Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

OSTEOARTRITIS HIP JOINT

Pembimbing :

dr. Adi Suriyanto, Sp.OT

Penyusun :

‘Iliyin Syahar FN 20160420080

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. RAMELAN
SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Osteoartritis HIP JOINT” telah diperiksa dan disetujui

sebagai salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi

kepaniteraan Dokter Muda di Bagian Ilmu Bedah RSAL dr. Ramelan

Surabaya

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. Adi Suriyanto, Sp.OT


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkah dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat dengan

judul “Osteoartritis Hip Joint” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai

salah satu penilaian tugas untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di

Bagian Ilmu Bedah RSAL dr. Ramelan Surabaya. Penulis berharap referat

ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat

bagi penulis maupun pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

membantu dalam penyusunan referat ini, yaitu dr. Adi Suriyanto, Sp.OT

selaku pembimbing dari referat ini dan teman-teman kelompok DM 40 I,

40 J, 40 K, 40 L, dan 40 M.

Surabaya, November 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................ii

KATA PENGANTAR....................................................................................iii

DAFTAR ISI.................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

BAB II ANATOMI DAN OSTEOKINEMATIK HIP JOINT.............................3

2.1 Anatomi dan Osteokinematik Hip Joint .............................................3

2.1.1 Ligamen.......................................................................................5

2.1.2 Osteokinematik Hip Joint............................................................7

BAB III OSTEOARTRITIS HIP JOINT..........................................................9

3.1 Definisi................................................................................................9

3.2 Epidemiologi ......................................................................................9

3.3 Faktor Resiko ..................................................................................10

3.4 Klasifikasi ........................................................................................12

3.5 Patogenesis......................................................................................14

3.6 Manifestasi Klinik ............................................................................16

3.7 Diagnosa .........................................................................................18

3.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................19

3.9 Penatalaksanaan ............................................................................21

3.10 Prognosis ......................................................................................28

3.11 Komplikasi......................................................................................29

BAB IV KESIMPULAN................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................31
BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti

tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun

sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi. 10

Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi kronik yang disebabkan

oleh ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan sendi

serta matriks ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral pada usia tua.

Osteoartritis merupakan fenomena dinamis, hal ini tampak dengan adanya

2 sifat yaitu destruksi dan perbaikan (repair). Kartilago mengalami

perlunakan dan disintegrasi yang disertai oleh pembentukan tulang baru

yang hiperaktif, osteofitosis dan remodeling. 10

Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit

sendi osteoarthritis, menurut Arthritis Research UK (2012),

memperlihatkan bahwa usia, jenis kelamin, obesitas, ras/genetik, dan

trauma pada sendi mempunyai kolerasi terhadap terjadinya osteoarthritis.

Prevalensi penyakit osteoarthritis meningkat secara dramatis di antara

orang yang memiliki usia lebih dari 50 tahun. Hal ini adalah karena terjadi

perubahan yang berkait dengan usia pada kolagen dan proteoglikan yang

menurunkan ketegangan dari tulang rawan sendi dan juga karena

pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang rawan.

Wanita juga lebih cenderung terkena penyakit osteoarthritis

disbanding pria karena pinggul wanita lebih luas dan lebih memberikan

1
tekanan jangka panjang pada lutut mereka. Selain itu, faktor sosial seperti

pekerjaan yang dilakukan seharian juga mempengaruhi timbulnya

osteoarthritis, terutama pada atlet dan orang-orang yang pekerjaannya

memerlukan gerakan berulang (pekerja landskap, mangetik atau

mengoperasikan mesin), memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoarthritis.

Hal ini adalah karena terjadinya cedera dan meningkatkan tekanan pada

sendi tertentu. Gaya hidup juga mempengaruhi kehidupan seseorang

yang menderita penyakit osteoarthritis. Perubahan gaya hidup dan

pengobatan yang dilakukan dapat membantu mengurangi keluhan

osteoarthritis.

Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun

mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan

sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan

aktivitas sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang

menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.


1

Diagnosa osteoartritis ditegakkan berdasar gejala, tanda dan

pemeriksaan radiologis. Gambaran klinis utama adalah nyeri sendi, kaku

sendi dan pada pemeriksaan fisik didapatkan krepitasi. Anamnesis

terhadap pasien osteoartritis lutut umumnya mengungkapkan keluhan-

keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.

Keluhan-keluhan pasien meliputi nyeri sendi yang merupakan keluhan

utama yang membawa pasien ke dokter, hambatan gerakan sendi, kaku

2
pagi hari yang timbul setelah imobilitas, pembesaran sendi, dan

perubahan gaya berjalan.9

Pasien osteoartritis biasanya mengeluh nyeri pada waktu

melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena.

Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus

sehingga menganggu mobilitas pasien.6

Berdasarkan fakta seperti yang disebut diatas, maka dibuatlah

referat dengan judul osteoartritis hip joint ini.

3
BAB II

ANATOMI DAN OSTEOKINEMATIK HIP JOINT

2.1 Anatomi dan Osteokinematik Hip Joint

Pengertian sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang

memungkinkan tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain,

maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Secara anatomik, sendi

dibagi 3, yaitu sinartrosis, diartrosis, dan amfiartrosis.

Gambar 2.1 Lutut Parasagital Section – Lateral ke Midline

Diartrosis adalah sambungan antara 2 tulang atau lebih yang

memungkinkan tulang-tulang tersebut bergerak satu sama lain. Di antara

4
tulang-tulang yang bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut kavum

artikulare. Diartrosis disebut juga sendi sinovial. Sendi ini tersusun atas

bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa sendi, dan ikat sendi

(ligamentum).

Hip joint merupakan sendi yang arah gerakannya sangat luas atau

yang biasa disebut dengan Ball and Socked joint. Hip joint juga bagian

terpenting dalam pembentuk postur seseorang dan berperan penting

dalam setiap aktivitas terutama dalam berjalan. Hip joint ini terbentuk atas

beberapa tulang, ligamen, dan otot dimana kesemuanya itu saling

berhubungan dan saling menguatkan.

            Beberapa tulang pembentuk hip joint :

1.    Acetabulum

 Acetabulum merupakan pertemuan antara os ilium, os ischium,

dan os pubis yang bertugas sebagai mangkuk sendi. Dilapisi hyalin

cartilage dan tertutup lagi acetabulum labrium yang merupakan

fibro cartilage, keduanya tebal ditepi dan tipis di center

2.    Os Femur

Pada bagian Os femur terdapat dua bagian yang sangat terkait

dalam pergerakan sendi Hip Joint, bagian itu adalah :

A.    Caput femur

       Caput femur merupakan tulang yang berbentuk setengah bola

dilapisi hyalin cartilage, kedistal sebagai collum femoris (sering

fraktur), kedistal terdapat trochanter mayor dan minor,

selanjutnya kedistal sebagai (shaff of) femur.

5
B.    Collum Femur

Collum femur merupakan processus tulang yang berbentuk

piramidal yang menghubungkan corpus dengan caput femur

dan membentuk sudut pada bagian medial. Sudut terbesar

terjadi pada saat bayi dan akan berkurang seiring dengan

pertumbuhan, sehingga pada saat pubertas akan membentuk

suatu kurva pada aksis corpus kurva. Pada saat usia dewasa,

collum femur membentuk sudut sebesar 1250 dan bervariasi

tergantung pada perkembangan pelvis wanita lebih besar.

6
2.1.1. Ligamen

Ligamen adalah pita fibrosa atau lembaran jaringan ikat yang

menghubungkan dua atau lebih tulang, tulang rawan, atau struktur

bersama-sama. Satu atau lebih ligamen memberikan stabilitas pada sendi

selama istirahat dan gerakan. Gerakan yang berlebihan seperti hiper-

ekstensi atau hiper-fleksi, dapat dibatasi oleh ligamen. Selanjutnya

beberapa ligamen mencegah gerakan dalam arah tertentu.

           Ada beberapa ligament pembentuk hip joint, dimana ligamen-

ligament ini sangat kuat sebagai penyambung antara acetabulum dan

caput femur. Ada lima ligament terkuat pada hip joint, antara lain :

1.    Ligamentum Capitis Femoris

Ligament ini diliputi oleh membran sinovial yang terbentang dari fosa

acetabuli dimana terdapat bantalan lemak menuju ke caput femoris,

7
selain itu ligament ini mengandung arteria yang menuju caput femoris

yang datang dari r.acetabuli arteria abturatoria. Caput femoris disuplai

oleh A circumfleksa medialis dan A circumfleksa lateralis.

2.    Ligamentum Pubofemoral

Berasal dari crista obturatoria dan membrana obturatoria yang

berdekatan. Ligament ini memamcar kedalam capsula articularis zona

orbicularis pada khususnya melanjukan diri melalui jalan ini ke

femoris.

3.    Tranverse Acetabulum Ligament

Ligament ini berfungsi menjembatani incisura acerabuli dan seluruh

permukaan caput femoris.

4.    Iliofemoral Ligament

Berasal dari spina iliaca anterior  inferior dan pinggiran acetabulum

serta membentang ke linea intertrochanterica. Ligament ini

mempunyai daya rengang sebesar 350 kg.

5.    Ischiofemoral Ligament

Berasal dari ischium di bawah dan berjalan hampir horizontal melewati

collum femoris menuju ke perlekatan pars lateralis ligament

iliofemoral. Ligamnet ini mencegah rotasi medial paha.

2.1.2. Osteokinematik Hip Joint

Hip merupakan sendi Ball and Socked joint sehingga gerakan

sendinya sangat luas kesegala arah, adapun gerakan yang terjadi pada

hip joint adalah :

8
1. Fleksi

Otot penggerak utamanya adalah :

a. Iliacus :

Origonya : Superior 2/3 dari fossa iliaca crest, anterior crest,

anterior sacroiliaca, dan iliolumbal ligament, ala of sacrum.

Insersionya : tendon dari psoas major, dan body of femur

b. Psoas mayor :

Origo : sides of vertebral bodies dan conesponding

intervertebralis disc of T12-L5 dan procesus transversus dari

L1-L5.

Insersio : Leser trochanter of femur

Sedangkan otot lain yang berhubungan dengan gerak fleksi adalah

Sartorius :

Origo : anterior superior iliac spine, upper aspec of iliac

notch

Insersio : Proksimal aspec of medial surface tibia

2. Ekstensi

a. Gluteus Maksimus

Origo : Posterior gluteal line of ilium, iliac crest, dorsum of

sacrum dan cocyx, saerotuberous ligament

Insersio : iliotibial tract, gluteal tuberositas femur

 Semitendinosus :

Origo : ishial tuberositas

Insersio : Proksimal aspect of medial surface tibia

9
 Semimembrannosus

Origo : ischial tuberositas

Insersio : Medial condilus tibia

b.   Biceps Femoris :

Origo : Ischial tuberositas, lateral tip of linea aspec femur dan

lateral intermuscular septum

Insersio : Lateral aspect of head fibula

3. Abduksi

a. Gluteus medius

Origo : outer surface ilium antara dan posterior dan anterior

gluteal lines

Insersio : Greater trohanter femur

b. Gluteal Minimus :

Origo : outer surface ilium antara anterior dan posterior gluteal

lines

Insersio : greater trohanter femur

Sedangkan otot lain yang berhubungan dengan gerakan ini adalah :

Tensor Facia Latae

Origo : anterior superior iliac spine, anterior aspect of auterlip

ofiliac crest

Insertio: illiotibial tractus aproximately 1/3 dwon the tight

4. Adduksi

a. Adductor Magnus

Origo  : inferior rami of pubis dan ischium ischial tuberosity

10
Insertio : a line fro great trochanter  to linea aspera femur,linea

aspera ,adductor tubercole ,medil supra condilare line of femur

b. Adductor longus

Origo : Anterior aspec of pubis

Insersio : Linea aspera along middle 1/3 femur

c. Adductor brevis

Origo : Inferior ramus of pubis

Insersio : line lesser trohanter to linea aspera, upper portion of

linea aspera

d. Pectineus

Origo : pectineal line of pubis

Insersio : Line from lesser trohanter to linea aspera

e. Gracilis

Origo : Body and ramus of pubis

Insersio : proksimal aspecct of medial surface tibia

5. Medial rotasi

a. Tensor facia latae

b. Gluteaus minimus

c. Gluteus medius

6. Lateral rotasi

a. Piriformis

Origo : anterior suface sacrum, sacrotuberous ligament

Insersio : Freater trohanter femur

b. Gemellus superior

11
Origo : iscial tuberositas

Insersio : Greater trohanter femur

c. Obturator internus :

Origo : Obturatory membran dan forament, inner surface of

pelvis, inferior rami of pubis dan ischium

Insersio : greater trohanter femur

d. Obturator Eksternus :

Origo : rami of pubis dan ischium, outer surface of obturatory

membran

Insersio : Greater trohanter femur

e. Quadrratus femoris

Origo : ischial tubrosity Insersio : quadrate tuberosity femur

BAB III

OSTEOARTRITIS HIP JOINT

3.1 Definisi

Osteoartritis adalah penyakit sendi degenerative noninflammantory

yang banyak dijumpai pada lansia. Sedangkan definsi lain menyebutkan

bahwa osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang bersifat

kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan

perlunakan progresif, diikuti pertambahan pada tepi tulang dan tulang

rawan sendi yang disebut osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul

sendi.7

12
3.2 Epidemiologi

Insiden osteoartritis meningkat seiring dengan proses penuaan dan

terutama ditemukan pada usia di atas 50 tahun. 7

Di Indonesia, prevalensi OA pada tahun 2007 mencapai 36,5 juta.

Diperkirakan 40% dari populasi usia diatas 70 tahun menderita OA dan

80% pasien OA mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat

ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidup karena

prevalensi yang cukup tinggi. Diperkirakan 1-2 juta orang lanjut usia di

Indonesia menderita kecacatan karena OA. Prevalensi OA lutut yang

tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada

wanita yang berumur antara 40-60 tahun.9

3.3 Faktor Resiko7,9,11

Faktor resiko terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh:

 Umur

Umumnya ditemukan pada usia lanjut (di atas 50 tahun), oleh

karena pada orang lanjut usia pembentukan kondroitin sulfat yang

merupakan substansi dasar tulang rawan berkurang dan dapat

terjadi fibrosis tulang rawan.

 Berat badan

Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar

kemungkinan seseorang untuk menderita osteoartritis. Hal ini

disebabkan karena seiring dengan bertambahnya berat badan

seseorang, beban yang akan diterima sendi pada tubuh semakin

13
besar. Beban yang diterima oleh sendi akan memberikan tekanan

pada bagian sendi yang berpengaruh, contohnya pada bagian

panggul dan lutut.

 Jenis kelamin

Kelainan ini dapat ditemukan baik pada pria maupun wanita

dimana osteoartritis primer lebih banyak ditemukan pada wanita

pasca menopause sedangkan osteoartritis sekunder lebih banyak

ditemukan pada laki-laki.

 Genetik

Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA hip. Hal tersebut

berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis

kolagen yang bersifat diturunkan, seperti adanya mutasi pada gen

prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk struktur-struktur

tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein

pengikat, atau proteoglikan. Kelainan warisan tulang

mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi yang dapat

menyebabkan osteoartritis.

 Trauma dan faktor okupasi

Trauma pada sendi atau penggunaan sendi secara berlebihan,

terutama fraktur intraartikular atau dislokasi sendi. Atlet dan orang-

orang dengan pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang

memiliki resiko yang lebih tinggi terkena osteoartritis karena

mengalami kecederaan dan peningkatan tekanan pada sendi

14
tertentu. Selain itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang telah

retak dan telah dilakukan pembedahan.

 Faktor metabolik atau endokrin

Penderita hipertensi, hiperurisemia dan diabetes lebih rentan

terhadap osteoartritis.

 Kelemahan otot

Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan

terjadinya osteoartritis. Kelemahan otot dapat berkurang

disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi akibat nyeri atau karena

adanya peradangan pada sendi.

 Cuaca atau iklim

Gejala lebih sering timbul setelah kontak dengan cuaca dingin atau

lembab.

 Ras lebih sering pada orang Asia khususnya Cina, Eropa dan

Amerika daripada kulit hitam.

 Nutrisi

Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin

D. kadar vitamin D yang rendah pada jaringan dapat mengganggu

kemampuan tulang untuk merespon secara optimal proses

terjadinya osteoartritis dan akan mempengaruhi

perkembangannya. Kemungkinan vitamin D mempunyai efek

langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami

osteoartritis, terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D.

 Diet

15
Salah satu tipe OA yang bersifat umum di Siberia yang disebut

penyakit Kashin-Beck yang mungkin disebabkan oleh karena

menelan toksin yang disebut fusarin.

3.4 Klasifikasi7

Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis, yaitu:

1. Osteoartritis primer

Osteoartritis primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya,

dapat mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini

terutama ditemukan pada wanita kulit putih, usia pertengahan dan

umumnya bersifat poli-artikuler dengan nyeri yang akut disertai

rasa panas pada bagian distal interfalangeal yang selanjutnya

terjadi pembengkakan tulang yang disebut nodus Hebreden.

2. Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang

menyebabkan kerusakan pada sinovial sehingga menimbulkan

osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan

osteoartritis sekunder adalah:

 Trauma / instabilitas

Osteoartritis sekunder terjadi akibat fraktur pada daerah sendi

setelah menisektomi, tungkai bawah yang tiv dak sama

panjang, adanya hipermobilitas dan instabilitas sendi,

ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.

 Faktor genetik / perkembangan

16
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh

seperti displasia epifisial, displasia asetabuler, penyakit Legg-

Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan dan

tergelincirnya epifisis (slipped epiphysis).

 Penyakit metabolik / endokrin

Osteoartritis sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit

metabolik/endokrin seperti penyakit okronosis, akromegali,

mukopolisakaridosis, deposisi kristal atau setelah suatu

inflamasi pada sendi, misalnya artritis reumatoid atau atropati

oleh inflamasi.

 Osteonekrosis

Osteoartritis dapat berkembang akibat osteonekrosis kaput

femoris oleh bermacam-macam sebab, misalnya penyakit

Caisson, penyakit sickle cell.

a. Klasifikasi OA berdasarkan Etiologi

17
Berdasarkan etiologi, OA dapat terjadi secara primer

(idiopatik) maupun sekunder. Klasifikasi OA berdasarkan etiologi

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

18
b. Klasifikasi Osteoartritis berdasarkan lokasi sendi yang terkena

3.5 Patogenesis2

Sendi terdiri dari rawan sendi, cairan sendi dan sinovial (selaput

sendi). Rawan sendi tersusun oleh matrix ekstraseluler jaringan kolagen

(tipe I, II, III, V dan XI), berbagai proteoglikan dan air serta komponen

seluler terutama kondrosit kolagen tersusun sebagai ikatan balok-balok

memanjang yang kuat dan elastis, sehingga dapat mempertahankan

fungsi sendi dalam menahan tekanan beban tubuh. Proteoglikan di rawan

sendi adalah protein gula (glycoprotein) yang terdiri dari ikatan N linked

dan O linked oligosakarida. Penambahan gugus sulfat menyebabkan

berbagai macam jenis proteoglikan. Proteoglikan terdiri dari 90% agregan,

dimana agregan terdiri dari 2 komponen glikosaminoglikan yaitu kondroitin

sulfat dan kertan sulfat yang terikat oleh asam hialuronan.

19
Pada usia muda pembentukan kondroitin sulfat lebih banyak

dibanding keratin sulfat. Gabungan antara kolagen, agregan (kondoritin

sulfat) dan asam hialuronan akan menyebabkan sendi menjadi elastis dan

tahan dalam menahan tekanan beban tubuh. Disamping rawan sendi, juga

terdapat cairan (pelumas) dan bursa serta ligament yang dapat

memperkuat struktur sendi.

Dengan bertambahnya usia (> 38 tahun) maka produksi kondroitin

sulfat akan berkurang, sebaliknya keratin sulfat bertambah. Akibatnya,

rawan sendi kurang kuat atau elastis dalam menghadapi berbagai tekanan

mekanik. Apabila dipresipitasi dengan adanya mikro trauma pada sendi

(bekerja dengan beban, trauma, naik turun tangga) maka struktur rawan

sendi yang elastis dan kuat tersebut berubah. Terjadi micro injury rawan

sendi yang merupakan awal timbulnya inflamasi sendi. Bila trauma

tersebut terus berlangsung, akhirnya diproduksi mediator inflamasi yaitu

prostaglandin, sitokin (IL-1beta) radikal bebas nitrite oxide (NO) dan enzim

proteolitik yang kesemuanya menyebabkan kerusakan struktur rawan

sendi. NO dan IL-1beta akan menghambat pembentukan kolagen dan

proteoglikan. Efek negatif lainnya, NO dan IL-1beta dapat mengaktivasi

enzim proteolitik (matrix metallo proteinase) sehingga terjadi gradasi

rawan sendi terutama jaringan kolagen dan menyebabkan kematian

kondrosit. Jadi pada osteoarthiritis terjadi inflamasi lokal disertai degradasi

rawan sendi dengan kerusakan kolagen dan degradasi struktur

proteoglikan. Hasil degradasi rawan sendi tersebut masuk ke sistem limfe

dan darah menuju ke hepar dan kemudian diekskresi lewat urin.

20
Sebaliknya repair rawan sendi dapat dilakukan oleh hormon

pertumbuhan yaitu insulin like growth factor dan transforming growth

factor yang diproduksi oleh kondrosit. Pada osteoartritis, degradasi lebih

besar dibandingkan pembentukan. Akhirnya timbul nyeri, pembengkakan

dan gangguan fungsi sendi. Fase lanjut akan terjadi kompensasi dengan

pertumbuhan tulang dibawah rawan sendi akibat stimulasi growth hormon.

Tulang dibawah rawan sendi menjadi hipertrofi dan keras (osteofit), tulang

yang keras ini malah akan menyebabkan elastisitas rawan sendi lebih

berkurang lagi sehingga akan menambah kerusakan rawan sendi.

3.6 Manifestasi Klinik

• Gejala10

1. Nyeri merupakan gejala yang biasa ada. Seringnya tersebar

luas atau mungkin reffered ke lokasi yang jauh, contoh nyeri

pada lutut pada OA pinggul. Nyeri munculnya tiba-tiba dan

meningkat perlahan lebih dari sebulan atau tahun. Nyeri

meningkat dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat.

Pada tahap lanjut, pasien merasa nyeri saat tidur pada malam

hari. Ada beberapa kemungkinan penyebab dari nyeri: inflamasi

sinovial, fibrosis kapsul dengan nyeri, peregangan jaringan yang

mengkerut, kelelahan otot dan penekanan tulang akibat

kongesti pembuluh darah dan hipertensi intraosseus.

21
2. Kekakuan, sering terjadi, karaketeristiknya terjadi setelah

periode inaktivitas tetapi seiring waktu menjadi konstan dan

progresif.

3. Kehilangan fungsi, kesulitan menaiki tangga, keterbatasan

jarak berjalan, ketidakmampuan progresif untuk melakukan

tugas sehari-hari

• Tanda 9,10

1. Pembengkakan, dapat timbul karena efusi pada sendi,

biasanya tidak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena

osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.

2. Deformitas, dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,

perubahan permukaan sendi.

3. Gerakan terbatas, seringkali sudah ada meskipun pada OA

yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat

dengan semakin beratnya penyakit hingga sendi hanya bisa

digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat

konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu

arah gerakan saja). Gangguan gerakan pada sendi terutama

disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau

iregularitas permukaan sendi.

4. Krepitus, awalnya hanya berupa perasaan akan adanya

sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien. dengan bertambah

beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak

22
tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua

permukaan tulang pada saat sendi digerakkan atau secara pasif

dimanipulasi.

3.7 Diagnosa11

The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis

OA panggul idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Diagnosa OA Panggul

23
3.8. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan

dengan gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi,

terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.3

Gambar 3.2 Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul.

Keterangan:

a. Panah atas (kanan): pandangan anteroposterior menunjukkan

menyempitnya celah sendi

b. Panah kanan: pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang

ditandai terbentuknya osteofit

c. Panah kiri: ditemukan kista subchondral

24
Berdasarkan gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence

membagi OA menjadi empat derajat.

1. Grade 0 : normal

2. Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3. Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral,

celah sendi normal, terdapat kista subkondral

4. Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis

tulang, terdapat penyempitan celah sendi

5. Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat

kista subkondral dan sklerosis

25
Tabel 3.2 Grading menurut kriteria Kellgren-Lawrence

3.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah 5

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan

kualitas hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

 Konservatif (nonp operative) / EARLY TREATMENT

A. Nonfarmakologis

a. Edukasi, memberitahu pasien tentang penyakitnya dan untuk

menjaga agar penyakitnya tidak semakin parah.

b. Modifikasi pola hidup, seperti menurunkan berat badan.

c. Modifikasi aktivitas

d. Rehabilitasi medik / fisioterapi

Program rehabilitasi medik yang sering dilakukan pada OA dapat

berupa:4

a. Terapi panas

Terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke

jaringan yang lebih dalam yang sampai ke otot, tulang, dan sendi. Pada

26
kasus OA digunakan SWD (short wave diathermi) dan USD (ultra sound

diathermi). TerapI panas dalam menimbulkan efek vasodilatasi yang dapat

mengurangi atau menghilangkan nyeri.

b. Terapi listrik

Yang digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation). TENS merupakan modalitas yang digunakan untuk

mengurangi atau menghilangkan nyeri melalui peningkatan ambang

rangsang nyeri.

c. Latihan penguatan otot

Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan

pergerakan sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan statik dan

dinamik dan meningkatkan fungsi yang menyeluruh. Latihan terdiri dari

latihan pasif, aktif, ketahanan, peregangan dan rekreasi.

d. Ortotik Prostetik

Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi

kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota tubuh yang

sakit. Pada penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee

brace atau knee support.

. Farmakologis

1. Analgesik, asetaminofen merupakan obat pilihan untuk artritis

ringan sampai sedang.

2. Non-steroids anti-inflamatory drugs (NSAIDs). NSAIDs adalah

penghambat prostaglandin kuat yang mengurangi kongesti

pembuluh darah pada tulang subchondral. Kerugiannya, dapat

27
menyebabkan iritasi gastrointestinal dan pada beberapa pasien

menyebabkan ulkus dan perdarahan.

3. Topikal, NSAID dan capsaicin.

4. Injeksi intraartikular

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan

utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan

selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek

merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2

indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan

steroid dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi

perjalanan penyakit. 11

 Injeksi lokal kortikosteroid intraartikular dapat juga diberikan pada

penderita OA yang tidak memungkinkan untuk diberikan NSAID (gagal

ginjal, perdarahan saluran cerna) atau dapat diberikan bersama NSAID

dengan tujuan mengurangi jumlah NSAID yang diberikan. Injeksi lokal

intraartikular tidak direkomendasikan pada kasus dengan persangkaan

kuat artritis infektif (pus, keruh atau leukosit > 30.000/mm3). Frekuensi

injeksi steroid intraartikular dianjurkan tidak terlalu sering yaitu

maksimal diberikan 2 atau 3 kali dalam setahun. Pembatasan ini

disebabkan karena pemberian injeksi steroid yang terlalu sering

berpotensi untuk menambah kerusakan rawan sendi atau

menyebabkan artritis pseudo Charcotarthropathy.

 Asam hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena

salah satu manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas cairan

28
sinovial. Asam hialuronat ternyata memegang penting dalam

pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan

proteoglikan.

 Operatif

1. INTERMEDIATE

Jika gejala meningkat meskipun dengan terapi konservatif maka

beberapa pengobatan operatif diperlukan. Ini merupakan prosedur yang

dilakukan terutama pada pasien muda yang belum siap untuk dilakukan

terapi penggantian sendi. Untuk OA lutut, debridemen sendi (membuang

osteofit, kartilago) dapat dilakukan secara artroskopi.

2. LATE

Destruksi sendi progresif dengan peningkatan nyeri, instabilitas dan

deformitas (salah satu dari sendi penyangga berat), biasanya

membutuhkan operasi rekonstruksi.

• Arthroplasti (Joint replacement)Operasi penggantian sendi atau

arthroplasty adalah prosedur bedah ortopedi dimana artritis atau

disfungsi sendi permukaan diganti dengan prostesis ortopedi.

29
Gambar 3.4 Hip Joint Replacement

Merupakan salah satu bentuk prosedur yang akhir-akhir ini di pilih

untuk OA pada pasien dengan gejala yang tidak dapat ditolerir, tanda

kehilangan fungsi, dan pembatasan berat dari aktivitas sehari-hari. Untuk

OA pinggul dan lutut pada usia pertengahan dan pasien yang lebih tua,

total joint replacement dengan teknik modern menjanjikan selama 15

tahun atau lebih. Joint replacement tergantung pada keterampilan teknik,

desain implan, alat yang tepat dan perawatan pasca operasi. 10

30
Sendi buatan dapat membantu:

o Mengurangi nyeri sendi.

o Mengembalikan atau mempertahankan gerak sendi.

o Meningkatkan tampilan dan keselarasan dari sendi.

o Meningkatkan secara keseluruhan.

 Arthrodesis

Arthrodesis, juga dikenal sebagai ankilosis buatan atau sindesis yaitu

induksi buatan penulangan bersama antara dua tulang melalui

pembedahan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit dalam

sendi yang tidak dapat dikelola oleh obat nyeri, splints atau perawatan

biasanya. Penyebab khas nyeri tersebut patah tulang yang mengganggu

sendi dan artritis. Hal ini paling sering dilakukan pada sendi di tulang

belakang, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Secara historis, lutut dan

pinggul arthrodesis juga dilakukan sebagai prosedur menghilangkan rasa

sakit, namun dengan sukses besar yang dicapai pada pinggul dan lutut

artroplasti, arthrodesis dari sendi-sendi besar gagal sebagai prosedur

utama dan sekarang hanya digunakan sebagai prosedur terakhir di

beberapa arthroplasti yang gagal. 10

3.9 Prognosis

Prognosis pada pasien dengan OA bergantung pada kerusakan

sendi yang terlibat dan keparahan penyakit. Terapi farmakologis hanya

ditujukan untuk meringankan gejala. Pasien yang telah menjalani

31
penggantian sendi (joint replacement) memiliki prognosis yang baik.

Prosthesa sendi perlu direvisi setelah 10-15 tahun sejak penggantian

sendi. Pasien muda dan pasien yang lebih aktif perlu lebih sering direvisi

sedangkan mayoritas pasien tua tidak terlalu memerlukan revisi. 4

3.10 Komplikasi

Penyakit ini apabila tidak mendapat penanganan yang baik dan

tepat, maka memerlukan berbagai masalah baru yang teriadi akibat

proses penyakit itu sendiri. Seperti adanya spur (osteofit) sehingga terjadi

proses penghancuran tulang rawan sendi. Tulang subkondral lama

kelamaan dapat menusuk pada metafisis dari tulang tibia dan tulang femur

sebagai akibatnya terjadi komplikasi seperti nyeri, kaki terbentuk varus

dan valgus, atrofi kelemahan otot meniscus quadriceps femoris,

menurunya ketahanan struktur dan komplikasi deformitas varus dan

valgus. Terganggunya aktifitas sehari-hari seperti aktifitas beribadah,

jongkok, duduk, bendiri dan jalan.

32
BAB IV
KESIMPULAN

Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi kronik yang disebabkan


oleh ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan sendi
serta matriks ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral pada usia tua.
Hal ini dapat dianggap sebagai gangguan degeneratif yang timbul dari
kerusakan biokimia artikular (hialin) tulang rawan di sendi sinovial.
Prevalensi penyakit ini meningkat tajam seiring meningkatnya usia. OA
sendi panggul lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan laki-laki,
karena ukuran panggul wanita yang lebih luas.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua yakni osteoartritis primer
dan osteoartritis sekunder. Osteoarthritis primer tidak diketahui dengan
jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau beberapa sendi.
Osteoartritis sekunder dapat disebabkan oleh keadaan yang
menyebabkan kerusakan pada sinovia seperti trauma, faktor genetik,
penyakit metabolik dan osteonekrosis.
Diagnosa osteoartritis dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan
radiologis, metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto
polos.
Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif maupun
operatif. Penatalaksanaan konservatif dapat dilakukan dengan mengatasi
nyeri seperti pemberian analgesik, NSAID dan medikamentosa topical
disertai fisioterapi, modifikasi gaya hidup dan aktivitas. Tujuan pengobatan
pada pasien OA adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah terjadinya
kontraktur atau atrofi otot.
Edukasi yang penting adalah meyakinkan pasien untuk dapat mandiri,
tidak selalu tergantung pada orang lain walaupun OA tidak dapat
disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan dan

33
pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk menjamin keberhasilan
terapi osteoartritis.

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Wim. Osteoartritis dalam (buku) Sjamsuhidayat [et al.] editor.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2010. Hal.
1006-1008

2. Hadi, Suyanto. Perubahan Rawan Sendi Pada Usia Lanjut dan


Osteoartritis dalam (buku) Setyoadi, Bambang [et al.] editor. Kumpulan
Makalah Temu Ilmiah Rematologi. Jakarta : EGC. 2009. Hal. 28-31

3. http://rsop.co.id/ 
http://www.fisioterapiku.com/2013/03/fraktur-collum-femur-dengan-
austin.html 
https://www.wikipedia.org/ 

4. Jacobson, JA., et al. Radiographic Evaluation of Arthritis:


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 2008. Hal 737-
747.

5. Lozada, Carlos J. Osteoarthritis. Medscape. Miami: Department of


Medicine, Division of Rheumatology and Immunology, University of
Miami. 2012

6. LS, Daniel., Deborah, Hellinger. Radiographic Assessment of


Osteoarthritis. American Family Physician. 2001. 279–286

7. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1: Edisi 3. Jakarta


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 1991

34
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Jakarta:
Yasif Watampone, 2007.

9. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi


6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.

10. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis


dalam (buku) Sudoyo, Aru W [et al.] editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3: Edisi 5.
Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal. 2538-2548

11. Solomon, Louis MD. Apley’s System of Orthopedics and Fractures.


Ninth edition. UK: Hodder Arnold. 2010.

12. Yuliasih., Soeroso, J. Osteoartritis dalam (buku) Tjokroprawiro,


Askandar [et al.] editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : AUP. 2015.

35

Anda mungkin juga menyukai