Anda di halaman 1dari 4

RESUME MENGENAI ETNOFARMASI

Etnofarmasi adalah gabungan disiplin ilmu yang mempelajari tentang hubungan


kebiasaan kultur dalam suatu kelompok masyarakat ditinjau dari sisi farmasinya. Atau bisa
dikatakan etnofarmasi adalah bagian dari ilmu farmasi yang mempelajari obat dan
pengobatan yang dilakukan oleh etnik atau suku bangsa tertentu.

Contoh etnofarmasi di indonesia :


1. Suku Muna di Kecamatan Wakarumba Kabupaten Muna Sulawesi Utara
2. Masyarakat lokal di pulau Wawonii Sulawesi Tenggara
3. Masyarakat di sekitar Gunung Gede Pangrango
4. Masyarakat Suku Tengger Ngadas Poncokusumo Kabupaten Malang

Efek obat tradisional tidak muncul dalam sekejap, tidak secepat efek obat kimia. Efek
ini muncul dalam jangka waktu lama karena jumlah zat aktif di dalamnya lebih sedikit
daripada jumlah zat aktif di dalam obat kimia. Banyak orang beranggapan bahwa obat
tradisional tidak memiliki efek samping. Anggapan ini salah. Kadang kala, obat tradisional
mengandung zat yang dalam dosis tertentu tidak berbahaya, tetapi ketika dosis itu
meningkat, efek samping yang tidak menyenangkan akan muncul. Jadi, penggunaan obat
tradisional yang sembarangan dapat membahayakan tubuh. Menambah dosis sembarangan
dapat membahayakan tubuh pasien. Oleh karena itu, dalam hal ini kesabaran sangat
dibutuhkan.

Sumber bahan baku jamu bahan baku yang digunakan adalah bagian-bagian tanaan
yang berkhasiat obat, baik berupa akar, daun, rimpang, kulit kayu, buah, dan bunga. Bahan-
bahan tersebut digunakan dalam bentuk segar atau dalam bentuk kering atau simplisia.
Adapun beberapa bahan yang sering digunakan dalam obat tradisional atau jamu antara lain
Rimpang kunyit, rimpang temulawak, rimpang temu hitam, daun sambiloto, buah mahkota
dewa, kayu secang, kunyit, dan temulawak.

Bentuk-bentuk jamu yaitu bentuk bubuk, rajangan atau godogan, pil, kapsul, kaplet,
pilis, tapel, parem, maupun cair.

Jenis jenis sediaan jamu :


1. Jamu beras kencur Berkhasiat dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh dan
sebagai tonikom atau penyegar saat habis bekerja.. Selain itu, beras kencur bisa
meringankan batuk dan merupakan seduhan yang tepat untuk jamu batuk.
2. Jamu Cabe Puyang Dikatakan oleh sebagian besar penjual jamu sebagai jamu pegal
linu. Artinya, untuk menghilangkan cikalen, pegal, dan linu-linu di tubuh, terutama
pegal-pegal di pinggang, menghilangkan keluhan badan panas dingin atau demam.
3. Jamu Kudu Laos Menurut sebagian besar penjual jamu, khasiat jamu kudu laos
adalah untuk menurunkan tekanan darah, untuk melancarkan peredaran darah,
menghangatkan badan, membuat perut terasa nyaman, menambah nafsu makan,
melancarkan haid, dan menyegarkan badan
4. Jamu Kunyit Jamu kunirasam dikatakan oleh sebagian besar penjual jamu sebagai
jamu 'adem-ademan atau seger-segeran' yang dapat diartikan sebagai jamu untuk
menyegarkan tubuh atau dapat membuat tubuh menjadi dingin. Ada pula yang
mengatakan bermanfaat untuk menghindarkan dari panas dalam atau sariawan,
serta membuat perut menjadi dingin.
5. Jamu Sinom Manfaat, bahan penyusun, serta eara pembuatan jamu sinom tidak
banyak berbeda dengan jamu kunir asam. Perbedaan hanya terletak pada tambahan
bahan sinom. Bahkan, beberapa penjual tidak menambáhkan sinom, tetapi dengan
cara mengencerkan jamu kunir asam dengan mengurangi jumlah bahan baku yang
selanjutnya ditambahkan gula secukupnya.

Jenis sediaan jamu berdasarkan metode atau bentuk penyajiannya yaitu :


1. Jamu Segar
Terbuat dari bahan tanaman jamu segar dan diminum dalam kondisi segar pula.
2. Jamu Godhogan
Godhog merupakan bahasa jawa yang artinya merebus hingga airnya mendidih.
Sesuai dengan namanya, jamu ini terbuat dari bahan tanaman jamu segar atau
kering yang direbus dengan air hingga mendidih. Air rebusan itulah yang selanjutnya
diminum sebagai jamu.
3. Jamu Seduhan
Berbentuk serbuk yang merupakan campuran dari bahan jamu yang diramu oleh
peracik dengan kombinasi atau formula yang telah ditentukan. Kemudian cara
mengonsumsi yaitu diseduh dengan air hangat atau mendidih.
4. Jamu Olesan
Berbentuk seperti pasta dari bahan jamu. Digunakan dengan cara dioleskan kebagian
tubuh tertentu dan tidak ditelan. Bentuknya ada yang berupa pilis (digunakan pada
dahi), tapel (digunakan pada perut), dan paren (dibalurkan pada seluruh tubuh).
Waktu minum jamu pada dasarnya dosis sehari penggunaan pil kering dengan pil
basah tidak jauh berbeda, yaitu diminum 2-3 kali sehari. Pil kering diminum dengan jumlah
lebih banyak, tetapi bentuknya lebih kecil, sedangkan pil basah jumlahnya lebih sedikit,
tetapi bentuknya lebih besar. Dosis kapsul hampir sama dengan pil, yaitu 3 kali 1-3 kapsul
dengan ukuran kapsul 250 mg atau 500 mg. Sementara itu, untuk serbuk, satu bungkus
dipergunakan untuk sekali minum dan pada umumnya haya dilakukan 1-2 bungkus per hari.

Jamu dalam bentuk rajangan atau godogan tidak banyak disediakan oleh produsen.
Padahal, bentuk jamu seperti ini bebas dari ketentuan pendaftaran Departemen Kesehatan.
Beberapa produsen yang menyediakan jamu rajangan mengemasnya dalam kantung plastik
atau kotak plastik transparan dengan menyertakan label yang berisi informasi komposisi
simplisia. Simplisia kering dalam jamu rajangan merupakan bahan masih utuh, tetapi sudah
dirajang (diiris tipis-tipis), sehingga jenis simplisianya mudah dikenali. Penyediaan jamu
seperti ini jumlahnya sangat terbatas karena tidak tahan lama. Menurut peracik, dalam
waktu 2–3 bulan biasanya akan keluar kutu atau berjamur. Lagi pula, minat masyarakat
terhadap jamu rajangan sangat rendah. Alasannya, konsumen enggan untuk mengolah atau
merebusnya sendiri. jamu serbuk yang diseduh merupakan jenis jamu yang paling disukai.
Aroma jamu seduhan dari serbuk, terasa lebih tajam dibandingkan dengan jamu lainnya.
Sebagian besar konsumen menyatakan bahwa aroma jamu serbuk ramuan madura lebih
terasa khasiatnya dibandingkan dengan jamu jenis lainnya. Penyediaan serbuk juga tidak
menjadi masalah. Bahan jamu yang akan dibentuk menjadi serbuk diracik terlebih dahulu
sesuai dengan resep. Selanjutnya disangrai secara bertahap masing-masing bahan atau
secara bersama- sama, kecuali bahan yang berbentuk daun. Cara menyangrai juga mengikuti
cara tradisional, yaitu selain bahan jamu, dimasukkan pula daun kelapa ke dalam
penggorengan. Daun kelapa digunakan sebagai indikator cukup tidaknya bahan disangrai.
Jika daun kelapa sudah cukup kering, berarti bahan jamu sudah siap untuk diangkat dari
penggorengan. Produsen yang memiliki mesin penggilingan biasanya menggiling bahan
menjadi serbuk menggunakan mesin penggiling. Masih ada produsen yang memilih
menghaluskan bahan baku dengan cara menumbuk menggunakan lesung dan alu. Serbuk
jamu kemudian disaring dengan alat penyaring tepung (ayakan). Selanjutnya serbuk bahan
baku ini disimpan dalam tong-tong plastik atau wadah kaleng. Jika dibutuhkan untuk
pembuatan jamu, bahan serbuk ini diramu dengan bahan lain.
Apabila tidak terdapat petunjuk pemakaian pada kemasan, biasanya obat diminum
sebelum makan kecuali obat tersebut merangsang lambung maka diminum setelah makan.
Pada penyakit kronis diminum sesuai jadwal secara teratur. Rebusan obat bisa diminum
sesering mungkin sesuai kebutuhan atau diminum sebagai pengganti teh.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani L, 2003, “Membedah Rahasia Ramuan Madura”, PT Agromedia Pustaka : Jakarta.

Kusuma Ika, 2017, “Pakai Mascara Dan Jadilah Pasien Yang Cerdas”, Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.

Herwin, dkk, 2016, “Kajian Etnofarmasi Etnik Bungkudi Kecamatan Bungku Tengah
Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah”, Fakultas MIPA, Univeritas
Tadulako : Palu.

Listiyani dan Mutiah, 2017, “Pemberdayaan Masyarakat Suku Tengger Ngadas


Poncokusumo Kabupaten Malang Dalam Mengembangkan Potensi Tumbuhan Obat
dan Hasil Pertanian Berbasis Etnofarmasi Menuju Terciptanya Desa Mandiri”,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Univeristas Islam Maulana Malik
Ibrahim : Malang.

Murdijati, G., dkk. 2019, “Jamu”, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Moelyono M, dkk, 2019, “Jawer Kotok Plectranthus Scuyellariodies dari Etnofarmasi


Menjadi Sediaan Fitofarmasi”, Penerbit Deepublish : Yogyakarta.

Rukmi Isworo, 2009, “Keanekaragaman Aspergillus Pada Berbagai Simplisia Tradisional”,


Jurusan Biologi MIPA, Universitas Diponegoro : Semarang.

Sunan Buwono P, 2004, “Jamu Jawa”, Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton : Surakarta.

Yusuf islami, dkk, 2016, “ Studi Etnofarmasi Suku Kaili Moma Di Kecamatan Kulawi,
Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah”, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako :
Palu.

Anda mungkin juga menyukai