Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas
segala karunia nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul “Ejaan Yang Disempurnakan” disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia Bpk. Encep Saepudin M.M.

Makalah ini berisi tentang ejaan bahasa yang lengkap. Dalam penyusunannya penulis
melibatkan Tim penyusun kelompok III. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima
kasih atas segala dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal oleh tim, akan tetapi tim sebagai manusia biasa
sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata
sempurna. Karenanya tim sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.

Besar harapan tim makalah ini dapat menambah wawasan sipembaca tentang makalah
yang tim susun.

Demikian yang dapat tim sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil manfaat
dan pelajaran dari makalah ini.

Tangerang Selatan, 19 Oktober 2019 

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii

BAB I......................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1

A.  LATAR BELAKANG.........................................................................................................................1
B.  RUMUSAN MASALAH....................................................................................................................1
C.  TUJUAN.........................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................2

A. Penggunaan EYD........................................................................................................................2
BAB III..................................................................................................................................................21

PENUTUP.............................................................................................................................................21

A. KESIMPULAN...............................................................................................................................21
B. SARAN..........................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan,
penggabungan, dan penulisanya dalam suatu bahas. Batasan tersebut menunjukan pengertian
kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalakan huruf, suku
kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari
sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.

Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai  bahasa demi keteraturan
dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan
berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan
adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi
mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut. Seperti
itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.

Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD
yang resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya
penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang
dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik
Indonesia pada tahun itu diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada
ejaan yang merupakan ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama
seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901
oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak
berlaku lagi pada tahun 1947.

B.  RUMUSAN MASALAH

1.    Apa hakikat dan pengertian Ejaan Yang Disempurnakan ?

2.    Bagaimana penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan ?

1
C.  TUJUAN

1.    Untuk mendeskripsikan hakikat dan pengertian Ejaan Yang Disempurnakan

2.    Untuk menjelaskan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan

BAB II
PEMBAHASAN

Pengenalan Ejaan
Salah satu sifat bahasa adalah berubah. Perubahan itu bisa karena pemakainya, baik karena
kesepakatan atau keterbiasaan, bisa juga atas kemauan pemerintah, atau kebutuhan lainnnya.
Salah satu yang bisa berubah dari bahasa adalah ejaan. Apa sih ejaan itu?
Ejaan merupakan kata turunan dari eja yang ditambahkan imbuhan –an. Kalau kita cek di
Tesaurus Bahasa Indonesia, bikinan Eko Endarmoko, ejaan juga berarti pelafalan,
pelafazan, pengucapan, penyuaraan, atau penyebutan suatu huruf atau kata.
Ya, intinya ejaan adalah bagaimana sih kita mengucapkan (secara lisan) sebuah kata. Ejaan
sendiri diatur dalam kaidah berbahasa baku, termasuk di dalam bahasa Indonesia. Jadi, ejaan
tidak hanya diatur dari segi cara pengucapan tapi juga cara menulis dan penggunaan tanda
baca.
 

Asal Mula Ejaan Bahasa Indonesia Mengalami


Standardisasi
Sebelum mempunyai tata bahasa baku dan resmi menggunakan aksara latin, bahasa Melayu
(sebagai cikal-bakal Bahasa Indonesia) ditulis menggunakan aksara Jawi (arab gundul)
selama beratus-ratus tahun lamanya. Lalu, sejak bangsa Eropa datang dan nangkring di
Nusantara, barulah kita mengenal aksara latin. Ejaan latin yang dipakai untuk bahasa Melayu
pun sudah berubah berkali-kali sesuai dengan kebijakan para penulis buku pada waktu itu.
Ternyata Nusantara yang diduduki Belanda punya gaya ejaan yang berbeda dengan
Semenanjung Melaya yang notabene dikolonisasi Inggris.
Hal ini pastinya bikin ruwet, bahasa sama tapi kaidah ejaan latin beda. Eh, ditambah dengan
aksara Jawi yang asing di mata bangsa Eropa. Untuk mengatasinya, tahun 1897, seorang
linguis Londo (sebutan orang Belanda) kelahiran Batavia, yang bernama A.A. Fokker
mengusulkan agar ada penyeragaman ejaan di antara dua wilayah ini. Hingga akhirnya, van
Ophuijsen (sistem orthografi) membakukan segalanya tentang Bahasa Melayu.
 

2
Prinsip-prinsip yang Mendasari Perubahan Ejaan dalam
Bahasa Indonesia
Ejaan dalam konteks Bahasa Indonesia sendiri mengalami perubahan beberapa kali sejak
seratus tahun ini. Motif yang mendasari perubahan ejaan itu umumnya karena alasan politik.
Tapi, sebelum kita masuk ke cerita pengaruh-pengaruh politik apa saja yang memotori
perubahan tersebut, ada baiknya kita perlu tahu dulu nih prinsip aja sih yang biasanya
digunakan para ahli bahasa dalam melakukan perubahan ejaan. Prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip kehematan (efisiensi)
Bayangkan, kalau elo disuruh menulis kalimat ini menggunakan ejaan jadul (zaman
doele): saya selalu galau jika memikirkannya. Jadinya seperti ini: saja selaloe galaoe djika
memiirkannja. Lebih efisien kalau kita pakai ejaan yang sekarang, kan? Lagipula, ada beda
antara pengucapan dan penulisan.
2. Prinsip keluwesan
Keluwesan berarti kemampuan adaptasi terhadap perkembangan zaman. Pada contoh yang
gue sebutin sebelumnya, keliatan kan, dengan ejaan zaman sekarang, kita lebih luwes
menulis dan mengucapkannya.

3. Prinsip kepraktisan
Prinsip kepraktisan ini terkait dengan penggunaan tanda diakritis. Apa tuh tanda diakritis? Itu
lho, tanda di atas huruf yang biasanya dipake di negara-negara yang masih berbahasa tonal,
kayak Mandarin, Jerman, Ceko, Vietnam, Islandia, atau Spanyol. Tanda diakritis tetap
dipertahankan di negara-negara tersebut karena adanya perbedaan makna yang dikandung.
Dulu, bahasa kita sempat menggunakan penanda diakritis lho, tetapi dihapuskan dengan
alasan kepraktisan.
Nah, selanjutnya, kita akan lihat perjalanan ejaan dalam Bahasa Indonesia sejak bahasa
Melayu dibakukan. Lalu, setelah berselang tiga puluh enam tahun, berganti (meskipun tidak
banyak namun cukup signifikan) menjadi ejaan Republik, sebagai penanda Indonesia tidak
lagi dibayang-bayangi Belanda (1947). Berikutnya, terdapat tiga ejaan yang
kurang beken yang menjadi tahapan hingga ke Ejaan yang Disempurnakan (EyD), yaitu ejaan
Pembaruan (1957), ejaan Melindo (1959) dan ejaan Baru (1966). Setelah melalui masa-masa
kegalauan perencanaan bahasa di era Soekarno, masalah-masalah ini dirampungkan hingga
akhirnya Soeharto meresmikan EyD pada perayaan kemerdekaan Indonesia, tahun 1972 lalu.

1. Ejaan van Ophuysen (1901-1947)


Charles Adrian van Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam
tonggak bahasa Indonesia. Seperti yang udah gue sebutkan sebelumnya di atas, ejaan
Ophuijsen lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda untuk menengahi keberagaman variasi
bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu, sekaligus memudahkan Belanda menyebarkan
kekuasaan di daerah kolonisasinya.

Faktor Pemicu Hadirnya Ejaan van Ophuysen


Dulu, bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal BI ditulis menggunakan huruf Jawi (Arab
Melayu atau Arab gundul). Meskipun bahasa ini tetap hidup di masyarakat, para sarjana
3
Belanda menilai bahasa Melayu tidak cocok menggunakan huruf Arab karena penulisan
huruf vokal seperti e, i, o ditulis sama saja saat ingin menuliskan kata yang memiliki
vocal a dan u. Bagi yang tinggal di daerah Riau dan pernah mendapatkan pelajaran Arab
Melayu dari sekolahnya, 

Faktor lain penetapan ejaan baku ini diresmikan Belanda karena pada saat itu pemerintah
kolonial sedang menjalankan politik etisnya di Nusantara, yaitu sebuah kebijakan untuk
membuka peluang pendidikan bagi kaum ningrat Nusantara. Masalahnya, jika bahasa Melayu
tidak distandarkan, proses pendidikan ini akan terhambat. Coba bayangkan kalau tidak ada
standar bahasa, pasti susah kan melakukan proses belajar-mengajar?

Dalam karirnya sebagai inspektur pendidikan ulayat (kaum bumiputera, saat itu), van
Ophuijsen telah membuat Kitab Logat Melayu: Woordenlijst voor de spelling der Malaisch
taal met Latijnch karakter (Perbendaharaan Kosakata: daftar kata untuk ejaan bahasa Melayu
dalam huruf Latin) yang diterbitkan di Batavia 1901 dan berisi 10.130 kata-kata Melayu
dalam ejaan baru, dengan prinsip ejaan bahasa Belanda. Kitab ini merupakan upaya Belanda
dalam membuat standar bahasa saat mereka bercokol di Nusantara. Yah, namanya berbasis
alasan kolonial, tentu ini dibuat agar bisa meluaskan kekuasaan mereka sekaligus dapat
menyatukan Nusantara di bawah kendalinya. Belanda menerapkan bahasa ini mulai dari
sekolah-sekolah bumiputera. Oleh karena itu, bahasa Melayu Ophuijsen ini sering disebut
“bahasa Melayu sekolahan”. Tidak berhenti di situ, sejak penerbit Balai Poestaka (sekarang:
Balai Pustaka) didirikan Belanda, bahasa ini semakin menancap di kaum
terdidik Nusantara. Ya, artinya Belanda melalui pemerintah kolonialnya berhasil melakukan
politik bahasa dengan menjadikan bahasa (Melayu) Indonesia sebagai standar bahasa kita,
yang bahkan masih berlaku hingga saat ini.

Pernah terpikir enggak sih, bagaimana bisa seorang Belanda totok macam van Ophuijsen bisa
menulis kitab bahasa Melayu yang demikian kompleks? Ternyata eyang buyut Ophuijsenini
lahir di Solok, Sumatera Barat, tempat digunakannya bahasa Melayu dengan masif. Selain
memang suka mempelajari bahasa-bahasa di Nusantara, kehidupan masa kecil van Ophuijsen
yang lahir di tanah Minangkabau ini memudahkannya membuat standar yang menjadi cikal-
bakal Bahasa Indonesia yang kita pakai hingga saat ini. Enggak heran juga, akhirnya dia
diangkat menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda.

Ciri-Ciri Ejaan van Ophuysen


Dalam merumuskan buku tersebut (1896), van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Pedoman tata bahasa ini selanjutnya dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen dan diakui pemerintah kolonial tahun 1901. Ciri-ciri dari
ejaan ini yaitu:

1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus


disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk
menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.

2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, saja, wajang, dsb.

4
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata doeloe, akoe, Soekarni, repoeblik (perhatikan
gambar prangko di atas), dsb.

4. Tandadiakritis, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-
kata ma’moer, jum’at, ta’(dieja tak), pa’, (dieja pak), dsb.

5. Huruf tj yang dieja c saat ejaan ini dihapuskan, seperti Tjikini, tjara, pertjaya, dsb.

6. Huruh ch yang dieja kh, seperti chusus, achir, machloe’, dsb.


Ternyata, jauh sebelum menerbitkan Kitab Logat Bahasa Melayu, lelaki yang lahir tahun
1856 dan meninggal tahun 1917 ini sudah membuat dua buku bahasa lain: Kijkjes in Het
Huiselijk Leven Volkdicht (Pengamatan Selintas Kehidupan Kekeluargaan Suku Batak) tahun
1879 dan Maleische Spraakkunst (Tata Bahasa Melayu) tahun 1910. Buku Tata Bahasa
Melayu inilah yang akhirnya menjadi pedoman dalam berbahasa Melayu di Indonesia setelah
diterjemahkan oleh T.W. Kamil dan diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kecakapannya di bidang
bahasa membuat pemerintah kolonial menugaskannya untuk merumuskan tata bahasa Melayu
baku. Maka mulailah Ophuysen berjalan menyusuri Sumatera hingga Semenanjung Malaya
untuk meneliti bentuk murni dari bahasa Melayu hingga terpilihlah bahasa Melayu Riau
sebagai patokan standardisasi.
Pro-Kontra Ejaan van Ophuysen
Layaknya pro dan kontra, ada yang sepakat dan menolak, hal itu terjadi pada karya Ophuijsen
ini. Meskipun jasa Ophuijsen ini begitu besar, ada juga yang menudingnya sebagai arsitek
yang telah menggusur varian bahasa Melayu lain. Joss Wibisono, sejarawan, menyalahkan
Ophuijsen sebagai pihak yang menjadikan derajat bahasa Melayu Riau (Riouw
Maleisch) lebih tinggi daripada Melayu pasar (laag Maleis) yang memang digunakan secara
meluas oleh khalayak di Nusantara dulu. Bagi Joss, Melayu Riau itu mitos, dan hanya
ditemui di karya sastra (yang nanti setelah dibakukan oleh Belanda kemudian disebarluaskan
melalui novel-novel terbitan Balai Pustaka).
Meski ejaan Ophuysen sudah dihilangkan oleh pemerintah dulu, tetapi ejaan ini nyatanya
tidak benar-benar hilang. Tengok saja merek dagang: Bakoel Koffie
(http://www.bakoelkoffie.com/) yang ingin memunculkan kembali suasana tempo doeloe.
Selain itu, Eka Kurniawan, seorang sastrawan muda, pernah menelurkan kompilasi cerpen
berjudul  Cinta Tak Ada Mati (2005), dengan memakai ejaan Ophuysen di salah satu
cerpennya: Pengakoean Seorang Pemadat Indis. Eka beralasan ingin tampil orisinal dengan
ejaan ini dan berniat menggugah generasi muda pada ejaan lama agar tidak enggan membaca
tulisan-tulisan jadul.

2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) – 1947-1972


Ejaan ini disebut sebagai Ejaan Soewandi karena diresmikan tanggal 17 Maret 1947 oleh
Menteri, Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan saat itu, yaitu Raden Soeawandi,
menggantikan ejaan Ophuijsen. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik, namun
lebih dikenal dengan ejaan Soewandi.

5
Faktor Pemicu Hadirnya Ejaan Soewandi
Menteri yang sebenarnya ahli hukum dan merupakan notaris pertama bumiputera ini punya
alasan mencanangkan ejaan ini. Faktor kebangsaan Indonesia yang sudah merdeka dan ingin
mengikis citra Belanda yang diwakili oleh ejaan Ophuijsen membuat pentingnya adanya
perubahan ejaan di bahasa kita. Apalagi, saat itu Londo sedang sirik-siriknya melihat
pencapaian kemerdekaan mantan negara jajahannya ini hingga datang lagi ke Indonesia
dengan memboncengi sekutu (tahun 1947). Semakin jelek deh impresi Belanda yang
terwakilkan dalam ejaan Ophuijsen.
Ciri-ciri Ejaan Soewandi
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata dulu, aku, Sukarni, republik (perhatikan gambar
prangko di atas), dsb.
Ternyata yah, perubahan ejaan ini mendapat pertentangan dari orang-orang yang namanya
menggunakan ejaan oe. Sebagian tetap mempertahankan menggunakan ejaan Ophuijsen
untuk nama mereka meskipun ejaan Republik sudah diberlakukan. Mungkin salah satu

orangnya adalah Mr. Soewandi sendiri   Belakangan, varian penulisan nama dua mantan
presiden kita, Soeharto (Suharto) dan Soekarno (Sukarno), membuat salah satu komponen
ejaan Ophuijsen dimaklumkan untuk dimunculkan kembali.

2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, pada kata-kata makmur, tak, pak,


atau hamzahnya dihilangkan menjadi kira-kira, apa elo masih menulis jum’at alih-alih
jumat?

3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada mobil2, ber-jalan2, ke-barat2-


an. Jadi terjawab deh kenapa sampai saat ini kita masih sering menuliskan
angka 2 sebagai perwakilan kata ulang. Tapi sayang, kalau konteks bahasa baku, hal ini
sudah kedaluarsa.

4. Awalan di– dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang


menyertainya. Alhasil, penulisan disekolah atau dijalan disamakan
dengan dijual atau diminum. Nah, penulisan di- sebagai awalan dan kata depan selalu
menjadi momok dalam tutur lisan maupun tulisan. Saat mestinya
digabung, dijalankan menjadi di jalankan. Sebaliknya, di mana menjadi dimana.

5. Penghapusan tanda diakritis atau pembeda antara huruf vokal tengah / yang
disebut schwa oleh para linguis atau e ‘pepet’ disamakan dengan e ‘taling’. Gue pribadi
agak keberatan dengan penghapusan ini. Akibatnya, karena dialek bahasa Indonesia kita
sangat beragam dan dipengaruhi bahasa daerah masing-masing, jadi mestinya kita bisa
maklum jika ada orang Ambon/Papua yang kesulitan mengeja Tebet (konsensusnya Tbt)
tetapi malah dieja Tebet (seperti mengeja bebek). Atau misalnya, komputer yang bagi
orang Batak dieja sebagai komputer (seperti mengeja e pada kemah) alih-
alih komputer (seperti mengeja e pada terbang). Namun begitu, ada juga pendapat
bahwa hal ini baik karena menuliskan tanda diakritis tidaklah praktis.

6
  3. Ejaan Pembaharuan (1957)
Faktor Pemicu Hadirnya Ejaan Pembaharuan
Ejaan ini bermula dari polemik yang terjadi pada Kongres Bahasa Indonesia ke-2 di Medan
tahun 1954. Kongres kedua ini akhirnya diadakan setelah pertama kali diadakan di Solo tahun
1938. Yamin selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan pemrakarsa
Kongres Bahasa Indonesia ke-2 mengatakan bahwa kongres ini merupakan bentuk rasa
prihatinnya akan kondisi bahasa Indonesia saat itu yang masih belum mapan. Medan pun
dipilih karena di kota itulah bahasa Indonesia dipakai dan terpelihara, baik dalam rumah
tangga ataupun dalam masyarakat, setidaknya itu alasan Yamin. Di kongres ini, memang
diusulkan banyak hal dan salah satunya adalah perubahan ejaan. Usulan ini ditindaklanjuti
oleh pemerintah waktu itu dengan membentuk panitia pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia.

Ciri-ciri Ejaan Pembaharuan


Panitia ini diharapkan bisa membuat standar satu fonem dengan satu huruf
(misalnya menyanyi: menjanji menjadi meñañi; atau mengalah: mengalah menjadi meɳalah).
Penyederhanaan ini sesuai dengan iktikad agar dibuat ejaan yang praktis saat dipakai dalam
keseharian. Selain itu, isu tanda diakritis diputuskan agar kembali digunakan. Walhasil, k-e-
ndaraan dengan é (seperti elo mengeja k-e-lainan) yang tadinya ditulis sama dengan k-e-
mah, akhirnya ditulis berbeda. Untuk kata sjarat (syarat) dibedakan menjadi śarat.
Kalau enggak hati-hati, bisa saja nyaru antara sarat (penuh/termuat) dengan syarat.
Sedangkan huruf j  yang digunakan pada kata jang (yang) malah sudah disepakai ditulis
menjadi yang (seperti kita pakai sekarang). Kata mengapa pun akan dieja menjadi meɳapa.
Untuk kata-kata berdiftong ai, au, dan oi seperti sungai, kerbau, dan koboiakan dieja
dengan sungay, kerbaw, dan koboy.
Ejaan Pembaharuan ini dibuat dengan maksud menyempurnakan Ejaan Soewandi dan juga
disebut dengan Ejaan Prijono-Katoppo. Meskipun salah satu putusan kongres menyatakan
supaya ejaan itu ditetapkan undang-undang, ejaan ini urung diresmikan. Meskipun demikian,
ejaan ini disinyalir menjadi pemantik awal diberlakukannya EyD tahun 1972.

4. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)


Sejak Kongres bahasa tahun 1954 di Medan dan dihadiri oleh delegasi Malaysia, maka
mulailah ada keinginan di antara dua penutur Bahasa Melayu ini untuk menyatukan ejaan.
Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957 dan kita pun
menandatangani kesepakatan untuk membicarakan ejaan bersama tahun 1959-nya.
Sayangnya, karena situasi politik kita yang sedang memanas (Indonesia sedang condong ke
poros Moskow-Peking-Pyongyang, sedangkan Malaysia yang Inggris banget), akhirnya
ditangguhkan dulu pembahasannya. Hal lain yang membuat ejaan ini kurang seksi adalah
perubahan huruf-huruf yang dianggap aneh. Misalnya, kata “menyapu” akan ditulis
“meɳapu”; “syair” ditulis “Ŝyair”; “ngopi” menjadi “ɳopi”; atau “koboi” ditulis “koboy”.
Mungkin aneh karena belum biasa dan harus menyesuaikan diri lagi. Tapi, akhirnya, usulan
yang mustahil dilaksanakan ini dengan cepat ditinggalkan.
 

7
5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK
Sebelum adanya EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat
Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan ini, sebenarnya
estafet dari ikhtiar yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya pun
terdiri dari panitia ejaan dari Malaysia. Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di
antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidah saja.

6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)


Nah, sekarang, kita bahas ejaan yang paling populer se-Indonesia: EyD! Anak sekolahan
mana yang enggak kenal “makhluk” ini? Mahasiswa mana yang belum pernah ditegur oleh
dosennya karena makalahnya tidak sesuai EyD? Kapan sih ejaan yang selalu jadi acuan para
guru bahasa Indonesia elo ini muncul? Ejaan ini diresmikan sejak 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Soeharto. Sejak itulah, muncul perubahan signifikan pada ejaan kita hingga saat ini.
Bayangkan, semua kop surat+amplop, kartu nama, papan jalan, papan nama kantor dan toko,
mulai dari Sabang sampai Merauke diganti dan menyesuaikan diri.

Lalu kenapa sih ejaan kita berganti lagi? Kenapa enggak pake ejaan sebelumnya saja. Kan
bisa menghemat, tak perlu gonta-ganti. Sebenarnya perjalanan menuju EyD ini relatif
panjang. Dimulai dari era Soekarno masih presiden (1954), lalu sempat sudah ada perubahan
melalui Ejaan Pembaharuan (1957), dilanjutkan dengan Ejaan Melindo (1959) yang akhirnya
batal lagi karena Soekarno menyerukan Ganyang Malaysia!. Kondisi terkatung-katung itu
lagi-lagi mandek karena peristiwa kudeta 30 September 1965. Kondisi ekonomi kita parah,
politik dan keamanan yang buruk. Tentu maklum kalau urusan bahasa menjadi ditangguhkan
dulu. Mulai Mei 1966, urusan ejaan dibuka kembali dan kepanitiaan diketuai oleh pendekar
bahasa Indonesia, Anton Moeliono.

Meskipun ejaan ini rampung setahun sesudahnya, dan telah dirundingkan dengan Malaysia
(karena sejak 1959 memang kita sudah bersepakat buat menyamakan ejaan), tapi lagi-lagi
ejaan ini urung diluncurkan. Ejaan ini mendapatkan kritik karena isu politis, alih-alih
linguistis. Namun, setelah Mendikbud kala itu mengeluarkan SK tahun 1972 barulah ejaan ini
dapat melenggangkan diri ke permukaan. Di negeri jiran sendiri, namanya bukan EYD tapi
ERB (Ejaan Rumi Baru Bahasa Malaysia/ New Roman Spelling of Malaysian).

Rangkuman Sejarah Perubahan Ejaan Bahasa


Indonesia
Di bawah ini, rangkuman bagaimana sejarah ejaan di Indonesia mulai dari edjaan tempo
doeloe  hingga EYD yang tidak asing di kuping kita:
Van Soewand Pembarua Melind Ejaan Ejaan yang
Ophuyse i (1947) n (1957) o Baru Disempurnaka
n (1901) (1959) (1966 n (1972)
)

8
j J y y y y

dj dj j j j j

nj nj ñ ɳ ny ny

sj – ś Ŝ sy sy

tj tj – c c c

ch – – – kh kh

ng ng ɳ ɳ ng ng

z – z z z z

F – F F F f

– – V V V v

é e é é e e

e e e e e e

oe u u u u u

ai ai ay ay ai ai

au au aw aw au au

oi oi oy oy oi oi

Ejaan di Indonesia dari waktu ke waktu (Harimurdi Kridalaksana &


Hermina Sutami, 2007)

9
Memang tidak dapat dimungkiri, standardisasi bahasa erat kaitannya dengan politik bahasa.
Namun, dalam melakukan standardisasi, tetap dibutuhkan perencanaan bahasa untuk
mengakomodasi kebutuhan bahasa saat itu. Jika ini tidak diterapkan, maka akan terjadi
kekacauan bahasa (karena tidak ada standar utama untuk mudah dipelajari dan
dikembangkan). Perencanaan bahasa pun jamak dilakukan di negara manapun. Tak terkecuali
Belanda sekalipun, mereka punya undang-undang ejaan (Spellingwet) dan diejawantahkan ke
dalam Buku Hijau (het Groene Boekje).

Apakah EYD abadi atau masih bisa berubah? Bisa saja berubah tergantung apa yang
diinginkan pemerintah atau dibutuhkan masyarakat bahasa kita nanti. Tetapi, sebuah
perencanaan bahasa yang baik, pastinya akan bisa digunakan dalam rentang waktu yang
lama. Proses panjang dari tahun 1954 menuju 1972 adalah waktu yang tidak sedikit dan
melibatkan para sarjana bahasa yang trengginas untuk membuat perencanaan bahasa
Indonesia. Buktinya? Sejak ejaan terakhir diresmikan 43 tahun yang lalu, ini masih dipakai
dengan (relatif) baik oleh penuturnya. Artinya, EYD sudah terbilang mapan. Perencanaan
bahasa pun tidak melulu tentang ejaan saja, persoalan tata bahasa juga termasuk. Mungkin ini
yang perlu diperbarui dan disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

10
A. Penggunaan EYD

Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan,
penggabungan, dan penulisanya dalam suatu bahas.Batasan tersebut menunjukan pengertian
kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.Mengeja adalah kegiatan melafalakan huruf, suku
kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar
masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.

Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai  bahasa demi keteraturan dan
keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan
berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan
adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi.Jika para pengemudi
mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut.Seperti
itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.

Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD yang
resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya penyempurnaan
ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada tahun itu
diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan
ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama seorang guru besar
Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah
Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak berlaku lagi
pada tahun 1947.

11
1.      Etika dan Kode Etik Penulisan

Etika dan kode etik yang lazim ditumbuhbudayakan dalam penulisan karya ilmiah harus
diikuti.Hak cipta dan paten dari segi hukum harus diikuti dan difahami dengan baik.Penulis
harus memahami etika penulisan karya ilmiah secara baik.Kode etik adalah norma-norma
yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat dan citivitas akademik perlu diperhatikan
dalam penulisan karya ilmiah.Norma ini berkaitan dengan pengutipan, perujukan, perijinan
terhadap bahan yang digunakan, dan penyebutan sumber data ataupun informan.

2.      Bahasa dan Tanda Baca

Bahasa tulisan dapat dimengerti dengan baik bila kalimat-kalimat yang telahditulis sesuai
dengan aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Tandabaca berperan penting dalam
bahasa tulisan. Tanda baca yang tidak lengkap dapatmenyebabkan isi tulisan sulit dimengerti.
Oleh karena itu dalam bab ini dibahasaturan-aturan penulisan tanda baca, kata-kata serta
judul-judul yang menjadimateri dalam tulisan tersebut.

1) Penulisan Tanda Baca


a) Penulisan tanda baca, kata, dan huruf mengikuti Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman Pembentukan Istilah, dan Kamus
(Keputusan Mendikbud, Nomor 0543a/U/487, tanggal 9 September 1987). Berikut ini
beberapa kaidah penting yang perlu diperhatikan.
b) titik (.)
- koma (,)
- titik dua (:)
- tanda seru (!)
- tanda tanya (?)
- tanda persen (%)
12
semua yang di atas harus diketik rapat dengan huruf yang mendahuluinya.
Contoh:

Tidak Baku Baku

Sampel dipilih secara rambang . Sampel dipilih secara rambang.
Data dianalisis dengan teknik korelasi ,Anova Data dianalisis dengan teknik korelasi,
, dan regresi ganda. Anova, dan regresi ganda.
... dengan teori ; kemudian ... ... dengan teori; kemudian ...
... sebagai berikut : ... sebagai berikut:
Hal itu tidak benar ! Hal itu tidak benar!
Benarkah hal itu ? Benarkah hal itu?
Jumlahnya sekitar 20 %. Jumlahnya sekitar 20%.

c) Tanda kutip ("...") dan tanda kurung () diketik rapat dengan huruf dari kata atau frasa
yang diapit, Contoh:

Tidak Baku Baku

Kelima kelompok" sepadan ". Kelima kelompok "sepadan".


Tes tersebut dianggap baku (standardized) Tes tersebut dianggap baku
. (standardized).

d) Tanda hubung (-), tanda pisah (—), dan garis miring (/) diketik rapat dengan huruf
yang mendahului dan mengikutinya.

Contoh:

Tidak Baku Baku

Tidak berbelit - belit. Tidak berbelit-belit.


Ini terjadi selama tahun 1942 -1945. Ini terjadi selama tahun 1942-1945.

13
Semua teknik analisis yang dipakai di sini Semua teknik analisis yang dipakai di sini
— kuantitatif dan kualitatif — —kuantitatif dan kualitatif—perlu ditinjau
perlu ditinjau. .
Dia tidak / belum mengaku. Dia tidak/belum mengaku.

e) Tanda sama dengan (=), lebih besar (>), lebih kecil (<), tambah (+), kurang (-), kali
(x), dan bagi (:) diketik dengan spasi satu ketukan sebelum dan sesudahnya.
Contoh:

Tidak Baku Baku

P = 0,05 P = 0,05
P > 0,01 P > 0,01
P < 0,01 P < 0,01
a+b=c a+b=c
a:b=d a:b=d

Akan tetapi, tanda bagi () yang dipakai untuk memisahkan tahun penerbitan dengan
nomor halaman pada rujukan diketik rapat dengan angka yang mendahului dan
mengikutinya.

Contoh:

Tidak Baku Baku

Sadtono (1980 : 10) Sadtono (1980:10) menyatakan


menyatakan

Pemenggalan kata pada akhir baris (-) disesuaikan dengan suku katanya.

Contoh:

Tidak Baku Baku


14
Masalah ini perlu ditegaskan. Masalah ini perlu ditegas- kan.
Tidak dilakukan dengan mem-babi- Tidak dilakukan dengan mem-babi-
buta. buta.

2) Penggunaan Huruf
a) Ejaan bahasa Indonesia menggunakan aksara Latin, yang terdiri dari 26 huruf. Setiap
huruf digunakan untuk melambangkan satu bunyi atau satu fonem, kecuali gabungan
huruf kh, ng, ny, dan sy yang juga digunakan untuk melambangkan satu bunyi, serta
huruf e yang digunakan untuk melambangkan dua buah bunyi. Sementara
huruf qdan x hanya digunakan pada kata serapan tertentu.
b) Secara ortografi [1], kita kenal adanya empat macam huruf, yaitu (1) huruf kapital, (2)
huruf biasa atau huruf kecil, (3) huruf miring, dan (4) huruf tebal (bold, fat).
3) Penggunaan Huruf Kapital
Huruf kapital atau sering juga disebut huruf besar digunakan pada  :
a) huruf pertama kata awal kalimat. Misalnya,
- Pada satu proses                                
- Apa maksudnya ?
- Kita tidak tahu maksudnya
b)    huruf pertama pada kata pertama pada petikan langsung atau kalimat langsung,
- Hakim bertanya,  “Nama Saudara siapa ?”
- Poltak berseru, "Diam kau!"
- Petugas polantas berkata, " Tolong tunjukkan SIM dan STNK!"
c)       huruf pertama kata atau ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama
kitab suci, nama agama, termasuk kata gantinya.  Misalnya  :

- Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih; Quran, Weda, Islam, Kristen, Katolik.
- Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau ridhoi.
- Mohon ampunlah kepada-Nya.
d)       huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama diri. Misalnya  :
- Mahaputera Yamin; Sultan Hasanudin; Haji Agus Salim; Imam Syafi'i; Nabi
Muhammad.
15
Namun, kalau tidak diikuti nama diri, huruf kapital itu tidak digunakan. Misalnya,

- Tahun ini ia pergi naik haji.


- Beliau baru dinobatkan jadi sultan.
- Banyak orang mengaku nabi pada awal abad ke-21 ini.
e)       huruf pertama unsur nama jabatan dan nama pangkat yang diikuti nama diri, atau
yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat. Misalnya  :
- Wakil Presiden Budiono.                    
- Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian.
- Gubernur DKI Jaya.                          
- Profesor Doktor Bejo Suyanto.
Namun, kalau tidak diikuti nama diri, nama jabatan, nama orang, nama instansi atau
nama tempat, huruf kapital itu tidak dipakai. Misalnya  :
- Siapa gubernur yang baru dilantik itu.
- Beberapa orang jenderal hadir di situ.
- Kemarin Letnan Jenderal Ahmad dilantik menjadi jenderal.
f)       huruf pertama unsur-unsur nama orang. Contohnya  :
- Halim Perdana Kusuma.
- Wage Rudolf Supratman.                            
- Helvy Tiara Rosa.
Namun, kalau nama orang itu digunakan sebagai nama benda, nama jenis, dan nama
ukuran, maka huruf kapital tidak digunakan. Contohnya  :
- mesin diesel
- 10 volt
- 5 ampere

g)       huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa. Contohnya  :
- bangsa Indonesia
- suku Batak                        
- bahasa Inggris
16
Namun, kalau nama bangsa, nama suku bangsa dan nama bahasa itu digunakan
sebagai bentuk dasar sebuah kata turunan, huruf kapital itu tidak digunakan. Contohnya  :
- mengindonesiakan kata asing              
- agak kejawa-jawaan                     
- wanita yang kebelanda-belandaan
h)       huruf pertama nama tahun, nama bulan, nama hari, nama hari raya, dan nama
peristiwa sejarah. Contohnya  :
- tahun Hijriah
- bulan Agustus   
- hari Jumat         
- hari Natal
- Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 
i)       huruf pertama nama geografi.  Contohnya  :
- Asia Tenggara           
- Bukit Barisan
- Gorontalo                  
- Danau Limboto     
- Gunung Salak            
- Selat Sunda
- Teluk Jakarta             
- Kali Brantas
Namun, pada istilah geografi yang bukan merupakan nama diri, huruf
kapital tidak digunakan. Contohnya  :
- berlayar ke teluk
- mandi di kali
- menyeberangi selat   
- menuju arah utara     

j) Pada nama geografi yang dipakai sebagai nama jenis, huruf kapital juga tidak
17
digunakan. Contohnya  :
- garam inggris       
- gulajawa
- salak bali              
- dodol garut
- sate madura         
- pisang ambon
k)   huruf pertama unsur-unsur nama negara, nama lembaga pemerintahan, dan nama
dokumen resmi; kecuali kata seperti, dan, atau, ataupun kepada. Contoh :   
- Republik Indonesia     
- Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Departeman Pendidikan Nasional
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57, Tahun 1972         
Namun, simak contoh berikut !    
- menurut undang-undang yang berlaku  
- menjadi sebuah negara republik      
- beberapa badan hukum              
l)   huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
lembaga pemerintahan, dan dokumen resmi. Contoh :
- Undang-Undang Dasar 1945                        
- Perserikatan Bangsa-Bangsa  
- Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
m)    huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan; kecuali kata di, ke, dan, yang untuk; yang tidak terletak pada posisi awal.
Contohnya :  
- Bukunya berjudul Membongkar Gurita Cikeas  
- Dia agen surat kabar Media Indonesia         
- Bacalah majalah Tempo minggu lalu
n)   huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Contohnya :
- Dr.  →  doktor          
- M.A.  →   master of art
- Prof.  →  profesor      
- Tn.  →   tuan            

18
- Sdr. →  saudara                                                
o)   huruf pertama kata perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, saudara, dan adik yang
dipakai sebagai kata ganti, kata sapaan, atau kata sebutan (pengacuan).  Contoh :
- "Kapan Bapak berangkat ?" tanya Hasan   
- Adik bertanya, "Itu apa, Bu ?"                  
- "Silakan duduk, Kak " kata Adi
- Besok Paman akan datang
Namun, bila kata perkerabatan dipakai sebagai istilah perkerabatan, huruf kapital
tidak digunakan.
- Kita harus menghormati bapak dan ibu kita 
- Semua kakak dan adik saya sudah menikah 
p)    huruf pertama kata ganti Anda.  Contoh :      
- Apakah Anda sudah berkeluarga ?    
- Surat Anda sudah kami terima

4) Penggunaan Huruf Kecil

Huruf kecil digunakan pada tempat yang tidak menggunakan huruf kapital.

5) Penggunaan Huruf Miring

Huruf miring digunakan untuk  :   

a) menuliskan nama buku, nama majalah, dan nama surat kabar yang dikutip dalam
tulisan. Contoh :
- Bukunya berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang
- Setiap pagi dia membaca koran Kompas
- Majalah Bahasa dan Sastra terbitan Pusat Bahasa
b) menuliskan istilah ilmiah, dan kata atau ungkapan asing yang ejaannya belum
disesuaikan. Contoh :
- Nama ilmiah nyamuk penyebab deman berdarah adalah aedes agypti
- Politik devide et empera pernah merajalela di negara kita
- Bailout pada Bank Century menjadi topik pembicaraan di DPR

19
c) menuliskan kata-kata yang dianggap belum baku. Contoh :
- Beliau memang nggak tahu
- Keadaan semakin semrawut
- Di sini kamu jangan berlaku neko-neko

d) menuliskan kata atau huruf yang dianggap penting dalam sebuah teks. Contoh :
- Buatlah kalimat dengan kata apalagi dan kata lagi pula
- Dalam bab ini tidak dibicarakan penulisan huruf kapital
- Dia bukan menipu, melainkan ditipu
6) Penggunaan Huruf Tebal (bold, fat)

Penggunaan huruf tebal belum atau tidak diatur dalam pedoman EYD (ejaan yang
disempurnakan); tetapi tampaknya huruf tebal digunakan pada kata-kata yang dianggap
penting. Dalam tulisan tangan atau ketikan manual kata-kata yang akan dicetak tebal diberi
dua garis bawah.     

7) Penggunaan Tanda Baca

Dalam bahasa tulis, tanda baca ini sangat penting karena dengan adanya tanda baca itu
kita akan terbantu untuk dapat memahami suatu tulisan. Dalam sistem ejaan dikenal adanya
tanda baca titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda
petik ("......"), tanda hubung (-), tanda pisah (—), tanda kurung ([......]), tanda garis miring (/),
dan tanda penyingkat ('). Bagaimana menggunakan tanda baca itu, dijelaskan di bawah.

8) Penggunaan Tanda Titik ( . )
a) Tanda titik digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya :

- Ayahku mantan anggota DPR.


- KPK menahan Anggodo Widjoyo kemarin.
- Partai koalisi mulai retak.
b) Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
20
Misalnya  :

- pukul 3.15.10 (pukul 3 lewat 15 menit 20 detik)


c)       Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.

Misalnya : 

- 5.35.20 jam (5 jam, 35 menit, 20 detik)    


- 0.25.30 jam (25 menit, 30 detik)       
- 0.0.30 jam (30 detik)

d)    Tanda titik digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.

Misalnya :                                         

- Penduduk di desa itu ada 25.325 orang


- Harganya Rp 4.850.000,-
- Gempa di sana menelan 1.274 jiwa tewas
e)       Tanda titik tidak digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.

Misalnya  :

- Dia lahir tahun 1951 di Surabaya       


- Nomor teleponnya adalah 8657712        
- Nomor pendaftarannya adalah 2657718       
f)       Tanda titik tidak digunakan pada akhir judul berita, judul karangan, judul tabel,
dan sebagainya.

Misalnya  :

- Tabrakan Beruntun di Jalan Tol


- Habis Gelap Terbitlah Terang 
- Masalah Kawin Siri-di Indonesia
21
g)    Tanda titik tidak digunakan di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat; dan
(2) nama dan alamat penerima surat.

Misalnya  :                           

- Jalan Taman Malaka Utara 5                         


- Jakarta Timur
- 25 Februari 2015
9) Penggunaan Tanda Koma ( , )

Tanda baca koma ( , ) digunakan dengan aturan sebagai berikut :

a) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

Misalnya  :

- Yang hadir anggota fraksi Golkar, fraksi PDIP, fraksi PKS, dan fraksi Demokrasi
- Yang salah jawaban nomor 8, 9, 12, 13, dan 15
b)  digunakan untuk memisahkan bagian kalimat setara yang satu dari bagian kalimat
setara lainnya yang didahului oleh konjungsi seperti tetapi dan melainkan.

Misalnya :

- Saya ingin hadir, tetapi tidak diundang


- Yang menyusahkan rakyat bukan hanya penjahat, melainkan juga pejabat        
c)       digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat bila anak kalimat
itu mendahului induk kalimat.

Misalnya :

- Karena sakit, dia tidak jadi datang     


- Kalau diundang, saya tentu datang    

Catatan  :       
22
 Kalau anak kalimat berada di belakang induk kalimat, maka tanda koma itu tidak
digunakan.

Misalnya  :                                        

- Dia tidak jadi datang karena sakit      


- Saya tentu datang kalau diundang

d)       digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung antar-kalimat yang terdapat


pada awal kalimat sepertijadi, oleh karena itu, akan tetapi, maka dan sebagainya.

Misalnya  :

- Jadi, utangmu semua menjadi 10 juta rupiah


- Oleh karena itu, kita harus selalu waspada
- Akan tetapi, saya masih akan mencoba lagi tahun depan

e)   digunakan di belakang kata seruan seperti oh, nah, aduh, ya, alangkah, dan kasihan di


dalam sebuah kalimat.

Misalnya  :

- Oh, begitu ?
- Wah, bukan main besarnya!
- Hati-hati, ya, nanti jatuh

f)        digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

Misalnya  :                      

- Kata ibu, "Saya senang sekali."   


- "Saya gembira sekali", kata bapak, "karena terpilih jadi anggota DPR."

23
g)       digunakan di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, nama keluarga atau marga.

Misalnya  :    

- Dr. Ahmad Dimyati, S.H  


- Ny. Komala Sari, MA.
- Abdul Aziz, M. Hum.
h) digunakan di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.

Misalnya  :  

- 12,5 Cm     
- Rp 1.255,25       

i)   digunakan untuk mengapit keterangan tambahan (aposisi) yang sifatnya tidak


membatasi.

Misalnya  :          

- Ruhut Sitompul, anggota pansus dari partai Demokrat, sering membuat ulah
- Sukarno, presiden pertama RI, dimakamkan di Blitar
- Banyak anggota DPR, dari fraksi mana pun, disinyalir sering bolos dari sidang

j)  dapat digunakan untuk menghindari salah baca dan salah paham di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

Misalnya  :

- Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang sungguh-
sungguh
- Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan banyak terima kasih
- Menurut keterangan bapak, Iskandar adalah anggota DPRD yang baru dilantik

24
k) tidak digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringnya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.

Misalnya  :       

- "Saudara bekerja di mana?" tanya ayah     


- "Ayo kita serang !" teriaknya keras-keras       

10) Penggunaan Tanda Titik Koma ( ; )

Tanda titik koma dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.

Misalnya  :

- Malam semakin larut; pekerjaan belum selesai juga; aku jadi bingung
- Ayah membaca koran di ruang tamu; ibu sibuk di dapur; adik mengerjakan PR; saya
sendiri -asyik menonton televisi
Catatan :    
Jika kita lihat contoh di atas, sebenarnya tanda titik koma itu bisa diganti dengan tanda
koma.

11) Penggunaan Tanda Titik Dua ( : )

Tanda titik dua dapat digunakan :

a) pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya  :
- Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari
- Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati

25
Namun, bila rangkaian kata itu merupakan pelengkap (objek) yang mengakhiri
pernyataan, tanda titik dua itu tidak perlu digunakan.
- Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari
- Fakultas ini memiliki jurusan pendidikan anak terbelakang dan anak usia dini

 sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya  :

- Ketua                   :   Abdul Aziz
- Sekretaris             :   Ny. Sarbini
- Bendahara           :   Ny. Waluyo
- Tempat sidang     :   Gedung A, ruang 208
- dst.

12) Penulisan Kata

Penulisan kata dapat dikelompokkan atas kata dasar, kata turunan, kata ulang, kata
gabungan, kata depan, partikel, dan kata ganti.

a) Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis satu kesatuan.

Contoh:

- Buku ini buku baru


- Kelas itu penuh sesak
- Siswa sedang makan nasi
b)   Kata Turunan

Kata turunan adalah kata dasar yang telah berubah karena mendapatkan imbuhan baik itu
awalan, sisipan, dan akhiran.Kata dasar tersebut telah dirangkai dengan imbuhan-imbuhan
itu.Dari contoh-contoh ini diharapkan dapat mengingat kembali aturan- turan yang berlaku
dalam bahasa Indonesia.

Contoh:
26
- berkembang biak
- melipatgandakan
- memberitahukan
- berwisata
- belajar
- beri tahukan
- merindukan
- pascasarjana
- dasawarsa
- dwiwarna

c)   Kata Ulang

Bentuk kata ulang harus ditulis lengkap dengan kata hubung.

Contoh:

pura-pura, mata-mata, hura-hura, mondar-mandir, sayur-mayur, undang undang,


kupu-kupu, lauk-pauk.

d) Kata Depan

Kata depan, di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

Contoh:

- Ibu pergi ke Bandung


- Paman datang dari Bali

27
- Kakak tiba di Singapura

e) Kata Ganti

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata-kata yang mengikutinya. –ku, –
mu dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Contoh:
- Bukuku dan bukumu tertinggal di meja perpustakaan.
- Apa pun yang kaumiliki tidak dapat dipinjam.

f) Partikel

Partikel –lah, –kah, –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Contoh:

- Marilah kita berangkat ke kampus.


- Siapkah yang menang dalam pertandingan nanti?

Partikel pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya kecuali untuk kata-kata
yang telah dianggap terpadu benar seperti meskipun, adapun, kendatipun, maupun,
sungguhpun, andaipun, biarpun, bagaimanapun, dan kalaupun.

Contoh:  

- Dia pun mengetahui sindikat tersebut.


- Mobil-mobil besar pun diijinkan melewati jalan ini.

13) Penulisan Judul

28
Penulisan judul yang umum digunakan dalam penulisan karya ilmiah sangat penting
untuk diuraikan di sini. Dengan demikian keseragaman dalam tulisan karya ilmiah yang
diatur dengan panduan ini dapat diperoleh. Judul Bagian dan Sampul Depan Laporan Judul
Bagian ditulis dengan gaya penulisan semua huruf kapital. Bila terdiri atas beberapa baris,
maka baris pertama paling panjang dan baris berikutnya lebih pendek serta ditulis dengan
gaya di tengah-tengah.

Contoh:

- PENGEMBANGAN MESIN PENDINGIN HEMAT ENERGI


- STUDI TEKNO EKONOMI DALAM PERANCANGAN MESIN

a) Judul Bab

Judul bab ditulis dengan gaya penulisan huruf pertama kapital kecuali partikelatau
kata depan.

Contoh:

Bab III
Prosedur Optimasi dan Formulasi
Bab I
Pendahuluan
Bab IV
Pengujian dan Analisis

b) Judul Subbab

29
Judul bab juga ditulis dengan gaya penulisan huruf pertama kapital kecuali partikel
atau kata depan.

Contoh:

Subbab pada Bab II

- 2.2 Ulasan Singkat Penelitian Terdahulu


- 2.3 Prinsip Dasar

Subbab pada Bab III

- 3.3 Metode Optimasi dan Parameter Studi


- 3.4 Penurunan Formulasi dan Pemrograman

14) Penyingkatan Kata

Tulis penuh semua singkatan seperti: dan lain lain, dan sebagainya, dan seterusnya (bukan
ditulis dengan cara ini: dll., dsb., dst.). Penyingkatan suatu istilah dapat diberlakukan, bila
memang istilah tersebut panjang dan terlalu sering muncul dalam teks.Untuk penyingkatan
ini, kepanjangan istilah tersebut harus dimuculkan pertama kali ketika istilah tersebut pertama
kalinya disebutkan dalam teks.

15) Penggunaan dan Penulisan Istilah Asing

Sesuai dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, istilah-istilah keilmuwan
ataupun teknik yang telah dibakukan sebaiknya digunakan dengan benar. Istilah-istilah asing
yang sudah punya pandaan dalam bahasa Indonesia, sebaiknya penggunaan istilah Indonesia
yang diutamakan.

16) Penulisan kutipan

30
Dalam penulisan karya tulis ilmiah, seorang penulis sering meminjam pendapat, atau
ucapan orang lain yang terdapat pada buku, majalah, bahkan bunyi pasal dalam peraturan
perundang-undangan. Untuk itu seorang penulis harus memperhatikan prinsip-prinsip
mengutip, yaitu:

 Tidak mengadakan pengubahan naskah asli yang dikutip. Kalaupun perlu


mengadakan pengubahan, maka seorang penulis harus memberi keterangan bahwa
kutipan tersebut telah diubah. Caranya adalah dengan memberi huruf tebal, atau
memberi keterangan dengan tanda kurung segi empat;
 Bila dalam naskah asli terdapat kesalahan, penulis dapat memberikan tanda [sic!]
langsung di belakang kata yang salah. Hal itu berarti bahwa kesalahan ada pada
naskah asli dan penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan tersebut;
 Apabila bagian kutipan ada yang dihilangkan, penghilangan itii dinyatakan dengan
cara membubuhkan tanda elipsis (yaitu dengan tiga titik). Penghilangan bagian
kutipan tidak boleh mengakibatkan perubahan makna asli naskah yang dikutip (lihat
contoh  pada lampiran 1, halaman 19).

Cara mengutip:

a) Kutipan langsung terdiri lebih dari tiga baris.Sebuah kutipan langsung yang terdiri
lebih dari tiga baris, ditulis sebagai berikut:
- kutipan dipisahkan dari naskah dengan jarak 3 spasi;
- jarak antara baris dengan baris satu spasi;
- kutipan bisa diapit tanda kutip, bisa juga tidak;
- akhir kutipan diberi nomor urut penunjukan yang diketik setengah spasi ke atas;
- seluruh kutipan diketik menjorok ke dalam antara 5-7 ketikan;

b) Kutipan tidak langsung

Dalam kutipan tidak langsung penulis tidak mengutip naskah sebagaimana adanya,
melainkan mengambil sari dari tulisan yang dikutip.

31
Cara menulis kutipan seperti ini adalah sebagai berikut:

- kutipan diintegrasikan dengan naskah;


- jarak antara baris dua spasi;
- kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;
- akhir kutipan diberi nomor urut penunjukan yang diketik setengah spasi ke atas.
- Penulisan sumber kutipan

Seorang penulis yang mengutip pendapat orang lain harus mencantumkan sumber kutipan
yang bersangkutan.

Contoh :

- American Psycological Associations Manual (APA)

Mencantumkan langsung sumber kutipan di akhir kutipan yang ditulis dalam tanda
kurung.Contoh: (Soerjono Soekanto, 1983: 23), artinya:kutipan tersebut diambil dari buku
karangan Soerjono Soekanto yang terbit tahun 1983 pada halaman 23.

Dalam penulisan sumber semacam ini, tidak mudah untuk langsung menemukan dari
sumber mana/apa kutipan tersebut diambil. Pembaca sulit mengetahui judul buku yang
dikutip. Seyogyanya pada setiap akhir bab dibuat daftar pustaka.

Adapun cara menuliskan Daftar Pustaka dengan cara ini ialah,

1) nama pengarang;

2) tahun terbit;

3) judul;

4)cetakan/edisi;

5) nama kota;

6) nama penerbit.
32
- Modern Language Associations Handbook (MLA):

Memberi nomor urut pada setiap akhir kutipan, kemudian menulis sumber kutipannya di
akhir bab, pada lembar khusus yang disebut "Catatan" Cara menuliskan sumber kutipan sama
seperti menulis pada Catatan Kaki.

Contoh :

Catatan

 Buchari Zainun, Manajemen dan Motivasi(Jakarta: Balai Aksara, 1979), hal. 27.
 A. Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi,cet.II, (Jakarta: Erlanqga, 1977), hal. 21.

- Chicago Manual of Style (Kate L. Turabian):

Cara yang lazim adalah dengan memberikan nomor unit kutipan, kemudian sumber
kutipan ditulis pada kaki halaman diawali dengan nomor urut kutipan. Sumbe:r kutipan
dipisahkan dari naskah dengan garis lurus sepanjang lima belas ketikan, diapit oleh ruang
kosong masing-masing empat kait (spasi).

Catatan kaki diketik menjorok ke dalam 5-7 ketikan dan dilanjutkan pada baris berikutnya
dimulai pada margin kiri dengan jarak satu spasi, sedangkan jarak antara baris terakhir satu
catatan dengan baris pertama catatan kaki berikutnya, dua spasi. Keuntungan cara penulisan
sumber kutipan dengan catatan kaki ialah, jika pada suatu ketika penulis ingin
membandingkan dengan sumber lain, atau penulis ingin menerangkan suatu tulisan yang
bukan menjadi konteks penulisan. Apabila menerangkan sesuatu langsung pada naskah
dianggap akan mengganggu kesinambungan tulisan, maka dengan catatan kaki keterangan
tentang sesuatu tersebut dapat dilakukan. Hal itu tidak akan mengganggu naskah dimaksud.

33
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penggunaan tanda baca perlu diperhatikan dalam penulisan karya tulis atau karya
ilmiah. Masing masing tanda baca memiliki aturan dan tata letak penggunaanya, sehingga
kita harus cermat dalam menggunakan tanda baca dan menempatkan tanda baca pada aturan
yang telah di tetapkan. Penggunaan ejaan yang disempurnakan (E Y D) sangat dibutuhkan
dalam penulisan karya tulis ilmiah agar sebuah karya tulis ilmiah tersebut dapat tersusun
dengan baik dan mudah dipahami.Dari berbagai macam kesimpulan, maka penggunaan tanda
baca perlu untuk dipahami dan dipelajari lebih detail agar penggunaan tanda baca pada karya
ilmiah yang kita buat menjadi benar dan mudah dipahami oleh orang-orang yang akan
membaca karya tulis kita.

B. SARAN

Dari tugas makalah tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya yang
sudah kami harapkan dan sampaikan pada kata pengantar tugas makalah ini, yaitu semoga
dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan kita dan pemahaman kita
mengenai pengguanaan tanda baca yang baik dan benar yang tentu saja sesuai dengan EYD.

34
DAFTAR PUSTAKA

- Waridah Ernawati, 2012. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan.  Jakarta: PT


KAWAH Media

- http://adtyaemby.blogspot.com/2012/06/ejaan-dan-tanda-baca-dalam-karya-tulis.html

- http://ikadekbikakurniawan039.blogspot.com/2014/03/makalah-kaidah-penulisan-
huruf-dan.html

35
36

Anda mungkin juga menyukai