Anda di halaman 1dari 3

Dakwah Zaman Now

Jika kita mendengar kata “dakwah”, mungkin saat ini sebagian orang masih
mengidentikkan dengan seseorang yang berpeci, di dalam masjid menyampaikan khutbah,
ceramah, tabligh akbar ataupun sejenisnya. Monoton, tidak menarik, dan yang
mendengarkannya pun bisa dikatakan full orang lanjut usia. Bukan tanpa alasan dan fakta
memang yang terjadi di lapangan dengan kemajuan teknologi, semua ada dalam genggaman.
Kawula muda lebih memilih search dari smartphone mereka ceramah ustaz-ustaz kondang
yang sesuai dengan permasalahan mereka. Informatif, tepat sasaran, hemat waktu, hemat
biaya, dan yang lebih penting tidak monoton. Praktis memang! tetapi, apakah segampang itu
mendapatkan ilmu untuk ke Surga???!!!

Di zaman yang serba canggih sekarang ini, dunia begitu memanjakan para pengguna
teknologi komunikasi. Masyarakat digiring ke dalam ruang yang bernama dunia maya. Bisa
dikatakan, masyarakat baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, dari berbagai
profesi, dan dari berbagai penjuru dunia terkoneksi ke dalam ruang abstrak dunia maya.
Kemudahan akses dan komunikasi inipun menyentuh sisi religius masyarakat dengan
munculnya istilah Sosmed For Dakwah.

Asep Saiful Muhtadi (2012: 60), menjelaskan sebagaimana halnya dalam ruang nyata,
setiap orang berinteraksi, berkomunikasi, berdiskusi, berbagi gagasan dan informasi,
bercengkrama, mengakses hiburan dan berbagai aktivitas sosial lainnya secara praktis disebut
sebagai kebudayaan yang dalam hal ini adalah apa yang dipikirkan dan dilakukan manusia
sehari-hari. Di jagat internet, masyarakat pun dapat melakukan hal yang sama yang
melahirkan istilah cyberculture, atau sebut saja kebudayaan yang muncul di dunia maya.

Seakan sudah menjadi budaya, sosial media sudah menjadi sarana dakwah yang
paling persuasif dan dengan mudah menyentuh sisi keagamaan seseorang. Seseorang yang
memosting quotes-quotes islami ataupun video-video ceramah yang telah dimodifikasi baik
dengan tambahan musik, kata-kata, ataupun dalam bentuk animasi atau motion graphic,
memberikan efek domino kepada orang yang melihat postingan tersebut, secara tidak sadar
seseorang yang tertarik melihat postingan tersebut akan membagikan ulang ataupun sekedar
menyimpannya untuk dokumentasi pribadi. Begitu seterusnya, sehingga budaya saling copas
status whatsapp atau saling repost instastory di instagram sudah menjadi hal yang lumrah dan
bahkan menjadi suatu keharusan bagi seseorang ketika melihat suatu postingan kebaikan
untuk men-share kembali di akun sosial medianya. Sampai di titik ini terbentuklah jaringan
dakwah dalam dunia maya.

Tidak dapat dielakkan memang dakwah kreatif di era zaman now lebih mudah
menyentuh masyarakat dan memberikan efek yang lebih persuasif. Totok Jumantoro (2001 :
149) menjelaskan bahwa persuasi diartikan sebagai tujuan untuk mengubah sikap dan tingkah
laku (changing people’s attitudes and behaviour) baik dengan tulisan ataupun ucapan
(through the spoken and written word). Lebih lanjut ia menjelaskan beracuan pada batasan ini
maka dakwah persuasif dapat diartikan sebagai upaya merealisasikan ajaran Islam dalam
segala lapangan kehidupan manusia, baik dengan dakwah bil lisan (pidato, khutbah, dan lain-
lain) ataupun memanfaatkan teknologi cetak (media massa) sebagai medianya. Dalam
konteks ini kita berbicara Sosmed For Dakwah. Sudah banyak contohnya orang yang
mendapat “hidayah” karena postingan di WA, instastory instagram, ataupun video-video di
youtube, bahkan ada yang menjadi mualaf, seorang Youtuber Korea, Hwang Woo Joon
karena senang mendengar lagu-lagu islami dan sholawatan yang dilantunkan Nissa dan band
gambusnya, Sabyan (dilansir dari Banjarmasinpost.co.id). Dan masih banyak contoh lainnya
yang tidak terjangkau oleh pikiran kita, karena begitu mudahnya dakwah islam masuk bahkan
kepada orang non Islam melalui ruang abstrak yang kita sebut dunia maya.

Impressed??, tentu saja!. Mayoritas umat islam tentu senang dakwah islam dapat
begitu mudah diterima dan menimbulkan efek yang sangat positif di masyarakat.

Namun, bak dua sisi mata uang. Bukan tanpa kekurangan namanya jika itu masih
buatan manusia. Dakwah kreatif ini sedikit banyaknya menimbulkan efek “nyaman” kepada
masyarakat untuk merasa cukup mendapat siraman rohani hanya melalui dunia maya saja,
dengan alasan tidak ada waktu ataupun hemat biaya atau sekedar malas untuk “ngaji” di
majelis ilmu yang sebenarnya. Cukup baterai gadget full, ada kuota internet bisa scroll laman
explore di instagram, buka channel dakwah di youtube, semuanya terfasilitasi bahkan
langsung tepat sasaran, dakwah seperti apa yang kita butuhkan. Galau? Tinggal ketik
keyword : Obat galau dalam Islam, atau masalah jodoh, ketik keyword : Jodoh yang baik
menurut Islam dan segala macamnya. Sangat mudah.

Namun, pada hakikatnya, dakwah tidak hanya berbicara tentang muatan dakwah itu
sendiri, namun juga keberkahan di dalamnya. Salah satu jalan keberkahan itu dapat diraih
dengan mendatangi majelis ilmu yang “nyata”. Bukan berarti dakwah di sosial media tidak
dibersamai dengan keberkahan.Of course, yes!!!!. Tentu alangkah baiknya kita sebagai
manusia, makhluk yang nyata tidak terjebak kepada sesuatu yang abstrak. Artinya kita tidak
terpusat dan menggantungkan kehidupan dari sosial media. Terutama menyangkut masalah
agama, ada akidah, tauhid, hukum dan aspek ilmu dalam Islam lainnya yang tentu perlu di
pelajari secara mendalam dalam dunia nyata.

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan
baginya jalan menuju surga”. (HR. Muslim No. 2699). Hadist tersebut secara sederhana dapat
kita pahami bahwa ilmu atau dalam konteks ini dakwah, adalah kita yang mencari dengan
menempuh jalan yang telah disediakan Alam. Dewasa ini, alam telah menyediakan jalan yang
sangat mudah kepada umat Islam untuk berdakwah yaitu melalui sosial media, dakwah
kreatif yang sangat mudah menyentuh sisi religius masyarakat. Tak lupa juga tentunya
menempuh jalan disini, juga dengan mendatangi majelis-majelis ilmu yang saat ini sudah
banyak menjamur di masyarakat.Mudah ditemukan. Namun, pada hakikatnya dakwah itu
dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja untuk mengajak kepada
kebaikan, yang pada intinya orientasinya adalah keberkahan di dalamnya.

By : Syahnaz Haifa Melina (HTN 18)

Referensi :

1. Totok Jumantoro : Psikologi Dakwah:Dengan aspek-aspek kejiwaan yang qurani


2. Asep Saeful Muhtadi : Komunikasi Dakwah.

Anda mungkin juga menyukai