Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN BANDINGAN STRUKTUR TEKS ANEKDOT DENGAN

MENGGUNAKAN TEORI GENRE TEKS DAN TEORI PUITIKA


SASTRA

Adib Alfalah

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Sekolah Pascasarjana, Universitas


Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia

alfalahadib33@gmail.com

ABSTRAK

Dalam pembelajaran teks anekdot, struktur yang digunakan adalah struktur teks
naratif berdasarkan teori genre teks. Sementara, pada kurikulum sebelumya, yaitu
KTSP, struktur teks anekdot yang dipelajari biasanya meliputi unsur-unsur
intrinsik karya sastra. Dengan demikian, perbedaan struktur teks anekdot yang
diajarkan dalam kurikulum 2013 menjadi salah satu kendala bagi guru dalam
mengajarkan teks anekdot. Penelitian ini bertujuan agar penelitian ini mampu
mendeskripsikan perbedaan antara teori genre text dengan teori puitika dalam
menganalisis text anekdot. Penelitian ini adalah penelitan dengan metode
deskriptif kualitatif. Penelitian inipun menghasilkan temuan bahwa teks anekdot
dalam teori genre teks adalah sebuah teks yang masuk ke dalam jenis atau genre
teks narasi. Karena setiap teks yang disampaikan dengan cerita atau bercerita
adalah teks yang tergolong kedalam genre teks naratif. Teks naratif memiliki
struktur yaitu absraksi, orientasi, komplikasi dan koda. Struktur itulah yang ada
pada teks anekdot. Jadi teori genre teks memandang teks anekdot adalah dari segi
unsur penceritaan yang ada dalam teks tersebut. Teks anekdot dalam teori puitika
adalah sebuah teks yang dilihat dari ciri khas teksnya, atau ciri khas yang
membangun sebuah karya yaitu sebuah teks. Teks dalam puitika dianggap sebagai
karya sastra. Karena teks anekdot adalah teks yang bersifat narasi maka
strukturnya yang pertama adalah fakta-fakta cerita, tema dan terakhir adalah
sarana-sarana sastra.

Kata Kunci: Teks, Anekdot, Genre, Puitika.

PENDAHULUAN
Hari Selasa (3/12/2019), PISA menerbitkan hasil penelitian pengetahuan
murid dalam hal membaca, matematika dan ilmu pengetahuan, serta apa yang
dapat mereka lakukan dengan pengetahuan tersebut. Indonesia mendapatkan
angka 371 dalam hal membaca, 379 untuk matematika dan 396 terkait dengan
ilmu pengetahuan. Dalam hal membaca, walaupun Indonesia adalah negara
dengan jumlah perpustakaan terbanyak ke dua di dunia, namun hasilnya sangat
tidak relevan. Indonesia kaya akan sumber bacaan, salah satunya adalah karya
sastra. Namun implementasi dari itu semua tidak sepenuhnya berjalan dengan
baik, tingkat baca dan pruduksi karya tulisan sangat begitu rendah. Ini merupakan
angka yang memprihatinkan.

Demi meningkatkan kemampuan dalam hal membaca khususnya leterasi,


Pemerintah melalui Menteri Pendidikan mengambil tindakan dalam bentuk
kurikulum baru. Di tahun 2013, kurikulum baru hadir dan sampai sekarang masih
bertahan dengan segala revisinya. Dalam kurikulum 2013, pembelajaran Bahasa
Indonesia dilakukan dengan sistem pembelajaran berbasis teks. Namun sampai
sekarang tetap tidak banyak memberikan hasil yang memuaskan. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Maslakhah, dkk. mengenai discourse competence guru
Bahasa Indonesia tingkat SMP di Yogyakarta pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa guru belum menguasai semua teks yang diajarkan di tingkat SMP. Guru
merasa bingung karena struktur teks yang ada di Kurikulum 2013 berbeda dengan
struktur teks yang dipahami sejak dulu sehingga guru sulit mengenali ciri-ciri atau
karakter masing-masing teks (Maslakhah, dkk., 2013: 54).
Hal tersebut mempengaruhi pembelajaran teks anekdot yang selama ini
dianggap mudah diajarkan karena teks tersebut dekat dengan kehidupan siswa,
merupakan potret kehidupan sehari-hari, dan mudah dianalisis, sehingga
menyenangkan bagi siswa. Dalam pembelajaran teks anekdot, struktur yang
digunakan adalah struktur teks naratif berdasarkan teori genre teks. Sementara,
pada kurikulum sebelumya, yaitu KTSP, struktur teks anekdot yang dipelajari
biasanya meliputi unsur-unsur intrinsik karya sastra. Dengan demikian, perbedaan
struktur teks anekdot yang diajarkan dalam kurikulum 2013 menjadi salah satu
kendala bagi guru dalam mengajarkan teks anekdot.
Dengan segala kerumitan permasalahan tesebut, maka kurikulum 2013
dilakukan beberapa revisi. Pembelajaran Bahasa Indonesia masih menggunakan
pendekatan berbasis teks. Akan tetapi, pengertian teks mengacu pada teks sebagai
kegiatan sosial yang memiliki tujuan sosial dan teks sebagai cara berkomunikasi
(Harsiati, T., Trianto, A., & Kosasih, E., dkk. 2016b, hlm. 3). Berdasarkan
penjelasan tersebut, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk menggunakan teks
sebagai proses berkomunikasi sesuai tujuan sosial. Selain itu, pendekatan berbasis
teks dikombinasikan dengan pendekatan komunikatif, pendekatan berbasis teks,
pendekatan CLIL (content language integrated learning), pendekatan pendidikan
karakter, dan pendekatan literasi (Harsiati, dkk. 2016b, hlm. 3).

Setelah kurikulum itu direvisi, pembelajaran teks anekdot tidak hanya


mencakup pembelajaran struktur teks berdasarkan teori genre teks tetapi juga
kegiatan apresiasi yaitu melalui analisis unsur-unsur intrinsik teks naratif. Hasil
revisi dapat dilihat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam proses
pembelajaran, siswa tidak hanya diajak mengasah kemampuan kognitifnya
dengan mempelajari struktur teks naratif tetapi juga diajak mengasah kemampuan
afektifnya melalui kegiatan apresiasi teks naratif atau teks sastra. Namun, di sisi
lain, guru perlu menambah wawasan keilmuannya mengenai strukur teks naratif
berdasarkan teori genre teks.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan


antara teori genre text dengan teori puitika dalam menganalisis text anekdot?
Dengan tujuan agar penelitian ini mampu mendeskripsikan perbedaan antara teori
genre text dengan teori puitika dalam menganalisis text anekdot.

Berkaitan dengan pembelajaran teks sastra, penulis tertarik untuk


mengkaji tentang struktur teks anekdot yang digunakan pada pembelajaran teks
Bahasa Indonesia. Penulis ingin membandingkan stuktur teks anekdot dan teks
inspiratif berdasarkan teori genre teks dan struktur berdasarkan teori puitika
sastra. Hasil perbandingan struktur teks anekdot dapat dikaitkan dengan
pembelajaran sastra yang apresiatif.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitan dengan metode deskriptif kualitatif. Metode


ini digunakan karena riset ini berusaha untuk menggambarkan dan
menginterpretasikan objek secara apa adanya. Hal tersebut sesuai dengan apa
yang dikemukakan Best dalam Sukardi (2003, hal. 157), bahwa “penelitian
deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya”. Data utama atau data
primer dalam penelitian ini adalah teks anekdot yang terdapat di dalam buku
pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 revisi untuk tingkat SMA kelas X.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam riset ini adalah studi
dokumentasi. Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan
manganalisis dokumen-dokumen penting yang berhubungan serta dapat
memberikan data yang dapat memecahkan permasahan dalam penelitian. Studi ini
dilakukan dengan cara menganalisis struktur teks anekdot dengan teori genre teks
dan puitika sastra.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teks anekdot yang telah disebutkan dalam data penelitian kemudia dianalisis.
Teks anekdot dibaca secara seksama kemudian dianalisis menggunakan teori
genre teks dan teori puitika sastra. Hasil analisis teks anekdot berdasarkan kedua
teori tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Deskripsi hasil analisis Teks Anekdot dengan Menggunakan Teori


Genre Teks
Teks anekdot yang diambil dari buku Pelajaran Bahasa Indonesia
Kurikulum 2013 revisi ini berjudul Cara Keledai Membaca Buku (2017,
hlm 82-83). Judul teks anekdotnya adalah Cara Keledai Membaca Buku.
Untuk mengkaji teks anekdot berdasarkan teori genre teks, maka akan
dikaji berdasarkan strukturnya, dimana pada teori genre teks menurut
Mahsun (2014), teks anekdot termasuk ke dalam genre teks Naratif.
a. Abstraksi
Abstraksi, ditaruh di awal paragraf dengan fungsi untuk
menggambarkan mengenai teks tersebut secara umum agar pembaca dapat
membayangkan gambaran awal cerita. Bagian ini terdapat pada paragraf
pertama, yaitu pada kalimat pertama dan kedua.

Alkisah, seorang raja bernama Timur Lenk menghadiahi


Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan
senang hati.
Bagian kutipan teks ini termasuk pada bagian abstraksi karena
yang pertama adalah teks ini terletak di awal paragraf, yang kedua bagian
ini menjadi bagian yang mengenalkan cerita akan dimulai.
b. Orientasi
Merupakan awal kejadian atau awal mula permasalahan akan
diangkat pada cerita atau juga bagian yang menjelaskan latar belakang
mengapa peristiwa utama dalam cerita dapat terjadi. Bagian ini terdapat
pada paragraf pertama kalimat ke tiga, dan semua kalimat paragraf ke dua.

Namun, Timur Lenk memberi syarat, agar Nasrudin


mengajari terlebih dahulu keledai itu agar dapat
membaca. Timur Lenk memberi waktu dua minggu sejak
sekarang kepada Nasrudin. Nasrudin menerima syarat itu
dan berlalu. Sambil menuntun keledai itu, ia memikirkan
apa yang akan diperbuat. Jika ia dapat mengajari keledai
itu untuk membaca, tentu ia akan menerima hadiah,
namun jika tidak maka hukuman pasti akan ditimpakan
kepadanya.
Bagian teks yang dikutip ini merupakan bagian orientasi karena
pada bagian inilah masalah mulai muncul pada cerita, setelah bagian
abstraksi memperkenalkan cerita, bagian orientasi langsung mengangkat
awal mula masalah yang akan terjadi pada cerita ini.
c. Krisis atau Komplikasi
Merupakan bagian yang menjelaskan mengenai pokok masalah
utama dengan warna unik juga tidak biasa. Atau bahkan terjadi pasa
penulisnya sendiri. Bagian ini terdapat pada paragraf ketiga sampai
paragraf ke empat.
Dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak
bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar agar
Nasrudin segera mempraktikkan apa yang telah ia
ajarkan kepada keledai. Nasrudin lalu menggiring
keledainya menghadap ke arah buku tersebut dan
membuka sampulnya. Si keledai menatap buku itu.
Kemudian, sangat ajaib! Tak lama kemudian si Keledai
mulai membuka-buka buku itu dengan lidahnya. Terus
menerus, lembar demi lembar hingga halaman terakhir.
Setelah itu, si keledai menatap Nasrudin seolah berkata ia
telah membaca seluruh isi bukunya. “Demikianlah,
keledaiku sudah membaca semua lembar bukunya”, kata
Nasrudin. Timur Lenk merasa ada yang tidak beres dan ia
mulai menginterogasi. Ia kagum dan memberi hadiah
kepada Nasrudin. Namun, ia minta jawaban, “Bagaimana
cara mengajari keledai membaca?” Nasrudin berkisah,
“Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran
besar mirip buku. Aku sisipkan biji-biji gandum di
dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik
halaman untuk bisa makan biji-biji itu. Kalau tidak
ditemukan biji gandumnya, ia harus membalik halaman
berikutnya. Itulah yang ia lakukan terus sampai ia terlatih
membalik balik halaman buku itu”.
Bagian teks yang dikutip ini dikategorikan ke dalam bagian konflik
atau komplikasi karena bagian ini menceritakan bagaimana konflik dan
masalah memuncak.
d. Resolusi atau Reaksi
Adalah bagian yang akan melengkapi berupa penyelasaian masalah
menggunakna cara-cara yang juga unik dan berbeda. Bagian ini terdapat
pada paragraf terakhir atau paragraf ke lima di kaliat pertama dan ke dua.
“Namun, bukankah ia tidak mengerti apa yang
dibacanya?” tukas Timur Lenk. Nasrudin menjawab,
Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya
membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya”.
Pada bagian ini dikatakan sebagai resolusi atau reaksi karena
bagian ini jugalah konflik cerita mulai reda, masalah sudah menemukan
solusinya.
e. Koda
Bagian ini merupakan bagian penutup, struktur teks anekdot yang
terakhir ialah Koda. Koda merupakan bagian yang menutup cerita dalam
teks tersebut. Bagian ini terdapat pada paragraf terakhir yaitu paragraf ke
lima di bagian kalimat terakhir yaitu ke tiga.

Jadi, kalau kita juga membuka-buka buku tanpa mengerti


isinya, berarti kita sebodoh keledai, bukan?” kata
Nashrudin dengan mimik serius.
Bagian terakhir yang dikutip ini adalah bagian penutup, karena
memang terletak pada akhir teks atau paragraf. Bagian ini berisi dikatakan
penutup karena menutup cerita dengan simpulan dan saran yang baik.

2. Deskripsi hasil analisis Teks Anekdot dengan Menggunakan Teori


Puitika Sastra
Pada bagian ini dideskripsikan hasil analisis teks anekdot dengan
menggunakan teori puitika sastra. Analisis dengan teori puitika sastra ini
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh teori strukturalisme Robert
Stanton (2012). Pada bagian ini yang akan dianalisis yaitu mengenai fakta-
fakta cerita, tema dan sarana-sarana sastra.
a. Fakta-fakta Cerita
Pada bagian ini akan dideskripsikan bagian-bagian dari alur,
karakter, dan latar dari teks anekdot Cara Keledai Membaca Buku.
1) Alur
Alur yang terdapat dalam teks anekdot ini adalah alur
campuran atau alur maju mundur. Cerita dari paragraf
pertama sampai paragraf ke empat masih menggunkan alur
maju, namun pada paragraf terakhir yaitu paragraf ke lima,
cerita mengalami flashback, yaitu cerita mundur ke masa
lampau.
2) Karakter
Karakter bisa juga disebut dengan tokoh dan penokohan.
Terdapat dua tokoh dalam teks anekdot Cara Keledai
Membaca Buku yaitu seorang raja bernama Timur Lenk
yang bersifat tegas, disiplin dan suka memberi. Itu terlihat
ketika raja memberikan hadiah sekor keledai kepada
pembantunya, namun dengan syarat-syarat yang tegas yang
harus diikuti pembantunya jika ingin mendapatkan keledai
tersebut. Tokoh yang kedua adalah, Nasrudin. Ia adalah
seorang pembantu raja yang beruntung diberikan hadiah
seekor keledai, namun syaratnya dia harus mengajarkan
keledai itu supaya bisa membaca. Nasrudin adalah tokoh
utama dalam cerita ini, ia cerdas dan bijaksana.
3) Latar
Pada bagian latar, terdapat latar tempat yaitu di istana
kerajaan. Latar waktunya tidak dijelaskan dengan detail
terjadi antara pukul berapa dan saat siang atau sore dan
malamkah. Latar suasana tentunya mencengangkan
sekaligus menggelitik.
b. Tema
Melalui teks anekdot Cara Keledai Membaca Buku ini, penulis
menyimpulkan bahwa penulis teks itu ingin menyampaikan pesan
cerita yang bernilai edukatif. Temanya adalah “Membaca dengan
Keseriusan”. Temanya membaca karena dalam cerita penulis teks
ini ingin orang-orang membaca buku agar supaya benar-benar
memahami isi buku tersebut. Jangan hanya membaca seperti
keledai, yang membolak-balikkan halaman buku namun tidak
memahami apa isi di dalamnya.
c. Sarana-sarana Sastra
1) Judul
Judul teks anekdot ini adalah Cara Keledai Membaca Buku.
Judul ini dipakai karena di dalamnya terdapat cerita keledai
yang membaca buku, dan bagian itulah merupakan kritik
dari teks anekdot yang ingin disampaikan penulis cerita itu.
2) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerita ini adalah
orang ketiga serba tahu. Karena di dalam cerita tidak ada
tokoh aku, yang ada hanya tokoh yang diceritakan oleh
pengerang itu sendiri.
3) Gaya dan Tone
Gaya pengarang dalam menyampaikan cerita ini tidak
terlalu rumit, sederhana namun dengan pesan dan kritikan
yang bernilai edukatif. Tone yang muncul berwujud penuh
perasaan. Hal tersebut disebabkan emosi yang dibangun
dengan cerdik dan menggelitik oleh pengarang.
4) Simbolisasi
Simbolisasi yang dihadirkan yaitu seekor keledai yang
digambarkan dengan sifatnya yang dungu. Maka dari itu
tidak mungkin seekor binatang yang dungu dapat membaca.
5) Ironi
Ironi yang mucul pada teks anekdot ini adalah seorang raja
yang licik. Bagaimana tidak, ketika dia ingin memberikan
hadiah kepada pembantu-pembantunya, dia memberikan
syarat yang tidak masuk akal jika ingin hadiah itu
diberikannya. Namun ironinya lagi bahwa pembantunya
yang diberikan hadiah itu yaitu Nasrudin sangat cerdas
dengan mengelabui raja serta menyelipkan pesan dan
kritikan yang edukatif.

SIMPULAN

Teks anekdot dalam teori genre teks adalah sebuah teks yang masuk ke
dalam jenis atau genre teks narasi. Karena setiap teks yang disampaikan dengan
cerita atau bercerita adalah teks yang tergolong kedalam genre teks naratif. Teks
naratif memiliki struktur yaitu absraksi, orientasi, komplikasi dan koda. Struktur
itulah yang ada pada teks anekdot. Jadi teori genre teks memandang teks anekdot
adalah dari segi unsur penceritaan yang ada dalam teks tersebut. Teks anekdot
dalam teori puitika adalah sebuah teks yang dilihat dari ciri khas teksnya, atau ciri
khas yang membangun sebuah karya yaitu sebuah teks. Teks dalam puitika
dianggap sebagai karya sastra. Karena teks anekdot adalah teks yang bersifat
narasi maka strukturnya yang pertama adalah fakta-fakta cerita yang terdiri atas
alur, karakter dan latar. Kedua yaitu tema dan terakhir adalah sarana-sarana sastra
yang terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa, simbolisme dan ironi. Jadi
teori puitika memandang teks anekdot adalah sebuah teks sastra yang dikaji
melelui teori strukturalisme.

REFERENSI

Mahsun. (2014). Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.


Jakarta: Rajawali Press.

Stanton, R. (2012). Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.(Terjemahan


Sugihastuti dan Rosi Abi Al Irsyad).

Suherli, dkk. 2017. Bahasa Indonesia untuk SMA/MA dan SMK/MAK. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai