Surah Ali-Imran termasuk surat Madaniyah yang turun setelah surah Al-Anfal dinamakan
surat Ali-Imran karna didalamnya menceritakan keluargan Imran, Hannah, dan Siti Maryam.
Karena surat ini bersamaan dengan surat Al-Baqarah. Maka surat ini disebut dengan Az-
zahraawan, yaitu akan memberikan petunjuk bagi pembacanya kepada jalan kebenaran.
Q.S Ali-Imran ayat 159 ini menjadi dasar dalam mengarungi kehidupan kita dalam
berbangsa dan beragama. Norma yang terkandung dalam ayat ini sangat relavan dengan
kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga ayat ini mengajarkan kita terhadap nilai-nilai
demokrasi. Menurut Imam Abu Bakar diambil dari kisah Nabi Muhammad di saat perang
badar. Bahwa pada waktu itu, Nabi mengajak Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khatab
untuk bermusyawarah terkait tawanan perang badar. Jadi Islam sudah menerapkan prinsip
musyawarah dalam sistem pemerintahan.
Asbab an Nuzul
Kandungan asbabun nuzul Surat Ali-Imran ayat 159 merupakan kunci dalam membentuk
pribadi muslim yang negarawan. Sebab, kandungan asbabun nuzul Surat Ali-Imran 159
mengajarkan nilai-nilai demokratis.
Menurut Imam Ibnu Abbas berhubungan dengan kisah Rasulullah saat perang Badar.
Pada waktu itu, pasca perang Badar Nabi Muhammad SAW mengajak msuyawarah Abu
Bakar dan Umar bin Khattab terkait para tawanan perang Badar. Sahabat Abu bakar
memberikan usulan kepada Rasulullah SAW agar para tawanan dikembalikan kepada
keluarganya dengan membayar sejumlah tebusan. Sedangkan Umar berpendapat bahwa agar
para tawanan perang di eksekusi dan yang mengeksekusi adalah keluarga mereka.
Menanggapi usulan dua dari sahabat, maka Rasulullah mengalami kesulitan dalam
memutuskan pendapat siapa yang akan digunakan. Kemudian, turunlah Surat Ali-Imran ayat
159 yang mengafirmasi pendapat sahabat Abu Bakar as Shidiq 1. Rasulullah mengajarkan
kepada kita agar selalu melakukan msuyawarah dalam memutuskan sesuatu. Terlebih lagi,
permasalahan yang dihadapi mengenai dengan hajatan orang banyak. Sebab, manusia hidup
mempunyai keinginan masing-masing, sehingga perlu adanya titik temu lewat musyawarah.
Dalam analisis dari beberapa tafsir seperti tafsir ibnu katsir, tafsir fi zhilalil qur’an, tafsir
al- azhar, tafsir al- munir dan tafsir al misbah maka dapa diambil beberapa poin yang penting
berdasarkan redaksi ayat dan artinya. Kemudian diikuti dengan tafsirnya yang intisari sari
tafsir-tafsir di atas.
Poin pertama dari surat Ali-Imran ayat 159 ini adalah karakter lemah lembut Rasulullah
Saw adalah karena rahmat Allah.
Rasululllah memiliki sifat lemah lembut. Ayat ini menyatakan, sifat lemah lembut itu
disebabkan karena rahmat Allah Swt. “Yakni sikapmu yang lemah lembut terhadap mereka,
tiada lain hal itu dijadikan Allah buatmu sebagai rahmat untukmu dan untuk mereka”
demikian ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirnya2. Sayyid Qutb menjelaskan, manusia
selalu membutuhkan naungan yang penuh kasih sayang, wajah yang teduh dan ramah, cinta
dan kasih sayang, serta jiwa penyantun dan penuh kelembutan. Itu semua ada pada diri
Rasulullah karena rahmat dari Allah. Penjelasan Sayyid Qutb itu mengisyaratkan, sikap
lemah lembut harus dimiliki oleh setiap mukmin, terlebih lagi jika seseorang pemipin.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili mengutip hadits, namun yang benar adaah atsar dari umar
yang artinya “tidak ada sikap yang lebih dicintai Allah dari sikap lembut dan murah hati
1
Depag, Al-Qur’an Tafsir perkata, 2011. (www.dutaislam.com)
2
Ibnu Katsir, tafsir ibnu Katsir juz 4. hlm. 244
seorang pemimpin. Dan tidak ada sikap kasar lagi angkuh yang lebih dibenci Allah dari
sikap kasar dan arogansi seorang pemimpin.”3.
Lebih lanjut Buya Hamka menunjukkan bahwa tafsir utama ayat 159 surat Ali Imran ini
adalah tentang Ilmu memimpin dalam Islam.4 Ilmu Memimpin yang beliau maksudkan
adalah bahwa ayat ini mengharuskan pemimpin dalam Islam untuk bersikap lemah lembut
dalam memimpin. Menurut beliau, pemimpin yang kasar, keras hati dan kaku sikapnya,
bukan saja pemimpin yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an tetapi juga akan dijauhi banyak
orang. Pemimpin seperti ini, menurut beliau, juga tidak akan berhasil dalam memimpin.
Namun demikian, Buya Hamka juga menggarisbawahi bahwa sikap lemah lembut seperti
yang dianjurkan oleh ayat ini bukan berarti bersikap tidak tegas. Beliau menekankan
pandangannya ini dengan mencontohkan sikap tegas Rasulullah SAW dalam beberapa kasus.
Misalnya, ketika Rasulullah SAW bersikap tegas terhadap kelompok yang tidak menyepakati
hasil perjanjian Hudaibiyah; ketika beliau tegas mendiktekan apa yang harus dicatat oleh Ali
Ibn Abi Thalib; dan ketika tegas memerintahkan umat Islam untuk mencukur rambut,
membayar denda dan menanggalkan pakaian ihram ketika umat Islam batal melaksanakan
ibadah haji pada tahun itu.
Poin kedua dari Surat Ali Imran ayat 159 ini menjelaskan akibat bersikap keras lagi
kasar.
Kata fadhdhan berasal dari kata al-fadhdh yang artinya adalah keras. Ibnu katsir
menjelaskan bahwa maknanya adalah keras dan kasar dalam berbicara. Ibnu katsir
menjelaskan maknanya. “sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati dalam
menghadapi mereka niscaya mereka bubar dan meninggalkanmu. Akan tetapi Allah
menghimpun mereka di sekelilingmu dan membuat hatimu lemah lembut terhadap mereka
sehingga mereka menyukaimu.”
Kata-kata kasar dan keras adalah sikap yang secara fitrah dibenci oleh manusia. Jika ada
pemimpin yang kata-katanya kasar dan hatinya keras, manusia akan menjauhinya. Kalaupun
ada yang mendekat, mereka mendekat bukan karena cinta tapi karena takut dan terpaksa.
Sedangkan Rasulullah adalah pemimpin yang agung. “Beliau tidak pernah marah karena
3
Syaikh Wahbah Az zuhaili, Tafsir Al-Munir.
4
Hamka, Tafsir Al-Azhar.. hlm 130.
persoalan pribadim,” terang Sayyid Qutb, “tak pernah sempit dadanya menghadapi
kelemahan mereka selaku manusia tak pernah mengumpulkan kekayaan untuk dirinya sendiri
bahkan memberikan segala yang beliau punya. Kesantunan, kesabaran, kebajikan, kelemah
lembutan dan cinta kasih sayangnya yang mulia senantiasa meliputi mereka.”
Poin ketiga yaitu perintah untuk memaafkan dan memohonkan ampun serta
bermusyawarah.
َفَإ ِ َذا َعزَ ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هَّللا ۚ ِ إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمت ََو ِّكلِين
“kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Ketika menafsirkan firman Allah ini, Ibnu Katsir mengatakan, Yakni apabila engkau
bermusyawarah dengan mereka dalam urusn itu dan kamu telah membulatkan tekadmu,
hendaklah kamu bertawakkal kepada Allah.” Inilah yang diperintahkan Allah. Jika
musyawarah telah menghasilkan keputusan, pegang keputusan itu dan bertawakkallah kepada
Allah. Jangan risau dengan hasilnya, jangan menyalahkan musyawarah jika adahal yang tidak
sesuai dengan harapan, sepanjang sudah menjalankan hasil musyawarah itu.
Misalnya musyawarah menjelang perang uhud memutuskan pasukan islam menghadapi
pasukan kafir Quraisy di luar Madinah. Ketika kaum muslimin kalah dan sekitar 70 Sahabat
syahid, orang munafik menyalahkan hasil musyawarh itu dan mengungkit pendapat mereka
untuk bertahan di Madinah. Padahal mereka ingin perang di madinah agar tidak kelihatan
ketika tidak ikut berperang. Dan nyatanya kaum munafik itu memang tidak meneruskan
perjalanan ke Uhud, berbalik pulang ke Madinah.
Sedangkan Rasulullah, meskipun pendaoatnya juga ingin menghadapi musuh dengan
pertahanan kota di Madinah, beliau mengikuti keputusan musyawarah yang menyepakati
menyambut musuh di luar Madinah, meskipun kemudian pasukan islam kalah dalam perang
Uhud itu, Rasulullah tidak pernah menyalahkan musyawarah dan tidak pernah mengungkit
pendapat beliau.Tawakkal inilah yang membuat seseorang mukmin tidak menyalahkan hasil
musyawarah dan tidak mengungkit pendapatnya yang ditolak saat musyawarah. Dan orang
yang tawakkal dicintai Allah swt.
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah...hlm. 315.
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah...hlm. 317.
Kesimpulannya
Dari hasil mix beberapa tafsir mengenai surat Ali-Imran ayat 159 adalah mengenai lemah
lembutnya seorang pemimpin yang tidak bersikap keras dan kasar, dan juga mengenai
pentingnya bermuyawarah dalam berkehidupan bernegara dan beragama dan juga pentingnya
tawakkal kepada Allah setelah bermusyawarah. Ayat ini juga mengaarkan kepada kita konsep
dalam demokrasi ialah mencari pemimpin yang lemah lembut, tegas dan tidak bersikap keras
dan tidak kasar dan bermusyawarah adalah kuncinya.
Penghubung dengan Ayat Kedua
Ayat kedua mengenai tentang penegakan keadilan yaitu Qur’an Surat An-Nisa ayat
135 :
ينَ إِن ۚ ِ َرب5د َۡي ِن َوٱأۡل َ ۡق5ِ ُكمۡ أَ ِو ۡٱل ٰ َول5و َعلَ ٰ ٓى أَنفُ ِس5ۡ 5َهَدَٓا َء هَّلِل ِ َول5 ِط ُش5وا قَ ٰ َّو ِمينَ بِ ۡٱلقِ ۡس
ْ ُوا ُكون ْ ُ۞ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
5ْ وا َوإِن ت َۡل ُٓۥو ْا أَ ۡو تُ ۡع ِرض
ُوا فَإِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ َما ْ ۚ ُى أَن ت َۡع ِدل ٓ ٰ ُوا ۡٱلهَ َو
ْ يرا فَٱهَّلل ُ أَ ۡولَ ٰى بِ ِه َم ۖا فَاَل تَتَّبِع
ٗ ِيَ ُك ۡن َغنِيًّا أَ ۡو فَق
ٗ ِت َۡع َملُونَ َخب
١٣٥ يرا
135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini berhubungan dengan ayat 159 surat Ali Imran. Karena di ayat sebelumnya
ialah mengenai pentingnya pemimpin yang lemah lembut, bermusyawarah dan juga
bertawakkal kepada Allah swt. dan ayat kedua mengenai penegakan keadilan dan
pentingnya tidak terbawa hawa nafsu dalam memutuskan sesuatu hasil dari
musyawarah.