Anda di halaman 1dari 5

Pawai Tatung pada Perayaan Cap Go Meh di Singkawang

Anisya Fitrianti

F1231181012

Abstrak

Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang beragam di setiap daerah, serta


memiliki keunikan tersendiri pada budayanya tersebut, seperti halnya pawai tatung
pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang. Singkawang merupakan kotamadya di
provinsi Kalimantan Barat. Terletak 145 km sebelah utara dari Kota Pontianak, ibu
kota provinsi Kalimantan Barat. Nama Singkawang berasal dari bahasa Hakka, San
Khew Jong yang berarti sebuah kota di bukit dekat laut dan estuari . Kota Singkawang
memiliki cara yang unik untuk merayakan perayaan Cap Go Meh. Tradisi pawai
tatung ini merupakan Akulturasi atau percampuran budaya lokal dari suku dayak dan
budaya tionghua. Perayaan ini dilakukan setahun sekali setelah hari ke-15 yang
dihitung dari hari pertama Imlek. Tradisi ini dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat
yang dapat menyebabkan bala bahaya.

Kata Kunci : Tatung, Budaya, Tradisi

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Menurut Edward Burnett
Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan, menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Pawai Tatung di Singkawang merupakan budaya yang sudah melekat pada


masyarakatnya, yang memiliki ciri khas identik dengan percampuran budaya suku
tionghua dan suku dayak. Pawai yang dilakukan dengan atraksi keliling kota oleh
dilakukan dengan tujuan mengusir roh-roh jahat yang mengganggu perayaan Cap Go
Meh. Tatung dalam bahasa Hakka berarti orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur,
atau kekuatan supranatural. Seseorang yang menjadi tatung, bukan orang
sembarangan. Hanya yang memiliki garis keturunan baik ayah atau kakeknya yang
pernah menjadi tatung. Seseorang yang menjadi tatung harus melakukan ritual dan
seperti puasa atau boleh makan makanan tertentu serta tidak boleh melanggar
pantangan yang dilakukan. Para tatung yang melakukan atraksi ekstrim tidak terluka
atau kebal karna sudah di rasuki oleh roh-roh para dewa atau leluhur. Tatung adalah
media utama Cap Go Meh yang dipenuhi dengan mistik dan menegangkan karena
banyak orang kesurupan. Kebudayaan ini dapat disebut sebagai adat istiadat yang
biasanya berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali, dan memberi
arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.

B. Sejarah Terjadinya Tradisi Tatung.

Banyak versi sejarah menceritakan sejarah terjadinya tradisi tatung ini. Ada yang
menyebutkan bahwa tradisi tatung ini bermula pada suatu desa yang terkena wabah
penyakit yang menular sehingga pengobatannya dilakukan dengan ritual tolak bala
dimana penyakit tersebut berasal dari gangguan roh jahat. Serta versi sejarah yang
menceritakan tentang pertempuran etnis dayak dan tionghua yang dimenangi oleh
etnis tionghua. Pada tahun 1784 masehi, terjadi Perang Sangking (Sangkikng) di
wilayah Pegunungan Sadaniang antara penduduk lokal (Dayak Mampawah) dengan
2.000 tentara Republik Lan Fong. Peperangan besar terjadi di Pasir Putih, dan
berakhir di Air Mati (Ai Mati). Sehingga ratusan warga lokal terbunuh, kepalanya
dipancung dan dipasang dipagar-pagar rumah betang, rumah-rumah betang
dihancurkan dan dibakar di kampung Untang, dan sebagian penduduk yang tersisa
melarikan diri dan mengungsi pada malam hari dengan perahu, memudiki sungai raja
dan akhirnya menetap di Capala dan Sabandut (sekarang Kec. Mandor Capkala Kab.
Bengkayang), sebagian lagi menetap di kampung Bangkam (Bangkapm).

Tersisa satu keluarga di Kampung Pudak yang tidak mengungsi. Keluarga yang
beranggotakan 5 orang itu adalah keluarga Pak Milakng (Pak Miang/Pang Milang).
Pak Miakng memutuskan untuk bertempur melawan tentara republik Lan Fong
hingga tetes darah terakhir. Setelah adakan ritual Mato’ di Padagi, ia pulang ke rumah
dan membunuhi semua anggota keluarganya. Agar anak dan istrinya tidak dibunuh
oleh Tentara Lan Fong. Tiba di Bangkapm, ia mengumpulkan para lelaki muda untuk
berperang. Lelaki muda dari berbagai kampung juga tiba ditempat itu, dan bergabung.
Pasukan Pak Miakng mulai menyerang Sei Raya, dan menaklukan desa itu. Semua
penduduk Cina terbunuh. Sebagian pasukan menyerang Pasar Bukit. Republik Lan
Fong yang beribukota di Mandor (Kab.Landak sekarang) panik mendengar
penaklukan Pak Miakng dan pasukannya. Dan mengirim utusan negara itu menemui
kongsi-kongsi di daerah Sakawakng (Singkawang), Buduk, Lara dan Monterado
untuk menghadapi Pak Miakng. Kongsi Hesun di Monterado menyiapkan 1.000
tentara, dan Kongsi Thai Kong di Buduk-Sambas menyiapkan 1.000 tentara khusus.
Pak Miakng menerima pasukan dari daerah Gajekng, Bilado, Gado, dll dan
menyatakan bergabung untuk berperang dengan tentara kongsi itu. Mereka bertemu
disuatu tempat, sepakat, dan menyatakan akan berbagi hadiah yang sama (harta
rampasan perang/emas, termasuk tambang emas) bila memenangi perang ini. Tempat
ini kemudian dikenal dengan nama Samalantan (Sama Lantatn), Kab.Bengkayang.
Setelah pertemuan di Samalantan, pasukan Pak Miakng bertambah menjadi 1.000
orang.

Pada tahun 1786 masehi, peperangan besar terjadi di Monterado. Seribu pasukan
Pak Miakng menghancurkan istana Kongsi Hesun, dan membunuh lebih dari 2.000
penambang emas dan tentara republik Lan Fong. Batu peninggalan sebagai bukti
kemenangan pasukan Pak Miakng ini dikenal dengan Batu Abo’, daerah Desa
Nyempen Kec.Monterado. Di batu inilah, ribuan kepala penambang dan tentara
republik di tanam sekaligus setelah digelar upacara Notokng. Sisa pasukan republik
Lan Fong melarikan diri, dan bergabung dengan pasukan kongsi Thai kong di
sambas. Selesai peperangan, pasukannya diminta Pak Miakng untuk kembali ke
kampung masing-masing, menjaga kampung dari serangan tentara republik. Pak
Miakng, berencana menyerang markas tentarà republik Lan Fong di Singkawang
sendirian. Tiba di Singkawang, ia menyerang dan membunuh lebih dari 600 orang
Tionghua. Pak Miakng dikenal seseorang yang memiliki ilmu kebal, sehingga tentara
Lan Fong sulit untuk ditakluk kan. Hingga saat Pak Miakng bermimpi di datangi oleh
istrinya untuk menghentikan balas dendam tersebut. Akhirnya tentara Lan Fong
berhasil menangkap dan membunuh Pak Miakng. Hingga saat ini tradisi tatung di
Singkawang di laksanakan untuk memperingati kematian Pak Miakng.

Kesimpulan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Seperti halnya pawai Tatung
dalam bahasa Hakka berarti orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan
supranatural. Pawai Tatung di Singkawang merupakan budaya yang sudah melekat
pada masyarakatnya, yang memiliki ciri khas identik dengan percampuran budaya
suku tionghua dan suku dayak. Tatung adalah media utama Cap Go Meh yang
dipenuhi dengan mistik dan menegangkan karena banyak orang kesurupan.
Kebudayaan ini dapat disebut sebagai adat istiadat yang biasanya berfungsi sebagai
tata kelakuan yang mengatur, mengendali, dan memberi arah kepada kelakuan dan
perbuatan manusia dalam masyarakat. Banyak versi sejarah menceritakan sejarah
terjadinya tradisi tatung ini. Ada yang menyebutkan bahwa tradisi tatung ini bermula
pada suatu desa yang terkena wabah penyakit yang menular sehingga pengobatannya
dilakukan dengan ritual tolak bala dimana penyakit tersebut berasal dari gangguan
roh jahat. Serta versi sejarah yang menceritakan tentang pertempuran etnis dayak dan
tionghua yang dimenangi oleh etnis tionghua.

Daftar Pustaka

Yulita Dewi Purmintasari. Yulita Hera. 2017. Tatung : Perekat Budaya di


Singkawang. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial. Vol 4 (1) : 1-7

https://fungsi.co.id/pengertian-kebudayaan/

https://independensi.com/2020/02/05/tatung-benturan-peradaban-dayak-tionghoa/

Karel Juniardi . Emusti Rivasintha Marjito. 2018. Urgensi Pendidikan Multikultural


dalam Masyarakat Plural. Jurnal Studi Kasus.Vol. 1 (2) : 17-34

https://folksofdayak.wordpress.com/2016/07/03/perayaan-cap-go-meh-sejarahnya-
menurut-dayak-mampawah/

Anda mungkin juga menyukai