Anda di halaman 1dari 23

BAB III

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

A. Pengkajian Fisioterapi

Dalam pemberikan pelayanan kepada pasien, seorang fisioterapis

seharusnya selalu memulai dengan melakukan Assesment yang terdiri dari

pengumpulan data, pengelompokan data, interpretasi data, pemeriksaan dasar,

pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mendukung

dalam pelaksanaan pemecahan masalah.

Proses pemeriksaan fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan

dilanjutkan dengan menentulkan diagnosis fisioterapi.

1. Anamnesisi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab untuk

mengetahui informasi penting mengenai kelainan yang diderita pasien. Anamnesis

dapat dilakukan secara langsung kepada pasien. Pada kasus ini dilakukan

anamnesis dengan metode auto anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab secara

langsung kepada pasien. Secara sistematis anamnesis dapat dibagi atau

dikelompokkan menjadi anamnesis umum dan anamnesis khusus.

a. Anamnesis umum

Anamnesis umum ini merupakan identitas pasien yang meliputi (1) nama, (2)

umur, (3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan dan (6) alamat. Pada Kasus ini

anamnesis yang didapatkan oleh penulis adalah pasien dengan nama Tn. Agus

Wiyono, usia 50 tahun, jenis kelamin Laki-laki, agama Islam, Pekerjaan sebagai
25
26

pegawai Dinas Perikanan di Semarang dan Alamat di Kebun Arum Selatan VII/15

Mranggen, Demak.

b. Anamnesis khusus

Didalam anamnesis khusus ini, hal-hal atau keterangan yang di dapat

diperoleh dari pasien meliputi :

1) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan gejala dominan yang akan mendorong pasien

mencari pertolongan atau pengobatan. Pada kasus ini keluhan utama pasien adalah

ketidakmampuan pasien untuk menggerakkan lengan kiri ke arah samping, depan

dan gerakan memutar keluar sacara penuh karena nyeri saat di gerakkan.

2) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian keluhan pasien dan

menggambarkan riwayat perjalanan penyakit pasien secara lengkap. Pada kasus

ini riwayat penyakit sekarang pasien adalah ± sekitar 1 bulan yang lalu pasien

bersama temannya terjatuh dari sepeda motor. Pasien terjatuh dan tertimpa tubuh

temannya, kemudian bahu pasien terasa nyeri yg sifatnya “senut-senut”. Pada

tanggal 27 Desember 2012, pasien berobat ke RSUD Kota Semarang dan dirujuk ke

Fisioterapi. Pasien belum pernah menjalani pengobatan di tempat lain.

3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu berisikan tentang penyakit-penyakit atau trauma

yang pernah dialami oleh pasien. Pada kasus ini pasien memiliki riwayat trauma

saat terjatuh dari sepeda motor.


27

4) Riwayat penyakit penyerta

Riwayat penyakit penyerta berisikan tentang macam-macam peyakit yang

menyertai riwayat penyakit pasien saat ini. Pada kasus ini, pasien tidak memiliki

riwayat penyakit yang di derita dan menyertai riwayat penyakit pasien saat ini

seperti Diabetes Militus, Hypertensi, Kolesterol, dll

5) Riwayat pribadi

Pasien adalah seorang kepala keluarga yang memiliki 2 anak dan bekerja di

Dinas Perikanan kota Semarang. Pasien senang jalan-jalan setiap pagi dan senang

bermain Volley

6) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga menjadi sangat penting karena untuk mengetahui adanya

penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau tidak, namun pada

kasus ini bukan merupakan penyakit herediter atau penyakit keturunan.

7) Anamnesis sistem

Anamnesis sistem dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya keluhan atau

gangguan yang menyertai, Kepala & Leher : Pasien tidak mengeluh kakku pada

leher atau pusing. Kardiovaskuler : Pasien tidak mengeluh nyeri dada atau dada

berdebar-debar. Respirasi : Pasien tidak mengeluh sesak napas. Gastrointestinalis :

BAB pasien lancar dan terkontrol. Urogenitalis : BAK pasien lancar dan terkontrol.

Muskuloskeletal : 1) Pasien merasa keju pada bahu kiri, 2) Pasien tidak mampu

mengangkat lengan kiri ke arah samping, depan dan gerakan memutar secara penuh

secara penuh. Nervorum : Terkadang pasien merasa nyeri yang menjalar sampai

lengan atas.
28

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan pada

pasien meliputi:

a. Pemeriksaan vital sign

Pemeriksaan vital sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran

tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur, tinggi badan dan berat badan.

Pada kasus ini didapatkan hasil tekanan darah pasien: 130/90 mmHg, denyut nadi

pasien: 76 kali /menit, pernafasan pasien: 23 kali /menit, suhu tubuh pasien:

(tidak dilakukan pemeriksaan), tinggi badan : 165 cm dan berat badan : 65 kg.

b. Inspeksi

Hasil inspeksi yang di dapatkan dari pengamatan pasien antara lain,

inspeksi statis : Kondisi umum pasien baik, kedua bahu nampak tidak simetris

(lebih tinggi sebelah kiri), inspeksi dinamis : Saat pasien menggerakkan lengan kiri

nampak tidak bisa penuh dan ekspresi wajah kesulitan saat di minta untuk

menggerakkan lengan kirinya.

c. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan meraba, menekan bagian tubuh pasien

atau yang dikeluhkan oleh pasien. Informasi yang akan didapat dari melakukan

palpasi adalah tentang adanya nyeri tekan, tonus otot, suhu, bengkak, benjolan

dan tekstur kulit. Pada kasus ini diperoleh hasil : Adanya spasme otot sekitar sendi

bahu kiri terutama otot deltoideus dan otot supraspinatus. Adanya nyeri tekan pada

otot deltoideus anterior dan otot supraspinatus sebelah kiri. Tidak teraba adanya

oedem. Suhu lokal bahu kiri normal


29

d. Pemeriksaan gerak dasar

Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi :

1. Gerak aktif

Dalam pemeriksaan gerak aktif, pasien diminta untuk menggerakkan

secara aktif bahunya kearah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi,

eksorotasi, elevasi, depresi, protraksi, retraksi dan sirkumduksi. Dari pemeriksaan

diperoleh hasil pasien mampu menggerakkan lengan kiri secara aktif ke arah

abduksi, eksorotasi, endorotasi dan fleksi namun belum full ROM dan terasa

nyeri. Sedangkan gerakan kearah adduksi dan ekstensi secara aktif mampu

menggerakkan dengan full ROM dan tidak terasa nyeri.

2. Gerak pasif

Merupakan pemeriksaan gerak sendi bahu yang dilakukan oleh fisioterapis

kearah fleksi, ekstensi, eksorotasi, endorotasi, sementara pasien dalam keadaan

pasif dan rileks. Dari pemeriksaan ini diperoleh hasil pada gerakan fleksi dan

abduksi full ROM, dirasakan endfeel firm, ada nyeri dan gerakan ke arah eksorotasi

serta endorotasi tidak full ROM dirasakan endfeel kapsuler, ada nyeri.

3. Gerak isometris melawan tahanan

Pada pemeriksaan gerak ini prinsipnya masih sama seperti pada

pemeriksaan gerak aktif pada sendi bahu ke segala arah hanya saja pada

pemeriksaan gerak ini masih ditambah dengan tahanan secara isometrik oleh

terapis. Dari pemeriksaan ini diperoleh hasil Pasien mampu melawan tahanan dari

terapis saat menggerakkan lengan kiri namun dengan adanya rasa nyeri.
30

e. Kognitif, interpersonal dan intrapersonal

Pemeriksaan kognitif yang diperoleh kognitif pasien baik bila pasien

mampu memahami dan mengikuti intruksi yang di berikan terapis. Intra personal

pasien baik bila pasien mampu menerima keadaan dirinya saat ini dan mempunyai

semangat dan motivasi yang tinggi untuk sembuh. Interpersonal yang dimiliki

pasien baik, bila pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat mengikuti

intruksi terapis dengan baik

f. Kemampuan fungsional dasar, aktifitas fingsional dan lingkungan

aktifitas.

1. Kemampuan fungsional dasar

Pasien belum mampu mengangkat dan membuka lengan kiri secara

penuh serta gerakan memutar keluar.

2. Aktifitas fungsional

Pasien masih merasa kesulitan mengguakan lengan kiri untuk :

Keramas, menggosok punggung saat mandi, Mengambil benda di atas.

3. Ligkungan aktivitas

Ligkungan aktivitas pasien, jemuran di rumah pasien cukup tinggi

untuk mejemur handuk, pintu garasi bisa di pakai untuk latihan.

g. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan spesifik yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang

diperlukan untuk menegakkan diagnosis ataupun dasar penyusunan problematik,

tujuan dan tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut :


31

1) Joint play movement test

Pemeriksaan ini dilakukan secara pasif dimana posisi pasien tidur rileks.

Adapun gerakannya yaitu Backward glide of the humerus, Forward glide of the

humerus, Lateral distraction of the humerus, Caudal glide of the humerus,

Backward glide of the humerus in abduction, Lateral distraction of the humerus

in abduction (Magee, 2008).

Adapun hasil yang akan diperoleh dari pemeriksaan ini yaitu adanya

kekakuan sendi bahu dengan pola kapsuler atau yang sering disebut dengan frozen

shoulder. Dimana gerakan eksorotasi lebih terbatas dan terasa nyeri dibandingkan

dengan abduksi dan abduksi lebih terbatas dibandingkan endorotasi (Magee,

2008). Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya keterbatasan saat gerakan

humerus slide ke posterior, slide ke anterior dan slide ke caudal. Yang artinya

adanya keterbatasan gerak kearah eksorotasi, endoroasi, abduksi dan fleksi

dimana gerak eksorotasi lebih terbatas dari abduksi, dan gerak abduksi lebih

terbatas dari endorotasi. Pada kasus ini di lakukan Joint play movement test dan

hasilnya positif.

2) Drop arm test

Pasien diminta abduksi bahu 90º dan kemudian pasien disuruh

menurunkan secara perlahan-lahan. Tes positif diperoleh jika pasien tidak dapat

mengembalikan lengannya secara perlahan-lahan atau terasa nyeri saat berusaha

untuk mengembalikan lengan dengan perlahan-lahan. Jika hasil positif

menunjukan adanya ruptur pada rotator cuff namun pada kasus ini, pasien mampu
32

melakukannya mengembalikan lengannya secara perlahan-lahan tanpa ada rasa

nyeri.

3) Apley test

Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis scapula dengan

tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Bila pasien tidak dapat

melakukan karena adanya nyeri maka ada kemungkinan terjadi tendinitis rotator

cuff. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu

menyentuh angulus medialis scapula sebelah kanan dikarenakan adanya rasa

nyeri pada daerah bahu kirinya.

4) Yergason test

Pasien pada posisi duduk dimana lengan pasien menempel sejajar dengan

tubuh dan siku fleksi 90º dengan lengan bawah pronasi. Pasien diminta

menggerakkan tangannya kearah eksorotasi dan lengan bawah supinasi dengan

tahanan dari terapis. Jika terdapat nyeri gerak pada daerah sulkus bicipitalis, maka

tes menunjukan hasil positif dimana ini menunjukan adanya tendinitis bicipitalis.

(Magee, 2008). Pada kasus ini pasien tidak merasakan nyeri pada daerah sulkus

bicipitalis.

5) Pemeriksaan derajat nyeri

Pada kasus ini penulis menggunakan verbale diskriptive scale (VDS) yaitu

cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu : nilai 1 tidak nyeri, nilai 2

nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan, nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5

nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri berat, nilai 7 nyeri tak tertahankan.
33

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan nyeri pada pasien tersebut seperti

yang tertera pada tabel 3.1 berikut ini :

TABEL 3.1
HASIL PEMERIKSAAN DERAJAT NYERI DALAM SKALA VDS

Keterangan Nilai
Nyeri Diam 3 (Nyeri Ringan)
Nyeri Gerak 6 (Nyeri Berat)

KET :

Nilai Keterangan
1 Tidak terasa nyeri
2 Nyeri sangat ringan
3 Nyeri ringan
4 Nyeri tidak begitu berat
5 Nyeri cukup berat
6 Nyeri berat
7 Nyeri tak tertahankan

Sumber : Data Primer

6) Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya keterbatasan lingkup

gerak sendi menggunakan alat yang disebut dengan goneometer, dalam

pelaksanaannya banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan

pengukuran diantaranya letak goneometer yang merupakan aksis dari sendi bahu.

Hasil pengukuran ditulis dengan standar International Standard Orthopedic

Measurement (ISOM). Cara penulisannya yaitu dimulai dari gerakan yang


34

menjauhi tubuh – posisi netral – gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan lingkup

gerak sendi bahu ini dilakukan dalm bidang gerak frontal (F), sagital (S),

tranversal (T) dan rotasi (R).

Adapun hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini seperti yang terdapat

pada table 3.2 di bawah ini :

TABEL 3.2
PEMERIKSAAN LINGKUP GERAK SENDI BAHU

Kanan Kiri
S 45 – 0 – 175 S 45 – 0 – 130
F 180 – 0 – 45 F 100 – 0 – 45
R(f=90) 90 – 0 – 80 R(f=90) 35 – 0 – 50

Ket :

S 45 – 0 – 180 F 180 – 0 – 45 R(f=90) 90 – 0 – 80

Sumber : Data Primer

7) Tes kemampuan fungsional

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam

melakukan aktifitas kesehariannya dan kemampuan fungsionalnya yang terganggu

akibat adanya keterbatasan lingkup gerak sendi dan nyeri yang dirasakan oleh

pasien. Pemeriksaan ini menggunakan alat ukur berupa Disability Index dari

Shoulde Pain and Disability Index (SPADI). Pada pemeriksaan ini pasien akan

diberi blangko yang di dalamnya berisi delapan aktivitas yang melibatkan sendi

bahu yang akan dinilai sesuai dengan tingkat kemampuan dan kesulitan yang
35

dimiliki pasien, Disini penilaiannya bersifat subjektif artinya pasien mengisi

blangko Disability yang diberikan terapis dan diisi sesuai dengan aktivitas apa

yang mampu dilakukan pasien itu sendiri. Jika dua atau lebih kemampuan

fungsional tidak mampu dijawab pasien maka pemeriksaan ini tidak bisa

dilakukan. (Roach et al, 1991)

Nilai total dari pemeriksaan gangguan fungsional dengan menggunakan

indeks disability dari SPADI menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Jumlah nilai dibagi 80 dikali 100 = %

Semaikin tinggi nilai total berarti semakin tinggi tingkat kesulitan pasien

begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai total berarti semakin rendah tingkat

kesulitan pasien. (Roach et al, 1991).


36

TABEL 3.3

DISABILITY INDEX from SHOULDER PAIN AND DISABILITY INDEX (SPADI)

No Jenis kegiatan Nilai

1 Mencuci rambut (keramas) Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

2 Menggosok punggung saat Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

mandi Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

3 Memakai dan melepas kaos Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

dalam (T-shirt) Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

4 Memaka kemeja Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

berkancing Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

5 Memakai celana Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

6 Mengambil benda diatas Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

7 Mengangkat beban berat (5 Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

kilogram atau lebih) Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

8 Mengambil benda disaku Tidak kesulitan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

belakang celana Sangat sulit sekali (membutuhkan bantuan)

Jumlah

Sumber : Roach et al (1991).


37

TABEL 3.4
PEMERIKSAAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL

No Jenis kegiatan Nilai


1 Mencuci rambut (Keramas) 6
2 Menggosok punggung saat mandi 8
3 Memakai dan melepas kaos dalam 5
4 Memakai kemeja berkancing 4
5 Memakai celana 2
6 Mengambil benda di atas 7
7 Mengangkat beban berat (lebih dari 5 kg) 5
8 Mengambil benda di saku belakang celana 2
Jumlah 39

Total Score : X 100 % = 49 % (tingkat kesulitan Berat)

Sumber : Data Primer

B. Diagnosis Fisioterapi

1. Impairment :

- Adanya spasme otot bahu kiri


- Adanya nyeri yang berat saat bahu kiri di gerakkan
- Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi bahu kiri karena nyeri.
2. Functional Limitation :

Pasien mengalami kesulitan saat menggunakan lengan kiri untuk

keramas, menggosok pungggung saat mandi dan menganbil benda di atas.

3. Participation Restriction :

Pasien mampu berpartisipasi dalam bermasyarakat maupun di

lingkungan kerja di dinas perikanan Semarang.


38

C. Tujuan Fisioterapi

Tujuan dari terapi yang akan dilaksanakan harus berorientasi kepada

problematik yang dialami pasien dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Penulis mengklasifikasikan tujuan fisioterapi menjadi dua kelompok yaitu :

1. Tujuan jangka pendek

a. Menurunkan Spasme Otot penggerak bahu kiri

b. Mengurangi nyeri sendi bahu kiri

c. Meningkatkan lingkup gerak sendi bahu kiri

2. Tujuan jangka panjang

Adapun tujuan jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah

meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional bahu kiri.

D. Pelaksanaan Fisioterapi

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

a. Persiapan alat

Sebelum terapi dilakukan, dilakukan pengecekan kabel, pemilihan

elektroda, kabel elektroda tidak boleh kontak dengan lantai, pasien ataupun

bersilangan. Sebelum melakukan terapi, mesin MWD dipanasi terlebih dahulu

selama ±10 menit tanpa menaikkan intensitas.

b. Persiapan pasien

Sebelum dilakukan terapi kita jelaskan terlebih dahulu tentang tujuan dan

pemberian terapi. Pasien diposisikan duduk senyaman mungkin. Sebelumnya

diberikan tes sensibilitas dengan panas dan dingin, selain itu diperiksa daerah
39

yang akan diterapi bebas dari logam. Selanjutnya pasien diberi penjelasan terlebih

dahulu mengenai prosedur terapi dan penjelasan apabila pasien merasa kepanasan,

pasien diminta untuk segera memberi tahu terapis.

c. Pelaksanaan terapi

Setelah persiapan alat dan pasien telah selesai maka pelaksanaan terapi

dapat dimulai. Pasang emiter di daerah bahu samping atas, jarak antara emiter

dengan tubuh adalah ± 6 cm. Intensitas dinaikkan perlahan sesuai dengan toleransi

pasien (50mA). Intensitas yang digunakan mitis, menggunakan arus continous,

waktu ± 13 menit dan terapis harus tetap mengontrol keadaan pasien selama terapi

berlangsung.

2. Terapi manipulasi

Terapi manipulasi dalam kasus frozen shoulder, dimana problem yang

terjadi merupakan keterbatasan gerak sendi pola kapsuler, pada kasus ini

penanganan yang diutamakan adalah keterbatasan lingkup gerak sendi dengan

pola kapsuler.

a. Traksi latero ventro cranial

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang

akan diterapi.posisikan tangan pasien abduksi sampai pada batas maksimal yang

dimampui, pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang humeri sedekat

mungkin dengan sendi glenohumeral, kemudian melakukan traksi ke arah latero

ventro cranial. Lengan bawah pasien rileks disangga lengan terapis, lengan bawah

terapis yang berlainan mengarahkan gerakan. Traksi diawali dengan grade I atau

grade II, kemudian dilanjutkan dengan traksi grade III. Traksi dilakukan secara
40

perlahan. Traksi mobilisasi dipertahankan selama ± 7 detik kemudian dilepaskan

sampai grade II kemudian dilakukan traksi grade III lagi. Prosedur tersebut

dilakukan 6 kali pengulangan (Mudatsir, 2002).

b. Slide ke arah antero medial

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang

akan diterapi. Pelaksanaan tangan pasien posisikan abduksi sampai pada batas

kemampuan, tangan terapis di letakkan pada bagian proksimal lengan atas

(sedekat mungkin dengan axilla). Lengan bawah pasien dijepit dengan lengan

terapis kaki terpis dibuka lebar senyaman terapis kemudian lutut ditekuk. Dorong

caput humeri kearah antero medial. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk

memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu.

c. Slide ke arah caudal

Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas nyeri, posisi

terapis berdiri di samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya tangan yang

posisinya paling dekat dengan pasien memegang caput humerus, tangan yang

terluar memfiksasi lengan yang menggantung, kedua lengan terapis menempel

kuat pada tubuh, kemudian posisi kaki terapis semi fleksi, badan terapis tegak

pada kemudian terapis mendorong caput humeri ke arah caudal dengan dorongan

dari siku terapis yang menempel pada tubuh terapis. Tujuan pemberian terapi ini

adalah untuk memperbaiki gerak abduksi sendi bahu.

d. Slide ke arah postero lateral

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi menghadap

pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang bagian proksimal


41

lengan atas, siku pasien diletakkan pada bahu terapis kemudian terapis mendorong

ke arah postero lateral. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki

gerak endorotasi sendi bahu.

Dalam melakukan sliding selalu disertai dengan traksi grade I yang

tujuannya untuk menetralisir gaya kompresi yang ada pada sendi sehingga

mempermudah terjadinya sliding. Sliding dipertahankan selama ± 7 detik

kemudian secara perlahan dilepaskan dan istirahat ± 10 detik. Setiap satu arah

gerakan dilakukan 6 kali pengulangan.

1. Terapi latihan

Prinsip dasar dalam melakukan terapi latihan adalah dilakukan dengan

tehnik yang benar, teratur, berulang-ulang dan berkesinambungan. Latihan ini

dilakukan sebatas toleransi nyeri dengan penambahan intensitas latihan secara

bertahap. Tujuan pemberian terapi latihan adalah untuk meningkatkan lingkup

gerak sendi dan kekuatan otot serta mengurangi nyeri, modalitas yang digunakan

antara lain :

a. Codman pendular exercise

Posisi pasien berdiri menghadap meja dengan posisi trunk fleksi 90º dengan

lengan yang sehat berada di atas meja untuk menstabilkan badan dan lengan yang

sakit menggantung bebas dengan memegang sand bag. Posisi terapis berdiri

disamping pasien. Pelaksanaannya pasien diminta menggerakkan tangan yang

sakit ke segala arah dengan lingkup gerak sendi sebatas toleransi pasien. Ayunan

di lingkaran kecil dan perlahan-lahan membuat mereka lebih besar. Lakukan ini
42

selama satu menit atau dua pada satu waktu, istirahat, kemudian ulangi untuk total

5 menit, 3 kali per hari.

GAMBAR 3.5 Codman pendular exercise

e. Finger Ladder exercise

Cara melakukan teknik ini adalah sebagai berikut: pasien menghadap ke

dinding dengan lengan fleksi bahu 900, siku lurus dan jari-jari menyentuh dinding.

Kemudian tubuh diputar dengan posisi lengan tetap. Terapis berada di samping

pasien. Lalu secara perlahan jari-jari digerakkan seolah memanjat di dinding

sampai batas toleransi pasien kemudian tahan peregangan 15 sampai 30 detik,

diturunkan perlahan. Dalam melakukan latihan ini pasien mampu menggerakkan

lengannya sampai optimal dengan rasa nyeri masih bisa ditoleransi. Pengulangan

terapi sesuai toleransi kemampuan pasien.


43

3. Edukasi

Edukasi yang diberikan pada pasien denga kondisi frozen shoulder antara

lain (1) pasien disarankan melakukan kompres panas dengan suhu hangat –

hangat kuku ± 15 menit pada bahu kiri untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul,

(2) pasien dianjurkan agar tetap meggunakan lengan kiri dalam batas toleransi

pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang dapat

memperburuk kondisi frozen shoulder, (3) latihan sesuai metode Codman

pendular exercise di rumah dengan beban minimal dan dapat ditambah secara

bertahap, (4) latihan merambatkan jari lengan yang sakit ke dinding (wall

climbing exercise), (5) latihan dengan handuk, posisi lengan seperti huruf “S”

terbalik kedua lengan memegang handuk kemudian lengan kanan menarik ke atas

sampai lengan kiri tertarik, (7) latihan penguatan dengan prinsip Codman

pendular exercise yang dilakukan di dalam kolam atau bak mandi dengan

melawan tahanan air.

D. Evaluasi

Evaluasi yang telah disusun dengan kriteria dan parameternya. Diantara

tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi dan tujuan

yang diharapkan menetapkan perlu tidaknya modifikasi atau merujuk ke tenaga

kesehatan lain. Evaluasi dilakukan setelah intervensi dilakukan. Adapun

komponen-komponen yang perlu dilakukan evaluasi dalam kasus frozen shoulder,

antara lain : (1) nyeri pada sekitar sendi bahu dengan VDS, (2) lingkup gerak

sendi pada sendi bahu menggunakan goneometer, (3) kemampuan fungsional


44

dengan aktivitas fungsional seperti keramas, menggosok pungggung saat mandi

dan menganbil benda di atas. dengan menggunakan parameter indeks SPADI.

TABEL 3.5
HASIL EVALUASI DERAJAT NYERI DALAM SKALA VDS

Objek yang di T1 T4 T6
ukur 10 – 01 – 2013 17 – 01 – 2013 22 – 01 – 2013
Nyeri Diam 3 (Nyeri Ringan) 2 (Nyeri Sangat Ringan) 2 (Nyeri Sangat Ringan)
Nyeri Gerak 6 (Nyeri Berat) 4 (Nyeri tdk begitu Berat) 3 (Nyeri ringan)

TABEL 3.6
HASIL EVALUASI LINGKUP GERAK SENDI BAHU

Bidang yang di T1 T4 T6
ukur 10 – 01 – 2013 17 – 01 – 2013 22 – 01 – 2013

S 45 – 0 - 130 45 – 0 – 160 45 – 0 - 170


F 100 – 0 – 45 135 – 0 – 45 170 – 0 – 45
R(f=90) 35 – 0 – 50 40 – 0 – 70 50 – 0 – 85
45

TABEL 3.7
HASIL EVALUASI KEMAMPUAN FUNGSIONAL

T1 T2 T3
No Jenis kegiatan
10-01-2013 17-01-2013 22-01-2013

1 Mencuci rambut (Keramas) 6 4 3


2 Menggosok punggung saat mandi 8 6 6
3 Memakai dan melepas kaos dalam 5 3 2
4 Memakai kemeja berkancing 4 2 2
5 Memakai celana 2 1 1
6 Mengambil benda di atas 7 6 5
7 Mengangkat beban berat (lebih dari 5 5 4 3
kg)
8 Mengambil benda di saku belakang 2 1 1
celana
Jumlah 39 27 23

Total Score : T1 = X 100 % = 49 % ( Kesulitan Berat )

T2 = X 100 % = 34 % ( Kesulitan Moderat )

T3 = X 100 % = 29 % ( Kesulitan Moderat )

E. Pembahasan

Pada kasus ini, teknologi intervensi yang dipilih oleh penulis adalah

microwave diathermy, Terapi Manipulasi dan Terapi Latihan (Codman pendular

exercise dan Finger Ladder.

Micro wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan

stressor berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-
46

balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 centimeter.

(Sujatno,dkk 2002).

Efek fisiologis dan terapeutik dari micro wave diathermy (MWD) antara lain

(1) meningkatkan metabolisme sel-sel lokal ± 13% setiap kenaikan suhu 10C, (2)

mengurangi nyeri, (3) mempercepat penyembuhan luka secara fisiologis, (4)

menormalisasikan tonus lewat efek sedatif dan (5) meningkatkan elastisitas

jaringan yang mempunyai kedalaman 3cm sehingga dapat mengurangi proses

kontraktur jaringan (Michlovitz, 1990).

Terapi Manipulasi

Terapi manipulasi merupakan suatu gerakan pasif dengan kecepatan tinggi,

amplitudo kecil dan pasien tidak bisa mencegah gerakan yang terjadi, terapi

manipulasi ini dapat menghancurkan phatological limitation pada sendi yang

mengalami keterbatasan (Kisner, 2007).

Mobilisasi sendi di lakukan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi

sendi normal dan mencapai LGS tanpa rasa nyeri dengan memperbaiki joint play

movement (Mudatsir, 2002).

Nyeri dapat di kurangi dengan traksi intermetent (grade I dan II) secara

pelan-pelan dengan interval 10 detik kemudian dikembalikan ke posisi awal.

Sedangkan untuk menambah mobilitas sendi dapat dilakukan traksi-mobilisasi

grade I, karena dapat meregangkan jaringan lunak sekitar persendian. Traksi

dilakukan dengan dipertahankan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan

maksimal sesuai toleransi pasien dan saat traksi yang berikutnya tidak di lepas

total namun turun di grade II (Mudatsir, 2002).


47

Codman pendular exercise

Latihan ini merupakan teknik imobilisasi yang menggunakan gaya gravitasi

dengan menggerakan humerus dari fossa glenoidalis. Latihan ini dapat membantu

mengurangi nyeri dengan traksi ringan dan gerak isolasi dan memberikan gerak

awal dari struktur sendi dan cairan synovial. Ketika pasien menahan tarikan,

beban bertambah pada tangan atau pergelangan tangan untuk menyebabkan

pengalihan pada kekuatan sendi. Untuk melakukan tarikan pada sendi

glenohumeral dengan menstabilkan scapula terhadap thorak secara manual

(Kisner, 2007). Dosis ayunan dilakukan selama satu menit atau dua menit,

istirahat, kemudian ulangi selama 5 menit, 3 kali per hari (Reznik, 2011).

Finger ladder exercise / wall climbing exercise

Tujuan latihan dengan finger ladder exercise untuk membantu

meningkatkan lingkup gerak sendi serta membantu meningkatkan fleksibilitas

pada shoulder. Dengan jari-jari tangan seolah-olah memanjat di dinding sampai

batas toleransi pasien (Kisner,2007). Dilakukan dengan tahan saat peregangan 15

sampai 30 detik kemudian pengulangan 10 kali per sesi dan 3 kali sehari (Reznik,

2011).

Anda mungkin juga menyukai