Anda di halaman 1dari 3

Template Artikel Opini/Esai Populer

Dakwah Melalui Video Pendek

Abdul Rozaq
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang
+249 96327 9301/ abdrzq03@gmail.com

Saat umat islam enggan memanfaatkan kemajuan teknologi ini untuk menyuarakan nilai-nilai
keislaman, maka mereka yang tidak bertanggungjawab akan mengisi pos-pos tersebut, dengan
menjauhkan generasi islam dari agamanya (Abdul Rozaq)

Dewasa ini, manusia dihadapkan dengan kenyataan bahwasanya dunia ini sedang
mengalami sebuah gelombang yang dahsyat, yaitu gelombang kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi.

Gelombang ini membawa manusia kepada era dimana semua dapat mengakses informasi
dengan cepat hanya dengan berbekal sebuah gawai dalam genggaman, dan hanya membutuhkan
satu sentuhan, maka segala jenis informasi yang dicari akan muncul memenuhi layar gawai.
Bagai kisah dalam negeri sihir, segala sesuatu dapat terkabul hanya dengan satu jentikan jari.

TikTok, Instagram, dan Youtube adalah contoh dari berbagai media sosial yang saat ini
sangat digandrungi oleh berbagai kalangan, khususnya generasi muda di berbagai belahan dunia.
Indonesia pun tak luput menjadi tempat bersemayam platform-platform tersebut, dengan jumlah
yang fantastis.

Tak bisa dipungkiri, dari berbagai jenis konten yang disajikan, dipaparkan,
dipampangkan, dan ditontonkan, koten-konten tersebut jauh dari kata edukatif, atau bahkan
terkesan memberikan banyak dampak buruk bagi moral kepada kaum muda, terutama remaja dan
anak-anak. Maka sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim, terutama mereka yang
berkonsentrasi dalam bidang pendidikan islam untuk turun andil memanfaatkan berbagai fitur
platform-platform yang ada, yang difungsikan untuk tujuan dan kepentingan dakwah yang
bersifat edukatif, menarik, dan layak dikonsumsi bagi seluruh kalangan.

Saat ini, jika diperhatikan secara seksama konten yang banyak diminati adalah konten-
konten video pendek, maka dari sini penting bagi seorang da’i sadar akan kewajiban untuk
meningkatkan kemampuan dan kapasitas secara keilmuan, teknologi, dan teknik bicara yang baik
dan menarik, sehingga nantinya seorang da'i dapat memanfaatkan peluang ini dengan sebaik-
baiknya, sehingga dakwah ini bisa diterima oleh berbagai kalangan, tanpa sedikit pun mengurangi
nilai-nilai dakwah tersebut.

Kecenderungan menggandrungi konten video pendek ini bukan sebuah perkataan belaka,
sebagaimana yang dikutip dari kompas, menurut hasil survei yang dilakukan oleh Ipsos, pada
Agistus 2023, 95% dari responden yang memiliki rentang usia dari 18 hingga 24 tahun, pernah
menonton konten video dengan berbagai format, dalam 12 bulan terakhir. Sebanyak 90%
diantaranya mengaku menggunakan Youtube Shorts. Hal ini membuktikan dan mengungkap fakta
yang menarik, bahwasanya ini adalah ladang yang sangat luas bagi pergerakan dakwah, tinggal
bagaimana seorang muslim melihat peluang tersebut, akan kah hanya dibiarkan, atau akan
berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin, sehingga nilai-nilai islam bisa tersampaikan secara
luas kepada seluruh elemen, dan pastinya bermanfaat.
Template Artikel Opini/Esai Populer

Jangan sampai lahan seluas ini yang di dalamnya penuh dengan peluang yang amat besar
para mubaligh, da'i, dan umat islam enggan mengambil peran, karena saat peran tersebut
ditinggalkan, maka lahan tersebut akan digarap oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,
dan bahkan memberikan doktrin-doktrin yang cenderung menjauhkan generasi muda dari nilai-
nilai agama, norma, serta budaya luhur yang sudah menjadi ciri khas bangsa ini.

Saat ini pertanyaannya, sekuat apa sebenarnya media sosial saat ini? Apakah benar dapat
menjadi ladang yang bagus bagi dakwah? Jawabannya pasti iya, kalau tidak mengapa begitu
banyak suara-suara kebenaran dibungkam dalam media sosial, para kreator diancam agar tidak
menyebarkan kebenaran-kebenaran, yang dapat mengancam suatu kelompok.

Melihat realita saat ini, perlahan tapi pasti beberapa dari tokoh-tokoh islam, da’i,
mubaligh sudah mulai sadar akan peran dari media sosial, yang mana mereka menjadi pelopor
terobosan dakwah melalui video-video pendek, yang diisi dengan kutipan-kutipan kata mutiara
yang mereka atau mubaligh lain sampaikan dalam sebuah kajian, dan lain sebagainya. Walaupun
saat ini masih terjadi banyak perdebatan diantara cendekiawan muslim, berkenaan dengan hal
tersebut. Ada beberapa tokoh yang setuju, begitu pula sebaliknya, ada yang kurang setuju dengan
gagasan tersebut.

Mungkin kita tak asing dengan Hanan Attaki, Handy Bonny, Oemar Mita, dan Abdul
Somad yang sering muncul dengan potongan kata-kata yang mereka sampaikan dalam kajian-
kajiannya. Entah itu berbentuk motivasi, atau nasehat-nasehat keagamaan, seruan-seruan
kebaikan melawan hal-hal problematik di sekitar masyarakat.

Sebagai contoh konkret saat ini adalah melawan berita palsu seputar umat islam,
contohnya seperti berbagai berita palsu dan tuduhan kepada kelompok pejuang di Palestina, yang
ingin membebaskan diri mereka dari penjajah. Akan tetapi jika diperhatikan, kelompok pejuang
ini dianggap sebagai gerakan terorisme, dengan berbagai propaganda yang disebarkan melalui
media sosial, berupa gambar, berita, dan video-video pendek.

Bahkan saat para da'i, mubaligh, dan relawan menyuarakan tentang Palestina, unggahan
mereka ditangguhkan, bahkan akun mereka dihapus secara permanen oleh platform media sosial
tersebut. Yang pada akhirnya media tersebut diisi propaganda sesuai apa yang diinginkan oleh
mereka.

Gerakan tersebut adalah salah satu dari sekian banyak contoh berdakwah melalui media
sosial. Berdakwah tak harus senantiasa mengandung ayat-ayat kitab suci, atau hadist-hadist nabi.
Tapi saat ini dakwah bisa diisi dengan penyampaian nilai-nilai yang bersumber dari keduanya
yang disajikan dengan bahasa kekinian.

Jika kembali melihat ke lapangan, kepada para da’i ataupun mubaligh, masih banyak kita
temui bahwasanya mereka masih memperdebatkan dakwah melalui media sosial ini. Tak jarang
pula dari mereka yang mengatakan bahwa dakwah melalui media sosial adalah hal yang
menyimpang atau yang biasa disebut dengan bid'ah, karena hal tersebut tak pernah dicontohkan
oleh nabi, atau pun para sahabat nya. Padahal opini tersebut sangatlah lemah, jika kembali
merujuk kepada sirah nabawiyyah (kisah hidup nabi) secara seksama, ada sebuah kegiatan yang
nabi contohkan berkenaan dengan menyampaikan pesan secara tidak langsung, hanya saja media
nya berbeda dengan yang ada saat ini. Pada zaman nabi, beliau mengutus para sahabatnya,
membawa surat darinya, untuk disampaikan kepada raja-raja, atau penguasa-penguasa negara
sekitar Arab. Seperti Roma, Persia, dan lain sebagainya.
Template Artikel Opini/Esai Populer

Di tengah perdebatan tersebut, salah seorang da’i kelahiran Makassar, Kholid Basalamah
memberikan pandangan beliau, yang cukup bijak melihat fenomena perdebatan yang terjadi.
Sebagaimana yang dikutip dari detik.com ia menyampaikan “Jadi begini, bedakan antara jenis
ibadah dan fasilitas ibadah. Pada zaman nabi, orang ke Mekkah naik unta, itu kan fasilitas ya,
untuk pergi haji dan umroh. Fasilitas ini bisa berubah, pakai mobil, motor, pesawat, kereta api.
Gitu kan!”

Khalid Basalamah juga menjelaskan, sudah seyogyanya umat islam bijak dalam
memandang sebuah masalah. Jangan tiba-tiba memukul rata semua hal, jika tidak ada di zaman
nabi, maka hal tersebut menyimpang. Maka yang perlu diperhatikan pertama kali adalah, apakah
ini termasuk dari rangkaian sakral sebuah ibadah, atau yang dikenal dengan apakah ini rukun?
Apakah ini syarat dari sebuah ibadah, atau ternyata hal tersebut bukan dari keduanya, melainkan
ia adalah fasilitas yang dapat menunjang ibadah tersebut.

Khalid Basalamah menggambarkannya dengan memberikan sebuah contoh, yaitu fasilitas


penunjang berupa kendaraan umroh dan haji pada zaman rasulullah, yang berupa unta ataupun
kuda, yang mana dengan perkembangan zaman, fasilitas itu berubah menjadi pesawat, mobil, dan
lain sebagainya.

Fasilitas diatas jika diperhatikan bersama, tidak merubah seikitpun nilai-nilai dasar dari
ibadah umroh dan haji itu sendiri. Malah hal tersebut memudahkan semua orang di seluruh
penjuru dunia, untuk datang ke Mekkah guna menunaikan ibadah, jelas da'i dengan 2,69 juta
subscriber pada kanal Youtube nya.

Berangkat dari berbagai pendapat dan salah satunya dalam apa yang disampaikan oleh
Khalid Basalamah, tentang urgensi dan fungsi media sosial dalam menunjang dakwah islam.
Maka hal tersebut harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Terlebih saat ini fitur-fitur
Youtube, Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya lebih banyak digemari oleh masyarakat
dari segala kalangan usia, terutama generasi muda. Maka sudah menjadi kewajiban bagi seorang
da'i meningkatkan kemampuannya, agar dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dengan sebaik
mungkin. Terutama berkenaan dengan bagaimana tatacara membuat konten di media sosial,
membentuk narasi kajian yang singkat, menarik, akan tetapi tidak kehilangan nilai-nilai nya.

Maka setelah da’i memahami hal tersebut, maka pemerintah juga seharusnya hadir
dengan memberikan dukungan-dukungan kepada da'i, dengan memberikan seminar teknologi
bagi da'i yang sudah tersertifikasi oleh Kementrian Agama. Yang mana hal tersebut bertujuan
membekali da'i dengan berbagai ilmu yang diperlukan dalam menjalani aktivitas dakwah pada
masa ini, yang dengan peran dari da’i ini lah yang kedepannya, umat islam yang sedang
mengalami degradasi moral, dapat perlahan dientaskan dari degradasi tersebut dengan konten-
konten edukatif, dan menarik.

Anda mungkin juga menyukai