Anda di halaman 1dari 7

Ikhwanul Muslimin

Jamaah Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailia, Mesir pada Maret 1928 dengan
pendiri Hassan al-Banna, bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-
Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi. Ikhwanul
Muslimin pada saat itu dipimpin oleh Hassan al-Banna. Di masa-masa awal tersebut, orang-
orang Ikhwan langsung menyebarkan pemikirannya menuju utara dan selatan Mesir.
Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi Islam berlandaskan ajaran Islam. Bisa
dilihat dari pemikiran utama Ikhwanul Muslimin berikut.Ia merupakan salah satu jamaah dari
beberapa jamaah yang ada pada umat Islam, yang memandang bahwa Islam adalah dien yang
universal dan menyeluruh, bukan hanya sekadar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat,
puasa, haji, zakat, dll) saja. Tujuan Ikhwanul Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok
individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara
yang dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara
mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga
dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam. Pengaruh ajaran shufi hanya
terbatas pada zikir/wirid yg dibaca konsisten setiap pagi dan petang (Al-Ma'tsurat) berdasarkan
hadits yang shohih. Ikhwanul Muslimin menolak segala bentuk penjajahan dan monarki yang
pro-Barat.
Dalam perpolitikan di berbagai negara, Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam proses
demokrasi sebagai sarana perjuangannya (bukan tujuan), sebagaimana kelompok-kelompok lain
yang mengakui demokrasi. Contoh utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang
mengikuti proses pemilu di negara tersebut.
Di berbagai media khususnya media negara-negara Barat, Ikhwanul Muslimin sering
dikait-kaitkan dengan Al-Qaeda. Pada faktanya, Ikhwanul Muslimin berbeda jauh dengan Al-
Qaeda. Ideologi, sarana, dan aksi yang dilakukan oleh Al-Qaeda secara tegas ditolak oleh
pimpinan Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin lebih mendukung ide perubahan dan
reformasi melalui jalan damai dan dialog yang konstruktif yang bersandarkan pada al-hujjah
(alasan), al-mantiq (logika), al-bayyinah (jelas), dan ad-dalil (dalil). Kekerasan atau radikalisme
bukan jalan perjuangan Ikhwanul Muslimin, kecuali jika negara tempat Ikhwanul Muslimin
berada, terancam penjajahan dari bangsa lain. Inipun, kekerasan di sini sebenarnya lebih tepat
disebut sebagai perlawanan, bukan radikalisme atau kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh
kelompok teroris. Sebagai contoh adalah Hamas yang merupakan perpanjangan tangan Ikhwanul
Muslimin di Palestina. Syekh Ahmad Yassin pendiri Hamas adalah tokoh Ikhwanul Muslimin.
Al-Ikwan Al-Muslimun mengutuk segala bentuk kriminalitas yang disebut dengan
terorisme di seluruh belahan bumi di dunia Arab dan Islam, sebagaimana di belahan negara
lainnya di dunia, seperti yang telah terjadi di New York dan Washington DC pada Serangan 11
September 2001. Begitu juga Al-Ikhwan sangan mengecam peristiwa anarkisme yang terjadi di
Riyadh, Bali, Madrid dan lainnya Dengan sangat jelas Al-Ikhwan mengumumkan bahwa
tindakan-tindakan kriminalitas seperti itu sama sekali tidak didukung oleh Syariat, Agama, dan
Undang-undang manapun.
Di berbagai media, Ikhwanul Muslimin juga sering dikait-kaitkan dengan gerakan
Wahabi. Pada faktanya, antara Al-Ikhwan dengan Wahabi berbeda jauh. Pengkait-kaitan Al-
Ikhwan dengan Wahabi pada dasarnya disebabkan adanya kesamaan nama. Di dalam sejarah
Wahabi di Arab Saudi, mereka memang pernah memiliki pasukan tempur yang bernama Al-
Ikhwan, nama yang sama persis dengan Al-Ikhwan yang di Mesir. Seorang penulis bernama
Robert Lacey dalam catatan kaki bukunya yang berjudul "Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia" di
halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya
dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dibentuk di Mesir pada
tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini. Secara pemikiran pun antara Ikhwanul Muslimin
dengan Wahabi saling bertolak belakang. Ikhwanul Muslimin masuk ke dalam wilayah politik
dalam perjuangannya (bahkan membentuk partai politik), sedangkan Wahabi sebaliknya, yaitu
antipati terhadap partai politik.
Ikhwanul Muslimin memiliki landasan berupa:
1. Allah tujuan kami (Allahu ghayatuna)
2. Rasulullah teladan kami (Ar-Rasul qudwatuna)
3. Al-Qur'an landasan hukum kami (Al-Quran dusturuna)
4. Jihad jalan kami (Al-Jihad sabiluna)
5. Mati syahid di jalan Allah cita-cita kami yang tertinggi (Syahid fiisabilillah asma
amanina)
Walaupun begitu, Ikhwanul Muslimin tetap mengikuti perkembangan teknologi dan tidak
meninggalkannya. Sebagai organisasi Islam moderat, Ikhwanul Muslimin diterima oleh segala
lapisan dan pergerakan. Ikhwanul Muslimin menekankan adaptasi Islam terhadap era globalisasi.
Pemikiran dan pergerakan Ikhwanul Muslimin mencakup delapan aspek yang mencerminkan
luasnya cakupan Islam sebagai ideologi yang mereka anut, yaitu Dakwah salafiyah (dakwah
salaf), Thariqah sunniyah (jalan sunnah), Hakikat shufiyah (hakikat sufi), Hai'ah siyasiyah
(lembaga politik), Jama'ah riyadhiyah (kelompok olahraga), Rabithah 'ilmiyah tsaqafiah (ikatan
ilmiah berwawasan), Syirkah iqtishadiyah (perserikatan ekonomi), dan Fikrah ijtima'iyah
(pemikiran sosial).

Hamas
Hamas adalah organisasi Islam Palestina, dengan sayap militer terkait, Izz ad-Din al-
Qassam, di wilayah Palestina. Sejak tahun 2007, Hamas telah memerintah Jalur Gaza, setelah
memenangkan mayoritas kursi di parlemen Palestina pada pemilihan parlemen Palestina tahun
2006 dan mengalahkan organisasi politik Fatah dalam serangkaian bentrokan. Israel, Amerika
Serikat, Kanada, Uni Eropa, Yordania, Mesir dan Jepang mengklasifikasikan Hamas sebagai
organisasi teroris, sementara Iran, Rusia, Turki, Cina dan banyak negara di seluruh dunia Arab
tidak mengambil sikap atas Hamas.
Berdasarkan prinsip-prinsip fundamentalisme Islam yang memperoleh momentum di
seluruh dunia Arab pada 1980-an, Hamas didirikan pada tahun 1987 selama Intifadhah Pertama)
sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin Mesir. Sheik Ahmed Yassin sebagai pendiri menyatakan
pada tahun 1987, dan Piagam Hamas menegaskan pada tahun 1988, bahwa Hamas didirikan
untuk membebaskan Palestina dari pendudukan Israel dan mendirikan negara Islam di wilayah
yang sekarang menjadi Israel, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. Namun, pada bulan Juli 2009, Khaled
Meshal, kepala biro politik Hamas, mengatakan organisasi itu bersedia bekerja sama dengan
"resolusi konflik Arab-Israel yang termasuk negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun
1967", asalkan pengungsi Palestina memegang hak untuk kembali ke Israel dan Yerusalem
Timur menjadi ibu kota negara baru. Namun, Mousa Abu Marzook Mohammed, wakil ketua biro
politik Hamas, mengatakan pada tahun 2014 bahwa "Hamas tidak akan mengakui Israel", dan
menambahkan "ini adalah garis merah yang tidak bisa dilewati".
Pada bulan Juni 2008, sebagai bagian dari gencatan senjata yang ditengahi Mesir, Hamas
menghentikan serangan roket ke Israel dan melakukan beberapa upaya untuk mencegah serangan
oleh organisasi lain. Setelah masa tenang selama empat bulan, konflik meningkat ketika Israel
melakukan aksi militer dengan tujuan untuk mencegah penculikan yang direncanakan oleh
Hamas, menggunakan terowongan yang digali di bawah pagar keamanan perbatasan, dan
menewaskan tujuh operator Hamas. Sebagai pembalasan, Hamas menyerang Israel dengan
rentetan roket. Pada akhir Desember 2008, saat Israel menyerang Gaza dan menarik pasukannya
dari wilayah pada pertengahan Januari 2009. Setelah Perang Gaza, Hamas terus memerintah
Jalur Gaza dan Israel mempertahankan blokade ekonomi. Pada tanggal 4 Mei 2011, Hamas dan
Fatah mengumumkan perjanjian rekonsiliasi yang menyediakan untuk "pembentukan pemerintah
Palestina sementara secara bersama" sebelum pemilihan nasional yang dijadwalkan pada 2012.
Menurut laporan berita Israel yang mengutip pemimpin Fatah Mahmud Abbas, sebagai syarat
bergabung dengan PLO, Khalid Mishaal setuju untuk menghentikan "perjuangan bersenjata"
melawan Israel dan menerima Negara Palestina dalam perbatasan tahun 1967, di samping Israel.
Piagam Hamas 1988 menyatakan bahwa Hamas "berusaha untuk menaikkan bendera
Allah di setiap inci dari Palestina" (Pasal Enam). Pasal Tiga puluh Salah satu dari Piagam
negara: "Di bawah sayap Islam, adalah mungkin bagi para pengikut tiga agama -Islam, Kristen
dan Yahudi- untuk hidup berdampingan dalam damai dan tenang dengan satu sama lain" Setelah
pemilu tahun 2006, pendiri Hamas Mahmoud Al-Zahar tidak menutup kemungkinan menerima
"solusi dua-negara sementara", dan menyatakan bahwa ia bermimpi "menggantung peta besar
dunia di dinding rumah saya di Gaza yang tidak menunjukkan Israel di atasnya". Xinhua
melaporkan bahwa Al-Zahar "tidak menutup kemungkinan memiliki Yahudi, Muslim dan
Kristen yang hidup di bawah kedaulatan sebuah negara Islam". Pada akhir 2006, Ismail Haniyeh,
pemimpin politik Hamas, mengatakan bahwa jika negara Palestina terbentuk berdasarkan batas
1967, Hamas bersedia untuk menyatakan gencatan senjata yang bisa bertahan selama 20 tahun,
dan menyatakan bahwa Hamas tidak akan pernah mengakui "perampas pemerintah Zionis" dan
akan terus "seperti gerakan jihad sampai pembebasan Yerusalem".
Tokoh
 Mahmoud al-Zahar
 Sheikh Ahmed Yassin
 Yahya Ayyash
 Abdullah Yusuf Azzam
 Abdel Aziz al-Rantissi
 Khaled Meshal
 Ismail Haniya

Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama
Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan
di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang
bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia
dalam segala aspeknya. Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya
umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga
mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang
niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti
asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia. Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh
K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8
Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH
Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi
hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum
muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam
pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School
Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah
(sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki,
yang bertempat di Jalan S Parman no 68 Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Madrasah
Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang
keduanya skarang menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan
dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam catatan Adaby Darban, ahli
sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh
kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang
Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton
Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban,
2000: 34).[2] Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah
terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan,
sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di
kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa
Muhammadiyah ke Sumatra Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam
tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra
Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi,
dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.

Nahdlatul 'Ulama
Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat
NU, adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari
1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU
merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh
sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah. Selain itu, NU sebagaimana organisasi-
organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan yang lahir di masa
penjajah, pada dasarnya merupakan perlawanan terhadap penjajah. Hal ini didasarkan, berdirinya
NU dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan
kesadaran politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab
kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.
Ada banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya NU. Di antara faktor itu adalah
perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk
amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam "murni",
yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab. Bagi para kiai pesantren,
pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap
tidak dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Untuk
itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan. Untuk menegaskan
prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasjim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip
dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut
kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga
NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang
mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli
(skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi
juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam
itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidi
dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung
mengikuti mazhab: Imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: Imam Hanafi, Imam
Maliki,dan Imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di
bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Syeikh
Juneid al-Bagdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Gagasan kembali ke
khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran
ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih
maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut
berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu
diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham
dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada
satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada
upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Apabila dilihat
dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari
jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKB,
PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka
bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka
dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim
santri Indonesia. Suaidi Asyari memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia
dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim
santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham
keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga
atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karaktaristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU
mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik
di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesivitas yang tinggi, karena secara sosial
ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran
ahlussunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia
pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan
dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota
memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di
pedesaan, maka saat ini di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga
dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan
dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki
sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari
dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap kepengurusan
NU. Tujuan Organisasi menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri
dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil
dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU
dikenal sebagai partai yang mendukung Soekarno, dan bergabung dalam NASAKOM
(Nasionalis, Agama, Komunis). Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI), Agama
Partai Nahdhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI). NU kemudian menggabungkan
diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa
orde baru Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU
menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU, yang
terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.
Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman
Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

Persatuan Islam
Persatuan Islam (disingkat Persis atau PERSIS) adalah sebuah organisasi Islam di
Indonesia. Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok Islam yang
berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji
Muhammad Yunus. Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang
sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda
dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan
budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam
dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti
Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis
mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat, DKI
Jakarta, Riau, dan Gorontalo. Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi politik
namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran
Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid'ah yang telah banyak menyebar di
kalangan awwam orang Islam. Struktur dari Persis:
1. Pimpinan Wilayah. Pimpinan Wilayah yang telah didirikan oleh jam'iyyah terdiri dari 16
PW.
2. Pimpinan Daerah. Dari 16 Pimpinan Wilayah membawahi jalur jam'iyyah sebanyak 62
Pimpinan Daerah.
3. Pimpinan Cabang. Dari 62 Pimpinan Daerah membawahi 358 Pimpinan Cabang
Persatuan Islam yang gerakan utamanya adalah pendidikan telah menyiapkan lembaga-
lembaga pendidikan berbasis kepesantrenan sebanyak 230 pesantren.
Tokoh
 Muhammad Isa Anshary, politikus dan pejuang Indonesia.
 Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri Indonesia
 Ahmad Hassan, teman debat Soekarno ketika di Bandung
 Haji Zamzam, pendiri Persis
 H. Eman Sar'an Ketua Dewan Hisbah 1990 - 2005
 Achyar Syuhada, ulama terkemuka Persis
 Mohammad Yunus, ulama Persis
 K.H. E. Abdurrahman, pemimpin Persis tahun 1962-1983
 K.H A. Latif Muchtar Ketua Umum Persis 1990 - 1997
 KH. Shiddiq Amien, Mba Mantan Ketua Umum persis 1997 - 2010
 K.H.Ikin Shadikin, Ulama terkemuka Persis Ketua Majlis Penasihat Persis 2000 - 2011
 K.H. Usman Sholehudin, Ketua Dewan Hisbath
 K.H. Aceng Zakaria Ketua Umum 2015 - 2020
 K.H. M. Romli Ketua Dewan Hisbah 2015 - 2020
 K.H. Entang Muchtar ZA Ulama Persis

Anda mungkin juga menyukai