Anda di halaman 1dari 17

A.

PERANAN ALKOHOL, FENOL DAN ETER DIBIDANG FARMASI


1) PERANAN ALKOHOL DIBIDANG FARMASI

Alkohol sebagai Bahan Kimia

Dalam Ilmu Kimia yang dimaksud dengan alkohal adalah senyawa organik yang
dalam struktur molekulnya memiliki gugus hidroksi .(OH). Namun, yang dimaksud dengan
alkohol dalarn kehidupan keseharian (juga dalarn tulisan ini) adalah etanol atau etil akohol
dengan rurnus kimia C,HSOH.

Alkohol berupa zat cair jemih, lebih ringan dari air, mudah terbakar, campur dengan
air, mudah menguap, titik didih 78"C, dapat melarutkan lemak dan berbagai senyawa
organik. Sifat yang terakhir ini memunglankan alkohol digunakan sebagai pelarut bahan obat
dan kosmetika.

Alkohol dapat dibuat dengan cara sintesis dan cara fermentasi, tetapi kebanyakan
alkohol yang banyak digunakan dalam perobatan, dibuat dengan cara fermentasi.

Sebagai bahan kimia, penggunaan alkohol sangat luas. Alkohol digunakan sebagai
pelarut untuk melarutkan berbagai bahan organik (obat) di laboratorium, menyari zat
berkhasiat (alkaloid, glikosid, flavanoid) dalam tumbuhan yang dikenal sebagai sediaan
galenik, bahan sintesis pembuatan eter dan ester di laboratoriun dan industri kimia,
desinfektans, dan bahan bakar.

Fungsi Alkohol dalam Obat

Alkohol sangat luas digunakan dalarn pembualan sediaan obat dan sediaan kosmetika.
Pada dasarnya penggunaan itu meliputi beberapa fungsi, yalcni sebagai (i) bahan berkhasiat,
(ii) pelarut, (iii) pengawet (preservatif), dan (iv) penyegar rasa (flavourant).

I. Alkohol sebagai bahan berkhasiat

Penggunaan alkohol sebagai bahan berkhasiat umumnya untuk obat luar (obat yang
pemakaiannya di luar badan). Beberapa contoh misalnya :

 Alkohol 25% digunakan untuk kompres (menurunkan suhu badan)


 Alkohot 50% digunakan untuk mencegah biang keringat (dalam lotion astringent)
 Alkohol 70% digunakan sebagai desinfektans, dioleskan pada kulit sebelum diinjeksi
untuk mencegah infeksi
 Alkohol juga digunakan untuk membersihkan kulit dan mencegah luka akibat
berbaring terlalu lama bagi pasien di rumah sakit
 Alkohol juga digunakan dalarn bentuk injeksi untuk men~langkan rasa nyeri yang
bersangatan, misalnya dehydrated alcohol injection USP dan alcohol and dextrose
injection USP.
II. Alkohol sebagai pelarut

Pada sediaan tablet, alkohol digunakan untuk melarutkan zat aktif dan berbagai bahan
tambahan, misalnya bahan pengikat, dan bahan penyalut (coating).

Pada bentuk sediaan larutan oral (obat minum), alkohol digunakan untuk
meningkatkan kelarutan obat (kosolven) dengan pelarut utama air. Bentuk sediaan larutan
yang menggunakan kosolven dengan kadar alkohol cukup tinggi (20%) disebut eliksir,
rnisalnya eliksir Pamsetamol, eliksir Teofilin Natrium Glisinat, dan eliksir Batugen (sediaan
obat tradisional). Selain itu alkohol juga digunakan sebagai pelarut larutan injeksi, misalnya
injeksi siklosporin.

Selain dalam obat, alkohol banyak digunakan dalam sediaan kosmetika, utamanya
sediaan parfum (eadu de colognette, eadu de toilette, dsb). Hal ini diiarenakan "zat wangi"
yang berupa minyak atsiri (minyak menguap) tidak larut dalam air tetapi mudah larut dalarn
alkohol.

III. Alkohol sebagai pengawet

Agar alkohol dapat behgsi sebagai preservatif (pengawet) kadar alkohol hams
mencapai 18% atau lebih.

IV. Alkohol sebagai flavourant

Alkohol tidak jarang digunakan sebagai flavourant (penyegar rasa) di samping


sebagai pelarut flavourant agar rasa sediaan obat larutan lebih disukai pasien

V. Alkohol dan Khamr

Di muka telah disebutkan bahwa persoalan alkohol sering dikaitkan dengan khamr.
Hal ini mudah dipahami karena (i) khamr tegas-tegas dinyatakan haram (Quran clan Hadits),
(ii) keharaman kharnr terkait dengan mabuk, dan (iii) zat penyebab mabuk dalam khamr
adalah alkohol.
VI. Alkohol dan Mabuk

Penelitian fmakologis menunjukkan bahwa seseorang akan mabuk kalau kadar


alkohol murni dalam 'darah mencapai 0,15 % (0,15 GI 100 mL) atau lebih. Kadar ini dapat
dicapai kalau seseorang meminum alkohol murni sebanyak 60 mL atau lebih dalam waktu 1
jam. Secara sederhana dapat dihitung, kalau seseorang minum 150 mL (315 gelas biasa)
minuman keras dengan kadar alkohol40% (vodka) akan mabuk karena ke dalarn tubuh
akan masuk alkohol mumi sebanyak 40 % x 150 mL = 60 mL. Sementara kalau seseorang
minum minuman lain (teh, kopi, sari buah, dsb) sebanyak itu tidak akan mabuk dan tidak
akan menimbulkan efek yang merugikan

VII. Efek Alkohol dalam Tubuh


a. Hati (lever), menyebabkan penimbunan lemak, peradangan, dan sirosis
b. Jantung, mengurangi kontraktilitas otot jantung, menurunkan tekanan darah
c. Janin, menyebabkan pertumbuhan talc normal: wanita hamil mesti berhati-hati
dengan produk beralkohol
d. Nutrisi, berkurangnya nafsu makan sehingga te rjadi kurang gizio
e. Interaksi dengan obat. Hampir semua ohat berinteraksi dengan alkohol dan dapat
terjadi potensiasi. Ini sangat berbahaya kalau diminum bersama obat penekan
saraf pusat (obat tidur, penenang, dsb.) dengan akibat kematian.
f. Anak, sangat peka terhadap alkohol, oleh karenanya hams sangat hatihati
penggunaan obat beralkohal bagi anak.

2) PENERAPAN FENOL DIBIDANG FARMASI

Pada industri farmasi salah satu cara pemanfaatan gliserol ini adalah pada pembuatan
obat batuk gliseril guaiakolat. Obat batuk gliseril guaiakolat 1 dapat dibuat melalui reaksi
pembentukan eter Williamson melalui reaksi antara 3-kloro-1,2-propanadiol 2 dan guaiakolat
(o-metoksi fenol) 3 dengan suasana basa dari natrium hidroksida dalam etanol
Reaksi antara Gliserol dan o-metoksi fenol (guaiakol)

Kondisi reaksi dalam suasana basa

Jika mekanisme reaksi berlangsung seperti mekanisme reaksi diatas maka sintesis GG
dapat dilakukan dengan cara mereaksikan ometoksi fenol dan gliserol dalam suasana basa.

Dari berbagai kondisi diatas secara umum reaksi tidak terjadi. Hal ini mungkin
disebabkan oleh ikatan O-H pada o-metoksi fenol yang kuat sehingga gugus hidroksi (–OH)
tidak mampu untuk mungikat hidrogen yang ada pada fenol dari o-metoksi fenol.

3.2. Kondisi reaksi dalam suasana asam

Dengan protonasi pada gugus OH maka terbentuk gugus OH2 + dan diketahui dengan
adanya penyerangan oleh nukleofil maka gugus OH2 + akan mudah lepas menjadi H2O. Tetapi
hal ini ini tidak terjadi dikarenakan oleh faktor sterik disekitar OH dari o-metoksi fenol yang
cukup besar sehingga reaksi SN2juga tidak mungkin dapat berlangsung.
3.3 Kondisi reaksi dengan menggunakan asam Lewis

Kondisi reaksi lain yang juga dicoba adalah dengan menambahkan asam Lewis yaitu
dengan harapan atom oksigen pada gliserol dapat menjadi lebih positif sehingga
memudahkan penyerangan secara SN2 oleh OH dari o-metoksi fenol. Kemungkinan reaksi
dapat berlangsung sesuai mekanisme Skema 7.

Pada kondisi reaksi yang ketiga inipun reaksi tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
Hal ini mungkin kembali disebabkan oleh faktor sterik.

Kesimpulan

Berbagai kondisi reaksi basa dan asam termasuk penggunaan asam Lewis telah

diaplikasikan pada reaksi antara gliserol dan o-metoksi fenol sebagai upaya dalam

pemanfaatan gliserol dari hasil samping produksi biodiesel berbahan dasar minyak jelantah.

Reaksi ininantinya akan digunakan pada pembuatan obat batuk gliseril guaiakolat. Kondisi

reaksi yang dilakukan belum menghasilkan suatu reaksi yang berjalan secara optimal

sehingga masih diperlukan penelitian berikutnya.

3) PENERAPAN ETER DIBIDANG FARMASI

Sifat fisik eter merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang
enak, titik didihnya lebih rendah dari titik didih senyawa alkohol yan,g mernpunyai jumlah
atom C sarna. Misalnya adalah (Hart H, 1983:93):
Rendahnya titik didih eter karena tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul eter yang lain, tetapi dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. ,Eter
tidak bereaksi dengan asam encer, basa encer maupun dengan senyawa oksidator/reduktor
biasa. Kelarutan eter di dalam air adalah 7 gram per 100 mL air. Sedangkan sifat kimia eter
adalah jika disimpan lama akan teroksidasi oleh udara 'membentuk peroksida yang mudah
meletus. Untuk itu jika akan digunakan untuk anestesi maka senyawa peroksida tersebut
dihilangkan dahulu dengan menambahkan larutan ferosulfat.
Eter digunakan pada anestesi umum, mekanisme bekerjanya adalah sebagai berikut:
setelah eter disuntikkan pada tubuh pasien akan merambat sampai ke foramen, makapasien
akan merasakan terjadinya parestesia pada daerah distribusi saraf infraorbital, setelah itu
tusukkan jarum di sebelah laterosuperior foramen, dan sementara jarum bergerak maju. ke
arah foramen tambahkan obat anestesi. Dengan terjadinya parestesia menunjukkan bahwa
pasien mulai kehilangan kesadarannya. Jika eter yang disuntikkan telah menguap semua,
maka pasien akan sadar kembali dan untuk mernpercepat hilangnya bau eter tersebut pasien
dianjurkan untuk kumur menggunakdn air dingin.
Penggunaan eter untuk anestesi waktu sekarang telah ditinggalkan karena dapat
meracuni tubuh seperti terjadinya kerusakan hati dan menimbulkanrasa pusing,dan mual
pasien.
B. SINTESIS ALKOHOL, FENOL DAN ETER

1) SINTESIS ALKOHOL

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stearil alkohol (turunan
kelapa sawit), etilen oksida, KOH, etanol, H2SO4, asam asetat anhidrat, piridin, indikator
phenol phtalein (PP), aquadest, kertas indikator pH, neraca, reaktor bertekanan (Floor Stand
Reactor Parr 4533), seperangkat alat titrasi, Gas Chromatography Mass Spektrophotometer
(GCMS) Agilent 6280 dan seperangkat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.

Metode

Analisis Bahan Baku

Pada bahan baku (stearil alkohol) dilakukan analisa yang meliputi bilangan asam,
bilangan saponifikasi, bilangan iod, kadar air, dan bilangan hidroksi, serta analisis kemurnian
menggunakan GCMS.

Sintesis Stearil Alkohol Etoksilat

Proses sintesis stearil alkohol etoksilat dilakukan dalam reaktor bertekanan (Floor
Stand Reactor Parr 4533). Stearil alkohol terlebih dahulu dilelehkan dalam tabung reaktor.
Setelah semua meleleh, ditambahkan sejumlah etilen oksida dengan perbandingan mol stearil
alkohol dan etilen oksida 1:1 serta katalis sebanyak 0,5 % (O’Lenick, 2002). Reaktor terus
dipanaskan hingga suhu mencapai 150 o C hingga 160 0 C dan dipertahankan selama kurang
lebih dua jam.

Penentuan Jenis Katalis

Pada tahap ini, dalam sintesis stearil alkohol etoksilat dilakukan dengan menggunakan
dua macam katalis, yaitu katalis asam (0,5% H2SO4) dan katalis basa (0,5% KOH). Dari
kedua katalis tersebut kemudian dipilih tersebut kemudian dipilih salah satu jenis katalis yang
efektif dalam reaksi ini.
Penentuan Waktu Reaksi yang Optimum

Pada penentuan waktu reaksi yang optimum, dilakukan variasi lamanya waktu reaksi
pada reaksi etoksilasi, yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180
menit

Spesifikasi Produk Reaksi

Pada produk reaksi etoksilasi ini dilakukan spesifikasi yang meliputi sifat fisik, pH,
kadar air, bilangan hidroksi, cloud point, dan Hydrophyl Lipophyl Balance (HLB)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2. Hasil analisis spesifikasi stearil alkohol

SPESIFIKASI HASIL ANALISA NILAI STANDAR


Bilangan asam (mg 0,07 Maks 0,3
KOH/g)
Bilangan safonifikasi 0,01 Maks 0,1
(mg KOH/g)
Bilangan iod 0,1 Maks 1,0
(g/100g)
Kadar air (%) 0,01 Maks 0,1
Kemurnian (GCMS) 98 Min 96
(%)
Sumber : Ecogreen Oleochemicals, 2009

Sebelum stearil alkohol digunakan proses reaksi etoksilasi, dilakukan analisa terlebih
dahulu untuk mengetahui spesifikasinya yang kemudian dibandingkan dengan spesifikasi
standar untuk mengetahui kualitasnya. Hasil analisis stearil alkohol dapat dilihat pada Tabel 2

Dari Tabel 2, terlihat bahwa stearil alkohol yang digunakan dalam penelitian ini
memenuhi spesifikasi sesuai standar, yang berarti bahwa memiliki kualitas yang baik
sehingga dapat digunakan untuk proses etoksilasi.
Penentuan Jenis Katalis

Katalis yang digunakan dalam reaksi etoksilasi ini terdiri dari dua jenis, yaitu katalis
basa (KOH) dan katalis asam (H2SO4), dengan konsentrasi masing-masing 0,5%. Menurut
penelitian yang telah dilakukan (O’Lenick, 2002),

Reaksi menggunakan katalis basa menghasilkan produk yang berwarna kekuningan


dan berupa padatan yang sangat keras. Sedangkan dengan menggunakan katalis asam,
dihasilkan produk berupa serbuk halus yang berwarna putih.

Penentuan Waktu Reaksi Optimum

Waktu reaksi etoksilasi dapat memberikan pengaruh terhadap produk reaksi


etoksilasi. Pada percobaan ini, untuk mengetahui pengaruh tersebut, waktu reaksi
divariasikan, yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit.

Stearil alkohol nampak pada waktu retensi 2,32 sedangkan produk reaksi yang dalam
hal ini adalah stearil alkohol etoksilat berada pada waktu retensi 5,44. Puncak produk reaksi
terlihat tidak begitu bagus, masih ada tailing pada bagian dasar, yang menunjukkan bahwa
pada produk reaksi masih ada pengotor,

Adanya hubungan antara waktu reaksi dan sisa bahan baku (stearil alkohol) yang
digunakan, yaitu semakin lama waktu reaksi, bahan baku yang tersisa semakin sedikit atau
dengan kata lain produk reaksi semakin banyak. Pada waktu reaksi 120 menit hingga 180
menit, terlihat bahan baku yang tersisa jumlahnya sama (1%), yang berarti bahwa waktu
reaksi tidak mempengaruhi lagi terhadap sisa bahan baku dan produk reaksi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa waktu reaksi yang optimal dalam reaksi etoksilasi ini
adalah 120 menit.

Spesifikasi Stearil Alkohol Etoksilat Hasil Sintesis

Berdasarkan hasil penentuan jenis katalis dan waktu reaksi yang optimum, maka
dapat disimpulkan bahwa sintesis stearil alkohol etoksilat dalam penelitian ini berlangsung
optimum pada suhu 150 0 C hingga 160 0 C selama 2 jam menggunakan katalis asam(0,5%
H2SO4), dengan perbandingan mol reaktan 1:1. Reaksi yang terjadi dalam proses toksilasi
adalah sebagai berikut :
CH3-(CH2)16CH2OH + CH2OCH2 → CH3(CH2)16CH2O-CH2-CH-OH

Stearil alkohol Etilen oksida Stearil alkohol etoksila

KESIMPULAN

Pada penelitian ini telah berhasil dibuat stearil alkohol etoksilat dari reaksi etoksilasi
antara stearil alkohol dan etilen oksida menggunakan katalis asam (H2SO4 0,5%) dengan
kondisi optimal pada suhu 150 0 C hingga 1600 C, dan waktu reaksi selama 120 menit.
Produk yang dihasilkan berupa serbuk berwarna putih, dengan pH 6, memiliki kadar air 0,06
%, bilangan hidroksi 198 mg KOH/g, HLB 8, dan cloud point 640 C. Stearil alkohol etoksilat
hasil sintesis pada penelitian ini pada umumnya memenuhi spesifikasi untuk digunakan sebagai
emulsifier pada kosmetik. Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang formulasi stearil
alkohol etoksilat hasil sintesis ke dalam produk kosmetik.

2) SINTESIS FENOL

Senyawa fenol merupakan senyawa dalam tumbuhan dengan ciri memiliki cincin
aromatik mengandung satu gugus hidroksil (Adam, 2013). Fenol atau disebut juga asam
karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimia
fenol adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan
terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya
ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan
anion fenoksida C6H5O - dapat dilarutkan dalam air (Failasufa ,2011).

Gambar 1. Fenol Reaksi pembuatan Fenol merupakan reaksi substitusi nukleofiik yaitu suatu
reaksi penggantian nukleofil biasanya dilambangkan dengan Nu- .
Melalui penelitian kimia, fenol telah dapat diproduksi. Berdasarkan kerja Griess pada
tahun 1860, yaitu fenol dapat diproduksi dari senyawa diazo aromatik. Namun, sebelumnya
Hunt pada tahun 1849 mengemukakan bahwa fenol garam diazonium dapat terbuat dari
reaksi antara anilin hidroklorida dan perak nitrit (Tyman, 1996).

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan fenol diantaranya Anilin, larutan H2SO4
pekat, NaNO3, larutan FeCl3, larutan KI, Batu didih, Dietil Ether , Akuades, es batu, garam,
dan minyak.

Alat

Alat yang dipakai dalam percobaan adalah seperangkat alat refluks, seperangkat alat
destilasi, kaca arloji, neraca analit, gelas beker 250mL, pengaduk, thermometer, labu leher
dua 250mL, pipet tetes, gelas ukur 10mL, hot plate

Cara Kerja

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium FMIPA UNS dengan urutan kerja sebagi
berikut:

1. Pembuatan garam diazonium

13,5 mL H2SO4 pekat ditambah 100 ml aquades direaksikan dalam gelas beker
250mL yang dilengkapi termometer kemudian 10 ml aniline dimasukkan ke dalam gelas
beker. Gelas beker tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi es dan garam suhu
pada wadah di jaga kurang dari 50 C. Sebanyak 9 gr NaNO3 dilarutkan dalam 17,5 ml
aquades dalam gelas beker 250 ml. larutan NaNO3 ditambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam larutan anilin sambil terus diaduk dan di jaga suhunya kurag dari 100 C sehingga
terbentuk garam diazonium. larutan didiamkan selama 15-20 menit . Larutan yang telah jadi
ditetesi 1 ml KI.
2. Pembuatan Fenol

Larutan garam diazonium di refluks selama ±1 jam dengan suhu teteap di jaga 400C.
Larutan yang telah direfluks didestilasi kembali ± 2 jam suhu dijaga < 180◦C Destilat yang
diperoleh berwarna kuning di tetesi 1 ml larutan FeCL3.

3. Ekstraksi garam diazonium

Destilat berwarna kuning diekstraksi dengan ditambhakan 25 ml dietil eter dan


diekstraksi sampai tidak terbentuk gas N2. Terbentuk dua lapisan dan diambil sedikit larutan
pada lapisan bawah. Larutan tersebut ditetesi dengan 1 ml FeCL3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari percobaan didapatkan data sebagai berikut :

Parameter Hasil
Uji KI Berwarna coklat
Destilasi 86o C
 Suhu saat tetesan pertama Destilat warna kuning dengan lapisan
 Keadaan Fisik minyak 20 m
 Volume
Ekstraksi Terdapat dua lapisan, lapisan atas
berwarna kuning, lapisan bawah
berwarna putih keruh
Uji FeCl3 Sebelum ekstraksi : Warna violet
Sesudah ekstraksi : warna hijau

Pembuatan garam diazonium

Pembuatan garam diazonium dilakukan dengan mereaksikan Anilin dan NaNO2 pada
suasana asam dengan penambahan H2SO4 pekat dan suhu dijaga < 50C seperti yang telah
dilakukan oleh Suirta (2010). Larutan Anilin yang dibuat merupakan reaksi eksotermik yaitu
reaksi yang mengeluarkan panas/energi. Ketika Anilin dimasukkan ke dalam larutan H2SO4,
akan terbentuk padatan warna putih keruh. Padatan yang terbentuk merupakan Anilin Sulfat.
Larutan NaNO2 yang dibuat ditambahkan ke dalam larutan Anilin sedikit demi sedikit (tetes
demi tetes). Larutan NaNO2 berfungsi untuk melarutkan padatan anilin.
Pembuatan Fenol

Dilakukan proses refluks dan destilasi. Proses refluks bertujuan untuk mencampurkan
larutan dan untuk pelepasan gugus N2 dan membentuk kation fenil yang akan disubstitusi
oleh gugus OH dari air

Pada tahap ini, larutan akan berwarna coklat karena lepasnya N2. Setelah proses refluks,
kemudian dilakukan proses destilasi yang merupakan pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan titik didih. Proses destilasi dijaga suhunya ± 80oC , karena suhu ini merupakan
titik didih fenol. Proses destilasi dilakukan untuk memisahkan fenol dengan asam. Kemudian,
destilat yang diperoleh dilakukan uji kualitatif dengan menggunakan FeCl3 untuk mengetahui
apakah destilat yang diperoleh merupakan fenol atau bukan.

Destilat yang diuji dengan menggunakan FeCl3 berwarna violet yang berarti bahwa destilat
yang terbentuk adalah merupakan senyawa fenol.
SINTESIS ETER

A. Dieter eter

Dibawah reaksi yang tepat, reaksi antara asam sulfat dengan etanol menghasilkan dieter eter lewat
etil hidrogen sulfat sebagai zat-antara. (reaksi ini pertama kali dilaporkan dalam tahun 1500-an!
Waktu itu disangka orang dieter eter ini mengandung belerang dalam struktur-strukturnya. Baru
dalam tahun 1800 diketahui bahwa belerang hanya pengotor yang berasal dari asam sulfat).

Dieter eter sangat mudah menguap, uapnya mudah meledak dan mempunyai kecendrungan
membuat pusing dan mabuk. Meskipun ada cacat-cacat ini, dieter eter merupakan zat pematirasa
yang secara faali cukup aman. Dieter eter digunakan sebagai anastetika. Eter lain yang digunakan
sebagai anastetika ialah metil propil eter ( CH3OCH2CH2CH3) dan etil vinili eter ( CH3CH2OCH=CH2)

B sintesis eter williamson

Sintesis ini adalah suatu reaksi Sn2 antara suatu alkil halida dan suatu alkoksida atau fenoksida.

Rendamen terbaik diperoleh bila alkil halida itu metil atau primer ( alkil halida sekunder atau tersier
akan menghasilkan alkena, sedangkan aril dan vinil halida tidak bereaksi Sn2)
Reaksi Substtusi Eter

Eter sangat tidak reaktif dan bertabiat seperti alkena daripada seperti senyawa organic yang
mengandung gugus fungsional. Eter bereaksi auto-oksidasi dan pembakaran ( yang berlangsung
dengan mudah ), tetapi tidak dioksidasi oleh regeansia lanoratorium juga tidak bereaksi reduksi,
eliminasi, maupun reaksi dengan basa. Bila dipanaskan dengan asam kuat dpat melangsungkan
reaksi substitusi. Misalnya bila dipanasi dengan HI atau HBr, suatu eter bereaksi substitusi
menghasilkan alcohol dan alkil halide. (pada kondisi ini alcohol dapat bereaksi lebih jauh dengan HI
atau HBr menghasilkan alkil iodide atau bromide tambahan).
Pemaksaanpisahan (cleavage) eter dengan HI dan HBr berlangsung dengan jalan yang hamper sama
dengan reaksi antara suatu alcohol dengan HX: protonasi oksigen, disusul dengan reaksi SN 1 atau
SN 2. (protonasi ini perlu karena RO bukan gugus pergi yang baik, sedangkan ROH, seperti H2O,
mudah ditukargantikan).

Suatu alkil fenil eter, seperti anisole, menghasilkan alkil iodide dan fenol (bukan iodobenzena)
karena ikatan dari karbon sp2 lebih kuat daripada ikatan dari karbon sp3

Anda mungkin juga menyukai