Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
KEMELUT KORUPSI TIADA HENTI

DOSEN PENGAMPU
Drs jupritno, M.Si
Disusun Oleh :
Ari Baskara (1111800162)

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiratan Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah bahasa Indonesia tentang korupsi di Indonesia dan cara
menanggulanginya.
Fokus penulis pada makalah ini adalah pada korupsi tiada henti yang
terjadi di Indonesia, dalam makalah ini pula membahas kasus serta
penanggulangan korupsi di Indonesia serta siapa saja peran yang harus
menanggulangi korupsi.
Undang-undang 31 Tahun 1999 membahas tindak pidana korupsi belumlah efektif
untuk menanggulangi masalah korupsi di negeri ini. Motif dan latar belakang
pelaku dalam melakukan suatu tindak korupsi sebagian besar adalah dilakukan
secara bersamaan dengan teman kerja dalam suatu pemerintahan ataupun politisi.
Dimana latar belakang dalam kasus ini lebih mengarah untuk memperkaya diri
sendiri dan orang lain. Penyelesaian kasus di Indonesia sudah bagus, dikarenakan
para jajaran lembaga berpartisipasi dalam penganganan kasus korupsi yang ada di
Indonesia. Masyarakat Indonesia dapat berkontribusi dalam hal menanggulangi
korupsi di Indonesia.
Makalah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis dengan senang hati
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.

i
ABSTRAK

Permasalahan yang mengacu pada makalah ini yaitu mengenai pengertian


korupsi itu sendiri, kefektivitasan perundang-undangan yang membahas tindak
pidana korupsi, bagaimanakah motif dan latar belakang pelaku dalam melakukan
korupsi, kasus apa sajakah yang terkait dengan korupsi di Indonesia,
bagaimanakah penyelesaian kasus korupsi di Indonesia, dan bagaimanakah cara
penanggulangan kasus korupsi. Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar
pembaca memahami apa arti sesungguhnya tentang korupsi, dan bagaimanakah
kefektivitasan perundang-undangan yang membahas tentang tindak pidana
korupsi. Selain itu pembaca juga dikerahkan agar mengerti motif dan latar
belakang pelaku dalam melakukan korupsi, serta mengajak para pembaca agar
mengerti bagaimanakah penanggulangan korupsi dan menjadi masyarakat yang
paham korupsi dan ikut serta dalam menanggulanginya.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 membahas tentang Tindak pidana
Korupsi, menurut penulis Undang-undang ini masih belum efektif dalam
menanggulangi kasus korupsi di Indonesia. Karena pada keseluruhan pasal tidak
ada yang memberikan hukuman yang ringan. Motif yang digunakan pada setiap
pelaku korupsi pun berbeda-beda. Motif yang paling utama dalam praktik tindak
pidana korupsi adalah motif personal, electoral, dan institusional. Motif personal
sendiri dalam praktiknya cukup sederhana seperti tabiat alami seseorang manusia
yang tidak pernah puas. Latar belakang yang pelaku dalam melakukan tindak
pidana korupsi diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal.
Pada faktor internal yang dimaksud adalah dalam diri sendiri dimana seperti sifat
rakus atau tamak yang dimiliki manusia sedangkan pada faktor eksternal pada
dasarnya politik berhubungan dengan kekuasan, dimanapun dan siapapun akan
menggunakan berbagai cara untuk mencapai kekuasaan tersebut. Beberapa kasus
yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya adalah kasus korupsi pembangunan
pusat olahraga Hambalang pada tahun 2009. Proyek ini menghabiskan dana
anggaran Rp.1,75 triliun, dan Baru-baru ini terdapat kasus korupsi terkait kasus E-
KTP yang menjerat ketua DPR, Setya Novanto. Kasus ini jaksa menuntut

ii
hukuman penjara 16 tahun bagi Setya Novanto, pencabutan hak politik selama 5
tahun, dan denda 1 miliar dan pengembalian uang US$7,3 juta. Pada dasarnya
penyelesaian kasus korupsi di Indonesia memiliki cara penyelesaian yang
berbeda-beda berdasarkan tingkat korupsi itu seperti apa. bukan hanya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyelesaikan kasus korupsi, melainkan
beberapa jajaran yang menangani seperti Polri, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan
Analisis Tranksaksi Keuangan (PPATK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penanggulangan
korupsi di Indonesia pada dasarnya dengan cara memberantas korupsi. Dalam hal
pemberantasan korupsi ini diperlukan beberapa pihak untuk menanggulanginya,
begitu pula dengan masyarakat.

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….….

Abstrak…………………………………………………………………………….

Daftar isi…………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...

1.1. Latar
Belakang………………………………………………………..
1.2. Rumusan
Masalah……………………………………………………
1.3. Tujuan Perumusan
Masalah…………………………………………

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….

2.1. Efektivitas UU No. 31 Tahun 1999……………………………….

2.2. Motif dan latar belakang pelaku melakukan Korupsi…………….

2.3. Kasus Korupsi di Indonesia………………………………………

2.4. Penyelesaian Kasus Korupsi di Indonesia……………………..

2.5. Penanggulangan Korupsi di Indonesia……………………..

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan………………………………………………………..
3.2. Saran……………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Penulisan makalah ini di latar belakangi karena permasalahan korupsi di
Indonesia yang semakin merajalela dikalangan pemerintahan dan politisi.
Fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik
perhatian sejak perang dunia berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini
sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukan
bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu
dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat
kepada penguasa setempat. Ternyata praktik ini masih dilakukan kepada
masyarakat Indonesia sampai sekarang.
Masalah korupsi amat penting dibahas karena dampak yang terjadi akibat
korupsi sangat merugikan negara. Korupsi sendiri bukanlah masalah baru yang
terjadi di Indonesia, melainkan masalah lama yang tak kunjung usai. Bahkan
korupsi dianggap masyarakat sebagai suatu kehidupan rutin bagi pemerintah.
Indonesia sendiri telah membuat perundang undangan yang mengacu pada tindak
pidana korupsi. Namun, perundang-undangan itu seperti hanya angin lalu semata
bagi pelaku korupsi dan menjadikan undang-undang itu gagal dalam menangani
kasus korupsi. Karena perundang-undangan tidak ampuh bagi pelaku, hal ini bisa
menggoyahkan rasa kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan, karena
bagaimana pun dana yang di korupsi adalah berasal dari rakyat dan seharusnya
kembali untuk rakyat.
Berdasarkan laporan tren pelaku korupsi berdasarkan profesi sepanjang
tahun 2015-2017 yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch (ICW) terlihat,
pegawai pemerintah daerah (pemda) masih menempati urutan teratas. Peneliti
ICW Lola Easter menyebut, pegawai yang terjaring tindak korupsi tersebut antara
lain di tingkat pemerintah kabupaten (pemkab), pemerintah kota (pemkot),
maupun pemerintah provinsi (pemprov). Menurut data Peneliti Divisi Investigasi
Indonesia Corrupption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan terdapat 576

1
kasus korupsi sepanjang 2017. Angka ini bertambah dibandingkan pada 2016
dengan total 482 kasus. Jumlah kerugian negara pun meningkat dengan angka
sebesar Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. Pada makalah ini penulis berfokus
pada masalah korupsi di Indonesia dimana mengacu pada Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi.
Penelitian ini termasuk baru karena penulis mengambil sudut pandang
mahasiswa terhadap kasus korupsi dan pemberantasannya. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Kemelut Korupsi Tiada
Henti” berdasarkan Undang-Undang Pemberantasn Tindak Pidana Korupsi.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1) Bagaimanakah efektivitas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 terhadap
kasus korupsi di Indonesia ?
2) Bagaimanakah motif dan latar belakang pelaku melakukan korupsi ?
3) Bagaimanakah kasus yang terjadi di Indonesia ?
4) Bagaimanakah penyelesaian jika ada kasus korupsi di Indonesia ?
5) Bagaimanakah penanggulan terhadap Korupsi di Indonesia ?

1.3. TUJUAN PERUMUSAN MASALAH


1) Mendeskripsikan efektivutas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
terhadap kasus korupsi di Indonesia.
2) Mencernati dan menganalisis motif dan latar belakang pelaku melakukan
Korupsi.
3) Mendeskripsikan kasus korupsi di Indonesia
4) Mendeskripsikan penyelesaian kasus korupsi di Indonesia.
5) Menganalisis penanggulangan terhadap Korupsi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis
tindak pidana korupsi. Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Kerugian keuangan negara
2) Suap-menyuap
3) Penggelapan dalam jabatan
4) Pemerasan
5) Perbuatan curang
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan
7) Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang
tertuang pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak
pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1) Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2) Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
palsu
5) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau

memberikan keterangan palsu

6) Saksi yang membuka identitas pelapor


Menurut Indeks Persepsi Korupsi 2017 yang dilansir kompas.com
Indonesia masuk dalam jajaran negara korup di dunia dimana Indonesia
menempati peringkat 96 bersama Brasil. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari
yang paling ringan hingga yang paling berat. Korupsi di Indonesia sendiri
bermacam-macam bentuknya diantaranya penyuapan (bribery), penggelapan

3
(embezzlement), penipuan (fraud), pemerasan (extortion), pemihakan
(favouritism), melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara, serba
kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

2.1. EFEKTIVITAS UU. NOMOR 31 TAHUN 1999

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Presiden Republik


Indonesia menimbang, (a) bahwa tindakan pidana korupsi sangat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan
nasional, sehingga harus di berantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, (b) bahwa
akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, juga meghambat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi, (c) bahwa
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, dan (d) bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan e perlu dibentuk
Undang-undang yang baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 membahas tentang Tindak pidana
Korupsi, menurut penulis Undang-undang ini masih belum efektif dalam
menanggulangi kasus korupsi di Indonesia. Karena pada keseluruhan pasal
tidak ada yang memberikan hukuman yang ringan. Seperti yang tercantum
pada UU. Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 Tindak pidana Korupsi “ (1) Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
dirisendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua
ratus juta rupiah)dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.” Seharusnya
dalam hal hukuman harus hukuman yang lebih berat. Walaupun tercantum
pada pasal tersebut hukuman mati, namum dalam pasal dan undang-undang
ini tidak dijelaskan tentang pidana mati dan tidak disebutkan spesifikasi
berupa jumlah uang yang di korupsi pada takaran. berapakah yang harus
diberikan hukuman mati. Pada penjelasan pidana mati yang terkandung pada
pasal 2 ayat (2) harusnya terpenuhi dahulu apa yang tertuang dalam pasal 2
ayat (1) sehingga menimbulkan stigma bahwa penerapan pidana mati yang
terkandung bersifat tidak sungguh-sungguh. Terbukti pada kasus-kasus yang
ada di Indonesia belum ada penerapan pelaku Korupsi dikenai hukuman mati,
padahal semakin kesini pelaku korupsi semakin merajalela dan dana yang di
korupsi semakin tinggi, dan seharusnya ada tindakan dan hukuman yang lebih
berat seperti hukuman mati.
Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa penerapan pada pasal 2 ayat (2) mengenai hukuman pidana
mati terhadap pelaku korupsi saat ini belum dan tidak ada hasil yang optimal
dalam upaya pemberantasan korupsi dari segi regulasi UU itu sendiri. Oleh
sebab itu setidaknya pemerintah melakukan revisi pada UU sebab penjabaran
yang tertuang pada UU ini masih terdapat celah hukuman bagi pelaku korupsi,
dimana celah itu digunakan bagi oknum-oknum yang akan melakukan korupsi
selanjutnya. Contoh konkrit ketidakefektifan Undang-Undang tersebut yaitu
pada kasus korupsi ketua DPRD Bengkalis yang menggelapkan dana sebesar
Rp 31 M, dan hanya di beri kurungan 1,5 tahun bui.

2.2. MOTIF DAN LATAR BELAKANG PELAKU MELAKUKAN


KORUPSI

Motif yang digunakan pada setiap pelaku korupsi pun berbeda-beda.


Motif yang paling utama dalam praktik tindak pidana korupsi adalah motif

5
personal, electoral, dan institusional. Motif personal sendiri dalam praktiknya
cukup sederhana seperti tabiat alami seseorang manusia yang tidak pernah
puas. Pemerintah yang melakukan korupsi karena ingin memperkaya diri
sendiri atau memperkaya orang lain. Kedua pada praktik motif elektoral,
seperti hal nya pada partai politik bakal calon itu harus membayar mahar agar
mendapatkan rekomendasi pencalonan. Politik uang semacam ini biasanya
dilakukan lantaran figurnya lemah di mata calon pemilih. Anggota dewan
yang terpilih kerap terbebani dengan iuran wajib untuk partai politiknya.
Sebab itu motif institusional lebih sistematik dalam suatu partai politik.
Latar belakang yang pelaku dalam melakukan tindak pidana korupsi
diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor
internal yang dimaksud adalah dalam diri sendiri dimana seperti sifat rakus
atau tamak yang dimiliki manusia, gaya hidup yang konsumtif, dan moral
yang kurang kuat, sedangkan pada faktor eksternal pada dasarnya politik
berhubungan dengan kekuasan, dimanapun dan siapapun akan menggunakan
berbagai cara untuk mencapai kekuasaan tersebut. Selain itu faktor terjadinya
korupsi di Indonesia adalah kurang sempurnanya peraturan perundang-
undangan, administrasi yang lamban, serta gaji yang rendah. Namun faktor-
faktor itu tidak seharusnya dijadikan alasan untuk melakukan korupsi. Karena
di Indonesia sendiri yang banyak melakukan korupsi adalah pejabat-pejabat
daerah atau pusat maupun politisi dimana mereka berkedudukan sebagai wakil
rakyat yang di gaji untuk memberikan pelayanan publik. Pejabat publik pun
mendapatkan gaji yang cukup tinggi, di Indonesia sendiri gaji pejabat sudah
termasuk tinggi. Penulis berpendapat bahwasannya korupsi terjadi karena rasa
takut dalam diri kepada Tuhan sudah sangat minim dan mungkin sudah tiada,
dikarenakan tidak mungkin pada suatu kenaikan atau mendapatkan suatu
jabatan tidak disumpah berdasarkan agama masing-masing.
2.3. KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Kasus yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya adalah kasus


korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang pada tahun 2009. Proyek ini
menghabiskan dana anggaran Rp.1,75 triliun, dibabat habis oleh para oknum

6
elit politik, diantaranya adalah Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi
Malarangeng, serta Nazaruddin. Selain itu Akil Mochtar menjadi tersangka
menerima suap Rp.3 miliar dari bupati Gunung Mas dan tindak pidana
pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada, mantan ketua Mahkamah
Konstitusi, Akil Mochtar, resmi dijemput oleh KPK. Ia adalah satu-satunya
terpidana korupsi yang mendapat vonis seumur hidup dari Tipikor. Baru-baru
ini terdapat kasus korupsi terkait kasus E-KTP yang menjerat ketua DPR,
Setya Novanto. Kasus ini jaksa menuntut hukuman penjara 16 tahun bagi
Setya Novanto, pencabutan hak politik selama 5 tahun, dan denda 1 miliar dan
pengembalian uang US$7,3 juta. (bbc.com) sebenarnya masih amat banyak
kasus korupsi yang menarik politisi dan pemerintah di Indonesia, namun pada
makalah ini penulis mengambil beberapa contoh kasus yang besar dan terjadi
di Indonesia.

2.4. PENYELESAIAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Pada dasarnya penyelesaian kasus korupsi di Indonesia memiliki cara


penyelesaian yang berbeda-beda berdasarkan tingkat korupsi itu seperti apa.
Sebagai contoh pada kasus korupsi E-KTP yang menjerat ketua DPR, Setya
Novanto, pada kasus ini KPK menggunakan cara paralel, dimana
penyelesaian paralel adalah tanpa menunggu persidangan perkara dengan
terdakwa memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap, selain itu harus
adanya proses pengumupulan bahan keterangan yang cukup untuk melakukan
penyelidikan. Selain itu penyelesaian sebuah kasus korupsi di dasari pula
dengan hukum dan tingkatan prosedur yang berlaku, bukan hanya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyelesaikan kasus korupsi, melainkan
beberapa jajaran yang menangani seperti Polri, Kejaksaan, Pusat Pelaporan
dan Analisis Tranksaksi Keuangan (PPATK), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

2.5. PENANGGULANGAN KORUPSI DI INDONESIA

7
Penanggulangan korupsi di Indonesia pada dasarnya dengan cara
memberantas korupsi. Dalam hal pemberantasan korupsi ini diperlukan
beberapa pihak untuk menanggulanginya, begitu pula dengan masyarakat,
peran masyarakat amat dibutuhkan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam pasal 41 ayat (5) dan pasal 42
ayat (5) diatur mengenai hak dan peran serta masyarakat dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi. Peran serta masyarakat diwujudkan
dalam bentuk antara lain, mencari, memperoleh, memberikan data, atau
informasi terkait tindak pidana korupsi, selain itu penanggulangan korupsi
bisa dengan adanya KPK, UU Korupsi, Badan Intelegensi, namun
kesemuaannya belum efektif

BAB III

PENUTUP

8
3.1. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan pada makalah ini kasus korupsi di Indonesia
sangatlah merajalela, dimana oknum-oknum dibalik keterlibatan kasus
sebagian besar adalah pemerintah dan juga politisi.
1. Undang-undang 31 Tahun 1999 membahas tindak pidana korupsi
belumlah efektif untuk menanggulangi masalah korupsi di negeri ini.
2. Motif dan latar belakang pelaku dalam melakukan suatu tindak korupsi
sebagian besar adalah dilakukan secara bersamaan dengan teman kerja
dalam suatu pemerintahan ataupun politisi. Dimana latar belakang dalam
kasus ini lebih mengarah untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
3. Penyelesaian kasus di Indonesia sudah bagus, dikarenakan para jajaran
lembaga berpartisipasi dalam penganganan kasus korupsi yang ada di
Indonesia
4. Masyarakat Indonesia dapat berkontribusi dalam hal menanggulangi
korupsi di Indonesia.

3.2. SARAN
1. Untuk menanggulangi masalah korupsi di negeri ini setidaknya Undang-
undang 31 Tahun 1999 diperbaiki kembali dalam tata hukuman dan lain
hal, agar pelaku korupsi dapat mendapatkan hukuman setimpal dengan apa
yang mereka perbuat
2. Akan lebih bagus penyelesaian kasus korupsi di Indonesia di habis
tuntaskan sampai ke akar-akarnya. Agar negera tidak terkena kerugian
yang besar lagi. Dengan memberikan informasi pada pihak yang berwajib
merupakan suatu tindakan awal untuk menanggulangi korupsi, Selain itu
masyarakat juga memiliki hak untuk menyampaikan saran dan pendapat
serta melaporkan dugaan tindak pidana korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

http://PDFdigilib.unila.ac.id

http://www.kppu.go.id

9
https://www.kompasiana.com

https://m.liputan6.com/tag/korupsi-e-ktp//

https://antikorupsi.org

10

Anda mungkin juga menyukai