Kata “Melayu” secara etimologi banyak dirumuskan oleh para sosiolog maupun antropolog.
Sebagai pengertian sosial budaya “Melayu” merupakan etnis yang tinggal di luar perbatasan
Malaysia seperti etnik Minangkabau, Bugis, Banjar, Mandailing (Osman dalam Hamid:1991).
Benton William dalam Hamid, mengatakan baha “Melayu” adalah bangsa yang mendiami Asia
Tenggara, nenek moyang berasal dari bangsa Austronesia, dari daerah Yunan negeri Cina Selatan,
menyebar dan mendiami semenanjung Melayu, kepulauan Indonesia, Madagaskar, pulau-pulau
timur. Sedangkan Van Ronkel menyebutkan bahwa bangsa Melayu adalah orang-orang yang
bertutur bahasa Melayu dan mendiami semenanjung tanah Melayu, kepulauan Riau Lingga dan
beberapa daerah di Sumatera (Hamid, 1991).
Wilayah geografis yang melingkupi perairan Indonesia, dengan berpusat berada di sekitar Selat
Malaka menjadi ciri-ciri utama menentukan landasan kurtural alam melayu. Dari sudut
pengamatan ideal-type “kebudayaan Melayu” adalah sebuah kebudayaan pesisir, maritime,
dagang, terbuka, eksploratif dan cosmopolitan. Sedangkan umsur integratif dan komunikatif dari
suasana ini diberikan oleh bahasa Melayu dan peradaban Islam.
Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa kebudayaan Melayu merupakan sebuah format
kebudayaan Melayu merupakan sebuah format kebudayaan yang terbangun oleh adanya kontak
budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya ada masa lampau dan dibentuk oleh proses
perjalanan sejarah yang panjang.
Dewasa ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu lebih dominan unsur budaya
Islaminya. Di dalam hal kebiasaan tradisi terlihat adanya akulturasi antara unsur kebudayaan yang
Islami dengan corak Melayu kuno yang Budhistis. Unsur-unsur kebudayaan Melayu khususnya di
Jambi sebagai hasil akulturasi tersebut di atas antara lain adalah sebagai berikut (Fachruddin
Saudagar, 2006) ;
Etos Budaya
Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya
lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata
lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture). Budaya lokal (juga sering
disebut budaya daerah) merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk membedakan suatu
budaya dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya lokal adalah budaya yang
dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya
yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain. Kearifan lokal adalah pengetahuan
yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka,
menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan
itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-
cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi
sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan
mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.
Dalam tradisi masyarakat Petalangan dikenal adanya Tombo-Tarombo yang mengatur hak atas
tanah adat, sistem pewarisan harta, jabatan, dan budaya yang telah dikenal sejak ratusan tahun
yang lalu (lihat lebih lanjut Bujang Tan Domang yang disusun oleh Tenas Effendy, 2449). Tanah,
misalnya dibagi atas Tanah kampung, tanah dusun, tanah peladangan (yang berpindah dalam
jangka waktu 5-10 tahun), Rimba Larangan. dengan Tunjuk ajar tentang lingkungan ini, manfaat
yang diambil dari hutan tanah tidak semata-mata ditujukan untuk kepentingan ekonomi saja, tetapi
juga untuk dijadikan teladan bersikap dan berlaku. Menarik untuk melihat berbagai contoh di
bawah ini yang memperlihatkan berbagai petunjuk dalam kehidupan Masyarakat Petalangan yang
tampaknya sederhana tetapi mampu mempertahankan tunjuk ajar leluhurnya yang luar biasa
dengan baik.
Kalau berlebih beri memberi; kalau kurang isi-mengisi, kalau sempit sama berhimpit, kalau lapang
sama melenggang, kalau makan jangan menghabiskan, kalau minum jangan mengeringkan, kalau
hidup memegang wakil, dan kalau mati memegang amanat. Bekal hidup adalah ilmu, kalau uang
berpeti dibelanjakan habis juga, yang ilmu dibawa mati, ilmu dunia dengan akhirat, ilmu lurus
dengan benar.