Anda di halaman 1dari 43

EFEKTIVITAS APLIKASI SIPAKAR DALAM

PENGENDALIAN BENCANA KEBAKARAN


HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU

PROPOSAL SKRIPSI

“Diajukan guna pengembangan kompetensi keilmuan terapan


pemerintahan dan syarat penyusunan skripsi pada Program Sarjana
Terapan Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri”

Oleh

RENDY DILA WIGUNA

NPP. 30.0258

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEAMANAN


DAN KESELAMATAN PUBLIK
FAKULTAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2022
DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................................ii
ABSTRAC...........................................................................................iii
MOTTO................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................ix
DAFTAR TABEL...............................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..................................................................

1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................

1.4. Kegunaan Penelitian...............................................................

1.4.1. Kegunaan Teoritis...........................................................

1.4.2. Kegunaan Praktis...........................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................


2.1. Penelitian Sebelumnya...........................................................

2.2. Landasan Teoritis....................................................................

2.2.1. Teori Efektivitas..............................................................

2.2.2. Pengendalian..................................................................

2.2.3. Bencana..........................................................................

2.2.4. Kebakaran Hutan dan Lahan..........................................

2.3. Landasan Legalistik.................................................................

2.3.1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah.....................................................
2.3.2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.......................................................................

2.3.3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001


tentang Pengendalian Kerusakan dan atau
Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan
dengan Kebakaran Hutan dan Lahan.............................

2.3.4. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 208 tentang


Badan Nasional Penanggulangan Bencana...................

2.3.5. Peraturan Gubernur Riau Nomor 19 Tahun 2021


tentang Penyebarluasan Informasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Di Lingkuangan
Pemerintah Provinsi Riau........................................................

2.4 Kerangka Pemikiran................................................................

BAB III METODE PENELITIAN............................................................


3.1. Pendekatan Penelitian............................................................

3.2. Operasionalisasi Konsep.........................................................

3.3. Sumber data dan Informan.....................................................

3.4. Instrumen Penelitian................................................................

3.5. Teknik Pengumpulan Data......................................................

3.6. Teknik Analisis Data................................................................

3.7. Jadwal dan Lokasi Penelitian...............................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
LAMPIRAN I...........................................................................................
LAMPIRAN II..........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang

terletak diantara dua samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera

Pasifik dari data Kementrian Kelautan dan Perikanan menyebutkan

terdapat 17.508 pulau yang ada di Indonesia. Dengan kata lain Indonesia

adalah negara kepulauan yang berada di kawasan Asia Tenggara dan

terletak di garis khatulistiwa menjadikan Indonesia wilayah yang beriklim

tropis. Dengan keberagaman geografis ini membuat Indonesia tidak luput

dari adanya berbagai macam bencana alam maupun bencana non alam.

Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menangani bencana

baik di pusat maupun di daerah guna memberikan rasa aman kepada

masyarakat terhadap bencana yang sering terjadi di Indonesia. Sesuai

dengan cita-cita bangsa Indonesia sendiri dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia”. Berdasarkan kutipan diatas

bahwasanya seluruh masyarakat Indonesia memiliki hak dasar atas rasa

aman dari berbagai ancaman yang bisa saja terjadi. Hak masyarakat

harus dijamin oleh pemerintah sekaligus mewujudkan tujuan bangsa

Indonesia.
Ancaman yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan

masyarakat Indonesia salah satunya adalah bencana. Bencana

merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat baik melalui faktor alam maupun non alam

sehingga timbul kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, hingga

timbulnya korban jiwa. Salah satu bencana yang sering terjadi di

Indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan.

Kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi akibat faktor alam dan

faktor manusia. Namun pada kenyataannya, manusia sering memicu

terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan baik itu secara sengaja

maupun tidak sengaja. 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan terjadi

karena ulah manusia (BNPB,2019). Salah satu penyebab terjadi

kebakaran hutan dan lahan faktor manusia karena membuka lahan

dengan cara dibakar. Peristiwa membakar hutan ini merupakan suatu cara

untuk membuka lahan yang praktis biasanya untuk membuat perkebunan,

seperti sawit, kopi, dan coklat, serta memiliki biaya yang murah. Akhirnya

masyarakat menganggap dengan cara membakar lahan adalah suatu

cara yang paling cepat. Selain faktor manusia kebakaran hutan dan lahan

dapat dipicu oleh faktor alam salah satunya karena iklim, suhu yang tinggi

terutama akibat pemanasan global bisa menyebabkan hutan terbakar.

Biasanya suhu panas mulai membakar ranting atau dedaunan kering yang

kemudian meluas karena adanya tiupan angin, serta curah hujan yang

tinggi. Dan lahar panas erupsi gunung berapi dapat memicu kebakaran.
Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak negatif yang

cukup besar seperti menurunnya keanekaragaman ekosistem hayati

mengakibatkan habitat bagi flora dan fauna terancam. Dampak lainnya

adalah kabut asap yang menyerang pada kesehatan masyarakat

dikarenakan menghirup asap yang dihasilkan dari kebakaran. Akibatnya

banyak manusia yang terkena gangguan kesehatan khususnya pada

saluran pernapasan.

Mengingat akibat yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut

upaya perlindungan terhadap kawasan hutan sangatlah penting, maka

upaya pemerintah dalam menanggulangi bencana ini di Indonesia adalah

dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pada

Tingkat provinsi maupun kota / kabupaten yang mana perpanjangan dari

BNPB yang mengurus penanggulangan bencana di daerah adalah Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Provinsi Riau termasuk daerah yang kemungkinan aman dari

potensi bencana tsunami (BMKG Pekanbaru 2012). Akan tetapi dibalik itu

terdapat bencana yang menjadi sorotan di Provinsi Riau yaitu Kebakaran

hutan dan lahan. Hampir semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau

mengalami bencana tersebut yang mana merupakan bencana yang paling

sering terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Parahnya telah terjadi

selama 22 tahun sejak 1997 dan mengakibatkan polusi udara dari kabut

asap yang ditimbulkan dapat melintasi dan menyebar hingga batas-batas

negara tetangga.
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau sulit untuk ditangani

penyebab utamanya adalah sebagian besar wilayah Provinsi Riau

didominasi lahan gambut yang mencapai 3,8 juta Ha dari 6.4 juta Ha total

luas lahan gambut di pulau Sumatera (Disbun Provinsi Riau 2013).

Membuat Provinsi Riau menjadi pemilik lahan gambut terluas di Sumatera

59,54 % dari total luas lahan gambut di Provinsi Riau.

Tabel 1.1

Luas Lahan Gambut di Provinsi Riau

No. Kabupaten/Kota Luas (ha)


Jumlah
1 Indragiri Hilir 899.644
2 Bengkalis *) 842.192
3 Pelalawan 672.947
4 Siak 492.421
5 Rokan Hilir 442.470
6 Indragiri Hulu 201.608
7 Dumai 156.053
8 Kampar 96.780
9 Rokan Hulu 50.484
10 Pekanbaru 4.923
11 Kuantan Singingi -
Jumlah 3.859.522
Sumber : Data RTRW Provinsi Riau
*) Kabupaten Bengkalis termasuk dengan Kabupaten kepulauan Meranti

Tabel diatas menjelaskan bahwa Provinsi Riau memiliki lahan

gambut sangat luas dan yang terluas terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir.

Kebakaran yang terjadi di lahan gambut lebih sulit di atasi karena api

dapat menyebar melalui biomassa diatas tanah dan di lapisan gambut di

bawah permukaan (Sumantri 2007). Kondisi gambut yang kering akibat


pembukaan lahan dapat menyebabkan lahan gambut mudah terbakar,

terutama dimusim kemarau yang panjang (Jaenicke et al. 2010).Hal ini

tentunya memicu terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan di

Provinsi Riau.

Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi yang mengalami

kebakaran hutan dan lahan setiap tahun seolah tak menemui titik akhir.

Berikut tabel rekapan luas lahan terbakar dari tahun 2021-2022 :

Tabel 1.2

Rekapan Luas Lahan Terbakar Dari Tahun 2021-2022

Kabupaten/Kota Tahun Total


2021 2022 (Ha)
ROKAN HULU 58,25 302,50 360,75
ROKAN HILIR 153,20 147,00 300,2
DUMAI 174,24 49,95 224,19
BENGKALIS 430,17 136,70 566,87
MERANTI 53,00 32,10 85,1
SIAK 112,13 13,24 125,37
PEKANBARU 25,10 13,79 38,89
KAMPAR 103,98 139,47 234,45
PELALAWAN 109,75 113,20 222,95
INDRAGIRI HULU 71,19 31,90 103,09
INDRAGIRI HILIR 165,50 80,50 246
KUANSING 0,00 0,50 0,50
Sumber Data : BPBD Provinsi Riau
Data diatas menjelaskan luas lahan yang terbakar selama 2 tahun

terakhir dan banyak nya hingga sampai ratusan hektar, yang terluas

berada di Kabupaten Bengkalis seluas 566,78 Ha dan yang terkecil luas

lahan yang terbakar berada di Kabupaten Kuansing seluas 0,50 Ha dari

tahun 2021 – 2022.


Kebakaran hutan dan lahan dapat ditandai menggunakan salah

satu cara yaitu melalui titik panas (hotspot) yang berasal dari kebakaran

hutan dan lahan di Indonesia. Melalui Proyek Fire Watch Indonesia

sebuah proyek kolaborasi Indonesia dengan Australia, yang menyediakan

informasi penting pemantauan kebakaran melalui sistem pengantaran

berbasis web, dinamakan IndoFire.

Gambar 1.1

Web IndoFire

Sumber Data : Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur

Sistem ini akan menghasilkan informasi pemantauan kebakaran

yang sangat berharga untuk seluruh Indonesia dengan menggunakan

sensor satelit MODIS (Moderate-resolution imaging spectroradiometer)

pada satelit Terra dan Aqua.

Titik hotspot akan terindentifikasi oleh satelit jika hotspot yang

terdeteksi melebihi suhu ambang batas tertentu. Sebagian besar negara-

negara di Asia Tenggara menyepakati bersama bahwa 48 derajat Celcius


merupakan ambang batas panas yang didefinisikan sebagai hotspot

(BNPB.2013). Hotspot digunakan sebagai indikator adanya kemungkinan

bencana karhutla di suatu daerah. Semakin banyak ditemukannya titik

hotspot, maka semakin banyak juga indikasi Karhutla di daerah tersebut.

Begitupun di Provinsi Riau, untuk mengindikasi kemungkinan akan

terjadinya kebakaran hutan dan lahan, Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Provinsi Riau menciptakan suatu aplikasi bernama

SIPAKAR (Sistem Informasi Pengendalian KARHUTLA Riau).

Aplikasi ini diciptakan karena Provinsi Riau merupakan daerah

rawan bencana kebakaran hutan yang sering terjadi sejak tahun 1997.

Oleh karena itu, untuk mengetahui letak titik koordinat kebakaran hutan

yang terjadi BPBD Provinsi Riau menciptakan aplikasi SIPAKAR, aplikasi

ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat terhubung dengan

sensor satelit MODIS pada satelit Terra dan Aqua yang dapat

memberikan informasi lebih detail terkait titik koordinat bencana karhutla.

Namun dalam mengakses aplikasi ini belum bisa di akses oleh

masyarakat umum hanya bisa diakses oleh pihak BPBD. Dalam hal ini

aplikasi akan terus dikembangkan dan dimodifikasi supaya masyarakat

dapat mengakses aplikasi tersebut.

Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul :

“EFEKTIVITAS APLIKASI SIPAKAR DALAM PENGENDALIAN

BENCANA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU”


1.2. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan adalah

1. Bagaimana efektivitas aplikasi SIPAKAR dalam pengendalian

bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau?

2. Apa saja faktor- faktor yang menghambat efektivitas aplikasi

SIPAKAR dalam pengendalian bencana kebakaran hutan dan

lahan di Provinsi Riau?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan

efektivitas aplikasi SIPAKAR dalam pengendalian bencana

kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui efektivitas aplikasi SIPAKAR dalam

pengendalian bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi

Riau.

2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang menghambat

efektivitas aplikasi SIPAKAR dalam pengendalian bencana

kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk

mengatasi hambatan efektivitas aplikasi SIPAKAR dalam

pengendalian bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi

Riau.
1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis

dalam penelitian lainnya dan penulisan karya ilmiah untuk mendukung dan

memajukan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu yang berkaitan

dengan bencana kebakaran hutan dan lahan serta menjadi media

pengimplementasian terhadap ilmu-ilmu yang diterima pada program studi

Manajemen Keamanan dan Keselamatan Publik.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Kegunaan Praktis dari penelitian ini,yaitu:

1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan keilmuan dan

pengalaman mengenai permasalahan serta menjadi

pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan dalam

dunia kerja.

2. Bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau,

Diharapkan menjadi masukan guna meningkatkan aplikasi

sipakar dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan

lahan di Provinsi Riau.

3. Bagi Institut Pemerintahan Dalam Negeri, penelitian ini

diharapkan menambah informasi yang berguna bagi

pengembangan program studi Manajemen Keamanan dan

Keselamatan Publik, dan juga memberi sumbangan ide

pemikiran penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian sebelumnya membantu penulis dalam penulisan

penelitian sebagai acuan dan dalam rangka menambah pengetahuan

dalam meneliti masalah. Penelitian sebelumnya juga berguna agar dapat

mengetahui persamaan dan perbedaan dari masalah yang diteliti oleh

peneliti. Berikut beberapa penelitian yang memiliki keterkaitran dengan

penelitian yang akan dilakukan peneliti :

N NAMA,TAHUN JUDUL METODE HASIL


O PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Iwan Setya EFEKTIVITAS Metode yang Hasil peneltian
Putra dan PENGELOLAAN digunakan yaitu sistem
Syafni Usriyati SISTEM adalah informasi
(2011) Jurnal INFORMASI kuantitatif akuntansi
Kompilasi Ilmu AKUNTANSI dengan alat cukup
Ekonomi DALAM analisis yang berperan
(KOMPILEK) PENGENDALIA digunakan menunjang
Volume 3 N PERSEDIAAN dalam usaha efektivitas
Nomor 2 tahun OBAT PADA membuktikan dalam sistem
2011 RUMAH SAKIT masalah pengendalian
SYUHADA HAJI adalah persediaan
BLITAR dengan obat di Rumah
menggunaka sakit Syuhada
n metode Haji Blitar.
analisis Dengan
bagan alir rincian bahwa
dan struktur
penyebaran organisasi
kuisoner Apotik masih
pengendalian. belum
menunjukkan
pemisahan
tugas dan
fungsi yang
baik
N NAMA,TAHUN JUDUL METODE HASIL
O PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN
2. Yoti Meysela IMPLEMENTASI Menggunaka Hasil
Haryani NIM. KEBIJAKAN n metode penelitian ini
E21112021 PENGENDALIA jenis menunjukkan
penelitian bahwa dalam
(2016) Jurnal N KEBAKARAN
deskriptif pelaksanaan
Ilmu HUTAN DAN dengan kebijakan
Administrasi LAHAN DI pendekatan pengendalian
Negara Volume KABUPATEN kualitatif. kebakaran
5 Nomor 3 SINTANG Studi hutan dan
Kasus Pada lahan di
Kantor Manggala Kabupaten
Sintang masih
Agni Daerah
belum dapat
Operasi Sintang membebaskan
Kabupaten
Sintang dari
kebakaran
hutan dan
lahan. Untuk
itu, dalam hal
ini
implementasi
kebijakan tidak
hanya
bergantung
pada keenam
variabel yang
dikemukakan
oleh Van
Metter dan
Van Horn,
namun juga
diperlukan
peran dan
dukungan dari
masyarakat
yang turut
mendukung
untuk
menyukseska
n
implementasi
kebijakan
pengendalian
kebakaran
hutan dan
lahan di
Kabupaten
Sintang.s
N Nama, Tahun JUDUL METODE HASIL
O Penelitian PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN
3. Alfarras,Anand EFEKTIVITAS Metode yang Hasil
a Fatih (2022) SISTEM digunakan penelitian ini
INFORMASI dalam menunjukkan
PENERBITAN penelitian ini bahwa proses
SURAT adalah penerbitan
KETERANGAN penelitian Surat
PENELITIAN kualitatif Keterangan
(SIPENASAKTI) dengan Penelitian
DALAM menggunaka melalui
PELAYANAN n metode SiPenaSakti
PENERBITAN deskriptif dan dapat
SURAT pendekatan dilakukan
KETERANGAN induktif. darimana saja.
PENELITIAN DI
DINAS
PENANAMAN
MODAL DAN
PELAYANAN
TERPADU SATU
PINTU
PROVINSI RIAU
Sumber : Diolah Peneliti, 2022

Dari ketiga hasil penelitian sebelumnya yang telah diteliti oleh

peneliti ke-1, peneliti ke-2, dan peneliti ke-3 diperoleh persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti.


Perbedaan dan persamaan tersebut antara lain:

1. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu


- Persamaan:
Penelitian sebelumnya membahas fokus yang sama
dengan penelitian sekarang yaitu tentang efektivitas sistem
informasi pengendalian.
- Perbedaan:
Perbedaan peneliti terdahulu menggunakan metode
kuantitatif dengan cara metode analisis bagan alur dan
penyebaran kuisoner pengendalian. yang berbeda dengan
metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu
metode kualitatif.

2. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu


- Persamaan:
Metode penelitian yang digunakan sama yaitu metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif
- Perbedaan:
Variable yang dinilai berbeda dengan yang diambil oleh
peneliti yaitu efektivitas, sedangkan pada judul penelitian
terdahulu ini membahas implementasi sehingga grand teori
yang digunakan juga berbeda.

3. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu


- Persamaan:
Variabel yang dinilai sama dengan yang ditulis oleh peneliti
yaitu efektivitas
- Perbedaan:
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
yang dilakukan peneliti adalah tentang sistem informasi
penerbitan surat keterangan penelitian(SIPENASAKTI),
sedangkan peneliti meneliti tentang sistem informasi
pengendalian karhutla riau (SIPAKAR)

Berdasarkan tabel diatas, penelitian terdahulu terlihat memiliki

persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

sekarang. Dengan adanya perbedaan dan persamaan dari penelitian

sebelumnya akan menjadi pedoman serta perbandingan dalam membantu

peneliti dalam menyelesaikan penelitian.


2.2. Landasan Teoritis

2.2.1. Efektivitas

Pandangan dan teori tentang efektivitas sudah banyak

dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai pandangan tentang

kefektifan dalam menggambarkan apakah suatu kegiatan berhasil

mencapai tujuan yang ditetapkan, salah satunya menurut Ratmianto dan

Winarsih (2012:179) mengemukakan bahwa efektivitas ialah tercapainya

suatu tujuan yang telah direncanakan, baik itu dalam segi sasaran target,

dalam jangka panjang maupun misi yang dimiliki oleh suatu organisasi.

Dalam mencapai tujuannya harus berpedoman kepada visi organisasi

tersebut. Berdasakan pendapat Ratmianto dan Winarsih dapat dikatakan

bahwa efektivitas merupakan suatu pencapaian yang didapat oleh suatu

organisasi sesuan dengan tujuan yang diharapkan.

Sondang P.Siagian (2018:20-21) mengatakan bahwa efektivitas

merupakan pemanfaatan sumber daya, dana, sarana dan prasarana

dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumhya untuk

menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu tepat pada

waktunya. Efektivitas menjukan keberhasilan berdasakan sejauh apa

target yang telah tercapai. Apabila reaksi tindakan menuju target, maka

semakin meningkat efektivitasnya. Sesuai pandangan yang dikemukakan

oleh Sondang P.Siagian (2018;20-21) maka efektivitas dapat diukur

melalui beberapa dimensi sebagai berikut :


1) Sumber daya, dana, sarana dan prasarana yang dapat

digunakan sudah ditentukan dan dibatasi,

2) Jumlah dan mutu barang atau jasa yang harus dihasilkan

telah ditentukan,

3) Waktu untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut

sudah ditetapkan

4) Tata cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan tugas

sudah dirumuskan

Pendapat Richard M. Steers yang diterjemahkan oleh Magdalena

Jamin (1985:2) mengatakan bahwa, “ efektivitas dilihat sebagai tujuan

akhir dari suatu organisasi.” Kemudian menurut Duncan yang dikutip

Richard M. Steers dalam bukunya “Efektivitas Organisasi” (1985:53)

menyampaikan ukuran efektivitas yaitu:

a. Pencapaian Tujuan

Keseluruhan upaya yang dilakukan dalam pencapaian tujuan

dinilai sebagai suatu proses. Untuk mencapai tujuan akhir

yang semakin terjamin, maka diperlukan tahapan baik dalam

hal tahapan dalam pencapaian bagian-bagiannya maupun

tahapan dalam periodisasinya. Pencapaian tujuan mencakup

kurun waktu dan sasaran yang menjadi target nyata.

b. Integrasi

Merupakan pengukuran terkait kemampuan organisasi

dalam mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus,


dan juga komunikasi dengan berbagai organisasi lainnya.

Integrasi erat kaitannya dengan sosialisasi.

c. Adaptasi

Merupakan kemampuan suatu organisasi dalam

menyesuaikan diri terhadap lingkungan di sekitarnya. Dalam

hal ini, digunakan proses pengadaan dan pengisian tenaga

kerja sebagai tolak ukur.

Berdasarkan penjelasan para ahli diatas mengenai konsep

Efektivitas. Maka untuk membantu menyelesaikan penelitian ini peneliti

menggunakan teori efektivitas Duncan dalam Richard M. Steers (1985:53)

untuk menganalisa apa saja faktor yang mempengaruhi keberhasilan

Sistem Informasi Pengendalian Karhutla Riau (SIPAKAR) serta upaya

yang dilakukan dalam mengatasi hambatan sesuai dimensi dan indicator

yang sudah dijelaskan diatas. Apabila nantinya kenyataan dilapangan

menunjukkan program belum berbanding dengan harapan dimensi, maka

program tersebut dikatakan belum efektif.

2.2.2. Pengendalian

Pengendalian merupakan suatu hal yang sangat diperlukan untuk

melihat sejauh mana hasil yang telah tercapai, dengan pengendalian

dapat diketahui apakah pekerjaan yang telah dilakukan sesuai dengan

rencana seharusnya atau malah terjadi kesenjangan akibat adanya

penyimpangan-penyimpangan dari rencana yang telah dibuat.


Menurut pendapat ahli Sondang P. Siagian dalam buku Nanang

Fattah (2007:176) menjelaskan bahwa: pengendalian adalah proses

pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk

menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi utama dari

pengendalian adalah menciptakan suatu mekanisme operasional dan tata

kerja yang baik dalam suatu organisasi sehingga dapat menekan dan

menghindari kesalahan-kesalahan serta penyelewangan-penyelewengan,

baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

2.2.3. Bencana

Menurut Ramli (2010:17) “bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau

faktor non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis”.

Jenis bencana menurut Ramli (2010:18):

1. Bencana alam

Secara alami bencana alam akan selalu terjadi di muka

bumi, misalnya saja gempa, tsunami, gunung meletus,

jatuhnya benda-benda langit ke bumi, dimana semua


bencana alam yang terjadi dapat mengancam

kelangsungan kehidupan umat manusia di bumi.

2. Bencana buatan manusia

Bencana buatan manusia atau sering disebut juga bencana

non alam yaitu bencana yang diakibatkan atau terjadi

karena campuran tangan manusia. Campuran tangan ini

dapat berupa langsung atau tidak langsung. Buatan

manusia langsung misalnya bencana akibat kegagalan

teknologi di suatu pabrik atau industry. Bencana tidak

langsung misalnya pembabatan hutan yang mengakibatkan

timbulnya bahaya banjir.

Selanjutnya menurut Sri Haryanto (2001:35) menjelaskan

bencana merupakan peristiwa rusaknya sistem kehidupan masyarakat

yang memiliki sifat merugikan. Sedangkan menurut Wijiyanto (2012:10)

bencana merupakan gangguan yang menyebabkan kerugian kepada

masyarakat secara meluas dimana dampak tersebut melebihi kemampuan

manusia.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa pengertian bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang dapat menimbulkan gangguan dan ancaman terhadap

masyarakat melebihi batas kemampuannya, sehingga mengakibatkan

kerusakan, kerugian serta penderitaan bahkan sampai jatuhnya korban

jiwa, baik yang terjadi karena alam ataupun non alam.


2.2.4. Kebakaran hutan dan lahan

Menurut Suratmo (2003:13) “kebakaran hutan adalah peristiwa

pembakaran yang penjalarannya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar

alam dari hutan”. Suratmo (2003:13) membagi kebakaran menjadi dua

macam yaitu:

1. Kebakaran Liar (Wildfire)

setiap kebakaran yang terjadi dilahan yang tidak

direncanakan/dikendalikan.

2. Pembakaran Terkendali

pembakaran yang dikendalikan dibawah kondisi cuaca tertentu,

membuat api dapat diarahkan pada keadaan tertentu dan pada saat yang

sama menghasilkan instensitas panas dan laju penjalaran yang sesuai

dengan tujuan yang diharapkan

Menurut Adinugroho, W.C, dkk (2004:9) kebakaran hutan dan

lahan merupakan suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh

perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas

serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya.

Kebakaran menurut Ramli (2010) adalah api yang tidak terkendali

artinya diluar kemampuan dan keinginan manusia. Sedangkan penyebab

kebakaran menurut Ramli (2010) dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1.Faktor manusia

Terjadinya kebakaran sebagian disebabkan oleh faktor manusia

yang kurang sadar dan peduli tentang bahaya kebakaran serta pentingnya
keselamatan. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya pekerja yang masih

merokok di area yang dekat dengan bahan yang mudah terbakar,

melakukan pekerjaan yang berisiko menimbulkan kebakaran tanpa ada

pengamanan khusus yang memadai, atau melakukan penyambungan

listrik dengan cara yang salah.

2.Faktor teknis

Selain faktor manusia, kebakaran juga dapat disebabkan oleh

faktor teknis khususnya kondisi tidak aman yang membahayakan seperti

kondisi instalasi listrik yang sudah tidak layak atau tidak memenuhi

standar, penempatan bahan mudah terbakar yang kurat tepat yaitu

berdekatan dengan sumber api.

Setiap bencana alam mempunyai dampak terhadap lingkungan

dan manusia. Adapun dampak kebakaran hutan dan lahan menurut

Syaufina (2002:43) yang merugikan lingkungan yakni :

a) Dampak ekologis, adalah dampak yang terjadi pada

lingkungan yaitu adanya ketidakseimbangan ekosistem

flora dan fauna. Dapat memengaruhi temperatur, komposisi

dan kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan

air. Hasil dari pembakaran dapat menjadi polutan yang

dapat membahayakan bagi kehidupan manusia.

b) Dampak ekonomis, adalah dampak berupa kerugian

ekonomi yang dapat dihitung yaitu kerugian langsung yang

diperoleh dari beberapa sektor perkebunan, kehutanan,


kesehatan,transportasi, pariwisata dan biaya langsung

yang dikeluarkan untuk penanggulangan dan pemadaman.

c) Dampak sosial, adalah dampak yang terjadi pada

hubungan diplomatic dengan negara tetangga menjadi

rusak karena negara tetangga dirugikan dengan adanya

kabut asap yang menghampiri negara mereka akibat

kebakaran hutan dan lahan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kebakaran hutan dan

lahan merupakan suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh

perbuatan manusia yang dapat mengancam kehidupan manusia yang

ditandai terjadinya penjalaran api yang bebas serta mengkonsumsi bahan

bakar alam dari hutan berdampak rugi dari segi ekologis,ekonomis,dan

sosial.

2.3. Landasan Legalistik

2.3.1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 yang mengatur tentang

Pemerintah Daerah, urusan pemerintahan terdiri atas urusan

pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan

pemerintahan umum. Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah adalah urusan konkuren. Sebagaimana dijelaskan

pada pasaal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas

Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan


wajib adalah urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang wajib

dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota.

Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang merupakan potensi

unggulan yang dimiliki daerah.

Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan

dasar dan diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota meliputi:

a. Pendidikan,

b. Kesehatan,

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang,

d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman,

e. ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan

masyarakat,

f. Sosial.

Salah satu urusan yang wajib dilaksanakan adalah ketentraman,

ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat. Dalam pembagian

urusan Pemerintahan bidang ketentraman dan ketertiban umum serta

perlindungan masyarakat dibagi menjadi 3 sub urusan yaitu Ketentraman

dan Ketertiban Umum, Bencana dan Kebakaran. Mengenai

penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau

merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi untuk dapat

menyelesaikan urusan wajib tersebut.


Selain dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014 sub urusan

mengenai kebakaran, pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab

melakukan:

a. Pencegahan pengendalian, pemadaman, penyelamatan,

dan penanganan bahaya berbahaya dan beracun

kebakaran dalam daerah Kabupaten/Kota.

b. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran.

c. Investigasi kejadian kebakaran.

d. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran.

Berdasarkan uraian diatas Pemerintah Provinsi Riau memiliki

urusan pemerintah wajib untuk menjaga ketentraman, dan ketertiban

umum serta perlindungan masyarakat yang ada di Provinsi Riau. Oleh

karena itu, setiap daerah khususnya di Provinsi Riau memiliki

kewenangan untuk mengembangkan bencana di daerah sebagaimana

yang telah dibuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang

mengatur tentang Pemerintah Daerah.

2.3.2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Dijelaskan pada pasal 1 ayat 2 bahwa “ Hutan adalah suatu

ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di

dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu

dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehidupan hutan sangat


diperlukan untuk keberlangsungan hidup oleh karena itu diwajibkan untuk

menjaa hutan dan tidak merusak hutan.

Aturan untuk menjaga dan tidak membakar hutan telah dimuat

dalam peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 pasal 50 ayat (1) dan (3) menjelaskan bahwa setiap orang yang

dilarang untuk merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan serta

setiap orang dilarang untuk membakar lahan.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa masyrakat memiliki kewajiban

untuk menjaga dan melestarikan hutan dari kerusakan dan pembakaran

hutan. Pemerintah daerah diharapkan dapat berpedoman pada pasal ini

dalam melaksanakan kebakaran hutan dan lahan

2.3.3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup

yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan

Pada pasal 11 Undang-undang Nomor 4 tahun 2001 menjelaskan

tentang kegiatan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan:

Kegiatan yang menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan adalah

antara lain kegiatan penyiapan lahan untuk usaha di bidang kehutanan,

perkebunan, pertanian, transmigrasi, pertambangan dan pariwisata yang

dilakukan dengan cara membakar. Oleh karena itu, dalam melakukan

usaha tersebut dilarang dilakukan dengan cara pembakaran, kecuali untuk

tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain
pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta

pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran

secara terbatas tersebut harus mendapat izin dari pejabat yang

berwenang.

Selanjutnya kebiasaan masyarakat adat atau tradisional yang membuka

lahan untuk ladang dan atau kebun dapat menimbulkan terjadinya

kebakaran hutan dan atau lahan. Untuk menghindarkan terjadinya

kebakaran di luar lokasi lahannya perlu dilakukan upaya pencegahan

melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing

seperti melalui peningkatan kesadaran masyarakat adat atau tradisional.

2.3.4. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan

Nasional Penanggulangan Bencana

Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 ini menjelaskan mengenai tugas

dan fungsi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daera. Tugas

tersebut tercantum dalam pasal 2 sebagai berikut:

BNPB mempunyai tugas :

a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhdap usaha

penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan

bencana,penangangan tanggap darurat, rehabilitasi, dan

rekontruksi secara adil dan setara;


b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan

penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-

undangan;

c. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana

keepada masyarakat;

d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada

presiden setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat

dalam kondisi darurat bencana;

e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan

nasional dan internasional;

f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan

perundangan-undangan; dan

h. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah.

Kemudian dalam pasal 3 terdapat fungsi dari BNPB, yaitu:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana

penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta

efektif dan efesien; dan

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan

bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.


2.3.5. Peraturan Gubernur Riau Nomor 19 Tahun 2021 Tentang

Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Di

Lingkuangan Pemerintah Provinsi Riau

Peraturan ini merupakan penjabaran dari Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2011 yang juga menjelaskan tentang

penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Namun didalam Peraturan Gubernur Riau Nomor 19 Tahun 2021 ini

menjelaskan penyebarluasan informasi pengelenggaraan pemerintahan

daerah dalam ruang lingkup Provinsi Riau. Maksud Peraturan Gubernur

ini untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik,

terbuka dan transparan, serta mendorong keterbukaan informasi publik

dalam upaya menumbuhkan pemberdayaan masyarakat dalam

pelaksanaan pembangunan. Peraturan gubernur ini juga bertujuan

sebagai pedoman dalam penyebarluasan informasi penyelenggaraan

pemerintahan di Provinsi Riau serta memberikan informasi ke masyarakat.

Dalam hal ini BPBD Provinsi Riau memberikan informasi ke masyarakat

terkait bencana yang ada di Provinsi Riau terutama bencana kebakaran

hutan dan lahan yang sering terjadi setiap tahun melalui aplikasi yang

dibuat oleh BPBD yaitu SIPAKAR.


2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran
Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Terjadi Setiap Tahunnya

Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun Dimensi Efektivitas Menurut Duncan
2014 yang dikutip oleh Richard M. Steers
Undang-Undang Nomor 41 Tahun (1985:53) :
1999
I
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1. Pencapaian Tujuan
2001 2. Integrasi
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 3. Adaptasi
2008
Peraturan Gubernur Riau Nomor 19
Tahun 2021

Efektivitas Aplikasi SIPAKAR Dalam


Pengendalian Bencana Kebakaran Hutan
Dan Lahan Di Provinsi Riau

Upaya dalam mengatasi


Faktor Penghambat
penghambat

Kebakaran Hutan dan Lahan Dapat Dikendalikan


dengan Efektif

Sumber: Diolah oleh peneliti,2022


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan

masalah secara terstruktur. Sedangkan pendekatan penelitian adalah

keseluruhan cara berfikir peneliti dari mulai awal dirumuskannya masalah

hingga pembuatan akhir kesimpulan. Pendekatan penelitian kemudian

disusun secara sistematis menggunakan metode yang menyeluruh serta

bersamaan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Metode yang relevan harus digunakan untuk suatu pemecahan

masalah di dalam penelitian. Hal tersebut dikarenakan, metode yang

relevan tersebut akan membuat teori yang digunakan dapat diterapkan

sehingga masalah yang diteliti akan bisa diselesaikan sesuai dengan

fokus yang akan dicapai.

Sugiyono (2013:2) menjelaskan bahwa metode penelitian

merupakan sebuah usaha meraih suatu data dengan tujuan dan

kegunaan dari penelitian tersebut, yang kemudian pada dasarnya disebut

sebagai cara ilmiah dalam penelitian. Dalam melaksanakan penelitian

diperlukan desain penelitian sebagai gambaran, arah, dan tujuan dalam

pelaksanaan penelitian. Desain penelitian secara terstruktur mengandung


rencana dan tata cara bagi peneliti dalam mengumpulkan informasi, data

dan fakta. Menurut Sugiyono (2013:3) metode penelitian merupakan cara

ilmiah untuk memperoleh data untuk kepentingan tertentu.

Dalam pelaksanaanya, desain penelitian terbagi menjadi desain

penelitian kuantitatif dan kualitatif, Sugiyono (2013:13) menjelaskan

bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang dimana peneliti

merupakan instrument kunci digunakan dalam meneliti objek kondisi

alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen).

Pendekatan kualitatif sebagaimana dijelaskan oleh Cresswell

(2019:145) merupakan sebuah penjelasan deskriptif dalam

menggambarkan suatu proses, arti, dan pemahaman akan sesuatu.

Sugiyono (2013:20) menjelaskan informasi deskriptif adalah

gambaran lengkap tentang objek yang akan diteliti. Deskriptif merupakan

penjelasan yang berisi informasi yang secara jelas menggambarkan

sesuatu berbentuk narasi.

Data yang didapatkan kemudian disusun secara sistematis dan

dianalisis melalui pendekatan induktif dimana dari hal-hal khusus dalam

lingkup kecil akan menjadi sesuatu yang berpengaruh secara umum

sehingga dapat mencapai kejelasan masalah yang dibahas.

Berdasarkan beberapa penjelasan dan pernyataan diatas. Peneliti

menggunakan desain penelitian kualitatif bersifat deskriptif dengan

pendekatan induktif. Penggunaan metode ini dianggap sesuai dengan

penelitian yang dilakukan peneliti dalam mendapatkan gambaran yang


aktual dengan kejadian di lapangan. Sehingga metode kualitatif ini dapat

memberikan jawaban atas rumusan masalah dalam pelaksanaan

penelitian.

3.2. Operasionalisasi Konsep

Dalam melaksanakan penelitian diperlukan adanya

operasionalisasi konsep sebagai pedoman dalam menentukan cara

berfikir dan memudahkan peneliti dalam menjawab masalah yang akan

diteliti dalam penelitian yang akan dilaksanakan.

TABEL 3.1

RUANG LINGKUP PENELITIAN

KONSEP DIMENSI INDIKATOR

1 2 3

Pencapaian Tujuan 1.Tingkat Kesesuaian


Program Kerja yang telah
direncanakan
2.Tercapainya Target
Penanggulangan Bencana
Integrasi 1.Kemampuan Bekerjasama
Dengan SKPD atau Instansi
Efektivitas aplikasi
Terkait
SIPAKAR dalam
2.Kemampuan Sosialisasi
pengendalian bencana
Kepada Masyarakat
kebakaran hutan dan
3.Kemampuan Membangun
lahan,Richard M.
Partisipan dan Kemitraan
Steers(1985:53)
Publik
Adaptasi 1.Peningkatan Ketersediaan
Perlengkapan
2.Peningkatan Keahlian
Petugas
3.Ketersediaan Sumber Dana
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2022
3.3. Sumber data dan Informan

Sumber data dalam diberlakukannya penelitian merupakan suatu

hal yang penting dan sangat diperlukan karena beberapa informasi dan

sangat diperlukan karena beberapa informasi dan fakta yang sesuai akan

dipergunakan untuk penulisan laporan.

Menurut Sugiyono (2013:173) sumber data dalam penelitian

dibagi menjadi 2, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan sumber data yang memberikan data kepada pengumpulan

data secara langsung. Kemudian data sekunder yaitu sumber data yang

diberikan kepada pengumpul data secara tidak langsung, seperti lewat

orang lain atau lewat dokumen.

Informan penelitian adalah seseorang yang mempunyai

pengetahuan serta menguasai informasi dari objek yang sedang diteliti.

Informan penelitian disini dipusatkan kepada Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau yang dalam hal ini menjalankan

tugas pokok dan fungsinya dalam penanggulangan bencana khususnya

kebakaran hutan dan lahan yang sedang diteliti peneliti. Selain itu peneliti

juga akan wawancara kepada masyarakat yang dinilai dewasa,

maksudnya masyarakat tersebut sudah menginjak umur 17 tahun keatas

serta memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan harus paham mengenai

pengetahuan akan peraturan dan hukum yang berlaku. Informan dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2


TABEL 3.2

INFORMAN PENELITIAN

No. Informan Penelitian Jumlah

(1) (2) (3)

1. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana 1


Daerah Provinsi Riau
2. Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah 1
Provinsi Riau
3. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan 1

4. Kepala Bidang Kedaruratan 1

5. Kepala Bidang Data dan Informasi Kebencanaan 1

6. Sub. Koordinator Pencegahan 1

7. Masyarakat 2

Sumber: diolah oleh peneliti, 2022

Informan adalah pihak yang membantu penulis dalam

memperoleh data karena informan dianggap mengetahui keadaan datau

kondisi permasalahan yang sedang diteliti.

Teknik dalam menentukan informan dapat dibagi menjadi

purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling

merupakan teknik penentuan informan yang dimana informan memiliki ciri-

ciri yang sesuai dengan informasi yang diperlukan, memiliki kriteria yang

cocok untuk mengambil informasi yang ditetapkan. Biasanya informan


pada teknik penentuan informan ini memiliki kewenangan dan kekuasaan

atas data dan informasi sesuai permasalahan penelitian. Informan dalam

teknik ini adalah berasal langsung dari beberapa pihak di Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau.

Sedangkan teknik Snowbal sampling merupakan teknik menentukan

informan dengan beberapa individu dalam ruang lingkup suatu kelompok

untuk mengidentifikasi hal atau orang lain yang dimana mereka juga

bagian dari sampel tersebut. Informan dalam teknik ini adalah berasal dari

masyarakat yang dapat memberikan informasi dalam menyelesaikan

permasalahan penelitian.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Cresswell (2019:161) ia

mengungkapkan bahwa “peneliti sebagai instrument kunci. Peneliti

kualitatif mengumpulkan datanya sendiri melalui dokumentasi, observasi,

atau wawancara dengan partisipan”.

Dapat diartikan selain peneliti sebagai instrument utama juga

diperlukan instrument lain sebagai pendukung dan memudahkan

penelitian, instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk

membantu dalam menyelesaikan penelitian ini dengan menggunakan

pedoman wawancara, pedoman observasi serta bukti dokumentasi. Ketiga

unsur ini membantu peneliti untuk memberikan gambaran keadaan dan

kondisi di lapangan untuk membantu peneliti menyelesaikan rumusan


masalahnya didalam penelitian ini. Juga adanya instrument pendukung

seperti pengunaan laptop dan smartphone.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Tujuan utama dalam penelitian adalah untuk mencari serta

memperoleh data, tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti

tidak akan memperoleh data yang sesuai dengan penelitiannya. Dalam

penelitian kualitatif pengumupulan data dilakukan melalui sumber data

primer, dan kondisi real di lapangan. Maka dari itu teknik pengumpulan

data merupakan langkah paling strategis dalam suatu penelitian. Mengacu

pada kondisi tersebut peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3.5.1 Wawancara

Wawancara dipakai dalam mengumpulkan data jika peneliti ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang

akan di teliti, dan apabila peneliti ingin mengetahui tentang hal-hal yang

lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Menurut

Sugiyono (2013:233) menjelaskan terkait jenis-jenis wawancara, antara

lain:

a. wawancara Terstruktur

Merupakan wawancara yang dilakukan dengan kepastian

informasi yang telah diketahui dan akan didapatkan oleh peneliti.


b. Wawancara Semiterstrutur

Merupakan jenis wawancara independen dan tidak memiliki

pedoman terstruktur dalam sebuah wawancara. Wawancara jenis ini

merupakan wawancara lebih mendalam dan dilakukan lebih bebas oleh

peneliti.

c. Wawancara Tidak Terstruktur

Merupakan wawancara yang tidak digunakannya pedoman dalam

melaksanakan wawancara secara terstruktur serta sistematis dalam

pengumpulan data yang dilakukan.

Melihat penjelasan di atas, maka penulis menggunakan pedoman

wawancara dalam penelitian ini yaitu jenis wawancara semiterstruktur.

Peneliti juga telah memilih informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini

untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan dengan menggunakan model

purposive sampling serta snowball sampling. Peneliti menganggap

dengan menggunakan wawancara semiterstruktur akan mendapatkan

informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian serta juga

narasumber berkesempatan untuk menuangkan ide dan pendapatnya

terakait permasalahan penelitian dan informasi yang ingin didapatkan.

Serta penelitian semiterstruktur bersifat fleksibel dalam pelaksanaannya

sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi dan situasi di lapangan.


3.5.2 Observasi

Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara

sistematis dan terstruktur terhadap permasalahan yang akan di teliti

kemudian dilakukan pencatatan. Observasi dilakukan untuk mengetahui

informasi serta fenomena kondisi secara sistematis berdasarkan tujuan

yang telah ditetapkan.

Menurut Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2013:226) menjelaskan

pembagian observasi sebaga berikut:

a. Observasi partisipatif

Merupakan pengamatan yang dilakukan peneliti dengan mengikuti

secara langsung dalam aktivitas keseharian sehingga mendapat informasi

secara langsung

b. Observasi terus terang atau tersamar

Pengamatan yang dilakukan secara terus terang diungkapkan

ingin melakukan penelitian atau secara tersamar tidak menyebutkan ingin

mendapatkan informasi untuk penelitian.

c. Observasi tak berstuktur

Pengamatan yang dilakukan tanpa adanya sistematika terstruktur

yang dimana peneliti akan mendapatkan fokus permasalahan seiring

berjalannya waktu dalam melakukan observasi.

Melihat penjelasan diatas, maka peneliti dalam penelitian ini

menggunakan observasi partisipatif, dimana peneliti mengikuti secara

langsung aktivitas keseharian di lapangan untuk mendapatkan informasi


dari masyarakat melalui berbagai pertanyaan yang sudah disiapkan untuk

diketahui jawabannya yang sesuai dengan kriteria permasalahan dalam

penelitian yang dilaksanakan. Selain itu disertai dengan alat rekam dan

juga mencatat informasi yang penting guna mendukung kegiatan

penelitian.

3.5.3 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu

dapat berupa gambar, tulisan, catatan resmi, laporan serta buku

merupakan data sekunder. Dokumentasi mengandung informasi yang

dapat mendukung penyelesaian permasalahan dalam penelitian.

Sugiyono (2013:240) menjelasakan hasil penelitian dari observasi

atau wawancara, akan lebih kredibel atau terpercaya bila didukung oleh

foto atau karya tulis akademik yang telah ada.

Dapat diartikan bahwa dokumentasi merupakan teknik

pengumpulan data yang digunakan dengan mempelajari dokumen dan

catatan yang berhubungan dengan permasalahan yang diamati, sehingga

bisa mendapatkan penyelesaian permasalahan dalam penelitian.

3.6. Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya akan dilakukan

perumusan. Perumusan tersebut dilakukan dengan melakukan teknik

analisis data. Hal tersebut harus dengan sebaik-baiknya agar kemudian


orang-orang dapat memahami data-data yang disajikan karena sudah

tersaji secara lengkap dan teruji dengan baik.

Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2013:244) menjelaskan bahwa

analisis data ialah sebuah proses dalam menemukan serta menyusun

hasil dari wawancara, fakta di lapangan serta data-data lain yang

kemudian dijadikan satu agar pemahaman tentang hal yang diteliti dapat

meningkat, lalu disajikan oleh peneliti apa yang ditemukan dari hal yang

diteliti tersebut.

Penjelasan diatas dapat dipahami bahwa analisis data merupakan

proses dalam mencari dan menggabungkan data-data yang ditemukan

kemudian disusun secara sistematis dengan tujuan untuk menambah

pemahaman diri sendiri agar dapat dibagikan kepada orang lain. Menurut

Sugiyono (2013:247) menjelaskan proses untuk menganalisis data

menggunakan model Miles dan Huberman:

1. Pengumpulan Data

Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian dan merupakan hal utama dalam sebuah

penelitian. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif memfokuskan

dalam melakukan observasi, wawancara serta dokumentasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data dalam hal ini ialah memilah setiap data yang sudah

dikumpulkan dari wawancara serta dokumentasi untuk kemudian diolah

dan difokuskan kepada hal yang pokok-pokoknya.


3. Penyajian Data

Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memproses data yang

sudah ada untuk kemudian ditampilkan dengan menggunakan teks

sehingga peneliti dapat dengan mudah memahami hal yang terjadi serta

peneliti dapat menguraikan masalah yang ada.

4. Kesimpulan

Merupakan buah pikiran yang dihasilkan dari suatu proses

penelitian. Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan merupakan sebuah

temuan yang paling terkini dan belum termuat dari sebelumnya.

3.7. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Waktu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi yang akan

dilaksanakan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau

sesuai dengan kalender akademik 2022-2023 yang telah ditetapkan oleh

Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jadwal kegiatan penelitian dan

penyusunan skripsi yaitu sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai