Anda di halaman 1dari 17

Direktorat Jendral Farmasi dan Alat Kesehatan

adalah unsur pelaksana di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang mendukung sasaran


strategis kementrian kesehatan dalam peningkatan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan dengan output yang akan dicapai yaitu :
1. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas menjadi 90%.
2. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang diproduksi di dalam negeri
sebanyak 35 jenis.
3. Persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat sebesar 83%.
(Rencana aksi program binfar dan alkes 2015 – 2019)

Struktur organisasi direktorat jendral farmasi dan alat kesehatan

Direktur
Direktur
Dra.
Dra. Engko Sosialine
Engko M,Apt
Sosialine M,Apt

Sekertaris
Sekertaris direktorat
direktorat
jendral
jendral
Drg.
Drg. Arianti
Arianti Anaya,
Anaya, MKM
MKM

Direktur
Direktur tata
tata kelola
kelola obat
obat Tabel 1.Direktur
Direktur
Strukturpelayanan
pelayanan Direktur produksi
produksi dan
Direktur Jendral
organisasi Direktorat Farmasi danDirektur
dan Direktur penilaian
penilaian alkes
Alat Kesehatan alkes Direktur
Direktur pengawasan
pengawasan alkes
alkes
public
public dan perbekalan
dan perbekalan kefarmasian
kefarmasian distribusi kefarmasian
distribusi kefarmasian dan
dan PKRT
PKRT dan
dan PKRT
PKRT
kesehatan
kesehatan Dita
Dita Novianti
Novianti Sugandi
Sugandi A,
A, Dr.
Dr. Dra.
Dra. Agusdini
Agusdini Banun
Banun S,
S, Dr.
Dr. II Gede
Gede Made
Made Wirabrata,
Wirabrata, Ir.
Dra. Sadiah, Apt.,M.Kes S.Si, Ir. Sodikin
Sodikin Sadek,
Sadek, M.Kes
M.Kes
Dra. Sadiah, Apt.,M.Kes S.Si, Apt,
Apt, MM
MM Apt.,MARS
Apt.,MARS S.Si, Apt,M.Kes,MM
S.Si, Apt,M.Kes,MM

Tugas Pokok : Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kefarmasian


dan alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Fungsi :
1. Perumusan kebijakan
2. Pelaksanaan kebijakan
3. Penyusunan Norma, Standar, Prosdur dan Kriteria
4. Pemberian bimbingan teknis dan supervise
5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan
6. Pelaksanaan administrasi direktorat jendral kefarmasina dan alat kesehatan
7. Pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan menteri
Bidang :
1. Produksi dan distribusi : sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga
2. Pengawasan : alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga
3. Tata kelola perbekalan kesehatan
4. Pelayanan kefarmasian
Direktorat penilaian alkes dan PKRT
Adalah Direktorat yang mendukung sasaran strategis kementrian kesehatan dalam peningkatan
akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan menetapkan output
yang akan dicapai yaitu :
1. Industri alat kesehatan yang dibina untuk memproduksi alat kesehatan di dalam negeri
2. Layanan perizinan di bidang prapemasaran alat kesahatan dan PKRT
(Laporan kinerja penilaian alkes dan PKRT 2018)

Struktur organisasi
Direktur
DR I Gede Made Wirabrata, Apt

Sub bagian Tata


Sub bagian Tata Usaha
Usaha
Dwi Pump Yettyningsih,
Dwi Pump Yettyningsih,
S.Farm.,Apt.,M.Sc
S.Farm.,Apt.,M.Sc

SUBDIREKTORAT
SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT
SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT PRODUK
SUBDIREKTORAT PRODUK
Subdirektorat Alat
Subdirektorat Alat ALAT
ALAT KESEHATAN
KESEHATAN PRODUK
PRODUK DIAGNOSTIK
DIAGNOSTIK DAN
DAN PERBEKALAN
PERBEKALAN KESEHATAN
KESEHATAN
Kesehatan Kelas
Kesehatan Kelas A
A Dan
Dan B
B KELAS C
KELAS C DAN
DAN D
D ALAT KESEHATAN
ALAT KESEHATAN KHUSUS
KHUSUS RUMAH TANGGA DAN
RUMAH TANGGA DAN
PRODUK
PRODUK MANDIRI
MANDIRI
Nurhidayat, S.Si, Apt
Nurhidayat, S.Si, Apt Dra.
Lupi Dra. Rully Makarawo,
Makarawo, Apt
Apt Dra. Lili Sadiah Jusuf,
Lili Sadiah Jusuf, Apt
Apt
Lupi Trilaksono, SF, MM,
Trilaksono, SF, MM, Apt
Apt Dra. Rully

SEKSI
SEKSI
SEKSI
SEKSI SEKSI
SEKSI SEKSI PRODUK PERBEKALAN
SEKSI PRODUK PERBEKALAN
PRODUK
PRODUK DIAGNOSTIK
DIAGNOSTIK
ALAT
ALAT KESEHATAN
KESEHATAN KELAS
KELAS A A ALAT
ALAT KESEHATAN
KESEHATAN KELAS C
KELAS C KESEHATAN RUMAH
KESEHATAN RUMAH TANGGA
TANGGA
Nuning Lestin Bintari,
Nuning Lestin Bintari,
Eva Zahrah,
Eva Zahrah, S.Farm,
S.Farm, Apt
Apt Eva Silvia, SKM
Eva Silvia, SKM drg. R.
drg. Edi Setiawan,MKM
R. Edi Setiawan,MKM
S. Farm,
S. Farm, Apt
Apt

SEKSI
SEKSI SEKSI
SEKSI SEKSI
SEKSI SEKSI
SEKSI
ALAT
ALAT KESEHATAN
KESEHATAN KELAS B
KELAS B ALAT
ALAT KESEHATAN
KESEHATAN KELAS
KELAS D D
ALAT
ALAT KESEHATAN
KESEHATAN KHUSUS
KHUSUS PRODUK MANDIRI
PRODUK MANDIRI
Deni DAN PRODUK RADIOLOGI
DAN PRODUK RADIOLOGI
Deni Herdiana,
Herdiana, Onne Widowaty, S.Farm, Apt
Apt Nazmi, Apt
S.Farm.,Apt.,MKM Wahyu Indarto Setiadi,
Setiadi, Apt
Apt Onne Widowaty, S.Farm, Nazmi, Apt
S.Farm.,Apt.,MKM Wahyu Indarto

Tablel 2.. Struktur Organisasi Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

Tugas Pokok : Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan penyusunan norma standar
prosedur dan kriteria dan pemberian bimbingan teknis dan supervise serta pemantauan evaluasi
dan pelaporan dibidang penilaian alkes dan PKRT sesuai perundang – undangan.
Penyiapan Perumusan
Fungsi
Penyiapan Pelaksana kebijakan

Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan


kriteria
Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi

Pemantauan evaluasi dan pelaporan

Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

Penilaian Alat kesehatan kelas A


Alat kesehatan kelas B
Alat kesehatan kelas C
Alat kesehatan kelas D
Produk Radiologi
Produk Diagnostik In Vitro
Alat kesehatan khusus
Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Produk Mandiri

Penilaian Alkes dan PKRT


Target : Tahun 2019
a. Indikator : presentase penilaian pre market alat kesehatan dan PKRT tepat waktu
sesuai Good Review Practice
Target : 85%
Capaian : 89.89%
b. Indikator : Jumlah alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif)
Target : 28
Capaian : 28
Tahun 2018
a. Indikator : presentase penilaian pre market alat kesehatan dan PKRT tepat waktu
sesuai Good Review Practice
Target : 82%
Capaian : 89,09%
b. Indikator : Jumlah alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif)
Target : 21
Capaian : 21
1. Penyederhanaan pelayanan izin edar
Berdasarkan PMK no 62 tahun 2017 tentang izin edar alkes, alkes diagnostic in vitro, dan
PKRT -> secara online (Online Single Submission) -> Percepatan proses pelayanan izin
edar -> E signature untuk nomor ijin edar
2. Percepatan waktu layanan dan E – Signature
Alkes dalam negri (verifikasi lengkap) Alkes Luar negeri (verifikasi lengkap
a. Kelas A = 20 hari a. Kelas A = 25 hari
b. Kelas B = 30 hari b. Kelas B = 40 hari
c. Kelas C = 30 hari c. Kelas C = 40 hari
d. Kelas D = 45 hari d. Kelas D = 55 hari
Izin edar dilengkap dengan QR code sebagai pengamanan yang dapat diverifikasi melalui
aplikasi android dan iOS
3. Track dan trace E-regalkes
Bergabung dengan Indonesia National Single Window (INSW)
a. E-payment, pembayaran penerimaan negara bukan pajak dilakukan secara online
yang terkoneksi dengan system informasi PNBP online (SIMPONI) kementrian
keuangan.
b. Pengembangan system online
Tahun 2016 :
1. Bergabung dengan system e-regalkes
2. Track dan Trace system e-regalkes
3. Penerapan SIMPONI e-payment dalam pembayaran PNBP
Tahun 2017
1. Track and trace system e-sertifikasi alkes
2. Penyiapam platform online single submission (OSS)
3. Integrasi dengan pemerintah provinsi (Tracking dari awal BAP dan rekom)
4. Permohonan CPAKB, CPPKRTB dan CDAKB secara online
Tahun 2018
1. E- Signature untuk perizinan alkes dan PKRT
2. Merubah alur system sesuai reformasi perizinan berusaha
4. Evaluasi dan penilaian sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT
1. Rekapitulasi penerbitan sertifikat penyaluran alkes, produksi alkes, PKRT
2. Audit sarana produksi alkes dan PKRT serta sarana distribusi alkes dalam rangka
sertifikasi CPAKB, CPPKRT, CDAKB.
a. E-Inspeksi
b. E-Report Alkes dan PKRT
c. E – Watch Surveilans Alkes dan PKRT (pelaporan KTD alkes dan PKRT

UU no 36 tentang kesehatan
Mengatur tentang :
A. Ketentuan Umum
Pasal 1 : Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis menyembuhkan
dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
B. Sumber daya dibidang Kesehatan
Pasal 37 ayat 2 : Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat
kesehatan dasar tertentu dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan, harga,
dan factor yang berkaitan dengan pemerataan.
C. Upaya Kesehatan
Pasal 64 ayat 1 : Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat
kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
Pasal 68 ayat 1 : Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh
manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Pasal 104 ayat 1 : Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
Pasal 105 ayat 2 : Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta
alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 106 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar.
Pasal 106 ayat 3 : Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh
izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
D. Ketentuan Pidana
Pasal 196 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).

PP No 72 tahun 1998 tentang Pengamanan sediaan farmasi dan alkes


Mengatur tentang :
A. Ketentuan umum
Pasal 1 : Alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosa, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
B. Persyaratan mutu dan kemanfaatan
Pasal 2 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
C. Produksi
Pasal 3 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha
yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 5 ayat 1 :Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik.
D. Peredaran
a. Umum
Pasal 7 : Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
memperhatikan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
b. Izin Edar
Pasal 10 ayat 2 : Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disertai dengan keterangan dan/atau data mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
c. Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan
Pasal 11 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin
edar diuji dari segi mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 12 ayat 1 : Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui :
1) pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
2) penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Pasal 13 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam pengujian
diberikan izin edar.
Pasal 13 ayat 3 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus dalam pengujian
diberikan surat keterangan yang menyatakan sediaan dan alat kesehatan yang
bersangkutan tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan.
d. Penyaluran
Pasal 15 ayat 1 : badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan
sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan
e. Penyerahan
Pasal 16 : 1) Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
2) penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan dilakukan berdasarkan: a. resep dokter; b. tanpa resep dokter.
E. Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan kedalam dan dari
wilayah Indonesia
Pasal 17 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan
dari wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan.
Pasal 22 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diedarkan harus memiliki izin edar dari Menteri.
Pasal 22 ayat 2 : Tata cara memperoleh izin edar bagi sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
mengenai izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan
F. Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Pasal 24 ayat 1 : Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau
dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 24 ayat 2 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pengemasan sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur oleh Menteri.
Pasal 25 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami kerusakan kemasan
yang langsung bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat kesehatan, dilarang
untuk diedarkan.
G. Penandaan dan iklan
a. Penandaan dan Informasi
Pasal 26 ayat 1 : penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi sedian dan alat kesehatan
yang tidak obyektif, tidak lengkap serta menyesatkan.
Pasal 26 ayat 2 : Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat
berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk
lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau
merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.
Pasal 28 ayat 1 : Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dicantumkan harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan
mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, dan tidak menyesatkan.
Pasal 28 ayat 2 : keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sekurang-
kurangnya berisi:
a. nama produk dan/atau merek dagang;
b. nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
c. komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
d. tata cara penggunaan;
e. tanda peringatan atau efek samping;
f. batas waktu kedaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
b. Iklan
Pasal 31 : Iklan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan harus memuat
keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap,
dan tidak menyesatkan.
Pasal 33 : Iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media apapun
yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan memperlihatkan
etika periklanan.
H. Pemeliharaan mutu
Pasal 34 ayat 1 : Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 34 ayat 2 :Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sejak kegiatan produksi
sampai dengan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan.
I. Pengujian dan penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran
a. Pengujian kembali
Pasal 36 : Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan, dilakukan pengujian kembali sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang diedarkan.
Pasal 38 : Pengujian kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan
dilaksanakan:
a. secara berkala; atau
b. karena adanya data atau informasi baru berkenaan dengan efek samping
farmasi dan akat kesehatan bagi masyarakat.
Pasal 39 ayat 1 : Apabila hasil pengujian kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan
menunjukkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan atau dapat menimbulkan bahaya
kesehatan bagi manusia, sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan
dicabut izin edarnya.
b. Penarikan kembali
Pasal 41 ayat 1 : Penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran
karena dicabut izin edarnya dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab badan
usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 42 ayat 1 : Menteri menyebarluaskan informasi kepada masyarakat berkenaan
dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sedang dalam penarikan kembali dari
peredaran.
c. Ganti rugi
Pasal 43 ayat 1 : Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya
kesehatan, cacat dan kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
J. Pemusnahan
Pasal 44 : Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan terhadap sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang :
a. diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalampelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan;
d. dicabut izin edaranya;
e. berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan
Pasal 45 ayat 1 : Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh
badan usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, dan/atau orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan dan/atau
Pemerintah.
Pasal 45 ayat 2 : Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang berhubungan
dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 47 ayat 2 : Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dilaporkan kepada menteri sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
b. jumlah dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c. nama penanggung jawab pelaksana pemusnahan sediaan farmasi
d. dan alat kesehatan;
e. nama satu orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan
f. farmasi dan alat kesehatan.
K. Peran serta masyarakat
Pasal 51 : Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui:
a. penyelenggaraan produksi dan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
b. penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerjasama dalam kegiatan penelitian
dan pengembangan di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan
dan/atau pelaksanaan program pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
d. melaporkan kepada instansi Pemerintah yang berwenang dan/atau melakukan
tindakan yang diperlukan atas terjadinya penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak rasional dan/atau memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan;
e. keikutsertaan dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tepat serta memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
L. Pembinaan
Pasal 55 ayat 1 : Pembinaan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
diarahkan untuk:
a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
b. melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan;
c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan.
Pasal 55 ayat 2 : Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan dalam
bidang:
a. informasi;
b. produksi;
c. peredaran;
d. sumber daya manusia;
e. pelayanan kesehatan
M. Pengawasan
a. Tanggung jawab pengawas
Pasal 64 : Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri.
Pasal 65 : Menteri dalam melaksanakan pengawasan, mengangkat tenaga pengawas
yang bertugas melakukan pemeriksaan di bidang pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
b. Tindakan administrative
Pasal 72 ayat 2 : Tindakan administratif yang dapat diambil oleh menteri yang
melanggar hokum dibidang sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk menarik
produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
c. perintah pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, jika terbukti tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
d. pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri, izin edar sediaan
farmasi dan alat kesehatan serta izin lain yang
N. Ketentuan pidana
Pasal 75 : Barangsiapa dengan sengaja:
a. memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf d;
b. mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9; dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta
rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan.
Pasal 77 : Barangsiapa yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak mencantumkan penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Pasal 79 : Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, barangsiapa dengan sengaja:
a. memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa menerapkan cara produksi
yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. melakukan pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran
tanpa disertai dengan dokumen pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1);
c. memasukkan sediaan farmasi ke dalam wilayah Indonesia tanpa dilengkapi dengan
dokumen yang menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
bersangkutan telah lulus dalam pengujian laboratoris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1)
d. mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami kerusakan kemasan
yanglangsung bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
e. mengiklankan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang penyerahannya dilakukan
berdasarkan resep dokter pada media cetak selain yang ditentukan dalam Pasal 32;
f. dipidana dengan pidana denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

PMK No 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Memuat tentang :
A. BAB VII
1. Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Pasal 503 ayat 1 : Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri.
Pasal 503 ayat 2 : Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal.
Pasal 504 : Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kefarmasian dan
alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Pasal 505 : Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan
pelayanan kefarmasian;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan
pelayanan kefarmasian penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan distribusi
sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga,
pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola
perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
d. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi sediaan
farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan
kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
2. Struktur Organisasi
Pasal 506 : Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Direktorat Pelayanan Kefarmasian;
d. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian;
e. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
dan
f. Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
3. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Pasal 586 : Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis
dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penilaian alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 587 : Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan kelas A, kelas
B, kelas C, kelas D, produk radiologi, produk diagnostik, alat kesehatan khusus,
produk perbekalan kesehatan rumah tangga, dan produk mandiri;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan kelas A, kelas
B, kelas C, kelas D, produk radiologi, produk diagnostik, alat kesehatan khusus,
produk perbekalan kesehatan rumah tangga, dan produk mandiri;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian
alat kesehatan kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, produk radiologi, produk
diagnostic alat kesehatan khusus, produk perbekalan kesehatan rumah tangga, dan
produk mandiri;
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penilaian alat
kesehatan kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, produk radiologi, produk diagnostik,
alat kesehatan khusus, produk perbekalan kesehatan rumah tangga, dan produk
mandiri;
e. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penilaian alat kesehatan kelas A,
kelas B, kelas C, kelas D, produk radiologi, produk diagnostik, alat kesehatan
khusus, produk perbekalan kesehatan rumah tangga, dan produk mandiri; dan
f. elaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Pasal 588 : Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga terdiri atas:
a. Subdirektorat Alat Kesehatan Kelas A dan B;
b. Subdirektorat Alat Kesehatan Kelas C dan D;
c. ubdirektorat Produk Diagnostik dan Alat Kesehatan Khusus;
d. Subdirektorat Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Produk Mandiri;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

PMK No 62 tahun 2017 tentang Izin edar alat kesehatan, alat kesehatan diagnostic in vitro
dan perbekalan kesehatan rumah tangga
Mengatur tentang :
A. Ketentuan Umum

B. Penyelenggaraan Izin edar


a. Umum
b. Permohonan Izin Edar
1) Umum
Pasal 6 : Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT
yang diberikan Izin Edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. mutu, sesuai dengan cara pembuatan yang baik;
b. keamanan dan kemanfaatan yang dibuktikan dengan hasil uji klinik dan/atau
bukti lain yang diperlukan;
c. takaran tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai dengan
standar, persyaratan dan ketentuan yang berlaku; dan
d. tidak menggunakan bahan yang dilarang sesuai dengan standar, persyaratan
dan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7 ayat 1 : Berdasarkan risiko yang ditimbulkan akibat penggunaan Alat
Kesehatan terhadap pasien, Alat Kesehatan dibagi menjadi:
a. kelas A menimbulkan risiko rendah;
b. kelas B menimbulkan risiko rendah sampai dengan risiko sedang;
c. kelas C menimbulkan risiko sedang sampai dengan risiko tinggi; dan
d. kelas D menimbulkan risiko tinggi.
Pasal 7 ayat 2 : Berdasarkan risiko yang ditimbulkan akibat dari kesalahan
interpretasi hasil pemeriksaan terhadap individu dan masyarakat, Alat Kesehatan
Diagnostik In Vitro dibagi menjadi:
a. kelas A menimbulkan risiko rendah terhadap individu dan masyarakat;
b. kelas B menimbulkan risiko sedang terhadap individu dan risiko rendah
terhadap masyarakat;
c. kelas C menimbulkan risiko tinggi terhadap individu dan risiko sedang
terhadap masyarakat; dan
d. kelas D menimbulkan risiko tinggi terhadap individu dan masyarakat.
Pasal 7 ayat 3 : Berdasarkan risiko yang ditimbulkan akibat penggunaan PKRT
terhadap pengguna, PKRT dibagi menjadi:
a. kelas 1 menimbulkan risiko rendah;
b. kelas 2 menimbulkan risiko sedang; dan
c. kelas 3 menimbulkan risiko tinggi.
Pasal 7 ayat 4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi Alat Kesehatan, Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro, dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
2) Permohonan izin edar
Pasal 9 ayat 1 : Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik
In Vitro, dan PKRT dalam negeri diajukan oleh:
a. Produsen;
b. Produsen yang memberi Makloon;
c. Produsen yang melakukan Perakitan;
d. PAK Pemilik Produk yang memiliki surat perjanjian kerja sama dengan
Produsen; atau
e. Produsen yang memproduksi Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT yang melakukan OEM.
Pasal 9 ayat 2 : Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d untuk permohonan Izin Edar PKRT.
Pasal 10 : Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro, dan PKRT Impor diajukan oleh:
a. Agen Tunggal/Distributor Tunggal/Distributor Eksklusif;
b. PAK atau Importir PKRT yang memiliki surat penunjukan dari Pabrikan atau
Prinsipal dan diberi kuasa untuk mendaftarkan Alat Kesehatan, Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT di Indonesia;
c. PAK atau Importir PKRT Pemilik Produk yang memiliki surat perjanjian
kerja sama dengan Pabrikan;
d. PAK yang melakukan Perakitan; atau
e. PAK yang melakukan Pengemasan Ulang
Pasal 17 : Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT, terdiri atas:
a. Permohonan baru;
b. permohonan perpanjangan;
c. permohonan perubahan; dan
d. permohonan perpanjangan dengan perubahan.
3) Tata cara Permohonan baru izin edar
Pasal 18 ayat 1 : Permohonan baru Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan
Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a
dilakukan secara online melalui portal Indonesia National Single Window atau
situs web dengan alamat regalkes.kemkes.go.id.
Pasal 18 ayat 2 : Permohonan baru Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan
Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan persyaratan administrasi dan teknis tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 18 ayat 3 : Pemohon bertanggung jawab terhadap kelengkapan, kebenaran
dan keabsahan dokumen permohonan yang diunggah dalam sistem elektronik.
4) Biaya
Pasal 23 ayat 1 : Setiap permohonan pendaftaran Izin Edar Alat Kesehatan, Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT dikenakan biaya sebagai penerimaan
negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 23 ayat 2 : Pembayaran penerimaan negara bukan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme e-payment.
Pasal 23 ayat 3 : Dalam hal terdapat keadaan memaksa (force majeure),
pembayaran PNBP dapat dilakukan secara manual.
Pasal 23 ayat 4 : Penerimaan negara bukan pajak yang telah dibayarkan tidak
dapat ditarik kembali.
5) Masa berlaku izin edar
Pasal 24 ayat 1 : Izin Edar berlaku paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 24 ayat 2 : Dalam hal permohonan Izin Edar yang diajukan oleh PAK atau
Perusahaan PKRT yang ditunjuk sebagai Agen Tunggal/Distributor
Tunggal/Distributor Eksklusif dan/atau yang diberi kuasa untuk mendaftarkan,
masa berlaku Izin Edar mengikuti masa berlaku surat penunjukan atau pemberian
kuasa.
Pasal 24 ayat 3 : Penunjukan dan/atau pemberian kuasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memiliki batas waktu paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun.
Pasal 24 ayat 4 : Apabila penunjukan dan/atau pemberian kuasa tidak memiliki
batas waktu atau lebih dari 5 (lima) tahun, Izin Edar memiliki masa berlaku 5
(lima) tahun terhitung sejak tanggal penunjukan dan/atau pemberian kuasa.
Pasal 24 ayat 5 : Dalam hal Pabrikan yang memproduksi Alat Kesehatan, Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT melalui OEM, Izin Edar memiliki masa
berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 24 ayat 6 : Masa berlaku Izin Edar dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
Pasal 25
Izin Edar dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku habis;
b. masa berlaku Sertifikat Produksi habis;
c. masa berlaku izin PAK habis;
d. masa berlaku penunjukan sebagai Agen Tunggal/Distributor
Tunggal/Distributor Eksklusif dan/atau pemberian kuasa habis atau tidak
diperpanjang; atau
e. Izin Edar dicabut.
6) Perpanjangan izin edar
Pasal 26 ayat 1 : Pemilik Izin Edar yang akan melakukan perpanjangan Izin Edar,
harus mengajukan permohonan perpanjangan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat
Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT paling cepat 9 (sembilan) bulan
sebelum masa berlaku habis.
Pasal 26 ayat 2 : Pemilik Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melakukan pelaporan Produksi atau penyaluran secara elektronik melalui sistem
e-report sebelum pengajuan permohonan perpanjangan Izin Edar.
Pasal 26 ayat 3 : Untuk Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT yang dihasilkan melalui OEM Impor hanya dapat diperpanjang 1
(satu) kali.
7) Perubahan izin edar
Pasal 30 ayat 1 : Perubahan Izin Edar dilakukan apabila terdapat perubahan:
a. ukuran;
b. kemasan;
c. penandaan;
d. aksesoris/lampiran pada izin edar; dan/atau
e. nama dan/atau alamat perwakilan yang diberi kuasa oleh Pabrikan.
Pasal 30 ayat 2 : Perubahan Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan tanpa merubah nomor Izin Edar.
Pasal 30 ayat 3 : Dalam hal terdapat perubahan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus mengajukan permohonan baru Izin Edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
8) Perpanjangan dan perubahan izin edar
Pasal 35 ayat 1 : Permohonan perpanjangan dengan perubahan Izin Edar Alat
Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT dilakukan secara
online melalui portal Indonesia National Single Window atau situs web dengan
alamat regalkes.kemkes.go.id.
Pasal 35 ayat 2 : Permohonan perpanjangan dengan perubahan Izin Edar Alat
Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Pasal 35 ayat 3 : Permohonan perpanjangan dengan perubahan Izin Edar Alat
Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT tidak dapat diproses
apabila status pelaporan Produksi atau penyaluran menyatakan nihil dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun sebelum masa perpanjangan Izin Edar berakhir.
Pasal 35 ayat 4 : Permohonan perpanjangan dengan perubahan Izin Edar Alat
Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan teknis tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 35 ayat 5 : Pemohon bertanggung jawab terhadap kelengkapan, kebenaran
dan keabsahan dokumen permohonan yang diunggah dalam sistem elektronik.
C. Penandaan dan informasi alat kesehatan, alat kesehatan diagnostic in vitro dan perbekalan
kesehatan rumah tangga
Pasal 39 : Penandaan dan informasi Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro
dan PKRT dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak
obyektif, tidak lengkap serta menyesatkan.
Pasal 40 : Produsen, PAK, atau Importir PKRT yang akan mengedarkan Alat Kesehatan,
Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT harus mencantumkan penandaan dan
informasi Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT.
Pasal 41 ayat 1 : Penandaan dan informasi Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT yang harus dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 harus
memenuhi persyaratan yang berisi keterangan mengenai keamanan, kemanfaatan,
petunjuk penggunaan dan/atau informasi lain yang diperlukan.
Pasal 41 ayat 2 : Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Alat Kesehatan
dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro paling sedikit memuat:
a. nama dagang/merek;
b. nomor Izin Edar;
c. tipe produk;
d. nama dan alamat Produsen/Pabrikan;
e. nama dan alamat PAK pemilik Izin Edar;
f. nomor bets/kode Produksi/nomor seri;
g. kata “steril” dan cara sterilisasi untuk produk steril;
h. spesifikasi produk;
i. tujuan penggunaan dan petunjuk penggunaan;
D. Pemeliharaan mutu
E. Impor dan Ekspor
F. Peralihan dan /atau pemutusan penunjukan keagenan atau pemberi kuasa
G. Peran serta masyarakat
H. Pelaporan
I. Pembinaan dan pengawasan
a. Pembinaan
b. Pengawasan
c. Tanggung jawab
d. Evaluasi
J. Penarikan dan Pemusnahan
a. Penarikan
b. Pemusnahan
K. Sanksi

Anda mungkin juga menyukai