan komponen pada pasien BPJS.
biaya lainnya. Hal ini terjadi karena beberapa alat
memiliki kerjasama dengan vendor sehingga pemeli- Kesimpulan dan Saran
haraannya ditanggung oleh vendor. Kesimpulan
Hasil penelitian analisis biaya pelayanan pasien ACS
Biaya Tidak Langsung dengan rawat inap di RS X tahun 2015 menunjuk-
Biaya tidak langsung pada pelayanan pasien ACS kan bahwa komponen biaya investasi ACS dengan
dengan rawat inap terdiri dari biaya investasi gedung, rawat inap setelah dilakukan perhitungan AIC ada-
operasional, dan pemeliharaan unit penunjang. Dari lah sebesar Rp 948.462,-. Biaya investasi alat medis
hasil perhitungan didapatkan bahwa biaya investasi adalah yang tertinggi dengan jumlah Rp 807.860,-
gedung untuk penunjang memiliki porsi kecil yaitu dan biaya investasi gedung yang terendah sebesar Rp
Rp 25.633,- sedangkan biaya operasional dan peme- 20.996,-. Komponen biaya operasional ACS dengan
liharaan porsinya cukup besar Rp 942.083,-. Biaya rawat inap berjumlah Rp 4.137.438,-. Porsi terbe-
dari unit penunjang yang harus ditanggung oleh pa- sar dari komponen ini adalah biaya obat dan BHP
sien ACS dengan rawat inap cukup besar. Komponen yaitu sebesar Rp 2.022.304,-. Dilanjutkan dengan
biaya yang paling besar ada di biaya unit penunjang gaji pegawai dan jasa medis sebesar Rp 1.443.031,-.
yang dibebankan kepada ICU. Komponen terkecil adalah biaya makan pegawai se-
besar Rp 2.257,-. Terjadi perbedaan biaya jasa medis,
Biaya Satuan dan Total Biaya juga penggunaan obat-obatan dan pemeriksaan lab-
Pada peneltian ini didapat unit cost sebesar Rp oratorium pada pasien umum dan BPJS. Komponen
6.083.444,. Berarti biaya tersebut yang digunakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 29.823,- dengan pro-
untuk menyelenggarakan pelayanan pada satu pasien porsi Rp 18.788,- untuk pemeliharaan gedung dan
ACS dengan rawat inap. Rp 11.037,- untuk pemeliharaan alat. Alokasi biaya
Perhitungan total biaya pelayanan pasien ACS tidak langsung dari unit penunjang ke unit produksi
dengan rawat inap dilakukan dengan mengalikan sebesar Rp 967.716,-. Merupakan biaya yang cuk-
unit cost dengan total output, yaitu 23 pasien. Total up besar untuk dibebankan ke pasien ACS. Unit cost
biaya penanganan pasien ACS dengan rawat inap se- pelayanan pasien ACS dengan rawat inap di Rumah
lama tahun 2015 adalah Rp 139.919.222,-. Sakit X tahun 2015 adalah sebesar Rp 6.083.444,-.
Komponen biaya operasional adalah yang terbesar
Cost Recovery Rate dalam menyelenggarakan pelayanan pasien ACS den-
Cost Recovery Rate (CRR) merupakan nilai dalam gan rawat inap. Cost recovery rate bagi pasien umum
persen yang menunjukkan besarnya kemampuan RS sebesar 227.98% dan sebesar 71.38% untuk pasien
menutup biaya dengan penerimaannya dari retribu- BPJS. CRR pasien BPJS di bawah 100% berarti peng-
si pasien (revenue). Berdasarkan hasil perhitungan, hasilan dari pasien BPJS tidak mampu menutupi bi-
CRR bagi pasien umum sebesar 227,98 % sedangkan aya yang dikeluarkan rumah sakit untuk melakukan
CRR bagi pasien BPJS sebesar 71,38 %. CRR pasien penanganan pasien ACS dengan rawat inap.
umum di atas 100% berarti rumah sakit berada da-
lam kondisi baik karena pendapatannya dapat me- Saran
nutupi biaya yang dikeluarkan untuk pasien umum, Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi ru-
bahkan cenderung sangat besar karena CRR men- mah sakit untuk melakukan analisis biaya dan meng-
capai lebih dari 200%. Untuk pasien BPJS CRR nya hitung biaya satuan tindakan atau perawatan pasien.
hanya sebesar 71,38% berarti jumlah klaim yang Analisis biaya diharapkan dapat menjadi acuan bagi
diberikan oleh BPJS belum mampu untuk menutupi rumah sakit untuk menentukan tarif. Rumah sakit
biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk menan- diharapkan mampu memperbaiki sistem pencatatan

Biaya Layanan Rawat Inap Acute Coronary Syndrome 136 Aurelia & Pujiyanti
inventaris alat medis dan non medis juga pemeli- iat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. http://
haraan alat dan bangunan lebih lengkap dan detail. www.depkes.go.id/article/view/201410080002/
Rumah sakit telah memiliki SOP bagi perawatan lingkungan-sehat-jantung-sehat.html[diunduh 10
pasien ACS namun belum dibuat panduan klinis/ Juli 2016]
clinical pathway. Dengan analisis biaya berbasis akti- Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2014
vitas ini dapat membantu rumah sakit untuk mem- Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam
buat clinical pathway pasien ACS. Rumah sakit dapat Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
menyusun strategi untuk mengontrol biaya oper- Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indo-
asional yang besar, yaitu biaya jasa medis dengan nesia. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner
merekrut dokter tetap. Akut. Jurnal Kardiologi Indonesia. Jakarta: Centra
Bagi peneliti selanjutnya, dapat melakukan pene- Communications.
litian yang lebih lengkap mencakup seluruh aktivitas Persi dan SCG. 2010. Bimbingan Teknis: Penghitun-
pasien di pendaftaran dan kasir sehingga benar-be- gan Unit Cost di Rumah Sakit sebagai dasar Peny-
nar dapat diketahui biaya satuan yang diperlukan usunan Tarif, Anggaran/Subsidi (PSO), Efisiensi dan
untuk melakukan suatu pelayanan. Perencanaan Strategis di Rumah Sakit. http://www.
pdpersi.co.id/kegiatan/imrs_sansekerta/work-
Daftar Pustaka shop10122011.pdf [diunduh 9 April 2016]
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
M., Setiati, S., eds., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit RI. 2104. Info Datin Situasi Kesehatan Jantung. Ja-
Dalam Jilid III Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan karta: Kementerian Kesehatan RI.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ke- Rahmanto, Agus. 2010. Analisis Uji Beda Biaya Satu-
dokteran Universitas Indonesia. an Ibu Nyaris Meninggal dengan Tarif DRG Depkes
American Heart Association. 2015. Acute Coro- dan Pengembangan Perangkat Lunak Biaya Satuan
nary Syndrome. Heart Insight. http://www.heart. di RSIA Budi Kemuliaan Tahun 2009. Depok: Uni-
org/HEARTORG/Conditions/HeartAttack/ versitas Indonesia.
AboutHeartAttacks/Acute-Coronary-Syndrome_ Supriyono. 2000. Akuntansi Biaya, Buku 1, Edisi
UCM_428752_Article.jsp#.VxErCke73v0 [diun- dua. Yogyakarta: BPFE.
duh 15 April 2016] Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Ru-
Bank Indonesia. 2016. Laporan Inflasi (Indeks Harga mah Sakit
Konsumen). http://www.bi.go.id/id/moneter/infla- Wita, Virna. 2010. Perhitungan Biaya Satuan Tinda-
si/data/Default.aspx[diunduh 3 Juni 2016] kan Bedah Appendiktomi Akut Di Kamar Operasi
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Lingkungan Sehat, Rumah Sakit X Tahun 2010. Depok: Universitas
Jantung Sehat. Pusat Komunikasi Publik Sekretar- Indonesia.

Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia 137 Volume 1, Nomor 3

Anda mungkin juga menyukai