Abstraks
Sebagai langkah awal melaksanakan program kegiatan pemukiman kembali suku Amungme di
Timika, adalah melakukan inventarisasi permasalahan dasar dan sekaligus memberikan alternatif jalan
keluar yang dituangkan dalam progam kerja lapangan. Hasil perangkuman permasalahan lapang,
dapat disimpulkan bahwa : (1) Suku Amungme terbiasa hidup berpindah tempat di daerah
pegunungan yang berhawa sejuk sampai dingin, (2) Lokasi pemukiman kembali di Timika yang
berhawa panas, sebagianmerupakan daerah genangan berawa merupakan habitat nyamuk malaria,
yang membuat lebih dari 90% suku Amungme terjangkit malaria. Beberapa kegiatan yang
dilaksanakan adalah mencakup memberi keterampilan bercocok tanam, beternak, keterampilan jahit
dan tukang bangunan, serta memelihara kesehatan, gizi balita dan sanitasi lingkungan. Hasil
pelaksanaan program pemukiman kembali suku Amungme, terutama dalam konteks capacity building
tidak sertamerta merubah perilaku, karena ini termasuk kultur dan dibutuhkan waktu berapa kali
musim. Seperti kegiatan keterampilan pertanian di test fam hanya berkembang bagi para pendatang,
namun demikian mereka suku Amungme beberapa sudah muai mengenal pasar dengan menjual hasil
kebun yang mereka tanam.
Kata kunci : Pemukiman kembali, suku Amungme, pertanian, gizi, kesehatan masyarakat, sanitasi
lingkungan
PENDAHULUAN
Partisipasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)ini merupakan salah satu cikal bakal
kegiatan pengelolaan lingkungan Direktorat Pengembangan Teknologi BPPT pada kurun waktu tahun
1980-1988, bermula karena adanya permintaan dari Pemerintah Daerah Propinsi Irian Jaya dan PT.
Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat untuk membantu menyelesaikan permasalahan terkait(a)
suku Amungme yang hidup disekitar kegiatan penambangan PT. Freeport Indonesia yang dinilai
mengganggu mengganggu aktifitas penambangan dan (b) terkait permukiman kembali suku
Amungme yang hak ulayatnya sebagian digunakan oleh kegiatan penambangan tembaga PT Freeport
Indonesia.
Suku Amungme merupakan salah satu penduduk asli Irian Jaya yang mendiami lembah-lembah di
Selatan Gunung Jaya Wijaya sampai menjelang pantai Selatan Irian Jaya yang daerahnya masih
memiliki ciri lahan berbatu sebagai hak ulayatnya, sedangkan lahan yang tidak berbatu, lahan rawa
sampai ke pantai selatan merupakan daerah hak ulayat suku pantai yang salah satunya disebut orang
Koperapoka. Suku Amungme yang tinggal di sekitar areal tambang dan kota tambang
“Tembagapura” itulah yang direlokasi dan dimukimkan kembali di Kampung Harapan, Timika. Dulu,
Kampung Harapan itu, terletak di desa Timika, Kecamatan Mimika Timur, Kabupaten Fakfak,
propinsi Irian Jaya, yang selanjutnya terjadi pemekaran propinsi Irian Jaya menjadi Propinsi Papua
dan Propinsi Papua Barat, sehingga Kampung Harapan, Kecamatan Mimika Timur, semula masuk
kedalam wilayah administrasi Kabupaten Fakfak, selanjutnya menjadi bagian dari Kabupaten
Mimika, Propinsi Papua. Upaya reloaksi ini merupakan salah satu langkah yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Irian Jayauntuk mengatasi permasalahan yang lahannya menjadi areal konsesi PT
Freeport Indonesia ke Kampung Harapan di Timika. Akan tetapi sukses story relokasi tersebut masih
jauh dari harapan.
Gambar-2. Portakamp BPPT di dekat Bandara Timika, tempat tinggal, kantor dan pusat
koordinasi kegiatan lapangan Tim BPPT
Dari hasil rapat kerja tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal yang harus menjadi kegiatan
utama dalam rangka merelokasi atau memukimkan kembali suku Amungme ke Kampung
Harapan, yang merupakan kawasan yang sudah disiapkan oleh pemerintah, sebagai berikut :
1. Kegiatan pertanian, dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan bercocok tanam
tanaman pangan, memelihara ternak dan memanfaatkan lingkungan berupa genangan air
sebagai sumber perikanan, diharapkan masyarakat dipemukiman Kampung Harapan mampu
mandiri menyediakan sumber pangan, bahkan mampu memasok bagi kebutuhan masyarakat
sekitarnya.
2. Hunian, mendisain ulang rumah bagi suku Amungme, dalam rangka penyesuaian dengan
adat istiadat semula
3. Kesehatan Masyarakat, memberikan bimbingan Ibu dan Anak terkait kesehatan dan
kecukupan gizi balita.
4. Sanitasi Lingkungan, melakukan bimbingan dan kegiatan penataan lingkungan untuk
mencapai pemahaman persepsi sanitasi lingkungan yang baik.
5. Evaluasi, unhtuk memberikan gambaran sejauhmana kegiatan yang dilakukan telah
menunjukkan trend lebih baik, lebih maju dari suku Amungme.
Gambar-3. Kunjungan Bpk Prof. B. J. Habibie ke Lokasi Kegiatan Pemukiman Kembali
suku Amungme di Timika, Latar Belakang Portacamp BPPT
KEGIATAN PARTISIPATIF
1. Kegiatan Tim Arsitektur dan Perencanaan Permukiman
Kegiatan ini terkait dengan disain pemukiman, awalnya dimotori oleh bu Tussy Agustine A.Namun
kemudian bu Tusy mendapat penugasan baru, sehingga kemudian masuk staf baru yakni bu Dwi Abad
Tiwi untuk melanjutkan kegiatan tim ini sesuai program kerja. Seperti diulas oleh bu Tussy, bahwa
sejak menjadi pegawai BPPT pada tahun 1979, maka di tahun 1980 ybs ditempatkan dalam kegiatan
Permukiman Kembali suku Amungme di Timika yang bertugas untuk merancang kembali rumah dan
lingkungan permukiman suku terasing Amungme, yang didahului dengan melakukan semacam survei
baik literatur maupun di lapangan tentang bentuk rumah dan lingkungan hunian. Suku Amungme
adalah suku yang dulunya hidup persis diatas lahan yang kemudian dipakai oleh PT. Freeport,
sehingga mereka harus keluar dari tanahnya yang notabene adalah lahan adat mereka. Mereka
dipindahkan ke permukiman baru yang disediakan Pemerintah Daerah/Pemda yang terletak di Timika
yang berada di dataran rendah dengan suhu panas, padahal di lokasi sebelumnya merupakan daerah
bersuhu dingin. Ditengarai tidak ada semacam survei sosial budaya yang dilakukan Pemda
sebelumnya untuk mengetahui kebiasaan masyarakat lokal. Bentuk rumah dan pola permukiman yang
dibangun adalah mengikuti standard permukiman transmigrasi. Untuk itulah keahlian bidang
arsitektur perencanaan wilayah diminta untuk melihat sebetulnya apa yang dibutuhkan.
Selanjutnya dilakukan penelitian terbatas terhadap pola, bentuk dan fungsi permukiman suku
Amungme yang berupa rumah yang disebut ‘honai’ yang diletakkan dalam suatu lingkungan
permukiman dengan penataan yang khas. Rumah honai berbentuk bulat tanpa ada ‘bukaan’ yang
berfungsi sebagai jendela, dan di dalamnya ada perapian yang berfungsi untuk menghangatkan
penghuninya. Akibatnya asap dari pembakaran terjebak didalam honai sehingga banyak warga yang
terserang penyakit pernapasan. Hasil kajian kemudian diterjemahkan menjadi bentuk rumah dan
sistem permukiman yang baru yang sehat. Sayangnya, menurut Ketua Bappeda Provinsi saat itu -
Bapak Sareko, bentuk rumah dan lingkungan permukiman yang baru itu tidak memungkinkan untuk
dibangun karena terlalu berbeda dengan standard yang ada yaitu seperti perumahan transmigran.
Dalam permukiman ini selain masyarakat suku Amungme menerima rumah sebagai tempat tinggal
yang baru, juga disediakan lahan seluas 2 hektar untuk dijadikan kebun kebutuhan pangan mereka.
Lahan tersebut letaknya tidak jauh dari lokasi permukiman berkisar 0,5 - 2 km.
2. Kegiatan Tim Sanitasi Lingkungan
Kegiatan ini terkait bagaimana merencanakan dan mengelola sanitass lingkungan di kawasan
pemukiman kembali suku Amungme dan sekitarnya. Kegiatan ini dipimopin oleh pk Pudji Pranoto
yang berlatar belakang teknik lingkungan ITB. Sebagaimana yang diungkapkan oleh pk Pudji
Pranoto, bahwa kegiatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1980 yang ditugaskan untuk
pembuatan sanitasi sehingga yang ada di pikiran saya hanya bagaimana cara menyediakan air.
Sehingga saya merencanaan untuk membuat satu sumur di setiap rumah. Dengan menyiapkan
pasokan air menggunakan pompa, saya berfikir tidak membutuhkan galian yang terlalu dalam.
Permasalahan yang terjadi adalah baru saja rencana tetapi sudah dipatahkan oleh Pak Narere dengan
berkata “loh kenapa Cuma begini saja?” karena beliau beranggapan bahwa inikan akan dijadikan kota,
padahal ini adalah desa di bawah desa lebih tepatnya. Karena beliau ingin dibuat dengan pipa saya
berujar itu perkotaan, kalau perkotaan saya sanggup membuatnya tapi kasus disinikan berbeda yang
ada malah membuang-buang pada akhirnya.
Suatu ketika pernah juga saat saya igin mengetahui seberapa dalam yang dibutuhkan untuk dapat
mengeluarkan air, maka saya membuat satu di Gedung serbaguna. Ternyata setelah dicoba sampai
kedalaman 4-5meter belum juga airnya mengalir. Sampai dicoba juga oleh orang-orang Freeport,
memang airnya tidak kunjung mengalir. Sampai pada akhirnya Nicholas Decniy selaku wakit kepala
desa meminta izin untuk distop dulu dan dia berdoa sambil mengetuk-ngetukkan tongkat dan berputar
berkeliling disekitaran pompa. Setelah beliau selesai melakukan ritual, beliau meminta saya untuk
mencoba memompa kembali dan setelah saya coba airnya mengalir. Sampai saya berfikir wah takut
ini jinnya.
Di areal Tesfarm dan Demplot ini dipelihara bibit tanaman pangan yang akan diintroduksikan di areal
test farm dan kebun penduduk, tersedia kandang ternak untuk memperkenlkan jenis ternak dan cara
pemeliharaannya, tersedia kolam ikan yang tujuannya untuk menggabungkan air dari jebakan jebakan
genangan kedalam kolam tersebut dan ditanami ikan yang mampu memanfaatkan jentik nyamuk
sebagai salah satu sumber pakannya, sehingga ditanam jenis ikan nila.