PENDAHULUAN
1.1 Benzena
Benzena adalah senyawa siklik dengan rumus molekul C6H6 yang memiliki
enam atom karbon dengan setiap atom karbonnya terhibidrisasi sp2. Setiap atom
karbon hanya memiliki satu hidrogen yang terikat. Benzena memiliki 3 ikatan
rangkap dalam cincinnya, bila dibandingkan dengan senyawa hidorkarbon lain
yang memiliki enam anggota karbon, misalnya heksana (C6H14) atau heksena
1
(C6H12), diduga benzena memiliki sifat ketidakjenuhan yang tinggi seperti
halnya alkena. Tetapi ternyata benzena tidak menunjukkan sifta- sifat seperti
yang dimiliki oleh alkena (Wardiah, 2016).
Sebagai contoh, benzena tidak dapat bereaksi seperti alkena, bila benzena
direaksikan dengan Br2warna coklat dari bromin tidak dapat hilang hal ini
menandakan tidak terjadi reaksi adisi pada benzena oleh Br2.Reaksi yang terjadi
pada benzena dengan halogen bukan merupakan reaksi adisi tetapi reaksi
substitusi. Sifat-sifat kimia yang diperlihatkan oleh benzena memberi petunjuk
bahwa senyawa tersebut memang tidak segolongan dengan alkena ataupun
sikloalkena (Wardiah, 2016).
O
C CH 3
H
2
Senyawa benzena dan sejumlah turunannya digolongkan dalam senyawa
aromatik, Penggolongan ini dahulu semata-mata dilandasi oleh aroma yang dimiliki
sebagian dari senyawa-senyawa tersebut. Perkembangan kimia pada tahap berikutnya
menyadarkan para kimiawan bahwa klasifikasi senyawa kimia haruslah berdasarkan
struktur dan kereaktifannya, dan bukan atas dasar sifat fisikanya. Saat ini istilah
aromatik masih dipertahankan, tetapi mengacu pada fakta bahwa semua senyawa
aromatik derajat ketidakjenuhannya tinggi dan stabil bila berhadapan dengan pereaksi
yang menyerang ikatan pi (π) (Wardiah, 2016).
Benzena merupakan suatu anggota dari kelompok besar senyawa aromatik,
yakni senyawa yang cukup distabilkan oleh delokalisasi elektron-pi. Energi resonansi
suatu senyawa aromatik merupakan uluran diperolehnya kestabilan (Wardiah, 2016).
Cara paling mudah untuk menentukan apakah suatu senyawa itu aromatik
ialah dengan menentukan posisi absorpsi dalam mspektrum nomor oleh proton yang
terikat pada atom-atom cincin. Proton yang terikat ke arah luar cincin aromatik sangat
kuat terperisai dan menyerap jauh ke bawah-medan dibandingkan kebanyakan proton,
biasanya lebih dari 7 ppm (Wardiah, 2016).
3
Gambar 1.2 Benzena Polisiklik
Para kimiawan membagi semua senyawa organik ke dalam dua kelas yang
lebih luas, yaitu senyawa alifatik dan senyawa aromatik. Berasal dari kata alifatis
berarti bersifat lemak dan aromatik berarti harum. Senyawa alifatik adalah senyawa
rantai terbuka atau senyawa siklik yang sifat kimianya mirip dengan senyawa rantai
terbuka, sedangkan senyawa aromatik adalah benzena atau senyawa yang sifat
kimianya menyerupai benzena (Wardiah, 2016).
Suatu senyawa aromatik mengandung orbital terdelokalisasi delokal yang
berbentuk cincin. Banyaknya elektron p yang terlibat dalam orbital delokal harus
tunduk pada rumus Huckel:
Elektron p = 4 n + 2
Dengan n = 0, 1, 2, 3,……….
4
A. Persyaratan Senyawa Aromatik
5
Tetapi rumus bangun ini tidak menerangkan mengapa benzene tak mengalami
reaksi seperti alkena.Lagi pula semua ikatan C-C dalam benzen panjangnya sama, tak
mengandung tiga ikatan rangkap yang pendek dan tiga ikatan tunggal yang panjang.
Semua ikatan C-C mempunyai panjang iaktan 1,40A, ikatan antara ikatan
tunggal C-C (1,54 A) dan antara ikatan rangkap C=C (1,34A).
C H
H
C C
C C
H H
C
6
C. Aromatisasi Dan Aturan HUCKEL
7
Gambar 1.6 Struktur Benzene
Gam
bar 1.7 Resonansi Benzena
8
Gambar 1.8 Sudut antar ikatan benzena
siklobutadiena siklooktatetraena
9
Ternyata keduanya tidak memiliki sifat aromatik walaupun terdapat ikatan
terdelokalisasi pada cincinnya. Menurut Huckel, senyawa aromatik adalah senyawa
yang memiliki sistem ikatan rangkap dua terkonjugasi dengan jumlah elektron π =
(4n + 2), dengan n adalah bilangan bulat 0, 1, 2, 3 … jadi senyawa siklik dengan
ikatan rangkap dua terkonjugasi memiliki jumlah elektron π = 2, 6, 10, 14 …. Adalah
aromatik. Sedangkan siklobutadiena dan siklooktatetraena dengan 4 dan 8 elektron π,
tidak memenuhi rumusan 4n + 2 sehingga bukan senyawa aromatik.
a. Ion-Ion Aromatik
10
yaitu atom H pergi dengan membawa satu elektron, atom H pergi tanpa electron, dan
atom H membentuk radikal.
Teori resonasi meramalkan ketiga spesies di atas sangat stabil sebab masing-
masing mempunyai 5 struktur resonasi yang ekuivalen. Sedangkan teori Huckel
meramalkan bahwa hanya anion yang dengan 6 elektron p adalah aromatik.
Kenyataannya kation dan radikal siklopentadienil sulit dibuat, sedangkan
karbanionnya dengan mudah dibuat dan karbanion ini sangat stabil. Fakta lain yang
mendukung adalah bahwa siklopentadiena adalah hidrokarbon yang paling asam di
antara hidrokarbon yang lain, pKa dari kebanyakan hidrokarbon 45, sedangkan
siklopentadiena mempunyai pka = 16, harga yang sebanding denganpKa air.
Siklopentadiena bersifat asam oleh karena anion yang terbentuk oleh ionisasi
adalah cukup stabil. Tidak peduli bahwa anion siklopentadienil hanya mempunyai 5
orbital p.
Dengan alasan yang serupa dapat digunakan untuk meramalkan kestabilan
kation, radikal dan anion sikloheptatrienil. Menurut teori resonansi ketiga spesies ini
mempunyai kestabilan yang tinggi, akan tetapi menurut Huckel hanya kation
sikloheptatrienil yang mempunyai kestabilan aromatik.
11
b. Pandangan Teori Resonansi
Pada mulanya struktur benzena dinyatakan oleh Kekule seperti berikut:
12
b. Semakin banyak struktur resonansi yang dibuat untuk suatu
senyawa, semakin besar pula energi resonansinya dan semakin
stabil senyawa tersebut.
Benzena
Benzena dan Turunannya Senyawa benzena pertama kali disintesis oleh
Michael Faraday pada tahun 1825, dari gas yang dipakai sebagai bahan bakar lampu
penerang.Sepuluh tahun kemudian diketahui bahwa benzena memiliki rumus molekul
C6H6 sehingga disimpulkan bahwa benzena memiliki ikatan rangkap yang lebih
banyak daripada alkena.
Dari residu berminyak yang tertimbun dalam pipa induk gas di London. Saat
ini sumber utama benzena, benzena tersubtitusi dan senyawa aromatic adalah
petroleum : sebelumnya dari ter batubara hamper 90% senyawa aktif bahan obat
adalah senyawa aromatik : rumus struktur mempunyai inti benzena.
13
Energi Resonansi Pada Benzena
Untuk menghitung tentang apa yang dimaksud dengan energi resonansi, maka
simaklah data panas hidrogenasi beberapa senyawa sebagai berikut.
Dari persamaan (1.25) terlihat bahwa untuk hidrogenasi satu ikatan rangkap
dua dilepaskan kalor sebesar 28,6 kkal/mol. Sedangkan persamaan (4.2)
menunjukkan bahwa hidrogenasi dua buah ikatan rangkap dua dilepaskan kalor
sebesar 55,4 kkal/mol. Harga ini kira-kira sama dengan 2 x 28,6 kkal/mol. Dengan
demikian dapat diharapkan bahwa :
14
Sedangkan dari persamaan (6.3) terlihat bahwa panas hidrogenasi
molekul benzena yang sesungguhnya adalah 49,8 kkal/mol. Untuk
lebih jelasnya harga-harga tersebut disajikan dalam diagram berikut:
15
Senyawa Turunan Benzena
Struktur Nama
Toluena
p-xilena
Stirena
Anilina
Fenol
16
Benzaldehid
Asam Benzoat
Benzil Alkohol
Rumus Struktur
Friedrich August Kekule pada tahun 1873 menyatakan rumus struktur dari
benzena sebagai suatu struktur heksagonal dengan enam atom karbon yang
memiliki ikatan rangkap berselang-seling.
17
H H
H C H H C H
C C C C
C C C C
H C H H C H
H H
Bila benzena direaksikan dengan halogen (Cl atau Br) dengan katalis FeCl 3
maka hanya akan dihasilkan satu senyawa dengan rumus molekul C 6H5X. hal ini
menunjukkan bahwa benzena memiliki atom C dan H yang ekivalen. Tetapi,
walaupun benzena mempunyai ikatan rangkap, benzena tidak mempunyai sifat
seperti halnya senyawa alkena. Pada senyawa alkena reaksi dengan halogen
akan menghasilkan reaksi adisi, sedangkan pada benzena reaksi dengan halogen
akan menghasilkan reaksi substitusi. Sifat ini tidak dapat dijelaskan dengan
struktur kekule.
Ikatan rangkap pada benzena tidak terlokalisasi pada karbon tetentu tetapi
dapat berpindah-pindah (delokalisasi), ini yang disebut dengan resonansi.
Struktur Kekule memberikan sumbangan yang sama terhadap hibrida resonansi,
yang berarti bahwa ikatanikatan C-C bukan ikatan tunggal dan juga bukan ikatan
rangkap, melainkan di antara keduanya.
18
Gambar 1.28 Struktur resonansi benzena
Benzena diberi nama seperti alkana ranta lurus bila sebagai induk.
Substituen yang terikat apda benzena diberi nama sebagai awalan dan diikuti
benzena sebagai induknya. Benzena dapat memiliki satu substituen
(monosubstitusi), dua substituen (disubstitusi), atau lebih dari dua substituen
(polisubstitusi). Penamaan benzena mengikuti jumlah substituen yang terikat
padanya.
1. Benzena monosubstitusi
Penamaan untuk benzena monosubstitusi dilakukan seperti pada aturan
hidrokarbon lainnya. Nama substituen sebagai awalan diikuti oleh nama
benzenanya.
19
Br
CH2CH3 NO2
Gugus benzena tersubstitusi oleh alkil ini disebut juga sebagai gugus arena.
Penamaan untuk senyawa arena tersubstitusi ini tergantung dari jenis substituen
yang terikat padanya. Bila alkil yang terikat lebih kecil (kurang dari 6 karbon)
daripada jumlah karbon penyusun cincin benzena disebut sebagai benzena
tersubstitusi alkil. Tetapi bila jumlah karbon alkil lebih besar (7 atau lebih
karbon) daripada jumlah karbon penyusun cincin benzena maka disebut sebagai
senyawa alkana tersubstitusi fenil (-C6H5). Fenil untuk menyatakan benzena
sebagai substituen. Bila benzena mengikat suatu alkana dengan gugus
fungsional disebut juga sebagai substituen sehingga penamaan untuk cincin
aromatiknya sebagai fenil. Sedangkan penamaan benzil digunakan untuk gugus
C6H5CH2-
20
Gambar 1.30 Contoh Benzena Monosubtituen
2. Benzena disubstitusi
Penamaan untuk benzena dengan dua substituen menggunakan awalan orto
(o), meta (m), dan para (p). orto (o) untuk menyatakan substituen pada posisi 1,2
dari cincin benzena. Meta (m) adalah posisi hubungan substituen pada 1,3. Para
(p) menyatakan posisi hubungan substituen pada 1,4.
21
Gambar 1.32 Contoh Benzena Disubtituen
3. Benzena polisubsititusi
Benzena yang memiliki substituen lebih dari dua maka maka posisi
masing-masing substituen ditunjukkan dengan nomor. Posisi karbon 1
ditentukan dengan memperhatikan posisi substituen dua sehingga substituen
kedua memiliki posisi serendah mungkin terhadap substituen pertama. Jika salah
satu substituen memberikan nama khusus pada senyawa aromatik tersebut, maka
diberi nama sebagai turunan dari nama khusus tersebut. Jika semua substituen
tidak memberikan nama khusus, posisisnya dinyatakan dengan nomor dan
diurutkan sesuai urutan abjad, dan diakhiri dengan kata benzena.
22
1.3 Sifat Kimia dan Fisis
Titik didih dan titik leleh senyawa aromatik besifat khas, tidak mempunyai
pola tertentu. Misalnya benzena mempunyai titik leleh 5,50C dan titik didih
800C, sedangkan toluena mempunyai titik leleh -950C dan titik didih 1110C.
untuk xilena mempunyai titik leleh yang berbeda, p-xilena mempunya titik leleh
paling tinggi (130C) dibandingkan m-xilena (480C) dano-xilena (-250C). ciri
khas dari senyawa aromatik adalah isomer para akan mempunyai titik leleh lebih
tinggi dibandingkan dengan meta dan orto. Karena p-isomer lebih simetris dan
membentuk kisi kristal yang lebih teratur dan lebih kuat. Secara ringkas
disimpulkan sebagai berikut.
23
Sifat Kimia Senyawa Aromatik
2 TOLUENA - 95 111
3 o-XILENA - 25 144
4 m-XILENA - 48 139
5 p-XILENA 13 138
(Sumber:
24
BAB II
Tata Nama
Sumber: Fessenden,
8 1 8 9 1
7 2 7 2
6 3 6 3
5 4 5 10 4
Naftalena Antrasena
6
5 7
4
8
3
2 9
1 10
Fenantrena
25
Senyawa aromatik diberi nama dengan nama non-sistematik. Nama
nonsistematik tidak dianjurkan tetapi diizinkan oleh IUPAC.
α α
7 7 β
β
7 7
β β
7 α α 7
NO2 7 7
NO2
26
yang tidak tersistem. Beberapa nama yang lazim seperti tercantum dalam tabel
berikut ini :
Tabel 2.1 Struktur dan nama-nama beberapa benzena tersubstitusi yang umum
Sumber:
Benzena diberi nama seperti alkana rantai lurus bila sebagai induk. Substituen
yang terikat apda benzena diberi nama sebagai awalan dan diikuti benzena sebagai
induknya. Benzena dapat memiliki satu substituen (monosubstitusi), dua substituen
(disubstitusi), atau lebih dari dua substituen (polisubstitusi). Penamaan benzena
mengikuti jumlah substituen yang terikat padanya.
27
2.1 Secara Trivial
Karena kimiawi senyawa aromatic berkembang secara tidak beraturan, jauh
sebelum metode bersistem dikembangkan, nama biasa sudah umum digunakan dan
sering dipakai.
Gugus benzena tersubstitusi oleh alkil ini disebut juga sebagai gugus arena.
Penamaan untuk senyawa arena tersubstitusi ini tergantung dari jenis substituen yang
terikat padanya. Bila alkil yang terikat lebih kecil (kurang dari 6 karbon) daripada
jumlah karbon penyusun cincin benzena disebut sebagai benzena tersubstitusi alkil.
Tetapi bila jumlah karbon alkil lebih besar (7 atau lebih karbon) daripada jumlah
karbon penyusun cincin benzena maka disebut sebagai senyawa alkana tersubstitusi
fenil (-C6H5). Fenil untuk menyatakan benzena sebagai substituen. Bila benzena
mengikat suatu alkana dengan gugus fungsional disebut juga sebagai substituen
sehingga penamaan untuk cincin aromatiknya sebagai fenil. Sedangkan penamaan
benzil digunakan untuk gugus C6H5CH2-.
28
Gambar 2.4 Gugus Fenil dan Gugus Benzil
2. Benzena disubstitusi
Penamaan untuk benzena dengan dua substituen menggunakan awalan orto (o),
meta (m), dan para (p). orto (o) untuk menyatakan substituen pada posisi 1,2 dari
cincin benzena. Meta (m) adalah posisi hubungan substituen pada 1,3. Para (p)
menyatakan posisi hubungan substituen pada 1,4. Jika salah satu substituen
memberikan nama khusus maka penamaannya menggunakan nama turunan senyawa
tersebut. Apabila dua substituen yang diikat oleh benzena tidak memberikan nama
khusus maka penamaan diurutkan berdasarkan abjad.
29
Gambar 2.6 Benzena Disubtituen
3. Benzena polisubsititusi
Benzena yang memiliki substituen lebih dari dua maka maka posisi masing-
masing substituen ditunjukkan dengan nomor. Posisi karbon 1 ditentukan dengan
memperhatikan posisi substituen dua sehingga substituen kedua memiliki posisi
serendah mungkin terhadap substituen pertama. Jika salah satu substituen
memberikan nama khusus pada senyawa aromatik tersebut, maka diberi nama sebagai
turunan dari nama khusus tersebut. Jika semua substituen tidak memberikan nama
khusus, posisisnya dinyatakan dengan nomor dan diurutkan sesuai urutan abjad, dan
diakhiri dengan kata benzena.
30
Gambar 2.7 Benzena Polisubtituen
31
BAB III
32
Banyak substituen yang bisa berikatan dengan cincin aromatik pada reaksi
substitusi elektrofilik aromatik. Dengan mmilih reagen yang cocok, reaksi ini bisa
untuk melakukan halogenasi pada cincin benzena (mensubsttitusi sebuah halogen :
-F,-Cl,-Br, atau –I), nitrasi (mensubstitusikan gugus nitro: -NO 2), sulfonasi
(mensubstitusikan gugus asam sulfonat), alkilasi (mensubstitusikan gugus alkil: -R),
atau melakukan asilasi (mensubstitusikan gugus asil: -COR). Berawal dari bahan
yang sederhana, kita bisa membuat ribuan senyawa aromatik yang tersubstitusi
(Mcmurry,2000).
Reaksi substitusi satu atom H pada benzena oleh satu atom/molekul disebut
dengan reaksi monosubstitusi. Di bawah ini akan diberikan beberapa penjelasan
mengenai macam macam reaksi monosubstitusi, seperti reaksi nitrasi, sulfonasi,
halogenasi, alkilasi,dan asilasi (Fessenden, 1986).
33
Reaksi brominasi mengikuti mekanisme subsitusi elektrofilik aromatik.
Brom sendiri pada dasarnya merupakan elektrofilik yang tidak cukup , kuat
untuk bereaksi dengan benzena, namun dengan adanya katalisator asam
Lewis seperti FeBr3, reaksi dapat berlangsung. Ion besi pada FeBr 3
kekurangan elektron. Brom memberikan pasangan elektron ke FeBr3
membentuk elektrofil yang lebih kuat dengan melemahkan ikatan Br-Br dan
terbentuknya muatan parsial positif pada salah satu atom brom. Pengikatan
atom brom yang bermuatan positif oleh benzena mmbentuk ikatan α. Di
bawah ini akan diberikan contoh reaksi pembentukan bromobenzena
(McMurry,2000)
34
Gambar 4.4 Pembentukan iodobenzena menggunakan reaksi iodasi
35
molekul air. Ion nitronium bereaksi dengan benzena untuk menghasilkan
karbokation yang prosesnya hampir sama dengan Br+. Kehilangan H+ pada
reaksi ini menyebabkan terbentuknya produk substitusi yang netral,yaitu nitro
benzena (McMurry,2000).
36
Cincin aromatik dapat di sulfonasi melalui reaksi dengan asam sulfat
berasap, yang merupakan campuran antara H2SO4 dan SO3. Elektrofil yang
reaktif adalah HSO3+ atau SO3 netral, bergantung pada kondisi reaksinya.
Substitusi terjadi dengan sama mekanisme dua langkah yang sama dan
sebelumnya telah terlihat pada reaksi nitrasi dan brominasi. Perlu diketahui
bahwa walaupun reaksi sulfonasi dapat bolak-balik, reaksinya dapat maju
ataupun mundur, tergantung pada kondisi reaksinya ( McMurry, 2000).
37
aromatik bermuatan positif dan gugus –SO3- bermuatan negatif. Dalam hal ini
SO3 berperan sebagai asam Lewis (penerima pasangan elektron) dan benzena
sebagai basa Lewis (pemberi pasangan elektron). Pada langkah akhir
sulfonasi terjadi pelepasan proton yang diikat oleh penerima proton (basa
Bronsted-Lowry) yaitu HSO4- . Produk yang diperoleh sebagai ion benzena
sulfonat karena asam benzena sulfonat merupakan elektrolit kuat sehingga
terdisosiasi. Di bawah ini akan diberikan contoh reaksi sulfonasi
(Sastrohamidjojo,2011).
38
Gambar 4.9 Reaksi alkilasi yang menghasilkan kumena
Gambar 4.10 Aril halida dan vinil klorida tidak reaktif dibandingkan alkil halida
39
amino atau gugus penarik elektron yang kuat. Contohnya dapat dilihat pada
gambar dibawah ini (McMurry,2000).
40
ditemukan pada suhu reaksi yang rendah, tetapi pada suhu ini biasanya
didapatkan campuran produk. Contohnya, reaksi benzena dengan 1-
klorobutana memberikan perbandingan 2:1 pada sec-butil dan butil ketika
reaksinya berada pada suhu 0o C dengan menggunakan AlCl sebagai katalis
Gambar 4.13 Reaksi benzena dengan 1-klorobutana pada suhu yang rendah
menghasilkan sec-butilbenzena 65 % dan butilbenzena 35 %
Gambar 4.14 Penyusunan kembali butil karbokation primer ke dalam bentuk butil
karbokation sekunder
41
Demikian pula, penyusunan karbokation dapat terjadi karena
penggantian gugus alkil. Contohnya, reaksi Friedel-Crafts antara benzena
dengan 1-kloro-2,2-dimetilpropana menghasilkan (1,1-dimetilpropil)
benzena sebagai produk tunggal. Karbokation primer yang awalnya telah
terbentuk kemudian tersusun kembali ke dalam bentuk tersiernya dengan
penggantian gugus metil dan pasangan elektronnya dari C2 ke C1
(McMurry,2000).
42
Gambar 4.15 Contoh reaksi asilasi Friedel-Crafts
b. Tahap II
43
Pada tahap ini, gugus arena melakukan serangan nukleofilik
terhadap gugus asil. Mekanismenya sebagai berikut:
Gambar 4.18 Atom klor bereaksi menjadi HCl dan katalis AlCl 3
44
1. Orientasi gugus yang akan masuk
2. Reaktivitas dari substituen yang telah terikat pada senyawa benzena terhadap
gugus yang akan masuk.
Sebagai contoh, bila toluena direaksikan dengan campuran asam nitrat dan asam
sulfat seperti reaksi dengan benzena, namun disini terdapat perbedaan yang perlu
dicermati:
1. Ternyata toluena beraksi sekitar 25 kali lebih cepat bila dibandingkan dengan
benzena pada kondisi yang sama. Kita mengatakan bahwa toluena
mengaktifkan terhadap substitusi elektrofilik aromatik dan dikatakan bahwa
gugus metil merupakan gugus pengaktif.
2. Nitrasi terhadap toluena menghasilkan produk campuran, terutama dihasilkan
dari substitusi pada kedudukan orto dan para. Kita kemudian mengatakan
bahwa gugus metil pada toluena merupakan gugus pengarah orto-para.
Klorobenzena dinitrasi pada posisi orto dan para, tetapi tidak pada posisi
meta. Namun, nitrobenzena menjalani nitrasi kedua pada posisi meta; tejadi sangat
sedikit substitusi pada posisi orto atau para. Contoh hal ini menunjukkan bahwa
sifat gugus yang masuk tidak mempunyai peranan dalam menentukan posisinya
45
sendiri sebagai cincin. Posisi substitusi kedua ditentukan oleh gugus yang telah
berada pada cincin ( Fessenden,1986)
Untuk membedakan kedua jenis substituen ini, Cl disebut pengarah-orto,
para, sedangkan NO2 disebut dengan pengarah-meta. Substituen apa saja pda
cincin benzena akan bersifat sebagai pengarah-orto atau pengarah-meta, meskipun
dengan jumlah yang bervariasi. Selain itu, perbandingan produk yang dihasilkan
dari reaksi benzena menunjukkan bahwa orientasi substitusi pada hakekatnya tidak
acak. Setiap kedudukan C-H kereaktidannya sama, jumlah/kuantitas yang sama
untuk substitusi orto dan meta dan setengah kuantitas untuk substitusi para: 40 %
orto, 40 % para, dan 20 % meta. Hal ini didasarkan pada prediksi secara statistik,
yaitu terdapat dua kedudukan orto, dua kedudukan meta dan hanya satu kedudukan
para (Sastrohamidjojo,2011).
46
Ada beberapa efek substituen pertama terhadap substituen kedua. Perbedaan
efeknya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Efek Substituen pertama terhadap substitusi kedua
(sumber: Fessenden,1986)
Tabel 4.1 meringkaskan substituen benzena yang mudah dijumpai, yang
dikelompokkan sebagai gugus aktivasi atau gugus deaktivasi dan sebagai pengarah –
o,p, kecuali halogen, merupakan juga gugus aktivasi. Perhatikan juga bahwa semua
mengarah –o,p, kecuali gugus aril dan alkil, mempunyai pasangan elektron
menyendiri ( unshared) pada atomnya yang terikat pada cincin. Tak satupun dari
pengarah-m memiliki pasangan elektron menyendiri pada atomnya yang terikat pada
cincin (Fessenden,1986).
47
Gambar 4.21 Mekanisme substitusi kedua dengan pengarah –o dan p
48
Gambar 4.22 Mekanisme brominasi anilina.
Beda antara mekanisme brominasi anilina dan benzena yang terletak pada
penstabilan ion benzononium antara. Ion benzononium tersubstitusi distabilkan oleh
resonansi, sama dengan ion benzononium tak tersubstitusi, tetapi dalam hal ini gugus
amino itu dapat menambah penstabilan. Suatu penstabilan zat antara yang meningkat
berarti bahwa energi keadaan-transisi dalam akan lebih rendah dan reaksi akan
berlangsung lebih cepat.
49
terjadi pada posisi –o dan –p karena gugus itu membantu mengemban muatan
positif dalam zat-zat antara (-o dan –p) ini. Meskipun gugus amino merupakan
pengarah –o dan –p dan suatu aktivator cincin, karakter ini akan berubah
dalam suatu campuran reaksi yang berisi asam Lewis seperti H 2SO4 , HNO3,
atau AlCl3 sehingga membentuk gugus ion amonium yang bersifat
mengarahkan –m dan mendeaktivasikan ( Fessenden,1986).
50
menyebabkan cincin itu kurang menarik bagi sebuah elektrofil yang akan
masuk (Fessenden,1986).
51
Gambar 4.25 Mekanisme substitusi kedua pada fenol
52
Gambar 4.26 Mekanisme substitusi kedua pada gugus alkil
53
menunjukkan bahwa zat-zat antara –o dan-p didestabilkan oleh dekatnya dua
muatan positif. Zat antara –m tidak mempunyai struktur resonansi yang
terdestabilkan semacam itu. Berikut ini merupakan contoh mekanisme
pembentukan zat antara pada reaksi klorinasi benzaldehida (McMurry,2000)
54
Gambar 4.28 Pembuatan 2,4-Dinitrotoluene
2. Jika dua gugus berbeda dalam efek-efek pengarahan mereka, maka aktivator
yang lebih kuat akan lebih diturut pengarahannya. Contohnya:
3. Jika dua gugus pada cincin berposisi meta satu sama lain, biasanya cincin itu
tidak menjalani substitusi pada posisi yang mereka apit , meskipun mungkin
cincin itu teraktifkan (pada posisi itu). Tidak reaktifnya posisi ini
dikarenakan adanya rintangan sterik.
55
Gambar 4.29 Substitusi ketiga tidak dapat terjadi jika substituen terletak diantara dua
gugus yang berbeda, tetapi dapat berlangsung bila posisinya tidak
berada
diantara diua gugus tersebut
56
menghasilkan produknya, sedangkan m-kloronitrobenzena adalah inert bagi OH-
(McMurry,2000).
Gambar 4.30 Reaksi substitusi nukleofilik aromatik dapat stabil pada posisi orto dan para,
tetapi tidak stabil pada posisi meta
4.5 Benzyne
57
Jika tidak ada substituen penarik elektron pada cincin, substitusi aromatik
nukleofilik akan sangat sulit dan reaksi ini berjalan dengan mengikuti deret
mekanisktik kedua. Dalam hal ini, mekanisme itu diduga berlangsung lewat zat-
antara benzuna (benzyne). Berikut adalah reaksi pembuatan fenol dari
klorobenzena dan NaOH dengan benzuna sebagai zat-antara (Fessenden,2000).
Gambar 4.32 Proses pembentukan benzuna yang ditambahkan furan melalui reaksi
Diels-Alder
58
4.6.1 Oksidasi Rantai Samping Alkilbenzena
Benzena merupakan senyawa yang tidak jenuh. Walaupun tidak jenh, benzena
adalah inert terhadap oksidator kuat seperti KMnO4 dan Na2CrO7, yang
merupakan reagen
59
BAB IV
REAKSI PEMBUATAN AROMATIS
Klorinasi Benzene
Klorinasi berlanjut secara analog ke brominasi kecuali katalis asam Lewis yang digunakan
adalah AlCl3.
Iodinasi Benzene
Prosedur iodinasi membutuhkan zat pengoksidasi asam, seperti asam nitrat.
Nitrasi Benzene
Benzena akan bereaksi dengan asam nitrat konsentrat panas untuk menghasilkan
nitrobenzene.
60
Sulfonasi Benzene
Benzene akan bereaksi dengan sulfur trioksida, dan dengan adanya asam, asam aril sulfonat
diproduksi.
Desulfonasi
Reaksi sulfonasi adalah reversibel, dan kelompok asam sulfonat dapat dihapus (yaitu
diganti oleh hidrogen) dari cincin aromatik dengan pemanasan dalam asam sulfat
encer.
61
62