Anda di halaman 1dari 151

MONOGRAF

SENYAWA AROMATIS

TEKNIK KIMIA S1 B

DISUSUN OLEH :

DEVA LIDYA SARI

WIDYA WULANDARI

KHOIRI SAPUTRA

LAMBOI

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
monograf ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam monograf ini kami
membahas mengenai senyawa aromatis dan benzena. Dengan terselesaikannya
monograf ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada monograf ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan monograf selanjutnya. Akhir kata semoga
monograf ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Pekanbaru,Desember 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……2

DAFTAR ISI……………….3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Definisi Senyawa Aromatis

1.2 Klasifikasi Senyawa Aromatis

1.3 Sifat Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Aromatis

BAB 2 TATA NAMA SENYAWA AROMATIS

2.1 Iupac

2.2 Trivial

BAB III PEMBUATAN

3.1 Pembuatan Senyawa Aromatis

BAB IV REAKSI REAKSI

4.1 Reaksi Senyawa Aromatis dengan Senyawa Lain

BAB V SENYAWA KOMERSIAL

5.1 Senyawa Komersial Aromatis

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI AROMATIS

Senyawa aromatik terdiri dari kelas hidrokarbon yang mencakup enam


anggota dan memiliki cincin karbon tak jenuh di mana elektron valensi ikatan pi
terdelokalisasi atau terkonjugasi. Senyawa ini bersifat stabil dan melimpah baik
dalam bentuk alami maupun sintetisnya. Nama aromatik diambil berdasarkan
pada aroma kuat yang dihasilkannya. Senyawa aromatik paling sederhana adalah
benzena (C6H6), senyawa bersifat karsinogen yang mudah terbakar, namun
merupakan bahan kimia industri penting

Benzena merupakan termasuk dari golongan senyawa aromatis yang


paling sederhana. Benzena merupakan hidrokarbon tidak jenuh sehingga mudah
bereaksi dengan senyawa atau unsur lain membentuk senyawa baru. Rumus
molekul benzena telah ditemukan sejak tahun 1834 yaitu C6H6. Rumus molekul
ini memperlihatkan ketidakjenuhan karena tidak memenuhi rumus CnH2n+2.
Benzena tidak melunturkan warna air bromin (tidak diadisi oleh bromin). Hasil
percobaan menunjukkan bahwa monosubstitusi benzena, C6H5X, tidak
mempunyai isomer. Hal ini mengisyaratkan bahwa keenam atom H pada benzena
mempunyai kedudukan yang ekivalen.

Sementara itu, disubstitusi benzena, C6H4X2, mempunyai tiga isomer.


Rumus struktur benzena menjadi persoalan bertahun-tahun yang kemudian
terselesaikan atas usul Kekule tahun 1865 yang mengusulkan agar enam atom
hidrogen yang terikat pada atom-atom karbon pada molekul C6H6 dibuat setara.
Menurut Kekule, struktur yang paling mungkin dari C6H6 adalah struktur cincin
yaitu struktur lingkar enam dengan tiga ikatan rangkap yang berkonjugasi dan
berpindah-pindah ( beresonansi ) sebagai berikut:

4
Gambar 1. Ikatan rangkap benzena yang selalu berpindah-pindah.

Ikatan rangkap dalam benzena selalu berpindah-pindah, maka semua


ikatan karbon-karbonnya sama panjang, yaitu antara ikatan tunggal dan ikatan
rangkap. Dari percobaan diketahui panjang ikatan C – C dalam benzena adalah
140 pm. Dilihat dari struktur resonansi benzena, ikatan tunggal dan ikatan rangkap
antara dua atom C bergerak dinamis ( berputar ) berganti-ganti. Jadi, struktur
molekul benzena digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Struktur molekul benzena

Rumus Kekule juga dapat menjelaskan tiga jenis isomer benzena disubstitusi,
C6H4X2. Ketiga isomer itu ditandai dengan ortho ( o ), meta ( m ), dan para ( p ).

5
Gambar 3. Rumus kokule.

Dari pembehasan tentang teori atom, telah kita ketahui bahwa elektron
dalam atom berada dalam orbital atom. Orbital tersebut ada yang berbentuk bola
(orbital s), balon terpilin (orbital p) atau bentk baling-baling (orbital d). dalam
molekul, elektron juga berada dalam orbital yaitu dalam orbital molekul (OM).
Menurut teori ikatan valensi, orbital molekul terbentuk dari pertumpangtindihan
orbital-orbital atom.

Pertumpangtindihan orbital-orbital atom dapat terjadi menurut dua cara, yaitu:

Gambar 4. Pertumpangtindihan orbital-orbital atom

1. Pertumpangtindihan ujung dengan ujung (head to head overlap). Ikatan


kovalen yang terbentuk dengan pertumpangtindihan jenis ini disebut
ikatan sigma (σ).

6
2. Pertumpangtindihan sisi dengan sisi (side to side overlap). Ikatan kovalen
yang terbentuk dengan pertumpangtindihan sisi dengan sisi disebut ikatan
phi (π).

Gambar 5. Pembentukan phi.

Salah satu syarat bagi pembenntukan ikatan phi adalah kedua orbital yang
bertumpang tindih harus sebidang. Ikatan pertama yang terjadi antara dua atom
selalu berupa ikatan sigma, sedangkan ikatan kedua dan ketiga adalah phi
Dalam pembentukan senyawa, atom karbon dapat mengalami tiga macam
hibridisasi, yaitu sp, sp2, dan sp3. Hibridisasi sp3 menghasilkan empat orbital
hibrida yang mempunyai susunan tetrahedral. Hibridisasi sp2 menghasilkan tiga
orbital hibrida yang mempunyai susunan segitiga sama sisi dan satu orbital p yang
tegak lurus pada bidang segitiga tersebut. Hibridisasi sp menghasilkan dua orbital
hibrida yang terbentuk linear dan dua orbital p yang tegak lurus satu sama lain,
juga tegak lurus terhadap orbital hibrida sp tersebut.
Tipe hibridisasi pada suatu atom pusat tergantung pada jumlah domain
elektron pada kulit luar atom pusat itu. Untuk senyawa karbon, jumlah domain
elektron sama dengan jumlah ikatan sigma yang dibentuk. Setiap ikatan sigma
memerlukan satu orbital hibrida. Sesuai dengan struktur kekule, setiap atom
karbon dalam benzene membentuk 3 ikatan sigma dan 1 ikatan phi. Jadi atom
karbon dalam benzene mengalami hibridisasi sp2.
Pembentukan cincin benzena dapat digambarkan sebagai berikut: setiap
atom karbon menggunakan dua orbital hibrida sp2 untuk membentuk ikatan
dengan sesama atom karbon, sedangkan satu orbital sp2 digunakan untuk
mengikat atom hidrogen. Keberadaan elektron-elektron yang terdelokalisasi

7
seputar lingkaran menjadi cirri dari senyawa aromatik. Hal itu pula yang
menyebabkan mengapa benzena sangat stabil dan sukar mengalami adisi. Untuk
mempermudah penulisan, rumus bangun benzene dapat digambarkan berupa
segienam beraturan dengan lingkaran di tengahnya. Lingkaran itu
menggambarkan elektron0elektron p yang mengalami delokalisasi.

A. Ikatan Dalam Senyawa Aromatik

Dalam tahun 1825 Ahli Kimia Inggris Michael Faraday mengisolasi suatu
cairan berminyak dari saluran gas London. Senyawa ini ternyata mempunyai
rumus molekul C2H6 dan diberi nama Benzena. 40 Tahun kemudian ahli Kimia
Jerman, Friederich August Kekule menemukan struktur ini. Hampir 75 tahun
kemudian baru dibentuk struktur benzen yang modern.
Persoalan pertama dalam membuat struktur benzen yang dapat diterapkan
berdasarkan fakta bahwa struktur yang adekuat tak dapat digambarkan apabila
memakai garis ikatan yang biasa. Sekarang kiat emngetahui bahwa enam karbon
atau benzen adalah sp2 yang hibrid dan disusun dalam bentuk cincin dengan 6
anggota. Tiap atom karbon mengandung sebauah elektron dalam orbit p. Kita
harapkan bahwa enam elektron p ini ada dalam tiga ikatan.

atau

Gambar 6. Struktur benzena

Tetapi rumus bangun ini tidak menerangkan mengapa benzene tak mengalami
reaksi seperti alkena.
Lagi pula semua ikatan C-C dalam benzen panjangnya sama, tak mengandung tiga
ikatan rangkap yang pendek dan tiga ikatan tunggal yang panjang.

8
Semua ikatan C-C mempunyai panjang iaktan 1,40A, ikatan antara ikatan tunggal
C-C (1,54 A) dan antara ikatan rangkap C=C (1,34A).
H

C H
H
C C

C C
H H
C

H
Gambar 7. Ikatan pada benzene

B. Aromatisasi dan Aturan HUCKEL


Aromatisitas adalah sebuah sifat kimia dimana sebuah cincin terkonjugasi
yang ikatannya terdiri dari ikatan tidak jenuh, pasangan tunggal, atau orbit kosong
menunjukan stabilitas yang lebih kuat dibandingkan stabilitas sebuah sistem yang
hanya terdiri dari konjugasi. Aromatisitas juga bisa dianggap sebagai manifestasi
dari delokalisasi siklik dan resonansi.

Syarat-syarat Aromatisitas
1. Molekul harus berbentuk siklik.
2. Setiap atom pada cincin tersebut harus mempunyai orbital π, membentuk
sistem berkonjugasi.
3. Molekul haruslah planar.
4. Jumlah elektron π molekul haruslah ganjil dan memenuhi kaidah Huckel:
(4n+2) elektronπ.
5. Molekul-molekul yang mengandung 4n elektron π adalah antiaromatik.

Struktur benzena dan turunannya seperti disebutkan diatas memperlihatkan


adanya 6 elektron π dalam sistem siklik terkonjugasi. Siklobutadiena dan
siklooktatetraena juga memiliki cincin siklik dengan ikatan rangkap dua
terkonjugasi

9
siklobutadiena siklooktatetraena
gambar 8. Siklbutadiena dan siklooktatetraena.

Sekarang timbul pertanyaan yaitu apakah kedua senyawa tersebut termasuk


senyawa aromatik?
Ternyata keduanya tidak memiliki sifat aromatik walaupun terdapat ikatan
terdelokalisasi pada cincinnya. Menurut Huckel, senyawa aromatik adalah
senyawa yang memiliki sistem ikatan rangkap dua terkonjugasi dengan jumlah
elektron π = (4n + 2), dengan n adalah bilangan bulat 0, 1, 2, 3 … jadi senyawa
siklik dengan ikatan rangkap dua terkonjugasi memiliki jumlah elektron π = 2, 6,
10, 14 …. Adalah aromatik. Sedangkan siklobutadiena dan siklooktatetraena
dengan 4 dan 8 elektron π, tidak memenuhi rumusan 4n + 2 sehingga bukan
senyawa aromatik.

a. Ion-Ion Aromatik
Mencermati definisi Huckel di atas terlihat bahwa batasan tersebut tidak
mempersyaratkan bahwa banyaknya orbital p harus sama dengan jumlah elektron
π. Kenyataannya kedua hal ini dapat saja berbeda. Rumusan Huckel berlaku luas
terhadap berbagai jenis spesies kimia, bukan hanya terhadap hidrokarbon netral.
Contoh:

H
+

anion siklopentadienil kation sikloheptatrienil

Kedua spesies ini adalah aromatik

10
Molekul netral siklopentadiena sendiri tidak bersifat aromatis karena
molekulnya tidak terkonjugasi penuh. Karbon gugus –CH2- dalam cincin adalah
hibrida sp3, jadi menghalangi konjugasi –siklis orbital p. Akan tetapi bila satu
atom H dari gugus –CH2- lepas maka karbon sp3 berubah menjadi sp2 sehingga
spesies sekarang mengandung 5 orbital p. Ada 3 cara pelepasan hidrogen dari
gugus –CH2-, yaitu atom H pergi dengan membawa satu elektron, atom H pergi
tanpa electron, dan atom H membentuk radikal.

Gambar 9. Resonansi electron pada benzene


Teori resonasi meramalkan ketiga spesies di atas sangat stabil sebab masing-
masing mempunyai 5 struktur resonasi yang ekuivalen. Sedangkan teori Huckel
meramalkan bahwa hanya anion yang dengan 6 elektron p adalah aromatik.
Kenyataannya kation dan radikal siklopentadienil sulit dibuat, sedangkan
karbanionnya dengan mudah dibuat dan karbanion ini sangat stabil. Fakta lain
yang mendukung adalah bahwa siklopentadiena adalah hidrokarbon yang paling
asam di antara hidrokarbon yang lain, pKa dari kebanyakan hidrokarbon 45,
sedangkan siklopentadiena mempunyai pka = 16, harga yang sebanding
denganpKa air.
Siklopentadiena bersifat asam oleh karena anion yang terbentuk oleh
ionisasi adalah cukup stabil. Tidak peduli bahwa anion siklopentadienil hanya
mempunyai 5 orbital p.
Dengan alas an yang serupa dapat digunakan untuk meramalkan kestabilan
kation, radikal dan anion sikloheptatrienil. Menurut teori resonansi ketiga spesies
ini mempunyai kestabilan yang tinggi, akan tetapi menurut Huckel hanya kation
sikloheptatrienil yang mempunyai kestabilan aromatik.

11
b. Pandangan Teori Resonansi
Pada mulanya struktur benzena dinyatakan oleh Kekule seperti berikut:

Akan tetapi karena panjang ikatan dalam molekul benzena semuanya sama,
yaitu 1,39 A, dan benzena adalah senyawa tunggal (tidak mempunyai isomer);
maka ikatan delokal dalam sistem benzena ditulis dengan struktur resonansi
sebagai berikut:

Banyaknya ikatan p dan s adalah sama, karena itu dikatakan kedua struktur
ekivalen dalam energi dan merupakan struktur resonansi yang penting. Masih ada
struktur resonansi benzena yang lain, namun struktur resonansi tersebut tidak
penting karena kandungan energinya tinggi. Misalnya yang dituliskan sebagai
berikut:

Semakin banyak struktur resonansi yang dibuat untuk suatu senyawa,


semakin besar pula energi resonansinya dan semakin stabil senyawa tersebut.

c. Energi Resonansi Pada Benzena


Untuk menghitung tentang apa yang dimaksud dengan energi resonansi, maka
simaklah data panas hidrogenasi beberapa senyawa sebagai berikut:

12
Dari persamaan (6.1) terlihat bahwa untuk hidrogenasi satu ikatan rangkap
dua dilepaskan kalor sebesar 28,6 kkal/mol. Sedangkan persamaan (6.2)
menunjukkan bahwa hidrogenasi dua buah ikatan rangkap dua dilepaskan kalor
sebesar 55,4 kkal/mol. Harga ini kira-kira sama dengan 2 x 28,6 kkal/mol. Dengan
demikian dapat diharapkan bahwa hidrogenasi tiga buah ikatan rangkap dua
seperti struktur resonansi benzena akan melepaskan kalor sebesar 3 x 28,6 = 86
kkal/mol. Sedangkan dari persamaan (6.3) terlihat bahwa panas hidrogenasi
molekul benzena yang sesungguhnya adalah 49,8 kkal/mol. Untuk lebih jelasnya
harga-harga tersebut disajikan dalam diagram berikut:

Gambar Diagram energi sikloheksana,


Sikloheksena,sikloheksadiena dan benzen

13
Dari diagram di atas terlihat bahwa molekul benzena yang sesungguhnya
memiliki energi lebih rendah dari pada struktur resonansi yang dibuat. Hal ini
berarti bahwa struktur benzena yang sesungguhnya adalah lebih stabil disbanding
struktur resonansinya yang paling stabil. Pada diagram juga tampak bahwa antara
struktur benzena sesungguhnya dengan struktur resonansi terdapat selisih energi
sebesar 36 kkal/mol. Harga selisih energi ini dinamakan energi kestabilan atau
energi resonansi. Jadi energi resonansi adalah perbedaan energi antara struktur
sesungguhnya dengan struktur resonansi yang paling stabil. Semakin besar energi
resonansi, maka senyawa bersangkutan semakin stabil.
Cara lain untuk mengetahui letak substituen adalah dengan memberi nomor
pada atom karbon penyusun cincin. Metode penomoran ini sangat berguna jika
terdapat lebih dari dua substituen, atau dengan sistem ortho, meta, para yang
menunjukkan hubungan tempat antara kedua gugusan dalam cincin
C. Syarat-syarat Aromatisitas

 Molekul harus berbentuk siklik.


 Setiap atom pada cincin tersebut harus mempunyai orbital pi, membentuk
sistem berkonjugasi.
 Molekul haruslah planar.
 Jumlah elektron pi molekul haruslah ganjil dan memenuhi kaidah Huckel:
(4n+2) elektron pi.

D.CINCIN AROMATIK

a). Cincin aromatik sederhana


Cincin aromatik sederhana, juga dikenal sebagai arena sederhana atau
senyawa aromatik sederhana, merupakan senyawa organik aromatik yang hanya
terdiri dari struktur cincin planar berkonjugasi dengan awan elektron pi yang
berdelokalisasi. Banyak senyawa cincin aromatik sederhana yang mempunyai
nama trivial. Biasanya, ia ditemukan sebagai substruktur molekul-molekul yang

14
lebih kompleks. Senyawa aromatik sederhana yang umumnya ditemukan adalah
benzena dan indola.
Cincin aromatik sederhana dapat berupa senyawa heterosiklik apabila ia
mengandung atom bukan karbon. Ia dapat berupa monosiklik seperti benzena,
bisiklik seperti naftalena, ataupun polisiklik seperti antrasena. Cincin aromatik
monosiklik sederhana biasanya berupa cincin beranggota lima, seperti pirola,
ataupun cincin beranggota enam, seperti piridina.

b). Cincin aromatik heterosiklik


Cincin aromatik yang mengandung atom nitrogen dapat dibedakan menjadi
cincin aromatik basa dan cincin aromatik non-basa.

 Pada cincin aromatik basa, pasangan menyendiri elektron bukanlah bagian


dari sistem aromatik cincin tersebut. Pasangan menyendiri ini
bertanggungjawab terhadap kebasaan basa ini. Dalam senyawa-senyawa
ini, atom nitrogen tidak berikatan dengan atom hidrogen. Contoh cincin
aromatik basa adalah piridina dan kuinolina. Beberapa cincin bisa saja
mengandung atom nitrogen basa dan non-basa secara bersamaan, misalnya
imidazola dan purina..

 Pada cincin non basa, pasangan menyendiri elektron atom nitrogen


berdelokalisasi dan berkontribusi terhadap sistem aromatik elektron pi.
Dalam senyawa ini, atom nitrigen berikatan dengan atom hidrogen.
Contoh cincin aromatik non-basa ini adalah pirola dan indola.

Pada cincin aromatik yang mengandung atom oksigen dan sulfur, satu dari dua
pasangan elektron heteroatom tersebut berkontribusi terhadap sistem aromatik
senyawa.Senyawa-senyawa yang dalam lingkar heterosiklisnya mengandung
atom selain karbon, namun sifat-sifatnya sama dengan senyawa-senyawa aromatik
lainnya.Agar suatu sistem cincin bersifat aromatik, terdapat tiga kriteria yang
harus dipenuhi :

15
1. Sistem cincin mengandung elektron  (pi) yang terdelokalisasi
(terkonyugasi).
2. Sistem cincin harus datar (planar), berhibridisasi sp2.
3. Harus terdapat (4n + 2) elektron  dalam sistem cincin (aturan Huckel).
Contohnya :

N O S
H Furan Tiofen
Pirol

5 4 5 4
N
6 3 6 3

7
N
2 7 N2
8 1 8 1
N N
pirazine Kuinolin Isokuinolin
piridine

Tata Nama Senyawa Heterosiklik Aromatik

Sistem cincin senyawa aromatik heterosiklik juga mempunyai tata nama


tersendiri. Berbeda dengan senyawa lainnya, penomoran pada cincin heterosiklik
ditetapkan berdasarkan perjanjian dan tidak berubah bagaimanapun posisi
substituennya. Penomoran beberapa senyawa heterosiklik adalah sbb :

4 N3
4 5 4 5 4
4 N3 3
5 3 5 2 6 6 3

6 5 2 N1 2 N2
2 7 7
N S N
1 1
H 8 1 8 1

Piridin Tiazol Imidazol Kuinolin 16


Isokuinolin
Bila suatu senyawa heterosiklik, hanya mengandung satu heteroatom, maka huruf
Yunani dapat juga digunakan untuk menandai posisi cincin

  
   
N
 N 
H
Piridin Pirol

Struktur Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima

Agar suatu heterosiklik dengan cincin lima anggota bersifat aromatik,


heteroatom itu harus memiliki dua elektron untuk disumbangkan ke awan pi
aromatik. Pirol, furan dan tiofen semuanya memenuhi persyaratan ini, sehingga
dapat bersifat aromatik.

N O S
H Furan Tiofen
Pirol

Penjelasan Struktur berdasarkan Teori Ikatan Valensi

A. Senyawa Pirol

Konfigurasi elektron
keadaan dasar : keadaan tereksitasi :
2 2s2 2p 2 1s2 2s1 2p 3
6 C : 1s
11 11 1 1 111
1 111 1 11 1

sp 2

17
satu elektron pi
+ +
dari karbon
dua elektron pi
H H dari nitrogen
+
_ _ +
H
+ N H
_
_
H
_

B. Senyawa Furan

Konfigurasi elektron
keadaan dasar : keadaan tereksitasi :
2 2s2 2p 3 1s2 2s1 2p 4
7 N : 1s
11 11 1 1 1 111
1 111 1 11 11

sp 3

satu elektron pi
+ +
dari karbon
dua elektron pi
H H dari oksigen
+
_ _ +
dua elektron mandiri
H
+ O dari oksigen
_
_
H
_

C. Senyawa Tiofen

18
Konfigurasi elektron
keadaan dasar : keadaan tereksitasi :
2 2s2 2p 4 1s2 2s1 2p 5
8 O : 1s
11 11 11 1 1 111
1 111 1 111 1 1

sp 3

satu elektron pi
+ +
dari karbon
dua elektron pi
H H dari sulfur
+
_ _ +
dua elektron mandiri
H
+ S dari sulfur
_
_
H
_
Struktur Hibrid Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima

Pirol Tiofen
_ _ _ _
+ + + +
N N N S S S
H H H
_
_ _
_

+ +
+ + S S
N N
H H

19
Furan
_ _
+ +
O O O

_
_

+ +
O O

Semakin besar jarak pemisahan muatan positif dengan negatif pada


struktur hibrid menyebabkan keadaan semakin kurang stabil. Kerapatan elektron
pada atom C nomor 2 dan nomor 5 lebih besar dari kerapatan elektron pada atom
C nomor 3 dan 4. Kemungkinan terjadinya substitusi elektrofilik yang paling
besar berada pada atom C nomor 2 dan 5.

Sifat Karakteristik Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima

A. Senyawa Pirol

Karena atom nitrogen dalam pirol menyumbangkan dua elektron ke awan


pi aromatik, maka atom nitrogen bersifat tuna elektron.

N
H
Pirol

Hal ini berdampak, cincin menjadi kaya elektron (bermuatan negatif parsial)



N +
H

Tidak seperti piridin dan amina, pirol (pKb = 14) tidak bersifat basa.

20
N + H+ tidak ada kation stabil
H
Pirol

B. Senyawa Furan

Karena atom oksigen dalam furan menyumbangkan dua elektron


(sepasang elektron) ke awan pi aromatik, maka atom oksigen bersifat tuna
elektron.

Hal ini berdampak, cincin menjadi kaya elektron (bermuatan negatif parsial)


O+
Berbeda dengan pirol, puran menunjukkan sifat basa yang amat lemah.

C. Senyawa Tiofen

21
Karena atom sulfur dalam tiofen menyumbangkan dua elektron (sepasang
elektron) ke awan pi aromatik, maka atom sulfur bersifat tuna elektron.

S
Hal ini berdampak, cincin menjadi kaya elektron (bermuatan negatif parsial)

Berbeda dengan pirol, tiofen juga menunjukkan sifat basa yang amat lemah.


S +

Reaksi-reaksi pada Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima

Reaksi-reaksi pada pirol

Walaupun mempunyai sepasang elektron bebas, tetapi karena adanya


delokalisasi elektron dalam cincin aromatis, maka pirol tidak dapat bersifat basa,
malahan bersifat asam yang sangat lemah, sehingga dapat bereaksi dengan
NaNH2 ataupun KOH

KOH
_ + H2 O
N N
+ 22
H K
+
N
Dapat pula bereaksi dengan reagen grignard dengan membebaskan alkana.

 Mengalami reaksi substitusi elektrofilik

1. Nitrasi

+ CH3MgBr + CH4
_
N N
H +
MgBr

O
CH3 C
ONO2 O
+ CH3 C
O
CH3 C NO2 OH
N N
O 5oC
H H
CH3 C
2.Sulfonasi O
N SO 3

sul fopi ri di n
N 90 o N SO 3

H H
asam-2-pi rol sul fonat

3.Reaksi coupling diazo

23
_
+
+ Cl N N NO2
N N N NO2 + HCl
N
H H
2-piroldiazonium klorida

4.Pembentukan 2-pirol karbokaldehida

1. HCN, HCl
2. H2 O O
N N CH NH N C
H
H H H
2-pirol karbokaldehida

5.Asilasi Friedel-Craft

O
CH3 C
O
CH3 C
O O
O + CH3 C
N AlCl 3 , 250 o C N C OH
CH3
H H

24
• Mengalami reaksi halogenasi (brominasi)

Br Br
Br2
C2 H5 OH
N Br N Br
H H
2,3,4,5-tetrabromopirol

• Mengalami reaksi reduksi


Sifat kearomatikan dari pada pirol dapat dihilangkan dengan mereduksinya
dengan hidrogen, pada temperatur tinggi.

H2 , Ni / Pt

200 - 250 o
N N
H H
pi rol pi rol i di n
Kb = 2,5 x 10 -14 Kb = 10 -3

Zn , HCl
N

H
3-pi rol i n

Reaksi-reaksi Furan

1. Reaksi reduksi

25
Sifat aromatis furan dapat dihilangkan dengan mereduksi furan menjadi tetra
hidro furan

H2 , Ni / Pd

50 o C 90 -93 %
O O
furan tetra hidro furan
td 31 o td 65 o

Makin berkurang sifat aromatisnya makin tinggi titik didihnya, karena makin
banyak dapat membentuk ikatan hidrogen.

_H O
2
CH2 CH CH CH2
O 1,3-butadiena

tetra hidro furan

+ NH3

O N
tetra hidro furan H
pirolidin

O O
O HgCl R C O C
Cl R
2-asetil furan

2. Reaksi halogenasi
Senyawa turunan furan (asam furoat) dapat bereaksi dengan halogen, dan setelah
dipanaskan terbentuklah 2-bromo furan.

26
O Br2 O
+ CO2
O C Br O C Br O
OH OH
asam furoat bromo furan

Senyawa halo-furan juga dapat diperoleh dengan reaksi sebagai berikut :

HgCl 2 X2
O
O CH3 C O HgCl O X
ONa
furan halo-furan

Dari reaksi ini, juga dapat diturunkan senyawa furan yang tersubstitusi dengan
gugus asetil.

+ HCl Cl CH2 CH2 CH2 CH2 OH


O
tetra metilen klorohidrin
tetra hidro furan

Tetapi umumnya, 2-asetil furan dibuat dengan larutan asam asetat anhidrid yang
diri garam boron triflourida eterat.

O BF3
CH3 C C2 H5 O C2 H5
+ O O
O HgCl CH3 C O C
O CH3
2-asetil furan

 Reaksi substitusi elektrofilik


1. Reaksi Nitrasi

27
O
O + CH3 C
O CH C O NO2 OH
2. Reaksi Sulfonasi 3
ONO2
furan 2-nitro furan

+ NSO3
O O SO3 H
furan
2-furan sulfonat

Kesimpulan

• Substitusi elektrofilik berlangsung terutama pada posisi 2.


• Posisi 2 (disukai).

+ +
NO
2 +
H H H -H
NO + +
N N 2 NO NO NO2
N 2 N 2 N
H H H H H

• Posisi 3 (tidak disukai).

H H
+ NO
NO
2 NO NO 2
2 2 -H
+
+ +
N N N
Piridin N
H H H H

Piridin mempunyai struktur yang serupa dengan benzena

atau
N N
Piridin Piridin
28
Masing-masing atom penyusun cincin, terhibridisasi sp2 dan mempunyai satu
elektron dalam orbital p yang disumbangkan ke awan elektron  aromatik.

+ +
_ _ +
+
_ N
+ + _
_ _

Perhatikan perbedaan antara benzena dan piridin

Benzena bersifat simetris dan nonpolar, tetapi piridin mengandung satu nitrogen
yang bersifat elektronegatif, sehingga bersifat polar.Pembentukan kation
menyebabkan cincin semakin bersifat tuna elektron

+
+ N
-
N+
_
FeBr3

Cincin piridin mempunyai kereaktivan rendah terhadap substitusi


elektrofilik dibandingkan dengan benzena. Piridin tidak mengalami alkilasi atau
asilasi Friedel-Crafts maupun kopling garam diazonium. Brominasi berlangsung
hanya pada temperatur tinggi dalam fase uap dan agaknya berlangsung dengan
jalan radikal bebas. Bila terjadi substitusi, akan berlangsung pada posisi 3.
Br Br Br
Br2
300o +
N N N
3-bromopiridin 3,5-dibromopiridin
29
Perbedaan lainnya, nitrogen dalam piridin mengandung sepasang elektron
mandiri dalam orbital sp2. Pasangan elektron ini dapat disumbangkan ke suatu ion
hidrogen, sehingga piridin bersifat basa. Kebasaan piridin (pKb = 8,75) jauh dari
kebasaan amina alifatik (pKb = 4), tetapi piridin menjalani banyak reaksi khas
amina

+
HC l
N H Cl-

piridinium klorida
N
CH 3 I
+
piridin NCH 3 I-

N-metilpiridinium iodida

Seperti benzena, cincin aromatik piridin bertahan terhadap oksidasi, tetapi


rantai samping dapat dioksidasi menjadi gugus karboksil.

KMnO4, H2O, H+
CH3 COOH

toluena asam benzoat


CH3 COOH
KMnO4, H2O, H+

N N
3-metilpiridin asam 3-piridinakarboksilat
(asam nikotinat)

Substitusi Nukleofilik pada Cincin Piridin

Bila suatu cincin benzena disubstitusi dengan gugus penarik elektron,


seperti –NO2 maka substitusi nukleofilik aromatik sangat dimungkinkan.

NO2 NO2
NH3
O2N Cl O2N NH2

30
Nitrogen dalam piridin menarik rapatan elektron dari bagian lain cincin
itu, sehingga piridin juga mengalami substitusi nukleofilik. Substitusi berlangsung
paling mudah pada posisi 2, diikuti oleh posisi 4, tetapi tidak pada posisi 3.

NH3

N Br kalor
N NH2
2-bromopiridin 2-aminopiridin

Cl NH2

NH3

N kalor
N
4-kloropiridin 4-aminopiridin
Posisi 2 (disukai)

NH 3
N Br penyumbang utama
N NH 2

_ _
-H + - Br-
NH 2 NH 2 NH 2
N Br N Br N Br
_
struktur-struktur resonansi untuk zat antara

Zat antara pada substitusi C-2, terstabilkan oleh sumbangan struktur


resonansi dalam mana nitrogen mengemban muatan negatif.

Posisi 3 (tidak disukai)


NH2
Br
NH2
N
N
NH2 NH2 _ NH
2
-H+ Br Br - Br-
_ _ Br
N N N
struktur-struktur resonansi untuk zat antara

31
Substitusi pada posisi C-3 berlangsung lewat zat antara dalam mana nitrogen tak
dapat membantu menstabilkan muatan negatif, sehingga memiliki energi yang
lebih tinggi yang menyebabkan laju reaksi lebih lambat.

 Benzena tanpa subtituen, tidak mengalami substitusi nukleofilik.

_
100o
+ NH2 tidak ada reaksi

 Piridin mengalami substitusi nukleofilik, jika digunakan basa yang sangat


kuat, seperti reagensia litium atau ion amida.

_
100o
+ NH2 - H2 _ H2O + OH-
N N NH N NH2

2-aminopiridin

o
+ Li 100 + LiH
N N
2-fenilpiridin

Dalam reaksi antara piridin dengan ion amida (NH2-), produk awal
terbentuk adalah anion dari 2-aminopiridin, yang kemudian diolah dengan air,
sehingga menghasilkan amina bebas.

Tahap 1 (serangan NH2-)

32
N _
NH 2

_ _
H H - H-
H
N
_ N N
NH 2 NH 2 NH 2
struktur-struktur resonansi untuk zat antara

_
+ H
_+ H2
N N H N NH
H anion dari 2-aminopiridin

Tahap 2 (pengolahan dengan air)

_
_ + H2O + OH
N NH N NH2
2-aminopiridin

E. REAKSI SUBSTITUSI DARI SENYAWA AROMATIK

a. Substitusi Elektrofilik Aromatik


Perbedaan sifat kimia antara struktur aromatik dengan struktur konjugasi
rantai terbuka terlihat dari reaksinya terhadap halogen. Sistem aromatik
mengalami reaksi substitusi sedangkan sistem konjugasi ploena mengalami reaksi
adisi.
Beberapa contoh reaksi substitusi terhadap benzena adalah sebagai
berikut:

33
Mekanisme Substitusi Elektrofilik Aromatik
Ditinjau reaksi klorinasi benzen berikut:

Dalam reaksi ini, klor digunakan sebagai sumber elektroifil, sedangkan


feriklorida yang merupakan asam Lewis sebagai katalisator.

Tahap pertama dari reaksi klorinasi tersebut adalah pembentukan elektrofil


dari klor. Reaksinya adalah:

Pada tahap kedua terjadi serangan elektrofil berupa ion kloronium tersebut
terhadap cincin benzena, persamaannya:

34
Sebagai hasil adalah terbentuknya karbokation. Orbital kosong dari
karbokation segera membentuk ikatan terdelokalisasi dengan orbital p atom
karbon lain pada cincin seperti halnya ikatan terdelokalisasi pada ion afilik.
Struktur ikatan terdelokalisasi yang bermuatan positif ini disebut ion
benzenonium. Struktur hibrida resonansinya dituliskan sebagai berikut:

Ion feCl4 yang terbtnuk pada tahap pertama berada dalam keadaan
kesetimbangan dengan ion klorida sesuai persamaan berikut:

Adanya nukleofil berupa ion klorida tersebut menyebabkan lepasnya satu


proton, dan terbentuk lagi sistem terdelokalisasi cincin benzena,
persamaannya:

Tabel Elektrofil Umum pada Substitusi Aromatik

Elektrofil Nama Proses


Cl+ Ion Kloronium Klorinasi
Br+ Ion bromonium Brominasi

35
NO2+ Ion nitronium Nitrasi
SO3 atau SO3H+ Ion sulfat trioksida (terprotonasi) Sulfonasi
R+ Ion karbonium Alkilasi

 Substituen Pengaktif dan Pen-Deaktif Cincin


Diketahui struktur beberapa senyawa sebagai berikut:

Data kecepatan reaksi nitrasi (campuran HNO3 dan H2SO4) senyawa-


senyawa di atas relatif terhadap benzena adalah sebagai berikut:

Toluena = 24,5
Benzena = 1,0
Klorobenzena = 0,003
Nitrobenzena = 0,0000001

Kesimpulan dari fakta tersebut adalah bahwa gugus –CH3 bersifat


mengaktifkan cincin benzena terhadap substitusi elektrofilik, sedangkan
gugus klor dan nitro bersifat mendeaktifkan cincin benzena terhadap reaksi
elektrofilik. Gugus seperti CH3 disebut gugus pengaktif cincin, sedangkan
gugus seperti klor dan nitro disebut gugus pendeaktif cincin benzena.

 Gugus Pengarah Orto, Para Dan Meta


Apabila toluene dinitrasi maka NO2+ menyerang sebagian besar
pada posisi orto dan para, sebaliknya hanya sedikit yang menyerang pada
posisi meta. Reaksinya adalah:

36
Terlihat bahwa produk orto dan para lebih dominan dari pada meta.
Dapatkah teori Kimia Organik menerangkan kenyataan ini?
Diketahui bahwa pada reaksi ini terbentuk zat antara reaktif yang
disebut ion benzenonium. Postulat Hammond menyatakan bahwa arah dari
reaksi ditentukan oleh kestabilan ion benzenonium, ion benzenonium yang
terjadi pada serangan orto, para, dan meta sebagai berikut:
Serangan orto, para :

Serangan meta :

37
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ion benzenonium pada
penyerangan orto dan para mempunyai hibrida resonansi dengan
karbokation tersier. Hal ini tidak terjadi pada serangan meta. Dapat diartikan
bahwa ion benzenonium yang terbentuk pada penyerangan orto-para lebih
stabil daripada ion benzenonium pada penyerangan meta. Berdasar pada
postulat Hammond, penyerangan orto-para haruslah dominan.

Selanjutnya ditinjau reaksi brominasi nitrobenzene dengan reaksi


berikut:

Hibrida resonansi dari ion benzenonium yang terbentuk pada serangan orto,
para dan meta dapat digambarkan sebagai berikut:
Serangan meta :

Serangan orto, para :

38
Terlihat bahwa ion benzenonium yang terbentuk pada serangan orto dan
para memiliki karbon positif yang berikatan langsung dengan atom N yang
bermuatan positif pula. Struktur demikian adalah kurang stabil karena
menyebabkan lemahnya ikatan C – N. Hal serupa tidak dijumpai pada
penyerangan meta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ion benzenanonium
pada penyerangan meta bersifat lebih stabil. Dengan mengacu pada prinsip
Hammond di atas, maka penyerangan orto, para dan meta disajikan dalam
tabel di bawah ini.
Tabel Gugus Fungsi Pengarah
Pengarah orto, para Pengarah meta
-CH3, CH2 CH3 (alkil) -NO2, -SO3H
-F, -Cl, -Br, -I -COR, -CO2H, -CO2R
-OH, -OCH3, -OR -CoN
-NH2, -NHR, -NR2

Berkaitan dengan uraian di atas, gugus pengarah orto dan para umumnya
adalah gugus pengaktif cincin, Sedangkan gugus pengarah meta adalah gugus
pendeaktif cincin.
Perkecualian untuk gugus berupa atom halogen (F, Cl, Br dan I), halogen
adalah pengarah orto dan para namun bersifat mendeaktifkan cincin.

b. Pentingnya Gugus Pengarah Dalam Sintesis


Fungsi gugus pengarah dan pengaktif cincin adalah penting dalam
merancang sintesis bertahap yang melibatkan substitusi aromatik. Sebagai
contoh diberikan soal berikut:

39
Rancangan sintesis senyawa-senyawa berikut, dimulai dengan benzena!
a. asam m-klorobenzenasulfonat
b. p=nitrotoluena

Jawab:
a. Pembuatan asam m-klorobenzenasufonat dari benzena dimulai dengan reaksi
sulfonasi terlebih dahulu, selanjutnya diikuti klorinasi. Hal ini dikerjakan
mengingat gugus sulfonat adalah gugus pengarah meta, sehingga klor akan
terikat pada posisi meta. Sebagai hasil dapat diperoleh senyawa seperti yang
diharapkan.

Reaksi di atas tidak dapat dibalikm seandainya dibalik yaitu


klorinasi terlebih dahulu kemudian diikuti dengan sulfonasi maka akan
terbentuk senyawa berbeda, yaitu asam orto dan para-klorobenzenasulfonat.
Hal ini dapat terjadi karena klor adalah gugus pengarah orto dan para.
b. Mengingat metil adalah gugus orto dan para, maka sintesis p-nitrotoluena
dikerjakan dengan alkilasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan nitrasi.
Reaksinya adalah sebagai berikut:

40
Dalam hal ini hasil yang diperoleh merupakan campuran hasil substitusi orto
dan para.
Jika ada dua gugus yang telah terikat pada cincin maka dalam rangka
pengikatan gugus ketiga, antara keduanya dapat saling menguatkan atau saling
melemahkan, tergantung pada jenis gugus yang ada tersebut.

F.Hidrokarbon Aromatik Polisiklik


Pada uraian yang terdahulu telah disebutkan konsep aromatik yaitu
kestabilan yang tinggi dari sistem siklik pada benzena dan turunannya. Pada
senyawa-senyawa yang telah diterangkan di atas hanya terdapat sebuah cincin
siklik.
Naftalena dengan rumus molekul C10H8, adalah senyawa aromatik
polisiklik yang banyak ditemui dalam ter batubara. Struktur naftalena
merupakan bidang datar dengan dua cincin benzena yang menyatu. Kedua
cincin tersebut menggunakan bersama dua buah atom karbon. Salah satu
struktur hibrida resonansinya.
Atas dasar konsep struktur delokal tersebut di atas maka resonansi
hibrida naftalena dapat dituliskan sebagai berikut:

Hal ini berarti bahwa naftalena dapat menyerupai struktur alkena


terbuka. Atas dasar itulah maka dapat diperkirakan bahwa naftalena lebih
reaktif dari pada benzena.

G. TURUNAN BENZENA DAN KEGUNAANNYA

Kegunaan benzena yang terpenting adalah sebagai pelarut dan sebagai


bahan baku pembuatan senyawa-senyawa aromatik lainnya yang merupakan

41
senyawa turunan benzena. Masing-masing dari senyawa turunan benzena tersebut
memiliki kegunaan yang beragam bagi kehidupan manusia. Berikut ini beberapa
senyawa turunan Benzena dan kegunaannya:

1. Toluena

Toluena digunakan sebagai pelarut dan sebagai bahan dasar untuk membuat TNT
(trinitotoluena), senyawa yang digunakan sebagai bahan peledak (dinamit).

2. Stirena

Stirena digunakan sebagai bahan dasar pembuatan polimer sintetik


polistirena melalui proses polimerisasi. Polistirena banyak digunakan untuk
membuat insolator listrik, boneka, sol sepatu serta piring dan cangkir.

Struktur Polistirena

3. Anilina

42
Anilina merupakan bahan dasar untuk pembuatan zat-zat warna diazo.
Anilina dapat diubah menjadi garam diazonium dengan bantuan asan nitrit dan
asam klorida.

Garam diazonium selanjutnya diubah menjadi berbagai macam zat warna. Salah
satu contohnya adalah Red No.2 yang memiliki struktur sebagai berikut:

Struktur Zat Pewarna Red No.2

Red No.2 dulunya digunakan seabagai pewarna minuman, tetapi ternyata bersifat
sebagai mutagen. Oleh karena itu, sekarang Red No.2 digunakan sebagai pewarna
wol dan sutera.

43
4. Benzaldehida

Benzaldehida digunakan sebagai zat pengawet serta bahan baku


pembuatan parfum karena memiliki bau yang khas. Benzaldehida dapat
berkondensasi dengan asetaldehida (etanal), untuk menghasilkan sinamaldehida
(minyak kayu manis).

5. Fenol

Dalam kehidupan sehari-hari fenol dikenal sebagai karbol atau lisol yang
berfungsi sebagai zat disenfektan.

6. Asam Benzoat dan Turunannya

Terdapat beberapa turunan dari asam benzoat yang tanpa kita sadari sering
kita gunakan, diantaranya adalah:

• Asam asetil salisilat atau lebih dikenal dengan sebutan aspirin atau asetosal
yang biasa digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit (analgesik) dan penurun
panas (antipiretik).

Oleh karena itu aspirin juga digunakan sebagai obat sakit kepala, sakit
gigi, demam dan sakit jantung. Penggunaan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iritasi lapisan mukosa pada lambung sehingga menimbulkan sakit
maag, gangguan ginjal, alergi, dan asma.

44
Asam asetil salisilat

• Natrium benzoat yang biasa ggunakan sebagai pengawet makanan dalam


kaleng.

Natrium Benzoat

• Metil salisilat adalah komponen utama obat gosok atau minyak angin.

Metil Salisilat

• Asam tereftalat merupakan bahan serat sintetik polyester.

45
Asam Tereftalat

• Parasetamol (asetaminofen) memiliki fungsi yang sama dengan aspirin tetapi


lebih aman bagi lambung. Hampir semua obat yang beredar dipasaran
menggunakan zat aktif parasetamol. Penggunaan parasetamol yang berlebihan
dapat menimbulkan gangguan ginjal dan hati.

Parasetamol

Diagram Kegunaan Benzena dan Turunannya:

46
7.Garam Diazonium: Pembuatan dan Struktur
Garam diazonium adalah senyawa organik yang diperoleh dari reaksi suatu
amina aromatik primer yang dilarutkan atau disuspensikan dalam suatu larutan
asam mineral dalam air, kemudian direaksikan dengan kalium nitrit dalam
keadaan dingin. Jika ditinjau dari sudut pandang sintesis senyawa organik, garam
diazonium mempunya arti penting karena dari senyawa tersebut dapat dibuat
berbagai senyawa aromatik.

Pembuatan Garam Diazonium

Pembuatan garam diazonium disebut dengan reaks


diazotisasi/diazotasiUntuk pembuatan garam diazonium diperlukan tiga macam
pereaksi, yaitu suatu amina aromatik primer, suatu asam mneral, dan garam
natrium nitrit. Reaksi pebuatan garam diazonium dilakukan dalam keadaan dingin
dengan cara mempertahankan suhu reaksi dibawah 5oC.

Contoh reaksi pembuatan garam diazonium menggunakan anilina dengan asam


mineral berupa HCl:

Struktur Garam Diazonium

47
Reaksi dan sifat yang dimiliki oleh garam-garam diazonium banyak
kesamaannya dengan garam-garam amonium kuaterner. Hal ini disimpulkan dari
hasil- hasil pengamatan sebagai berikut.

1. Larutan garam diazonium yang diperoleh dari asam mineral kuat bersifat
netral, dan dari hasil pengukuran daya hantarya menunjukkan bahwa
larutannya yang encer terionisasi sempuna.
2. Jika larutan gram benzenadiazonium klorida direaksikan dengan perak
hidroksida, dihasilkan endapan perak klorida (putih), sedangkan larutannya
bersifat sebagai basa kuat.

Dari hasil-hasil pengamatan di atas kiranya dapat diduga struktur garam


bernzenadiazonium klorida. Oleh Blomstrand Struktur garam benzenadiazonium
klorida dituliskan sebagai berikut:

1.2 SIFAT FISIKA

Benzena merupakan suatu senyawa berbentuk cairan tidak berwarna. Memilki


titik leleh sebesar 5,5 0C dan titik didihnya 80 0C (menurut Gutman & Potgieter,

48
1994: 222). Salah satu persenyawaan organik adalah minyak atsiri yang
merupakan suatu persenyawaan dengan sifat mudah menguap. Berdasarkan unsur
penyusunnya, yang terdiri atas golongan hidrokarbon dan oxygenated
hydrocarbon. Golongan hidrokarbon berupa dalam bentuk senyawa terpen,
parafin dan senyawa aromatik (Menurut Gusmalini, 1987 dalam Sembiring, 2001:
10).

Benzena dan hidrokarbon aromatik lain bersifat nonpolar. Senyawa


tersebut tidak larut dalam pelarut polar seperti air tetapi dapat larut dalam pelarut
organik nonpolar (dietil eter, karbon tetraklorida atau heksana). Benzena jika
direaksikan dengan senyawa nonpolar akan membentuk azeoptrop dengan air,
memiliki titik didih dan titik leleh yang khas jika semakin simetris dan lebih
teratur serta lebih kuat dalam keadaan padat maka senyawa aromatik tersebut
memiliki titik leleh dan titik didih yang tinggi (menurut Fessenden,1986:454).
Namun dalam kegiatan praktikum yang digunakan adalah toulena bukan benzena
disebabkan karena benzena bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), dan
bersifat toksik (racun) yang menyebabkan kerusakan hati (menurut hart,1990:
108).

Densitas benzena sebesar 0,88 g/cm3 dan memiliki viskositas yang


rendah hal ini disebabkan karena senyawa aromatik memiliki titik didih yang
tinggi yang mengakibatkan adanya interaksi antar molekul sehingga jarak antar
molekul semakin jauh karena gaya tarik menarik antar molekul melemah
akibatnya viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperatur. Senyawa
aromatik berpotensi sebagai bahan bakar karena mempunyai bilangan oktan yang
tinggi (sebesar 101), memiliki viskositas yang rendah, dan titik nyala yang rendah
sehingga bisa terbakar sempurna dan campuran dalam bensin untuk menaikan
bilangan oktan bensin yaitu sebesar 82.

Jadi senyawa aromatik memiliki sifat-sifat fisik berupa cairan tidak


berwarna, memiliki aroma yang khas, mudah menguap, mudah larut dalam
beberapa pelarut organik nonpolar, digunakan sebagai pelarut namun kebanyakan

49
dalam praktikum yang digunakan adalah toulena, membentuk azeoptrop dengan
air, memiliki titik didih dan titik leleh yang khas, densitas sebesar 0,88 g/cm3 dan
memiliki viskositas yang rendah, serta berpotensi sebagai bahan bakar. Oleh
karena itu senyawa aromatik tidak hanya memiliki sifat beraroma khas tetapi
memiliki sifat fisik yang lainnya sebagai senyawa aromatik.

Titik Didih Dan Titik Leleh Beberapa Senyawa Aromatis

TL TD

BENZENA 5,5 80

TOLUNA -95 111

o-XILENA -25 144

m-XILENA -48 139

p-XILENA 13 138

1.3SIFAT KIMIA AROMATIS

 bersifat toksik karsinogenik ( hati-hati menggunakan benzena sebagai


pelarut hanya gunakan jika tidak ada alternatif lain misalnya toluena .
 merupakan senyawa nonpolar
 tidak begitu reaktif tetapi mudah terbakar dengan menghasilkan banyak
jelaga
 lebih mudah mengalami reaksi subtitusi dari pada adisi

50
BAB II
TATA NAMA
1. Struktur Kekule

Kekule mengemukakan bahwa 6 atom karbon yang terdapat di sudut-


sudut heksagon beraturan, dengan satu atom hidrogen melekat pada setiap
atom karbon.Menurut Kekule, agar setiap atom karbon mempunyai valensi
empat (4) maka harus terdapat ikatan tunggal dan ganda yang berseling di
sekeliling cincin.

2. Struktur Delokalisasi π

51
Oleh karena elektron-elektron pada ikatan rangkap dalam senyawa
benzena tersebar di seluruh cincin maka struktur benzena adalah sangat stabil.
Para ahli kimia, kemudian menggambarkan struktur benzena dengan merujuk
pada sistem elektron π (pi) delokalisasi.

Untuk memudahkan penamaan senyawa benzena, maka senyawa ini dibagi


menjadi tiga kelas yaitu seperti berikut:

1. Benzena Monosubstitusi

Benzena monosubstitusi merupakan benzena di mana satu atom H disubstitusi


dengan substituen. Tata nama benzena monosubstitusi menurut sistem IUPAC
adalah: Nama subtituen + benzene

52
2. Benzena Disubstitusi

Pada benzena ini terdapat dua substituen, sehingga untuk struktur isomer
digunakan awalan orto (o), meta (m), dan para (p).

53
Jika substituen berada pada posisi 1 dan 2 maka diberi awalan orto atau o.
Adapun jika substituen berada pada posisi 1 dan 3 maka diberi awalan meta
atau m. Dan jika substituen berada pada posisi 1 dan 4 maka diberi awalan
para atau p.

Contoh

Jika dua substituennya berbeda, maka salah satu dianggap sebagai senyawa
utama dan gugus yang lain dianggap sebagai gugus terikat dengan urutan

prioritas seperti berikut:

–COOH, –SO3, –CH3, –CN, –OH, –NH2, –R, –NO2, –X

54
3. Benzena Substitusi Lebih dari Dua

iJka terdapat tiga substituent atau lebih pada sebuah cincin benzena, maka
sistem o, m, p tidak berlaku lagi. Dalam hal ini, posisi substituen dinyatakan
dengan angka. Urutan prioritas penomoran untuk beberapa substituen yang umum
adalah sebagai berikut:

Maka dari pada itu, harus diperhatikan dalam pemberian tata nama
senyawa benzena, jika mempunyai tiga substituen nya. Contoh nya :

55
56
Ada cukup banyak senyawa aromatik yang ditemukan jauh sebelum metode
pemberian nama secara sistematik (IUPAC) digunakan. Oleh karena itu
pemberian nama umum yang tanpa aturan yang jelas cukup banyak digunakan
hingga sekarang. Beberapa contoh diantaranya adalah:

Jika diperhatikan nama tiga senyawa pertama yaitu benzena, toluene dan
stirena, tampak adanya kesamaan. Sebagai satu kelompok senyawa hidrokarbon
aromatik tersebut dinamakan arena.
Selain dari nama trivial biasanya kita juga memberi nama aromatik
monosubstitusi dengan benzennya sebagai nama induk. Nama substitusi menjadi
awalan bagi nama induk. Benzena monosubstitusi dinamakan sebagai turunan
benzena, seperti:

Dalam hal benzena tersubstitusi dua gugus, ada tiga kemungkinan isomer
yaitu isomer orto (o), meta (m) dan para (p). Contohnya adalah:

57
Pada beberapa contoh di atas, kedua substituen adalah sama. Awalan orto,
meta, dan para tetap digunakan walaupun kedua subtituen berbeda, seperti:

BAB III

REAKSI BENZENA

Reaksi senyawa Aromatik

Reaksi senyawa aromatik ini umumnya melalui reaksi substitusi,


walaupun ada sebagian reaksi yang melalui reaksi adisi. Macam-macam substitusi
benzena di antaranya halogenasi benzena, dan nitrasi benzena.
Kemudahan benzena mengalami reaksi substitusi elektrofilik
menyebabkan benzena memiliki banyak senyawa turunan. Semua senyawa karbon
yang mengandung cincin benzena digolongkan sebagai turunan benzena. Berikut
ini beberapa turunan benzena yang umum:

58
Tabel 1 : Senyawa Turunan Benzena

Struktur Nama

Toluena

p-xilena

Stirena

Anilina

Fenol

Selain senyawa-senyawa di atas, masih banyak lagi senyawa turunan


benzena yang terdapat di sekitar kita baik itu dengan satu substituen yang terikat
pada cincin benzena, ataupun dua substituen atau lebih.
Namun pada artikel kali ini akan tidak akan dibahas reaksi sumbsitusi pada
senyawa aromatic.

ANILIN

59
Aniline merupakan senyawa turunan benzene yang dihasilkan dari reduksi
nitrobenzene. Anilin memiliki rumus molekul C6H5NH2

Anilin merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi coklat karena
oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organik penting karena
merupakan dasar bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena, terhirup,
atau terserap kulit. Senyawa ini merupakan dasar untuk pembuatan zat warna
diazo. Anilin dapat diubah menjadi garam diazoinum dengan bantuan asam nitrit
dan asam klorida.
Anilin merupakan bahan utama untuk pembuatan isocyanat yang
digunakan terutama untuk pembuatan busa polyurethane, busa semifleksible untuk
pasar automotive. Anilin digunakan juga dalam industri karet, pewarnaan,
hidroquinon, obat-obatan dan sebagainya.
Anilin dapat dihasilkan oleh reaksi hidrogenasi nitrobenzene dengan
hidrogen menggunakan bantuan katalisator padat Coopper oxide.

60
Reaksi-Reaksi Pada Senyawa Polisiklik Aromatik
Senyawa aromatik polisiklik lebih reaktif terhadap serangan oksidasi,
reduksi dan substitusi dibandingkan senyawa benzena. Kereaktifan ini disebabkan
kemampuan bereaksi dari suatu cincin, sementara cincin lainnya masih
dipertahankan.
1. Reaksi Oksidasi
Asam ftalat anhidrat dibuat dari oksidasi naftalena dengan katalis
vanadium oksida. Persamaan reaksinya :

61
Antrasena dan fetnantrena dapat juga dioksidasi menjadi suatu kuinon.
Reaksinya :

2. Reaksi Reduksi
Berbeda dari benzena, senyawa polisiklik dapat dihidrogenasi (direduksi)
parsial pada tekanan dan suhu kamar.

62
Perhatikan bahwa system cincin yang tereduksi parsial masih mengandung
cincin benzena. Sebagian besar sifat aromatik dari system cincin masih ada dan
dipertahankan.
Untuk menghidrogenasi semua cincin aromatik dalam naftalena dapat
dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi. Persamaan reaksinya :

3. Reaksi Substitusi
Semua cincin aromatik polisiklik lebih reaktif terhadap serangan substitusi
daripada benzena. Naftalena mengalamai reaksi substitusi terutama pada posisi
atom karbon nomor-1. Beberapa contoh reaksi substitusi aromatik polisiklik di
antaranya reaksi brominasi dan reaksi sulfonasi.
a. Reaksi brominasi
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa naftalena dapat dibrominasi
pada suhu kamar menggunakan katalis FeBr3.

b. Reaksi sulfonasi

63
Reaksi sulfonasi pada naftalena dilakukan sama seperti pada benzena.
Berdasarkan data hasil percobaan diketahui bahwa reaksi sulfonasi naftalena
dipengaruhi oleh suhu.

Pada suhu dibawah 60oC, naftalena bereaksi dengan asam sulfat pekat
membentuk asam 1-naftalenasulfonat, tetapi pada suhu tinggi di atas 160oC,
menghasilkan campuran produk dari asam 2-naftalenasulfonat (85%) dan asam 1-
naftalenasulfonat (15%).

Reaksi-reaksi senyawa aromatik selain reaksi substitusi


Benzena merupakan senyawa organik yang dapat mengalami beberapa
reaksi khusus. Reaksi benzena biasanya terjadi melalui penggantian atom
hidrogen yang terikat pada karbon dengan gugus fungsi yang lain, atau dengan
istilah reaksi substitusi. Halaman ini akan menjelaskan reaksi yang dapat terjadi
pada senyawa benzena, dengan kata lain akan menjelaskan reaksi pembuatan
senyawa turunan benzena.

64
Substitusi Elektrofilik
Kebanyakan reagen yang dapat bereaksi dengan cincin aromatik pada
benzena dan turunannya adalah elektrofil. Jika benzena digambarkan dengan
rumus umum ArH, dimana Ar merupakan gugus aril, maka elektrofil akan
menggantikan kedudukan hidrogen dalam cincin. Reaksi tersebut dinamakan
reaksi substitusi elektrofilik. Beberapa reaksi substitusi elektrofilik adalah reaksi
nitrasi, sulfonasi, halogenasi, alkilasi dan asilasi.

Nitrasi

Reaksi nitrasi adalah reaksi kimia yang terjadi pada benzena dan asam
nitrat dengan bantuan katalis asam sulfat. Senyawa yang dihasilkan adalah
nitrobenzena dan air (produk samping). Elektrofil yang bekerja dalam reaksi
nitrasi adalah ion nitronium (+NO2).
Sulfonasi

65
Reaksi sulfonasi adalah reaksi kimia yang terjadi pada benzena dan asam
sulfat dengan adanya pemanasan. Produk yang dihasilkan dalam reaksi sulfonasi
adalah asam benzena sulfonat dan air. Reaksi sulfonasi merupakan
reaksi reversible (dapat balik).
Halogenasi

Reaksi halogenasi adalah reaksi kimia yang terjadi pada benzena dan
molekul halogen diatomik dengan bantuan katalis logam (biasanya besi). Senyawa
yang dihasilkan dalam halogenasi adalah aril halida (halobenzena) dan asam
halida. Sebagai contoh, jika benzena direaksikan dengan bromin dan katalis besi,
akan terbentuk bromobenzena dan asam bromida.

Alkilasi Friedel-Crafts

66
Alkil halida dengan benzena bereaksi dengan adanya aluminium(III)
klorida menghasilkan alkilbenzena. Reaksi ini dinamakan reaksi alkilasi. Jika alkil
halida yang direaksikan mempunyai rantai panjang akan terjadi reaksi penataan
ulang (rearrangement reaction).

Asilasi Friedel-Crafts
Versi lain dari reaksi Friedel-Crafts adalah asilasi. Reaksi asilasi adalah reaksi
kimia yang terjadi pada benzena dengan asil halida dengan bantuan katalis
aluminium(III) halida.

Walaupun asil halida yang direaksikan mempunyai rantai panjang, reaksi asilasi
tidak dapat mengalami penataan ulang.

Substitusi Nukleofilik
Penggantian salah satu atom hidrogen dengan gugus fungsi nukleofil tidak dapat
dilaksanakan secara langsung. Cara alternatif yaitu dengan menambahkan suatu
gugus pergi (leaving group) pada cincin benzena. Setelah itu, gugus pergi akan
digantikan oleh gugus nukleofil. Reaksi akan berhasil jika gugus pergi yang
digunakan adalah garam diazonium (-+N2). Reaksi tersebut dinamakan reaksi

67
substitunukleofilik.

Contoh reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi pembuatan fenol. Gugus OH


tidak dapat ditambahkan langsung pada cincin benzena, melainkan via garam
diazonium seperti pada skema berikut.

REAKSI PADA ASAM BENZOAT


Asam Benzoat (benzoic acid) adalah suatu senyawa kimia dengan rumus
C6H5COOH . Produk ini merupakan bahan kimia yang berupa asam organik padat
berbentuk kristal putih, mudah terbakar, larut dalam alkohol, ether, mudah
menguap, dan mudah meledak. Asam benzoat dengan nama dagang
benzenecarboxylic acid atau carboxybenzene merupakan carboxylic acid aromatik
yang paling sederhana. Asam benzoat memiliki struktur kimia sebagai berikut :
Asam benzoat dapat disintesa dari dari bermacam-macam zat organik seperti
benzyl alkohol, benzaldehyde, toluene, dan asam phtalat (The Columbia
Enyclopedia, 2004).
Secara umum ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membuat
asam benzoat diantaranya adalah (Othmer, K., 1978) :

68
1. Oksidasi Toluene dengan udara dalam fasa cair
Proses ini merupakan cara yang paling awal digunakan, dimana toluene,
katalis, dan udara (atau O2 yang terkandung dalam udara)diumpankan secara
kontinyu ke dalam autoclave sehingga terbentuk asam benzoat pada suhu 150 –
250 0C dan tekanan 5-50 atm. Perbandingan udara dan toluene dikendalikan untuk
mendapatkan konversi 10-50%. Panas reaksi dapat dihilangkan dengan refluks
toluene dan penggunaan jacket cooling. Autoclave secara kontinyu overflow ke
stripper kemudian toluene dipisahkan dan direcycle ke autoclave. Air yang
terbentuk dari kondensasi aliran gas harus segera dipisahkan sebelum toluene
yang tidak bereaksi dikembalikan ke reaktor. Pemisahan dapat dilakukan dengan
kristalisasi, distilasi, atau kombinasi keduanya. Yield yang diperoleh sekitar 80%.
Asam benzoat yang terbentuk kemudian dibentuk menjadi flake atau disublimasi
untuk mendapatkan variasu ukuran untuk dijual.

2. Oksidasi Acetophenone
Campuran acetophenone, asam asetat, dan Mangan asetat tetrahidrat
diaduk dengan cepat kemudian aliran O2 dilewatkan pada campuran tersebut.
Campuran dipanaskan sampai 800C dimana pada temperatur tesebut berubah
warna menjadi coklat tua dan mulai terjadi adsorpsi O2. Temperatur sistem
dijalankan pada 92-970C, setelah sekitar 3,5 jam, campuran dipanaskan hingga
105-1100C selama beberapa menit kemudian asam formiat dan asam asetat yang
terbentuk selama reaksi dipisahkan dengan distilasi. Residu dilarutkan dengan
500ml air kemudian dengan distilasi uap acetophenone yang tidak bereaksi
dipisahkan. Residu kemudian didinginkan kembali dan asam benzoat yang
dikristalkan kemudian dikumpulkan pada filter dan dikeringkan. Yield yang
didapat adalah 89%dengan kemurnian 98-99%.

3. Oksidasi Benzyl Bromida


Benzyl bromide dan asam asetat glasial dimasukkan dalam pipa kaca
tertutup didalam shaker bomb, O2 60% dimasukkan sampai tekanan mencapai 300

69
psig, kemudian dipanaskan sampai 1900C dengan dikocok.Temperatur ini dijaga
sampai 3 jam. Bahan-bahan di dalam pipa kemudian didinginkan, ditambahkan
air, dan kristal asam benzoat yang terbentuk disaring dari larutan.

4. Klorinasi Toluene
light
C6H5CH3 + 3 Cl2 ===> C6H5CCl3 + 3 HCl
heat
ZnCl2===>C6H5CCl3 + 2 H2O C6H5COOH + 3 HCl
(75 – 80%)
Toluene diklorinasi pada 100-150 0C, hingga Specifik grafity mencapai
1,375-1,385 pada 20 0C Sedikit alkali dapat ditambahkan untuk netralisasi residu
hydrogen klorida. Benzotriklorid dapat didistilasi kemudian diumpankan dalam
bejana yang dilengkapi dengan agitator. Setelah dipanaskan sampai 100 0C,
sekitar 0,7 % berat (berdasarkan umpan) Zinc Chloride sebagai katalis. Kemudian
air ditambahkan perlahan-lahan di bawah permukaan cairan. Hidrogen klorid yang
terlibat dalam reaksi diserap oleh air membentuk hidroclorid acid. Temperatur
akan naik secara perlahan sampai 110-115 0C. Pada saat reaksi sempurna dimana
ditandai dengan tidak adanya hydrogen klorid, air ditambahkan, dan produk reaksi
dibiarkan sampai 0,5 jam dengan pengadukan. Temperatur diturunkan sampai 90-
100 0C, air panas ditambahkan untuk melarutkan Zinc Klorid dan hidroclorid acid
sisa. Lapisan asam dipisahkan dan dibiarkan mengeras, lapisan air didinginkan,
hal ini mempercepat terlarutnya asam benzoat, yang dipisahkan dengan filtrasi,
dicuci dengan air dingin, dan ditambahkan pada padatan asam benzoat. Komposisi
padatan terdiri dari asam benzoat crude dan jumlah yang bervariasi dari air,
pumice, dan impuritas yang lain. Ini dapat diubah menjadi Sodium benzoat
kualitas tinggi dengan melarutkan dalam Sodium hidroksid, penyaringan, dan
pemurnian larutan benzoat. Asam benzoat crude dapat dimurnikan dengan
memberi USP asam benzoat dengan beberapa cara seperti sublimasi atau
kristalisasi. Yield 90% dapat tercapai berdasarkan benzotriklorid yang
diumpankan.

70
5. Dekarboksilasi Pthalyc Anhydrid
Dalam proses ini phtalyc anhydrid direaksikan dengan steam, dan reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
C6H4 (CO)2O + H2O ===> C6H5COOH + CO2
(85% yield)

Proses pembentukan asam benzoat dari pthalyc anhydrid dapat dilakukan dalam
fase cair maupun fase gas.

a. Proses fase cair


Pthaltc anhydrid cair diumpankan crude dalam ketel tertutup yang
dilengkapi agitator efisien. Ditambahkan 2-6% katalis yang terdiri dari kromium
dan sodium pthalat dalam jumlah hampir sama. Katalis dapat diumpankan secara
terpisah atau dapat juga dengan penambahan secara langsung Kromium hidroksid
dan kaustik soda ke dalam reaktor dalam jumlah yang hampir sama. Umpan
tersebut kemudian dipanaskan sampai kurang lebih 200 0C dan kemudian 2-20
bagian steam/jam (dari 100 bagian pthalyc anhydrid) dimasukkan dibawah
permukaan campuran. Dalam proses juga terbentuk pthalyc acid. Reflux
kondensor mengembalikan air, asam benzoat, dan pthalyc acid ke dalam reaktor.
Sementara itu CO2 dibuang ke atmosfer. Reaksi dibiarkan berlangsung sampai
campuran mengandung kurang dari 5% pthalyc acid. Asam benzoat kemudian
dpisahkan dengan distilasi dengan atau tanpa bantuan steam. Pemisahan asam
benzoat yang lebih sempurna dilakukan dengan menambahkan kaustik soda
sebelum distilasi.

b. Proses fase gas


Asam benzoat dapat diproduksi dengan dekarboksilasi fase uap dari pthalyc
anhydrid. Dalam proses ini, uap pthalyc anhydrid dicampur dengan steam seberat

71
10-50 kali berat pthalyc anhydrid pada suhu 2000C. Kemudian dilewatkan pada
katalis yang diam pada temperatur sekitar 4500C. Campuran katalis terdiri dari
seng oksida pada batu apung carier atau tembaga karbonat dan kalsium hidroksida
pada butiran batu apung. Karbon dioksida yang dihasilkan dari reaksi dipisahkan
dari asam benzoat dengan separator untuk mengambil asam benzoat yang terbawa.
Asam benzoat kemudian dipisahkan setelah kondensasi dengan destilasi untuk
memisahkan sisa reaktan (pthalyc anhydrid dan H2O). Pthalyc anhydrid yang
tidak bereaksi direcycle untuk direaksikan kembali dengan steam. Sementara
asam benzoat diambil sebagai produk.

6. Oksidasi Toluene dengan Sulfur dan Air


Proses tipe ini dapat dapat menghasilkan asam benzoat dari toluene atau
asam lain dari bahan baku yang lain. Paten mendiskripsikan bahwa prosesnya
adalah sebagai berikut : autoclave dari stainless-steel A4.5-1 diisi dengan 92 g
toluene dan19 ml air. Tube glass berukuran besar yang berisi 100 g sulfur
diletakkan dalam autoclave sedemikian rupa sehingga saat pertama kali autoclave
digoncangkan, isi dalam autoclave bisa bercampur dengan yang ada dalam tube.
o
Autoclave diisolasi dan dipanaskan 625 C sebelum digoncangkan.
Penggoncangan pada temperatur tersebut dilanjutkan selama 90 menit, tekanan
meningkat sampai 2250 psig. Autoclave didinginkan dan 70 g hydrogen sulfide
dialirkan ke dalam scrubber kaustik. Produk difilter dan dikeringkan, dan cake
padat yang merupakan campuran asam benzoate,sulfur, dan by-product didistilasi.
Sebagai potongan bagian atas, 79,9 g asam benzoate dan ekivalen netral 124,4
didapatkan. Selanjutnya 5 g didapatkan tertahan dalam kolom, dan dalam aqueous
filtrate, 6,8 g ditemukan dalam dasar kolom distilasi, 20,6 terkandung sulfur, dan
by-product berwarna gelap lainnya.
Tahap selanjutnya menggunakan oksidan tipe sulfur menunjukkan bahwa hasil
yang lebih banyak bisa didapatkan dengan kondisi berbeda. Dengan sulfur dioksid
sebagai oksidan (dengan sedikit hydrogen sulfide sebagai inisiator), 82% yield
didapatkan, an dengan sedikit penambahan NaOH ke sistem akan didapatkan

72
83,6% yield. Beberapa proses lain di masa lampau belum pernah dicoba pada
skala pabrik.

7. Oksidasi Toluene dengan Asam Nitrat


Prosesnya adalah sebagai berikut : tangki reaksi harus dalam kondisi asam
dan harus mampu beroperasi pada tekanan 75 psi. Tangki diisi 85 lb asam nitrat
67%, 800 lb air, 500 lb toluene, dan 5 lb mangan dioksid. Selama kurang lebih 2
jam, temperature dibawa ke 80-90 oC, tekanan meningkat manjadi 35-40 lb.
kondisi ini dipertahankan 6 atau 7 jam. Akhirnya selama 24 jam proses,
temperature meningkat menjadi 110oC, dan tekanan meningkat sampai 75 lb.
Secara periodic selama proses pemanasan, oksigen (atau gas yang kaya oksigen)
dimasukkan dalam kettle di atas pengeluaran. Gas inert dikeluarkan kadang-
kadang. Yield dalam proses ini 70-80 % dalam jumlah teoritis.

8. Oksidasi Toluene dengan Sodium Dikromat


Toluen dan larutan sodium dikromat dalam air dipanaskan pada 250-300
oC, dengan pengadukan yang kasar, dalam autoclave selama 2-3 jam sehingga
terbentuk sodium benzoate, sodium hidroksid, dan chromic oxide (Cr2O3).
Autoclave didinginkan sampai sekitar 100 oC dan toluene yang tidak bereaksi
didistilasi. Asam benzoate ditambahkan untuk menetralkan natrium hidroksid
yang terbentuk. Chromic oxide kemudian diambil dari campuran dengan difilter,
dicuci, dan dimasukkan kembali ke autoclave bersama-sama dengan air dan cukup
natrium hidroksida untuk membentuk sodium khromat. Isi autoclave dikondisikan
pada tekanan udara 1400 psi dan dipanaskan menjadi 280-300 oC selama 4-8 jam,
sementara itu udara yang kehabisan oksigen sebagian dikeluarkan. Larutan
sodium dikromat yang terbentuk digunakan dalam oksidasi pemasukan toluene.

Substitusi elektrofilik aromatik


Substitusi elektrofilik aromatik adalah suatu reaksi organik di mana
sebuah atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatik digantikan
dengan suatu elektrofil. Reaksi terpenting dikelas ini adalah nitrasi aromatik,

73
halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan asilasi serta alkilasi Friedel-
Crafts. Reaksi ini, utama dalam kelompok substitusi elektrofilik, sangat penting
dalam kimia organik, baik dalam industri dan di laboratorium. Reaksi ini
memungkinkan pembuatan senyawa-senyawa aromatik tersubstitusi oleh
berbagai gugus fungsional dengan reaksi dasar.

Reaksi substitusi kedua pada cincin benzene


Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi elektrofilik, maka
substituen yang telah ada tersebut akan berpengaruh pada laju reaksi dan arah
serangan. Berlangsungnya proses substitusi tersebut dapat lebih cepat atau lebih
lambat daripada benzena. Sedangkan gugus baru mungkin diarahkan pada posisi
orto, meta, atau para.
Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif
sedangkan gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif.
Gugus-gugus yang termasuk kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat
pengaktif dan sebagian lainnya bersifat pendeaktif, sedangkan gugus-gugus
pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok pendeaktif. Jika suatu gugus
dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan bahwa gugus yang
baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para.
Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini
mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi
bahwa efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya
menentukan orientasi. Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat
elektronegatif maka diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan
karena itu mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.
Ada 3 buah posisi pada benzene :

74
Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik

Contoh substitusi ke 2 pada bromobenzene


Reaksi :

75
Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa pada bromobenzene dengan substituen
Br dan NO2 sama-sama memiliki keadaan lebih stabil pada posisi para.
1. Reaksi Substitusi Pada Senyawa Aromatik
Reaksi yang paling umum terjadi pada senyawa aromatik adalah substitusi
atom atau gugus lain terhadap hydrogen pada cincin (Hart,1990:98). Benzena dan
sistem aromatik lainnya adalah pusat kerapatan elektron tinggi dan mudah
diserang oleh spesies yang positif (elektrofil), dan umumnya bukan oleh yang
negatif (nukleofil) (Griffin1969:133).
2. Mekanisme Reaksi Substitusi Aromatik Elektrofilik
Dalam reaksi monosubstitusi, digunaan asam lewis sebagai katalis. Asam
lewis bereaksi dengan ragensia (seperti X2 atau HNO3) untuk menghasilkan suatu
elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang sebenarnya
(Fessenden.1982:467). Serangan awal pada benzena dilakukan oleh pereaksi
elektrofilik. Contohnya adalah klorinasi, tanpa katalis, reaksi benzena dengan klor
sangat lambat, tetapi sngat cepat jika ada bantuan katalis. Katalis bertindak
sebagai asam lewis dan mengubah klor dari elektrofil lemah menjadi elektofil kuat

76
dengan mempolarkan ikatan Cl-Cl dan menjadikan ion kloronium positif
(Hart:1990:99)

Tahap pertama elektrofil beradisi pada cincin aromatik dengan menggunakan dua
electron dari awan aromatic dan membentuk sebuah ikatan sigma dengan salah
satu atom karbon cincin, dan menghasilkan suatu macam karbokation yang
terstabilkan oleh resonansi yang disebut suatu ion benzenonium. Ion yang
terbentuk pada tahap ini merupakan tahap antara.

Tahap kedua, ion benzenonium bereaksi lebih lanjut, dalam hal ini sebuah
hydrogen dibuang dari dalam zat antara (misalnya ditarik oleh ion yang
sebelumnya berikatan dengan E+) untuk menghasilkan produk substitusi. Dalam
berbagai macam reaksi substitusi aromatik elektrofilik ternyata mekanismenya
hanyalah sekedar variasi mekanisme umum ini. Berikut ini adalah beberapa reaksi
umum substitusi aromatic elektrofilik :

77
Reaksi Substitusi Aromatik Kedua Dan Ketiga Serta Kaitannya Dengan
Persamaan Hammett
Reaksi dan Mekanisme Reaksi Substitusi Pada Senyawa Aromatik

1. Reaksi Substitusi Pada Senyawa Aromatik


Reaksi yang paling umum terjadi pada senyawa aromatik adalah substitusi
atom atau gugus lain terhadap hydrogen pada cincin (Hart,1990:98). Benzena dan
sistem aromatik lainnya adalah pusatkerapatan elektron tinggi dan mudah diserang
oleh spesies yang positif (elektrofil), dan umumnya bukan oleh yang
negatif(nukleofil) (Griffin1969:133).

2. Mekanisme Reaksi Substitusi Aromatik Elektrofilik


Dalam reaksi monosubstitusi, digunaan asam lewis sebagai katalis. Asam
lewis bereaksi dengan ragensia (seperti X2 atau HNO3) untuk menghasilkan suatu

78
elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang sebenarnya
(Fessenden.1982:467). Serangan awal pada benzena dilakukan oleh pereaksi
elektrofilik. Contohnya adalah klorinasi, tanpa katalis, reaksi benzena dengan klor
sangat lambat, tetapi sngat cepat jika ada bantuan katalis. Katalis bertindak
sebagai asam lewis dan mengubah klor dari elektrofil lemah menjadi elektofil kuat
dengan mempolarkan ikatan Cl-Cl dan menjadikan ion kloronium positif
(Hart:1990:99)

Tahap pertama elektrofil beradisi pada cincin aromatik dengan


menggunakan dua electron dari awan aromatic dan membentuk sebuah ikatan
sigma dengan salah satu atom karbon cincin, dan menghasilkan suatu macam
karbokation yang terstabilkan oleh resonansi yang disebut suatu ion benzenonium.
Ion yang terbentuk pada tahap ini merupakan tahap antara.

Tahap kedua, ion benzenonium bereaksi lebih lanjut, dalam hal ini sebuah
hydrogen dibuang dari dalam zat antara (misalnya ditarik oleh ion yang
sebelumnya berikatan dengan E+) untuk menghasilkan produk substitusi. Dalam
berbagai macam reaksi substitusi aromatik elektrofilik ternyata mekanismenya
hanyalah sekedar variasi mekanisme umum ini. Berikut ini adalah beberapa reaksi
umum substitusi aromatic elektrofilik :

79
GUGUS PENGARAH ORTO, PARA, DAN GUGUS PENGARAH META

1.1 Tempat Substitusi


Suatu benzena yang sudah tersubstitusi dapat mengalami substitusi kedua
dan menghasilkan disubstitusi benzena. Struktur dari substitusi pertama
menentukan tempat dari substitusi kedua dalam cincin benzena. Misalnya, suatu
gugus metil dalam cincin mengarahkan substitusi yang kan datang terutama ke
tempat orto dan para. Sedangkan suatu gugus nitro dalam cincin benzena
mengarahkan substitusi kedua yang akan datang terutama ke tempat meta.

80
Sifat-sifat fisik dan reaktivitas cincin benzena sangat dipengaruhi oleh apakah
substituen mengurangi atau menambah kerapatan elektron pada cincin. Mengingat
bahwa cicnin aromatik mempunyai awan elektron di atas dan di bawah bidang
cincin dan elektron-elektron inilah yang mudah diserang oleh elektrofil. Bila
sebuah gugus penarik elektron ditempatkan pada cincin, benzena yang relatif
nonpoalar akan elektronegatif.
Perubahan ini kemudian mengubah sifat-sifat fisik senyawa, misalnya titik
cair dan titik didih. Setiap gugus yang terikat pada cincin akan mempengaruhi
reaktivitas cincin serta menentukan orientasi substitusi. Bila suatu pereaksi
elektrofilik menyerang cincin aromatik, gugus yang telah terikat pada cincinlah
yang akan menentukan dimana dan bagaimana penyerapan tersebut berlangsung.
Substituen yang sudah ada pada cincin aromatik menentukan posisi yang diambil
oleh substituen baru. Contohnya, nitrasi pada toluena terutama menghasilkan
campuran orto- dan para-nitrotoluena.

Sebaliknya, nitrasi pada nitrobenzena pada kondisi yang serupa terutama


menghasilkan isomer meta.

81
Pola ini juga diikuti oleh substitusi aromatik elektrofilik lain, yakni klorinasi,
bromonasi, sulfonasi, dan seterusnya. Toluena terutama juga menjalani substitusi
orto, para, sementara nitrobenzena menjalani substitusi meta. Secara umum, gugus
terbagi ke dalam salah satu dari dua kategori. Gugus tertentu tergolong pengarah
orto, para, dan yang lainnya ialah pengarah meta.
1. Gugus Pengarah Orto, Para (Aktivator)
Gugus pada cincin akan mengarahkan substituen yang baru masuk pada
posisi orto, para atau meta sesuai dengan gugus mulanya. Gugus mula tersebut
yang disebut sebagai penentu orientasi. Gugus yang merupakan activator kuat
adalah gugus pengarah orto, para (adisi elektrofilik mengambil tempat pada posisi
orto dan para bergantung pada activator). Orientasi ini terutama disebabkan oleh
kemampuan substituen pengaktif kuat untuk melepaskan elektron (gugus amino
dan gugus hidoksil merupakan gugus activator yang baik).
Pada reaksi nitrasi pada toluena, dapat dilihat bahwa ion nitronium dapat
mneyerang karbon cincin yang yang posisinya orto, meta, atau para terhadap
gugus meta.

82
Pada salah satu dari ketiga penyumbang resonansi pada ion benzenonium
antar (intermediet) untuk substitusi orto atau para, muatan positif berada pada
karbon pembawa metil. Penyumbang resonansi itu ialah karbokation tersier dan
lebih stabil daripada penyumbang lainnya, yang merupakan karbokation sekunder.
Sebaliknya, dengan serangan meta, semua penyumbang adalah karbokation
sekunder, muatan positif pada ion benzenonium intermediet tidak pernah
bersebelahan substituen metil. Dengan demikian, gugus metal ialah pengarah orto,
para, karena reaksi ini dapat berlangsung melalui karbokation intermediet yang
paling stabil. Sama halnya, semua gugus alkil adalah orto, para.
Pada gugus –F, -OH, dan -NH2 memiliki pasangan elektron bebas,
pasangan elektron bebas inilah yang dapat menstabilkan muatan positif di
sebelahnya

83
Baik dalam serangan orto atau para, salah satu penyumbang pada ion
benzenonium intermediet menempatkan muatan positif pada karbon hidroksil.
Pergeseran pasangan elektron bebas dari oksigen ke karbon positif menyebabkan
muatan positif terdelokalisasi lebih jauh, yaitu ke oksigen. Tidak mungkin ada
struktur seperti ini pada serangan meta. Dengan demikian hidroksil adalah
pengarah orto, para.
Pada turunan senyawa aromatik yang lain seperti pada anilina juga
termasuk sebagai activator, yaitu gugus pengarah orto, para.

84
Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negative sebagian
dan sangat menarik bagi elektrofilik yang masuk. Semua posisi orto, meta, dan
para pada cincin anilina teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik, namun posisi
orto, para lebih teraktifkan dari pada posisi meta. Struktur resonansi terpaparkan
di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi orto dan para mengemban muatan
negative parsial, sedangkan posisi meta tidak.
Gugus amino dalam anilina mengaktifkan cincin benzena terhadap
substitusi sedemikian jauh sehingga tidak perlu katalis asam Lewis, dan sangat
sukar untuk memperoleh monobromoanilina. Anilina beraksi dengan cepat
membentuk 2,4,6-tribromoanilina (kedua posisi orto dan posisi para
terbrominasikan).
Jadi dapat disimpulkan bahwa semua gugus dengan elektron bebas pada atom
yang melekat pada cincin ialah pengarah orto dan para.

1. Gugus Pengarah Meta


Suatu pengarah meta mempunyai atom bermuatan positif atau sebagian
positif yang terikat pada cincin benzena. Dalam reaksi nitrobenzena, gugus
nitronya tidak menambah kesetabilan intermedietnya. Malahan intermediet
substitusi orto, atau para dan keadaan transisinya kurang stabil (karena energy
yang tinggi), karena sebuah struktur resonansi mengandung muatan positif pada
atom berdekatan. Oleh karena itu, substitusi terjadi lebih banyak pada tempat
meta, sebab keadaan transisi dan intermediatnya pada tempat yang berdekatan
mengandung muatan positif.

85
Pada nitrobenzena, nitrogen memiliki muatan formal +1, sebagaimana
ditunjukkan pada strukturnya. Persamaan untuk pembentukan ion benzenonium
intermediet ialah

Salah satu penyumbang pada hybrid resonansi intermediet untuk substitusi


orto atau para memiliki dua macam positif yang bersebelahan, yaitu susunan yang
sangat tidak diinginkan, sebab muatan yang sama saling tolak-menolak. Tidak ada
intermediet seperti ini pada meta, karena alasan inilah substitusi meta lebih
disukai. Setiap gugus pengarah meta dihubungkan ke cincin aromatik oleh suatu
atom yang merupakan bagian dari ikatan rangkap atau ikatan rangkap tiga, dengan
ujung lainnya ialah atom yan lebih elektronegatif daripada karbon seperti atom
oksigen dan nitrogen. Dalam hal ini, atom yang langsung melekat pada cincin
benzena akan membawa muatan positif parsial seperti nitrogen pada gugus nitro.
Ini karena penyumbang resonansi, seperti

86
Semua gugus yang serupa itu akan menjadi pengarah meta karena alasan
yang sama seperti gugus nitro yang bersifat meta, untuk menghindari adanya dua
muatan positif yang bersebelahan dalam ion benzenonium intermedietnya. Dapat
disimpulkan semua gugus dengan atom yang langsung melekat pada cincin
aromatik bermuatan positif atau merupakan bagian dari ikatan majemuk dengan
unsure yang lebih elektronegatif ialah pengarah meta.

87
BAB IV
SENYAWA KOMERSIAL

Proses pembuatan nitrobenzene


1. Abstrak

Dalam produksi nitrobenzene dengan menundukkan benzena menjadi nitrasi


dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat, memisahkan nitrobenzene yang
terbentuk, memekatkan asam sulfat dengan penguapan dan mengembalikan asam
sulfat pekat ke tahap nitrasi bezena, perbaikan yang terdiri dari sulfat
berkonsentrasi. asam sampai konsentrasi 75 sampai 92% dengan penguapan
dalam hampa udara pada suhu di kisaran 130 sampai 195 ° C. Dengan demikian
energi per kg air yang diuapkan secara drastis dikurangi dibandingkan dengan
proses dimana asam sulfat dipekatkan ke yang lebih tinggi. tingkat, tanpa kerugian
yang sesuai dalam efisiensi atau kapasitas.

2. Deskripsi
Ini merupakan kelanjutan dari aplikasi Ser. No. 711.903, diajukan 14
Maret 1985, sekarang ditinggalkan.
Penemuan ini berhubungan dengan proses untuk memproduksi
nitribenzena dengan menundukkan benzena pada nitrasi isotermal dengan
campuran asam nitrat dan asam sulfat, memisahkan nitrobenzena yang terbentuk,
memusatkan asam sulfat dengan penguapan dan mengembalikan asam sulfat pekat
ke tahap nitrasi benzena.
Nitrobenzena dihasilkan oleh nitrasi benzena dengan menggunakan
asam nitrat yang disebut campuran asam nitrat dan asam sulfat: asam sulfat
menyerap air reaksi yang terbentuk dalam proses ini. Asam sulfat yang relatif
encer terbentuk dari asam nitrat melalui air yang terus menerus terbentuk dan
konsumsi asam nitrat pada reaksi di atas. Untuk menjaga konsentrasi kerja yang
dibutuhkan, oleh karena itu, asam encer, yang disebut asam buang, harus
dikeluarkan dari sistem dan diganti dengan asam pekat. Ini merupakan faktor
biaya yang signifikan dalam proses produksi. Selain itu, banyak masalah disajikan

88
dengan adanya asam pengeluaran yang terkontaminasi oleh senyawa organik dan
oksida nitrogen. Penggunaan asam yang dikeluarkan dalam industri pupuk
mengandaikan tindakan yang tepat untuk memenuhi persyaratan yang harus
dipenuhi oleh kemurnian asam encer (Paten A. A. Paten 4,257,986).
Salah satu kemungkinan untuk mengurangi jumlah akumulasi asam
bekas adalah dengan mengenalkan asam oleum daripada asam sulfat pekat sebagai
asam segar ke dalam proses, walaupun oleum tentu saja lebih mahal daripada
asam sulfat.
Sebagai alternatif, upaya telah dilakukan untuk mendaur ulang asam.
Penumpukan asam bekas terkonsentrasi dengan penguapan pada tekanan normal
sampai kadar H2 SO4 dari 95 sampai 97% (kecuali jika dinyatakan lain, semua
"%" yang digunakan disini adalah "% berat"). Dalam proses super konsentrasi ini,
senyawa organik sebagian besar diuapkan atau dihancurkan oleh oksidasi,
sehingga asam yang relatif murni dapat didaur ulang ke dalam proses (EP No. 16
987). Proses ini mahal biaya karena suhu tinggi dan investasi modal yang
dibutuhkan untuk pabrik dengan konsentrasi super.
Metode lain untuk memperbaiki ekonomi proses pembuatan
nitrobenzene adalah dengan melakukan nitrasi pada kondisi adiabatik. Dengan
demikian, panas reaksi tidak terdisipasi dengan pendinginan selama proses
berlangsung, namun selanjutnya digunakan untuk menguapkan air reaksi sehingga
asam sulfat yang sesuai untuk resirkulasi diperoleh secara langsung. Salah satu
faktor yang umum terjadi pada semua proses yang telah diajukan untuk tujuan ini
(Paten AS No. 3.928.475; Paten AS No. 3.981.935; EP No. 39 556; Paten
Amerika Serikat No. 4.021.498; Paten Amerika Serikat 4.091.042) adalah bahwa
mereka memerlukan instalasi baru dari bahan tahan korosi khusus untuk
mengakomodasi suhu proses tinggi (sampai 145 ° C) dan mereka juga
memerlukan tindakan pengamanan yang jauh lebih ketat. Ini mengimbangi
keuntungan potensial dari proses ini.
Tujuan dari penemuan ini adalah untuk memperbaiki produksi
nitrobenzena dengan proses isotermal kontinyu atau tipe batch reguler sehingga

89
keuntungan ekonomi dan ekologi yang cukup diperoleh diperoleh dari negara-of-
the-art.
Kini telah ditemukan secara mengejutkan bahwa, bahkan ketika asam
sulfat benar-benar didaur ulang untuk waktu yang lama, kebutuhan akan
pemurnian tambahan dapat dieliminasi tanpa efek buruk pada prosesproduksi
nitrobenzene asalkan akumulasi asam habis dikenai konsentrasi sedang dalam
vakum. pada suhu sampai paling banyak 195 ° C.
Dengan demikian, penemuan ini menyediakan suatu proses untuk
memproduksi nitrobenzena dengan menundukkan benzena ke nitrasi isotermal
dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat, memisahkan nitrobenzena yang
terbentuk, memusatkan asam sulfat dengan penguapan dan mengembalikan asam
sulfat pekat ke benzena. tahap nitrasi, dicirikan bahwa asam sulfat dikenai
konsentrasi sedang dari 75 sampai 92% dan lebih disukai ke konsentrasi 80
sampai 90% dengan penguapan dalam hampa udara pada suhu di kisaran 130
sampai 195 ° C.
Dengan menerapkan proses sesuai dengan penemuan ini, oleh karena itu,
memungkinkan untuk melakukan konsentrasi dengan penguapan dalam vakum
dengan uap sebagai sumber energi pada suhu yang memungkinkan bahan tahan
korosi tantalum, kaca, baja enamel dan Teflon untuk digunakan. Evaporator yang
digunakan mungkin, misalnya, evaporator sirkulasi, evaporator film-jatuh atau
evaporator lapisan tipis. Namun, evaporator horisontal sangat sesuai untuk
melakukan proses konsentrasi.
Selain konstruksi dan cara operasinya yang sederhana, evaporator
horisontal memiliki keuntungan bahwa, berdasarkan beberapa tahap yang terlibat,
penguapan air terjadi terutama pada konsentrasi asam sulfat rendah seperti
konsentrasi dengan penguapan pada kadar H2 SO4 92 Bahkan mungkin saja tanpa
pembetulan uap, kerugian asam sulfat paling banyak 1%. Pada saat yang sama,
gelembung yang terbentuk dengan merebus di sepanjang tabung pemanas, yang
umumnya terbuat dari tantalum, memberikan kapasitas penguapan spesifik yang
sangat tinggi - keuntungan yang cukup besar mengingat biaya tinggi penukar
panas tantalum.

90
Dengan demikian, perwujudan proses menurut penemuan ini sangat
disukai dimana konsentrasi dengan penguapan terjadi pada satu atau lebih
evaporator horizontal yang disusun satu di belakang yang lain.
Efisiensi proses dapat ditingkatkan secara signifikan dengan memastikan
bahwa konsentrasi berlangsung paling sedikit dalam tiga tahap melalui
penggabungan partisi pada evaporator horizontal. Konsentrasi dengan penguapan
dalam setidaknya lima tahap lebih disukai. Uap dari proses penguapan langsung
terkondensasi, yaitu tanpa pembetulan, dengan pendinginan langsung atau tidak
langsung. Tidak perlu dilakukan pemurnian asam daur ulang yang rumit. Ini
adalah keuntungan khusus untuk memanaskan asam encer dengan menggunakan
asam pekat. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan umpan dingin melalui
kaca atau penukar panas Teflon yang berlawanan dengan asam sulfat yang pekat
dan pekat dan dengan demikian memanaskannya sampai sekitar 100 ° C.
Proses menurut penemuan ini secara menguntungkan dilakukan dengan
menguapkan benzena, nitrobenzena dan air dari asam sulfat yang diencerkan dan
diencerkan dengan evakuasi sebelum asam sulfat encer dimasukkan ke dalam
evaporator horisontal. Dengan cara ini, konsentrasi asam dengan penguapan pada
evaporator tidak dapat terganggu. Dalam satu perwujudan khusus dari proses
menurut penemuan ini, uap terkondensasi dilucuti dengan uap dan benzena dan
nitrobenzena dikembalikan ke proses nitrasi benzena. Sebagai alternatif, senyawa
nitro dapat diekstraksi dengan benzena yang digunakan untuk memproduksi
nitrobenzena sedangkan kondensat uap mengandung benzena dikenai proses
pengolahan limbah. Proses menurut penemuan ini memberi keuntungan lebih jauh
melalui kesederhanaannya. Secara mengejutkan, telah ditemukan bahwa senyawa
organik tidak harus dipisahkan atau dihancurkan untuk memastikan kemajuan
produksi proses nitrobenzene yang tidak terganggu dengan peredaran lengkap
asam sulfat, juga tidak diperlukan penghilangan logam sulfat yang cukup besar.
masukkan asam sulfat dengan asam nitrat dan melalui korosi. Menurut penemuan
ini, sulfat logam yang mengkristal dari asam pekat dikeluarkan dari sistem dengan
pembilasan asam penukar panas asam-asam secara periodik. Dengan demikian,
baik kapasitas pertukaran panas maupun aliran asam tidak terpengaruh.

91
Keuntungan menggunakan asam daur ulang yang mengandung sulfat
logam terlarut terlarut dalam konsentrasi tinggi secara nyata adalah bahwa tingkat
NOx dikurangi dengan perbandingan dengan penggunaan asam segar. Selain itu,
tingkat korosi pada peralatan reaksi dikurangi dengan saturasi relatif asam dengan
logam sulfat. Menurut penemuan ini, ekonomi proses pembuatan nitrobenzena
dapat ditingkatkan secara signifikan dengan mengatur konsentrasi asam nitrat
yang digunakan dalam campuran asam nitrat dan asam sulfat sampai antara 60
dan 70%. Asam nitrat yang memiliki konsentrasi dari pesanan tersebut jauh lebih
murah sehingga asam nitrat 99% biasanya digunakan. Dengan cara ini, distilasi
asam nitrat intensif-intensif biaya dapat diganti dengan penguapan air dari asam
sulfat sesuai dengan penemuan ini dalam kondisi optimal. Penggunaan asam nitrat
60 sampai 70% memberikan keuntungan tambahan bahwa asam mengandung
NOx kurang dan juga nitratnya kurang, terutama aluminium nitrat. Keuntungan
utama dari proses menurut penemuan ini terletak pada kenyataan bahwa instalasi
yang ada yang berhasil digunakan selama beberapa dekade untuk produksi
isotermal nitrobenzene dapat terus digunakan baik secara terus menerus maupun
dalam batch. Sebagai tambahan, asam sulfat yang dibutuhkan untuk proses nitrasi
dapat benar-benar direkonstruksi. Penguapan air reaksi berlangsung dalam kondisi
hampa paling banyak 195 ° C sehingga hampir tidak ada kerugian asam dan
sedikit energi sekunder dalam bentuk uap diperlukan. Penggunaan asam nitrat 60
sampai 70% dan bukan asam nitrat 98 sampai 99% mengurangi jumlah garam
logam yang disimpan selama konsentrasi H2 SO4 oleh penguapan dan juga
kuantitas NOx yang dibebaskan dan memungkinkan penguapan air pengencer
yang akan dilakukan. pada tingkat konsentrasi rendah dan, karenanya, tingkat
energi yang menguntungkan.
Proses menurut penemuan ini dijelaskan secara rinci dengan mengacu
pada gambar terlampir, dimana:

92
Gambar.1. menunjukkan evaporator horisontal sebagai alat yang disukai
untuk mengkonsentrasikan asam sulfat dengan penguapan dalam vakum;
dan

93
Gambar.2 menunjukkan, sebagai contoh, kombinasi konsentrasi asam
sulfat dengan penguapan dengan produksi nitrobenzena.
Dengan mengacu pada Gbr. 1, evaporator horisontal (A) terdiri dari
bejana silinder kaca atau enamel horisontal yang diliputi oleh kubah uap tempat
seikat tabung tantalum dipasang. Uap diperkenalkan (8) dan kondensat dilepas (9)
pada sisi yang sama. Sebagai alternatif, juga memungkinkan memasang
sekumpulan tabung di mana uap diperkenalkan di satu sisi dan kondensat
dilepaskan di sisi lain. Asam sulfat 65 sampai 75% (1) dimasukkan ke dalam
evaporator pada satu ujung, lebih disukai dari bawah, dan mengalir secara aksial
melalui evaporator. Keluaran asam 75 sampai 92% (2) diatur sedemikian rupa
sehingga tabung tantalum selalu ditutup dengan asam. Antara partisi Teflon yang

94
terpasang, asam mengalami pencampuran intensif di bawah pengaruh gelembung
yang terbentuk pada mendidih. Namun, selalu ada peningkatan konsentrasi secara
mendadak dari satu bagian evaporator ke yang berikutnya. Ini memberikan
keuntungan bahwa uap asam sulfat dalam jumlah signifikan hadir di uap hanya di
ujung outlet evaporator dan, jika demikian, hanya jika konsentrasi asam habis (2)
melebihi 90%. Uap (3) lewat dari kubah menjadi kondensor (B). Kondensor diberi
makan dengan air pendingin (6) yang mengalir sebagai air yang tidak tercemar
(7). Kondensat uap (4) dikenai perlakuan lebih lanjut. Gas yang tidak
terkondensasi (5) dikeluarkan oleh pompa vakum. Sebagai alternatif, kondensasi
uap dapat terjadi dengan kontak langsung uap dengan kondensat uap yang
disirkulasikan melalui alat penukar panas ke dalam kondensor.
Kombinasi menguntungkan dari produksi nitrobenzena dengan
konsentrasi asam sulfat dengan penguapan ditunjukkan pada Gbr. 2. Asam nitrat
(10), asam sulfat daur ulang terkonsentrasi (11), benzena (12) dan campuran
benzena-nitrobenzena (13) yang diperoleh dari asam sulfat bekas (16) dimasukkan
ke dalam alat nitrasi benzena (C). Bila 99% asam nitrat (10) digunakan,
konsentrasi 80 sampai 85% umumnya cukup untuk asam sulfat (11). Jika 60-70%
asam nitrat (10) digunakan, disarankan untuk memusatkan asam sulfat dengan
penguapan sampai 90-93% H2 SO4 agar tidak membebani aparatus nitrasi
benzena (C) dengan jumlah cairan yang berlebihan. Dengan demikian, tingkat
yang diinginkan untuk memusatkan asam dengan penguapan ditentukan oleh
kapasitas beban hidrodinamik dari pabrik nitrasi benzena. Campuran (14)
nitrobenzena dan asam sulfat yang dikeluarkan dari pabrik nitrasi dipisahkan
dalam pemisah biasa (D) menjadi nitrobenzene mentah (15) dan asam sulfat encer
(16). Dianjurkan, meski tidak penting, untuk menghilangkan sebagian besar
benzena dari asam sulfat (16). Demikian pula penghancuran senyawa nitro
anorganik dengan reaksi dengan sulfur dioksida, urea, amonium sulfat, asam
sulfamat atau dengan pengupasan dengan uap adalah mungkin, namun tidak
diperlukan untuk tujuan penemuan ini. Asam sulfat (16) dimasukkan ke dalam
alat penukar panas (E) pada suhu 30 sampai 60 ° C dan meninggalkannya dengan
suhu 90 sampai 120 ° C (17). Hampir semua benzena dan beberapa air dan

95
nitrobenzene (18) menguap di bawah tekanan rendah pada flash evaporator (F).
Asam sulfat bebas benzena (1) dimasukkan ke dalam evaporator horisontal (A) di
mana ia dipekatkan dengan penguapan sampai konsentrasi H2 SO4 75-92% pada
130 ° -195 ° C, 10-200 mbars. Asam konsentrat panas (2) digunakan dalam heat
exchanger (E) untuk memanaskan asam encer (16). Asam konsentrat (2) mengalir
ke pipa umpan (L) yang berkomunikasi dengan sistem tekanan tereduksi melalui
pipa gas tersuspensi (30). Sistem umpan seperti siphon memastikan tingkat asam
tertentu dalam evaporator horisontal. Asam (2) mengalir dari pipa umpan (L) ke
dalam alat penukar panas (E). Asam yang dikeluarkan (11) didinginkan sampai 50
° -70 ° C dapat didinginkan dengan air sampai 30 ° -50 ° C. Dalam penukar panas
lain sebelum memasuki bejana (M) dari mana ia diumpankan seperti yang
dipersyaratkan ke dalam aparatus nitrasi benzena (C). Uap (8) untuk pemanasan
evaporator horisontal harus memiliki suhu paling banyak 220 ° C untuk
menghilangkan risiko kerusakan pada tantalum akibat korosi. Kondensat uap (9)
secara menguntungkan dapat digunakan untuk pembangkit uap. Selain itu, uap
untuk pengupasan uap kondensat dapat diperoleh melalui penguapan kilat. Uap
(3) dari evaporator horisontal (A) dikirim ke kondensor (B) bersama dengan uap
(18) dari alat penguap kilat (F). Pada saat yang sama, uap superpanas didinginkan
sampai suhu uap jenuh (20), lebih disukai dengan menyemprotkan pada (19) air
atau uap kondensat (4). Pada kondensor (B), uap dikondensasikan dengan
pendinginan tidak langsung dengan cairan pendingin (6), lebih disukai air. Suhu
cairan pendingin (7) yang mengalir keluar dari kondensor (B) menentukan
penurunan tekanan pada sistem penguapan. Gas-gas yang tidak dapat
dikondensasi (5) dikeluarkan oleh pompa vakum dan dikenai proses pembersihan.
Kondensat uap (4) dipanaskan (21) dengan air yang dilucuti (22) dalam alat
penukar panas (G) dan dimasukkan ke dalam kolom pengupasan (H) yang
dilepaskan pada dasarnya bebas dari benzena dan nitrobenzena dengan uap (24) .
Setelah pendinginan (23) dengan kondensat uap dingin (4) pada heat exchanger
(G), mengalir dari kolom (H) ke tahap pengolahan air limbah. Uap (25) dari
kolom pengupasan (H) dikondensasikan dengan air pendingin (26,27) pada alat
penukar panas (I). Kondensat (28) dipisahkan dalam bejana pemisah (K) ke dalam

96
fasa berair (29), yang dikembalikan ke tahap pengupasan, dan fasa organik (13)
yang pada dasarnya terdiri dari benzena dan nitrobenzena dan dikembalikan ke
tahap nitrasi.
Alih-alih pengupas kondensat uap yang menguntungkan, namun mahal,
dicuci dengan benzena untuk menghilangkan nitrobenzene dan pengolahan air
limbah biologis dari limbah benzena yang mengandung juga memungkinkan
dilakukan.

Logam sulfat yang dipisahkan dari asam pekat (2) pada pendinginan diendapkan
dalam heat exchanger (E). Hal ini meningkatkan ketahanan aliran dan tingkat
asam dalam pipa umpan (L). Menurut penemuan ini, penukar panas (E)
dikosongkan bila tingkat cairan dalam pipa umpan (L) telah secara substansial
mencapai tingkat asam yang mengalir ke dalam pipa. Penukar panas dibersihkan
dengan pembilasan dengan air atau asam encer dan pemasangan dimasukkan
kembali ke dalam operasi.
Jika sejumlah besar air diuapkan dari asam sulfat encer atau jika
konsentrasinya dengan penguapan sampai 92% H2 SO4 diperlukan, pengaturan
beberapa evaporator horisontal di belakang yang lain memberikan keuntungan.
Tekanan di mana penguapan pada evaporator individu terjadi harus lebih rendah,
semakin tinggi konsentrasi asam sulfat yang habis.
Keuntungan dari proses menurut penemuan ini (Contoh 2 dan 3)
ditunjukkan dengan perbandingan dengan proses konvensional (Contoh 1)
walaupun lingkup penemuan ini tidak dibatasi dengan cara apapun oleh contoh-
contohnya.

CONTOH 1 (contoh perbandingan)


Asam folat dari nitrasi benzena yang mengandung 70% H2 SO4, 0,05%
benzena, 0,03% nitrobenzena dan 0,08% NOx dipekatkan dengan penguapan
sampai 96% H2 SO4 dalam bejana Pauling-Plinke dan didaur ulang ke proses
nitrasi benzena. . 645 kg / jam asam sulfat terkonsentrasi 96%, 775 kg / jam 99%
HNO3 dan 1000 kg / jam benzena digunakan dalam proses nitrasi benzena, sesuai

97
dengan 5% kelebihan benzena. Komposisi asam 70% yang dikeluarkan (872 kg /
jam) diberi makan melalui alat penukar panas yang dipanaskan oleh uap
evaporator ke dephlegmator evaporator Pauling-Plinke. Kapal evaporator dipecat
oleh pembakar gas alam. Konsumsi gas sebesar 64 m3 n / h. Asam sulfat 96%
yang mengalir keluar dari ketel pada suhu 330 ° C didinginkan hingga 50 ° C
dalam pendingin yang diaduk dengan pengaduk dan dipindahkan ke tangki
penyimpanan dimana logam sulfat diendapkan. Asam yang didaur ulang ke proses
nitrasi benzena tidak berwarna.
Selain uap, uap dari kepala kolom dephlegmator mengandung 0,44 kg /
jam benzena, 0,26 kg / jam nitrobenzena, 0,35 kg / jam NOx (dinyatakan sebagai
NO2) dan bekas SO2. Setelah kondensasi uap, fasa organik dipisahkan dengan
pengupasan (lihat Contoh 2) dan dikembalikan ke proses nitrasi benzena (0,44 kg
/ jam benzena dan 0,25 kg / jam nitrobenzena). Kerugian asam sulfat sebesar
3%.Konsumsi energi sebesar 8400 kJ / kg H2 O menguap.

CONTOH 2

Contoh ini berkaitan dengan satu perwujudan dari proses menurut


penemuan ini seperti yang diilustrasikan dalam Gbr. 2.
4470 kg / jam asam sulfat terkonsentrasi (82,5%) (11) dan 2575 kg / jam
99% HNO3 (10) dimasukkan ke dalam alat nitrasi benzena (C). Pada saat yang
sama, 3313 kg / jam benzena (12) dan 80 kg / jam campuran benzena /
nitrobenzena (13) yang mengandung sekitar 33% benzena diumpankan, sesuai
dengan 5% kelebihan benzena. Campuran yang habis (14) dipisahkan menjadi
nitrobenzene mentah (15) dan asam lambung (16).
Asam buang (5220 kg / h) yang mengandung 70% H2 SO4 dipanaskan
terlebih dahulu sampai 107 ° C oleh asam sulfat pekat (2) pada beberapa tabung
penukar panas (E) kaca yang disusun satu di belakang yang lain. Asam yang telah
dipanaskan sebelumnya (17) dimasukkan ke dalam alat penguap kilat (F) di mana
sebagian besar benzena dan nitrobenzena diuapkan bersama dengan jumlah air
sedemikian rupa sehingga 5170 kg / jam asam (1) dengan suhu 100 ° C

98
dimasukkan ke evaporator horisontal (A). Gulungan tabung tantalum evaporator
horisontal dipanaskan dengan uap jenuh pada 180 ° C (8). Konsumsi uap sebesar
1.300 kg / jam, sesuai dengan 4940 kJ / kg air yang diuapkan, bila uap kondensat
(9) tidak digunakan. Bila uap kondensat digunakan untuk pembangkit uap,
permintaan energi spesifik sebesar 3475 kJ / kg air diuapkan.
Air diuapkan dalam 5 tahap di bawah tekanan 133 mbars dengan suhu
naik sampai 160 ° C pada tahap ke-5. Asam pekat (2) mengalir melalui pipa
umpan (L) ke dalam alat penukar panas (E) di mana didinginkan sampai sekitar 60
° C dengan menggunakan asam yang dihabiskan (16). Setelah didinginkan lebih
lanjut sampai 40 ° C dalam penukar panas berpendingin air (tidak diperlihatkan),
asam (11) dikembalikan dari bejana (M) ke aparatus nitrasi benzena (C).
200 l / jam uap kondensat (4) disemprotkan ke uap super panas (3) dari
evaporator horisontal (A), akibatnya suhu uap dikurangi sampai 51 ° C.
Kondensasi uap dari evaporator lampu kilat (18) dan evaporator horisontal (3)
terjadi dalam tabung penukar panas tabung berpendingin air (B). Kondensat uap
terakumulasi pada suhu 790 kg / jam (suhu 40 ° C). Gas yang tidak dapat
dikondensasi (udara bocor, 0,6 kg / jam benzena, 0,03 kg / jam nitrobenzena, 0,1
kg / jam NOx) dikeluarkan oleh pompa cincin air dan dikirim ke tungku
pembakaran gas limbah.
Kondensat uap mengandung 2,2 kg H2 SO4 / t, 2,7 kg benzena / t dan 2
kg nitrobenzene / t kondensat. Ini dipanaskan sampai sekitar 90 ° C dalam alat
penukar panas (G) dan dimasukkan ke dalam penari telanjang (strip) (H) di mana
dilucuti dengan diperkenalkannya uap 50 kg / jam (24) di bawah tekanan 5 batang
ke dalam bawah. Kondensat uap dilucuti (22) didinginkan sampai 45 ° C dalam
penukar panas (G) dan dilepaskan sebagai air limbah. Uap yang mengandung
benzen dan nitrobenzena dari penari telanjang (25) dikondensasikan dalam
kondensor (J) dan dipisahkan dalam botol pemisahan (K) ke dalam fase organik
dan fasa berair. Fasa berair (29) digabungkan dengan uap kondensat (4) dan
dikirim ke penari telanjang. Fasa organik (sekitar 2,7 kg / jam benzena dan 2 kg /
jam nitrobenzena) dikembalikan ke aparatus nitrasi (C).

99
Setelah operasi gabungan 5-6 bulan, pabrik tersebut dalam keadaan
stabil. Asam itu berwarna hitam-hijau oleh besi, kromium, nikel sulfat dan sulfat
lainnya. Aluminium sulfat dan sulfat logam lainnya terus diendapkan dalam heat
exchanger (E) dan harus dikeluarkan setiap 3 sampai 4 hari dengan pembilasan
rutin dengan air, yang tujuannya untuk penguapan terganggu selama 2 sampai 3
jam. Selama operasi gabungan tanaman, kandungan NOx rata-rata dalam asam
pekat (11) turun dari 1000 ppm sampai 400 ppm. Pada 0,05% (berdasarkan H2
SO4), kerugian H2 SO4 selama konsentrasi dengan penguapan sangat rendah.
Tidak ada efek samping yang diakibatkan oleh daur ulang asam sulfat yang
diamati selama proses nitrasi benzena.

CONTOH 3
Proses nitrasi benzena dan konsentrasi asam sulfat dengan penguapan
dilakukan dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan pada Contoh 2 dengan
perbedaan sebagai berikut:
7% HNO3 digunakan sebagai asam nitrat (10). Asam sulfat dipekatkan
dengan evaporasi dari 70 sampai 92% H2 SO4. Dua evaporator (A) yang
dipanaskan dengan uap jenuh (8) pada 195 ° C dihubungkan secara paralel untuk
penguapan. Tekanan dalam evaporator mencapai 40 mbars dan suhu asam yang
mengalir (2) sampai 182 ° C.
3500 kg / jam limbah asam (16) mengandung 70% H2 SO4, 0,05%
benzena, 0,03% nitrobenzena dan 0,01% NO2 dimasukkan ke dalam evaporator
flash (F) setelah pemanasan awal sampai 110 ° C. 2640 kg / jam asam sulfat 92%
(2) dengan suhu 182 ° C mengalir dari evaporator horisontal (A). Uap dikerjakan
dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan pada Contoh 2. Setelah keadaan
mapan terbentuk, alat penukar panas (E) harus dibilas setiap 15 sampai 20 hari.
Kandungan NOx dari asam pekat (11) adalah 0,006%. Gas buang berisi kira-kira.
1 g NOx / h. Akan dipahami bahwa spesifikasi dan contohnya ilustratif namun
tidak membatasi dari penemuan ini dan bahwa perwujudan lain di dalam semangat
dan lingkup penemuan ini akan menyarankan diri mereka kepada orang-orang
yang ahli dalam bidang ini.

100
3. KLAIM

a) Dalam produksi nitrobenzene dengan menundukkan kelebihan benzena


dengan nitrasi isotermal dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat,
memisahkan nitrobenzene yang terbentuk, memusatkan asam buang yang
pada dasarnya terdiri dari asam sulfat dan sejumlah kecil kotoran oleh
penguapan dan pengembalian asam sulfat pekat ke tahap nitrasi benzena,
perbaikan yang terdiri dari asam sulfat berkonsentrasi sampai konsentrasi
75 sampai 92 wt. Dengan penguapan dalam hampa udara pada suhu di
kisaran 130 ° sampai 195 ° C dalam sejumlah tahap horizontal konsentrasi
yang meningkat, uap dari penguapan dikondensasi tanpa rektifikasi,
dimana aliran melalui tahap horizontal menghasilkan dekontaminasi NOx
yang membaik.
b) Suatu proses menurut klaim 1, dimana penguapan berlangsung dalam
setidaknya 3 tahap.
c) Suatu proses menurut klaim 2, dimana penguapan berlangsung setidaknya
dalam 5 tahap.
d) Suatu proses menurut klaim 1, dimana uap penguapan didinginkan secara
langsung tanpa rektifikasi.
e) Suatu proses menurut klaim 1, dimana asam sulfat menjadi 75 sampai 92%
berat dipekatkan sebelumnya dalam penukar panas dengan asam pekat.
f) Suatu proses menurut klaim 1, dimana sebelum asam sulfat encer panas
yang akan dipekatkan dimasukkan ke tahap horisontal, dievakuasi
sehingga menguap dari benzena, nitrobenzena dan air.
g) Suatu proses menurut klaim 6, dimana uap benzena yang diuapkan,
nitrobenzena dan air dikondensasi dan kemudian dilucuti dengan uap,
benzena yang dilucuti dan nitrobenzena dikembalikan ke proses nitrasi
benzena.

101
h) Suatu proses menurut klaim 5, termasuk langkah selanjutnya untuk
membilas penukar panas pemanasan awal dengan air secara berkala untuk
menghilangkan logam sulfat yang telah mengkristal dari asam pekat.
i) Suatu proses menurut klaim 1, dimana konsentrasi asam nitrat dalam
campuran asam nitrat / asam sulfat adalah antara 60 sampai 70% berat
j) Suatu proses menurut klaim 1, dimana konsentrasi berlangsung setidaknya
dalam dua tahap horizontal yang disusun secara seri.
k) Suatu proses menurut klaim 1, dimana asam sulfat dipekatkan pada
konsentrasi 80 sampai 90% berat.
l) Suatu proses menurut klaim 1, dimana asam sulfat dipekatkan pada
tekanan 10 sampai 200 mbars.
m) Suatu proses menurut klaim 1, dimana uap paling banyak 220 ° C
digunakan untuk pemanasan pada tahap horisontal.
n) Suatu proses menurut klaim 5, dimana asam sulfat yang akan dipekatkan
adalah 65 sampai 75 wt. % asam belerang.
o) Suatu proses menurut klaim 1, dimana pluralitas tahap horisontal terdiri
dari setidaknya satu evaporator horisontal, kata evaporator yang terdiri
dari bejana silinder horizontal yang diindividu oleh kubah uap,
mengatakan evaporator lebih lanjut terdiri dari seikat tabung, uap keluar
dari evaporator melalui kubah. , kata asam sulfat yang memasuki
evaporator di salah satu ujungnya, dari bawah, dan mengalir secara aksial
melalui evaporator dan keluar dari ujung evaporator yang lain.
p) Suatu proses menurut klaim 15, dimana tabung adalah tabung tantalum.

102
TOLUENA
Larutan pelarut bebas bebas Toluena untuk perekat kontak

Abstrak
Penemuan ini berhubungan dengan solusi pelarut yang seimbang tanpa
toluena untuk perekat kontak berdasarkan resin polychloroprene, yang pada
dasarnya terdiri dari campuran pelarut yang saling larut, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kelarutan resin yang disebutkan di atas. Larutan tersebut terdiri dari
formulasi berbagai senyawa organik dengan karakteristik yang berbeda, seperti
hidrokarbon alifatik dan / atau sikloalifatik, ester berdasarkan alkil asetat, yang
terdiri dari gugus alkil dengan 4 sampai 6 atom karbon, alkohol dengan rantai
karbon lurus atau bercabang dengan 2 sampai 6 atom karbon dan keton dengan
komposisi struktural yang terdiri dari 3 sampai 5 atom karbon.

Deskripsi
Bidang penemuan Penemuan ini mengacu pada perekat kontak, terutama
yang digunakan dalam komposisi mereka sejumlah pelarut fungsi kimia, dan lebih
khusus lagi komposisi yang tidak mengandung toluena atau turunan hidrokarbon
aromatik.

Seni sebelumnya
Perekat kontak adalah zat yang tujuannya adalah untuk menggabungkan
bagian atau bahan yang berbeda, memperkenalkan fungsi dan properti baru yang
memberikan kepada majelis akhir suatu nilai yang lebih besar daripada jumlah
komponennya saja, selain memberikan pengurangan waktu dan / atau biaya
perakitan bila dibandingkan dengan proses produksi lainnya seperti pengelasan

103
logam, menenun kain atau belum bergabung dengan mekanik menggunakan paku
keling, sekrup dan paku.
Penggunaan ekstensif perekat, perekat dan sealant di industri otomotif,
penerbangan, kertas, industri listrik dan elektronik, perabotan, kulit dan
pembuatan sepatu dan konstruksi sipil memerlukan permintaan formulasi baru
yang terus berlanjut dengan stabilitas dan sifat fisik dan mekanik yang lebih baik.
Formulasi tersebut bertujuan untuk memberikan produk akhir yang kompetitif
namun kurang beracun dari pada formulasi sebelumnya, tahan kelembaban dan
memiliki rasio biaya / manfaat yang sangat baik, antara sifat lainnya.
Di antara berbagai macam perekat kontak yang ada, harus ditunjukkan
yang memasukkan dalam formulasi polimer polychloroprene (CR), karena
memperbaiki karakteristik dari artikel yang dihasilkan dengan cara yang sama.
Perbaikan tersebut dicapai karena fakta bahwa bukti polimer tersebut memiliki
ketahanan tinggi terhadap paparan cuaca dan produk non-polar, selain merupakan
produk termoplastik dengan sifat mekanik yang lemah sebelum vulkanisasi, dan
termo-kaku, melekat pada logam dan tahan untuk penuaan, zat kimia dan api
setelah divulkanisir. Selanjutnya, diperoleh dengan polimerisasi monomer
kloroprena, dan berbeda dari elastomer lainnya, dapat divulkanisir dengan
magnesium oksida, selain tahan terhadap serangan kimia, terutama pada air laut,
karena perumusannya termasuk atom klorin.
Lebih jauh lagi, ini membuktikan kecenderungan kuat untuk mengkristal
dan membentuk kristal dalam makromolekul, yang terjadi dalam bentuk
pengerasan yang lebih atau kurang kuat selama konservasi karet, campuran
mentah, atau produk vulkanisat pada suhu kamar, dan terutama pada suhu rendah.
Kecenderungan seperti ini lebih kuat pada karet yang strukturnya tidak mengalami
modifikasi, dan mungkin akan melemah dengan diperkenalkannya peliat atau
resin dengan sifat yang memadai.
Kristalisasi adalah properti yang melekat pada karet polychloroprene,
meskipun beberapa mengkristal lebih cepat dari yang lain. Saat berkembang,
terjadi sedikit pengurangan volume, namun tanpa terjadinya kristalisasi di lokasi

104
dengan suhu tinggi, karena gaya orientasi didominasi oleh gerakan molekuler
yang kuat.
Struktur polimer tersebut dapat dimodifikasi dengan cara kopolimerisasi
kloroprena dengan belerang dan / atau butadiena, yang bertujuan untuk
menyediakan keluarga bahan yang membuktikan peningkatan dan peningkatan
sifat kimia dan fisika. Untuk itu, karet polychloroprene dipecah menjadi dua
kelompok yang berbeda, yaitu: yang ditujukan untuk pembuatan perekat dan yang
ditujukan untuk keperluan industri umum, yang terakhir ini ditandai dengan
dibagi menjadi tiga keluarga: keluarga tipe G, keluarga tipe W dan keluarga tipe
T.
Dalam keluarga tipe G, nilai paling umum dari GN neoprene adalah
mereka yang stabilitasnya terbatas sebagai bahan baku, sedangkan neo GNA dan
GT menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap kristalisasi, walaupun masih
lemah.
Neoprenes keluarga W, selain untuk membuktikan stabilitas
penyimpanan yang lebih baik, lebih tahan terhadap kristalisasi, karena modifikasi
dengan merkaptan terjadi selama produksi. Selanjutnya, mereka memiliki
distribusi berat molekul yang lebih seragam dan biasanya memerlukan akselerator
organik untuk mencapai vulkanisasi yang cukup cepat. Nilai paling umum dari
keluarga W adalah neoprenes W, WHV, WK dan WRT, yang terakhir ini ditandai
dengan menjadi lebih tahan terhadap kristalisasi.
Demikian pula dengan keluarga tipe W, famili neopren tipe T, yang
terbagi menjadi neopren TW dan TRT, memiliki bagian polimer gel yang
bertujuan memperbaiki tingkah lakunya, tahan terhadap kristalisasi dan
memerlukan akselerator organik, selain memiliki saraf rendah. dan penyusutan.
Saat ini formulasi perekat kontak menggabungkan sejumlah besar
toluena, lihat misalnya pengungkapan dokumen No. PI0501666-5, yang, karena
sejumlah toksisitas dan penguapan cepat, memerlukan kerusakan pada sistem
saraf, yang memerlukan jangka pendek atau Efek jangka panjang mulai dari
kelelahan, mual, kebingungan mental, kelemahan, kehilangan ingatan, kehilangan

105
nafsu makan, pendengaran dan penglihatan, dan bahkan bisa menyebabkan
hilangnya kesadaran dan kematian.
Karena sifat toksinya dan fakta bahwa mereka dikomersialkan tanpa
batasan, perekat tersebut digunakan sebagai zat halusinogen, sebuah fakta yang
menyebabkan berkembangnya zat kimia penyalahguna, sehingga meningkatkan
tingkat kejadian kriminal dan kematian akibat keracunan. Fakta tersebut dapat
dijelaskan bahwa penerapan yang dimaksud berasal dari kontak langsung dengan
produk.
Ada juga formulasi perekat kontak yang dibuat berdasarkan
sikloheksana pelarut, lihat misalnya pengungkapan dokumen No. PI 9901812-8,
namun masih menyiratkan keterbatasan dalam hal sifat toksik, masalah
lingkungan, rasio kinerja dan rasio biaya-manfaatnya.

Benda dari penemuan ini


Mengingat apa yang telah ditetapkan di atas, tujuan dari penemuan ini
terdiri dari penyediaan komposisi pelarut dengan berbagai fungsi kimia, namun
tanpa senyawa organik toluena atau turunan hidrokarbon aromatik.
Satu tujuan lain dari penemuan ini adalah untuk memberikan kelarutan
polimer neoprene atau polychloroprene.
Salah satu tujuan lebih lanjut dari penemuan ini terdiri dari penyediaan
larutan dengan potensi pembentukan ozon yang kurang pada tingkat atmosfer
rendah. Namun, tujuan lain dari penemuan ini terdiri dari penyediaan formulasi
yang tidak hanya memahami kinerja yang sangat baik, tetapi juga rasio biaya /
manfaat yang sangat baik.
Tujuan lain dari penemuan ini terdiri dari penyediaan formulasi yang
memiliki karakteristik yang serupa dengan formulasi yang komposisinya terdiri
dari toluene

Penjelasan singkat tentang penemuan ini

106
Benda-benda yang tercantum di atas, dan juga barang-barang lainnya,
dicapai dengan penemuan ini dengan menggunakan larutan pelarut seimbang yang
terdiri dari sejumlah hidrokarbon, alkil asetat, alkohol dan keton, dalam lingkup
pemberian solubilisasi resin polychloroprene.
Menurut salah satu karakteristik lain dari penemuan ini, larutan tersebut
terdiri dari beberapa senyawa organik, 2-butanon, 1 - metilpropanol, hidrokarbon
alifatik dan sikloalifatik dan asetat. Menurut satu karakteristik lebih lanjut dari
penemuan ini, gugus alkil terdiri dari rantai karbon yang bervariasi antara 2 dan 6
atom karbon. Menurut karakteristik lain dari penemuan ini, gugus keton memiliki
varian antara 3 dan 5 atom karbon.

Uraian rinci tentang penemuan ini


Penemuan ini didasarkan pada fakta bahwa ketiadaan total atau sebagian
dari toluena atau senyawa turunan hidrokarbon aromatik menghasilkan sebagai
solusi larutan perekat kontak yang tingkat keracunannya secara substansial lebih
rendah yaitu dalam formulasi yang mengandung toluena. Larutan tersebut
didasarkan pada penggunaan pelarut yang saling larut, dan dibuat dengan
mencampur sejumlah pelarut organik melalui serangkaian sistem untuk tujuan
pemberian homogenisasi sebagai produk dan untuk melarutkan resin
polychloroprene yang merupakan perekat kontak.
Dari perspektif fisika-kimia, dan dengan mempertimbangkan beragam
formulasi yang mungkin, kelarutan tersebut akan dicapai dengan mengukur bahwa
solusinya sendiri mencapai kinerja yang sangat baik mengenai penerapannya,
kepadatan, viskositas dan waktu pengeringannya, untuk memenuhi persyaratan
komersial dari produk yang dimanipulasi. Mengenai komposisi larutan tersebut,
ada yang digunakan dalam formulasi dari zat yang sesuai dengan empat fungsi
organik, yaitu: hidrokarbon, ester, alkohol dan keton. Hidrokarbon yang
digunakan dalam campuran ini memahami, seluruhnya, hidrokarbon alifatik dan
sikloalifatik, dimana jumlah totalnya terdiri dari sekitar 10 sampai 50% massa
bahan total.

107
Sedangkan untuk zat yang terdiri dari fungsi organik ester, ada yang
hadir di dalamnya, dalam tingkat persentase massa 10 sampai 50%, alkil asetat
yang memiliki gugus alkil sejumlah karbon yang bervariasi berkisar antara 2
sampai 6 atom. Ada tingkat persentase yang digunakan untuk substansi yang
terbentuk dengan oksidasi alkohol sekunder, lebih khusus lagi ketonnya, namun
keton tersebut menunjukkan adanya struktur yang terdiri dari 3 sampai 5 atom
karbon. Alkohol yang digunakan dalam formulasi larutan memiliki rantai karbon
lurus atau bercabang yang terdiri dari variasi atom karbon yang melebihi 2 dan
kurang dari 6, dalam konsentrasi terdiri antara 5 dan 30% pada massa zat yang
disebutkan di atas. Untuk tujuan ilustrasi zat yang menjadi ciri larutan, dapat
disebutkan, di antara berbagai macamnya, n-heksana, n-heptana, metil
sikloheksana, sikloheksana, asetat etil, propil, isopropil, butil, isobutil, sec-butil,
isopentil, amil dan heksil, etanol, propanol, isopropanol, n-butanol, isobutanol,
sec-butanol, pentanol, isopentanol, heksanol, propanon, metil etil keton, metil
isobutil keton, metil amil keton, dll.
Karena berbagai perwujudan dari penemuan ini, kita dapat mengutip
sebagai contoh untuk tujuan informasi dan klarifikasi pada komposisi, beberapa
formulasi yang didasarkan pada hidrokarbon 2-butanon, 1 -metil propanol, alifatik
dan sikloalifatik, 1 -metil propil asetat, 3 -metil butil asetat dan butil etanoat, yang
memberikan pelarut lengkap resin polychloroprene, namun bagaimanapun
formulasi tersebut membatasi lingkup penemuan ini.

Formula 1

108
Gambar 3. Formula 1

Formula 2

Gambar 4. Formula 2

Formula 3

Gambar 5. Formula 3

Formula 4

109
Gambar 6. Formula4

Formula 5

Gambar 7. Formula 5
Dalam satu perwujudan lain dari penemuan ini, persentase massa
mencakup rentang tingkat yang lebih luas, kita dapat mengutip, sebagai ilustrasi,
formulasi yang terdiri dari sekitar 10 sampai 50% pelarut alifatik dan / atau
sikloalifatik, lebih disukai berdasarkan pada senyawa yang rantai karbonnya
memiliki 6 sampai 10 atom, sekitar 10 sampai 50% keton, lebih disukai 2-butanon
dan / atau propanon, alkil asetat dengan rantai karbon yang terdiri dari 4 sampai 6
atom karbon, lebih disukai 3 -metil butil asetat dan / atau 3 -metil propil asetat dan
/ atau n - butil asetat dalam kisaran yang terdiri antara 10 dan 40% dan alkohol
yang berdasarkan disukai pada 1 -metil propanol, dalam konsentrasi dari 5 sampai
30%.
1. fluorobenzene

Bentuk polimorfik asam fluorida 5-fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene)


sulfonyl] pyridin-3-yl} metil) -2-metilindol-1-yl] –asetat

ABSTRAK Penemuan ini berhubungan dengan bentuk polimorfik asam fluorida-3


- ({2 - [(4- fluorobenzene) sulfonyl] pyridin-3-yl} metil) -2-metilindol-1-yl] yang
stabil pada suhu kamar dan oleh karena itu berguna untuk mempersiapkan
formulasi farmaketik yang stabil.

110
DESKRIPSI (Teks OCR mungkin mengandung kesalahan) BENTUK
POLIMMERFIK r5-FLUORO-3 - ((2-r (4-FLUOROBENZE E)
SULFONYLlPYRIDIN-3-YLLMETHYL) -2-METHYLINDOL-l-YLL-ACETIK
ACID Penemuan ini berhubungan dengan bentuk polimorfik baru dari senyawa
yang berguna sebagai obat farmasi, untuk metode pembuatan polimorf ini,
komposisi yang mengandung dan penggunaannya dalam pengobatan dan
pencegahan penyakit alergi seperti asma, rhinitis alergi dan dermatitis atopik. dan
penyakit peradangan lainnya yang dimediasi oleh prostaglandin D2 (PGD2) atau
agonis lainnya yang bekerja pada reseptor CRTH2 pada sel termasuk eosinofil,
basofil dan limfosit Th2. PGD2 adalah eicosanoid, kelas mediator kimia yang
disintesis oleh sel sebagai respons terhadap kerusakan jaringan lokal, rangsangan
normal atau rangsangan hormonal atau melalui jalur aktivasi seluler. Eicosanoids
mengikat reseptor permukaan sel tertentu pada berbagai macam jaringan di
seluruh tubuh dan menengahi berbagai efek pada jaringan ini. PGD2 diketahui
diproduksi oleh sel mast, makrofag dan limfosit Th2 dan telah terdeteksi pada
konsentrasi tinggi di saluran napas penderita asma yang ditantang dengan antigen
(Murray et al, 1986), N. Engl J. Med 315: 800- 804). Pembersihan PGD2 ke
saluran udara dapat memicu banyak fitur respons asma termasuk bronkokonstriksi
(Hardy et al, 1984). ) dan akumulasi eosinofil (Emery et al, (1989) J. Appl Physiol
67: 959-962).

Potensi PGD2 yang secara eksogen diberikan untuk menginduksi respons


inflamasi telah dikonfirmasi dengan penggunaan tikus transgenik yang
mengekspresikan PGD2 synthase manusia secara berlebihan yang menunjukkan
radang paru-paru eosinofilik yang berlebihan dan produksi sitokin Th2 sebagai
respons terhadap antigen (Fujitani et al, (2002) J. Immunol. : 443-449). Reseptor
pertama yang spesifik untuk PGD2 yang dapat ditemukan adalah reseptor DP
yang terkait dengan peningkatan tingkat intraselular cAMP. Namun, PGD2
dianggap menengahi sebagian besar aktivitas proinflamasinya melalui interaksi

111
dengan reseptor berpasangan protein G yang disebut CRTH2 (molekul mikrofen
reseptor kemoattractant yang diekspresikan pada sel Th2) yang dinyatakan oleh
limfosit Th2, eosinofil dan basofil (Hirai et al, 2001) J. Exp. Med 193: 255-261,
dan EP0851030 dan EP-A- 1211513 dan Bauer et al, EP-A-1170594). Tampaknya
jelas bahwa efek PGD2 pada aktivasi limfosit Th2 dan eosinofil dimediasi melalui
CRTH2 karena agonis CRTH2 selektif 13, 14 dihidro-15-keto-PGD2 (DK-PGD2)
dan 15R-metil-PGD2 dapat memperoleh respons ini. dan efek PGD2 diblokir oleh
antibodi anti-CR22 (Hirai et al, 2001; Monneret et al, (2003) J. Pharmacol, Exp.
304: 349-355). Sebaliknya, agonis selektif DP BW245C tidak mempromosikan
migrasi limfosit Th2 atau eosinofil (Hirai et al, 2001; Gervais et al, (2001) J.
Allergy Clin Immunol 108: 982-988). Berdasarkan bukti ini, antagonis PGD2
pada reseptor CRTH2 merupakan pendekatan yang menarik untuk mengobati
komponen inflamasi penyakit alergi Th2-dependent seperti asma, rhinitis alergi
dan dermatitis atopik. EP-A-1170594 menunjukkan bahwa metode yang berkaitan
dengannya dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang digunakan
dalam pengobatan asma alergi, dermatitis atopik, rhinitis alergi, autoimun, cedera
reperfusi dan sejumlah kondisi peradangan, yang semuanya dimediasi oleh
tindakan PGD2 atau agonis lainnya pada reseptor CRTH2.

Sejak publikasi EP-A-1170594, ada banyak sekali publikasi yang berkaitan


dengan senyawa yang memiliki aktivitas antagonis CRTH2.

Dalam aplikasi kami sebelumnya WO-A-2005/044260, WO2006 / 095183 dan


WO2008 / 012511 kami menggambarkan senyawa yang merupakan antagonis
PGD2 pada reseptor CRTH2. Senyawa ini adalah turunan asam indol- 1-asam
asetat yang tersubstitusi pada posisi-3 dengan gugus CH2-aril yang dapat diganti
dengan satu atau lebih substituen lebih lanjut. Senyawa yang dijelaskan dalam
dokumen ini adalah antagonis poten in vitro PGD2 pada reseptor CRTH2.

Aplikasi sebelumnya kami WO2009 / 090414 berhubungan dengan analog piridil


dari senyawa WO2008 / 012511. Anehnya, telah ditemukan bahwa regioisomer

112
dan substitusi spesifik piridil menghasilkan keseimbangan potensial dan sifat
farmakokinetik optimal. Secara khusus telah ditemukan bahwa pengenalan
substituen sulfenil fenil ke posisi 2 dari regioisomer piridin-3-yl menyediakan
senyawa dengan potensi bagus dalam pengujian in vitro fungsional bersama
dengan farmakokinetik yang baik secara in vivo.

Senyawa yang dijelaskan dalam WO2009 / 090414, seperti yang diperkirakan,


berguna dalam pengobatan penyakit dan kondisi yang dimediasi oleh tindakan
PGD2 pada reseptor CRTH2. Salah satu senyawa ini, [5-fluoro-3 - ({2 - [(4-
fluorobenzene) sulfonyl] pyridin-3 -yl} methyl) -2-methylindol-1 -yl] -acetic acid
(Senyawa 1) terutama berguna.

Metode untuk sintesis asam fluorida-5-fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene)


sulfonyl] pyridin-3- yl} metil) -2-metilindol-l-yl] - tercantum dalam WO2009 /
090414 namun para penemu ini menemukan bahwa kumpulan senyawa yang
dihasilkan dengan metode ini bersifat amorf.

Oleh karena itu, para penemu bertekad untuk mengembangkan bentuk kristal
Senyawa 1. Bentuk kristal seringkali lebih stabil daripada bentuk amorf dan
bentuk amorf dapat secara spontan dikonversi menjadi bentuk kristal dari waktu
ke waktu. Ini jelas merupakan kerugian dalam kasus senyawa aktif farmasi karena
berbagai bentuk senyawa dapat memiliki sifat farmakokinetik yang berbeda.

Penemu juga berusaha untuk mempersiapkan bentuk kristal dari bentuk Senyawa
yang tidak dilarutkan. Bentuk-bentuk yang tidak dilarutkan seringkali lebih sesuai
untuk pembuatan komposisi farmasi karena banyak solvat secara termodinamika
tidak stabil pada suhu kamar, walaupun hidrat pada umumnya lebih disukai
daripada yang lain. solvates

113
Asam asetat ditemukan oleh penemu sekarang sebagai enantiotropik dan dengan
demikian, asam-asam asetat ditemukan oleh para penemu sekarang sebagai
enantiotropik dan dengan demikian Bentuk polimorfik senyawa yang stabil
bergantung pada suhu. Penemu menemukan tiga bentuk polimorfik yang berbeda
dari senyawa ini: Formulir pertama yang ditetapkan, 1, yang stabil secara
termodinamika pada suhu tinggi, walaupun suhu transisi yang tepat sulit
ditentukan; kedua (Formulir yang ditentukan 2) yang stabil secara termodinamika
pada suhu sampai sekitar 60-65 ° C; dan bentuk ketiga (Form 3) yang stabil pada
suhu antara rentang stabilitas dari Bentuk 2 dan 1.

Bentuk polimorfik kedua adalah bentuk stabil pada suhu kamar dan pada semua
suhu dimana obat-obatan cenderung disimpan dan oleh karena itu merupakan
bentuk Senyawa 1 yang sangat menguntungkan.

Oleh karena itu, dalam aspek pertama dari penemuan ini, disediakan suatu bentuk
polimorfil metilindol- metilindol- metilindol-5 (fluorobenzena) sulfonil] piridin-3-
l-yl] -asetat asam (Senyawa 1), dicirikan bahwa ia memberikan spektrum FT-
Raman yang ditandai dengan puncak pada 3063 ± 2 cm "1, 1578 ± 2 cm" 1, 1423
± 2 cm "1, 1209 ± 2 cm "1, 1187 ± 2 cm" 1, 1166 ± 2 cm "1, 1150 ± 2 cm" 1, 930
± 2 cm "1, 883 ± 2 cm" 1, 770 ± 2 cm "1, 356 ± 2 cm "1, 304 ± 2 cm" 1, 167 ± 2
cm "1, 119 ± 2 cm" 1.

Spektrum Raman lengkap untuk Polymorphic Form 2 dari Senyawa 1 ditandai


dengan puncak pada 3083 ± 2 cm "1 3063 ± 2 cm" 1, 2941 ± 2 cm "1, 2919 ± 2
cm" 1, 1629 ± 2 cm "1, 1589 ± 2 cm "1, 1578 ± 2 cm" 1, 1571 ± 2 cm "1, 1461 ±
2 cm" 1, 1423 ± 2 cm "1, 1385 ± 2 cm" 1, 1356 ± 2 cm "1, 1301 ± 2 cm "1, 1209
± 2 cm" 1, 1187 ± 2 cm "1, 1166 ± 2 cm" 1, 1150 ± 2 cm "1, 1130 ± 2 cm" 1,
1094 ± 2 cm "1, 1056 ± 2 cm "1, 1024 ± 2 cm" 1, 930 ± 2 cm "1, 904 ± 2 cm" 1,
883 ± 2 cm "1, 841 ± 2 cm" 1, 832 ± 2 cm "1, 770 ± 2 cm "1, 717 ± 2 cm" 1, 655

114
± 2 cm "1, 630 ± 2 cm" 1, 570 ± 2 cm "1, 441 ± 2 cm" 1, 356 ± 2 cm "1, 304 ± 2
cm "1, 279 ± 2 cm" 1, 167 ± 2 cm "1, 119 ± 2 cm" 1; di mana sinyal yang
digarisbawahi adalah yang berbeda dari sinyal dalam bentuk polimorfik lain dari
Senyawa 1 paling sedikit 2 cm " 1. Pola Form 2 dapat berhasil diindeks dan kisi
tersebut ditemukan sebagai triklinik. Dalam aspek kedua dari penemuan ini,
disediakan suatu bentuk polimorfil metil-l-metil-l-metilindik-2-metilindol-1- ({2 -
[(4-fluorobenzena) sulfonil] yl] -asetat asam (Senyawa 1), ditandai dengan
parameter kisi sebagai berikut:

Bentuk polimorfik ini (dikenal sebagai Form 2) stabil secara termodinamika pada
suhu kamar dan oleh karena itu sangat berguna untuk pembuatan komposisi
farmasi karena bentuk senyawa kristal ini tidak akan secara spontan dikonversi ke
bentuk polimorfik lain pada suhu dimana formulasi farmasi adalah kemungkinan
akan disimpan Polymorphic Form 2 memiliki sinyal leleh pada suhu 196 ° C yang
diukur dengan kalorimetri pemindaian diferensial dan stabil pada suhu sampai
sekitar 60-65 ° C. Di atas suhu ini, Form 3 adalah bentuk termodinamika yang
lebih stabil, dengan Form 1 menjadi bentuk stabil termodinamika pada suhu yang
sangat tinggi, walaupun sulit untuk menentukan suhu transisi antara Bentuk 2 dan
3 karena pengukuran biasanya dilakukan dengan menggunakan suspensi
Percobaan equilibrasi dengan campuran berbagai bentuk Senyawa 1 dan, dalam
percobaan ini, Senyawa 1 tampak membusuk sebelum suhu transisi tercapai.
Sesuai, Form Polymorphic 2 dari Senyawa 1 akan murni atau murni murni. Jadi,
biasanya tidak lebih dari 10% bentuk Senyawa 1 lainnya, sebaiknya tidak lebih
dari 5%, lebih disukai tidak lebih dari 2% dan paling disukai tidak lebih dari 1%
bentuk senyawa lainnya 1. Bentuk lainnya Senyawa 1 bisa berupa amorf atau
bentuk 1 atau 3. Juga disukai bahwa Bentuk Polimorfik 2 Senyawa 1 secara
substansial bebas dari kotoran lainnya, misalnya jejak pelarut. Oleh karena itu,
sesuai dengan format Polymorphic Form 2 dari senyawa 1 tidak lebih dari 1%
berat pelarut (misalnya asetonitril, methylethylketone atau methylisobutylketone).

115
Lebih sesuai lagi tidak lebih dari 0,5% berat lebih disukai tidak lebih dari 0,2%
dan lebih disukai tidak lebih dari 0,1% berat.

Metode untuk pembuatan Senyawa 1 diatur dalam WO2009 / 090414. Namun,


seperti telah dibahas, metode yang dijelaskan tampaknya mengarah pada bentuk
amorf senyawa. Rekristalisasi produk ini memunculkan bentuk polimorfik 1.
Bentuk Polimorfik 2 dapat dibuat dari produk yang dijelaskan dalam WO2009 /
090414 atau dari Polimorf 1 atau 3 Senyawa 1 dengan kesetimbangan fasa untuk
periode yang lama, biasanya 15 sampai 30 hari pada suhu kamar dalam asetonitril,
campuran asetonitril dan air atau pelarut keton seperti methylethylketone,
methylisobutylketone atau campurannya. Oleh karena itu, dalam aspek
selanjutnya dari penemuan ini, disediakan suatu proses untuk pembuatan bentuk
polimorfik 2 metil sulfonil [5-fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyl]
pyridin-3-yl} metil) - 2-metilindol-l-yl] -asetat seperti yang didefinisikan di atas,
prosesnya terdiri dari: a. (asam 1-fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyl]
pyridin-3- yl} metil) -2-metilindol-l-yl] -asetat asam (Senyawa 1) dalam pelarut
yang terdiri dari asetonitril, campuran asetonitril dan air atau pelarut keton seperti
methylethylketone atau methylisobutylketone, dimana Senyawa 1 bersifat amorf,
dalam bentuk kristal selain Form Polymorphic 2 atau campuran Form 2 dengan
satu atau lebih bentuk polimorfik lainnya; b. aduk suspensi pada suhu sekitar 15
sampai 25 ° C selama 15 sampai 30 hari; dan C. mengisolasi dan mengeringkan
asam-asam asetat kristalin [5-fluoro-3 - ({2 - [(4- fluorobenzene) sulfonyl]
pyridin-3-yl} metil) -2-metilindol-l-yl]. Setelah proses ini dilakukan, produk
tersebut ditemukan untuk mengadopsi bentuk polimorfik 2. Senyawa awal 1 yang
digunakan dalam proses ini adalah bahan amorf, Formulir Polimorfik 1, Bentuk
Polimorfik 3, campuran dari semua ini atau campuran Form Polimorfik 2 dengan
satu atau lebih dari di atas. Proses ini sangat berguna bila dimulai dari bahan
amorf, misalnya bahan yang diperoleh dari proses yang dijelaskan dalam WO2009
/ 090414. Dalam perwujudan lain yang sangat berguna, bahan awal adalah
campuran dari Polymorphic Forms 2 dan 3 of Compound 1.

116
Equilibrium fase lebih biasanya dilakukan selama sekitar 15 sampai 20 hari,
misalnya 17 hari. Seperti disebutkan di atas, kesetimbangan fasa dapat dilakukan
dalam asetonitril, campuran asetonitril dan air atau pelarut ketonik seperti
methylethil keton, metilisobutil keton atau campurannya. Namun, dalam beberapa
kasus, misalnya ketika bahan awal adalah bentuk amorf dari Senyawa 1 dan
metiletilketon digunakan sebagai pelarut, Form Polimorfik 2 diperoleh dalam
campuran dengan bentuk polimorfik lain, yang ditetapkan dalam Formulir 3.

Oleh karena itu, dalam satu perwujudan bahan awal adalah bentuk amorf Senyawa
1 dan prosesnya dilakukan dalam asetonitril, secara opsional dalam campuran
dengan air.

Campuran dari Polymorphic Forms 2 dan 3 adalah produk yang berguna karena
merupakan bahan awal yang baik untuk mendapatkan Polymorphic Form 2
dengan metode equilibration fase. Oleh karena itu, dalam perwujudan lebih lanjut,
bahan awal untuk proses di atas adalah campuran dari Polymorphic Forms 2 dan 3
of Compound 1.

Prosedur alternatif telah dikembangkan untuk memperoleh Polimorfik Form 2


murni secara substansial dalam skala yang lebih besar yang terdiri dari:

membuat larutan jenuh Senyawa 1 dalam pelarut yang dipilih dari asetonitril,
asetonitril dan air atau keton, misalnya methylethil keton atau metilisobutil keton
atau campurannya;

penyemaian larutan jenuh dengan kristal Polymorphic Form 2 dari Senyawa 1;


memungkinkan kristalisasi berlangsung; dan

mengisolasi kristal Polymorphic Form 2 dari Senyawa 1.

117
Dalam satu perwujudan, pelarutnya adalah asetonitril atau campuran asetonitril
dan air dan prosesnya sangat berhasil bila pelarutnya adalah asetonitril. Larutan
jenuh dapat dibuat dengan menangguhkan bahan awal dalam pelarut dan
kemudian memanaskan suspensi ke suhu tinggi dari sekitar 55 sampai 80 ° C,
biasanya sekitar 60 ° C, untuk mendapatkan larutan Senyawa 1. Secara
menguntungkan, larutan dipertahankan pada suhu tinggi paling sedikit selama 3
menit, misalnya 3 sampai 15 menit, biasanya sekitar 4 sampai 10 menit dan
biasanya sekitar 5 menit, yang selanjutnya dapat didinginkan sampai suhu sekitar
45 sampai 50 ° C. Paling sesuai, suspensi dipanaskan sampai sekitar 60 ° C dan
ditahan pada suhu tersebut selama sekitar 5 menit, berikut larutan yang dihasilkan
didinginkan sampai suhu 48-50 ° C, biasanya sekitar 49 ° C, dengan pendinginan
biasanya terjadi. sekitar ΙΟΚ / h. Jika padatan padat keluar dari larutan selama
tahap pendinginan ini, solusinya dapat dipanaskan kembali ke suhu tinggi
(biasanya sekitar 60 ° C) dan kemudian dibiarkan dingin sekali lagi.

Pembibitan dapat terdiri dari menambahkan kristal benih langsung ke larutan atau,
alternatifnya, suspensi benih dapat dibuat yang terdiri dari sekitar 1,5 sampai 5%
berat, lebih khusus lagi sekitar 2,5% berat kristal benih dari Polymorphic Form 2,
pada pra-jenuh. larutan Senyawa 1 dalam asetonitril dan suspensi ini dapat
ditambahkan ke larutan Senyawa 1 dan diaduk pada suhu 45 sampai 50 ° C,
biasanya sekitar 48 sampai 50 ° C dan terutama sekitar 49 ° C selama 1 sampai 5
jam. Setelah penyemaian, suhu suspensi dapat dikurangi agar kristalisasi
berlangsung. Misalnya, suspensi dapat mencapai suhu akhir 5 sampai 25 ° C,
biasanya lebih dari 10 sampai 25 ° C. Pendinginan dapat dilakukan secara
bertahap, misalnya dalam satu perwujudan, suspensi dapat didinginkan sampai 30
sampai 40 ° C selama periode sekitar 4 sampai 12 jam, misalnya 6 sampai 10 jam
dan biasanya sekitar 8 jam. Pendinginan biasanya dilanjutkan dengan suspensi
yang diizinkan mencapai suhu kamar (15 sampai 25 ° C, dan terutama sekitar 20 °
C) selama periode lebih dari 3 sampai 7 jam, terutama sekitar 5 jam. Pengadukan

118
kemudian dilanjutkan pada suhu kamar selama 6 sampai 14 jam, biasanya 8
sampai 12 jam dan paling sesuai sekitar 10 jam. Kristalisasi juga dapat dibantu
dengan memusatkan larutan, misalnya sekitar 1: 2 b / v Senyawa 1: pelarut. Hal
ini dapat dicapai dengan melepaskan pelarut pada tekanan tereduksi (misalnya
<100 mbar) sampai volume pelarut yang diinginkan tercapai. Kristal Senyawa 1,
Form Polymorphic 2 kemudian dapat diisolasi dengan filtrasi dan dikeringkan
pada suhu sekitar 20-45 ° C. Bila asetonitril digunakan sebagai pelarut untuk salah
satu proses di atas, mungkin akan sulit dikeluarkan dalam tahap pengeringan.
Oleh karena itu, baik atau kedua proses tersebut selanjutnya dapat mencakup
pencucian kristal bentuk Polymorphic 2 dengan pelarut dan pengeringan lebih
lanjut. Pelarut ketonik seperti methylethylketone, methylisobutylketone dan
campurannya sangat sesuai untuk pelarut lebih lanjut untuk digunakan dalam
tahap pencucian. Langkah pencucian bisa terdiri dari:

menambahkan pelarut lebih lanjut ke Formulir Polimorfik 2 yang diperoleh dari


proses yang diuraikan di atas untuk mendapatkan suspensi atau bubur; menguap
pelarut; dan

pengeringan produk.

Langkah pencucian bisa diulang beberapa kali, misalnya 1, 2 atau 3 kali.

Bila methylethylketone digunakan sebagai pelarut lebih lanjut untuk tahap


pencucian, kristal dapat ditangguhkan di MEK pada konsentrasi sekitar 500-600 g
/ L. Biasanya, MEK diuapkan dari suspensi pada suhu kamar (sekitar 15 sampai
25 ° C) dan pada tekanan sekitar 80 sampai 120 mbar, biasanya lOOmbar.
Pengeringan dapat dilakukan secara vakum pada suhu kamar.

Dalam perwujudan alternatif, pelarut dikeluarkan dari produk bentuk polimer


proses 2 dari proses kristalisasi dengan menggunakan metode bubur panas.
Dengan metode seperti itu, produk kristal Polymorphic Form 2 dapat diaduk

119
dalam kondisi slurry dengan pelarut lebih lanjut pada suhu yang dinaikkan,
misalnya 45 sampai 55 ° C, biasanya sekitar 50 ° C. Dalam perwujudan ini,
pelarut lebih lanjut dapat seperti yang dijelaskan di atas, dengan metilisobutil
keton sangat sesuai.

Rasio Polymorphic Form 2 untuk pelarut lebih lanjut mungkin dari sekitar 1: 2
sampai 1: 20 w / v, lebih biasanya 1: 2 sampai sekitar 1: 10 w / v. Masih lebih
sesuai, rasio Polymorphic dari 2 sampai pelarut lebih lanjut adalah dari sekitar 1:
3 sampai 1: 5 w / v.

Seperti yang dibahas dalam WO2009 / 090414, Senyawa 1 memiliki aktivitas


antagonis CRTH2 dan oleh karena itu berguna dalam perlakuan terhadap kondisi
yang dimediasi oleh PGD2 atau agonis lainnya yang mengikat CRTH2.

Dengan demikian, dalam aspek selanjutnya dari penemuan ini, terdapat metoda
Polimorfik Form 2 dari metilindol-l-5 (fluorobenzena) sulfonil] piridin-3-il metil)
-2-metilindol-l- Asam asetat seperti yang didefinisikan di atas untuk digunakan
dalam pengobatan, terutama dalam pengobatan atau pencegahan penyakit alergi,
kondisi asma dan penyakit inflamasi, contohnya adalah asma, eksaserbasi asma,
penyakit paru obstruktif kronik, rhinitis alergi, konjungtivitis, polip hidung ,
dermatitis atopik, hipersensitivitas kontak (termasuk dermatitis kontak), batuk
eosinofilik, bronkitis eosinofilik, gastroenteritis eosinofilik, oesofagitis
eosinofilik, alergi makanan, penyakit radang usus besar, kolitis ulserativa,
penyakit Crohn, mastositosis, urtikaria, sindrom hipereosinofilik, sindroma hiper
IgE, penyakit fibrotik , Sindrom Churg-Strauss dan multiple sclerosis.

Senyawa ini juga digunakan dalam pengobatan infeksi.

Istilah "asma" mencakup semua jenis asma, misalnya asma alergi, asma non
alergi, asma eosinofilik, asma resisten steroid, asma tergantung Th2, asma non-

120
Th2 dan asma akibat aspirin. Dalam satu perwujudan, asma adalah asma alergi
dan dalam perwujudan lain asma adalah asma eosinofilik.

"Assa eksaserbasi" termasuk eksaserbasi yang disebabkan oleh infeksi virus,


terutama infeksi dengan virus pernafasan syncytial (RSV) atau rhinovirus.

Rinitis alergi mencakup rhinitis alergi abadi dan rhinitis alergi musiman.

"Konjungtivitis" mencakup, khususnya, konjungtivitis alergi, keratokonjungtivitis


vernal dan keratokonjungtivitis atopik.

"Infeksi" meliputi infeksi bakteri, virus atau jamur. Infeksi dapat terjadi pada
pasien atopik atau berisiko menjadi atopik dan mungkin, misalnya infeksi
rhinovirus, influenza atau RSV, terutama pada pasien penderita asma. Sebagai
alternatif, infeksi tersebut dapat berupa infeksi bakteri misalnya infeksi
Staphylococcus aureus, terutama pada pasien yang menderita dermatitis atopik.

Istilah "penyakit fibrotik" mencakup, khususnya, penyakit fibrotik yang


disebabkan / diperburuk oleh respons kekebalan Th2, misalnya fibrosis paru
idiopatik, skleroderma dan bekas luka hipertrofik.

Polymorph 2 dari Senyawa 1 juga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit


PGD2 lainnya. Penyakit yang dapat dimediasi oleh PGD2 meliputi penyakit
autoimun seperti lupus eritematus sistemik, psoriasis, jerawat, penolakan allograft,
rheumatoid arthritis, arthritis psoriatis dan osteoarthritis. Penemuan ini
selanjutnya memberikan metode untuk pengobatan atau pencegahan penyakit atau
kondisi yang dipilih dari yang tercantum di atas, metode yang terdiri dari
pemberian kepada pasien yang membutuhkan pengobatan semacam itu sejumlah
efektif Polymorphic Form 2 dari Senyawa 1 seperti yang didefinisikan di atas.
Pasien akan menjadi mamalia, misalnya manusia.

121
Ada juga penggunaan Polimorfik Form 2 dari Senyawa 1 seperti yang
didefinisikan di atas dalam persiapan obat untuk pengobatan atau pencegahan
penyakit atau kondisi yang dipilih dari yang tercantum di atas.

Polymorphic Form 2 dari asam fluorida-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyl]


pyridin-3- yl} methyl) -2-methylindol-l-yl] - harus diformulasikan dengan cara
yang sesuai. tergantung pada penyakit atau kondisi yang harus diobati. Oleh
karena itu, dalam aspek selanjutnya dari penemuan ini, disediakan komposisi
farmasi atau veteriner yang terdiri dari Polymorphic Form 2 dari metil sulfida-5
fluoro-3-({2 - [(4- fluorobenzena) sulfidailidin-3-il) 2-methylindol-l-yl] -asetat
seperti yang didefinisikan di atas bersama dengan eksipien yang dapat diterima
secara farmasi atau veterinar. Bahan aktif lainnya mungkin juga ada, karena dapat
dianggap tepat atau dianjurkan untuk penyakit atau kondisi yang ditangani atau
dicegah. Eksipien, atau, jika lebih dari satu ada, masing-masing eksipien, harus
dapat diterima dalam artian kompatibel dengan ramuan lain dari perumusan dan
tidak mengganggu penerima. Formulasi termasuk yang sesuai untuk oral
(termasuk formulasi oral kental), pemberian rektum, nasal, bronkus (terhirup),
topikal (termasuk obat tetes mata, bukal bukal dan sublingual), vagina atau
parenteral (termasuk subkutan, intramuskular, intravena dan intradermal) dan
mungkin Bersiaplah dengan metode yang terkenal dalam bidang farmasi. Rute
administrasi tergantung pada kondisi yang akan diolah namun komposisi yang
disukai diformulasikan untuk pemberian oral, nasal, bronkial atau topikal.
Komposisi dapat dibuat dengan mengaitkannya dengan Polymorphic Form 2 dari
metil-metilindol-l-yl] 5- asam asetat dengan eksipien. Secara umum, formulasi
dibuat dengan seragam dan intim membawa ke asosiasi zat aktif dengan pembawa
cairan atau pembawa padat yang terbagi halus atau keduanya, dan kemudian jika
perlu membentuk produk. Penemuan ini meluas ke metode pembuatan komposisi
farmasi yang terdiri dari pembuatan Polymorphic Form 2 dari metil-metilindol-l-
({2 - [(4- fluorobenzene) sulfonyl] pyridin-3-yl} methyl) -2-methylindol-l- yl] -
asetat asam dalam hubungannya atau berasosiasi dengan eksipien yang dapat
diterima secara farmasi atau veterinar. Formulasi untuk pemberian oral dalam

122
penemuan ini dapat disajikan sebagai: unit diskrit seperti kapsul, sachets, tablet,
tros atau pelega tenggorokan masing-masing mengandung jumlah Polimorf 2
Senyawa 1 yang telah ditentukan; sebagai bubuk atau butiran; sebagai larutan atau
suspensi zat aktif dalam cairan berair atau cairan tidak berair; atau sebagai emulsi
cairan minyak-dalam-air atau air dalam emulsi cairan minyak; atau sebagai sirup
atau obat mujarab; atau sebagai bolus, dll.

Untuk komposisi untuk pemberian oral (misal: tablet, kapsul, formulasi yang
terdiri dari bahan tambahan yang lebih mucoadheren), istilah "pembawa yang
dapat diterima" mencakup kendaraan seperti eksipien umum mis. zat pengikat,
misalnya sirup, akasia, gelatin, sorbitol, tragacanth, polivinilpirolidon (povidon),
metilselulosa, etilselulosa, natrium karboksimetilselulosa,
hidroksipropilmetilselulosa, sukrosa dan pati; pengisi dan pembawa, misalnya pati
jagung, gelatin, laktosa, sukrosa, selulosa mikrokristalin, kaolin, manitol,
dikalsium fosfat, natrium klorida dan asam alginat; zat pembasah / surfaktan
seperti poloksameter, polisorbat, natrium dokosa dan natrium lauril sulfat;
disintegrasi seperti pati atau pati natrium glikolat; dan pelumas seperti magnesium
stearat, natrium stearat dan stearat metalik lainnya, gliserol stearat, asam stearat,
cairan silikon, lilin talas, minyak dan silika koloid. Agen pemanis dan zat
penyedap seperti peppermint, minyak wintergreen, ceri bumbu dan sejenisnya
juga bisa digunakan. Mungkin diinginkan untuk menambahkan zat pewarna untuk
membuat bentuk sediaan mudah dikenali. Tablet juga dapat dilapisi oleh metode
yang dikenal dalam bidang ini. Tablet bisa dibuat dengan cara kompresi atau
pencetakan, opsional dengan satu atau lebih bahan tambahan. Tablet yang
dikompres dapat dibuat dengan mengompres dalam bentuk Polimorfik Model 2
Senyawa 1 yang sesuai dalam bentuk bebas yang mengalir seperti serbuk atau
butiran, yang dapat dicampur secara opsional dengan bahan pengikat, pengikat
pelumas, inert, pengawet, aktif permukaan atau pendispersi. Tablet cetakan dapat
dibuat dengan cara mencetak dalam mesin yang sesuai campuran senyawa bubuk
yang dibasahi dengan pengencer cairan inert. Tablet secara opsional dapat dilapisi

123
atau dinilai dan dapat diformulasikan sehingga memberikan pelepasan agen aktif
yang lambat atau terkontrol. Beberapa formulasi dapat terdiri dari mukoadheren,
misalnya mucopolysaccharide seperti sodium hyaluronate. Komposisi tersebut
dapat diformulasikan seperti, misalnya cairan, sirup cair, gel lunak, gel cair, gel
yang dapat mengalir atau suspensi berair dan dapat, selain zat aktif dan zat padat,
juga mengandung satu atau lebih eksipien tambahan sebagaimana diuraikan di
atas. . Formulasi cairan biasanya juga mengandung pembawa cairan, yang
mungkin merupakan pelarut atau agen pensuspensi, misalnya larutan air atau
larutan garam dan mungkin juga mengandung zat untuk meningkatkan
viskositasnya, misalnya natrium karboksimetilselulosa, sorbitol atau dekstran.
Formulasi lain yang sesuai untuk pemberian oral meliputi pelega tenggorokan
yang terdiri dari zat aktif dalam basa rasa, biasanya sukrosa dan akasia atau
tragacanth; pasteli terdiri dari Polymorphic Form 2 of Compound 1 dalam basis
inert seperti gelatin dan gliserin, atau sukrosa dan akasia; dan obat kumur yang
terdiri dari zat aktif dalam pembawa cairan yang sesuai.

Untuk aplikasi topikal ke kulit, komposisinya dapat dibuat menjadi larutan krim,
salep, jeli, larutan atau suspensi dll. Formula krim atau salep yang dapat
digunakan untuk Formulir Polimorfik 2 Senyawa 1 adalah formulasi konvensional
yang dikenal baik dalam bidang ini, misalnya, seperti yang dijelaskan dalam buku
teks standar farmasi seperti British Pharmacopoeia. Komposisi yang didefinisikan
di atas dapat digunakan untuk pengobatan saluran pernafasan dengan pemberian
nasal, bronkial atau bukal, misalnya aerosol atau semprotan yang dapat
menyebarkan bahan aktif farmakologis dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk
tetes a larutan atau suspensi Komposisi farmasi dengan sifat pendispersi bubuk
meliputi inhaler bubuk kering dan inhaler dosis terukur. Inhaler bubuk kering
biasanya mengandung, selain Polimorfik Form 2 Senyawa 1, pembawa laktosa
yang sesuai dan, jika diinginkan, tambahan, seperti surfaktan dan / atau bahan
pelarut dan / atau alat bantu aliran dan / atau pelumas. Meteran inhaler dosis untuk
bubuk dispersi biasanya mengandung, di samping Bentuk Polimorfik 2 Senyawa

124
1, propelan cair dengan titik didih di bawah suhu kamar dan, jika diinginkan,
tambahan, seperti surfaktan non-ionik atau anionik cair dan padat dan / atau
pengencer. Komposisi farmasi untuk perawatan saluran pernapasan di mana bahan
aktif secara farmakologis ada dalam larutan (misalnya, larutan untuk nebulisasi
atau inhaler dosis terukur) mengandung, selain ini, propelan yang sesuai, dan
selanjutnya, jika perlu, pelarut tambahan dan / atau stabilizer. Alih-alih propelan,
udara tekan juga dapat digunakan, dimungkinkan untuk diproduksi sesuai
kebutuhan dengan alat kompresi dan ekspansi yang sesuai.

Formulasi parenteral umumnya akan steril. Biasanya, dosis Senyawa 1 akan


menjadi sekitar 0,01 sampai 100 mg / kg; sehingga untuk mempertahankan
konsentrasi obat dalam plasma pada konsentrasi yang efektif untuk menghambat
PGD2 pada reseptor CRTH2. Jumlah senyawa yang tepat yang efektif secara
terapeutik, dan rute dimana senyawa tersebut paling baik diatur, dapat ditentukan
dengan mudah oleh salah satu keterampilan biasa dalam bidang ini dengan
membandingkan tingkat darah agen dengan konsentrasi yang dibutuhkan untuk
memiliki efek terapeutik. . Komposisi farmasi paling sesuai diformulasikan
sebagai pemberian sekali sehari, meskipun dosis yang lebih sering dapat
digunakan dalam beberapa kasus, misalnya dua kali, tiga kali atau empat kali
dosis harian. Di sisi lain, kadang-kadang mungkin dosisnya kurang dari sekali
sehari, misalnya setiap dua hari sekali. Dalam beberapa keadaan, rejimen dosis
dapat digunakan dimana komposisi diberikan untuk periode pertama dan
kemudian, selama periode kedua, pemberian dihentikan atau, alternatifnya,
komposisi diberikan pada dosis yang lebih rendah. Regimen dosis semacam itu
dijelaskan dalam WO 2009/063202.

Polymorphic Form 2 of Compound 1 seperti yang didefinisikan di atas dapat


digunakan dalam kombinasi dengan satu atau lebih zat aktif yang berguna dalam
pengobatan penyakit dan kondisi yang tercantum di atas, walaupun agen aktif ini
tidak selalu merupakan penghambat PGD2 pada reseptor CRTH2.

125
Oleh karena itu, komposisi farmasi yang diuraikan di atas dapat juga mengandung
satu atau lebih zat aktif ini.

Ada juga penggunaan Polymorphic Form 2 of Compound 1 seperti yang


didefinisikan di atas dalam persiapan agen untuk pengobatan penyakit dan kondisi
yang dimediasi oleh agonis reseptor CRTH2, khususnya PGD2, dimana agen juga
terdiri dari agen aktif tambahan yang berguna untuk pengobatan penyakit dan
kondisi yang sama.

Agen aktif tambahan ini mungkin merupakan antagonis reseptor CRTH2 lainnya
atau mungkin memiliki mode tindakan yang sama sekali berbeda. Mereka
termasuk terapi yang ada untuk penyakit alergi dan penyakit inflamasi lainnya
termasuk: Suplast tosylate dan senyawa sejenis; β2 adrenoreseptor agonis seperti
metaproterenol, isoproterenol, isoprenalin, albuterol, salbutamol, formoterol,
salmeterol, indakaterol, terbutalin, orciprenalin, bitolterol mesilat dan pirbuterol
atau metilksantin seperti teofilin dan aminofilin, stabilisator sel mast seperti
antagonis reseptor kromoglikat atau natrium kromoglikat seperti tiotr opium;
antihistamin, misalnya antagonis histamin Hi reseptor seperti antagonis reseptor
loratadin, cetirizine, desloratadine, levocetirizine, fexofenadine, astemizole,
azelastine dan chlorpheniramine atau H4; (* i dan a2 adrenoreseptor agonis seperti
propylhexedrine phenylephrine, phenylpropanolamine, pseudoephedrine,
naphazoline hydrochloride, oxymetazoline hydrochloride, tetrahydrozoline
hydrochloride, xylometazoline hydrochloride dan ethylnorepinephrine
hydrochloride; modulator fungsi reseptor kemokin, misalnya CCR1, CCR2,
CCR2A, CCR2B, CCR3, CCR4, CCR5, CCR6, CCR7, CCR8, CCR9, CCR10
dan CCR1 1 (untuk keluarga CC) atau CXCR1, CXCR2, CXCR3, CXCR4 dan
CXCR5 (untuk keluarga C-XC) dan CX3CR1 untuk keluarga C-X3-C; Antagonis
Leukotrien seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast inhibitor biosintesis
leukotrien seperti inhibitor 5 -lipoksigenase atau inhibitor protein 5- lipoxygenase

126
activating protein (FLAP) seperti zileuton, ABT-761, fenleuton, tepoxalin,
Abbott-79175, N- (5-substituted) -thiophene-2- alkylsolfonamides, 2 , 6-di-tert-
butilfenol hidrazon, methoxytetrahydropyrans seperti senyawa ZD2138, SB-
210661, senyawa piridinil-tersubstitusi-2-sianonaftalena seperti senyawa L-
739010, 2-cyanoquinoline seperti L-746,530, senyawa indol dan kuinolin seperti
MK -591, MK-886 dan BAY x 1005;

Penghambat fosfatesterase, termasuk penghambat PDE4 seperti roflumil; Terapi


anti-IgE anti-IgE seperti omalizumab; anti infeksi seperti asam fusidat (terutama
untuk pengobatan dermatitis atopik); anti fungals seperti clotrimazole (terutama
untuk pengobatan dermatitis atopik); imunosupresan seperti tacrolimus dan
terutama pimekrolimus dalam kasus penyakit kulit inflamasi atau alternatif FK-
506, rapamycin, cyclosporine, azathioprine atau methotrexate; Agen imunoterapi
termasuk imunoterapi alergen seperti Grazax; kortikosteroid seperti prednisone,
prednisolon, flunisolide, triamcinolone acetonide, beklometason dipropionat,
budesonida, flutikason propionat mometasone furoate dan obat fluticasone furoate
yang meningkatkan respons sitokin Thl seperti interferon, TNF atau GM-CSF.
Antagonis CRTH2 juga dapat dikombinasikan dengan terapi yang sedang
dikembangkan untuk indikasi inflamasi termasuk: antagonis lain PGD2 yang
bekerja pada reseptor lain seperti antagonis DP; obat-obatan yang memodulasi
produksi sitokin seperti penghambat antibodi monoklonal TNFa converting
enzyme (TACE) TNF, molekul imunoglobulin reseptor TNF, penghambat isoform
TNF lainnya, penghambat COX-l / COX-2 non-selektif seperti piroksikam,
diklofenak, propionat asam seperti naproxen, flubiprofen, fenoprofen, ketoprofen
dan ibuprofen, asam amino seperti asam mefanamat, indometasin, sulindak dan
apazone, pyrazolones seperti fenilbutazon, salisilat seperti aspirin; Penghambat
COX-2 seperti meloxicam, celecoxib, rofecoxib, valdecoxib dan etoricoxib,
methotrexate dosis rendah, lefunomide, ciclesonide, hydroxychloroquine, d-
penicillamine, auranofin atau emas parenteral atau oral; obat yang memodulasi
aktivitas sitokin Th2 IL-4 dan IL-5 seperti menghalangi antibodi monoklonal dan

127
reseptor terlarut; Agonis PPAR-ists seperti rosiglitazone; atau dengan antibodi
anti-RSV seperti Synagis (palivizumab) dan agen yang dapat digunakan untuk
mengobati infeksi rhinovirus di masa depan mis. intereferon-alfa, interferon-beta
atau interferon lainnya.

Kombinasi Bentuk Polymorphic 2 dari Senyawa 1 seperti yang didefinisikan di


atas dengan antagonis leukotrien seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast
sangat sesuai, terutama kombinasi dengan montelukast. Dalam aspek selanjutnya
dari penemuan ini, disediakan suatu produk yang terdiri dari Polymorphic Form 2
of Compound 1 seperti yang didefinisikan di atas dan satu atau lebih dari agen
yang tercantum di atas sebagai preparasi gabungan untuk penggunaan simultan,
terpisah atau berurutan dalam pengobatan penyakit. atau kondisi yang dimediasi
oleh tindakan PGD2 pada reseptor CRTH2. Dalam aspek lain dari penemuan ini,
disediakan suatu kit untuk perlakuan suatu penyakit atau kondisi yang dimediasi
oleh tindakan PGD2 pada reseptor CRTH2 yang terdiri dari wadah pertama yang
terdiri dari Bentuk Polimorfik 2 Senyawa 1 seperti yang didefinisikan di atas dan
wadah kedua terdiri dari satu atau lebih dari agen aktif yang tercantum di atas.
Penemuan sekarang akan dijelaskan secara lebih rinci dengan mengacu pada
contoh dan gambar berikut dimana: Gambar 1 menunjukkan pola PXRD dari
Senyawa 1, Batch 1. Gambar 2 menunjukkan pola PXRD dari Senyawa 1, Batch
3. Gambar 3 menunjukkan spektrum FT-Raman dari Senyawa 1, Batch 3.
Spektrum ini digunakan sebagai referensi untuk studi polimorfisme pendahuluan.
Puncak Raman yang paling menonjol diberi label pada gambar. Gambar 4
menunjukkan sebidang TG-FTIR dari Senyawa 1, Batch 3 dalam kisaran suhu 25
° C sampai 250 ° C dan laju pemanasan 10 ° C / menit. Gambar 5 adalah jejak
kalorimetri pemindaian diferensial untuk Senyawa 1, Batch 1. Gambar 6 adalah
kurva sorpsi uap dinamis untuk Senyawa 1, Batch 1 yang menunjukkan
kelembaban relatif pada sampel dan persentase berat sampel dibandingkan waktu.
Gambar 7 adalah kurva sorpsi uap dinamis lebih lanjut untuk Senyawa 1, Batch 1
yang menunjukkan persentase berat sampel terhadap kelembaban relatif. Gambar

128
8 menunjukkan pola PXRD dari Senyawa 1, Batch 2. Gambar 9 menunjukkan
pola PXRD dari produk yang diperoleh dengan rekristalisasi Senyawa 1, Batch 1
dari etil asetat dan kemudian mengeringkan padatan kristalin yang diperoleh
(Contoh 3).

Gambar 10 adalah detail dari pola PXRD dari produk rekristalisasi dan kering dari
Contoh 3 (Formulir Polimorfik 1) yang menunjukkan kesesuaian antara pola
percobaan produk dari Contoh 3 (Formulir 1; merah, berkas: H906) dan data yang
dihitung berdasarkan LeBail-fit (biru). Berikut adalah perbedaan plot yang
ditunjukkan dengan warna merah. Gambar 11 adalah plot MR 1H dari produk
Percobaan PI 5 dari Contoh 4 (Formulir Polimorfik 1) dalam DMSO-d6. Gambar
12 menunjukkan spektrum FT-Raman dari produk Percobaan P9 dari Contoh 4
(Polymorphic Form 2). Gambar 13 menunjukkan pola PXRD dari produk
Percobaan P9 dari Contoh 4 (Formulir Polimorfik 2). Bahannya bersifat kristalin.
Gambar 14 adalah 1H NMR yang tercatat dari produk Percobaan P9 dari Contoh 4
(Form 2) dalam DMSO-d6. Gambar 15 menunjukkan spektrum FT-Raman dari
Produk P6 dari Contoh 4 (Form 3 dalam campuran dengan Form 2). Gambar 16
adalah detail dari pola PXRD dari Produk P6 dari Contoh 4 dibandingkan dengan
Produk P9 dari Contoh 4 (Form 2) Gambar 17 adalah detail dari pola PXRD dari
Produk P24 dari Contoh 6 (Formulir Polimorfik 2) yang menunjukkan kesesuaian
antara pola eksperimental Produk P24 (merah, berkas: J893) dan data yang
dihitung berdasarkan LeBail-fit (biru) . Berikut adalah perbedaan plot yang
ditunjukkan dengan warna merah. Gambar 18 menunjukkan TG-FTIR dari Produk
P9 dalam kisaran suhu 25 ° C sampai 250 ° C dan laju pemanasan 10 ° C / menit.
Dalam contoh, kondisi berikut digunakan untuk pengukuran. Spektrum 1H-NMR:
1H- MR dicatat menggunakan spektrometer Bruker DPX300 dengan frekuensi
proton 300,13 MHz, pulsa eksitasi 30 °, dan penundaan daur ulang 1 s. 16
pemindaian terakumulasi. d6-DMSO digunakan sebagai pelarut. DSC:
Kalorimetri pemindaian diferensial dilakukan dengan instrumen Perkin Elmer
DSC-7 (panel sampel emas tertutup di bawah atmosfir N2). DVS (SPS): Sistem

129
Pengukuran Sengsulasi SPSl l-LOOn. Sampel ditempatkan dalam wadah Al, dan
sampel diizinkan untuk menyeimbangkan pada r.h. sebelum memulai program
kelembaban yang telah ditentukan. Program pengukuran yang digunakan dapat
dikenali pada gambar yang sesuai (garis biru). Spektroskopi FT-Raman: Spektrum
FT-Raman direkam pada sistem RF-100 Bruker RF-Raman dengan laser Nd:
YAG dekat inframerah yang beroperasi pada 1064 nm dan detektor germanium
berpendingin nitrogen cair. Untuk masing-masing sampel, minimal 64 scan
dengan resolusi 2 cm "1 terakumulasi 300 mW laser power. Data FT-Raman
ditampilkan di wilayah antara 3.500 sampai 100 cm" 1. Di bawah 100 cm "1 data
tidak ada artinya karena cut-off filter.

Difraksi sinar-X serbuk: Bruker D8; Tembaga Ka radiasi, 40 kV / 40 mA;


Detektor LynxEye, 0,02 ° 2 ukuran langkah Theta, waktu siku 37 s. Preparasi
sampel: Sampel umumnya diukur tanpa perlakuan khusus selain penerapan sedikit
tekanan untuk mendapatkan permukaan yang datar. Pemegang sampel kristal
silikon tunggal digunakan (sedalam 0,1 mm). Sampel diputar selama pengukuran.
Pelarut: Untuk semua percobaan, pelarut kelas Fluka, Merck atau ABCR
digunakan. TG-FTIR: Pengukuran thermogravimetrik dilakukan dengan Netzsch
Thermo-Microbalance TG 209 digabungkan ke Spektrometer FTIR Spektrometer
Bruker 22 atau IFS 28 (panci sampel dengan lubang jarum, atmosfer N2, laju
pemanasan 10 ° C / menit, kisaran 25 ° C sampai 250 ° C). Dalam contoh,
singkatan berikut digunakan: DMSO Dimetilsulfoksida EtOAc Etil asetat DCM
Dichloromethane TMSOTf Trimethylsilyl triflate Kromatografi cair kinerja tinggi
HPLC MP Melting Point LCMS Kromatografi spektrometri massa cair
Kromatografi lapis tipis TLC THF Tetrahydrofuran MTBE Metil eter DMF N, N'-
dimetilformamida
MP N-Metil-2-pirolidon MEK Metil etilketon MIBK Methylisobutylketone
Contoh 1 - Pembuatan asam sulfat-5-fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyl]
pyridin- 3-yl} metil) -2-metilindol-l-yl] -asetat (Senyawa 1) Senyawa 1 disiapkan

130
dengan metode yang ditetapkan dalam WO2009 / 090414 yaitu sebagai berikut.
saya. 2- (4-fluorobenzenesulfonil) -piridina-3-karboksaldehida

2-Chloro-3-pyridinecarboxaldehyde (4,04 g, 2,86 mmol) dan garam natrium asam


4-fluorobenzenasulfinat (5,73 g, 3,14 mmol) dilarutkan dalam DMSO (100 ml)
dan campuran dipanaskan pada 100 ° C selama 72 jam di bawah nitrogen . Setelah
didinginkan sampai sekitar campuran diencerkan dengan air (500 ml) dan
diekstraksi dengan EtOAc (3x). Gabungan organik dicuci dengan air, air garam,
dikeringkan (MgS04) dan diuapkan sampai kering untuk menghasilkan 7,89 g
produk mentah. Senyawa kasar tersebut kemudian diserap ke silika dan
dimurnikan dengan kromatografi kolom isap padatan kering, dielusi dengan
heptana menggunakan gradien EtOAc, untuk menghasilkan 4,14 g (41%) produk
yang diinginkan sebagai padatan kuning (lempeng) = MP- 131,3 ° C; IR = 1691
cm "1; HPLC = 7,12 menit> 99%) 1H NMR (400 MHz; CDC13): 7.23-7.29 (2H,
m) 7.60 (1H, dd) 8.05-8.10 (2H, m ) 8.37 (2H, dd) 8.67 (1H, dd) 11.1 (1H, s). 13C
NMR (100 MHz, CDC13): 116,6 (d) 116,8 (d) 127,3 (d) 130,7 (s) 132,6 (d) 134,0
(s) 137,9 (d) 152,5 (s) 159,7 (s) 167,7 (s) 188,5 (d). [5-Fluoro-3 - ({2 - [(4-
fluorobenzene) sulfonyllpyridin-3-yl | metil) -2- metilindol-l-vH-asam asetat etil
ester

Larutan etil ester asam asetat 5-fluoro-2-methyl-indol-l-yl (1,0 g, 4,4 mmol) dan
2- (4-fluorobenzenas sulfonil) -piridina-3-karboksinidin (1,13 g, 4,3 mmol ) dalam
DCM kering (50 ml) ditambahkan selama 5-10 menit ke larutan TMSOTf yang
diaduk dalam DCM kering (15 ml) pada suhu 0 ° C. Campuran tersebut berumur
15 menit sebelum penambahan trietilidilan rapi (2,05 ml, 12,8 mmol) dalam satu
porsi. Campuran diaduk selama 15 h dan biarkan pemanasan sampai ambien.
Reaksi dipadamkan dengan penambahan bijih jenuh larutan NaHC03 jenuh (10
ml) dan campuran biphasik yang diekstraksi dengan DCM (2x 50 ml). Gabungan
organik dicuci dengan air garam (50 ml) lalu dikeringkan (MgS04) dan diuapkan
sampai kering. Reaksi diulang pada skala yang sama dan kedua bahan mentah

131
dimurnikan secara terpisah. Bahan reaksi kasar dimurnikan dengan kromatografi
kolom menggunakan heptana dan gradien etil asetat untuk menghasilkan 0,90 g
(43%) dan 1,50 g (72%) senyawa yang diinginkan sebagai padatan ungu pucat dan
padatan coklat dengan kemurnian yang berbeda (96,0 % dan 94,5% oleh HPLC)
(MP = 150,5-151,5 ° C, IR = 1751 cm "1; HPLC = 12,24 menit). 1H NMR (400
MHz; CDC13): 1.26 (3H, t) 2.29 (3H, s) 4.22 (2H, q) 4,62 (2H, s) 4,80 (2H, s)
6,79 (1H, dd) 6.86 (1H, ddd ) 7.10 (1H, dd) 7.19 (1H, dd) 7.23-7.28 (2H, m) 7.36
(1H, dd) 8.05-8.11 (2H, m) 8.29 (1H, dd). 13C NMR (100 MHz, CDC13): 10.4
(q) 14.2 (q) 25.3 (t) 45,2 (t) 61,9 (t) 103,4 (d) 103,6 (d) 108,0 (s) 108,1 (s) 109,1
(d) 109,2 (d) 109,5 (d) 109,8 (d) 116,2 (d) 116,4 (d) 127,0 (d) 128,5 (s) 128,6 (s)
132,2 (d) 132,3 (d) 133,3 (s) 135,1 (s) 136,4 ) 136.6 (s) 139.4 (d) 146.2 (d) 156.2
(s) 157,0 (s) 159,4 (s) 164,7 (s) 167,3 (s) 168,6 (s). aku aku aku. Asam 5-fluoro-3
- ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyllpyridin-3-yl | metil) -2- metilindol-l-v-asetat
(Senyawa 1)

Metode A KOH (0,34 g, 5,94 mmol) dilarutkan dalam air (7 ml) dan ditambahkan
ke dalam larutan diaduk kuat [5-fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyl]
pyridine-3- yl} methyl ) -2-metilindol-l-yl] -etetic acid ethyl ester (0,96 g, 1,98
mmol) dalam THF (21 ml) di bawah nitrogen pada suhu sekitar. Reaksi dipantau
oleh KLT dan LCMS. Setelah 2 jam pelarut dilepaskan secara vakum sebelum
menyesuaikan pH sampai 1,5 dengan menggunakan larutan HCl 0,1M. Endapan
diaduk dengan kuat selama 15 menit sebelum diisolasi dengan penyaringan hisap.
Sumur yang dikumpulkan dicuci dengan air kemudian MTBE ditarik kering di
udara lalu dikeringkan dalam vakum pada suhu 50 ° C untuk menghasilkan 870
mg (97%) produk sebagai padatan merah muda (MP = 125-126 ° C; IR = 1729 cm
"1; HPLC = 10,80 menit 99,3%). 1H NMR (400 MHz; DMSO): 2,29 (3H, s) 4,56
(2H, s) 4,97 (2H, s) 6,85-6,91 (2H, m) 7.37-7.7.45 (2H, m) 7.47 (1H, dd ) 7.51-
7.57 (2H, m) 8,06-8,15 (2H, m) 8,36 (1H, dd). 13C NMR (100 MHz, DMSO):
10,5 (q) 25,0 (t) 45,5 (t) 102,7 (d) 102,9 (d) 107,7 (s) 107,8 (s) 108,8 (d) 109,1 (d)

132
110,9 (d) 111,0 (d) 117,1 (d) 117,3 (d) 128,1 (d) 128,2 (d) 128,3 (d) 132,7 (d)
132,8 (d) 133,8 (d) 135,5 (s) 136,8 (s) 138,1 (s) 140,4 (d ) 147,0 (d) 155,9 (s)
156,6 (s) 158,9 (s) 164,6 (s) 167,1 (s) 171,1 (s). Batches 1 dan 3 dari Senyawa 1
yang digunakan di bawah ini dibuat dengan metode yang dijelaskan di atas, yang
identik dengan metode yang ditetapkan dalam WO2009 / 090414. Untuk Batch 2
dari Senyawa 1, prosedur berikut digunakan. Metode B KOH (0.514g, 9.16 mmol)
dilarutkan dalam air (11 ml) dan ditambahkan ke dalam larutan diaduk kuat [5-
fluoro-3 - ({2 - [(4-fluorobenzene) sulfonyl] pyridin-3-yl} metil ) - 2-methylindol-
l-yl] -etetic acid ethyl ester (1,48g, 3,05 mmol) dalam TUF (32 ml) di bawah
nitrogen di sekeliling. Reaksi dipantau oleh KLT dan LCMS. Setelah 2 jam,
bejana reaksi mengandung larutan berair dasar garam kalium dari senyawa 1.
Alih-alih melepaskan pelarut seperti yang ditetapkan dalam WO2009 / 090414,
larutan berair dicuci dengan etil asetat untuk mendapatkan suspensi. Padatan yang
diendapkan dilepaskan dengan filtrasi dan pH fasa berair disesuaikan sampai 1,5
menggunakan larutan HCl 0,1M dan diaduk dengan kuat selama 15 menit,
sebelum diisolasi dengan filtrasi suction. Sumur yang terkumpul dicuci dengan air
dan kemudian MTBE, ditarik kering di udara dan kemudian dikeringkan dalam
vakum pada suhu 50 ° C untuk mendapatkan 900 mg (64%) produk sebagai
padatan cokelat.

Contoh 2 - Karakterisasi Produk dari Contoh 1

Tiga batch produk yang dibuat dengan metode Contoh 1 dicirikan oleh
spektroskopi FT-Raman, difraksi serbuk sinar-X (PXRD), Thermogravimetri yang
digabungkan ke Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (TG-FTIR),
kalorimetri pemindaian diferensial (DVC) dan DVS

Gambar 1 menunjukkan pola PXRD pada Batch 1. Sampel diukur sesuai dengan
yang diterima. Materinya adalah amorf. Sinyal pada 28,4 ° 2 Theta dan 40,5 ° 2
Theta kemungkinan besar ditugaskan ke KC1.

133
Gambar 2 menunjukkan pola PXRD pada Batch 3, diukur seperti yang diterima.
Sampelnya amorf. Sinyal pada 28,3 ° 2 Theta kemungkinan besar ditugaskan ke
KC1. Gambar 3 menunjukkan spektrum FT-Raman Batch 3. Spektrum tersebut
digunakan sebagai referensi untuk studi polimorfisme pendahuluan. Puncak
Raman yang paling menonjol diberi label pada gambar.

Batch 3 dianalisis dengan TG-FTIR dalam kisaran suhu 25 ° C sampai 250 ° C


dan laju pemanasan 10 ° C / menit. TG-FTIR menunjukkan hilangnya 1,2 wt .-%
massa (residual H2O) dari r.t. sampai 160 ° C. Dekomposisi terjadi di atas ~ 160 °
C. Oleh karena itu bahan tersebut kemungkinan bentuknya tidak dilarutkan. Hal
ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Batch 1 juga dianalisis dengan kalorimetri pemindaian diferensial dan Gambar 5


menunjukkan jejak DSC. Pada titik pemindaian pertama (titik merah) titik transisi
gelas sekitar 79 ° C (ACp: 0,4 J / g * ° C) dan sinyal rekristalisasi sekitar 155 ° C
diamati. Setelah pendinginan sampel masih sebagian amorf. Pada langkah
pemanasan kedua (jejak biru) titik transisi gelas pada suhu sekitar 73 ° C dengan
ACp 0,2 J / g * ° C dan sinyal leleh sekitar 200 ° C dengan degradasi berikutnya
diamati. Pergeseran titik transisi kaca ke suhu yang lebih rendah mungkin
disebabkan oleh dekomposisi parsial selama tahap pemanasan pertama.

Untuk memeriksa perilaku Batch 1 dengan adanya tekanan uap air variabel,
sampel dianalisis dengan DVS. Kurva DVS yang dihasilkan dengan kelembaban
relatif terhadap sampel dan persentase berat sampel terhadap waktu ditunjukkan
pada Gambar 6. Gambar 7 menunjukkan persentase berat sampel terhadap plot
kelembaban relatif. Sampel dikondisikan pada 50% r.h. sebelum memulai
program kelembaban yang telah ditentukan sebelumnya dengan tingkat
pemindaian 5% r.h. ubah per jam Di bawah 50% r.h. Kehilangan massa terus
menerus diamati. Sampel menunjukkan pada langkah kedua (0% r.h sampai 95%

134
r.h.) serapan air kontinyu. Pada kelembaban relatif di atas 84% r.h. Serapan air
meningkat diamati. Pada 95% r.h. tidak ada keseimbangan yang tercapai Ini khas
untuk bahan amorf. Pada akhir pengukuran (kelembaban akhir 50% r.h) sampel
memiliki massa 0,6% lebih tinggi sebagai bahan awal. Sampel diperiksa oleh FT-
Raman (pengukuran pra dan pasca DVS). Sampel yang dipulihkan dari DVS tidak
menunjukkan transisi fasa. Hasil serupa diperoleh untuk Batch 3. Tidak seperti
Batches 1 dan 3, pola PXRD Batch 2 (Gambar 8) menunjukkan bahwa
materialnya berbentuk kristal. Materi disiapkan dengan menggunakan prosedur
alternatif, Metode B, yang disebutkan di atas. Contoh 3 - Rekristalisasi Batch 1
Senyawa 1 Sebelum skrining garam, pengotor KC1 dikeluarkan dengan
kristalisasi 5 g Batch 1 dari Senyawa 1 dalam etil asetat. Produk ini dicirikan oleh
FT-Raman dan TG-FTIR. Pengukuran TG-FTIR menunjukkan kehilangan massa
8,2% etil asetat pada 140 ° C, yang berada di atas titik didih. Ini menunjukkan
bahwa pelarut sangat terikat dan khas untuk pembentukan solvat. Sampel
dikeringkan dengan vakum di r.t. dan produknya dicirikan oleh FT-Raman, TG-
FTIR dan PXRD. Bahan berubah setelah mengering menjadi bentuk yang tidak
dilarutkan karena etil asetat tidak dapat dideteksi lagi oleh TG-FTIR. Gambar 9
menunjukkan pola PXRD dari produk rekristalisasi. Bahannya bersifat kristalin.

Pola PXRD menunjukkan bahwa produk rekristalisasi dan kering ini adalah
bentuk kristal yang sama dengan Batch 2 dari Senyawa 1 dan bentuk kristal ini
ditetapkan dalam bentuk 1. Contoh 4 - percobaan kesetimbangan kesetimbangan
dan pendinginan kristalisasi Sekitar 100 mg Batch 3 disuspensikan dalam
campuran pelarut dan solven dan diaduk selama 17 hari pada suhu 22 ° C. Padatan
disaring dan dianalisis dengan spektroskopi FT-Raman (2 pengukuran: 1. bahan
basah, 2. bahan kering). Percobaan ekuilibrasi suspensi tambahan (Exp P23)
sesuai dengan proses pembuatannya dilakukan. Untuk 250 mg Batch 3, 62,5 μΐ ^
air dan 440 μΐ ^ asam format (98%) ditambahkan. Sebuah suspensi cokelat
kekuningan diamati. 95 μΐ. toluena ditambahkan Setelah presipitasi sonication
singkat diamati. Pengadukan tidak mungkin dilakukan. Selain itu ditambahkan 1

135
mL H20 dan 80 μΐ ^ toluena. Suhu telah diayunkan antara 25 ° C selama satu jam
dan 50 ° C selama dua jam (menggunakan dua jam jalan) selama total tiga hari.
Untuk eksperimen kristalisasi pendinginan, sekitar 100 mg Batch 3 dilarutkan
pada suhu yang lebih tinggi dalam jumlah pelarut dalam jumlah yang tepat untuk
mendapatkan larutan jenuh. Untuk menyiapkan larutan bebas benih, suhu
selanjutnya meningkat sebesar 5 ° C. Larutan kemudian didinginkan sampai 5 ° C.
Padatan disaring dan dianalisis dengan spektroskopi FT-Raman (2 pengukuran: 1.
bahan basah, 2. bahan kering). Jika tidak ada padatan yang diperoleh, larutan
diaduk atau disimpan pada suhu 5 ° C dan jika masih tidak ada presipitasi yang
diamati, larutan diuapkan di bawah nitrogen pada r.t. Bentuk baru lebih jauh
ditandai dengan PXRD dan TG-FTIR. Tabel 1 merangkum hasil percobaan
ekuilibrasi suspensi dan pendinginan kristalisasi. Tabel 1: Hasil eksperimen
kristalisasi suspensi dan pendinginan kristalisasi.

'Type: SL = percobaan keseimbangan suspensi; COL: percobaan kristalisasi


pendingin. 2) baru: spektrum / pola yang berbeda dari bahan awal diamati yang
sama dengan bentuk 1 (Batch 2 dan produk rekristalisasi dari Contoh 3). 'PXRD
mirip dengan Senyawa 1, Batch 2. Bahan yang dipulihkan dari PXRD diukur oleh
FT Raman. Spektrum setuju dengan spektrum Senyawa 1, Batch 2 dan produk
rekristalisasi dari Contoh 3. Kesimpulan: Percobaan P2, P3, P4, P5, P8, P10, Pl l,
P16, P17, P21 dan P23 menyebabkan pembentukan solvat (termasuk hidrat) atau
hemisolvat; Percobaan PI 8 menghasilkan produk gel; Percobaan P22
menghasilkan produk yang terdegradasi; Percobaan P7, P13, P14, P15 dan P20
memunculkan bentuk kristal 1 (yaitu bentuk polimorfik yang sama dengan Batch
2 dari Senyawa 1 dan produk dari Contoh 3); Percobaan P9 dan P12
menghasilkan bentuk kristal baru, yang diberi nama Form 2; dan Percobaan P6
menghasilkan formasi polimorfik Form 2 dalam campuran dengan bentuk
polimorfisme ketiga, yang diberi nama Form 3. Contoh 5 - Karakterisasi Bentuk
Polimorfik lebih lanjut i. Formulir Polimorfik 1 Seperti yang dijelaskan di atas,
percobaan rekristalisasi dari contoh 3 menghasilkan produk yang mungkin

136
merupakan solvent etil asetat. Pada pengeringan, bagaimanapun, itu berubah
menjadi bentuk yang tidak dilarutkan, yang ditunjuk Bagian 1. Setelah
pengeringan, produk dari Percobaan P7 (pelarut THF), P13 (aseton solvat), P14
(larutan asam format), PI 5 (larutan diklorometana) dan P20 (etanol solvat)
mengadopsi bentuk kristal yang muncul dari spektrum Raman untuk memiliki
karakteristik yang sama dengan Batch 2 dari Senyawa 1 dan produk rekristalisasi
dari Contoh 3. Karena ketidakstabilan, tidak mungkin menentukan stoikiometri
dari solvates

Bentuk polimorfik ini diberi nama Formulir 1 dan selanjutnya ditandai oleh
PXRD. Pengindeksan PXRD dapat digunakan untuk menentukan apakah pola
yang diberikan sesuai dengan fase padat murni. Pola PXRD dari bahan
rekristalisasi (file: H906) dapat berhasil diindeks, dan kisi tersebut ditemukan
sebagai triklinik. Parameter kisi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Kesesuaian akhir antara pola difraksi yang diamati dan dihitung ditunjukkan pada
Gambar 10 dan nilai R rendah (lihat Tabel 2) mengkonfirmasi kecocokan yang
baik. Ini menegaskan bahwa Formulir 1 sesuai dengan bentuk polimorfisme sejati
dan bukan pada campuran bentuk.

Tabel 2: Parameter kisi dan rincian LeBail-Fit untuk data laboratorium PXRD
untuk Form 1 diperoleh pada suhu kamar.

MR 1H dicatat dari produk PI Percobaan 5 (Formulir Polimorfik 1) di DMSO-d6.


Spektrum tersebut menegaskan integritas Kimia (lihat Gambar 11). ii. Bentuk
Polimorfik 2 Form 2 diperoleh dengan eksperimen equilibrasi fasa pada suhu
kamar, dalam air / asetonitril (1: 1) (Percobaan P9) dan asetonitril (Percobaan
P12). Percobaan equilibrasi fase pada r.t. dalam etil metil keton (Percobaan P6)
juga menimbulkan Form 2 dalam campuran dengan bentuk baru lainnya (Form 3).
Spektrum FT-Raman dari produk Percobaan P9 dari Contoh 4 (Bentuk 2)
ditunjukkan pada Gambar 12 dan pola PXRD-nya ditunjukkan pada Gambar 13.

137
Ini dapat berhasil diindeks dan ini menegaskan bahwa Formulir 2 sesuai dengan
bentuk polimorfik yang sebenarnya. dan bukan pada campuran bentuk. MR 1H
dicatat dari hasil percobaan P9 dari Contoh 4 (Form 2) dalam DMSO-d6 (lihat
Gambar 14). Spektrum tersebut menegaskan integritas kimiawi. aku aku aku.
Formulir Polimorfik 3 Form 3 diperoleh sebagai campuran dengan form 2 dengan
percobaan equilibrasi fasa pada r.t. dalam etil metil keton (Contoh 4, Percobaan
P6). Gambar 15 menunjukkan spektrum FT-Raman dari Produk P6 (Form 3 dalam
campuran dengan Form 2). Puncak Raman yang paling menonjol diberi label pada
gambar. PXRD Produk P6 menunjukkan bahwa materialnya berbentuk kristal dan
Gambar 16 menunjukkan pola PXRD pada Produk P6 dibandingkan dengan
produk P9 (Form 2). Produk P6 menunjukkan semua sinyal Produk P9 dan juga
sinyal tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa Produk P6 adalah campuran dari
Form 2 dan bentuk lainnya. Bentuk lain ini diberi nama Form 3. Contoh 6 -
Stabilitas Termodinamika dari Bentuk Polimorfik Campuran dengan rasio serupa
dari produk dari Contoh 4, Percobaan 15 (Form 1), Contoh 4, Percobaan 9 (bentuk
2 + x) dan Contoh 4, Percobaan 6 (Form 2 + Form 3) ditangguhkan dalam
asetonitril dan dikocok untuk 13 hari pada suhu 22 ° C untuk memberikan produk
yang diberi nama Produk P24). Padatan dipulihkan dengan sentrifugasi saringan
dan ditandai dengan PXRD. Gambar 16 menunjukkan pola PXRD dari Produk
P24 dibandingkan dengan produk dari Percobaan P9 dari Contoh 4. Dua pola
PXRD pada dasarnya sama meskipun Produk P9 menunjukkan beberapa sinyal
tambahan. Sinyal ini dapat diberikan ke (i) bentuk kristal lain atau (ii) sinyal tidak
dapat dideteksi untuk Produk P24 karena difruktogram memiliki intensitas lebih
rendah. Jadi, setelah 13 hari pada 22 ° C, PXRD sesuai dengan Form 2.
Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa Form 2 adalah bentuk yang paling
stabil pada suhu kamar.

Pengindeksan PXRD dapat digunakan untuk menentukan apakah pola yang


diberikan sesuai dengan fase padat murni. Pola PXRD dari Produk P24 (file:
J893) dapat berhasil diindeks, dan kisi tersebut ditemukan sebagai klinik tri.

138
Parameter kisi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3. Kesesuaian akhir antara
pola difraksi yang diamati dan dihitung ditunjukkan pada Gambar 17 dan nilai R
rendah (lihat Tabel 3) mengkonfirmasi kecocokan yang baik. Ini menegaskan
bahwa Formulir 2 sesuai dengan bentuk polimorfisme sejati dan bukan pada
campuran bentuk. Produk P9 dari Contoh 4 juga dapat diindeks dalam kelompok
ruang yang sama dan parameter kisi-kisi yang serupa. Namun, beberapa beberapa
sinyal produk P9 tidak bisa diindeks. Sinyal ini dapat diberikan ke bentuk kristal
lain (mungkin misalnya polimorf, ketidakmurnian atau degradasi). Tabel 3:
Parameter kisi dan rincian LeBail-Fit untuk data laboratorium PXRD untuk Form
2 diperoleh pada suhu kamar.

Contoh 7 - Pembuatan Polimorfik Bentuk 2 dari campuran Bentuk Polimorfik 2


dan 3 Contoh 4, Percobaan P6 menyediakan campuran Bentuk Polimorfik 2 dan 3.
Campuran Polimorfik Bentuk 2 dan 3 dapat dikonversi menjadi Polymorphic
Form 2 murni dengan menggunakan metode berikut. Senyawa 1 (12,79 g;
campuran Polimorfik Bentuk 2 dan 3) ditangguhkan dalam 150 mL asetonitril
pada 25 ° C (tingkat pengadukan: 400 rpm): Suspensi dipanaskan sampai 60 ° C
dengan laju pemanasan 30 K / h. Pada 54 ° C larutan kuning diperoleh. Suhu
ditahan selama 5 menit pada suhu 60 ° C. Setelah itu larutan didinginkan dari 60 °
C sampai 49 ° C pada 10 K / jam (pada suspensi 49 ° C diamati; dipanaskan
sampai 56 ° C pada 30 K / jam; larutan yang diamati; didinginkan lagi sampai 49 °
C pada 10 K / h; larutan pada suhu 49 ° C). 320,1 mg Senyawa 1, Form 2
ditangguhkan dalam 1 mL larutan pra-jenuh. Suspensi ditambahkan ke larutan
kristalisasi pada suhu 49 ° C. Bejana kaca dibilas dengan 0,2 mL larutan pra-
jenuh. Sebuah suspensi kuning diamati. Suspensi diaduk selama 3 jam pada suhu
49 ° C dan kemudian didinginkan hingga 35 ° C dengan laju pendinginan 1,8 K /
jam dan dari 35 ° C sampai 20 ° C pada 3 K / jam. Suspensi diaduk selama 10 jam
pada suhu 20 ° C. Sub sampel 1 mL dipertahankan. Padatan dipulihkan dengan
filtrasi vakum (P04 glass frit; 59,4 mg bahan basah). Padatan ditandai dengan
PXRD. Sampel sesuai dengan Bentuk 2. Pelarut suspensi sebagian diuapkan pada

139
evaporator berputar pada suhu 23 ° C dan tekanan 107-110 mbar. Suspensi yang
tersisa dengan volume -25 mL disaring dengan filtrasi vakum (P04 glass frit,
yield: 12,32 g). Semua sampel dari percobaan kristalisasi sebelumnya
mengandung kira-kira. 0,4-0,5% berat asetonitril. Untuk mengurangi kadar
asetonitril, penyelidikan lebih lanjut dilakukan.

Contoh 8 - Penghapusan Acetonitrile dari Polymorphic Form 2 (Metode 1)


Produk padat yang disaring dari Contoh 7 ditangguhkan dalam 21 mL MEK.
Setelah itu MEK diuapkan pada evaporator berputar di r.t dan -100 mbar.
Langkah pencucian ini dilakukan tiga kali. Padatan dikeringkan di bawah vakum
(50 mbar) di r.t. semalam. Bahan yang diperoleh ditandai dengan 1H-MR dan
PXRD. Padatan kering (10,68 g) dicuci kembali dengan 18 mL MEK; MEK
diuapkan di bawah vakum (110 mbar) di r.t. Langkah pencucian ini dilakukan tiga
kali. Padatan dikeringkan pada evaporator putar di bawah vakum (20 mbar) pada
r.t. semalam. Bahan yang tersisa ditandai dengan 1H-MR dan PXRD. Sampel
PXRD sesuai dengan Formulir 2. PXRD sampel setelah tahap pencucian kedua
menunjukkan sinyal tambahan kecil. Spektrum 1H-MR dari semua sampel
menunjukkan asetonitril kurang dibandingkan sampel sebelumnya (mungkin <0,1
wt%). Contoh 9 -Removal Acetonitrile dari Polymorphic Form 2 (Metode 2)
Bubur dibuat dari Polimorfik Form 2 Senyawa 1 disiapkan sesuai dengan metode
Contoh 7 (5g) bersama dengan MIBK (3 jilid; 15ml). Bubur diaduk pada suhu 50
° C semalam, setelah itu didinginkan sampai suhu kamar, disaring dan dicuci
dengan MIBK untuk memberi 4.1g (82%) bubuk off-white yang ditunjukkan oleh
XRPD menjadi Form Polimorfik 1. 1MMR tidak menunjukkan asetonitril dan
hanya jejak MIBK.

2. Chlorobenzene
Proses pembuatan

140
DESKRIPSI

Dipatenkan 19 Juni 1934 PROSES PEMBUATAN CHLOROBENZENE Walter


Prahl, Ludwigshalen di Rhine, Bavaria, Jerman, assig'nor ke F. Raschlg G. masuk
b. 11., Ludwigshafen, Jerman, sebuah flamm dari Jerman No Drawing. Aplikasi
10 Maret 1931, Serial No. 521,510. Di Jerman 12 April 1930 14 Klaim. Proses
diakon untuk membuat klorin terdiri dari campuran hidrogen klorida dan oksigen
atau udara di atas tubuh berpori, seperti tanah liat terbakar, batu apung atau
sejenisnya, dijenuhkan dengan garam tembaga dan dipanaskan sampai suhu
sekitar 350-500 0. Hidrogen klorida sebagian diubah menjadi klorin dasar. Bila
klorin dasar digunakan untuk mengklorinasi senyawa organik sebagian besar
darinya (dalam kasus yang paling umum, yaitu substitusi, satu setengahnya)
diubah menjadi hidrogen klorida. Karena dalam diakon proses hidrogen klorida
saya diubah menjadi klorin, dan dalam substitusi substitusi organik diubah
menjadi hidrogen klorida, akan tampak masuk akal untuk menggabungkan proses
ini. Hanya perlu untuk mengenalkan zat organik yang akan diklorinasi ke dalam
arus gas, untuk menggunakan hidrogen klorida sebagai agen untuk mengklorinasi
zat organik. Prosedur ini telah dijelaskan dalam berbagai bentuk yang sesuai
dengan klorinasi benzena dan hidrokarbon dari rangkaian alifatik. Ciri umum dari
semua proses ini terdiri dari pencampuran hidrokarbon untuk diklorinasi dengan
hidrogen klorida atau uap air dari asam hidroklorida berair dan udara, dan dalam
beberapa kasus pengencer, dan menuangkan campuran ke suhu dan zat kontak
yang digunakan dalam proses Diurapi. Sekarang suhu di mana proses Diakon
menghasilkan klorin cukup tinggi dan di situlah letak kelemahan penting dari
proses yang bersangkutan. Di satu sisi mereka melibatkan pembakaran bagian
hidrokarbon yang tidak sedikit diklorinasi; Di sisi lain, suhu tinggi menghasilkan
reaksi yang tidak menguntungkan, terutama pada klorinasi benzena. Pada suhu
tinggi dan dengan adanya air, yang sudah ada atau diproduksi oleh pembakaran,
sebagian klorobenzena yang terbentuk mengalami hidrolisis menjadi fenol yang
tidak hanya lebih mudah diklorinasi lebih lanjut daripada benzena tetapi juga

141
mudah dihancurkan dengan tuntas. dekomposisi, kondensasi dan perubahan
lainnya yang terkait dengan proses.

Hal ini diduga bahwa akan mungkin untuk menghindari konsekuensi yang tidak
menguntungkan dari suhu tinggi, terutama pembakaran dan hidrolisis jika
memungkinkan untuk beroperasi pada suhu yang lebih rendah. Namun, tampak
dari posisi sekarang bahwa tidak ada prospek penurunan suhu seperti itu, karena
dengan adanya massa kontak yang digunakan dalam proses Diakon, pembentukan
chlorobenzene cukup banyak terjadi sampai a. suhu di atas 300 C. telah tercapai.
Menurut penemuan ini, suhu yang jauh lebih rendah - memang yang jauh di
bawah yang sejauh ini dianggap mungkin - dapat digunakan dalam konversi
campuran benzen, asam klorida atau asam klorida atau hidrogen menjadi
klorobenzena, dengan menggunakan zat kontak yang mengandung selain tembaga
atau moremetals dari kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik atau senyawanya.
Sedangkan zat kontak yang hanya mengandung tembaga, seperti massa tanah liat
yang jenuh dengan tembaga klorida yang digunakan dalam proses Diaken,
memerlukan suhu di atas 400 C. untuk produksi hasil industri klorobenzena,
seperti kontak massa, yang mengandung tambahan tembaga satu atau lebih logam
dari kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik, tentukan pembentukan sejumlah
besar klorobenzena, bahkan pada suhu sekitar 150 sampai 170 C. Tambahan yang
menguntungkan terutama pada tembaga adalah kobalt, nikel, mangan, besi dan
kromium Namun, efek yang berguna dapat dicapai dengan penggunaan logam lain
dari kelompok 3-8 dari sistem periodik.

Satu prosedur pembuatan chlorobenzene sesuai dengan penemuan ini terdiri dari
melewatkan arus benzena penguapan, hidrogen klorida dan oksigen, dengan atau
tanpa pengencer, seperti nitrogen atau uap, pada suhu, yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah 150 C. sebaiknya tidak melebihi 300 C. melalui
suatu zat kontak, yang selain tembaga, mengandung satu atau lebih logam atau
senyawanya, kontak yang disukai adalah pembawa yang memiliki luas permukaan

142
besar, seperti tanah liat, aluminium hidroksida, batu apung atau silika gel, dimana
logam atau senyawanya telah diendapkan. Di bawah kondisi yang disebut
sebagian atau keseluruhan klorin yang terkandung dalam hidrogen klorida
dipindahkan ke benzena dan klorobenzena hampir terbentuk secara eksklusif; Hal
ini dapat diisolasi dengan cara yang dikenal, misalnya dengan kondensasi
fraksional, distilasi, penyerapan atau lainnya, dari campuran produk. Benzen yang
belum masuk ke dalam reaksi dapat dikembalikan ke proses. Keuntungan dari
proses yang dijelaskan, dibandingkan dengan yang sebelumnya diketahui
membuat chlorobenzene oleh reaksi ini, akan terlihat dari fakta-fakta yang
dinyatakan. Menurut proses baru, uap dipanaskan hanya pada suhu yang jauh
lebih rendah dari yang sampai sekarang digunakan, sehingga lebih sedikit panas
yang dikonsumsi. Korosi peralatan oleh hidrogen klorida oleh pengaruh eksternal
dan oleh aksi panas, berkurang akibat suhu yang lebih rendah. Pembakaran
benzen praktis tidak terjadi. Karena itu ada hasil yang lebih tinggi. Pembentukan
produk klorinasi tinggi sangat berkurang. Hidrolisis klorobenzena dengan segala
konsekuensinya tidak terlihat. Secara substansial satu-satunya produk hadir dalam
kondensat, yang sejernih air, adalah klorobenzena dan beberapa diklorobenzena,
sedangkan pada kondensat coklat tua yang diperoleh dalam proses lama,
serangkaian produk sampingan keseluruhan, seperti fenol, mono-, diand
triklorofenol, difenil dan hydroxydiphenyl, selain yang lain, dapat ditemukan.
Keuntungan lebih lanjut berada pada kenyataan bahwa kelebihan udara, yang
dalam proses yang diketahui menyebabkan pembakaran bahan organik yang
cukup besar, dalam proses sekarang, tidak hanya tidak berbahaya namun
menguntungkan, karena hal itu memungkinkan konverionasi lengkap dari
hidrogen klorida menjadi klorobenzena, yang pada proses sebelumnya tidak dapat
dicapai dengan menggunakan proporsi teoritis atau proporsi udara yang lebih
kecil.

Keuntungan yang harus dicapai dengan penggunaan suhu rendah yang tersedia
oleh penemuan ini, khususnya peningkatan kecepatan reaksi yang cukup besar
antara komponen dan penghilangan bahaya pembakaran klorobenzena, juga

143
sebagian tetap pada satu Bekerja pada suhu yang sebelumnya digunakan. Contoh
berikut menggambarkan penemuan ini: Contoh 1.600 gram silika gel diimpregnasi
dengan larutan 150 gram klorida tembaga mengkristal dan 30 gram kobalt klorida
yang dikristalisasi dalam 170 cc. air. Selama kontak ini, dipanaskan sampai 180 °
dilakukan per jam liter udara, diisi 25 gram hidrogen klorida dan 200 gram
benzena penguapan. Uap yang dikeluarkan dikondensasi. Kondensat membentuk
dua lapisan, satu, dimana air hampir bebas dari asam hidroklorida dan yang
lainnya secara substansial merupakan larutan klorobenzena dalam benzena.
Dengan distilasi yang terakhir 71 gram klorobenzena dan 4 gram diklorobenzena
diperoleh. Benzen, yang dipisahkan dengan distilasi, dapat dikembalikan ke
proses. Contoh 2.350 gram kieselguhr diimpregnasi dengan larutan 100 gram
klorida tembaga mengkristal dan 30 gram klorida nikel mengkristal dalam 400 cc.
air, lalu dikeringkan. Pada 190 C. ada yang melewati kontak ini per jam 25 liter
udara, membawa 10 gram hidrogen klorida dan 100 gram benzena penguapkan.
Seperti yang dijelaskan pada contoh sebelumnya, mungkin ada yang terlepas dari
produk 28 gram chlorobenzene dan 1 gram diklorobenzena. Contoh 3.-350 gram
karbon aktif diimpregnasi dengan larutan 100 gram klorida tembaga mengkristal
dan 20 gram mangan klorida dalam 150 cc. air. Pada 200 C. ada yang melewati
kontak ini per jam 15 liter udara yang membawa 10 gram hidrogen klorida dan 45
gram benzena penguapkan. Dari kondensat tersebut diisolasi 27 gram
klorobenzena dan 2 gram diklorobenzena.

Contoh 4.-600 gram aluminium hidroksida diimpregnasi dengan larutan 100 gram
klorida tembaga dan 5 gram serium klorida dalam 150 cc. air. Pada 200 C.
dilakukan selama kontak ini per jam campuran gas 30 liter udara, 150 gram
benzena dan gram menguap dari asam hidroklorida berair irit 17 persen. kekuatan,
Fro kondensat di sana dapat diisolasi 30 gram chlorobenzene dan 5 gram
diklorobenzena.

144
Contoh 5.-3000 cc. larutan konsentrat natrium aluminat diencerkan sampai sekitar
20 kali volumenya dan dicampur perlahan dengan larutan encer 200 gram klorida
tembaga, 30 gram besi klorida dan asam hidroklorida sehingga semua
aluminium'hidroksida akan diendapkan. Kontak kemudian dimasukkan ke dalam
isap, dicuci dengan air dan dikeringkan. Lebih dari 500 gram (1000 cc.) Dari
kontak tersebut, dipanaskan sampai 200 ° C dilakukan per jam uap yang terbentuk
oleh 200 gram benzena, 50 liter udara dan sekitar 100 cc. dari 17% asam klorida.
40 gram chlorobenzene per jam "dipisahkan oleh distilasi.

Contoh 6. 900 cc. (500 gram) tanah di Florida diresapi dengan larutan 180 gram
klorida tembaga, 45 gram besi klorida dalam 450 gram air. Selama kontak ini
dilewatkan pada 200 C. campuran 75 liter udara, 15 liter gas asam hidroklorida,
90 liter uap benzena dan dengan demikian 30 gram chlorobenzene diperoleh per
jam.

Perlu dipahami bahwa referensi dalam spesifikasi dan klaim tembaga dan logam
kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik dimaksudkan untuk memasukkan
senyawa tembaga dan logam tersebut.

Apa yang saya klaim adalah

1. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, hidrogen klorida dan oksigen pada suhu yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di bawah 300
C. di atas katalis yang mengandung senyawa tembaga dan setidaknya satu zat
aktif katalitik dari logam kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik.

2. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari 115 - melewatkan


campuran uap benzena, hidrogen klorida, oksigen dan sekurang-kurangnya satu
pengencer yang inert di bawah kondisi proses pada suhu yang memiliki batas

145
yang rendah tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai 120 titik di
bawah 300 C. di atas katalis yang mengandung senyawa tembaga dan sekurang-
kurangnya satu senyawa aktif katalitik dari logam kelompok 3 sampai 8 dari
sistem periodik.

3. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang 125 terdiri dari melewatkan


campuran uap benzena, hidrogen klorida dan udara pada suhu yang memiliki
batas bawahnya tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di
bawah 300 C. di atas katalis yang mengandung senyawa tembaga 130 dan paling
sedikit satu senyawa aktif katalitik dari logam dari kelompok 3 sampai 8 dari
sistem periodik.

4. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, hidrogen klorida, uap air dan oksigen pada suhu yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah 150 dan berkisar naik sampai titik di bawah 300 C.
di atas katalis mengandung senyawa tembaga dan sekurang-kurangnya satu
senyawa aktif katalitik dari kelompok metal 3 sampai 8 dari sistem odic peri-14o.

5. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, hidrogen klorida, uap air dan udara pada suhu yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah dan berkisar ke atas sampai titik di bawah 300 C.
di atas katalis yang mengandung kedua tembaga senyawa dan sekurang-
kurangnya satu senyawa aktif katalitik dari logam kelompok 3 sampai 8 dari
sistem periodik. 1

6. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzen, hidrogen klorida, uap air dan oksigen pada suhu yang memiliki batas
bawah tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di bawah 300 C.
di atas katalis yang mengandung kedua senyawa tembaga dan paling sedikit satu

146
senyawa aktif katalitik dari logam kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik,
katalis tersebut dibawa oleh zat yang memiliki luas permukaan yang besar.

7. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, hidrogen klorida, oksigen dan paling sedikit satu larutan yang inert
di bawah kondisi proses pada suhu yang memiliki batas bawahnya tidak jauh di
bawah 150 dan mulai naik sampai titik di bawah 300 C. di atas katalis yang
mengandung senyawa tembaga dan setidaknya satu senyawa aktif katalitik dari
logam dari kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik, katalis tersebut dibawa oleh
zat yang memiliki luas permukaan yang besar.

8. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, hidrogen klorida dan udara pada suhu yang memiliki batas bawah
tidak jauh di bawah 150 dan berkisar naik sampai titik di bawah 300 C. di atas
katalis yang mengandung senyawa tembaga dan sekurang-kurangnya satu
senyawa aktif katalitik dari logam kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik,
katalis tersebut dibawa oleh zat yang memiliki luas permukaan yang besar.

9. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, hidrogen klorida, uap air dan oksigen pada suhu yang memiliki batas
bawah tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di bawah 300 C.
di atas katalis yang mengandung kedua senyawa tembaga dan paling sedikit satu
senyawa aktif katalitik dari logam kelompok 3 sampai 8 dari sistem periodik,
katalis tersebut dibawa oleh zat yang memiliki luas permukaan yang besar.

10. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan


campuran uap benzena, hidrogen klorida, uap air dan udara pada suhu yang
memiliki batas bawah tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di
bawah 300 C. di atas katalis yang mengandung kedua senyawa tembaga dan

147
paling sedikit satu senyawa aktif katalitik dari logam dari kelompok 3 sampai 8
dari sistem periodik, katalis tersebut dibawa oleh, zat yang memiliki luas
permukaan yang besar.

11. Suatu proses pembuatan klorobenzena yang terdiri dari melewatkan campuran
uap benzena, hidrogen klorida dan oksigen pada suhu yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah 150 'dan berkisar naik sampai titik di bawah 300 C.
di atas katalis yang mengandung tembaga dan besi.

12. Suatu proses pembuatan klorobenzena yang terdiri dari melewatkan campuran
uap benzena, hidrogen klorida dan udara pada suhu yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di bawah 300
C. di atas katalis yang mengandung tembaga dan besi.

13. Suatu proses pembuatan chlorobenzene yang terdiri dari melewatkan


campuran uap benzena, hidrogen klorida dan udara pada suhu yang memiliki
batas bawahnya tidak jauh di bawah 150 dan berkisar naik sampai titik di bawah
300 C. di atas katalis yang mengandung tembaga dan besi, katalis yang dibawa
oleh Florida earth.

1 1. Suatu proses pembuatan klorobenzena yang terdiri dari melewatkan campuran


uap benzena, asam hidroklorida encer dan udara pada suhu yang memiliki batas
bawahnya tidak jauh di bawah 150 dan berkisar ke atas sampai titik di bawah 300
C. di atas katalis yang mengandung tembaga dan besi, katalis tersebut dibawa oleh
aluminium hidroksida.

148
DAFTAR PUSTAKA
Luis Andre Silva, dkk. 2009. Toluene-free balanced solutions of solvents for
contact adhesives.American: Patent WO2009012545 A1.

Lailach Gunter, dkk. 1988. Process for the production of nitrobenzene. American:
PatentUS4772757 A

Fesseden. 1986. Kimia organic Dasar Edisi Ketiga. Jilid 2. Terjemahan oleh
A.H.Pudjaatmaka. Erlangga: Jakarta

149
150
151

Anda mungkin juga menyukai