Anda di halaman 1dari 11

JEJAK LANGKAH PTL-BPPT

(Pemukiman Kembali Suku Amungme di Kampung Harapan,


Timika, Kecamatan Mimika Timur, Kabupaten
Fakfak,Propinsi Irian Jaya)
Oleh
WAGE KOMARAWIDJAJA

Abstraks
Sebagai langkah awal melaksanakan program kegiatan pemukiman kembali suku Amungme di
Timika, adalah melakukan inventarisasi permasalahan dasar dan sekaligus memberikan alternatif jalan
keluar yang dituangkan dalam progam kerja lapangan. Hasil perangkuman permasalahan lapang,
dapat disimpulkan bahwa : (1) Suku Amungme terbiasa hidup berpindah tempat di daerah
pegunungan yang berhawa sejuk sampai dingin, (2) Lokasi pemukiman kembali di Timika yang
berhawa panas, sebagianmerupakan daerah genangan berawa merupakan habitat nyamuk malaria,
yang membuat lebih dari 90% suku Amungme terjangkit malaria. Beberapa kegiatan yang
dilaksanakan adalah mencakup memberi keterampilan bercocok tanam, beternak, keterampilan jahit
dan tukang bangunan, serta memelihara kesehatan, gizi balita dan sanitasi lingkungan. Hasil
pelaksanaan program pemukiman kembali suku Amungme, terutama dalam konteks capacity building
tidak sertamerta merubah perilaku, karena ini termasuk kultur dan dibutuhkan waktu berapa kali
musim. Seperti kegiatan keterampilan pertanian di test fam hanya berkembang bagi para pendatang,
namun demikian mereka suku Amungme beberapa sudah muai mengenal pasar dengan menjual hasil
kebun yang mereka tanam.
Kata kunci : Pemukiman kembali, suku Amungme, pertanian, gizi, kesehatan masyarakat, sanitasi
lingkungan

PENDAHULUAN

Gambar-1. Lokasi Pemukiman Kembali Suku Amungme di Kampung Harapan,


Timika, Kabupaten Mimika,Propinsi Papua (dh. Kecamatan Mimika Timur,
Kabupaten Fakfak, Propinsi Irian Jaya)

Partisipasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)ini merupakan salah satu cikal bakal
kegiatan pengelolaan lingkungan Direktorat Pengembangan Teknologi BPPT pada kurun waktu tahun
1980-1988, bermula karena adanya permintaan dari Pemerintah Daerah Propinsi Irian Jaya dan PT.
Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat untuk membantu menyelesaikan permasalahan terkait(a)
suku Amungme yang hidup disekitar kegiatan penambangan PT. Freeport Indonesia yang dinilai
mengganggu mengganggu aktifitas penambangan dan (b) terkait permukiman kembali suku
Amungme yang hak ulayatnya sebagian digunakan oleh kegiatan penambangan tembaga PT Freeport
Indonesia.
Suku Amungme merupakan salah satu penduduk asli Irian Jaya yang mendiami lembah-lembah di
Selatan Gunung Jaya Wijaya sampai menjelang pantai Selatan Irian Jaya yang daerahnya masih
memiliki ciri lahan berbatu sebagai hak ulayatnya, sedangkan lahan yang tidak berbatu, lahan rawa
sampai ke pantai selatan merupakan daerah hak ulayat suku pantai yang salah satunya disebut orang
Koperapoka. Suku Amungme yang tinggal di sekitar areal tambang dan kota tambang
“Tembagapura” itulah yang direlokasi dan dimukimkan kembali di Kampung Harapan, Timika. Dulu,
Kampung Harapan itu, terletak di desa Timika, Kecamatan Mimika Timur, Kabupaten Fakfak,
propinsi Irian Jaya, yang selanjutnya terjadi pemekaran propinsi Irian Jaya menjadi Propinsi Papua
dan Propinsi Papua Barat, sehingga Kampung Harapan, Kecamatan Mimika Timur, semula masuk
kedalam wilayah administrasi Kabupaten Fakfak, selanjutnya menjadi bagian dari Kabupaten
Mimika, Propinsi Papua. Upaya reloaksi ini merupakan salah satu langkah yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Irian Jayauntuk mengatasi permasalahan yang lahannya menjadi areal konsesi PT
Freeport Indonesia ke Kampung Harapan di Timika. Akan tetapi sukses story relokasi tersebut masih
jauh dari harapan.

KEGIATAN UTAMA MEMBANGUN KEHIDUPAN SUKU AMUNGME


Beberapa hal yang menjadi kendala memukimkan kembali suku Amungme di Timika, antara lain
sebagai berikut :
1) Adanya perbedaan letak geografis antara daerah Tembagapura (di dataran tinggi) dengan
Timika (di dataran rendah) dari suasana lingkungan yang dingin di tempat asal, berpindah ke
daerah baru yang suasana lingkungannya panas.
2) Latar belakang suku Amungme yang terbiasa hidup nomaden atau berpindah tempat,
sehingga tidak terbiasa untuk bertani secara tetap.
3) Bentuk bangunan yang disediakan Pemerintah untuk merelokasi berupa rumah standard untuk
transmigran yang berbeda dengan bentuk rumah adat mereka,
4) Daerah Timika yang banyak genangan atau rawa merupakan daerah berkembang-biaknya
nyamuk Anophelespenyebarpenyakit malaria, yang membuat lebih dari 90% suku Amungme
terjangkit malaria.,
Dari permasalahan tersebut Pemerintah menugaskan BPPT untuk dapat membantu menyelesaikan
persoalan yang terjadi. Untuk itu, dibentuklah Tim yang terdiri dari berbagai bidang keahlian
seperti: arsitektur dan perencanaan wilayah, pertanian, perikanan, perternakan, sanitasi
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan melibatkan berbagai bidang keahlian tersebut,
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan secara komprehensif. Masing-masing bidang
mempunyai tugas dan perannya, misalnyabidang arsitektur perencanaan wilayah bertugas
merancang kembali pola dan bentuk permukiman yang mengacu dan memperbaiki kekurangan
dari kondisi rumah terdahulu yang merupakan rumah adat.
Pemenuhan personil kegiatan dari BPPT, pada tahap awal hanya berasal dari Direktorat
Pengembangan Teknologi, yakni Pk.Dermawan Sudewo semacam pimpro; pk Rosyied Hariyadi
sebagai Koordinator Pelaksana; pk Muchdar Efendi, bu Tusy Agustine, pk Sabaruddin Wagiman,
pk Yudhi S Garno, pk Henky Henanto,pk Wage Komarawidjaja, pk Pudji Pranoto, pk Firman
Laili Sahwan, dan pk Kusno Wibowo sebagai anggota. Jumlah anggota tim ini sesuai kebutuhan
pelaksanaan kegiatan terus bertambah baik dari Direktorat BangTek sendiri maupun dari
Direktorat lain di BPPT, dari Bangtek bu Titi Makarim, bu Dwi Abad Tiwi, bu Ira, pk Haryanto
Pusponegoro, pk Feddy Surynto, pk Acep Waluyo, pk Syahmir Nasution (Alm.) dan pk Adi
Adlan, dari Ilmu dasar dan Terapan pk Sumarsono, pk Wahono, bu Aisyah Bau Kuneng, bu
Istining dan pk Zatnika. Sebagai senior scientis dari IPB, pk Prof Satari, pk Fred Rumawas, bu
Sri Setiyati Haryadi dan pk Prof Sumardi, dari UI, dari ITB, dari Unpati pk J.L Nanere, pk
G.Louhanapesy, pk Turukay, dari Uncen pk Ayamiseba, dari Goverment Relation (Govrel)
Freeport Indonesia, Perikfi dan Woman Club. Dengan berjalannya waktu, selain bertambah
personil, terjadi pula pengurangan personil karena ditugaskan ke bagian lain seperti bu Tussy
Agustine, pk Rosied Hariyadi dan pk Henky Henanto.
Untuk menetapkan program kerja kegiatan pemukiman kembali, terlebih dahulu mengadakan
Workshop atau Rapat Kerja penyelarasan program pelaksanaan pemukiman kembali suku
Amungme di Timika yang dihadiri oleh pihak Freeport Indonesia, Pemda Propinsi Irian
Jaya,Pemda Kabupaten Fakfak, BPPT, dan nara sumber dari perguruan tinggi Uncen, IPB, ITB
dan Unpati pada akhir tahun 1980, persisnya 5-11 Desember 1980 di Tembagapura, Irian Jaya.
Hasil Rapat Kerja tersebut disempurnakan pada Workshop yang diselenggarakan di BPPT
Jakarta pada tahun 1981, sebagai bahan dalam penyusunan program dan anggaran yang akan
diusulkan ke Bappenas.

Gambar-2. Portakamp BPPT di dekat Bandara Timika, tempat tinggal, kantor dan pusat
koordinasi kegiatan lapangan Tim BPPT
Dari hasil rapat kerja tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal yang harus menjadi kegiatan
utama dalam rangka merelokasi atau memukimkan kembali suku Amungme ke Kampung
Harapan, yang merupakan kawasan yang sudah disiapkan oleh pemerintah, sebagai berikut :
1. Kegiatan pertanian, dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan bercocok tanam
tanaman pangan, memelihara ternak dan memanfaatkan lingkungan berupa genangan air
sebagai sumber perikanan, diharapkan masyarakat dipemukiman Kampung Harapan mampu
mandiri menyediakan sumber pangan, bahkan mampu memasok bagi kebutuhan masyarakat
sekitarnya.
2. Hunian, mendisain ulang rumah bagi suku Amungme, dalam rangka penyesuaian dengan
adat istiadat semula
3. Kesehatan Masyarakat, memberikan bimbingan Ibu dan Anak terkait kesehatan dan
kecukupan gizi balita.
4. Sanitasi Lingkungan, melakukan bimbingan dan kegiatan penataan lingkungan untuk
mencapai pemahaman persepsi sanitasi lingkungan yang baik.
5. Evaluasi, unhtuk memberikan gambaran sejauhmana kegiatan yang dilakukan telah
menunjukkan trend lebih baik, lebih maju dari suku Amungme.
Gambar-3. Kunjungan Bpk Prof. B. J. Habibie ke Lokasi Kegiatan Pemukiman Kembali
suku Amungme di Timika, Latar Belakang Portacamp BPPT

KEGIATAN PARTISIPATIF
1. Kegiatan Tim Arsitektur dan Perencanaan Permukiman
Kegiatan ini terkait dengan disain pemukiman, awalnya dimotori oleh bu Tussy Agustine A.Namun
kemudian bu Tusy mendapat penugasan baru, sehingga kemudian masuk staf baru yakni bu Dwi Abad
Tiwi untuk melanjutkan kegiatan tim ini sesuai program kerja. Seperti diulas oleh bu Tussy, bahwa
sejak menjadi pegawai BPPT pada tahun 1979, maka di tahun 1980 ybs ditempatkan dalam kegiatan
Permukiman Kembali suku Amungme di Timika yang bertugas untuk merancang kembali rumah dan
lingkungan permukiman suku terasing Amungme, yang didahului dengan melakukan semacam survei
baik literatur maupun di lapangan tentang bentuk rumah dan lingkungan hunian. Suku Amungme
adalah suku yang dulunya hidup persis diatas lahan yang kemudian dipakai oleh PT. Freeport,
sehingga mereka harus keluar dari tanahnya yang notabene adalah lahan adat mereka. Mereka
dipindahkan ke permukiman baru yang disediakan Pemerintah Daerah/Pemda yang terletak di Timika
yang berada di dataran rendah dengan suhu panas, padahal di lokasi sebelumnya merupakan daerah
bersuhu dingin. Ditengarai tidak ada semacam survei sosial budaya yang dilakukan Pemda
sebelumnya untuk mengetahui kebiasaan masyarakat lokal. Bentuk rumah dan pola permukiman yang
dibangun adalah mengikuti standard permukiman transmigrasi. Untuk itulah keahlian bidang
arsitektur perencanaan wilayah diminta untuk melihat sebetulnya apa yang dibutuhkan.
Selanjutnya dilakukan penelitian terbatas terhadap pola, bentuk dan fungsi permukiman suku
Amungme yang berupa rumah yang disebut ‘honai’ yang diletakkan dalam suatu lingkungan
permukiman dengan penataan yang khas. Rumah honai berbentuk bulat tanpa ada ‘bukaan’ yang
berfungsi sebagai jendela, dan di dalamnya ada perapian yang berfungsi untuk menghangatkan
penghuninya. Akibatnya asap dari pembakaran terjebak didalam honai sehingga banyak warga yang
terserang penyakit pernapasan. Hasil kajian kemudian diterjemahkan menjadi bentuk rumah dan
sistem permukiman yang baru yang sehat. Sayangnya, menurut Ketua Bappeda Provinsi saat itu -
Bapak Sareko, bentuk rumah dan lingkungan permukiman yang baru itu tidak memungkinkan untuk
dibangun karena terlalu berbeda dengan standard yang ada yaitu seperti perumahan transmigran.
Dalam permukiman ini selain masyarakat suku Amungme menerima rumah sebagai tempat tinggal
yang baru, juga disediakan lahan seluas 2 hektar untuk dijadikan kebun kebutuhan pangan mereka.
Lahan tersebut letaknya tidak jauh dari lokasi permukiman berkisar 0,5 - 2 km.
2. Kegiatan Tim Sanitasi Lingkungan
Kegiatan ini terkait bagaimana merencanakan dan mengelola sanitass lingkungan di kawasan
pemukiman kembali suku Amungme dan sekitarnya. Kegiatan ini dipimopin oleh pk Pudji Pranoto
yang berlatar belakang teknik lingkungan ITB. Sebagaimana yang diungkapkan oleh pk Pudji
Pranoto, bahwa kegiatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1980 yang ditugaskan untuk
pembuatan sanitasi sehingga yang ada di pikiran saya hanya bagaimana cara menyediakan air.
Sehingga saya merencanaan untuk membuat satu sumur di setiap rumah. Dengan menyiapkan
pasokan air menggunakan pompa, saya berfikir tidak membutuhkan galian yang terlalu dalam.
Permasalahan yang terjadi adalah baru saja rencana tetapi sudah dipatahkan oleh Pak Narere dengan
berkata “loh kenapa Cuma begini saja?” karena beliau beranggapan bahwa inikan akan dijadikan kota,
padahal ini adalah desa di bawah desa lebih tepatnya. Karena beliau ingin dibuat dengan pipa saya
berujar itu perkotaan, kalau perkotaan saya sanggup membuatnya tapi kasus disinikan berbeda yang
ada malah membuang-buang pada akhirnya.
Suatu ketika pernah juga saat saya igin mengetahui seberapa dalam yang dibutuhkan untuk dapat
mengeluarkan air, maka saya membuat satu di Gedung serbaguna. Ternyata setelah dicoba sampai
kedalaman 4-5meter belum juga airnya mengalir. Sampai dicoba juga oleh orang-orang Freeport,
memang airnya tidak kunjung mengalir. Sampai pada akhirnya Nicholas Decniy selaku wakit kepala
desa meminta izin untuk distop dulu dan dia berdoa sambil mengetuk-ngetukkan tongkat dan berputar
berkeliling disekitaran pompa. Setelah beliau selesai melakukan ritual, beliau meminta saya untuk
mencoba memompa kembali dan setelah saya coba airnya mengalir. Sampai saya berfikir wah takut
ini jinnya.

3. Kegiatan Tim Kesehatan dan Gizi Masyarakat


Meskipun program disusun oleh BPPT tapi pada awal kegiatan ini diisi oleh perkumpulan Ibu-ibu
karyawan Freeport Indonesia dikenal Perikfi dan Ibu-ibu karyawan Freeport dari kebangsaan Amerika
Serikat dikenal Wman Club. Kegiatan ini dikoordinir oleh Manager Development Area pk Noris
Pangemanan. Intinya kegiatan ini untuk menerapkan segi segi PKK, seperti masak memasak yang
higienis untuk Ibu-Ibu suku Amungme di areal pemukiman kembali dan Kesehatan Balita anak-anak
suku Amungme. Setelah Tim BPPT lengkap dengan Tim KesMas yang terdiri dari pk Sumarsono, pk
Wahono, bu Aisyah Bau Kuneng, bu Istini dan pk Zatnika, Tim ini bergabung dengan tim dari Perikfi
dan Woman Club yang secara bersama sama menyelenggarakan kegiatan terutama terhadap balita dan
ibu-ibu suku Amungme di pemukiman kembali dan sekitarnya. Selain kegiatan yang rutin dari Perikfi
dan Woman Club ditambah lagi dengan pemberian suplemen bagi ibu dan anak suku Amungme,
bahkan terkhir terselenggara kursus jahit menjahit untuk masyarakat setempat, sehingga diharapkan
ketermapilan tersebut dapat membantu masyarakat suku amungme dalam memenuhi kebutuhan
sandangnya. Sebagaimana disebutkan oleh pk Muchdar dan pak Acep bahwa pada gilirannya telah
terselenggara latihan keterampilan sekolah menjahit, pertukangan lengkap itu sampai kita
memberikan alatnya. Sampai setiap minggunya kami selalu mengecek perkembangannya sudah
sampai mana dan mereka mempunyai progress yang baik.
Gambar-4. Salah satu Gambaran, resipien asal suku Amungme,
mendapat bantuan kegiatan kesehatan dan gizi.

Gambar-5.Salah satu anggota woman club berpartisipasi


Membantu kegiatan kesehatan dan gizi.

4. Kegiatan Tim Pertanian


Kegiatan pertanian ini dimotori oleh beberapa tenaga ahli seperti bidang pertanian pangan pk
Muchdar E.dan pk Sabaruddin W, bidang peternakan pk Wage Komarawidjaja dan pk Firman Laili
Sahwan, serta bidang perikanan pk Yudhi S Grano.
Kegiatan pertanian ini dilaksanakan dengan memperaiapkan areal testfarm dan demplot sebagai
sarana alih informasi dan alih teknologi bidang pertanian secara umum kepada masyarakat yang
dimukimkan di kampung Harapan dan masyarakat sekitarnya dengan cara learning by doing,
masyarakat tersebut kerja praktek di areal test farm dan demplot.
Gambar-6. Suasana Pagi melakukan absensi masyarakat yang mengikuti kegiatan
Learning by Doing di Lookasi Tesfarm di Kampung Harapan

Gambar-7.. Traktor, untuk mekanisasi pertanian ? di Lokasi Tesfarm di Kampung Harapan

Di areal Tesfarm dan Demplot ini dipelihara bibit tanaman pangan yang akan diintroduksikan di areal
test farm dan kebun penduduk, tersedia kandang ternak untuk memperkenlkan jenis ternak dan cara
pemeliharaannya, tersedia kolam ikan yang tujuannya untuk menggabungkan air dari jebakan jebakan
genangan kedalam kolam tersebut dan ditanami ikan yang mampu memanfaatkan jentik nyamuk
sebagai salah satu sumber pakannya, sehingga ditanam jenis ikan nila.

Gambar-8. Lokasi Tesfarm di Kampung Harapan, dengan latar belakang


Lokasi Pemukiman Kembali suku Amungme
Pada kenyataannya tugas yang diberikan pada kegiatan Timika diberikan secara utuh atau
dengan kata lain apaadanya. Oleh karena itu kami berusaha untuk mencari kultur mereka seperti apa.
Dimana Timika merupakan turunan dari tujuh lembah, sehingga setelah kedatangan kami mereka
berminat untuk mencari perkerjaan, jadi hal yang menarik dari kasus Timika adalah sebenarnya bukan
kita yang memberikan transmigrasi tetapi mereka melakukan imigrasi/ datang dengan sendirinya.
Bukan hanya dari daerah orang-orang Amungme yang turun untuk mencari kerja tetapi orang-orang
sekitar seperti Komoro, bahkan dari Ambon yaitu Kai. Dengan banyaknya orang-orang berdatangan
sehingga Timika dapat menjadi kota, mungkin karena itulah yang menjadi daya tariknya.
Seperti disampaikan oleh pk Sabaruddin, awalnya Timika di rancang oleh Pak Darmawan Sudewo
untuk menjadi pusat produksi pertanian, karena inilah yang membuat diadakannya studi untuk
pemasaran. Untuk studi pemasaran yang kami lakukan tidak hanya ke Freeprot melainkan sampai ke
Wamena, pada saat itu Wamena merupakan kota besar. Ini bertujuan untuk melihat dapak yang terjadi
apabila sudah ada kota lain yang menjadi tempat produksi sayuran dan kita ingin juga memproduksi
sayuran. Dengan tujuan tersebut didatangkanlah pakar ekonomi untuk menghubungkan apa yang akan
terjadi. Kami juga sempat membuat sekolah, ada sekolah menjahit, sekolah tukang dimana ini
dilakukan oleh Tim Pak Wahono. Selain itu kami juga membuat pusat kesehatan dan memperbaiki
gizi masyarakat, karena itu kami mempunyai hall untuk menampung kegiatan tersebut.
Pada kenyataannya saat di Timika terdapat perbedaan antara yang orang-orang diatas dan
dilapangan sehingga terjadi miskomunikasi. Dimana saya berfikir keinginan Pak Darmawan itu sudah
seperti yang diinginkan oleh Pak Narere akan tetapi tidak sampai ke kami selaku orang dilapangan.
Saat didatangkan tractor dan itu bukan atas permintaan dari kita mengakibatkan kita selaku orang
dilapangan bingung untuk tujuan apa tractor sampai didatangkan kesini.

5. Kegiatan Tim Perikanan.


Kegiatan Perikanan yang dimotori oleh pk Yudhi Soetrisno Garno, disesuaikan dengan Rapat Kerja di
Tembagapura yaitu untuk memperkenalkan kepada mereka masyarakat suku Amungme yang
dimukimkan kembali di Timika cara-cara membudidaya ikan, karena meraka adalah orang-orang
yang tinggal di dataran tinggi, mereka tidak mengerti tentang perikanan, pertanian, ini yang membuat
mereka tidak makan ikan, melainkan memakan babi. Mereka adalah orang-orang yang belum
mengenal apa itu teknologi, yang mereka tauhanya memburu, dan mengumpul, mereka tidak pernah
menanam, memelihara jadi semuanya adalah kehendak tuhan yetut (yesus).
Tugas yang diberikan kepada saya adalah menyeberluaskan ikan-ikan yang dapat dibiarkan tetap
hidup. Terpilihlah ikan Mujaer sebagai bibit ikan yang akan disebarkan digenangan-genangan air.
Genangan-genangan air yang diisi ikan bertujuan sebgai persediaan protein dan juga untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Terdapat beberapa kejadian lucu pada saat melakukan kegiatan
tersebut, waktu itu saya bersama rekan saya berinisiatif membikin kolam yang berisikan ikan berada
di tengah-tengah rumah, kemudian kolam tersebut akan digunakan untuk menyedot air, sehingga
apabila hujan datang ari dapat tertampung di kolam tersebut. Dengan bentuk kolam seperti margin
membuat ikan dapat masuk, Alhamdulillah ikan dapat tumbuh dengan baik dan banyak. Sewaktu
ketika bapak mentri datang untuk meninjau kegitan yang dilakukan, saat itu beliau melihat kolam
yang terletak di tengah rumah, dengan mengomel beliau berkata “ini nih yang bisa bikin nyamuk.”
ujarnya. Padahal kolam tersebutu dimaksudkan untuk membunuh jentik nyamuk dan dengan
keberadaan kolan dapat menyedot air disekitarnya sehingga rumah-rumah disekitarnya aman dari
timbulnya jentik-jentik nyamuk. Kemudian terdapat selokan disekitar area rumah, dimana selokannya
kami dalamkan dan ada yang sekalian dibuat sedalam sumur untuk tempat beranaknya ikan. Saat
waktu penghujan tiba, ikan yang dibarkan pada sumur dapat naik sehingga ikan dapat berenang
kemanapun sesuka hatinya. Karena tujuan dari penyebaran ikan ada 2 yaitu untuk dimakan dan untuk
menghilangkan jentik nyamuk, maka kalau ikan belum banyak jangan dulu ditangkap. Ditulislah
tujuan tersebut menggunakan bahasa setempat. Dimana bahasa setempat tersebut bila diterjemahkan
menjadi “ikan datang nyamuk terbang”. Perkembangbiakan ikan sangatlah baik akan tetapi presepsi
rakyat setempat berbeda, mereka itu mengira “dilarang makan ikan karena ikan untuk membasmi
nyamuk.” Dan ikan itu dianggapnya seperti tuah jadi dilarang untuk memakan ikan. Padahal maksud
dari tulisan tersebut adalah ikan boleh ditangkap apabila ikan sudah besar-besar.

6. Kegiatan Tim Peternakan.


Kegiatan Peternakan disusun oleh pk Wage Komarawidjaja dan pk Firman Laili Sahwan. Pada
awalnya masing-masing berperan menyiapkan ternak dan kesehatan ternak pk Komara dan menkaji
potensi pakan ternak pk Firman. Karena saya dibagian ternak saya mencari hewan apa saja yang
dapat disiapkan. Akan tetapi untuk mengadakan hewan ternak saya perlu terbang sampai ke Marauke.
Sesampainya disana hewan yang akan diternakkan berupa kambing. Setelah dealsaya berkoordinasi
dengan orang lapangan (Pa Yopi), namun terkendala beberapa hal untuk mendatangkan kambing
karena transportasi dan jadwal kapal. Kemudian dilaporkan ke Pimpro di Jakarta, pada akhirnya tahun
1986 berhasil dikirim dari Jayapura beberapa ekor ternak seperti dilaporkan oleh pk Acep Waluyo.
Sementara fasilitas kandang, sudah dipersiapkan tinggal diisi oleh ternak yang perlu didatangkan dari
luar daerah Timika.
Hewan ternak berhasil didatangkan pada zaman Pak Henanto Pimpro tahun 1986 setelah masa waktu
perencanaan telah habis, dimana perencanaan mendatangkan hewan ternak dilakukan pada tahun
1982-1985. Permasalahan ini salah satunya diakibatkan oleh koordinasi yang kurang. Adapula
program yang dipersiapkan adalah dengan memelihara lebah. Akan tetapi saat saya mendatangi
lokasinya hanya ada kotak-kotaknya dan lebah-lebahnya tidak ada, memang untuk perternakan dirasa
cukup susah. Sempat datang keinginan PT. Freeport untuk berternak Sapi perah karena daerah mereka
yang dingin sehingga bagus untuk perkembangan Sapi, akan tetapi sumber makanan (rumput) yang
dibutuhkan tergolong susah untuk dicari.

7. Kegiatan Tim Pelaksana Lapang.


Saya ditugaskan pertama kali bulan September tahun 1985. Saya ditugaskan bersama 5 orang (saya,
Pak Suktno, Alm. Pak Hamzah Asmara, Toguh Datoek Simanungkalit, Alm. Pak Sujito, dan satu
orang Batak). Kegiatan yang dilakukan pertama kali yaitu menyebarkan ikan di rawa-rawa, dimana
ikan jenis Nila merah dibawa dari Jakarta sebagai salah satu program perikanan sebagaimana telah
ddiuatarakan diatas pada rencana kegiatan perikanan. Penyebaran ikan pertama kali dilakukan di tiga
lokasi, 1) Daerah Kumki Lama, terdapat perkampungan yang cukup besar., 2) Daerah Kuamki Baru
(Kampung Harapan), yang terdiri dari 2 pemukiman, pertama pemukiman suku gunung, yakni suku
Amungme dan kedua pemukiman suku pantai Koprapoka, dan, Untuk suku gunung memang mereka
tinggal di sekitar Kawasan PT. Freeport sehingga mengganggu, tetapi untuk Koperapoka mereka
adalah orang pantai untuk mencari makan (sagu dan ikan), bisa setiap seminggu sekali turun kepantai
membawa semua yang dimiliki dan hanya meninggalkan lahan kosong. Perbedaan mencolok dapat
dilihat dari ukuran tubuh mereka dan aroma yang dikeluarkan dari tubuh. Kalau suku Koperapoka
poka memiliki ciri khas aroma bau tubuh yang tajam, sedangkan untuk suku gunung aroma tubuh
mereka apek seperti tikus tanah.
Kegiatan yang kami lakukan dibagi menjadi beberapa katagori untuk katagori kesehatan dan
anak-anak kami berkerjasama dengan para istri dari karyawan PT. Freeport yang dilakukan setiap
minggunya sebanyak 2 kali yaitu pada hari Selasa dan hari Jum’at. Sedangkan kegiatan yang
dilakukan untuk laki-laki dilakukan kegiatan berupa test farm yang mengajarkan bagaimana cara
berkebun dari mulai menanam, merawat, sampai panen. Disana juga terdapat kebun Nanas yang
dimiliki oleh Pak Bono, akan tetapi sampai beberapa tahun pohon Nanas tersebut tidak kunjung
berbuah sehingga kalau ada yang datang dan menanyakan tentang kebun Nanas ini maka akan
dijawab “ini adalah contoh Nanas jantan yang tidak berbuah”. Dari segi etos kerja yang dimiliki
mereka dikatagorikan sangat rendah karena saat saya melihat mereka mau berkerja tapaisaat saya
sedang tidak ditempat mereka hanya diam seperti patung dan mereka kuat bertahan dengan posisi itu
selama berjam-jam. Dengan keadaan tersebut maka saya mengusulkan ini tidak bisa kita terapkan
kepada bapak-bapak harus remaja-remajanya karena akan susah merubahnya. Dari sanalah pelatihan
kembali dibuat dengan sasaran para remaja. Dan diadakan pelatihan mengenai pertukangan untuk
remaja laki-laki dilaksanakan dengan berkerjasama oleh PLK Manokowari, dan pelatihan menjahit
dilakukan sebagai kegiatan untuk remaja perempuannya.
Kegiatan yang dilakukan sangatlah banyak. Kalau kegiatan dari perternakan sudah dibuatkan
pagar untuk menampung hewan ternak, pada saat itu hewan yang datang ada Kambing 40 ekor, Sapi 3
ekor, dan kelinci. Akan tetapi untuk Kelinci mereka banyak yang hilang karena diambil untuk
dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan jumlah kambing yang semakin banyak saya berinisiatif untuk
membagikan hewan tersebut ke Kwamkilama dan Kwamkibaru. Pada akhirnya pembagian hewan
dilakukan dengan sistem bagi hasil dengan cara apabila sudah beranak 4 sampai 5 kali maka
indukkannya akan diambil.

8. Kegiatan Tim Evaluasi.


Saya bergabung dengan BPPT pada tahun 1986, dimana pada saat wawancara job test sudah
disampaikan bahwa dibutuhkan tenaga untuk kegiatan di Irian (Timika), saya pertama kali dilibatkan
pada tahun 1988, dengan tugas mengevaluasi dari kegiatan yang telah dilakukan. Tugas tersebut saya
kerjakan bersama Bapak Sabar dan Ibu Titiek Makarin. Adapun Bapak Acep, Bapak Karno, dan
Bapak Jaja yang mendampingi saya pergi saat proses evaluasi. Beberapa hasil evaluasi yang yang
dilakukan dari kegitan Timika adalah 1) Pemukiman, apakah saat disensus menggunakan data yang
awal masih ada yang berpindah dan seberapa jauh perpindahannya., 2) Mewawancara kepada
masyarakat, sebenarnya apa sebab mereka masih berpindah dan apa keinginannya., 3) Program
budidaya, dari permasalahan yang muncul, membuat mereka tidak bisa semata-mata langsung
didudukkan dipemukiman tanpa dibekali dengan capacity building. Sebenarnya mereka semakin lama
semakin menikmati tetapi dibutuhkan waktu. Awal mulanya mereka yang tidak terbiasa panen dengan
pola pemikiran kalau didapat sekian berarti dapat sekian, tidak berfikir akan dapat berapa yang
terpenting bagi mereka, mereka tidak akan kelaparan disepanjang musim. Dari sanalah mereka
mempelajari bagaimana panen, meyimpan, dan menanaman. Dengan diadakan test fam membuat 1/3
dari mereka menjadi betah untuk tetap tinggal dan yang lainnya memutuskan tetap pergi, akan tetapi
mereka tidak ingin apabila tempatnya di tempati oleh orang lain.
Kesimpulannya 1) Mereka ingin pergi, tetapi mereka tidak ingin apabila tempatnya
diganggu., 2) Mereka sudah tidak ganggu PT. Freeport., 3) Dalam konteks capacity building tidak
sertamerta merubah, karena ini termasuk kultur dan dibutuhkan waktu berapa kali musim. Hal ini
yang membuat kita tidak siap, karena proses perubahan mendasar dari kondisi digunung ke dataran
rendah, ini yang membuat kita tidak siapnya karena harus lama-lama mempelajari., 4) Perkembangan
dari test fam hanya berkembang bagi para pendatang., 5) Mereka sudah mengenal pasar dengan
menjual hasil kebun yang mereka tanam.
NARA SUMBER
Di resume oleh bpk Wage Komarawidjaja dari beberapa nara sumber sebagai mantan anggota Tim
proyek Timika :
1. pk Rosyied Hariyadi ,
2. pk Muchdar Efendi,
3. bu Tusy Agustine,
4. Pk Sabaruddin Wagiman,
5. pk Yudhi S Garno,
6. pk Wage Komarawidjaja,
7. pk Pudji Pranoto,
8. pk Kusno Wibowo
9. pk Acep Waluyo,
10. pk Sukatno
11. pk Lestario Widodo

Anda mungkin juga menyukai