Anda di halaman 1dari 9

GENTA HREDAYA Volume 5 No 1 April 2021 P ISSN 2598-6848

E ISSN 2722-1415

Nilai-Nilai Filosofi Kehidupan Dalam Geguritan Jayaprana

Oleh
Nyoman Suardika
STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja
Email: mangevo22@gmail.com

ABSTRACT
Literary work is a work that contains values and teachings that can serve as a guide
for life. A literary work, especially an old (traditional) literary work, is usually regional in
nature or still contains local culture in its creation. One example of an old (traditional)
literary work is Geguritan Jayaprana. This type of research used in this research is
descriptive with a qualitative approach. The data source of this research is primary data or
data obtained directly from the original source, namely the transcription book Geguritan
Jayaprana by Ketut Ginarsa. Data collection was carried out by reading repeatedly on the
object of research. The results showed that the formal structure analysis includes language
and literature codes, language styles, and language varieties. The philosophical values of
life there are several stories in the geguritan verse that describe the attitude or behavior of
Jayaprana who is always loyal to his king to sacrifice anything for his king, even if it hurts
him and even his life. This was done by Jayaprana to repay the king's kindness to him.
Besides that Jayaprana is a person who really respects others.
Keywords: philosophy, Geguritan Jayaprana

I. PENDAHULUAN lama mampu memperbaiki moral generasi


Sastra memberi ajaran kebajikan muda yang telah terpengaruh teknologi
sekaligus hiburan (Nuryatin, 2010:4). dan budaya asing sehingga mempengaruhi
Ajaran kebajikan dalam sastra adalah moral generasi muda saat ini. Faktanya
ajaran yang berkaitan dengan bahwa di era sekarang, anak muda sangat
kemanusiaan, seperti sikap saling tolong rentan mengalami gangguan emosional,
menolong, saling menghargai, dan lain karena terlalu banyak mengkonsumsi
sebagainya. Sastra sebagai hiburan mampu informasi media sosial. Berkaitan dengan
membuat pembaca merasa senang, hal tersebut, karya sastra lamalah yang
menghilangkan rasa penat, menyejukkan dapat digunakan sebagai solusi dari
mereka yang susah, resah, dan gelisah. permasalahan ini. Mempelajari karya satra
Karya-karya sastra lama merupakan lama akan memberikan dampak positif dan
peninggalan yang mampu ketenangan bagi setiap penikmatnya,
menginformasikan buah pikiran, perasaan, dengan kita belajar sastra lama dan
dan berbagai segi kehidupan yang pernah mengetahui makna yang terkandung
ada. Kandungan yang tersimpan dalam didalamnya hal itu akan memberikan nilai
karya-karya masa lama pada hakikatnya tambah untuk diri kita sendiri. Jadi inilah
merupakan suatu budaya, produk dari yang harus mampu dipahami, bahwa karya
kegiatan kemanusiaan. sastra diciptakan tidak hanya semata-mata
Karya sastra lama bukanlah karya untuk menuangkan ide pengarang, tetapi
sastra yang kuno, bukan karya sastra yang terdapat makna dan pesan yang ingin
hanya dapat dinikmati orang tua, tetapi disampaikan dalam setiap karya sastra
karya ini menjadi penyembuh mental bagi yang bermanfaat untuk kehidupan. Untuk
generasi milenial. Artinya karya sastra ini, karya sastra wajib untuk diajarkan

SUARDIKA & DESI WULANDARI 48


kepada generasi penerus demi menjaga Penelitian ini menggunakan
dan melestarikan kebudayaan. pendekatan kualitatif, yang mana termasuk
Salah satu contoh karya sastra lama dalam pendekatan kualitatif. Geguritan
yang masih relevan pada saat ini adalah Jayaprana sebagai kearifan juga aliran
Geguritan Jaya Prana. Geguritan adalah kepercayaan masyarakat Hindu Bali
hasil kegiatan menulis atau kumpulan menjadi objek material dalam penelitian
sekar alit yang memuat cerita atau petuah- ini, yang kemudian dianalisis
petuah. Sekar alit merupakan tembang menggunakan metode khas filsafat
yang menggunakan bahasa daerah sebagai khususnya filsafat ketuhanan sebagai
media komunikasinya. Geguritan objek formal. Data dalam kajian ini
Jayaprana merupakan salah satu karya dikumpulkan melalui studi kepustakaan
masa lama yang cukup populer di terkait inti dari Geguritan Jayaprana,
masyarakat. Geguritan ini populer, karena mengumpulkan pustaka-pustaka termasuk
isinya yang menceritakan tentang kisah buku-buku terkait Geguritan Jayaprana.
perjalanan cinta sepasang kekasih yang Data yang telah dikumpulkan kemudian
sangat setia satu sama lain. Selain kisah direduksi untuk menentukan data yang
percintaan juga terdapat kisah kesetiaan sesuai untuk dianalisis menggunakan
antara seorang rakyat terhadap rajanya. metode hermeneutika. Melalui metode
Geguritan ini berawal dari sebuah hermeneutika ini data yang telah
cerita yang dikemas dalam bentuk dikumpulkan kemudian dianalisis melalui
tembang atau lagu. Hal inilah yang tahapan hermeneutika sehingga hasil
menyebabkan masyarakat, khususnya analisis data diharapkan merupakan data
generasi milenial enggan untuk yang benar-benar objektif. Hasil analisis
mempelajari karya sastra dalam bentuk kritis terhadap data disajikan dalam bentuk
geguritan ini. Masyarakat berekspetasi deskriptif-naratif.
bahwa geguritan ini kuno, hanya sebuah
kisah percintaan, hanya fiksi dan III. PEMBAHASAN.
sebenarnya tidak ada. Namun realitanya, 3.1 Sinopsis Geguritan Jayaprana
geguritan ini mengandung nilai-nilai yang Cerita diawali dengan dua orang
masih relevan pada saat ini dan bukan suami istri bertempat tinggal di Desa
hanya sekedar karangan, tetapi memang Kalianget mempunyai tiga orang anak, dua
benar ada baik itu tokoh, tempat, kisah, dan orang laki-laki dan seorang perempuan.
hal lainnya. Nilai-nilai yang dimaksud Suatu hari terjadi wabah yang menimpa
adalah nilai-nilai filosofi kehidupan. Alur masyarakat desa itu, maka empat orang
cerita dalam geguritan ini tidak hanya dari keluarga yang miskin ini meninggal
sebatas menceritakan perjalanan cinta dunia secara bersamaan. Tinggallah
Jayaprana dengan Layonsari, tetapi lebih seorang laki-laki yang paling bungsu
dari itu. Generasi penerus sepatutnya bernama I Jayaprana, yang akhirnya
mempelajari, mengerti, memahami, dan memberanikan diri mengabdi di istana
mengembangkan karya sastra, khususnya raja. Di istana, laki-laki itu sangat rajin dan
geguritan ini sebagai produk lokal raja pun amat kasih sayang padanya. I
Indonesia, khususnya Bali. Berawal dari Jayaprana kini baru berusia dua belas
keresahan dan fakta tersebut, maka penulis tahun. Ia sangat tampan dan senyumnya
berminat untuk menulis karya ilmiah yang sangat menarik. Beberapa tahun
dengan mengkaji geguritan sebagai media kemudian, suatu hari raja menitahkan I
untuk menyampaikan nilai-nilai filosofi Jayaprana untuk memilih salah satu
kehidupan kepada generasi muda. dayang-dayang yang ada di dalam istana
maupun di luar istana. Awalnya Jayaprana
II. METODE menolak titah baginda raja dengan alasan

SUARDIKA & DESI WULANDARI 49


bahwa dirinya masih anak-anak, tetapi Jayaprana. Menjelang hari upacara
karena dipaksa oleh raja akhirnya perkawinannya, semua bangunan sudah
Jayaprana menurutinya. Ia pun pergi ke selesai dikerjakan secara gotong royong
pasar yang terletak di depan istana untuk dan semuanya serba indah. Upacara
melihat gadis yang hendak pergi ke pasar perkawinan telah tiba, I Jayaprana diiringi
dan ia pun melihat seorang gadis yang oleh masyarakat desa pergi ke rumah Jero
sangat cantik. Gadis itu bernama Ni Bendesa hendak memohon Ni Layonsari
Layonsari putri Jero Bendesa yang berasal dengan alat upacara selengkapnya. Sri
dari Banjar Sekar. I Jayaprana sangat Baginda Raja sedang duduk di atas
terpikat hatinya dan pandangan matanya singgasana dihadapan para pegawai raja
terus menatap gadis itu. Sebaliknya Ni dan para perbekel baginda, kemudian
Layonsari pun sangat hancur hatinya datanglah rombongan I Jayaprana di depan
ketika memandang pemuda tampan yang istana dan kedua mempelai itu lalu turun
sedang duduk di depan istana. Setelah dari atas joli serta langsung menyembah
gadis itu menyelinap di balik orang-orang kehadapan Sri Baginda Raja dengan
yang ada di dalam pasar, maka I Jayaprana hormatnya. Melihat wajah Ni Layonsari,
cepat-cepat kembali ke istana hendak raja pun membisu tidak dapat bersabda.
menceritakan hal tersebut kepada Sri Setelah senja kedua mempelai itu
Baginda Raja. Setelah I Jayaprana lalu memohon diri akan kembali ke
bercerita kepada raja, kemudian raja rumahnya meninggalkan sidang di
menulis sepucuk surat untuk Jero Bendesa paseban. Sepeninggal mereka itu, Sri
dan dititahkanlah Jayaprana untuk Baginda Raja meminta pertimbangan
membawa surat tersebut. kepada para perbekel cara untuk
Tiada diceritakan di tengah jalan, memperdayakan I Jayaprana agar ia mati,
hingga I Jayaprana tiba di rumah Jero agar istrinya yaitu Ni Layonsari dapat
Bendesa. Ia menyerahkan surat yang masuk ke istana dijadikan permaisuri
dibawanya itu kepada Jero Bendesa baginda. Salah satu perbekel lalu
dengan hormatnya. Jero Bendesa memberikan pertimbangan yaitu agar Sri
menerima surat tersebut dan langsung Baginda Raja menitahkan I Jayaprana
membacanya. Jero Bendesa sangat setuju bersama rombongan pergi ke Celuk
apabila putrinya yaitu Ni Layonsari Terima untuk menyelidiki perahu yang
dinikahkan dengan I Jayaprana. Setelah hancur dan orang-orang Bajo yang
Jero Bendesa menyampaikan isi hatinya menembak binatang di kawasan Pengulon.
bahwa ia setuju anaknya dinikahkan Demikian isi pertimbangan salah satu
dengan I Jayaprana, lalu I Jayaprana perbekel yang bernama I Saunggaling
memohon diri pulang kembali ke istana. yang telah disepakati oleh sang raja. Cerita
Cerita dilanjutkan dengan raja yang sedang dilanjutkan dengan I Jayaprana yang
melaksanakan sidang di pendopo. Tiba- sedang berbahagia dengan istrinya, tetapi
tiba datanglah I Jayaprana menghadap di usia tujuh hari pernikahannya datanglah
menyampaikan pesan Jero Bendesa seorang utusan raja ke rumahnya dengan
kehadapan Sri Baginda Raja dan raja pun maksud memanggil Jayaprana untuk
mengumumkan pada sidang yang isinya menghadap raja ke paseban. I Jayaprana
bahwa nanti tepatnya hari Selasa Legi bergegas pergi ke paseban menghadap Sri
Wuku Kuningan, raja akan membuat Baginda Raja bersama para perbekel.
upacara perkawinannya I Jayaprana Mereka dititahkan agar besok pagi-
dengan Ni Layonsari. Raja memerintahkan pagi untuk pergi ke Celuk Terima untuk
segenap perbekel agar memulai untuk menyelidiki adanya perahu kandas dan
mendirikan bangunan-bangunan rumah, kekacauan lainnya. Hari menunjukkan
balai-balai selengkapnya untuk I senja, sidang pun diselesaikan dan

SUARDIKA & DESI WULANDARI 50


Jayaprana kembali ke rumahnya. Ia Saunggaling mengatakan bahwa ia hanya
disambut oleh istrinya yang sangat menuruti perintah raja dengan berat hati ia
dicintainya itu. Jayaprana menjelaskan langsung menancapkan keris pada
hasil rapat di paseban kepada istrinya. Hari lambung kiri Jayaprana. Darah
berganti menjadi malam, Layonsari menyembur harum semerbak baunya
bermimpi rumahnya dihanyutkan banjir bersamaan dengan datangnya gempa bumi,
besar. Ia pun langsung terbangun dari angin topan, hujan bunga, dan sebagainya.
tidurnya dan menceritakan mimpinya Setelah mayat Jayaprana itu dikubur, amka
kepada sang suami. Layonsari meminta seluruh perbekel kembali ke kerajaan
kepada suaminya agar membatalkan dengan perasaan sangat sedih. Di tengah
rencana kepergiannya besok dengan alasan perjalanan mereka sering mendapatkan
mimpi buruknya itu, tetapi Jayaprana tidak bahaya maut, banyak perbekel yang mati
berani menolak perintah raja. Ia dalam perjalanan. Ada yang mati karena
mengatakan bahwa kematian itu hanya ada diterkam harimau dan gigit ular. Berita
di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Hari tentang terbunuhnya I Jayaprana itu telah
berganti pagi, Jayaprana bersama didengar oleh Ni Layonsari, lalu ia segera
rombongan berangkat ke Celuk Terima mengambil keris dan menikam dirinya.
meninggalkan istri dan rumahnya dengan Demikianlah cerita singkat pengabdian
suasana haru. I Jayaprana seringkali Jayaprana terhadap raja dan juga kisah
mendapat firasat yang buruk di dalam percintaannya dengan Layonsari. Hingga
perjalanan. Singkat cerita akhirnya akhirnya karena kekuatan cinta, mereka
mereka tiba di hutan Celuk Terima dan sama-sama meninggal dunia.
Jayaprana sudah merasakan bahwa dirinya
akan dibinasakan atau dibunuh, kemudian 3.2 Nilai-nilai Filosofi kehidupan
Saunggaling berkata kepada Jayaprana Geguritan Jayaprana
sambil menyerahkan sepucuk surat dari Geguritan Jayaprana mengandung
raja yang isinya: “Hai engkau Jayaprana, nilai-nilai filosofi kehidupan yaitu ketika
manusia tiada berguna. Berjalanlah, Sikap atau tingkah laku Jayaprana yang
berjalanlah engkau, akulah menyuruh selalu menuruti perintah raja, setia
membunuh kau. Dosamu sangat besar, kau terhadap raja, dan melakukan apa yang
melampaui tingkah raja. Istrimu sungguh diperintahkan raja. Hal ini merupakan
milik orang besar, ku ambil ku jadikan istri salah satu cara yang dilakukan oleh
raja. Serahkan jiwamu sekarang, jangan Jayaprana untuk membalas kebaikan raja
engkau melawan. Layonsari jangan kau yang sudah menjadikannya abdi kerajaan
kenang, ku peristri hingga akhir jaman”. dan merawatnya dari kecil hingga dewasa.
Demikianlah isi surat Baginda Raja kepada Jayaprana melakukan segala hal demi raja,
Jayaprana. Surat pun telah selesai dibaca, walaupun ia harus mengorbankan dirinya
Jayaprana kemudian menangis tersedu- sendiri atau orang yang disayangi dalam
sedu sambil berkata: “Yah, oleh karena hidupnya. Serta Jayaprana merupakan
titah dari baginda, hamba tiada dapat seorang yang memiliki moral yang baik,
menolak. Semula baginda menanam dan dibuktikan caranya bertutur kata terhadap
memelihara hamba, tetapi kini baginda orang lain. Sangat sopan dan mengerti
ingin mencabutnya. Silahkan, hamba siap bagaimana caranya berbicara dengan
untuk dibunuh demi kepentingan baginda, orang yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat
meskipun hamba tiada berdosa”. dari kutipan-kutipan di bawah ini, yaitu:
Demikianlah yang dikatakan oleh
Jayaprana sambil menangis. Selanjutnya //Makidung laut nyatuaang, buka
Jayaprana meminta Saunggaling untuk tuara ada ngajahin, suaranyane
bersiap-siap membunuhnya. Setelah manis alon, Anake Agung

SUARDIKA & DESI WULANDARI 51


ngerungu, I Jayaprana kasayang, Terjemahan:
ririh, manis, tuhu maniru karupa// Hamba menjungjung Bapak/
(pupuh ginada, pada 10, hal 14 ) Sekarang hamba permisi/ Lalu ia
Terjemahan: berkata/ Berjalan cepat-cepat/ Tak
Ia bernyanyi sambil membahas/ diceritakan di tengah jalan/ Lalu
Bagai tak ada orang mengajar/ masuk/ I Jayaprana ke istana//
Suaranya merdu nyaring/ Raja asik //Perbekele saur sembah, sandika
mendengar/ I Jayaprana disayang/ cokor I Gusti, I Jayaprana
Pintar, manis/ Sungguh serasi lingnialon, titiang sandikan I Ratu,
dengan eloknya// pejalane apang peradang, ne ne
mani, masangketa di bancingah//
//Anging adin cai nista, tong ada
mangidep munyi, mangandelang (pupuh ginada, pada 85, hal 29 )
lemet, yan glemekin ia mangambul Terjemahan:
basang, daar cai canang bapa, Perbekel sekalian menyembah/
saur aris, titiang nunas canang Kami menjunjung titah Paduka/ I
bapa// Jayaprana hormat menyembah/
Hamba menjunjung titah Paduka/
(pupuh ginada, pada 37, hal 20) Barangkali supaya pagi-pagi/
Terjemahan: Besok pagi/ Kumpul di pendopo//
Tetapi adikmu itu sangat biasa/
Tidak mau menuruti perintah/ //Sampun tatas ya pinaca,
Hanya bermalas-malas saja/ Jika salinging surate sami, I Jayaprana
hardik, ia ngambek/ Silahkan lingnialon, titiang ngiring Dewa
makan sirih ayah/ I Jayaprana Ratu, titiang suka kapademang, tan
hormat menjawab/ Hamba mohon pasisip, lamun ento masin titiang//
sirih Bapak// (pupuh ginada, pada 111, hal 35)
Terjemahan:
//I Jayaprana angucap, titiang Semuanya sudah dibaca/ Semua isi
mapamit ne mangkin, Jero surat itu/ I Jayaprana meratap
Bendesa lingnialon, mamargi I perlahan/ Hamba bersedia Paduka/
Mirah Ratu, mai-mai kumah Bapa, Hamba relah dibunuh/ Tanpa dosa/
ya malali, I Jayaprana mangucap// Jika itu yang mengakibatkan//
(pupuh ginada, pada 38, hal 20)
Terjemahan: //Yen pacang cokor I Dewa,
I Jayaprana berkata/ Hamba mohon mangambil I Layonsari, apang
permisi sekarang/ Jero Bendesa becik mamanjakang, Nyai Nyoman
berkata perlahan/ Silahkan Dewa Ratu, liwat bane tani bagia,
Jayaprana/ Sering-sering kerumah Nyai Gusti, kari nyai apang
Bapak/ Melancong/ I Jayaprana melah//
menjawab// (pupuh ginada, pada 112, hal 35)
Terjemahan:
Titiang sandikan I Bapa, ne Jika Paduka Tuanku/ Mengambil I
mangkin titiang mapamit, tumuli Layonsari/ Agar baik-baiklah
majalan reko, enggal lampahe memperistri/ Oh dinda sayangku/
andarung, tan kocapang ia di Sangat dirundung malang/ Dinda
jalan, lautmanjing, I Jayaprana ka sayang/ Tinggallah dinda baik-
pura// baik//
(pupuh ginada, pada 39, hal 20)

SUARDIKA & DESI WULANDARI 52


//I Jayaprana angucap, titiange ajaran agama Hindu. Sikap raja ini dapat
rauh sairing, ne ne mangkin dilihat dalam kutipan berikut ini
sapasira, utusan Anake Agung,
pacang memademang titiang , ne //Anake Agung ngandika, teken
ne mangkin, I Saunggaling perbekele sami, kenken ban
angucap// Maman ngeraos, edengin jua kuda
(pupuh ginada, pada 113, hal 35 ) aku, merentah I Jayaprana, pangka
Terjemahan: mati, gawenang daya upaya//
I Jayaprana berkata/ Aku sungguh (pupuh ginada, pada 75, hal 27)
bersedia/ Kini siapakah/ Utusan Terjemahan:
raja itu/ Yang akan membunuhku/ Raja lalu bersabda/ Kepada
Saat ini/ I Saunggaling menjawab// perbekel sekalian itu/ Bagaimana
pertimbangan Paman/ Berilah aku
Sikap atau perilaku bayangan/ Menipu I Jayaprana/
Jayaprana dapat dikaitkan dengan Supaya mati/ Buatkanlah tipu
ajaran agama Hindu yang terdapat muslihat//
dalam Kitab Bhagawad Gita yaitu
pada Bab XVIII, Sloka 9 yang //Mangda yennya suba pejah, I
isinya sebagai berikut: Nyoman apang manjing, yan kai
tuara mabaan, nyai Nyoman Dewa
//Kāryam ity eva yat karma Ratu, tan urungan kai pejah, mati
niyataṁ kriyate arjuna saṅgaṁ sedih, yan tan polih Nyai Nyoman//
tyaktvā phalaṁ caiva sa tyāgah
sāttviko mataḥ// (pupuh ginada, pada 76, hal 28)
Terjemahan: Terjemahan:
//Wahai Arjuna, “perbuatan mulia Jika ia sudah mati/ I Layonsari ku
ini wajib dilakukan”, dengan peristri/ Jika hal ini tak berhasil Itu/
berpendapat seperti itu, orang I Layonsari juitaku/ Tak boleh
melaksanakan perbuatan- tidak aku mati/ Mati rindu/ Jika tak
perbuatan mulia (persembahan dapat I Layonsari//
korban suci, kedermawanan, dan
pertapaan) dengan meninggalkan Hal ini dapat dikaitkan
ikatan serta pahala dari semua dengan ajaran agama Hindu yang
perbuatan mulia itu, maka itulah terdapat dalam Kitab Bhagawad
yang dikatakan sebagai tyāga atau Gita yaitu pada Bab XIV, Sloka 12
meninggalkan keterikatan yang yang isinya sebagai berikut:
tergolong dalam sifat kebaikan//
//Lobhaḥ pravṛttir ārambhaḥ
Nilai-nilai filosofi kehidupan yang karmaṇām aśamaḥ spṛhā rajasy
kedua adalah perilaku raja yang etāni jāyante vivṛddhe
menginginkan Layonsari, istri Jayaprana bharatarṣhaba//
menjadi permaisurinya. Raja melakukan Terjemahan:
tipu muslihat kepada Jayaprana untuk //Wahai Arjuna, ketika sifat
membunuhnya. Hal ini dilakukan raja kemafsuan yang menonjol, maka
demi memenuhi nafsunya yang ingin sifat loba, selalu aktif, keinginan,
memperistri Layonsari. Raja memiliki usaha bekerja demi mendapatkan
budi pekerti atau moral yang tidak baik. hasil, ketidakdamaian, semua
Perilaku raja sangat bertentangan dengan kecenderungan ini akan tumbuh
berkembang//

SUARDIKA & DESI WULANDARI 53


berlangsung hingga selamanya,
Nilai-nilai filosofi kehidupan ketiga singkatnya kesetiaanlah yang
yang dapat dilihat adalah kesetiaan menjadi hukum yang tertinggi dalam
Layonsari kepada Jayaprana. Pada saat membina keharmonisan sebuah
Jayaprana dikatakan sudah meninggal dan keluarga//
raja meminta Layonsari untuk menjadi
istrinya, tetapi Layonsari menolak hal Nilai-nilai filosofi kehidupan yang
tersebut karena kesetiaannya pada selanjutnya adalah sikap dari Perbekel
suaminya. Hal ini tentunya mencerminkan Saunggaling yang menerima perintah dari
moral baik yang dimiliki oleh Layonsari raja untuk berbohong dan membunuh
dan merupakan perilaku yang sesuai Jayaprana. Seharusnya sebagai seorang
dengan ajaran agama, khususnya Agama perbekel memiliki sikap yang sesuai
Hindu. Sebagai pasangan suami istri dengan ajaran-ajaran dharma seperti tidak
haruslah mempertahankan hubungan dan berbohong dan membunuh, walaupun itu
menahan diri dari setiap godaan apapun, merupakan perintah raja, tetapi jika
termasuk dinikahi orang lain, karena hal menyimpang dan tidak benar seharusnya
itu akan mempengaruhi pandangan orang tidak dilakukan. Moral yang dimiliki oleh
lain terhadap pribadi kita. Sikap Layonsari Perbekel Saunggaling adalah moral yang
dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini, buruk. Hal tersebut dapat dilihat dari
yaitu: kutipan di bawah ini:

//I Layonsari angucap, titiang //Masih Maman cai Nyoman,


mapamit ne mangkin, yan kayun I Maman kautus ne mangkin, antuk
Ratu ngantos, suene solas dalu, Gustin caine reko, apang eda salah
Anake Agung semu maras, sengguh, puniki surat paica, teken
mamaakin, I Nyoman mamanggar cai, I Jayaprana mananggap//
pedang//
(pupuh ginada, pada 108, hal 34)
(pupuh ginada, pada 160, hal 44) Terjemahan:
Terjemahan: Wahai Nyoman Jayaprana/ Kini
I Layonsari berkata/ Hamba Paman diutus/ Oleh Gustimu
menolak saat ini/ Jika paduka mau sungguh-sungguh/ Hendaknya kau
menunggu/ Lamanya sebelas hari/ jangan salah sangka/ Inilah surat
Raja lalu murka/ Lalu mendesak/I baginda/ Kepadamu/ I Jayaprana
Layonsari memegang pedang// mengambilnya//

Nilai moral tersebut jika //Masih maman cai Nyoman,


dikaitkan dengan ajaran agama maman kautus ne mangkin, da cai
Hindu, sesuai dengan Weda Smrthi salah raos, apan sih maman
Bab IX, Sloka 101 yang isinya kautus, mangiringang pangandika,
sebagai berikut: ia te jani, mamargi cai pang
melah//
//Anyonyasyawyabhicaro,
bhawedamaranantikah, esa (pupuh ginada, pada 114, hal 35)
dharmah samasena, jneyah Terjemahan:
stripumsayoh parah. Juga paman wahai Jayaprana/ Saat
Terjemahan: ini paman diperintahkan/
//Hendaknya hubungan suami istri Janganlah anda salah sangka/
dilandasi oleh kesetiaan dan Karena paman hanya diutus/

SUARDIKA & DESI WULANDARI 54


Melaksanakan perintah raja/ Nah raja, itulah yang menyebabkan ia
kini/ Berjalanlah baik-baik anda// mengatakan hal yang sebenarnya terjadi
kepada Layonsari. Sikap ini merupakan
//Kasuduk lambunge kiwan, medal salah satu tindakan yang sangat terpuji dan
getihe sumirit, ebonnyane sesuai dengan ajaran agama Hindu. Hal ini
maimpugan, maebo dedes dalam agama Hindu dikaitkan dengan
tinggalung, perbekele pada sig- ajaran “Tattwamasi” yang artinya
sigan, pada ngeling, ebahnyane dikaulah itu, dikaulah semua itu, semua
manungkayak// mahluk adalah engkau (chandogya
upanisad). Sesuai dengan penjelasan di
(pupuh atas, hal tersebut terdapat dalam kutipan
ginada, pada 117, hal 36) Geguritan Jayaprana sebagai berikut:
Terjemahan:
Ditikam lambung kirinya/ //Sing takonin mangorahang,
Memancar darahnya harum/ makejang tuara nepukin, ada anak
Baunya semerbak wangi/ Berbau mentas nunggal, kapiwelas ia
dedes kasturi/ Perbekel semua mawuwus, rakan nyai sampun
tersedu-sedu/ Semua menangis/ Ia pejah, tigang wengi, I Saunggaling
rebah melentang// nyedaang//
Menurut ajaran agama
Hindu jelas ajarkan bahwa tidak (pupuh ginada, pada 130, hal 38)
boleh membunuh atau menyakiti Terjemahan:
satu sama lain, hal ini terdapat Setiap orang ditanya mengatakan/
dalam pustaka suci slokantara, Tidak mengetahui Kini/ Ada orang
yaitu pada sloka 41 yang isinya berjalan sendiri/ Belas kasihan lalu
sebagai berikut: menerangkan/ Suamimu sudah
meninggal/ Tiga hari yang lalu/ I
//Ahimsa brahmacarya ca Saunggaling yang membunuh//
suddaralagawam, astainyamiti
yama rudrene bhasitah// //Pejah kauh di Tarima, petan
Terjemahan: maman teken nyai, kocap
//Tidak menyakiti, menguasai sisipnyane reko, Margan cai
hawa nafsu, kesucian, makanan Nyoman lampus, banya mangelah
sederhana, tidak mencuri lima somah, ayu luih, nyai te gelis ka
macam keharusan ini diajukan oleh pura//
Bhatara Rudra//
(pupuh ginada, pada 131, hal 39)
Kutipan tersebut menunjukkan Terjemahan:
bahwa perilaku Perbekel Saunggaling Matinya di barat di Tarima/ Sekian
sangat bertentangan dengan ajaran agama kata paman kepadamu/ Konon
Hindu, untuk tidak menyakiti atau kesalahannya/ Makanya ia
membunuh satu sama lain. dibunuh/ Karena ia memiliki istri/
Nilai-nilai filosofi kehidupan kelima Cantik jelita/ Anda segera diajak ke
yang terkandung dalam Geguritan istana//
Jayaprana adalah sikap salah satu
masyarakat yang memberikan informasi
kepada Layonsari terkait Jayaprana. Salah
satu masyarakat ini merasa kasihan dengan IV.PENUTUP
Layonsari yang suaminya dibunuh oleh

SUARDIKA & DESI WULANDARI 55


Geguritan Jayaprana merupakan menjadi istri raja tetapi ia menolak
sebuah geguritan yang dibangun oleh 1 permintaan tersebut. Nilai-nilai filosofi
jenis pupuh yaitu pupuh ginada dan terdiri kehidupan yang terakhir adalah terlihat
dari 179 pada. Analisis terhadap struktur pada sikap salah satu orang atau
forma yaitu kode bahasa dan sastra, gaya masyarakat yang menceritakan tentang
bahasa, dan ragam bahasa. kode bahasa keberadaan dan keadaan Jayaprana kepada
dan sastra dalam Geguritan Jayaprana Layonsari, karena merasa kasihan.
adalah berupa analisis pada lingsa
(wilangan kecap dan suara pematut). DAFTAR PUSTAKA
Selanjutnya dalam analisis nilai-nilai Agung, Istri. 2017. Kajian Struktur dan
filosofi kehidupan terdapat beberapa cerita Nilai Geguritan Basur. Denpasar:
pada bait geguritan yang menggambarkan Universitas Udayana.
sikap atau perilaku Jayaprana yang selalu Darmayasa. 2016. Bhagawad Gita
setia terhadap rajanya hingga berkorban (Nyanyian Tuhan). Denpasar:
apapun untuk rajanya, sekali pun hal itu Yayasan Dharma Sthapanam.
menyakiti dirinya bahkan nyawanya. Hal Eagleton, Terry. 2007. Teori Sastra.
ini dilakukan Jayaprana untuk membalas Yogyakarta: Jalasutra.
kebaikan raja kepadanya. Selain itu Esten, Mursal. 1984. Kesusastraan
Jayaprana merupakan seorang yang sangat Pengantar Teori dan Sejarah.
menghormati orang lain. Nilai-nilai Bandung:Angkasa Bandung.
filosofi kehidupan kedua adalah perilaku Gunawan, Imam. 2016. Metode Penelitian
raja yang tidak sesuai dengan jabatannya Kualitatif Teori & Praktik. Jakarta:
sebagai seorang pemimpin. Seharusnya Bumi Aksara.
sebagai raja harus bersifat bijak dan tidak Ginarsa, Ketut. 1989. Geguritan
mengambil hak orang lain. Nilai-nilai Jayaprana. Denpasar:CV. Kayumas.
filosofi kehidupan selanjutnya adalah . (Diakses pada tanggal 23 Maret 2020,
perilaku Perbekel Saunggaling yang pukul 13.45 WITA).
mengikuti perintah raja tanpa Mahendra, Oka. 1994. Ajaran Hindu.
mempertimbangkan perbuatan yang Denpasar: Pustaka Manikgeni.
dilakukan baik atau buruk. Nilai-nilai Sinta. 2016. Teks Geguritan Mantri Sanak
filosofi kehidupan yang terkandung dalam Lima. Denpasar: Universitas
Geguritan Jayaprana selanjutnya adalah Udayana.
kesetiaan Layonsari terhadap suaminya I Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita
Jayaprana, walaupun ia diminta untuk Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

SUARDIKA & DESI WULANDARI 56

Anda mungkin juga menyukai