Anda di halaman 1dari 7

NMDA ENCHEPALITIS

Definisi
Ensefalitis adalah proses inflamasi pada otak yang menyebabkan disfungsi neurologi
yang terjadi dengan onset akut dan gejala berkembang dengan cepat.6,7,8,9
Reseptor NMDA adalah reseptor ionotropik glutamat yang terdiri dari 2 subunit NR1
(GluN1) dan 2 subunit NR2/3 (GluN2/3). Nantinya subunit ini akan berikatan dengan
glutamat dan membentuk ikatan dengan asam amino. Reseptor NMDA penting dalam
proses belajar dan memori. Penurunan fungsi reseptor NMDA dapat menimbukan gejala
mirip skizofrenia, sedangkan peningkatan aktivitas pada reseptor NMDA akan berkaitan
dengan kondisi demensia atau kejang.10
Ensefalitis anti reseptor NMDA adalah penyakit inflamasi otak dimana terjadi proses
autoimun dengan sasaran subunit dari NMDA yaitu NR1 dan mengakibatkan beberapa
gejala.4,5,7,10 Gejala pada ensefalitis anti reseptor NMDA dapat meliputi gejala psikiatri
ataupun gejala inflamasi sistem saraf pusat.7

2.2. Epidemiologi
Hingga kini angka kejadian ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak-anak dan dewasa
belum diketahui secara pasti. Pada suatu penelitian retrospektif ditemukan bahwa 1% dari
pasien dewasa dengan ensefalitis yang tidak diketahui dengan pasti sebabnya di ruang
intensif memiliki antibodi terhadap reseptor NMDA. Pada penelitian prospektif di Inggris,
ditemukan bahwa 4% pasien ensefalitis merupakan pasien dengan ensefalitis anti reseptor
NMDA.4,5 Ensefalitis anti respetor NMDA merupakan ensefalitis autoimun yang paling
banyak ditemukan dibandingkan ensefalitis autoimun yang lain.5 Penelitian The California
Encephalitis didapatkan data bahwa 10 dari 20 pasien ensefalitis positif terhadap anti
reseptor NMDA dan menunjukan hasil negatif pada pemeriksaan terhadap virus. Pada
penelitian ini rata-rata usia sampel nya adalah 18,5 tahun dengan predileksi penduduk Asia
dan kepulauan di Pasifik. Pada beberapa penelitian didapatkan 40-55% penderita ensefalitis
anti reseptor NMDA berusia kurang dari 18 tahun. 4 Sekitar dari 80% dari pasien ensefalitis
anti reseptor NMDA adalah perempuan.11
2.3. Etiologi
Secara umum etiologi ensefalitis dapat dibagi menjadi beberapa kelompok besar, yaitu
infeksi dan sistem imun. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi, agen infeksi yang
paling banyak ditemukan adalah virus. Pada ensefalitis yang diperantarai oleh sistem imun,
proses imun bisa terjadi karena proses imun akibat infeksi sebelumnya ataupun akibat reaksi
terhadap agen non infeksius, misalnya tumor. Ensefalitis anti reseptor NMDA sendiri
merupakan salah satu ensefalitis yang disebabkan oleh sistem imun.6
Ensefalitis anti reseptor NMDA pertama kali diteliti lebih lanjut pada tahun 2005, dimana
pada saat itu ada laporan kasus wanita dengan teratoma ovarium yang memiliki sindrom
gangguan neurologi berupa defisit memori, gejala psikiatri, penurunan kesadaran, dan
hipoventilasi. Sesudah diteliti lebih lanjut, ditemukan bahwa pada kasus tersebut terdapat
antibodi spesifik pada otak yang menyerang reseptor NMDA, antibodi inilah yang diduga
menyebabkan munculnya sindrom tersebut.5,7

2.4. Faktor Risiko


Faktor resiko yang diduga mampu mencetuskan munculnya autoantibodi yang
menyerang NMDA reseptor adalah tumor atau teratoma. Berdasarkan data statistik dari
beberapa penelitian didapatkan bahwa banyak penderita dari penyakit ini adalah perempuan
berusia kurang dari 18 tahun dan memiliki teratoma ovarium. Namun makin muda pasien,
makin sedikit tumor yang teridentifikasi.5,11

2.5. Patogenesis dan Patofisiologi


Pada ensefalitis anti reseptor NMDA terbentuk suatu autoantibodi yang menyerang
reseptor glutamat NMDA. Target utama dari antibodi pada ensefalitis anti NMDA reseptor
adalah NR1 yang merupakan subunit dari NMDA. Hal ini akan membuat permukaan
reseptor NMDA berkurang dikarenakan antibodi akan berikatan dengan NR1.4,10 Antibodi
yang telah berikatan ini akan merusak reseptor NMDA.10 Antibodi ini dapat ditemukan di
serum atau cairan serebrospinal. Pada pasien dengan ensefalitis anti NMDA reseptor tidak
ditemukan patogen yang menyebabkan ensefalitis pada limbik.4
Sesudah aktivasi respon imun terdapat ekspansi respon imun di sistem saraf pusat.
Adanya antibodi di sistem saraf pusat diduga karena ada kerusakan pada sawar darah otak,
sehingga antibodi yang disintesis sel plasma bisa menyerang sistem saraf pusat. Kerusakan
sawar darah otak ini mungkin disebabkan oleh penyakit prodromal lainnya.
Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, diduga proses autoimun pada ensefalitis anti
reseptor NMDA terjadi di daerah hipokampus dan kortikal. 10,11 Diduga hampir tidak terjadi
reaksi imun pada serebelum. Hal ini dikaitkan dengan jumlah NR2 yang lebih banyak
ditemukan pada hipokampus dan kortikal. Walaupun antibodi berikatan pada NR1, namun
diduga NR2 juga turut serta dalam proses ikatan antibodi dengan NR1.10
Reseptor NMDA berperan pada proses plastisitas sinaptik. Plastisitas sinaptik diduga
berperan untuk mekanisme memori, belajar dan kognisi.12 Diduga dengan adanya penurunan
reseptor NMDA, inhibisi oleh GABA dan sinaps glutamat mengakibatkan disinhibisi dari
jalur eksitatori dan peningkatan kadar glutamat di ekstraseluler. Keadaan ini menyebabkan
kerja frontostriatal terganggu dan menyebabkan munculnya gejala psikosis, katatonia,
rigiditas, distonia, dan mutisme. Apabila keadaan ini terjadi pada batang otak maka akan
muncul gejala berupa gangguan gerak yang kompleks dan gangguan pernapasan yang bisa
menimbulkan disfungsi respirasi.4
Perjalanan penyakit dari ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki beberapa tahap,
dimana tahapan ini dapat berakhir pada penyembuhan yang sempurna atau terbatas, ataupun
kematian.13 Sindrom pada ensefalitis bergantung pada progresivitas dari penurunan jumlah
reseptor NMDA yang tersedia. Makin sedikit jumlah reseptor NMDA yang mampu
berfungsi dengan normal, maka ensefalitis anti reseptor NMDA yang diderita akan
bertambah parah.4,7
Tumor diduga dapat meningkatkan respon imun terhadap reseptor NMDA dengan cara
menurunkan toleransi imun. Walaupun tumor dapat berperan pada patogenesis dari
ensefalitis anti reseptor NMDA, penyakit ini masih dapat terjadi tanpa ditemukannya
tumor.4 Ada atau tidaknya tumor tidak mempengaruhi tingkat keparahan ensefalitis anti
reseptor NMDA.5

2.6. Manifestasi Klinis


a. Gejala Prodromal
70% dari pasien ensefalitis anti reseptor NMDA mengalami fase prodromal. Gejala
prodromal yang dialami adalah flu like syndrome, seperti demam, malaise, nyeri kepala,
4,5
rhinitis, mual, muntah, dan diare. Gejala ini biasanya berlangsung hingga 5 hari,
namun dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu sebelum gejala pada fase
selanjutnya muncul.

b. Gejala Psikiatri
Selanjutnya dalam waktu sekitar 2 minggu, pasien dengan ensefalitis anti reseptor
NMDA akan mulai menunjukan gejala psikiatri, seperti cemas, paranoia, ketakutan,
psikosis, mania, dan insomnia. Pada fase psikotik ini biasanya pasien memeriksakan diri
ke psikiater dan terdiagnosis sebagai psikosis akut atau skizofrenia. Gejala disregulasi
mood dan depresi dapat berkembang ke gangguan perilaku dan kepribadian, delusi, atau
gangguan berpikir, ide paranoid, dan halusinasi.4,13
Delapan puluh lima persen pasien dewasa dengan ensefalitis anti reseptor NMDA
awalnya ke psikiater untuk keluhan seperti kecemasan, agitasi, dan halusinasi auditori
dan visual. Pada penelitian ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak, 87% dari sampel
menunjukan adanya perubahan perilaku seperti tantrum, hiperaktif, dan iritabel ataupun
perubahan kepribadian. Pada kasus ensefalitis anti reseptor NMDA pada remaja
perempuan ditemukan adanya mania akut dengan psikosis.4,5 Gejala psikiatri pada
ensefalitis anti reseptor NMDA seringkali mendominasi keadaaan klinis pasien.9

c. Gejala Neurologi
Gejala neurologi biasanya muncul sesudah onset 1 bulan.9 Gejala neurologi utama
yang bisa muncul pada anak adalah gangguan gerak, bangkitan, dan gangguan kognitif.
Gejala lain yang sering muncul pada ensefalitis anti reseptor NMDA dewasa adalah
gangguan otonom dan tidur.
Gangguan gerak yang sering terjadi pada anak dengan ensefalitis anti reseptor
NMDA adalah diskinesia orofasial, koreoatetosis, dan distonia. Pada beberapa kasus
ditemukan pula opistotonus dan krisis okulogirus dan rigiditas. Diskenesia orofasial
adalah gerakan seperti mengunyah, menggigit lidah, lip smacking, dan facial grimacing.
Keadaan opistotonus, distonia, dan krisis okulogirus berhubungan dengan takikardi dan
hipertensi.
Bangkitan berupa kejang parsial, kejang generalisata, dan status epileptikus dapat
terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA. Namun diantara bangkitan ini, kejang
parsial merupakan bangkitan yang sering terjadi. Epilepsi dengan onset pada wanita usia
muda dan remaja dapat merupakan manifestasi klinis dari ensefalitis anti reseptor
NMDA.
Gangguan kognitif berupa kehilangan ingatan jangka pendek, penurunan kemampuan
berbicara, dan ekolalia sering ditemukan pada ensefalitis anti reseptor NMDA. Gejala ini
sering diikuti dengan penurunan kesadaran dan periode agitasi dan katatonik.
Keadaan di mana pasien dalam keadaan tidak responsif dengan hipoventilasi,
instabilitas otonom, dan diskinesia merupakan tahapan sesudah fase psikotik. Pada
tahapan ini pasien dalam keadaan membuka mata namun tidak responsif pada rangsangan
visual. Pasien biasanya diam atau hanya bergumam kata-kata yang tidak jelas. Tonus
otot meningkat dan status katatonik dengan distonik dan postur kataleptik bisa terjadi.
Diskinesia dimulai dari wajah atau mulut dan bermanifestasi dengan menggeretakkan
gigi atau distonia rahang. 4

d. Disfungsi Otonom
Gejala disfungsi otonom berupa takikardi, hipertensi, dan hipertermia banyak terjadi
pada kasus ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak.4 Gejala seperti hipotensi,
hipotermia, disfungsi ereksi, dan retensi urin juga dapat terjadi pada ensefalitis anti
reseptor NMDA.11 Instabilitas otonom dan disritmia pada kelompok usia dewasa terjadi
lebih berat dibanding pada kelompok anak. Hipertermia sebagai gejala pada ensefalitis
anti reseptor NMDA dapat digunakan untuk mengeksklusikan penyakit infeksi.
Hipersalivasi dan inkontinensia urin juga sering terjadi pada ensefalitis anti reseptor
NMDA.4,11 Pasien dengan ensefalitis anti reseptor NMDA biasanya memiliki 3 atau lebih
gangguan otonom.11

e. Gejala Lain
Gejala lain yang sering terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA kelompok dewasa
adalah insomnia, dimana gejala ini sering kali menjadi gejala awal. Gangguan siklus tidur
dan bangun seringkali terganggu, dimana pasien lebih banyak dalam keadaan sadar.
Hipersomnia dapat terjadi pada proses penyembuhan dari ensefalitis anti reseptor
NMDA.4
1. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal
Medicine: Volumes 1 and 2, 18th Edition. 18th ed. McGraw-Hill Professional; 2011.
2. Dewanto, George., Wita JS, Budi R, dan Yuda T. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta: EGC; 2007.
3. Gable MS, Gavali S, Radner A, Tilley DH, Lee B, Dyner L, et al. Anti-NMDA receptor encephalitis:
report of ten cases and comparison with viral encephalitis. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2009;
28:1421-1429.
4. Jones KC, Benseler SM, dan Moharir M. Anti-NMDA Receptor Encephalitis. Neuroimag Clin N Am.
2013; 23: 309-320.
5. Dalmau J, Lancaster E, Hernandez EM, Rosenfeld MR, dan Gordon RB. Clinical Experience and
Laboratory Investigations In Patients With Anti-NMDAR Encephalitis. Lancet Neurol. 2011; 10(1):
63-74.
6. Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roos KL, et al. The Management of
Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious Disease Society of America. CID. 2008;
47: 303-327.
7. Luca N, Daengsuwan T, Dalmau J, Jones K, deVeber G, Kobayashi J, Laxer RM, dan Benseler SM.
Anti-N-Methyl-D-Aspartate Receptor Encephalitis: A Newly Recognized Inflammatory Brain Disease
in Children. Arthritis Rheum. 2011;63(8): 2516-2522.
8. Lewis P dan Glaser CA. Encephalitis. Pediatrics in Review. 2005; 26: 353-363.
9. Lennox BR, Coles AJ, dan Vincent A. Antibody-mediated encephalitis: a treatable cause of
schizophrenia. BJPsych. 2012; 200: 92-94.
10. Gleichman AJ, Spruce LA, Dalmau J, Seeholzer SH, dan Lynch DR. Anti-NMDA Receptor
Encephalitis Antibody Binding is Dependent on Amino Acid Identity of a Small Region within the
GluN1 Amino Terminal Domain. The Journal of Neuroscience. 2012; 32(32): 11082-11094.
11. Ferdinand P dan Mitchell L. Anti-NMDA Receptor Encephalitis. J Clin Cell Immunol. 2012; S10:1-6.

Anda mungkin juga menyukai