Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PENELITIAN

PERILAKU KONSUMTIF PEREMPUAN PENGGUNA “ORIFLAME”

(Studi Kasus Di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang)

OLEH :

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Persoalan kemanusiaan di era modern semakin kompleks. Dengan kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi, yang sebenarnya bertujuan untuk memberi solusi atas masalah
hidup manusia, justru banyak memberi peluang bagi munculnya persoalan-persoalan
kemanusiaan. Demikian halnya perkembangan ekonomi turut memperkokoh deretan
masalah kemanusiaan itu. Pola pikir konsumerise akhirnya mempengaruhi segi kehidupan
masyarakat dari iklan-iklan yang selalu menawarkan berbagai produk baik melalui media
elektronik maupun media cetak.
Para pelaku ekonomi mengabsolutkan keuntungan di atas segala-galanya sehingga
menghalalkan segala cara dalam perolehannya. Essensi manusia sebagai “homo sapiens”
tereliminasi dan berubah menjadi “homo videns”. Homo videns sebagai salah satu versi
manusia modern hanya mampu menonton, tak mampu menyimak. Kekritisan manusia
makin dipertumpul akibat pengaruh media komunikasi dan teknologi, yang cenderung
menyajikan berbagai produk-produk, yang sangat mudah untuk didapatkan. Akibatnya,
manusia terjerumus dalam gaya hidup serba instan, sehingga manusia hanya sampai pada
actus melihat dan lansung menjatuhkan pilihannya pada fenomena yang dialaminya
(Mochtar Pobattingi, dalam harian Kompas edisi 31 Oktober 2018).
Teknologi dan media komunikasi dipakai sebagai senjata ampuh untuk
mempengaruhi manusia dalam lingkup serba instan, dengan harapan mendapat keuntungan.
Menurut Padila, 2013:14 (dalam Nurnanengsi, 2016) media sangat berpengaruh besar dalam
membentuk wacana tentang sesuatu yang ideal kepada publik. Setiap media periklanan
memiliki karakteristik dan keunggulan yang unik. Saat ini konsumen dibanjiri oleh berbagai
macam produk yang hadir, hal ini dibuktikan dengan banyaknya penawaran-penawaran
untuk tampil cantik seperti dengan penawaran produk kecantikan oriflame secara manual
melalui katalog-katalog, dan melalui media jejaring social. Dalam pola hidup konsumsi,
terdapat kecenderungan bahwa orang membeli barang bukan karena nilai manfaatnya,
melainkan karena gaya hidup (life style), demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk
oleh iklan dan mode televisi (Haryanto, 2016: 163).
Menurut Monks, Knoers & Haditono, 1989 (dalam Sulistyari, 2012) membanjirnya
produk kosmetika mempengaruhi sikap seseorang terhadap pembelian dan pemakaian
barang. Pembelian suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan (need), melainkan
karena keinginan. Konsumen kaum perempuan mempunyai keinginan membeli yang tinggi.
Mereka ingin selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain sehingga kaum
perempuan kebanyakkan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut. Perempuan
pada dasarnya identik dengan kosmetik. Kosmetik merupakan barang yang dibutuhkan di
kalangan perempuan yang menyukai penampilan cantik dan percaya diri.
Munculnya berbagai produk-produk kosmetik atau kecantikan dengan berbagai segi
gaya hidup, membawa perubahan pada masyarakat terutama kaum perempuan. Produk yang
hadir lewat media massa, katalog, dan mitos yang telah disajikan membuat perempuan
mengkonsumsi berbagai produk kecantikan yang ada. Perempuan harus tampil cantik
dengan kosmetik tertentu agar mendapat perhatian dari suami (Sulaeman, 2010:94).
Sehingga produk kecantikan yang sedang trend menjadi pilihan konsumsi kaum perempuan.
Kecantikan perempuan di masyarakat modern selalu identik dengan kulit putih,
rambut lurus, dan tubuh langsing (Martono, 2014:217). Citra oriflame yang terkenal dan
memiliki kualitas yang meyakinkan, mengundang banyak kaum perempuan meminati
produk tersebut. Melihat banyaknya para pengguna produk tersebut, para mahasiswi yang
sudah menjadi anggota (member), mengambil kesempatan untuk mempromosikan produk
tersebut pada sahabat dan kenalan mereka di lingkungan kampus. Ketika masuk dalam dunia
kampus gengsi kaum perempuan lebih mengedepan, berbelanja menjadi sebuah gaya hidup,
sehingga kaum perempuan tergoda untuk membeli produk kosmetik apapun.
Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang
rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi
mahasiswa sendiri, mode, penampilan, dan kecantikan merupakan hal penting yang
mendapatkan perhatian khusus. Adanya pergeseran makna dalam pengkonsumsian suatu
barang yang mana bukan lagi sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia namun sebagai
alat pemuas keinginan yang di dalamnya terdapat berbagai simbol mengenai peningkatan
status, prestise, kelas, gaya, citra-citra yang ingin ditampilkan melalui pengkonsumsian
suatu barang merupakan adanya indikasi perilaku konsumtif. Menurut Ningrum,
2011(dalam Hidayah, 2015).
Perilaku konsumtif adalah perilaku seorang individu yang menghabiskan barang atau
memakai jasa dengan tujuan untuk memuaskan keinginannya saja, namun sebenarnya tidak
terlalu bermanfaat atau berpengaruh besar bagi kehidupannya. Seperti yang terjadi pada
kalangan mahasiswa sekarang ini, banyak mahasiswa yang merasa tertarik untuk membeli
dan mengkonsumsi produk kosmetik yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan, sehingga
menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk
konsumsi saat ini telah mengalami pergesaran fungsi. Dulu berbelanja hanya dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup,
sehingga belanja tidak hanya untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan, namun
belanja dapat pula menunjukkan status sosial seseorang, karena belanja berarti memiliki
materi. Menurut Rujtee, 2009 (dalam Anugrahati, 2014) perilaku konsumtif ini dapat terus
mengakar di dalam gaya hidup mahasiswa. Mahasiswa akan lebih percaya diri terhadap
penampilannya ketika mahasiswa sudah dapat tampil layak sesuai dengan standar
penampilan yang telah dibuatnya.

Oriflame adalah perusahaan kosmetik perawatan tubuh dan wajah pria atau wanita
yang berkualitas tinggi melalui jaringan penjualan mandiri dengan sistem penjualan
langsung. Oriflame didirikan di Swedia oleh kakak beradik Robert dan Jonas Af Jochnick
beserta rekannya Bengt Hellsten pada tahun 1967. Saat ini oriflame sudah beroperasi lebih
dari 63 negara di dunia dan penjualan tahunan melebihi 1,5 miliar euro. Oriflame
mengembangkan produk yang berkualitas dengan jumlah karyawan oriflame sekitar 8.000
karyawan, serta memiliki sekitar 1.000 jenis produk yang diproduksi sendiri di 5 pabrik
oriflame yang terkenal di Swedia, Polandia, India, Cina dan Rusia. Oriflame masuk di
Indonesia sejak tahun 1986 dan telah berjaya di Indonesia selama 33 tahun dengan
memasarkan jaringan lengkap perawatan kulit, wewangian, dan kosmetik di bawah PT.
Orindo Alam Ayu dan memiliki 23 cabang. Nama oriflame sudah tidak asing lagi di telinga
orang Indonesia, khususnya para wanita. Merek produk kesehatan dan kecantikan asal
Swedia ini tidak hanya menjual produk-produk yang bermutu tapi juga membuka peluang
bisnis untuk orang Indonesia. Oriflame mengembangkan formulasi dan produk kosmetiknya
dari bahan-bahan-bahan dasar alami yang dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan yang
canggih, pabrik utamanya berada di Republik Irlandia. (http://googleweblight.com/i?
u=http://indonesiakosmetikoriflame.blogspot.com/2012/03/sejarah-oriflame.html?m
%3D1&hl=id-ID.Tanggal 12 februari 2019).

Berdasarkan pengamatan awal peneliti yang juga seorang mahasiswi jurusan


sosiologi, melihat bahwa ada peristiwa tawar-menawar atau mempromosikan produk
oriflame. Aksi tawar menawar ini, tidak hanya menawarkan produknya saja tetapi juga
menawarkan untuk bergabung dalam bisnis oriflame. Padahal harga produk oriflame
terbilang mahal, tetapi para mahasiswi tetap mengkonsumsi produk tersebut, bahkan
menjadi anggota (member). Fenomena ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang
pada akhirnya menentukan pilihan konsumsi. Produk oriflame adalah sebuah produk yang
dapat menarik minat pembeli atau konsumen terutama perempuan di era moderniasai.
Mahasiswa sebagai masyarakat ilmiah juga mengkonsumsi produk kosmetik oriflame untuk
ingin cantik, juga sekaligus bisa mendatangkan keuntungan ekonomi dengan menjadi
member sekaligus pengguna. Tetapi yang menjadi masalah adalah dengan kiriman uang
untuk biaya hidup, banyak yang terjebak untuk mempercantik diri dengan uang kiriman
orang tua dan tidak membeli kebutuhan akademik seperti buku, tetapi membeli produk
oriflamme, karena kita tahu bahwa mahasiswa adalah kaum intelektual yang dimana belum
bisa mengasilkan uang sendiri. Produk yang mereka beli tersebut berasal dari uang orang
tua, artinya ketika mereka bergabung menjadi member, uang pendaftaran awal tersebut
berasal dari uang orang tua, dan setelah bergabung, selanjutnya produk dibeli dari
keuntungan langsung.
Data sementara dari peneliti, di jurusan sosiologi yang menjadi pengguna produk
oriflame sebanyak 8 orang. Produk yang sering mahasiswa gunakan yaitu parfum, shampoo,
lipstick, dan bedak. Dengan melihat permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Perilaku Konsumtif Perempuan Pengguna
“Oriflame” (Studi Kasus di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Oriflame adalah suatu produk kosmetik luar negeri, dimana dengan perkembangan
teknologi akhirnya masuklah produk ini sampai ke Indonesia. Tujuan dari produk ini adalah
untuk menyajikan berbagai jenis kosmetik kepada kaum perempuan agar tampil cantik.
Dengan adanya produk ini akhirnya dapat mempempengaruhi pola pikir dan perilaku
seseorang dengan mengkonsumsi dan membeli produk kecantikan. Hal ini terlihat dari
penampilan kaum perempuan khususnya mahasiswa saat berada di lingkungan kampus dan
ditunjukkan di media sosial melalui postingan. Tetapi yang menjadi masalah adalah dengan
kiriman uang untuk biaya hidup, banyak mahasiswa yang terjebak untuk mempercantik diri
dengan uang kiriman orang tua dan tidak membeli kebutuhan akademik seperti buku, tetapi
membeli produk oriflame, sehingga kaum perempuan khususnya mahasiswi rela
mengorbankan segala macam kemampuan dan keterbatasannya, demi terpenuhinya
keinginan dalam menggunakan produk oriflame. Fenomena ini dapat mempengaruhi perilaku
seseorang yang pada akhirnya menentukan pilihan konsumsi.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka untuk lebih memfokuskan penelitian
ini, perlu merumuskan masalah penelitian. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu apakah produk oriflame mempengaruhi pembentukkan perilaku konsumtif perempuan
di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang?

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan


penelitian sebagai berikut: Apakah produk oriflame mempengaruhi pembentukkan perilaku
konsumtif perempuan di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan deskripsi permasalahan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apakah
produk oriflame mempengaruhi pembentukkan perilaku konsumtif perempuan di Jurusan
Sosiologi FISIP Undana Kupang?
1.5 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.5.1 Manfaat Teoritis


 Sebagai bahan referensi terutama disiplin ilmu sosiologi.
 Menambah kepustakaan dan juga dijadikan sebagai tambahan referensi
penelitian sejenis.

1.5.2 Manfaat Praktis


 Sebagai salah satu media untuk melatih penulis dalam menelaah persoalan
sosial.
 Sebagai sumber informasi dan bahan masukan yang bermanfaat bagi
mahasiswa secara umum terutama kaum perempuan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENJELASAN KONSEP


2.1.1 Perempuan
Perempuan secara etimologis berasal dari kata “empu” yang berarti “tuan”, yaitu
orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Menurut Zaitunah
Subhan (2004:19) kata perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Zaitunah
juga menjelaskan bahwa ada pergeseran istilah dari perempuan ke wanita. Kata wanita
dianggap berasal dari bahasa Sansekerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu,
sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek seks.
Wanita pada dasarnya adalah objek yang menarik perhatian, sehingga banyak
sekali iklan yang menggunakan perempuan untuk menarik perhatian konsumen terhadap
produk-produk kecantikan. Banyak sekali iklan yang menggunakan perempuan untuk
menarik perhatian konsumen. Tabloid dan majalah perempuan menciptakan image
mengenai perempuan dan berusaha untuk mensosialisasikan image itu. Penciptaan
perempuan yang cantik, muda, berkarir, pandai memasak, dan pandai mengurus rumah
dan suami membuat perempuan sosok bidadari serba bisa.
Imaginasi tentang sosok perempuan tersebut seperti candu yang membuta
pembacanya tergantung dan menunggu nasihat-nasihat tiap terbitannya. Perempuan yang
mulai keriput, tidak cantik, tidak langsing, tidak bisa memasak dan lain-lain dibunuh
karakternya dengan majalah dan tabloid. (Sulaeman, 2010:93). Figur perempuan juga
sangat tidak berarti jika tidak bisa memenuhi tuntutan orang lain. Perempuan harus
tampil cantik dengan kosmetik tertetntu agar mendapat perhatian. (Sulaeman, 2010:94).
Perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang memiliki
perilaku konsumtif, dalam hal ini dilihat dari penggunaan produk oriflame yang berada di
Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang.

2.1.2 Produk Oriflame


Oriflame adalah perusahaan kecantikan internasional yang menawarkan produk
kosmetik dan perawatan kulit alami berkualitas tinggi melalui jaringan penjualan
mandiri dengan system penjualan langsung. Oriflame didirikan di Swedia oleh kakak
beradik Robert dan Jonas Af Jochnick beserta rekannya Bengt Hellsten pada tahun
1967. Saat ini oriflame sudah beroperasi lebih dari 63 negara di dunia dan penjualan
tahunan melebihi 1,5 miliar euro. Oriflame mengembangkan produk yang berkualitas
dengan jumlah karyawan oriflame sekitar 8.000 karyawan, serta memiliki sekitar
1.000 jenis produk yang diproduksi sendiri di 5 pabrik oriflame yang terkenal di
Swedia, Polandia, India, Cina dan Rusia.
Oriflame masuk di Indonesia sejak tahun 1986 dan telah berjaya di Indonesia
selama 33 tahun dengan memasarkan jaringan lengkap perawatan kulit, wewangian,
dan kosmetik di bawah PT. Orindo Alam Ayu dan memiliki 23 cabang. Nama
oriflame sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia, khususnya para wanita.
Merek produk kecantikan asal Swedia ini tidak hanya menjual produk-produk yang
bermutu tapi juga membuka peluang bisnis untuk orang Indonesia. Oriflame
mengembangkan produk kosmetiknya dari bahan-bahan dasar alami yang
dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan yang canggih, pabrik utamanya berada di
Republik Irlandia.
Oriflame adalah salah satu dari perusahaan direct selling dengan Multilevel
Marketing, produk produk oriflame dijual langsung kepada para konsumen oleh
distributor Independen bukan oleh karyawan oriflame. Tujuan oriflame menggunakan
system direct selling adalah untuk memperbesar jumlah penjualan dengan
mengutamakan kualitas produk dan pelayanan, sehingga konsumen merasa puas.
Keanggotaan dalam bisnis oriflame dikenal dengan istilah Independent Consultant, hal
ini bermakna bahwa setiap orang yang tergabung di dalam bisnis oriflame berhak
untuk memilih dan menentukan keinginannya dalam menjalankan bisnis sesuai dengan
minat dan tujuan dari konsultan tersebut. Dimana oriflame membagi tipe konsultannya
dalam 3 kriteria yakni, Usser (pengguna bagi kebutuhan pribadi), Seller (Penjual), dan
Leader (Pembisnis).
Produk oriflamme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah produk yang
sedang trend pada masyarakat saat ini, yang dapat menyajikan berbagai jenis kosmetik
kepada kaum perempuan agar tampil cantik.

2.1.3 Perilaku Konsumtif

Istilah konsumtif biasanya digunakan pada masalah yang berkaitan perilaku


konsumen dalam kehidupan manusia. Perilaku konsumtif adalah tindakan individu
sebagai konsumen untuk membeli, menggunakan, atau mengkonsumsi barang atau jasa
secara berlebihan, tidak rasional, menimbulkan pemborosan, dan hanya mengutamakan
keinginan atau kesenangan tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau manfaat dari
barang atau jasa tersebut. Munculnya perkembangan mode yang semakin pesat
membuat seseorang tertarik untuk membeli produk-produk baru.
(http://www.google.co.id/search?
safe=strict&q=pengertian+perilaku+konsumtif&oqpengertian+perilaku+k&aqs=mobile
-gws-lite.2.015).

Dewasa ini salah satu gaya hidup konsumen yang cenderung terjadi di dalam
masyarakat adalah gaya hidup yang menganggap materi sebagai sesuatu yang dapat
mendatangkan kepuasan tersendiri, gaya hidup seperti ini dapat menimbulkan adanya
gejala konsumtifisme.
Menurut Tambunan, 2007 (dalam Anugrahati, 2014) Perilaku konsumtif terjadi
karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk
memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya dan sebagian besar pembelian
yang dilakukan didorong keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata. Memang
belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini. Namun konsumtif
biasanya digunakan untuk menujuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai
uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi
kebutuhan pokok.
Perilaku konsumtif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan yang
dilakukan oleh kaum perempuan di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang dalam
menggunakan produk oriflame untuk menunjang penampilannya.

2.1.4 Iklan

Iklan adalah instrument atau sarana untuk mempromosikan dan memasarkan


barang dalam masyarakat industrial. Iklan bekerja dengan cara merefleksikan budaya
tertentu ke konsumen, dimana citra produk dikaitkan dengan cerita budaya. Dalam
cerita budaya, konteks citra perempuan dalam iklan dimanipulasi dengan
menampilkan tubuh perempuan, melalui tanda dari symbol-simbol tertentu yang
secara stereotip melekat pada diri perempuan, misalnya feminism, cantik, anggun,
lembut, dan sebagainya (Suyanto, 2013:225). Penciptaan image sebuah produk
menjadi hal penting dalam iklan modern untuk menggaet konsumen. Perempuan
seringkali menjadi materi utama untuk membangun dan menciptakan image produk.
Image perempuan yang cantik, seksi, natural, dan segala aspek womanhood-nya
dipinjam untuk menghidupkan image produk (Sulaiman, 2010:93). Secara sederhana
iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan
kepada masyarakat lewat suatu media.
Menurut Sudiana, 1986 : 1 (dalam Muthia, 2016) iklan adalah salah satu
bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang
ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan baik, iklan
berusaha untuk memberikan informasi, membujuk dan meyakinkan. Pada dasarnya
iklan merupakan proses penyampaian pesan, dimana pesan tersebut berisi informasi
tentang suatu produk, baik barang ataupun jasa. Iklan disampaikan secara persuasi dan
bertujuan untuk memengaruhi khalayak, maka biasanya iklan disampaikan melalui
media massa, baik cetak maupun elektronik agar dapat diterima oleh khalayak luas
secara serempak.
Di era masyarakat post-modern, iklan memang bukan sekedar media untuk
mempromosikan sebuah produk, tetapi iklan boleh dikatakan telah menjadi sebuah
system ide yang mampu mempengaruhi dan dan mengkonstruksi cita rasa atau selera
masyarakat (Kasiyan, 2008:226).
Iklan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah gaya bahasa secara
manual atau secara langsung yang digunakan lewat berbagai katalong untuk menarik
minat pembeli atau konsumen sehingga membeli produk yang disajikan.

2.1.5 Modernisasi

Istilah modern sering kali dilawankan dengan istilah tradisional. Arti kata
modernisasi dengan kata dasar “modern” berasal dari bahasa latin “modernus” yang
dibentuk dari kata modo dan ernus. Modo berarti cara dan ernus menunjuk pada
adanya periode waktu masa kini. Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau
proses menuju masyarakat yang modern. Marx (dalam Martono, 2014:187)
Perkembangan modernisasi justru semakin memperlebar jurang ketidaksetaraan
antarmanusia itu sendiri, kemudian, modernisasi justru dianggap berpotensi
menjauhkan manusia dari manusia yang lain, mereka terpisahkan oleh teknologi.

Modernisasi membawa perubahan dalam aspek nilai dan sikap seseorang,


khususnya dalam bidang ekonomi yang dimana kebutuhan akan barang dan jasa
semakin kompleks. Istilah modernisasi sering dikaitkan dengan istilah industrialisasi
dan mekanisasi yang dicirikan dengan perkembangan teknologi ( Martono, 2014:172).
Modernisasi mempunyai arti yang sangat luas. Di dalam proses modernisasi tercakup
suatu transformasi total dari kehidupan bersama, mencakup proses memperoleh citra
atau image baru, seperti citra mengenai arah perubahan atau mengenai kemungkinan
perkembangannya (Soekanto, 2015:301). Masyarakat modern mengalami pergeseran
dalam distribusi gengsi sosial. Gengsi sosial tidak hanya diwujudkan dalam berbagai
simbol fisik, misalnya cara berpakaian, atau melalui berbagai atribut yang melekat
pada seseorang, namun penunjukkan status individu dapat dilihat dalam simbol-simbol
nonfisik, misalnya pemelihan tempat makan, tempat belanja, tempat rekreasi, merk
baju yang dikenakan, bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi serta penguasaan
teknologi, dapat menunjukkan status seseorang. (Martono, 2014:181). Banyak orang
lebih suka membeli merek, daripada manfaat barang yang dibelinya, karena merek
sekaligus membawa status bagi orang yang memakianya. Orang lebih suka nongkrong
di cafe atau restoran terkenal daripada di warung lesehan. (Martono, 2014:96).

Modernisasi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah dengan pengaruh


teknologi, akhirnya masyarakat terkontaminasi oleh bergagai iklan, baik melalui media
elektronik, maupun secara manual melalui berbagai catalog, sehingga kaum
perempuan yang berada di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang yang mengalami
perubahan dari gaya hidup yang tradisonal menjadi modern sesuai zaman dengan
mengkonsumsi produk kecantikan oriflame.

2.1.6 Globalisasi
Globalisasi adalah penyebaran praktik, relasi, kesadaran, dan organisasi ke
berbagai penjuru dunia, yang telah melahirkan transformasi dalam berbagai aspek
kehidupan manusia (Suyanto, 2013:169). Globalisasi membawa isu yang dapat
mengubah dunia secara keseluruhan dengan mengikuti budaya barat. Seluruh dunia
akan menjadi jiplakan gaya hidup, pola konsumsi, nilai dan norma serta gagasan dan
keyakinan masyarakat barat (Martono, 2014:201). Menurut asal katanya, kata
“globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad
Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau
perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.
(http://googleweblight.com/i?u=http://www.kuliah.info/2015/05/apa-itu globalisasi-
ini-pengertian.html?m%3D1&hl=id-ID).
Globalisasi membawa isu yang mampu mengubah dunia secara keseluruhan,
homogenisasi budaya (lebih tepatnya adalah homogenisasi budaya menjadi budaya
barat) dan kapitalisme. Seluruh dunia akan menjadi jiplakan gaya hidup, pola
konsumsi, nilai dan norma serta gagasan dan keyakinan Barat (Martono, 2014:201).
Fenomena globalisasi ditandai dengan ekspansi pasar dan eskalasi perilaku konsumtif
di berbagai bidang kehidupan. Fenomena konsumtif ini menunjukkan berbagai varian
penindasan kemanusiaan dalam bungkus masyarakat industri yang mengejar
pertumbuhan meskipun dengan muncul kesadaran semu masyarakat sehingga
penindasan itu memuaskan (Ritzer, 2006). Menurut Ritzer inilah globalisasi
kehampaan, kita sedang ditindas oleh produk-produk globaliasi kehampaan, namun
kita justru bangga mengkonsumsinya dan bahkan saling bersaing dalam
mengkonsumsi. Khususnya bidang konsumsi dicirikan dengan meningkatkan
kehampaan (Ritzer, 2006:3). Dengan demikian semakin banyak orang-orang
mendefinisikan kehampaan sebagai keberadaan.
Globalisasi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, akhirnya menjerumuskan masyarakat pada gaya hidup
kekinian, dimana kaum perempuan di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang
memiliki perilaku konsumtif dari perubahan gaya hidup yang tradisonal menjadi
modern sesuai zaman, dengan mengkonsumsi produk kosmetik oriflame.

2.2 PENELITIAN YANG RELEVAN

Kajian pustaka dipaparkan dengan tujuan sebagai bahan perbandingan untuk


mendapatkan gambaran hubungan tema yang akan diteliti dengan penelitian sejenis
yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak ada pengulangan
ataupun duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut. Dari referensi yang penulis
telusuri ada beberapa peneliti yang meneliti tentang:

2.2.1 Penelitian pertama oleh Anugrahati Rifa Dwi Styaning (2014) dengan judul
Gaya Hidup Shopaholic Sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif Pada Kalangan
Mahasiswa (Studi Kasus Mahasiswi Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Jurusan
Manajemen Universitas Negeri Yogyakarta).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gaya hidup


shopaholic mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, faktor penyebab dan
dampak yang ditimbulkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
dijabarkan secara deskriptif dengan sumber data yang terdiri dari mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta yang bergaya hidup shopaholic. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Teknik pemilihan subyek yang digunakan adalah purposive
sampling serta teknik snowball.
Penelitian ini menunjukan bahwa shopaholic diartikan sebagai sebuah
kecenderungan untuk berbelanja secara komplusif dengan frekuensi yang cukup
tinggi. Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta menghabiskan banyak waktu
untuk belanja sebagai penghilang rasa jenuh, sebagai kepuasan tersendiri dan
lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama dalam
banyak hal. Belanja menjadi sebuah gaya hidup konsumtif yang sulit diubah.
Faktor-faktor yang menyebabkan gaya hidup shopaholic mahasiswa Universitas
Yogyakarta antara lain:
1. Gaya hidup mewah
2. Iklan
3. Banyaknya pusat-pusat perbelanjaan
4. Pengaruh lingkungan pergaulan
5. Mengikuti trend
Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang gaya
hidup konsumtif mahasiswa yang modern sesuai zaman dan mengikuti trend yang
dipengaruhi oleh modernisasi. Dimana mahasiswa menghabiskan banyak waktu
dan uang untuk belanja. Perbedaannya yaitu peneliti terdahulu lebih
memfokuskan pada gaya hidup shopaholic sebagai bentuk perilaku konsumtif
pada mahasiswa. Sedangkan peneliti lebih memfokuskan perilaku konsumtif pada
mahasiswa yang menggunakan produk kosmetik oriflame.

2.2.2 Penelitian kedua oleh Maria Elisabeth Lazar (2017) dengan judul Perilaku
Konsumtif Mahasiswa Sosiologi Dan Ilmu Komunikasi FISIP Undana (Studi
Kasus di Jurusan Sosiologi dan Ilmu Komunikasi FISIP Undana)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan perilaku


konsumtif mahasiswa, faktor penyebab perilaku konsumtif pada mahasiswa serta
dampak dari perilaku konsumtif mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif yaitu dengan pengamatan dan wawancara mendalam serta
menggunakan teknik cluster sampling.
Penelitian ini menjelaskan bahwa perilaku konsumtif mahasiswa
merupakan upaya untuk memiliki penampilan menarik. Kampus bukan saja
menjadi tempat menimba ilmu tetapi juga ajang pamer. Pergi ke kampus bukan
hanya tentang mata kuliah apa yang diikuti hari ini tapi juga tas, sepatu, baju apa
yang dikenakan hari ini. Perilaku konsumtif mahasiswa ini lama kelamaan mulai
menjadi kebiasaan yang menjadikan gaya hidup. Hal ini membawa mahasiswa ke
dalam tindakan yang mementingkan penampilan luar mereka, harga diri mereka.
Fenomena menghabiskan uang demi pencitraan diri lewat gaya hidup ini membuat
mahasiswa memaksakan dirinya untuk masuk dalam gaya hidup yang ingin
dimilikinya meskipun ada mahasiswa yang memiliki keadaan ekonomi kurang
baik yang dapat menekan orang tuanya untuk dapat memenuhi keinginannya.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang gaya
hidup konsumtif mahasiswa. Dimana mahasiswa menghabiskan banyak waktu dan
uang untuk belanja. Peneliti terdahulu lebih memfokuskan pada factor penyebab
dan dampak dari perilaku konsumtif mahasiswa. Sedangkan peneliti lebih
memfokuskan perilaku konsumtif pada mahasiswa yang menggunakan produk
kosmetik oriflame.
2.2 LANDASAN TEORI
Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat
yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi
mahasiswa sendiri, mode, penampilan, dan kecantikan merupakan hal penting yang
mendapatkan perhatian khusus (Lih. Latar Belakang hlm. 3). Oleh karena itu dalam
peneltian ini, peneliti menggunakan Teori Kritis (dalam Dilema Usaha Manusia Rasional
dari Sindhunata).
Teori kritis adalah sebuah aliran pemikiran yang menekankan kritik dari
masyarakat dan budaya dengan menerapkan pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Sebagai istilah, teori kritis memiliki dua makna dengan asal usul dan sejarah
yang berbeda: pertama berasal dari sosiologi dan yang kedua berasal darai kritik sastra
dimana digunakan dan diterapkan sebagai istilah umum yang dapat menggambarkan teori
yang didasarkan atas kritik, dengan demikian, teori Max Horkheimer menggambarkan
teori kritis adalah sejauh berusaha “untuk membebaskan manusia dari keadaan yang
memperbudak mereka (Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Kritis).
Berdasarkan penjelasan singkat di atas dapat dikatakan pula bahwa Teori kritis
merupakan teori yang mengatakan bahwa rasio, logika, dan perwujudannya dalam
kenyataan hidup mengacu kepada kebenaran. Misalnya di Indonesia lebih suka dinilai
pintar daripada dinilai benar. Pintar milik beberapa orang, sedangkan benar milik semua
orang, karena pintar lebih berdimensi pikiran dan kecerdasan, sedangkan benar bertitik
berat pada dimensi nurani. Manusia tidak hanya mampu berpikir, melainkan sekaligus
sadar tentang pemikirannya.
Hubungan teori dengan penelitian ini yakni untuk mengetahui sebuah kenyataan
dari produk oriflame yang kemudian dapat mempengaruhi pembentukkan perilaku
konsumtif perempuan di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang. Berdasarkan hal inilah
maka sebuah kenyataan yang menunjukan pengaruh terhadap pola kehidupan dan
pergaulan yang mana perilaku konsumtif cenderung mendapatkan keuntungan sendiri
demi kepuasan pribadi namun pada dasarnya tidak memberikan manfaat yang besar bagi
dirinya. Oleh sebab itu maka tindakan pola pikir yang kritis perlu ada dalam pergaulan
sehari-hari untuk menghindari pengaruh perilaku konsumtif yang kerap kali terjadi.
2.3 KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir pada dasarnya mengembangkan jalan pemikiran dalam landasan
dari pelaksanaan penelitian tentang Perilaku Konsumtif Perempuan Pengguna
“Oriflame” (Studi Kasus di Jurusan Sosiologi FISIP Undana Kupang). Untuk
memperjelas kerangka berpikir dari penelitian ini, maka dapat dilihat bagan kerangka
berpikir di bawah ini.

PRODUK ORIFLAME

MAHASISWA PENGGUNA PRODUK YANG TEORI KRITIS


ORIFLAME DIGUNAKAN

PERILAKU
KONSUMTIF
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

Produk oriflamme adalah sebuah produk yang sedang trend pada masyarakat saat ini,
yang dapat menyajikan berbagai jenis kosmetik kepada kaum perempuan agar tampil cantik.
Dengan adanya produk ini akhirnya dapat mempempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang
khususnya mahasiswa dengan mengkonsumsi dan membeli produk tersebut. Kalangan
mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap
pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi mahasiswa sendiri, mode,
penampilan, dan kecantikan merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus.
Perilaku konsumtif adalah tindakan individu sebagai konsumen untuk membeli, menggunakan,
atau mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Dalam proposal ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian


kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai
kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
diteliti, selanjutnya menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dari individu
tersebut secara holistic (Moleong, 2007:4).
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus merupakan tipe
pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada sutu kasus dilakukan dengan
intensif, mendalam, mendetail, dan komperhensif. Studi kasus bisa dilakukan terhadap
individu, juga bisa dilakukan terhadap kelompok (Faisal, 2010:22).
Pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan
adalah bersifat kualitatif dengan memberikan fokus pada penelitian ini adalah mahasiswa
yang bergabung menjadi anggota (member) dan pengguna produk oriflame di Jurusan
Sosiologi FISIP Undana Kupang.
3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian adalah lokasi geografis dimana peneliti melakukan penelitian.


Penelitian ini dilakukan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Social dan Ilmu Politik
Universitas Nusa Cendana Kupang. Alasan mendasar sehingga peneliti memilih lokasi
penelitian di tempat ini adalah sebagai berikut:
3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah kaum perempuan yang berada di Jurusan
Sosiologi. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu teknik yang bertujuan untuk menjaring sebanyak mungkin
informasi dari berbagai macam sumber (Moleong, 2007 : 204), dengan kriteria sebagai
berikut:
a) Mahasiswa khususnya kaum perempuan yang bergabung dalam bisnis oriflame ini.
b) Mahasiswa khususnya kaum perempuan yang menjadi anggota (member) dan pengguna
produk kosmetik oriflame.
Menurut Sugiyono, purposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel
penelitian dengan berbagai pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh
nantinya bisa direpresentasi (Sugiyono: 2005).

3.4 Sumber Data

Menurut Loflan (1984: 47) dalam Moleong (2014: 157) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah “kata-kata atau tindakan” selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumentasi dan lain-lain berkaitan dengan hal ini maka secara eksplisit data dibagi
kedalam dua jenis yaitu:
a. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data.
b. Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap obyek dan situasi di lokasi penelitian
agar memperoleh gambaran nyata tentang masalah produk oriflame mempengaruhi
pembentukkan perilaku konsumtif perempuan di Jurusan Sosiologi FISIP Undana
Kupang yang diteliti guna mendapatkan data dan informasi yang akurat lewat wawancara
mendalam yang akan dilakukan, artinya peneliti melakukan observasi melalui wawancara
terlebih dahulu agar memperoleh data yang akurat.
2. Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi,
yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpulan data (pewawancara)
dengan sumber data (responden) (Prasadja, 1991:73). Wawancara dilakukan langsung
dengan kaum perempuan dengan tujuan mendapatkan informasi secara lengkap.
3. Dokumentasi, yaitu dilakukan agar hasil wawancara dapat direkam dengan baik oleh
peneliti sebagai bukti memperkuat data hasil penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga tema dapat dirumuskan seperti
disarankan oleh data (Ahmadi, 2016:217). Kegiatan analisis data dilakukan melalui
beberapa tahapan, antara lain:
1. Reduksi Data
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan dan tranformasi dari data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat
ringkasan, mengkode, menelusur tema, menulis memo dan sebagainya dengan maksud
menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.
2. Display Data.
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.
3. Verifikasi
Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa
kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku

Adi, Rianto dan Heru Prasadja. 2017. Langkah-Langkah Penelitian Social. Jakarta :Arcan.

Ahmadi, Rulam. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: AR-RUZZ


Media.
Burhan, Bungin. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Faisal, Sanapiah. 2010. Format- Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Gafindo Persada.

Hidayah Witri Rizika. 2015. Perilaku Konsumtif Dalam Membeli Produk Fashion

Pada Mahasiswa Putri Di Surakarta.

Haryanto, Sindung. 2016. Sosiologi Ekonomi. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Inkeles, Alex. 1985. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan. Jakarta: Gadjah Mada


University Press.

Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan. Yogyakarta:


Ombak.

Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rivers, L. William. 2008. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta : Kencana.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Edisi Terbaru (Dari Teori
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Postmodern).Yogyakarta : Kreasi Wacana.

Sulaeman, Munandar dan Homzah. 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan. Bandung : Refika
Aditama.

Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat
Post-Modernisme). Jakarta : Kencana Prenadamedia Group.

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. 2015. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Revisi.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Karya ilmiah

Anugrahati Styaning Dwi Rifa. 2014. Gaya Hidup Shopahlic Sebagai Bentuk Perilaku
Konsumtif Pada Kalangan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.
Lazar Elisabeth Maria. 2017. Perilaku Konsumtif Mahasiswa Sosiologi dan Ilmu

Komunikasi FISIP Undana. Kupang.

Muthia Riva. 2016. Analisis Makna Cantik Dalam Iklan ( Analisis Semiotika Pada Iklan
Clean And Clear Foaming Facial Wash Versi “ See The Real Me “ Di Televisi ).
Bandarlampung.

Nurnanengsi. 2016. Representasi Konsep Cantik Dalam Iklan Televisi ( Analisis Semiotika
Dalam “ Iklan Pelembab Wajah Fair And Lovely Versi Gita Virga“). Makasar.

Internet

Zaitunah, Subhan, (2004:19) Perempuan dan wanita, Serba Sejarah Artikel


https:///serbasejarah.blogspot.com. Diakses di kupang tanggal 14 oktober 2018.
http://googleweblight.com/i?u=http://indonesiakosmetikoriflame.blogspot.
com/2012/03/sejarah-oriflame.html?m%3D1&hl=id-ID. Diakses di kupang tanggal 12
februari 2019.
http://googleweblight.com/i?u=http://www.kuliah.info/2015/05/apa-itu-globalisasi

ini-pengertian.html?m%3D1&hl=id-ID). Diakses di kupang tanggal 22 januari 2019.

http://www.google.co.id/search?
safe=strict&q=pengertian+perilaku+konsumtif&oqpengertian+perilaku+k&aqs=mobile-gws-
lite.2.01

Anda mungkin juga menyukai