Anda di halaman 1dari 9

Mosi Debat Kebijakan Pemerintah dalam Menerapkan Full Day School

Pembicara Pertama Tim Pro  (MENDUKUNG/MERESPON POSITIF)

JANET YG NGOMONG DULU


Selamat pagi dan salam sejatera.

Dewan juri, rekan-rekan dari tim kontra, dan pengatur waktu yang saya hormati.

Perkenalkan Saya Esthy sebagai pembicara pertama; dimana tugas saya mendefinisikan mosi yang
diperdebatkan pada pagi hari ini, kemudian memberi batasan sebagai dasar argumen tim kami, dan
akan memperkuat argumentasi dengan beberapa penjelasan umum yang berkaitan dengan topik debat
kali ini.

Selanjutnya rekan saya Hellen Yoanita sebagai pembicara kedua menanggapi pernyataan dari tim
kontra, kemudian menguatkan kembali argumentasi tim kami dengan contoh – contoh kongkrit.

Bagian akhir dari sistematika debat ini akan ditegaskan kembali oleh saudari Hellen pembicara
pertama tim pro dalam pidato penutup.

Dewan juri, dan hadirin sekalian.

Mosi debat pada kesempatan ini adalah Kebijakan Pemerintah dalam Menerapkan Full Day School.

Mengawali argumentasi tim kami, saya ingin mengutip Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tentang tujuan pendidikan nasional.

Di situ dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Jadi tujuan pendidikan bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan tetapi agar moral yang baik.
Siapa yang mengurus hal ini secara organisatoris, tentu pemerintah pusat, dalam hal ini kebijakan
melalui menteri pendidikan.

Muhadjir Effendi selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan kebijakan
tentang Full Day School. Kebijakan ini berlaku pada seluruh jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP
hingga SMA di seluruh Indonesia.

Maksud dan tujuan dengan dikeluarkannya kebijakan ini adalah mengembalikan esensi
pendidikan pada kondisi yang ideal, yakni pendidikan karakter dari siswa terpenuhi dan memperoleh
pengetahuan umum yang mumpuni. Dengan demikian, kata Muhadjir Efendi, dilansir dari
http://nasional.kompas.com,

“Para siswa dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan kegiatan kontraproduktif,
seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan sebagainya”.

Selanjutnya soal perubahan nama full day school menjadi pendidikan penguatan karakter (PPK)
akan dijelaskan oleh rekan saya Yulistika sebagai pembicara kedua.

Perlu kami jelaskan juga bahwa full day school di sini maksudnya bukanlah belajar seharian di
dalam kelas. Namun belajar sampai setengah hari, kemudian dilanjutkan dengan Ekstrakurikuler seperti
mengaji, menyanyi, menggambar, dan lain sebagainya yang bersifat positif; Sehingga membantu anak
menggembangkan keterampilan dan membangun rasa percaya diri siswa.

Bagian ini, saya ingin mengajukan pertanyaan retoris kepada tim kontra, ‘apakah tim kontra tidak
mau memiliki moral yang baik?’. Karena full day school fokusnya adalah pendidikan karakter. Terkait hal
ini akan dijelaskan oleh rekan saya pembicara kedua.

Kami tim pemerintah, meyakini sepenuhnya bahwa hanya orang tidak waras saja yang tidak
menginginkan moral dan ahlak yang baik. Pada konteks ini, artinya anda setuju dengan argumen kami.
Oleh karena itu, dapat saya simbulkan bahwa, kebijakan pemerintah tentang full day school harus dan
sangat layak untuk didukung dengan beberapa argumen penutup, sebagai berikut:

1.Secara harafiah tugas seorang pelajar ya belajar. Maka apapun kebijakan pemerintah selama itu masih
dalam koridor belajar maka harus didukung.

2.Di tengah fenomena teknologi yang terus berkembang dan kecenderungan remaja pada gadjet harus
dikurangi, maka salah satu caranya adalah dengan full day school.

3.Minimnya waktu orang tua dengan anak karena rutinitas kerja maka kebijakan full day school adalah
pilihan yang tepat untuk menghindari anak melakukan tindakan-tindakan negatif yang merugikan dirinya
dan masa depannya.  

4.Hidup itu selalu berkembang, oleh karena itu lembaga pendidikan pun harus menyesuaikan dengan
perkembangan dan tantangan yang ada untuk menghasilkan generasi yang moralnya baik dan mampu
bersaing dalam perkembangan zaman yang semakin moderen dan penuh tantangan.

5.Hanya dengan pendidikanlah maka keberadaan sebuah bangsa akan berlanjut. Oleh karena itu,
pendidikan yang baik harus disesuaikan dengan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini; yakni
keatusian sosial, radikalisme, tawuran antar pelajar, dan narkoba yang merusak seluruh sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Jadi sekali lagi saya tegaskan bahwa kami tim pro sangat mendukung mosi ini, dengan dasar argumentasi
yang telah kami kemukakan sebelumnya.

Sekian dan terima kasih, selanjutnya saya kembalikan kepada moderator.

Pembicara Pertama Tim Kontra (MERESPON NEGATIF/ TIDAK SETUJU)

DELA YG NGOMONG
Selamat pagi dan salam sejatera.

Hadirin, dewan juri, dan tim pro yang kami terhormati.

Perkenalkan Saya Fidela sebagai pembicara pertama tim kontra; pada kesempatan ini akan
menanggapi pernyataan dari pembicara pertama tim pro. Kemudian menjelaskan dasar argumen tim
kami, yang berkaitan dengan topik debat kali ini.

Selanjutnya rekan saya Yunus sebagai pembicara kedua akan kembali menanggpi pernyataan
dari lawan; kemudian menguatkan kembali kontruksi berpikir tim kami dengan contoh – contoh
kongkrit. Bagian akhir dari sistematika debat ini akan ditegaskan kembali oleh saya sendiri, Fidela
sebagai pembicara  pertama tim kontra dalam pidato penutup sesi ini.

Hadirin dan dewan juru yang terhormat. Mosi debat pada sesi ini adalah Kebijakan Pemerintah
dalam Menerapkan Full Day School. Sebelum saya menanggapi dan memberi batasan pada mosi ini
saya ingin memaparkan dua hal tentang kondisi dunia pendidikan kita. Pertama soal guru dan kedua soal
sarana dan pra sarana.

Pertama soal guru,

Mengapa guru. Ya jelas guru yang mengajar; kalau guru itu tidak memiliki kemampuan maka
secara otomatis mutu pendidikan menurun. Apapun kurikulumnya, bahkan mau ganti sampai berapa
ratus kali tidak akan membuat kualitas pendidikan Indonesia menjadi lebih baik.

Ada bukti yang menunjukan mutu pendidikan itu rendah akibat kurangnya kompotensi guru, hal
ini bisa kita lihat pada  http://bengkuluekspress.com/kompetensi-guru-bahasa-masih-rendah.
Di sini dikatakan saat uji kompotensi guru tahun 2006 standarnya adalah 5,5 itu banyak yang
tidak lulus, apalagi saat ini tahun 2017 standar UKG telah dinaikan menjadi 8 logikanya tentu banyak
yang tidak lulus.

Lantas pertanyaan saya, menurut tim pro mungkinkah pendidikan Indonesia akan lebih baik jika
diajarkan oleh guru yang hasil UKG 5,5 saja tidak lulus?. Tidak perlu dijawab tetapi direnungkan saja.
Belum lagi kasus pelecehan seksual oleh guru.

Jadi kesimpulannya adalah meski kurikulum diganti 100 kali pun tetapi jika kualitas guru kurang,
sarana dan pra sarana tidak memadai. Maka kurikulum sebagus apapun tidak akan berhasil
meningkatkan pendidikan di Indonesia. Apalagi dengan embel-embel mengubah moral remaja. Selain itu
kerja sama dengan orang tua sangatlah penting karena orang tua murid yang punya anak. Sedangkan
fakta menunjukan orang tua menggagas petisi menolak full day school, berita kompas, 
http://nasional.kompas.com/read/2016/08/09/13395511/tak.setuju.usulan.mendikbud.orangtua.siswa.
gagas.petisi.tolak.full.day.school.

Kemudian penolakan yang sama dilakukan oleh siswa-siswi SMA N 6


Jakarta.http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/08/16195301/wacana.sekolah.full.day.ini.tangg
apan.murid.dan.orangtua. Soal ini akan dijelaskan oleh rekan saya pembicara kedua. 

Solusi yang kami berikan adalah perbaiki kualitas guru dan bangun sarana dan pra sarana di
daerah terluar terlebih dahulu baru kebijakan ini di terapkan. Tetapi selama sarana dan pra sarana di
daerah belum ada pemerataan seperti Jakarta dan kualitas guru belum diperbaiki maka kami dengan
tegas menolak mosi ini. Dengan berbagai dasar pemikiran yang telah dikemukakan pada bagian
terdahulu.

Soal moral, seperti disinggung oleh pembicara pertama tim pro, dengan tegas saya nyatakan
bahwa itu adalah tanggung jawab seluruh stekholder, bukan saja sekolah semata. Orang tua, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama berperan di situ juga. Rincinya akan dikemukakan oleh rekan saya
pembicara kedua.

Jadi sekali lagi saya nyatakan dengan tegas, kami sangat menolak mosi ini karena tidak efektif
dan efisien. Sekian dan terima kasih, waktu selanjutnya saya kembalikan pada Moderator.

Pembicara Kedua Tim Pro (TIM SETUJU)

YULIS YG BACA

(salam pembuka dan pembuka pembicaraan disesuaikan redaksinya)

Menanggapi kesangsian dari pembicara pertama tim kontra soal full day school  tidak akan bisa
berjalan jika kualitas guru, sarana, dan pra sarana sekolah belum disiapkan. Saya ingin mengutip
pernyataan Nurson Wahid, seorang politisi muda dan cendekiawan Muslim yang mengatakan;

“masalah terjadi karena orang gagal paham dan salah paham”.

Gagal paham karena orang memiliki kecenderungan melihat suatu kebijakan secara sepintas
kemudian bereaksi, dan reaksinya berlebihan sehingga menimbulkan salah paham.

Baiklah rekan-rekan tim kontra yang saya hormati, dilansir dari http://news.liputan6.com,  kalau
anda berkenan saudara bisa membacanya sendiri, saya bawah print outnya. Di situ, Narsulla, staf khusus
Kendikbud bidang komunikasi publik, mengatakan:

“Konsekuensi diterapkan  full day school  tersebut harus ada penambahan fasilitas di lingkup sekolah.
Penambahan fasilitas umum di sekolah tersebut menggunakan dana hibah”. Kata Nasrullah di sela
Focus Groups Discussion (FGD) Penguatan Media dalam Mensosialisasikan Kebijakan Mendikbud di
Malang, Jawa Timur, Sabtu 18 Maret 2017.
Artinya soal sarana dan pra sarana yang dikawatirkan oleh tim kontra tadi, jauh-jauh hari sudah
dipikirkan, bahkan sudah ada yang melaksanakan. Saya akan membacakan pernayataan Narsulla staf
khusus kemendikbud pada pargraf selanjutnya;

Artinya apa, yang dikawatirkan tim kontra sudah dilaksanakan. Fakta lain pun menunjukan ada
540 sekolah yang menerima dana hibah untuk melengkapi fasilitas sekolah yang belum ada atau kurang.
Artinya, kebijakan ini sudah berjalan, dan jika mayoritas orang tidak setuju, bahkan anda katakan tadi
menggagas petisi, tetapi mengapa ada 540 sekolah yang setuju menerima dana hibah?. Paksaan,
tekanankah itu?.

Menurut kami, ini hanya sekelintir orang yang tidak menginginkan revolusi mental terjadi di
negeri ini; sehingga dengan segala daya upaya hendak menghentikan program yang baik ini. Kemudian
kekawatiran kedua adalah soal guru dengan dihadirkan hasil UKG guru tahun 2006 dan 2017 sebagai
data perbandingan.

Rekan-rekan tim kontra yang kami hormati. Di bagian akhir pernayataan  Nasrullah  bahwa,
"rasio guru dan siswa pun juga tidak merata dan rata-rata guru menumpuk di Jawa atau di lokasi
tertentu. Oleh karena itu dalam waktu dekat akan dilakukan, Gerakan literasi di Sekolah.

Artinya apa, lagi-lagi saya harus katakan bahwa anda berpikir saat ini. Namun  jauh sebelum itu,
pengampuh kebijakan kita telah memikirkannya terlebih dahulu. Sebelum anda berpikir dan sebelum
mereka melakukan kebijakan penerapan full day school segala situasi, termasuk apa yang tim kontra
pikirkan sudah lebih dulu dipikirkan dan dilaksanakan.

Selain itu, soal kualitas guru, telah dilakukan pelatihan guru dengan sistem klaster pada masa
peralihan dari Anis Baswedan ke Muhadjir Effendi, menteri pendidikan saat ini.

Artinya apa, beliau sudah teruji dalam situasi sulit untuk berpikir cepat dan tepat. Sehingga
kebijakan yang digagas olehnya sendiri tentu telah dibekali dengan kontruksi berpikir sebab akibat.
Termasuk item penting dalam bidang pendidikan, yakni guru sebagai garda terdepan.

Jadi saran kami anda jangan terlalu khawatir berlebihan.

Kemudian meyoal  tentang full day school, perlu kita ketahui bersama bahwa penaman tersebut
telah diganti menjadi  Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) dengan jadwal pelajaran tetap namun
aktifitas sekolah yang lain ditambah dengan fokus utama adalah pendidikan karakter.

Jadi bisa saya simpulkan bahwa kelompok pro memiliki tingkat kekawatiran berlebihan yang
tidak berdasar dan beralas; karena segala kekawatiran yang dikemukakan, soal guru maupun sarana
pendidikan; jauh sebelumnya sudah dipikirkan dan dilaksanakan oleh pengampuh kebijakan yakni
pemerintah, melalui menteri pendidikan nasional.

Jadi kami mendukung mosi ini untuk mengaktualisasikan revolusi mental demi generasi
sesudah kita dan Indonesia yang lebih baik.

Sekian dan terima kasih, selanjutnya saya kembalikan kepada moderator.

Pembicara Kedua Tim Kontra (TIDAK SETUJU)

YUNUS YG BACA

(salam pembuka dan pembuka pembicaraan disesuaikan redaksinya)

Tadi pembicara kedua dari tim pro mengatakan, “jauh sebelum kami berpikir pemerintah telah
memikirkanya dan melaksanakannya”. Jadi kekawatiran kami tentang kualitas guru dan masalah sarana
dan pra sarana telah dengan tegas dinyatakan tidak berdasar. Walaupun sejatinya yang kami sampaikan
itu, khususnya kualitas guru merekapun merasakannya karena mereka juga adalah pelajar.

Dewan juri yang terhormat, saya ingin mengemukakan dua hal.


Hal pertama adalah kondisi fisik dan pskologis siswa, hal yang kedua masih soal kualitas guru
dan masalah sarana prasarana. Hal kedua ini lebih pada penegasan ulang.

Rekan-rekan tim pro yang kami hormati.

Saya ingin mengajak rekan-rekan sekalian untuk berpikir sebelum kita bertemu di tempat ini.
Jika sekolah anda menerapkan kurikulum K 13, berarti anda mungkin juga sering dengar pernayataan,
guru hanya sebagai fasilitator, siswa belajar untuk menemukan sendiri.

Prakteknya deretan tugas kimia, fisika, sejarah, dan berbagai pelajaran lain menumpuk. Itu fakta
jangan membantah, jika anda seorang pelajar pasti mengalaminya.

Full day school. Kita akan menghapi suatu kenyataan belajar seperti biasa dari jam 06.30 hingga
pukul 13.00 WIB. Setelah itu, kegiatan sekolah dilanjutkan dengan eskul dan bimbingan keagamaan,
yang anda katakan (pembicara 1 dan 2) soal moral itu, ada pada kira-kira pukul 13.00 sampai pukul
16.30 WIB.

Pertanyaan saya kapan kita bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah yang kita peroleh dari
belajar reguler sejak pukul 6.30 hingga pukul 13.00?.

Saat pulang sekolah?. Lantas waktu dengan keluarga kapan?.

Hari Sabtu dan Minggu?, jika iya maka tidak efektef. Dimana karakter kita sebagai remaja
dengan gaya berkumpul dan bersosialisasi sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi; di lain pihak harus
mengerjakan tumpukan tugas sekolah, semantara waktu bersama keluarga tidak terpenuhi dengan baik.
Selain itu, dengan kebijakan ini memberi beban mental dan fisik tersendiri, apalagi siswa SD yang mudah
bosan.   

Sampai pada bagian ini, saya cukup yakin anda akan katakan tugas seorang pelajar ya belajar.
Anda lupa pada satu hal bahwa masa anak-anak itu masa bermain. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi,
maka ibaratnya orang yang haus tidak diberi minum. Maka yang muncul adalah pemberontakan karena
kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi.

Apakah anda setuju dengan kebijakan yang akan menjadi beban bagi anda juga?.

Selain itu saya ingin mengajak anda, jangan hanya berpikir soal Jakarta, tempat anda berada
saat ini. Coba anda fikirkan tentang Indonesia timur yang rumahnya jauh-jauh, akses sulit dan
orangtuanya petani dan nelayan. Sebuah sekolah yang bangunannya dipinjam dari SMP terbuka.

Lantas yang ini, sekolah tidak layak. Jangankan beli komputer, beli kapur tulis saja susah. Sampai
pada bagian ini anda mungkin akan katakan, jauh sebelum anda berpikir pengampuh kebijakan sudah
berpikir, dan jauh sebelum anda kawatir Muhadjir Effendy menteri pendidikan sudah laksanakan A, B, C
dan seterusnya.

Bahkan mungkin saat ini rekan-rekan tim pro pun sedang melawan nuraninya sendiri, soal
tugas-tugas sekolah yang menumpuk dan kapan akan diselesaikan.

Jadi, dewan juri yang terhormat, kami tim kontra dengan tegas menolak mosi ini dengan
alasan masih tentang sarana dan pra sarana, kualitas guru, dan ditambah dengan beban fisik dan
psikologis siswa.

Sekian dan terima kasih. Waktu selanjutnya saya kembalikan ke moderator.

Pembicara Ketiga Tim Pro

JANET YG BACA LAGI

*** Salam dan pembuka pembicaraan disesuaikan redaksinya***


Mengawali tanggapan saya tentang kekawatiran tim kontra soal sarana dan pra sarana.
Ditambah dengan beban fisik dan psikis yang telah dipaparkan oleh pembicara kedua tim kontra tadi.
Saya ingin mengutip kata-kata Sidarta Gautama, tokoh yang dikenal sebagai pendiri agama Budha.

"Segala sesuatu (pasti) berubah, tidak ada satu hal yang tetap dan tidak berubah."

Dalam konteks pendidikan dan remaja, kita bisa simak dari orang tua kita, guru-guru kita, atau
membaca dari literatur yang ada bahwa, sopan santun anak sekolah masih dijaga, menghormati orang
tua syarat mutlak dan kental, seks bebas tidak diperkenankan sebelum pernikanan resmi. ITU DULU.

Sekarang kita bisa lihat tawuran antar pelajar, fenomena keautisan sosial yang ditimbulkan
karena adanya teknologi informasi, secara khusus bahaya gadjet bagi remaja. Jika kurang jelas saya ingin
beri contoh fenomena pokemon go yang cukup menyita perhatian kita bersama pekan sebelumnya. Seks
bebas, belum lagi kasus narkoba, juga korupsi yang menganak pinang di negeri ini, radikalisme dan
beribu kasus lain yang miris jika dikaji lebih jauh.

Soal radikalisme ingin saya katakan pada forum ini bahwa orang-orang yang terlibat di
dalamnya, bukan orang yang tidak memiliki kecerdasan intlektual melainkan cukup cerdas. Buktinya
mereka bisa rakit bom, dan mohon maaf saya harus sampaikan di forum ini bahwa bom tersebut dipakai
untuk membom gereja, melawan aparat penegak hukum, dan bahkan tidak segan-segan menghabisi
nyawa siapa saja yang berseberangan dengan kelompok ekstrimisme ini.

Apakah mereka orang-orang bodoh?, saya katakan tidak. Tetapi mereka kurang dalam hal
kecerdesan emosional, karakter moral dan nilai-nilai kebangsaan.

Fenomena rekutan anak muda yang kita kenal dengan sebutan ISIS rekuitmen adalah salah satu
gambaran bahwa moralitas dan pendidikan karakter kebangsaan harus kita galakkan lagi untuk melihat
Indonesia terus berjaya. Pancasila tetap menjadi dasar negara kita, dan Bineka Tunggal Ika pun tetap
menjadi semangat berbanggsa kita.

Caranya sederhana, PENDIDIKAN KARAKTER  yang sedang digalangkan oleh Kemendikbud


melalui kebijakan full day school.

Dewan juri yang terhormat, Itulah fenomena dan tantangan berbangsa saat ini. Kepada siapa
negeri ini berharap untuk terbebas dari semua kenyataan yang saya sebutkan tadi. Bukan presiden,
gubernur atau bupati, tetapi melalui generasi mudanya. Yaitu saya, rekan saya, dan teman-teman dari
tim kontra. Cara yang dilakukan adalah melalui jalur pendidikan; dan sekali lagi saya tegaskan lewat
pendidikan karakter yang digagas lewat full day school.

Soal beban fisik dan mental saya ingin kemukakan bahwa full day school adalah belajar seperti
biasa, hanya ditambahkan gaya pendidikan karakter alah pondok pesantern, seminari maupun
pembinaan remaja gereja. Jika anda katakan cape fisik dan mental, bagi saya ini hanya bentuk ketakutan
karena tidak mau keluar dari zona nyaman.

Ribuan santri yang ada di tanah air Indonesia. Ratusan seminaris yang tersebar di daratan Jawa,
sulawesi, dan Indonesia Timur lain, biasa saja. Ratusan aktifis muda gereja yang juga anak sekolah
mungkin sudah gila semua jika mereka selalu berpikir sulit seperti tim kontra. Tetapi kenyataannya,
santri, seminaris, maupun pemuda gereja masih ada sampai saat ini.

Jadi intinya, ini hanya soal mau atau tidak keluar dari zona nyaman dan mau dibina menjadi
lebih baik atau tidak. Dewan juri yang terhormat, mengenai minimnya sarana dan pra sarana, terutama
akses yang sulit di timur sana. Itulah kenyataan saat ini tetapi jangan pernah lupa juga tantangan lainnya
sedang menanti generasi muda Indonesia.

Apa itu tantangannya?, ya narkoba, seks bebas, keatusian sosial, tawuran antara pelajar, radikalisme,
ekstrimisme. Apakah kita hanya duduk diam dan menerima nasib?.

Bagi kami tim pemerintah, sarana dan prasarana memang penting. Tetapi membangun intlektualitas
dan moralitas generasi penerus bangsa jauh lebih penting. Sampai pada bagian ini saya meyakini
rekan-rekan tim oposisi akan menanggapinya dengan pertanyaan kritis; bagaimana mungkin kita
membangun manusia muda agar siap menggantikan generasi tua kalau guru sebagai pioner terdepan
pendidikan tidak memiliki kualitas yang mumpuni.
Tim oposisi dan dewan juri yang terhormat,

Jika setiap saat sejak republik ini ada, kita selalu bersikap skeptis terhadap guru maka tidak ada
Baharudin Habibi yang bisa buat pesawat. Tidak ada presiden yang bernama Jokowidodo; tidak ada
Ahok yang mengubah tempat pelacuran Kali jodoh menjadi taman bermain keluarga, dan tidak ada anak
Papua yang bernama George Saa yang menemukan rumus fisika, dan saat ini bersekolah di Amerika.

Dewan juri yang terhormat,


Semua itu karena andil guru bangsa. Kalau pun toh tim lawan memberikan kritikan untuk perubahan
agar menjadi lebih baik, itu sah dan baik tetapi jika terus menerus bersikap skeptis maka perubahan ke
arah yang lebih baik tidak akan terjadi di negeri ini. Hanya kehancuran sebuah bangsalah yang dinanti.
Ingat musuh kita saat ini bukan para penjajah tetapi anak bangsa sendiri.

Soal pekerjaan rumah menumpuk dan kapan harus dikerjakan adalah evaluasi dan perbaikan
untuk menjadi lebih baik. Berilah kami kesempatan untuk membuktikan kalau program ini benar dan
membawa manfaat. Tunggu evaluasi anda diaktualisasikan atau belum itu soal nanti, tetapi saat ini
marilah kita dukung program yang baik ini untuk Indonesia yang lebih baik.

Dewan juri yang terhormat, sebelum saya mengahiri paparan argumentasi saya, izinkan saya
untuk kemukakan satu hal.

Fenomena remaja dan perubahan selalu terjadi di mana saja. Dunia pendidikan yang baik harus
selalu tanggap menanggapi perubahan zaman dan membuat kemasan yang baik untuk menghadapinya.
Soal siap atau tidak siap sarana dan pra sarana, itu yang kedua. Tetapi keutamaan untuk membangun
manusia muda yang intletual dan bermoral lewat full day school harus didukung. 

Sekian dan terima kasih, selanjutnya saya kembalikan kepada moderator.

Pembicara Ketiga Tim Kontra (TDK SETUJU)

DELA YG BACA LG

*** Salam dan pembuka pembicaraan disesuaikan redaksinya***

Membangun manusia itu penting, niat baik itu bagus tetapi semuanya akan sia-sia jika
pengampuh kebijakan tidak memiliki skala prioritas dan melibatkan segenap komponen bangsa dalam
membangun manusia itu sendiri.

Dewan juri yang terhormat,


Gelombang penolakan terhadap program yang oleh rekan-rekan tim pemerintah dikatakan untuk
membuat Indonesia menjadi lebih baik ini, menuai banyak penolakan dari segala lapisan anak bangsa,
bukan hanya kami bertiga di sini.

Penolakan pertama dari masyarakat melalui petisi situs change.org. Petisi bertuliskan 'Tolak
Pendidikan "Full Day"/Sekolah Seharian Penuh di Indonesia dibuat oleh Deddy Mahyarto Kresnoputro.
Saat saya cek pada tanggal 30/4/2017, pukul 13.00 WIB sudah ada 46. 520 orang yang menandatangani
petisi online tersebut dan menyatakan menolak. Hanya 3. 480 orang yang menyatakan setuju dengan
kebijakan tersebut. Ini belum termasuk saudara-saudari kita di Indonesia bagian Timur yang mungkin
akses ke situs ini agak sulit atau tidak mengetahuinya.

Jadi dengan tegas saya nyatakan dengan rasio yang ada program ini tidak bisa diterima oleh
masyarakat umum, dengan berbagai alasan seperti yang dikemukakan oleh pembicara 1 dan 2 tim
oposisi yang telah disampaikan sebelumnya.

Bukan hanya masyarakat yang menolak kebijakan full day school. Penolakan yang samapun
dilakukan oleh bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi (http://news.okezone.com).
Pertanyaan saya bagaimana mungkin kebijakan pemerintah pusat bisa terealisasi jika kepala
daerahnya saja menolak?.

Apakah ini akan maksimal?, saya pikir tidak. Bahkan hanya akan membuang biaya, waktu dan tenaga
saja, padahal dibagian lain sektor pendidikan masih banyak yang harus dibereskan segera. Seperti
sarana dan pra sarana sekolah.

Sampai pada bagian ini saya cukup yakin tim pemerintah akan katakan, bangun manusia dulu baru
bangunan. Karena manusia yang membangun bangunan bukan bangunan yang membangun manusia.

Lantas bagimana dengan guru honorer yang gajinya tidak mencapai UMR. Tiga bulan sekali baru
diterima. Apakah mereka bukan manusia tim pro?

Penolakan yang sama juga dilakukan oleh wakil DPR RI Fadli zon (http://m.metrotvnews.com).
Lantas bagaimana mungkin eksekutif dan legislatif bisa bersinergi kalau sejak awal saja sudah menolak.

Jadi kesimpulannya full day school belum bisa diterapkan di Indonesia karena sarana dan pra
sarana belum memadai. Masih terjadi kesenjangan antara pusat dan daerah, kualitas guru yang belum
memadai, dan masih ada masalah lain di bidang pendidikan yang lebih serius lagi daripada full day
school.

Program ini hanya bisa diterapkan di negara maju dan wilayah perkotaan, yang memiliki akses
yang muda dan mata pencarian orang tua adalah perkantoran. Tidak untuk daerah yang aksesnya sulit
dan mata pencarian orang tua adalah bertani dan nelayan.

Jika dewan menyetujui permintaan ini maka dewan ikut andil dalam menciptakan kesenjangan
antara pusat dan daerah, ikut andil dalam sentimen sosial tertentu antara pedesaan dan perkotaan.
Sekali lagi saya tegaskan jika dewan menyetujui permintaan tim pemerintah maka program pemerintah
tentang pemerataan pendidikan di Indonesia tidak terjadi, dan itu semua karena keputusan dewan pada
sidang ini. Sekian dan terima kasih, selanjutnya saya kembalikan pada moderator.

Pidato Penutup Tim Pro

YULIS YANG BACA

*** Salam dan pembuka pembicaraan disesuaikan redaksinya***

Dewan yang terhormat, di era moderen seperti saat ini, setiap saat selalu mengahdirkan
fenomena baru yang menuntut suatu tanggapan serius dari perubahan tersebut.

Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan perannya sangatlah sentral dan strategis, untuk
menentukan nasib sebuah bangsa dalam menanggapi perubahan yang ada.

Kenyataan yang telah kami jelaskan sebelumnya, seperti radikalisme, autisme, ekstrimisme,
narkoba, dan seks bebas adalah bagian kecil dari tantangan dunia pendidikan saat ini. Di sisi yang lain
sebagai sebuah bangsa, kita dihadapi oleh kenyataan bahwa sarana dan prasarana sekolah yang minim
fasilitasnya. Namun, bagi kami tim pemerintahan, orentasi pembangunan suatu bangsa adalah bukan
pada gedung dan benda mati, melainkan manusia.

Sebab manusia yang akan mengendalikan kekurangan sarana dan pra sarana, bukan sarana dan
pra sarana yang mengendalikan manusia. Oleh karena itu, dengan tegas kami menyatakan mendukung
penuh mosi tentang diberlakukan full day school; untuk mencetak generasi muda penerus bangsa yang
cerdas otaknya. Moralnya baik, karena nilai kebangsaan dan moralitas adalah dasar pendidikannya; dan
tentunya memiliki raga yang sehat karena jauh dari narkoba, seks bebas, maupun tidakan eksrimisme
lainnya.

Jika dewan menolak paparan kami, maka dengan tegas saya nyatakan dewan terlibat dalam
persekongkolan untuk menghancurkan negeri ini dari dalam, dan melalui generasi mudanya.

Hadirin sekalian, Kapan lagi kalau bukan sekarang, siapa lagi kalau bukan kita yang memulai.
Dewan yang terhormat, terus berpikir untuk membuat sebuah keputusan yang tepat itu baik. Tetapi
manusia dan sisi kemanusian haruslah mendapatkan tempat yang paling terhormat.

Sekian dan terima kasih, selanjutnya saya kembalikan kepada moderator.

Pidato Penutup Tim Kontra

YUNUS YG BACA

*** Salam dan pembuka pembicaraan disesuaikan redaksinya***

Dewan juri dan rekan-rekan tim pemerintahan yang saya hormati.


Jumlah sekolah dari Aceh hingga tanah Papua sekitar 300 ribu unit. 76 % kelas tingkat sekolah dasar
rusak. 19 % guru di Indonesia pendidikannya di bawah S 1 dari total kurang lebih 3,4 juta orang guru di
Indonesia. Sumber http://databoks.katadata.co.id tahun 2016.

Dewan yang terhormat, dengan rasio yang ada; maka niat yang baik saja tidak cukup
menyelesaikan persoalan bangsa seperti radikalisme, narkoba, seks bebas maupun kenakalan remaja
yang disampaikan oleh tim pemerintahan. Kita butuh analisis dan kajian yang mendalam sehingga niat
yang baik, dana yang dipakai dari pajak rakayat benar-benar tepat sasaran dan dibutuhkan oleh dunia
pendidikan kita.

Jadi dewan yang terhormat berulang kali kami menyatakan, MENOLAK dengan tegas
diberlakukan sistem full day school di Indonesia.

Saran yang kami berikan benahi dulu masalah sarana dan prasarana, kualitas dan kesejateran
guru. Cipatakan pemeratan dalam segala aspek di bidang pendidikan antara pusat dan daerah, kota
dan desa baru program ini dilaksanakan.

Sidang dewan yang terhormat, jika dewan menyetujui forum kali ini; maka dengan sangat
menyesal kami harus katakan bahwa dewan ikut andil dalam menciptakan sistem olah APBN yang tidak
tepat sasaran;  dan tentunya sangat merugikan rakyat kecil.
Dewan yang terhormat, mohon dipertimbangkan argumentasi, riset dan bukti-bukti lapangan
yang telah kami kemukan.

Sekian dan terima kasih, selanjutnya saya kembalikan pada moderator.

Anda mungkin juga menyukai