Anda di halaman 1dari 13

CUCURBITAE SEMEN

Nama Resmi : Cucurbitae Semen


Nama Lain : Biji labu merah
Nama Tanaman Asal : Cucurbita moschata (Duchesne)
Familia/ Keluarga : Cucurbitaceae
t Utama/ isi : Minyak lemak 33%, zat yang aktif terhadap pengobatan
a cacing pita, terdapat dalam embrio dan selaput biji hijaunya
Penggunaan/ Khasiat : Obat cacing pita, diberikan sebagai emulsa segar
Pemerian : Tidak berbau, rasa seperti minyak
Bagian Yang Digunakan : Biji yang segar
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup baik
Sediaan : Emulsum cucurbitae seminis
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Genus : Cucurbita
L.
Spesies : † C.maxima
† C.moschata
† C.pepo
† C.argyrosperma
METODE PEMBUATAN SIMPLISIA CUCURBITAE SEMEN

Pengertian simplisia menurut farmakope indonesia edisi III adalah bahan


alam yang digunakan sebagai obat alam yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia nabati yang secara umum merupakan produk hasil pertanian
tumbuhan obat setelah melalui proses paska panen dan proses preparasi secara sederhana
menjadi bentuk produk kefarmasian yang siap dipakai atau siap diproses selanjutnya, yaitu:
1. Siap dipakai dalam bentuk serbuk halus untuk diseduh sebelum diminum (jamu)
2. Siap dipakai untuk dicacah dan digodok sebagai jamu godokan (infus)
3. Diproses selanjutnya untuk dijadikan produk sediaan farmasi lain yang umumnya melalui
proses ekstraksi, separasi dan pemurnian.
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI, tahun 2000,
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni.
Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan atau diisolasi dari tanamannya.
Contoh bahan nabati yang sering digunakan sebagai obat antara lain dapat
berasal dari kulit tumbuhan. Kulit buah delima atau Punica granatum yang berkhasiat sebagai
obat cacing. Akar tapak dara yang berkhasiat sebagai obat diabetes, obat kanker. Daun saga yang
berkhasiat sebagai obat sariawan, obat batuk. Bunga cengkeh yang berkhasiat untuk
menghilangkan mual dan muntah. Buah mahkota dewa yang berkhasiat untuk obat asam urat.
Biji kopi yang berkhasiat sebagi penawar racun dan lain lain.
Biasanya, simplisia dijadikan obat-obatan tradisional dalam bentuk larutan,
serbuk, tablet, maupun kapsul. Pada umumnya jenis-jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai
simplisia nabati dapat berasal dari dua sumber, yaitu :
1. Yang berasal dari hasil alami dengan cara mengumpulkan jenis-jenis tumbuhan obat dari
hutan-hutan, tepi sungai, kebun, gunung atau di tempat terbuka lainnya .
2. Yang berasal dari hasil penanaman atau budidaya baik secara kecil-kecilan oleh petani
ataupun besar-besaran oleh perkebunan (Bank Sentral Republik Indonesia, 2005).
Biji (semen) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnnya sangat keras.
Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam-macam tergantung dari jenis tanaman. Sebagai contoh
adalah biji kapulaga, jintan, mrica, kedawung, kecipir (botor), senggani dan lain-lain
1. PENGUMPULAN BAHAN BAKU
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:
1. Bagian tanaman yang digunakan.
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di
dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
A. PEMANENAN
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus
bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering.Alat yang diguna-
kan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang
tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu
atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau
dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keran-jang, kantong, karung dan lain-
lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak
rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak
terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan terjadinya proses
fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama
gudang, tikus dan binatang peliharaan).
B. PENANGANAN PASCA PANEN
Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap
tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara
lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki
kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk
memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu
pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen
tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan
keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya
perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan
dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang
bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
2. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-
macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Proses penyortiran pertama
bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta
untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan. Bahan nabati yang
baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%.
3. PENCUCIAN
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga
kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian
tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang
digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian
sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah
Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan
Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit
luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba
biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut
mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat
dan bersih.
Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasan-nya, jika masih
terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi.Perlu diperhatikan
bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk
menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan
dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
A. PERENDAMAN BERTINGKAT
Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung
kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali
pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya
mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang
melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Metoda ini
akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang
terkandung dalam bahan.
B. PENYEMPROTAN
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak
melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses
penyemprotan dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi.
Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada
bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-
gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya
kandungan dalam bahan.
C. PENYIKATAN (MANUAL MAUPUN OTO-MATIS)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras
atau tidak lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat
bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini
perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan
terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pem-
bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat.Metode pencuci-an ini dapat
menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan de-ngan metode pencucian
lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang
tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.
4. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang
tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan
pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap.
Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan
simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak
atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Sedangkan jika
terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu
yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh
jamur.Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 – 8 mm, jahe,
kunyit dan kencur 3 – 5 mm.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan
akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari
selama satu hari.
Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya
adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya
me-lintang (slice).
5. PENGERINGAN
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar
air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan
media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel, masih
dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan
simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih
hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena
adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam
bahan simplisia dengan etanol 70% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air
dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan menggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia,
faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak
mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat
mengakibatkan terjadinya “Face hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan
simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan
lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi
air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan
menghambat pengeringan selanjutnya. “Face hardening” dapat mengakibatkan kerusakan
atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara
pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi
suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung
senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu
serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum
yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan,
sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan
simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan
menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah
dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu
pengeringan secara alamiah dan buatan.
A. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan
sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar
matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan
murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di
udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu,
kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya
panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F’IDC
(Food Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada
permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan
keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah
bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk
mengeringkan simplisia.
Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak
seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
B. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan
suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya
dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh
suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan
dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan
yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan
suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan
lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita
membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga
diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan
suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6
sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis
simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan
lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia
lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai
12%.
6. SORTASI KERING
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan
tertinggal pada sirnplisia kering.
Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan.
Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara
mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang
terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi
dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.
7. PENGAWETAN 
Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau
cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter atau pemberian bahan
atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang
membahayakan kesehatan.
Wadah
Wadah adalah tempat penyimpanan artikel dan dapat berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan artikel. Wadah langsung (wadah primer) adalah wadah yang
langsung berhubungan dengan artikel sepanjang waktu. Sedangkan wadah yang tidak
bersentuhan langsung dengan artikel disebut wadah sekunder.
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan
didalamnya baik secara fisika maupun kimia, yang dapat mengakibatkan perubahan
kekuatan, mutu atau kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.
Wadah tertutup baik: harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat
dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan
distribusi.
Suhu Penyimpanan
Dingin : suhu tidak lebih dari 80C, Lemari pendingin mempunyai suhu antara
20C– 80C, sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -200C dan -100C.
Sejuk : suhu antara 80C dan 150C. Kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus
di simpan pada suhu sejuk dapat disimpan pada lemari pendingin.
Suhu kamar : suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang
di atur antara 150C dan 300C.
Hangat : hangat adalah suhu antara 300C dan 400C.
Panas berlebih : panas berlebih adalah suhu di atas 400C.

Tanda dan Penyimpanan


Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun
di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan
ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan
panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan
jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat. Dosis ini tidak
merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 – 6 bulan.
Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan
yang tepat dan higienes.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
1. Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan
alat dan dipelihara dengan baik.
2. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air
hujan.
3. Suhu gudang tidak melebihi 300C.
4. Kelembab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah
terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan
mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun
kering.
5. Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
6. Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang
disimpan harus dicegah.(Anonim : 2009)

Kemurnian Simplisia
Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada
simplisia yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan
atau isolasi minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi
persyaratan tersebut.
Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang berasal dari
simplisia nabati atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing–masing monografi,
sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya.
Benda Asing
Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme
patogen, dan harus bebas dari cemaran mikro organisme, serangga dan binatang lain maupun
kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung
lendir, atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia nabati harus
dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda
anorganik asing.
Dalam perdagangan, jarang dijumpai simplisia nabati tanpa terikut atau
tercampur bagian lain, maupun bagian asing, yang biasanya tidak mempengaruhi
simplisianya sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung bahan asing atau sisa yang beracun
atau membahayakan kesehatan. Bahan asing termasuk bagian lain tanaman yang tidak
dinyatakan dalam paparan monografi.
DAFTAR PUSTAKA

http://indonesian.cri.cn/381/2009/06/28/1s98425.htm
http://infosehatdarihalamanrumah.blogspot.com/2011/07/biji-labu-merah-pembasmi-cacing-
pita.html
Drs.R. Bambang Sutrisno, “Ihtisar Farmakognosi edisi IV”. Jakarta1974. Penerbit,
Pharmascience Pasific
Farmakognosi kelas XI cetakan kedua, Jakarta 2011

Anda mungkin juga menyukai