Anda di halaman 1dari 2

Nama: Yayan Azhary

NIM: 1710121210026

PROSES TERJADI HUJAN DALAM PERSPEKTIF FISIKA

Terjadinya hujan dipengaruhi oleh konveksi di atmosfer bumi dan lautan. Konveksi
adalah proses pemindahan panas oleh gerak massa suatu fluida dari suatu daerah ke daerah
lainnya. Air-air yang terdiri dari air laut, air sungai, air limbah, dan sebagainya tersebut
umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat adanya bantuan dari panas sinar
matahari. Air tersebut kemudian menjadi uap melayang ke udara dan akhirnya terus bergerak
menuju langit bersama uap-uap air yang lain.
Sesampai di atas, uap-uap mengalami proses pemadatan atau biasa disebut juga
kondensasi sehingga terbentuklah awan. Akibat terbawa angin yang bergerak, awan-awan
tersebut saling bertemu dan membesar dan kemudian menuju ke atmosfir bumi yang suhunya
lebih rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena terlalu berat dan
tidak mampu lagi ditopang angin akhirnya butiranbutiran air atau es tersebut jatuh ke
permukaan bumi, proses ini disebut juga proses presipitasi. Karena semakin rendah,
mengakibatkan suhu semakin naik maka es/salju akan mencair, namun jika suhunya sangat
rendah, maka akan turun tetap menjadi salju. Berikut merupakan 3 hal dasar yang menjadi latar
belakang terjadinya hujan:
1. Udara hangat naik (seperti: keluar udara panas dari teko air panas menuju wajah), udara
dingin turun (seperti:udara dari lemari es terasa dingin di kaki)
2. Udara naik meluas dan mendingin (mendingin secara adiabatis),udara menetes secara
termampatkan dan memanas (memanas secara adiabatis).
3. Udara panas memiliki kapasitas untuk menahan air, udara dingin memiliki sedikit kapasitas
untuk menahan air.

1. Perpindahan kalor pada proses terjadinya hujan


a. Secara konveksi
Konveksi merupakan transfer kalor disertai merambatnya massa secara vertical
(atas/bawah). Rambatan kalor konveksi terjadi pada fluida atau zat alir, seperti pada zat cair,
gas, atau udara. Udara hangat memiliki massa jenis lebih kecil dari udara dingin, hal ini
membuat udara dingin lebih berat dari udara hangat. Pada siang hari, permukaan bumi terpapar
oleh radiasi sinar matahri. Pada lapisan permukaan tipis molekul telah terpanaskan secara
konduksi. Padahal udara merupakan konduktor panas yang tidak baik. Sehingga sebagian
permukaan molekul udara tidak secara cepat mentransfer panas secara konduksi. Sejumlah
massa udara hangat ini disebut bouyant dan bergerak ke atas karena memiliki massa jenis lebih
kecil. Sehingga udara dingin mengambil alih tempat udara hangat. Ketika udara panas bergerak
ke atas, semakin rendah tekanan udara yang diperoleh, sehingga menakibatkan udara diatas
atmosfer lebih dingin. Hal ini sesuai dengan persamaan matematis hubungan tekanan udara
dan ketinggian

𝑃ℎ = (𝑃𝑢 − ) 𝑐𝑚𝐻𝑔
100 𝑚
Dimana,
Ph : tekanan udara setempat (cmHg)
Pu : tekanan udara 76 cmHg
h : tinggi tempat yang sudah diketahui (m)
serta persamaan gas ideal
PV=nRT
Dimana ditunjukkan bahwa tekanan (P) dan volume (V) sebanding dengan perubahan suhu(T).

b. Secara Adveksi
Adveksi adalah transfer kalor kearah horizontal (utara/timur/barat/selatan). Dalam
meteorology, angin bergerak secara adveksi. Ini terjadi sepanjang waktu di bumi.

2. Perubahan wujud Zat pada proses terjadinya hujan


Pada siklus hidrologi, terjadi proses perubahan wujud zat mulai dari zat cair, gas
maupun padat. Pada proses evaporasi terjadi perubahan dari zat cair menjadi zat gas. Dari gas
akan terjadi proses kondensasi sehingga akan timbul tetes air di awan. Dan akhirnya jika
humiditas telah mencapai 100%, maka uap air tersebut akan menjadi tetesan air hujan. Dan jika
udara diatas awan, terlampau dingin maka akan turun dalam bentuk salju Karakteristik
temperature dan tekanan menyebabkan air berbentuk cair. Untuk menjadi es, air harus berada
dibawah 0℃ dan pada tekanan 1 atm utuk dapat menjadi es, sedangkan ketika pada tekanan
sama dan temperature mencapai 100℃ air berbentuk gas atau uap.

3. Kalkulasi besar energi kinetik hujan


Energi kinetis pada hujan berpengaruh terhadap besarnya kekuatan disperse hujan
terhadap tanah. Kemampuan hujan dalam menghancurkan ditentukan energy kinetiknya.
Besarnya energy kinetic hujan ditentukan oleh persamaan berikut:
1
𝐸𝑘 = 𝑚 𝑣 2
2
Dimana:
Ek : energy kinetic hujan
m : massa butiran hujan
v : kecepatam jatuh butiran hujan
Selanjutnya besarnya energy kinetic secara kuantitatif dihitung berdasarkan persamaan berikut:
E = 210 + log l
Dimana :
E : Energi kinetic hujan dalam ton/ha/cm
I : Intensitas hujan (cm / jam)
Besar energy secara kuantitatif tersebut diusulkan oleh weischmeir (1959) sebagai indeks
erosivitas hujan (EI30).

Anda mungkin juga menyukai