Anda di halaman 1dari 9

Prosiding SENASBASA http://research-report.umm.ac.id/index.

php/SENASBASA
(Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2019
Halaman 580-588 E-ISSN 2599-0519

NILAI MORAL
DALAM NOVEL SI ANAK PINTAR KARYA TERE LIYE

Laura Dwi Putri


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
Universitas Muhammadiyah Malang
lauradwi26@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan (1) nilai-nilai moral yang terbentuk
antara hubungan tokoh utama dengan orang tuanya, teman sebayanya dan juga tokoh
masyarakat di kampung pada novel Si Anak Pintar karya Tere Liye (2) manfaat nilai moral
untuk kehidupan tokoh utama pada novel Si Anak Pintar karya Tere Liye untuk kehidupan
masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji novel Si Anak Pintar karya Tere
Liye ini adalah sosiologi sastra, karena dalam novel ini mengandung banyak hubungan tokoh
utama dengan masyarakat. Sumber data pada penelitian ini yaitu salah satu novel karya Tere
Liye yang terbilang populer yaitu novel Si Anak Pintar diterbitkan oleh Republika sebanyak
351 lembar. Hasil analisis aspek moral dalam novel Si Anak Pintar karya Tere Liye
menggunakan pendekatan sosiologi sastra di antaranya (1) Nilai moral berupa religius,
disiplin, kerja keras, rasa nasionalisme, rasa keingintahuan, peduli terhadap lingkungan,
bertanggung jawab, (2) manfaat nilai-nilai moral untuk kehidupan tokoh dan juga pembaca.

Kata Kunci: nilai moral, sosiologi sastra, novel.

PENDAHULUAN
“Novel merupakan salah satu karya sastra yang ditulis oleh pengarang berdasarkan kisah
nyata maupun imajinasi yang mempunyai banyak manfaat, salah satunya adalah mempunyai
fungsi mendidik”. (Anggraini, 2018). Begitu juga dengan novel Si Anak Pintar yang diangkat
berdasarkan kisah nyata dan mengandung nilai moral. Aspek moral adalah kajian yang tepat
dalam meneliti novel Si Anak Pintar karya Tere Liye. Novel Si Anak Pintar yang
mengandung kisah hidup Pukat dari ia berumur sembilan tahun hingga ia menjadi sukses,
ditemukan banyak persoalan-persoalan yang dia jalankan dengan bijaksana. Persoalan-
persoalan ini dapat dijadikan pelajaran atau dijadikan acuan bagi seorang pembaca novel
tersebut. Penulis mengangkat aspek moral dalam penelitian ini bertujuan sebagai pembanding
antara kehidupan Pukat dengan keadaan sosial saat ini. Salah satunya kisah Pukat yang duduk
di Sekolah Dasar memiliki guru bernama Pak Bin. Hubungan antara guru dengan murid
sangat berjalan dengan baik dan mereka saling menghormati satu sama lain. Berbeda halnya
dengan keadaan saat ini, dunia pendidikan kerap memunculkan persoalan yang timbul antara
guru dengan muridnya. Hal ini berkaitan dengan nilai moral, moral juga erat kaitannya
dengan pendidikan karakter.
“Pendidkan karakter telah ditanamkan sejak anak di Sekolah Dasar namun hal tersebut
dapat saja berubah dengan lingkungan hidup individu tersebut. Moral berkaitan dengan benar
atau salah, baik atau buruk sesuai dengan kesepakatan sosial yang ada di lingkungan
individu” (Ibung, 2013). “Nilai moral penting bagi diri individu, moral adalah salah satu
penilaian dalam masyarakat berkaitan dengan baik atau buruknya seseorang. Adapun cara
untuk menumbuhkan moral adalah dengan menumbuhkan empati atau hati anak dengan nilai
keimanan, ketakwaan, kejujuran dan lain-lain sejak ia masih kecil, karena jika ia sudah
tumbuh dewasa akan sulit untuk menerapkannya” (Muhtadi, 2017). Penelitian terdahulu juga
dilakukan oleh Laifatul Musaroh salah seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah

580 | Halaman
Surakarta dalam menyelesaikan tugas skripsinya pada tahun 2012 mengangkat persoalan
aspek moral keagamaan, aspek moral kekeluargaan dan aspek moral individu yang terdapat
pada novel Si Anak Pintar karya Tere Liye. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan
nilai-nilai moral antara tokoh utama dengan orang tuanya, tokoh utama dengan teman
sebayanya, dan tokoh utama dengan masyarakat sekitar serta manfaat yang terkandung dalam
kehidupan tokoh utama.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
kualitatif yaitu mendeskripsikan aspek moral tokoh utama dalam novel Si Anak Pintar karya
Tere Liye. “Rancangan deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran yang
jelas, objektif, sistematis, dan cermat mengenai fakta-fakta aktual dari sifat populasi. Di
samping itu, rancangan ini digunakan sebagai prosedur mengidentifikasi dan
mendeskripsikan fenomena yang terdapat di dalam sumber data dengan apa adanya tanpa
rekayasa. Jadi, penelitian deskriptif kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskripsi berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.” (Dewi, 2014).
“Menurut Endraswara (dalam Akbar, dkk, 2013) sosiologi sastra adalah cabang
penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang
ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Arenanya, asumsi dasar penelitian
sosiolog sastra adalah kelahiran”. Sesuai dengan isi novel Si Anak Pintar yang kental dengan
hubungan keluarga yang tumbuh di tengah-tengan masyarakat.
Teori yang digunakan yaitu teori Herder. Herder berpendapat bahwa pentingnya sastra
terletak pada perkembangan sosiologi sastra, pendapatnya bahwa setiap karya sastra berakar
pada suatu lingkungan sosial dan geografis tertentu. Faktor lingkungan sosial dan geografis
yang berhubungan dengan karya sastra, menurut Herder adalah iklim, lanskap, ras, adat
istiadat, dan kondisi politik. Sumber data pada penelitian ini yaitu novel Si Anak Pintar
karya Tere Liye terbitan tahun 2018 oleh Republika.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi pustaka. Peneliti membaca,
mencatat, serta mengolah bahan penelitian. Adapun langkah pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu 1) membaca karya sastra, 2) menguasai teori, 3) menguasai metode, 4)
mencari dan menemukan data, 5) menganalisis data yang ditemukan, 6) melakukan
perbaikan, dan 7) membuat simpulan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Nilai-Nilai Moral pada Novel Si Anak Pintar Karya Tere Liye.
Si Anak Pintar julukan dari orang tuanya, masa kecilnya sungguh berwarna. Petualangan-
petualangan seru dilaluinya. Novel ini bercerita tentang kisah Pukat sejak ia berumur
Sembilan tahun sampai saat ia sukses. Perjalanan itu sangat panjang dan mengandung banyak
nilai-nilai moral yang dapat dipetik dari kisah tersebut.
1. Religius
Nilai religius ini terlihat pada saat Nek Kiba sebagai guru mengaji di kampung Pukat memberi
pelajaran anak-anak di kampung sebelum mereka kembali ke rumah masing-masing.

“Ya Allah, wahai yang mendengar doa-doa, lihatlah ada tiga puluh anak-anak kampung
hamba berkumpul saat ini. Sungguh, hamba mohon, beri mereka kekuatan untuk memiliki hati
yang baik, hati yang dipenuhi kejujuran, tidak peduli sesulit apapun kehidupan mereka, tidak
peduli seberapa jahat nafsu dan keinginan dunia ini merusak mereka” (Liye, Si Anak Pintar,
2018, p. 163).

581 | Halaman
Inilah doa dari Nek Kiba untuk Pukat dan teman-temannya. Saat itu Nek Kiba yang biasanya
bercerita tentang rasul beserta sahabat-sahabatnya, Abu Nawas, Negeri 1001 malam tetapi malam
itu berbeda. Nek Kiba menceritakan mengenai masa lalu hidupnya. Saat seumuran dengan Pukat
dan teman-temannya, pekerjaan Nek Kiba setiap hari hanya membantu ibu dan bapaknya di ladang.
Nek Kiba tidak sempat merasakan bagaimana kehidupan sekolah. Saat itu hanya penguasa Belanda
atau demang setempat yang boleh sekolah. Hidup Nek Kiba susah saat itu berada di bawah kaki
penjajahan. Pakaiannya hanya lembaran karet atau bekas karung belacu, makanan pun
hanyasekedar gadung beracun dari hutan. Sementara itu tiap harinya Nek Kiba dihantui rasa takut,
suara senapan, dentuman granat, dan pertempuran. Bapak Nek Kiba terjatuh sakit, ia tidak sempat
membawanya ke dukun kampung, bapak lebih dulu meninggal. Nek Kiba menjadi anak yatim, ibu
menjadi janda. Menyakitkan sekali bagi Nek Kiba kehilangan orang yang dia sayangi dan juga
tempat bergantung, setelah itu ibunya juga jatuh sakit. Tinggal lah Nek Kiba yang mengurus
banyak hal.
Suatu hari sambil menangis Nek Kiba bilang ke ibunya bahwa gadung yang beracun itu habis.
Nek Kiba tidak punya makanan lagi. Keadaan ibu Nek Kiba terbaring di kasur dengan tubuh
lemasnya. Nek Kiba mencium jemarinya dan meminta izin untuk melakukan sesuatu agar bisa
dapat makanan, Ibu Nek Kiba mengizinkan, namun sebelum Nek Kiba pergi ibunya menyarankan
bahwa walau hidupnya susah, sebutir beras pun tidak punya, Nek Kiba tidak akan pernah mencuri,
tidak pernah merendahkan harga dirinya hanya demi sesuap nasi.
Setiap tetangga yang dimintai pertolongan oleh Nek Kiba menggeleng, hidup mereka juga
susah, Nek Kiba bergegas ke demang yang kaya tetapi Nek Kiba diusir. Nek Kiba memutuskan
untuk pergi ke pasar kalangan di kota kecamatan. Nek Kiba menawarkan jasanya kepada para
pedagang tetapi tidak ada yang peduli. Pernah terlintas di kepala Nek Kiba untuk mencuri, tetapi
pesan ibunya selalu terngiang di kepala Nek Kiba.
Saat senja tiba, keberuntungan bagi Nek Kiba ada pedangang celengan yang meminta
bantuannya, ia diberi upah sebuah celengan yang diisi koin dua perak. Itu sangat berarti bagi Nek
Kiba, koin itu bisa untuk membeli makanan untuk dia sendiri dan juga ibunya. Nek Kiba segera
pulang untuk membeli makanan, namun saat berada di ujung kampung, celeng tembikar milik Nek
Kiba terjatuh dan masuk ke sungai. Nek Kiba terisak menangis, tiba-tiba seorang kakek di
depannya muncul seorang, kemudian bertanya mengapa Nek Kiba menangis. Setelah mengetahui
masalah Nek Kiba kakek itu langsung mengambil galah bambu mengaduk-aduk dasar sungai.
Pertama kakek itu menemukan celengan yang cukup berat isinya tetapi bukan milik Nek Kiba,
kedua juga begitu isinya berat, yang terakhir barulah celengan Nek Kiba berisi koin dua perak.
Tetapi kakek itu memberikan semua celengan kepada Nek Kiba. Malam itu Nek Kiba dan ibunya
makan besar.

2. Disiplin
Sikap disiplin diberikan oleh Bapak dan Mamak kepada anak-anaknya Eliana, Pukat, Burlian
dan juga Amelia. Orang tua Pukat sangat menomor satukan hal dalam mendidik anak-anaknya.
Dari jam anak-anaknya harus sekolah, belajar, membantu Mamak di ladang sudah diatur sejak
anak-anaknya duduk di sekolah dasar.

“Sudah berapa kali Mamak bilang? Memangnya kuping kau ditaruh dimana? Bereskan,
bereskan, bereskan sendiri. Atau kau besok tidur di lantai saja? Jadi bisa seenaknya, tidak
perlu merapikan sprei, bantal, dan kemul setelah kau bangun tidur” (Liye, Si Anak Pintar,
2018, p. 183).

Pagi itu Mamak sudah marah-marah kepada Amelia. Amelia sudah berkali-kali disuruh untuk
membereskan tempat tidurnya sendiri, tetapi Amelia tetap saja tidak merapikannya. Wajar saja bila

582 | Halaman
Mamak marah, karena aktivitas Mamak terlalu banyak, sehingga apabila ditambah dengan hal-hal
kecil seperti itu ia akan merasa lelah dan marah.
Semenjak Eliana anak pertamanya sekolah di kota Mamak merasa tidak ada lagi yang
membantunya masak, dan lain-lain. Sementara Pukat dan Burlian hanya bisa membantu Mamak
saat berada di ladang, tidak bisa membantu masak dan membereskan rumah.
Saat itu Amelia memeluk pundak Bapak, kemudian berkata bahwa ia ingin berumur delapan
puluh tahun seperti Nek Kiba. Lantas Bapak menanyai alasannya. Amelia menjawab karena kalau
dia berumur setua itu pasti Mamak tidak akan menyuruh-nyuruhnya untuk membersihkan tempat
tidur. Kemudian Bapak tertawa, lalu menasehati Amelia, bahwa tidak ada orang tua yang berniat
jahat kepada anaknya bahkan hewan buas seperti macan sekali pun. Bapak meminta Pukat, Burlian
dan Amelia untuk tidak sekalipun membenci Mamak, karena jika Eliana, Pukat, Burlian dan
Amelia tahu pengorbanan Mamak untuk mereka sejatinya itu hanya sepersepuluh saja dari
pengorbanan, rasa cinta serta rasa sayang Mamak untuk Eliana, Pukat, Burlian dan juga Amelia.

3. Kerja Keras
“Karakter kerja keras semakin menguat karena tuntutan lingkungan, mulai dari
lingkungan bisnis hingga sosial masyarakat. Dampak yang timbul dari tuntutan berbagai
lingkungan tersebut mengakibatkan masyarakat bekerja keras dan bekerja sama untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan” (Azizi, 2019).
Kerja keras juga bagian yang ditonjolkan dalam novel Si Anak Pintar karya Tere Liye.
Terutama kerja keras yang dilakukan Mamak dan Bapak untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya
hingga sukses. Sementara kehidupan mereka hanya bergantung kepada alam, tidak menentu
apakah penghasilan mereka banyak, apakah berhasil panen dan lain-lain.

“Aku melongok, melihat dari balik rimbunnya pohon kopi, Mamak di seberang
sana juga masih sibuk menebas rumput. Di sana sudah menghampar luas bekas rumput
dan ilalang yang berhasil dibersihkan. Tidak ada tanda-tanda Mamak mengajak kami
pulang” (Liye, Si Anak Pintar, 2018, p. 188).

Sepulang sekolah biasanya Mamak mengajak Pukat dan Burlian untuk membantunya di
ladang. Kak Eliana sedang sekolah di kota dan Amelia masih terlalu kecil sehingga mereka
tidak bisa membantu. Sedangkan Bapak memiliki pekerjaan juga di tempat lain.
Peran Mamak tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi lebih dari itu. Ia tetap kerja
keras untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup serta bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga
sukses. Tetapi Mamak tetap melibatkan Pukat, Burlian, Amelia dan juga Eliana jika pulang
ke rumah untuk meluangkan waktu membantunya di ladang.

“ Pagi ini aku dan Burlian menemani Mamak ke pasar Kalangan… Tahun ini panen
duku melimpah. Meskipun Burlian setiap detik memakan sebutir duku, buah itu tidak
akan habis sehari-semalam. Dan berhubung Burlian ternyata sudah sakit perut, terbirit-
birit ke kamar mandi, padahal dia baru menghabiskan semangkuk duku jangankan
sekeranjang atau sekarung, maka Mamak memutuskan menjual duku kami”. (Liye, Si
Anak Pintar, 2018, pp. 233-234).

Panen duku tahun ini sangat melimpah, Mamak Pukat tidak lupa membagikannya kepada
tetangga. Tetapi sisanya masih saja banyak, bahkan ketika Burlian banyak menghabiskan
buah duku hingga sakit perut. Kemudian Mamak memutuskan untuk menjualnya di pasar. Ia
tidak lupa untuk mengajak Burlian dan juga Pukat untuk menemaninya, karena hari itu
mereka libur sekolah.

583 | Halaman
Sesampainya di sana Burlian sebagai bagian teriak-teriak agar pembeli tertarik untuk
datang, sedangkan Burlian yang bertugas memasuki duku ke kantong pelastik. Sampai pada
akhirnya hasil dari jualan duku bisa digunakan Mamak untuk membeli gula yang sempat
habis di rumah.

“Pukat, Burlian, Amel, tahun ini Bapak dan Mamak mengharapkan lebih banyak
bantuan kalian. Tahun ini kita akan membuka hutan. Mataku langsung membulat, juga
Burlian dengan Amelia. Lupakan dulu soal pasti akan lebih rept sepanjang tahun, lebih
banyak waktu tersita di hutan, dan lainnya. Keputusan Bapak untuk membuka hutan
benar-benar membuat kami antusias”. (Liye, Si Anak Pintar, 2018, p. 279).

Keputusan Bapak tidak membuat Pukat serta saudaranya mengeluh, melainkan


sebaliknya ia sangat bahagia karena pembukaan hutan baginya sangat seru. Pekerjaan
dilakukan Pukat, temannya dan juga warga kampung yang membantu dari awal pembersihan
hutan, pembakaran sampai dengan menanam benih padi. Di sini juga terlihat karakter kerja
keras dari seorang Bapak dan Mamak dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tentu
saja terutama untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai berhasil. Banyak anak-anak
kampung lainnya yang memutuskan untuk berhenti bersekolah setelah tamat Sekolah Dasar
dengan alasan tidak memiliki biaya untuk lanjut sekolah. Namun lain halnya dengan Eliana,
Pukat, Burlian dan Amelia. Mereka mempunyai orang tua yang rela banting tulang agar dapat
menyekolahkan anaknya walaupun dengan sumber pekerjaan di ladang dan hutan. “Karakter
kerja keras semakin menguat karena tuntutan lingkungan, mulai dari lingkungan bisnis
hingga sosial masyarakat. Dampak yang timbul dari tuntutan berbagai lingkungan tersebut
mengakibatkan masyarakat bekerja keras dan bekerja sama untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkan” (Azizi dan Anggraini, 2019).

4. Nasionalisme
“Nasionalisme adalah suatu paham yang tumbuh dalam masyarakat dan mempunyai
empat ciri yaitu kesetiaan tertinggi individu diserahkan kepada negara kebangsaan, dengan
perasaan yang mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya,
perasaan yang mendalam dengan tradisi-tradisi setempat, dan kesetiaan dengan pemerintah
yang resmi” Kohn (dalam Nihayah Suhila, dkk, 2014).
Rasa nasionalisme ini juga ditunjukkan oleh sikap Pak Bin yang rela mengajar walaupun
dengan banyak keterbatasan sarana dan prasarana sekolah, hal itu tidak menjadi halangan
baginya untuk tetap bertugas mencerdaskan generasi muda.

“Dua puluh lima tahun Pak Bin menjadi guru di sekolah, hampir seluruh anak-anak
kampung hingga orang dewasa pernah menjadi murid Pak Bin. Pengabdian yang panjang
dan dia melakukannya dengan senang hati” (Liye, Si Anak Pintar, 2018, pp. 61-62).

Tidak jarang juga Pak Bin membeli alat belajar dengan uangnya sendiri, hal ini dia
lakukan semata-mata karena amanah Negara yang diberikan kepadanya bahwa ia sebagai
guru harus bertanggung jawab untuk mengajar anak-anak negeri ini. Hal ini dapat dijadikan
contoh bagi para pendidik di Indonesia, bahwa pendidik bertanggung jawab besar atas
individu yang dihasilkan tidak hanya intelektuanya tetapi juga akhlak budi pekerti.

5. Rasa Keingintahuan
Rasa keingintahuan ini perlu ada di diri individu agar individu itu aktif baik dalam
pelajaran maupun di masyarakat. Pendidik juga harus pintar-pintar bagaimana agar dapat
memancing rasa ingin tahu peserta didik.

584 | Halaman
“Pak Bin mengeluarkan sebuah kalender besar dari tas kusamnya. Wajah-wajah
terlongok, satu dua semangat mendekat. Situasi kelas berubah menjadi hangat meski
gerimis di luar mendekat” (Liye, Si Anak Pintar, 2018, p. 75)

Media belajar baru yang diperoleh Pak Bin yaitu penanggalan China, sebelumnya siswa-siswa
hanya melihat tanggal yang biasa terpajang di rumahnya, belum pernah melihat bagaimana
penanggalan China. Kecuali Pukat, ia sudah pernah melihatnya sekilas di rumah Ko Achan. Hal ini
membangkitkan rasa ingin tahu siswa bagaimana bentuk beserta apa saja isi kalender China.
Kata Pak Bintiap anak memiliki shio masing-masing dalam kalender China, lantas Pak Bin
menanyai Pukat dan Raju tahun lahir mereka. Pukat shionya adalah ayam. Raju shionya adalah
kambing. Sedangkan Pak Bin shionya adalah naga sama seperti shio tahun itu. Siswa-siswa
memajang wajah terpesona, karena dalam penanggalan China naga adalah shio yang paling hebat.

6. Peduli Terhadap Lingkungan


Seluruh penduduk di kampung memiliki pekerjaan di kebun, hutan dan lainnya. Itulah sumber
kehidupan mereka, masih belum dimasuki alat-alat modern seperti di kota.

“Seluruh penduduk kampung ini menggantungkan hidupnya dari alam. Tetapi ingat, leluhur
kita mengajarkan keseimbangan dan saling menghargai satu sama lain” (Liye, Si Anak
Pintar, 2018, p. 296).

Meskipun penduduk sedang membuka hutan untuk diolah ditanami padi dan sejenisnya,
penduduk kampung tetap menjaga kelestarian dari alam. Tidak berlebihan dalam
memanfaatkannya. Meskipun dengan keterbatasan ekonomi, penduduk tetap bisa mengontrol diri
bagaimana cara memanfaatkan alam tanpa merugikan salah satu pihak.
Dalam membuka lahan penduduk membakar hutan terlebih dahulu, kemudian merawat
tanahnya, menabur benih, sampai pada proses terakhir yaitu panen tetap di lakukan bersama-sama
secara gotong royong.

7. Bertanggung Jawab
Sikap tanggung jawab dilihatkan pada karakter tokoh utama yaitu Pukat dalam membantu
usaha Ibu Ahmad, walaupun banyak rintangan dalam menjalankan idenya sendiri ia tetap tidak
pernah lari dari masalah ketika ada kejadian hilang barang di warung Ibu Ahmad.

“Aku berpikir keras. Harus ada pemecahan masalah ini, jalan keluar yang mungkin bisa
membantu dua sisi sekaligus. Aku menatap bulan separuh sambil menghela napas pelan.
Formasi galaksi Bima Sakti terlihat jelas. Suara anak-anak mengaji terdengar, rumah
Nek Kiba sudah dekat. Baiklah, sepertinya itu bisa jadi jalan keluar terbaik. Warung itu
harus tetap buka, apa pun caranya”. (Liye, Si Anak Pintar, 2018, p. 139).

Berhari-hari warung Ibu Ahmad tertutup, hal ini tentu menjadi hal yang mengecewakan
murid-murid di sekolah, bagaimana tidak? Hanya warung Ibu Ahmad yang tersedia di
Sekolah pukat dan temannya untuk membeli alat tulis atau makanan untuk isi perut. Sudah
lima hari Nayla sakit, mamak bilang Nayla seharusnya di bawa ke rumah sakit kota. Jika
dibiarkan di rumah saja dengan perawatan bidan di kampung akan lama sembuhnya. Malam
itu Mamak menyuruh Pukat untuk mengantarkan makanan untuk Ibu Ahmad, Pukat melihat
kondisi Nayla begitu lemas dan wajahnya pun pucat, ia sangat senang karena Pukat
membawakannya rending untuk disantap. Tidak lagi makan kecap ditambah nasi untuk mala
mini. Pukat melihat dekat dipan dua kardus setengah terbuka mungkin barang jualan Bu
Ahmad yang ada di warung.

585 | Halaman
Setelah melalui ulangan catur Wulan, kemudian rapor dibagikan dan diakhiri dengan
liburan, sekolah masuk seperti biasanya. Tetapi warung Ibu Ahmad tetap saja masih tutup,
anak-anak mengeluh tidak ada tempat untuk membeli peralatan tli seperti buku, bolpoin atau
buku gambar dan lainnya serta kue-kue bergizi yang biasa dijual ibu Ahmad. Dari sini, Bukat
berusaha mencari solusi agar bagaimana warung itu tetap buka. Keesokan harinya Pukat
menemui Pak Bin di ruang guru, Pukat menyampaikan idenya .. Pak Bin mempunyai dua
pertanyaan atas ide Pukat, pertanyaan itu di jawab Pukat dengan lancar.
Malamnya Pak Bin, Pukat yang ditemani juga oleh Mang Dullah mengunjungi rumah
Ibu Ahmad tidak lupa juga membawa rantang untuk Ibu Ahmad. Kedatangan Pak Bin, Pkat
dan Mang Dullah adalah ingin menyampaikan ide Pukat pada Ibu Ahmad. Inilah langkah
awal Pukat dalam membantu usaha Ibu Ahmad. Ibu Ahmad yang awalnya khawatir karena
nantinya tidak ada yang membuat list harga, membuka warung sampai dengan membawa
kue-kue di warungnya diyakinkan oleh Pukat bahwa dialah yang akan mengurusi hal itu.
Mang Dullah pun sempat khawatir bagaimana jadinya apabila warung tidak ada yang jaga,
apa itu tidak memberikan kesempatan untuk anak-anak berbuat curang. Namun, Pak Bin
meyakinkan Ibu Ahmad bahwa ia akan berbicara kepada siswa-siswanya mengenai hal ini
dan meminta mereka bersikap jujur . Dalam hal ini Pukat tidak dibayar, ia hanya meminta
dua potong gorengan ditiap harinya, selebihnya ia melakukan hal mulia itu untuk membantu
perekonomian Ibu Ahmad agar tetap berjalan sebagaimana mestinya.

“Enam bulan berlalu, ternyata hanya tiga kasus serius yang terjadi. SAatu, yang
melibatkan Lamsari dan utang dua gorengannya. Dua, yang melibatkan pemuda
tanggung dan buku gambar. Tiga, yang terakhir, terjadi dua minggu setelah kasus
kedua”. (Liye, Si Anak Pintar, 2018, p. 167).

Kasus terakhir ini adalah kesalahan Can salah satu sahabat Pukat dalam mengambil
kaleng di warung Bu Ahmad yang di amanahkan kepada Pukat untuk menjaganya atas
kemauannya sendiri. Can membutuhkan kaleng untuk menggulung benang layangan yang
akan dimainkannya, namun ia salah mengambil kaleng, kaleng yang ia ambil berisikan uang
hasil penjualan hari itu di warung. Semua warga heboh dengan kejadian ini, begitu juga
dengan Pak Bin. Namun, Can dengan keadaan tidak bersalahnya mengembalikan kaleng
tersebut yang sempat membuat warga panik. Pukat hamper saja memukulnya, ia menduga
bahwa kaleng tersebut di ambil oleh Lamsari, karena Lamsari pernah dipergoki mengambil
gorengan tanpa membayar dahulu. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak boleh
menilai seseorang atas satu kesalahan yang pernah ia perbuat.

Manfaat Nilai Moral Pada Novel Si Anak Pintar Karya Tere Liye
Banyak hal-hal yang terjadi pada kehidupan tokoh utama yang dapat mengubah sikapnya
melalui pengalaman yang ia alami sendiri. Salah satunya yang dijelaskan pada subbab ini.
Kemudian dari hal tersebut kita juga memperoleh manfaatnya sebagai bahan untuk
memperbaiki diri.

1. Menghargai sebutir nasi


Di sini Mamak selalu mengajarkan Eliana, Pukat Burlian juga Amelia untuk
menghabiskan nasi di piringnya. Mamak berpendapat bahwa sebutir nasi itu sangat berharga.
Mamak merasakan sendiri bagaimana proses dari mengeola lahan untuk dijadikan tempat
menanam padi, kemudian menanam benih, merawatnya, memanen, belum lagi jika panen
gagal akibat keadaan alam yang tidak mendukung. Mamak juga mengkaitkan hal ini dengan
keadaan orang di luar sana yang belum tentu hari ini bisa makan nasi, bisa beli beras. Maka

586 | Halaman
dari itu anak-anaknya diajarkan untung menghargai sisa nasi walau satu butir di piring agar
tidak disia-siakan.

2. Kejujuran
Sikap jujur Pukat beserta teman-temannya teruji saat di warung Ibu Ahmad yang tetap
buka walaupun tidak ada orang yang menunggui warung tersebut. Di sana hanya
terlampirkan harga-harga barang kemudian bagi yang ingin membeli bisa meletakkan
uangnya di dalam kaleng sesuai harga barang yang ingin diambilnya. Sikap ini juga tidak
terlepas dari peran Pak Bin guru sekolah mereka yang sangat baik hati, anak-anak kampung
selalu diajarkan dengan tulus walaupun dengan keterbatasan sarana dan prasarana sekolah.
Terkadang Pak Bin mengeluarkan uangnya sendiri untuk membeli peralatan sekolah
tujuannya agar tetap bisa mengajari anak-anak di kampung. Lamsari juga pernah sempat
mengambil gorengan tanpa membayarnya, ia mengambilnya dengan prinsip makan dulu
besok-besok bisa dibayar.

3. Tidak membuat pernyataan yang salah


Kejadian ini mengenai Samsurat yaitu anak yang sejak kecil mengalami gangguan
kejiwaan. Kabarnya ia gangguan jiwa karena orang tuanya sering bertengkar. Saat itu
kampung dihebohkan dengan kematian kambing Wak Lihan di kandangnya. Pukat waktu
malam sehabis mengaji dari rumah Nek Kiba melihat Samsurat berdiri di bawah pohon
manga dengan tangan berlumuran darah. Hal ini yang menjadikan Pukat sebagai saksi bahwa
yang menghabisi kambing Wak Lihan adalah Samsurat. Namun, saat Pukat dimintai
pernyataannya oleh kepala petugas dengan cara menguju penglihatan Puat di ruang guru
dalam keadaan gelap. Kemudian kepala petugas itu meminta temannya untuk berdiri di pojok
ruangan, dan menanyai Pukat warna apa baju yang sedang dikenakan oleh temannya. Pukat
salah menjawabnya, itu artinya Pukat salah menduga bahwa Samsurat yang membunuh
kambing Wak Lihan. Meskipun Samsurat terganggu jiwanya ia tidak pernah menyakiti warga
kampung. Persoalan orang tuanya sering berkelahi juga salah, itu karena Samsurat teriak
hingga tidak dapat dikendalikan sehingga orang tuanya pun ikut bersuara. Karena itu Pukat
sangat menyesal atas perbuatannya dan tidak mengulanginya lagi. Karena pernyataan tanpa
bukti itu sama saja dengan fitnah. Fitnah di dunia lebih kejam dibandingkan dengan
pembunuhan.
Dua hal tersebut yaitu menghargai dan jujur terkadang hilang dari diri individu.
Menghargai tidah hanya berdasarkan dia orang yang lebih dewasa atau tidak. Menghargai
dibutuhkan tanpa memandang usia, golongan ras, derajat yang lainnya agar kehidupan
berjalan selaras dengan kedamaian, kesejahteraan, dan tidak menimbulkan konflik. Kejujuran
juga, bangsa ini terbilang memiliki sedikit individu yang bersikap jujur. Dapat diteropong
dari pejabat-pejabat yang bertugas mengayomi masyarakat, bertugas untuk menjalankan
amanah yang dipercayakan masyarakat kepadanya. Namun yang terjadi adalah mereka
korupsi, memakan uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri, untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Maka dari itu, ini merupakan PR bagi kita sebagai generasi muda,
bagaimana cara untuk merubah moral anak-anak agar nantinya tidak melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan. Himbauan ini tidak hanya diberikan untuk orang tua, tetapi juga guru-gru
disekolah terutama Sekolah Dasar. Karena di sana mereka mempelajari dasar-dasar apa yang
harus ditanamkan sejak dini. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak. Guru pun
menjadi orang tua kedua setelah orang tua kandungnya. Mari sama-sama kita sebagai calon
pendidik ataupun sudah menjadi pendidik untuk merangkai strategi agar terciptanya generasi
Indonesia unggul dengan moral, akhlak, budi pekerti yang baik.

587 | Halaman
SIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada novel Si Anak Pintar karya
Tere Liye dapat disimpulkan bahwa Tokoh utama Pukat banyak memberikan pelajaran
berupa tindakan-tindakan positif atau bermoral, seperti halnya membantu orang tua, memiliki
ikatan hubungan yang baik dengan teman sebaya dan aktif serta peduli kepada masyarakat.
Hal ini juga memberikan pelajaran bahwa kita sudah seharusnya membangun lingkungan
sosial yang baik, tidak bersifat individualisme, harus sering-sering terjun ke masyarakat.
Karena dengan begitu dampak positif juga akan kita alami, seperti mudah bersosialisasi,
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan juga dapat memberikan wawasan
kepada diri kita tentang apa yang belum kita ketahui justru jawabannya ada saat kita telah
berada di tengah-tengah masyarakat atau dapat dikatakan mengalami sendiri kejadian tersebut
secara langsung. Nilai moral yang terdapat pada tokoh utama Pukat juga yang paling
berpengaruh selain didikkan yang baik dari orang tua adalah lingkungan masyarakat yang
baik. Lingkungan sangat berpengaruh bagi perilaku atau karakter individu. Bila lingkungan
tersebut memberi dampak buruk bagi perkembangan individu maka individu yang dihasilkan
tidak sesuai dengan harapan bangsa. Namun sebaliknya jika lingkungan tersebut baik, dapat
mempengaruhi perilaku individu menjadi lebih baik maka lingkungan tersebut telah berhasil
dalam membentuk generasi untuk masa depan kelak. Karena Negara tidak hanya
membutuhkan generasi yang cerdas, tetapi juga bermoral, berakhlak, beriman dan hal
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Purwati. (2018). Representasi Karakter Cinta Indonesia dalam Novel Kaki Langit
Talumae Dan Pengembangannya Sebagai Media Pembelajaran . Kembara, 1-2.
Azizi, Asmaul Farida dan Purwati Anggraini. (2019). Karakter Kerja Keras Dan Karakterisasi
Para Tokoh Dalam Novel Para Penjahat dan Kesunyiannya Masing-Masing . Kembara,
62.
Ibung, Dian P. (2013). Mengembangkan nilai moral pada anak. Jakarta: PT Elex media
Komputindo, Jakarta.
Liye, Tere. (2018). Si Anak Pintar. Jakarta: Republika.
Muhtadi, A. (2017). Pengembangan empati anak sebagai dasar pendidikan moral.
staff.umy.ac.id/., 1-2.
Musaroh, L. (2012, Oktober). Aspek Moral dalam Novel Pukat Serial Anak-Anak Mamak.
Retrieved from eprints.ums.ac.id: http://eprints.ums.ac.id/21023/2/BAB_I.pdf
Ni Luh Lina Agustini Dewi, I. B. (2014). Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Novel
Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara Dan Relevansinya Terhadap Pengajaran
Pendidikan Sekolah di Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 6.
Akbar, Syahrizal, and Retno Winarni. "Kajian Sosisologi Sastra dan Nilai Pendidikan dalam
Novel “Tuan Guru” Karya Salman Faris." Jurnal pendidikan bahasa dan sastra 1.1
(2013): 54-68.
Nihayah, Suhila, and Agus Satmoko Adi. "Penanaman Nasionalisme Pada Siswa Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bojonegoro Di Tengah Arus Globalisasi." Kajian Moral dan
Kewarganegaraan 3.2 (2014): 829-845.

588 | Halaman

Anda mungkin juga menyukai