Anda di halaman 1dari 21

MODUL AJAR - KGSP

KONSTRUKSI
BANGUNAN
GEDUNG
Modul Standar untuk
digunakan dalam
Pembelajaran di SMK N 3
SEMARANG

B.Keahlian K.Keahlian Nomor KD Kode MP Disusun Oleh


Teknologi dan Rekayasa XI -KGSP
01 C3.1-KGSP Kukuh C.Adi Putra, ST.

XI
SEMESTER GASAL
TAHUN AJARAN
2019/2020
PENDAHULUAN
A. URAIAN UMUM
Dalam pembelajaran KD-1 mata pelajaran Konstruksi
Bangunan Gedung mencakup tentang K3LH (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup). Mengapa
K3LH itu penting ? Masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja menempati urutan pertama sebagai aspek yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan proyek apalagi pada
tahap konstruksi. Hal ini disebabkan karena dalam tahap ini, terkumpul sejumlah besar
tenaga kerja di area yang relatif sempit / luas. Ditambah lagi sifat pekerjaan dalam
tahap konstruksi terdiri dari kegiatan atau pekerjaan yang rawan kecelakaan (elevasi
tinggi, aliran listrik, temperatur, mengangkut atau mengangkat benda-benda berat, dan
lain-lain).

Untuk menghindari atau mengeliminasi terjadinya kecelakaan dan gangguan


kesehatan akibat pekerjaan yang dilakukan, maka sangat diperlukan adanya suatu
panduan yang bertujuan melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja dari adanya
kecelakaan dan gangguan kesehatan tersebut, serta dampak dari pekerjaan terhadap
lingkungan sekitar.

B. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Satuan Pendidikan : SMK Negeri 3 Semarang
Kelas/Semester : XI/ 3
Tahun Pelajaran : 2019/2020
Mata Pelajaran : Konstruksi Bangunan Gedung
Kompetensi Keahlian : Konstruksi Gedung Sanitasi dan Perawatan (KGSP)
Alokasi Waktu : 21 x 45 Menit (3 x Pertemuan)
KD : 3.1. Menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja
serta Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan
Konstruksi Bangunan Gedung
4.1. Melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi
Bangunan Gedung
 Kompetensi Inti
KI 3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang
pengetahuan faktual, konseptual, operasional lanjut, dan metakognitif secara
multidisiplin sesuai dengan bidang dan lingkup kerja Desain Pemodelan dan
Informasi Bangunan pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks,
berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dalam konteks pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga,
sekolah, dunia kerja, warga masyarakat nasional, regional, dan internasional.
KI 4. Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan
prosedur kerja yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai
dengan bidang kerja Teknik Konstruksi dan Properti. Menampilkan kinerja di
bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang terukur sesuai dengan
standar kompetensi kerja. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan
menyaji secara efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif,
dan solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah
pengawasan langsung. Menunjukkan keterampilan mempersepsi, kesiapan,
meniru, membiasakan, gerak mahir, menjadikan gerak alami dalam ranah
konkret terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta
mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.

 Kompetensi Dasar
3.1. Menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan
Gedung.
4.2 Melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung.
 Indikator Pencapaian Kompetensi
3.1.1. Mengidentifikasi prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan
Gedung.
3.1.2. Menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan
Gedung.
4.1.1. Melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah berdiskusi dan menggali informasi, peserta didik akan dapat:
1. Mengidentifikasi prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan
Gedung.
2. Menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan
Hidup dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung.
3. Melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup
dalam pelaksanaan pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung.
BAB 1
PENGENALAN K3LH PADA PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

A. SEJARAH K-3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebenarnya telah ada sejak dahulu. Dari jaman
mesir purba (Firaun), hingga kerajaan babilonia (Hamurabi), ada bukti - bukti
prasasti bahwa para pekerja mereka telah memakai alat-alat pelindung diri saat
bekerja. Berikut timeline singkat sejarah K-3 di dunia :
 Abad 3000 SM : Raja Firaun memperkerjakan budak - budaknya untuk
membangun bangunan ikonik di Mesir dengan kebijakan pelindung diri yang
temporer.
 Abad 16 : Raja Babilonia Hamurabi membuat UU tentang hukuman bagi ahli
bangunan yang hasilnya mendatangkan bencana.
 Abad 17 - 18 : Pada tahun 1750-1850 M terjadi gerakan revolusi industri
besar – besaran di Eropa khusunya di Inggris. Pada saat itu gerakan
tersebut bertujuan melindungi buruh – buruh pabrik yang mayoritas bekerja
selama ± 16 jam/sehari dalam kondisi yang tidak sehat dan terabaikan.
 Tahun 1802 : Lahir UU yang melindungi kesehatan dan moral tenaga kerja.
Lalu pada tahun 1844 ditambah dengan kewajiban pengawasan mesin,
penyediaan pengamanan dan wajib lapor kecelakaan.
 Tahun 1810 : Di Belgia lahir UU keselamatan.
 Tahun 1833 : Lahir inspektorat pengawasan dan aparat pemerintah.
 Tahun 1839 : Di Prusia lahir UU keselamatan. Selanjutnya pada tahun 1845
ditambah pengawasan medis pada perusahaan. Tahun 1884 UU asuransi
kecelakaan muncul.
 Tahun 1841 : Di Prancis lahir UU tentang perusahaan yang memberikan
ketentuan tentang sistem pengawasan.
 Tahun 1849 : Denmark dan Swiss mulai melahirkan UU keselamatan. Mulai
efektif pada tahun 1873 untuk Denmark, dan tahun 1877 di Swiss.
 Tahun 1887 : Muncul UU pencegahan kecelakaan di Massachussets,
Amerika. Disusul Ohio tahun 1888, Missouri tahun 1891 dan Rhode Islands
tahun 1896.
Awan kelam bagi tenaga kerja adalah dibawah tahun 1900 dan diawal tahun 1900.
Karena banyaknya insiden dan kecelakaan kerja yang terjadi dan adanya protes
dan tuntutan dari pihak keluarga korban, akhirnya pemerintah di negara - negara
eropa barat dan Amerika Serikat mulai membenahi hukum dan regulasi tentang
perlindungan tenaga kerja.

Gambar 1. Prasasti Pekerja Mesir Kuno


Sumber Gambar : https://www.dictio.id/

Namun masalah implementasi belum tuntas hingga akhir tahun 1960 an. Sejak
tahun 1970, di Eropa dan Amerika Serikat, kesadaran akan pentingnya K3 sudah
tinggi. Keadaan sebaliknya terjadi Asia dan Afrika. Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia sendiri sudah mempunyai UU tentang K3 ditahun 1970, yaitu UU no.1
tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang resmi diberlakukan tanggal 12 Januari
tahun 1970 yang juga dijadikan hari lahirnya K3. Kemudian UU RI No.13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan.

B. HAKIKAT K-3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)


Hakikat keselamatan kerja adalah dengan mengadakan pengawasan
terhadap 4 M.

(Man) (Material) (Machine) (Method)


Dapat dijelaskan pada bagan / skema berikut ini :

Gambar 2. Diagram Hakikat Keselamatan Kerja


Sumber Gambar : Bahan ajar Kemdikbud

C. DEFINISI K3LH (Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup)


K-3 adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pengertian pemberian
perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja, yang berhubungan
dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses
produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja.
LH adalah Lingkungan Hidup yang dimaksutkan disini adalah upaya untuk
menjauhkan warga sekitar atau pekerja dari bahaya proyek dan menjamin
kesehatan para pekerjanya.

D. DASAR HUKUM DAN RUANG LINGKUP K3LH


Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang
berada di tempat kerja, serta menjamin keamanan terhadap sumber produksi,
proses produksi dan lingkungan kerja, perlu penerapan system manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja. Penerapan system manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja ini sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia. Peraturan perundangan yang dimaksud adalah:
 UUD tahun 1945, pasal 27 ayat (2)
“Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”.
 Undang-Undang No.13 tahun 2003, pasal 86
 Ayat 1 - Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas : keselamatan dan kesehatan kerja, Moral dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan hak-hak dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama.
 Ayat 2 - Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan
produktifitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.
 Ayat 3 - Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Undang-Undang No.13 tahun 2003, pasal 87
 Ayat 1 - Setiap perusahaan wajib menetapkan sistem keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan.
 Ayat 2 – Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud di dalam
ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, dasar hukum K3LH diperjelas dengan :
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 01/Men/1980 - K3 lonstruksi
bangunan.
 SKBM Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. 174/Men/1986
dan No. 104/KPTS/1986 - Pedoman pelaksanaan K3 pada tempat kegiatan
konstruksi.

E. FAKTOR PENDUKUNG KESELAMATAN KERJA


 Pengaturan jam kerja dengan memperhatikan kondisi fit untuk pekerja.
 Pengaturan jam istirahat yang memadai untuk menjaga kestabilan untuk
bekerja.
 Pengaturan Penggunaan peralatan kantor yang menjamin kesehatan kerja
pekerja.
 Pengaturan Sikap tubuh dan anggota badan yang efektif yang tidak
menimbulkan gangguan ketika bekerja.
 Penyediaan sarana untuk melindungi keselamatan kerja pekerja.
 Kedisiplinan pekerja untuk mentaati ketentuan penggunaan peralatan kerja
dan perlindungan keselamatan kerja yang telah disediakan dan diatur
dengan SOP (Standard Operating Prosedur) yang telah ditetapkan.

F. FAKTOR PENDUKUNG KESEHATAN KERJA


 Pola makan yang sehat dan bergizi.
 Pola pengaturan jam kerja yang tidak menganggu kesehatan pekerja.
 Pola pengaturan istirahat yang cukup pada pekerja/ profesional.
 Pola pengaturan tata cara sikap bekerja secara ergonomi.
 Pola pengaturan lingkungan yang harmonis yang tidak mengganggu
kejiwaan.
 Pola pengaturan tata ruang kerja sehat.
 Pola pengaturan tata warna dinding dan perabotan yang tidak ganggu
kesehatan.
 Pola pengaturan penerangan ruang kerja yang memadai.
 Pola perlindungan atas penggunaan peralatan yang menimbulkan gangguan
kesehatan

G. TUJUAN K3LH
 Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan
produktivitas nasional.
 Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
tersebut.
 Memeliharan sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan
efisien.
 Mencegah dan mengobati penyakit yang timbul akibat kerja dan lingkungan
kerja.

H. KECELAKAAN KERJA
Tingginya tingkat kecelakaan kerja dalam pekerjaan konstruksi bangunan gedung
dapat berdampak langsung terhadap perusahaan maupun penyedia jasa.
Kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang tidak terduga (tidak ada
unsur kesengajaan) dan tidak diharapkan karena mengakibatkan kerugian, baik
material maupun penderitaan bagi yang mengalaminya. Hal ini sering disebut
dengan konsep 3U karena :
 Unplanned (Tidak direncanakan)
 Undesirable (Tidak diinginkan)
 Uncontrolled (Tanpa pengawasan)

Gambar 3. Diagram Kecelakaan 3U


Sumber Gambar : Bahan ajar Kemdikbud

H.W.Heindrick pada tahun 1913 mengemukakan teori Domino, salah satu teori
ternama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Heinrich, 98 % kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak aman.
Maka dari itu, Heinrich menyatakan, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah
dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai penyebab kecelakaan.

Gambar 4. Teori Domino


Sumber Gambar : Safetysign.co.id

Dalam Teori Domino Heinrich terdapat lima penyebab kecelakaan, di antaranya:


 Hereditas, mencakup latar belakang seseorang, seperti pengetahuan yang
kurang atau mencakup sifat seseorang, seperti keras kepala.
 Kesalahan manusia, Kelalaian manusia meliputi, motivasi rendah, stres,
konflik, masalah yang berkaitan dengan fisik pekerja, keahlian yang tidak
sesuai, dan lain-lain.
 Sikap dan kondisi tidak aman, sikap/ tindakan tidak aman, seperti
kecerobohan, tidak mematuhi prosedur kerja, tidak menggunakan alat
pelindung diri (APD), tidak mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak
mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan dengan risiko
tinggi, dan sebagainya. Kondisi tidak aman, meliputi pencahayaan yang
kurang, alat kerja kurang layak pakai, tidak ada rambu-rambu keselamatan
kerja, atau tidak tersedianya APD yang lengkap.
 Kecelakaan kerja, kecelakaan kerja, seperti terpeleset, luka bakar, tertimpa
benda di tempat kerja terjadi karena adanya kontak dengan sumber bahaya.
 Dampak kerugian, dampak kerugian bisa berupa:
Pekerja : Cedera, cacat, atau meninggal dunia
Pengusaha : Biaya langsung dan tidak langsung
Konsumen : Ketersediaan produk

I. PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA


Pengendalian merupakan suatu usaha untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang berpotensi terjadi kapan saja. Pengendalian
dapat diartikan sebagai tahapan, langkah – langkah, dan metode yang dilakukan
untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan para tenaga kerja. Menurut
OHSAS 18001:2007 standar internasional untuk Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja, hierarki pengendalian bahaya kecelakaan kerja sebagai
berikut :
 Eliminasi, memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya,
memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan
penanganan bahaya manual;
 Subtitusi, pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi
sistem (misalnya, menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll);
 Kontrol Teknik / Perancangan, menginstal sistem ventilasi, mesin
penjagaan, interlock, dll .;
 Kontrol Administratif, tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda,
tanda-tanda foto-luminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan
sirene / lampu, alarm, prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol
akses, sistem yang aman, penandaan, dan izin kerja, dll .;
 Alat Pelindung Diri (APD), kacamata safety, perlindungan pendengaran,
pelindung wajah, respirator, dan sarung tangan.

Gambar 5. Hierarki Pengendalian Bahaya


Sumber Gambar : Isoindonesiacenter.com

J. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Pelindung badan berfungsi untuk melindungi diri agar tidak mengelami cedera
akibat kerja. Dalam rangka menghindarkan dan memperkecil kemungkinan
terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja, maka tenaga kerja perlu
melengkapi dirinya dengan pelindung badan yang sesuai dengan bidang pekerjaan
yang ditekuninya serta persyaratan yang berlaku. Pelindung badan yang harus
digunakan pada pekejaan konstruksi adalah seperti berikut :
 Sabuk pengaman (safety belt)
 Topi keras (Helm)
 Kaca mata
 Pelindung telinga
 Penutup hidung (Masker)
 Sarung tangan
 Body Harness
 Rompi
Gambar 6. APD
Sumber Gambar : jatimnet.com
Kegunaan alat pelindung diri adalah untuk melindungi pekerja dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja atau gangguan kesehatan akibat pekerjaan yang
sedang dilaksanakan. Selain untuk melindungi atau untuk menghindari terjadinya
kecelakaan kerja alat pelindung diri juga berguna untuk mengurangi dampak yang
terjadi dari suatu kecelakaan kerja.

K. KOTAK P3K
Sebagai tindakan pertolongan pertama tidak lupa mempersiapkan kotak P3K jika
terjadi hal – hal yang tidak diinginkan meskipun telah memakai APD secara
lengkap.
 Bahan :
Bahan Kotak P3K harus terbuat dari
bahan yang kuat dan tahan lama
tetapi ringan dengan desain yang
mudah dipindah-pindah serta diberi
label yang jelas agar mudah dicari
dan menyolok mata. Bahan kotak
P3K biasanya terbuat dari multiplek
atau MDF, yaitu kayu lapis yang
kokoh dan kuat, dengan berat yang
lebih ringan dibandingkan jika dibuat
dari kayu solid. Agar penampilan terlihat rapi dan bersih maka sebaiknya
dicat dengan cat duco warna putih, dengan tulisan merah menyala agar
mudah terlihat dari jarak jauh. Saat ini di apotik, toko obat atau pada
pedagang alat-alat kedokteran telah dijual kotak P3K yang sudah dalam
bentuk jadi yang biasanya terbuat dari plastik atau alumunium dengan pintu
kaca.
 Lokasi Penempatan :
Lokasi penempatan harus mudah dilihat dan mudah dijangkau, sehingga
harus diletakan di tempat yang strategis, di tempat atau ruangan yang
banyak dilalui orang. Penempatannya harus mudah dijangkau, jadi
ketinggian penempatan disesuaikan dengan tinggi bahu rata-rata orang
dewasa, sehingga nyaman baik pada saat mengambil
barangbarang/perlengkapan medis, maupun pada saat mengembalikan.
 Isi Kotak P3K :
Isi kotak P3K terdiri dari bahan dan obat-obatan yang diperlukan untuk
melaksanakan pertolongan pertama bila terjadi kecelakaan.

Tabel 1. Rekomendasi Isi Kotak P3K


Sumber Gambar : Bahan ajar Kemdikbud

 Jumlah Kotak P3K :


Jumlah kotak P3K harus memadai disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja
yang melaksanakan proyek tersebut, jadi ada perbandingan tertentu antar
jumlah kotak P3K dengan jumlah pekerja. Adapun ketentuannya adalah
sebagai berikut :

Tabel 2. Jumlah Kotak P3K


Sumber Gambar : Bahan ajar Kemdikbud
L. PROSEDUR STANDAR PENERAPAN K3LH
Prosedur merupakan tahapan dalam tata kerja yang harus dilalui suatu pekerjaan
baik mengenai dari mana asalnya dan mau menuju mana, kapan pekerjaan
tersebut harus diselesaikan maupun alat apa yang harus digunakan agar pekerjaan
tersebut dapat diselesaikan. Agar setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas
keselamatan dalam melakukan pekerjaan, maka setiap unsur yang ada di dalam
organisasi/instansi/perusahaan perlu mengetahui dan melaksanakan prosedur K3.

Prosedur standar K3 ini merupakan aturan baku yang harus ditaati dan wajib
dijalankan oleh semua pihak selama melakukan aktifitas dan kegiatan di Gedung.
Pelanggaran atas prosedur standar K3 akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang
telah ditetapkan oleh manajemen Perusahaan.

Secara umum, prosedur standar K3 dapat dikelompokkan sesuai dengan tempat


dan jenis pekerjaan tersebut. Prosedur standar K3 secara umum antara lain dapat
dilihat pada tabel berikut di bawah ini.

Tabel 3. K3 Berdasarkan Tempat Dan Lingkungan Kerja


Sumber Gambar : Bahan ajar Kemdikbud
Tabel 4. K3 berdasarkan jenis pekerjaan
Sumber Gambar : Bahan ajar Kemdikbud

M. PROSEDUR PELAKSANAAN K3LH


Kontraktor atau penyedia jasa konstruksi bertindak sebagai pengelola dan
pelaksana pekerjaan harus menerapkan prosedur pelaksanaan K3 dengan
tahapan sebagai berikut :
 Memenuhi kelengkapan administrasi
 Menyusun rencana keselamatan (Safety Plan)
 Melaksanakan K3 di lapangan
 Mengadakan sosialisasi dan pelatihan K3
 Menyediakan perlengkapan dan peralatan K3
Dalam suatu pekerjaan konstruksi gedung baik yang sedang ataupun sudah
dilaksanakan, tentunya juga harus memiliki panduan / prosedur dalam menghadapi
keadaan darurat / bahaya. Diantaranya sebagai berikut :
 Prosedur K3 Penanganan Bahaya Gempa Bumi
Apabila terjadi gempa bumi, setiap penghuni, penyewa atau pekerja harus tenang
dan jangan panik.
 Tetap berada di tempat atau dalam
gedung selama gempa bumi
terjadi.
 Menjauh dari kaca pintu atau
jendela dan segera berlindung di
bawah meja yang cukup kuat
untuk menahan benda yang
berjatuhan
 Jika berada di koridor, segera
berbaring dengan wajah menunduk ke lantai.
 Jika berada di dalam lift, segera keluar di lantai terdekat dan tetap berada di
area lobby sambil berbaring.
 Jangan berusaha menyelamatkan diri melalui tangga darurat atau
meninggalkan gedung jika tidak ada instruksi evakuasi dari manajemen
gedung.
 Setelah gempa bumi berhenti dan untuk mengantisipasi terjadinya gempa
bumi susulan, manajemen gedung melakukan evakuasi seluruh penghuni.
 Selama evakuasi berlangsung, petugas keamanan akan menjaga dan
memblokir seluruh pintu masuk gedung.
 Penghuni dan penyewa diperbolehkan masuk gedung dan kembali ke
ruangan masing-masing setelah keadaan benar-benar aman.

 Prosedur K3 Penanganan Bahaya atau Ancaman Bom


 Apabila menerima telepon ancaman bom, setiap penghuni, penyewa atau
pekerja harus tenang dan jangan panic.
 Berusahalah untuk menanyakan dan mencari keterangan dari penelepon
gelap tersebut dimana bom diletakkan,
pukul berapa akan diledakkan dan
mengapa gedung ini yang diancam.
 Hubungi dan beritahukan manajemen
gedung melalui telepon.
 Jangan memberitahukan ancaman bom
tersebut kepada orang lain.
 Untuk mengantisipasi segala
kemungkinan dan mencegah terjadinya korban jiwa, manajemen gedung
segera melakukan evakuasi seluruh penghuni dan menghubungi petugas
kepolisian terdekat, khususnya tim gegana.
 Selama evakuasi berlangsung, petugas keamanan akan menjaga dan
memblokir seluruh pintu masuk gedung.
 Penghuni dan penyewa diperbolehkan masuk gedung dan kembali ke
ruangan masing-masing setelah keadaan benar-benar aman.

 Prosedur K3 Evakuasi
 Apabila bel alarm gedung berbunyi dan pengumuman keadaan darurat atau
bahaya melalui pengeras suara lantai terdengar, setiap penghuni, penyewa
atau pekerja harus tenang dan jangan panik.
 Keadaan darurat atau bahaya diumumkan oleh
manajemen gedung dalam hal ini Building
Manager atau petugas yang ditunjuk.
 Ikuti petunjuk dari petugas Peran Kebakaran
lantai (PKL) dan petugas keamanan berseragam
yang ada di setiap lantai.
 Persiapkan diri dan perlengkapan serta amankan
semua dokumen, harta berharga dan kalau
memungkinkan kunci semua filling cabinet.
 Utamakan keselamatan jiwa dan jangan
membawa barang-barang besar dan berat, yang dapat membahayakan diri
sendiri dan orang lain.
 Segera menuju pintu atau tangga darurat secara hati-hati, tertib dan teratur
sesuai dengan petunjuk petugas evakuasi lantai.
 Jangan menggunakan sepatu bertumit tinggi, sebaiknya dilepaskan sebelum
turun melalui tangga darurat.
 Orang tua, wanita hamil, orang lumpuh, cacat jasmani dan tidak dapat
berjalan harus dibantu oleh petugas Peran Kebakaran Lantai (PKL) serta
diberitahukan ke manajemen gedung di ruang kontrol untuk dapat dijemput
dengan lift firemen evacuation.
 Pergunakan dan turun melalui tangga darurat secara hati-hati, tertib dan
teratur serta jangan berebutan dan saling dorong mendorong.
 Setelah sampai di tempat berkumpul, petugas Peran Kebakaran Lantai
(PKL) wajib menghitung dan mendata ulang penghuni dan tamu sesuai data
awal.

 Prosedur K3 Penanganan Alarm Gedung


 Apabila bel alarm tanda bahaya kebakaran
berbunyi, setiap penghuni, penyewa atau
pekerja harus tenang dan jangan panik.
 Cari penyebab bel alarm tersebut berbunyi
dan segera hubungi manajemen gedung
melalui gedung melalui telepon.
 Petugas teknik dan petugas keamanan akan mencari dan menyisir lokasi dan
area terjadinya alarm berdasarkan data dan print out fire alarm system di
ruang kontrol.
 Apabila tidak diketemukan penyebab alarm tersebut (alarm palsu) maka
akan dinormalkan dan direset untuk mematikan bel alarm tersebut.
 Apabila diketemukan penyebab alarm tersebut dan berpotensi menjadi
ancaman bahaya kebakaran, maka harus segera dilakukan prosedur K3
penanganan bahaya kebakaran.

 Prosedur K3 Penanganan Bahaya akibat Kerusuhan Massa


 Apabila terjadi kerusuhan massa atau huru-hara, setiap penghuni, penyewa
atau pekerja harus tenang dan jangan panik.
 Berusahalah untuk menanyakan dan mencari keterangan mengenai
kebenaran berita kerusuhan massa atau huru-hara dari pihak yang
berwenang.
 Hubung manajemen gedung melalui telepon.
 Apabila keadaan
makin memburuk,
persiapkan diri dan
perlengkapan untuk
mengantisipasi segala
kemungkinan
pelaksanaan evakuasi.
 Lakukan prosedur K3
Evakuasi setelah bel alarm gedung berbunyi dan pemberitahuan evakuasi
oleh Building Manager atau petugas yang berwenang terdengar dari
pengeras suara lantai.
 Manajemen gedung segera meminta bantuan dari petugas keamanan
kepolisian dan militer terdekat.
 Hindari kerusakan gedung dan berusaha mencegah massa perusuh masuk ke
dalam area gedung dengan membuat barisan dan pagar hidup yang terdiri
dari petugas keamanan gedung dibantu para pria sukarelawan.
 Utamakan dan lindungi para wanita, anak-anak dan orang tua serta berusaha
bersikap baik, ramah dan bersahabat dengan massa perusuh untuk
menghindari kemarahan massa.
 Apabila perlu, dapat dilakukan pembagian makanan dan minuman kepada
massa perusuh.
 Persiapkan perlengkapan P3K, dokter dan ambulance untuk mengantisipasi
kemungkinan massa perusuh berbuat tindakan kriminal.
 Setelah petugas keamanan dari kepolisian dan militer datang, serahkan
semua tanggung jawab keamanan kepada mereka.
 Selama evakuasi berlangsung, petugas keamanan akan menjaga dan
memblokir seluruh pintu masuk gedung.
 Penghuni dan penyewa diperbolehkan masuk gedung dan kembali ke
ruangan masing-masing setelah keadaan benar-benar aman.

N. DAFTAR PUSTAKA
 Departemen PU. 2007. Modul pelatihan Ahli Pengawas Bangunan. Jakarta :
Indonesia. DPU.
 Kemendikbud. 2014. K3LH. Jakarta : Indonesia. Kemendikbud.

Anda mungkin juga menyukai