Anda di halaman 1dari 4

Nama : Faranita Meutia

NIM : 1707101030083

Aspek Gizi Dalam Layanan Kedokteran Keluarga

Kesehatan dan gizi merupakan sebuah faktor penting untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia disuatu negara, yang dapat dilihat melalui pertumbuhan ekonomi,
tingkat harapan hidup seseorang, dan tingkat pendidikannya. Sumber daya manusia yang
berkualitas ialah yang mampu dicapai oleh tingkat kesehatan dan status gizi yang baik. Maka
diperlukan upaya perbaikan gizi atau pemantauan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan
status gizi seseorang melalui upaya perbaikan gizi didalam keluarga serta dipelayanan gizi
pada setiap individu. (1)
Masalah gizi merupakan suatu penilaian terhadap kondisi seseorang secara langsung
maupun tidak langsung serta mempengaruhi proses penyembuhan. Peningkatan kasus
penyakit oleh karena gizi (nutrition-related disease) pada semua kelompok rentan mulai dari
ibu hamil, bayi, anak-anak, remaja, hingga lanjut usia (Lansia) membutuhkan
penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh sebab itu diperlukan pelayanan gizi yang bermutu
agar tercapainya status gizi yang optimal dan dapat mempercepat penyembuhan suatu
penyakit. Resiko kurang gizi dapat muncul dalam keadaan sakit atau imunitas rendah,
terutama pada pasien anoreksia, kondisi mulut dan gigi geligi yang buruk, gangguan
menelan, penyakit saluran cerna disertai mual, muntah, dan diare, infeksi yang berat, lansia
dengan penurunan kesadaran dalam waktu yang lama, serta seseorang yang sedang menjalani
kemoterapi. (1)
Gizi dalam masyarakat adalah ilmu yang mempelajari tentang kesehatan terutama gizi
di masyarakat, dikaitkan dengan permasalahan gizi yang muncul didalam kelompok
masyarakat yang menitikberatkan pada preventif dan promotif. Gizi didalam masyarakat
bukan hanya mencakup mengenai masalah kesehatan khususnya gizi, namun juga mengenai
masalah ekonomi, sosial budaya, pendidikan kependudukan dan sebagainya.
Langkah-langkah pedoman asuhan gizi terstandar (PAGT) terdiri dari: (2)
A. Assesment/pengkajian gizi
Assesment gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu:
1) Anamnesis riwayat gizi
2) Data biokimia, tes medis dan prosedur (termasuk data laboratorium)
3) Pengukuran antropometri
4) Pemeriksaan fisik klinis
5) Riwayat personal
Anamnesis riwayat gizi meliputi data mengenai asupan makanan termasuk komposisi,
pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu juga diperlukan data mengenai
tingkat kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga serta
ketersediaan makanan disekitarnya. Gambaran asupan makanan dapat dilakukan dengan
melakukan anamnesis kualitatif dan kuantitatif. Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif
dilakukan dengan memperoleh data gambaran kebiasaan makan atau pola makan sehari-hari
atau berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Anamnesis secara kuantitatif
dilakukan dengan mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari melalui “recall” makanan
selama 24 jam dengan alat bantu “food model” lalu dilakukan analisis zat gizi yang mengenai
daftar komposisi zat gizi makanan. Contohnya formulir anamnesis riwayat gizi kualitatif dan
kuantitatif. Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan berkaitan
dengan status gizi, serta status metabolic dan gambaran dari fungsi organ yang berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gizi. (2)
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu berupa perencanaan intervensi dan
implementasi. (2)
1) Perencanaan intervensi gizi dibuat untuk menegakkan diagnosis gizi.
Rancangan strategi intervensi atas berdasarkan penyebab masalahnya
(etiologi) atau jika penyebab tidak ditemukan intervensi maka strategi
intervensi ditujukan untuk mengurangi gejala atau tanda (Sign & symptom).
Hasil akhir dari intervensi ini yaitu mencapai tujuan yang terukur mengenai
preskripsi diet dan juga strategi pelaksanaan (implementasi). Perencanaan
intervensi meliputi:
a. Penentuan tujuan dari intervensi yang harus dapat diukur, dicapai dan
ditentukan waktunya:
i. Preskripsi diet yang dilakukan secara singkat untuk
menggambarkan rekomendasi mengenai kebutuhan energy
serta zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi
zat gizi serta frekuensi makan. Berat badan yang akurat
sebaikanya dibandingkan terlebih dahulu dengan BB ideal
pasien atau BB pasien sebelum mendeita sakit. Sebaiknya
pengukuran BB dipertimbangkan mengenai hal-hal seperti
kondisi tubuh yang gemuk dan edema. Kegemukan dapat
dideteksi dengan perhitungan dari IMT (indeks masa tubuh),
namun jika menggunakan pengukuran ini terkadang terjadi
kesalahan oleh karena edema.
ii. Pemeriksaan fisik atau klinis dilakukan untuk mendeteksi
munculnya kelainan klinis yang berkaitan dengan gangguan
gizi sehingga menimbulkan masalah gizi. Pemeriksaan ini
meliputi tanda-tanda vital dan antropometri yang didapat dari
catatan medis pasien atau wawancara.
Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dapat dilakukan untuk mengetahui respon
pasien atau klien terhadap intervensi serta tingkat dari keberhasilan program. Tiga langkah
kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yaitu: (3)
- Monitoring perkembangan yaitu mengamati perkembangan kondisi dari pasien
agar dapat melihat perkembangan dari hasil yang diharapkan dari pasien maupun
dari tim.
- Mengukur hasil yaitu mengukur perkembangan atau perubahan yang terjadi
sebagai respon dari intervensi gizi dengan parameter yang diberikan yaitu tanda
dan gejala dari diagnosis gizi
- Evaluasi hasil
- Pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan gizi sebagai bentuk dari pengawasan
dan pengendalian mutu pelayanan dan komunikasi.
Adapun kegiatan pelayanan gizi yang dilakukan untuk menekankan kea rah promotif
dan preventif. (4)
1. Edukasi Gizi
Tujuannya: untuk mengubah pengetahuan, sikap serta perilaku seseorang
terhadap pedoman gizi seimbang (PGS) dan sesuai dengan resiko atau masalah
gizi
2. Konseling ASI eksklusif dan PMBA
Tujuannya: untuk meningkatkan pengetauan, sikap serta perilaku keluarga
agar bayi baru lahir dapat segera diberikan ASI sedini mungkin dan
meneruskan dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan.
3. Konseling Gizi Melalui Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
(Posbindu PTM)
Tujuannya: Untuk sebagai pencegahan serta pengendalian faktor resiko dari
penyakit tidak menular sesuai dengan sumber daya agar dapat mawas diri
terhadap faktor resiko dari PTM
4. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu
Tujuannya: Memantau status gizi balita menggunakan KMS atau KIA
5. Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A
Tujuannya: Untuk meningkatkan keberhasilan dari kegiatan pemberian
vitamin A dengan cara melakukan pembinaan dari perencanaan, pelaksanaan
serta pemantauan sehingga mencegah untuk tidak kekurangan vitamin A
6. Pengelolaan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu Hamil dan Ibu
Nifas
Tujuannya: Untuk meningkatkan keberhasilan dari pemberian TTD bagi ibu
hamil agar terhindar dari anemia gizi besi yaitu melalui pembinaan seperti
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan sehingga program ini berjalan
dengan baik.
7. Edukasi Pencegahan Anemia Pada Remaja Putrid an Wanita Usia Subur
Tujuannya: Untuk meningkatkan keberhasilan dalam mencegah anemia gizi
besi.
8. Pengelolaan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan Pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-Pemulihan)
9. Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM)
Tujuannya: untuk meningkatkan status gizi balita
10. Pembinaan Gizi di Institusi
Tujuannya: Untuk memperbaiki status gizi anak sekolah

Daftar Pustaka

1. Kemenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 78


Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta
2. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA. Jakarta. Halaman 12-22
3. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomer 75 Tahun
2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa
Indonesia. Jakarta
4. Alamsyah D. 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yokyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai